7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
1/129
i
TUGAS AKHIR
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA
PERMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI
(Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)
Oleh:
CAHYA FURQON PRATAMA
NIM. I 0608016
Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai
Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
2/129
ii
PENGESAHAN
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN
KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI
(Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)
Oleh
CAHYA FURQON PRATAMA
NIM. I 0608016
Surakarta, Januari 2013
Menyetujui,
Pembimbing I
Istijabatul Aliyah ST, MT
NIP. 19690923 199702 2 001
Pembimbing I I
Ir. Soedwiwahjono. MT
NIP. 19620306 199003 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Arsitektur
Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT
NIP. 19620610 199103 1 001
Ketua Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota
Ir. Galing Yudana, MT
NIP. 19620129 198703 1 002
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
3/129
iii
ABSTRAK
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN
KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI
(Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)
Sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri
dianggap kurang layak. Peran pemerintah dalam pemenuhan sarana dan prasarana pun tidak
seperti yang diharapkan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bagaimanakah pemenuhan
sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri dalam
memenuhi kebutuhan pemulung?. Sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik komunitas dan
permukiman pemulung, upaya pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana komunitas pemulung, karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana
dan prasarana serta menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman melalui
analisis karakteristik permukiman pemulung dan analisis tingkat pemenuhan sarana dan
prasarana komunitas pemulung. Hasilnya diketahui karakteristik permukiman pemulung berupa
pola permukiman memusat dengan kondisi fisik bangunan non-permanen sedangkan pola
permukiman menyebar sebagian besar kondisi f isik bangunanya permanen meskipun beberapa
semi permanen. Pemerintah pun belum optimal menyediakan sarana dan prasarana namun
mencoba memenuhi kebutuhan aktivitas bermukim dan aktivitas bekerja berupa sarana dan
prasarana.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
4/129
iv
ABSTRACT
ANALYSYS FACILITIES AND INFRASTRUCTURE IN THE SCAVENGERS
SETTLEMENTS AT KEDIRI
( Study Case : Pojok Village, Mojoroto Distric, Kediri City )
Facilities and infrastructure in the scavengers settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri
deemed less worthy. The role of government in fulfilling the infrastructure was not as expected.
Based on this phenomenon, the "how fulfillment facilities and infrastructure in scavengers
settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri in case to fulfill the needs of the scavengers?".
So as to identify the characteristics of the communities and settlements of the scavenger, the city
government's efforts fulfill the needs of scavenger`s community facilities and infrastructure,
scavenger characteristics needs the fulfillment infrastructure and analyze the degree of
fulfillment of the settlement infrastructure through the analysis of settlement characteristics and
analysis of the level of compliance scavengers infrastructure scavenger community. The result is
known to be a scavenger settlements characteristic form as settlement patterns converge with the
physical condition of a non-permanent settlement pattern spread while most permanent physical
condition settlement although some remain semi-permanent. The government has not optimal
supplying the infrastructure, however they still trying to fulfill it in form as activity and work
needs.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
5/129
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa penulis
panjatkan atas perkenan-Nya jualah tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir dengan judul
ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARA PADA PERMUKIMAN
KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri) merupakah sebuah penelitian untuk mengetahui analisis
pemenuhan sarana dan prasarana permukiman pada komunitas pemulung. Dimana komunitas
pemulung memiliki ke khasan dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibuthkanpada saat melakukan aktivitas bermukim maupun bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah sarana dan prasarana eksisting sekarang sudah mampu memenuhi kebutuhan
komunitas pemulung, jika belum mengapa hal itu bisa terjadi serta bagaimana ukuran yang pas
bagi komunitas pemulung untuk memenuhi ketersediaan sarana dan prasarana pada
permukimanya mengingat adanya keterbatasan lahan pada kawasan permukiman komunitas
pemulung.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan memperlancar dalam memberi arahan, dorongan, bantuan teknis, danmotivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas akhir
ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur yang telah menjadi
pendukung dalam setiap kompetisi yang diikuti penulis.
2. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
3. Ibu Istijabatul Aliyah, ST, MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak
sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini.
4.
Bapak Ir. Soedwiwahjono MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak
sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan selalu memanjatkan
doa doanya ketika penulis sedang menghadapi kesulitan serta adik-adik penulis yang
selalu memberikan keceriaan dan semangat untuk selalu mengejar cita-cita. Bule, Om dan
Budhe n Pakde yang mengajarkan banyak ilmu hidup. Terimakasih telah menjadi bagian
terindah dalam hidup penulis. AKU SAYANG KALIAN.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
6/129
vi
6. Ibu dan bapak dosen program studi Perencanaan Wilayah dan Kota dan jurusan Arsitektur
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.
7. Ibu Isti Andini ST, MT terimakasih telah banyak memberikan pengetahuan ketika penulis
sedang merasakan kebingungan pada saat mengerjakan tugas akhir.
8. Yusnita Aulia Nurani, ST. terimakasih banyak sudah menemani saya selama ini, mulai dari
pertama kali saya masuk kuliah sampai akhirnya SAYA LULUS. Terimakasih banyak atas
doa dan usahanya diwaktu sedih dan senang karena kamu selalu ada buat saya. Cukup saya
yang tau arti spesialnya kamu, aku sayang kamu beh.
9. Teman Teman yang paling istimewa, My Best Friend Sulistyo Nugroho n Scholastica
Y.H yang selama ini saya anggap se-visi dalam hidup dan pemikiran, banyak pemikiran
brilian yang saya dapat dari kalian dan rahasia diantara kalian, sssttttcukup saya yang
tau. Begitu juga buat Pramudya, Ita, Muftia, Dhoni, Adri Agung, Eko Ardianto, Gian WC,
Dicky. Kalian semua sangat berharga buat saya dan ga akan pernah saya lupain kebaikan
kalian yang selalu ada disaat saya butuh, Best Friend Always.
10.
My Gank Dewa-Dewi : Annas, Agastya, Galih, Ahmam, Apep, Aya, Era, Prima, Bue,
TM, Ida, Toni, Ibnu, Andon, Teo dan Rosalia. Makasih banyak sudah menjadi keluarga
baru saya selama saya merantau, beruntung bisa kenal kalian semua.
11.Teman teman PWK 2008 Universitas Sebelas Maret.
Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dikarenakan
keterbatasan ilmu dan waktu yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis berharap, penelitian ini
dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan wilayah dan dapat menjadi referensi bagi
penelitian berikutnya yang lebih mendalam mengenai kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta
sebagai metropolitan yang berkelanjutan. Tidak lupa, penulis mengharapkan saran yang
membangun demi perbaikan penulis.
Surakarta, Januari 2013
Peneliti
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
7/129
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................ii
ABSTRAKSI..............................................................................................................................iii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................v
DAFTAR ISI..............................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................xi
DAFTAR PETA........................................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................xiii
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................xiv
Bab 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A.
Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah Penelitian.................................................................................4
C. Tujuan dan Sasaran Penelitian ...............................................................................4
1.Tujuan .................................................................................................................4
2.Sasaran................................................................................................................5
D. Batasan Penelitian ....................................................................................................5
1.Batasan Substansial ...........................................................................................5
2.Batasan WIlayah ................................................................................................5
E. Manfaat Penelitian..................................................................................................6
1. Bagi Akademisi..................................................................................................6
2. Bagi Praktisi .......................................................................................................6
F. Sistematika Penulisan.............................................................................................6
Bab 2 TINJAUAN TEORI .......................................................................................................8
A.
Gambaran Umum Pemulung .................................................................................8
1. Pemulung Merupakan Sektor Informal ............................................................9
2. Karakteristik Pemulung .....................................................................................11
3. Aktivitas Pemulung ...........................................................................................14
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
8/129
viii
B. Pengertian Permukiman .........................................................................................16
1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman..................................18
2. Kebutuhan dasar minimal suatu rumah ............................................................19
3. Karakteristik Permukiman Informal .................................................................20
4. Review Pola Permukiman .................................................................................25
C. Pengertian Sarana dan Prasarana ...........................................................................28
1.Penyediaan Sarana dan Prasarana.....................................................................29
2.Akses Pemulung Terhadan Sarana dan Prasarana ...........................................31
3.Review Kebutuhan Sarana dan Prasarana ........................................................32
Bab 3 METODE PENELITIAN ..............................................................................................38
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................................38
B. Jenis Penelitian .......................................................................................................38
C. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................39
D. Konsep Penelitian ...................................................................................................44
E.
Teknik Analisis .......................................................................................................48
Bab 4 KAJIAN WILAYAH STUDI ........................................................................................53
A. Lokasi dan Kawasan Studi .....................................................................................53
B. Sebaran dan Jangkauan Sarana Eksisting .............................................................54
C. Prasarana dan Utilitas Eksisting ............................................................................61
D. Karakteristik Pemulung..........................................................................................64
1. Klasifikasi Pemulung.........................................................................................64
2. Akivitas Pemulung.............................................................................................72
3. Karakteristik Hunian Pemulung........................................................................80
E.
Upaya Pemerintah Kota dalam Pemenuhan Sarana dan Prasarana.....................85
1. Sikap Pemerintah ...............................................................................................85
2. Program Pemerintah ..........................................................................................87
F. Karakteristik Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman Pemulung ...........89
1. Karakteristik Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim
komunitas pemulung ........................................................................................89
2. Karakteristik kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja
komunitas pemulung ........................................................................................91
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
9/129
ix
Bab 5 ANALISIS TINGKAT PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA
KOMUNITAS PEMULUN ...........................................................................................93
Bab 6 PENUTUP ......................................................................................................................114
A. Kesimpulan ........................................................................................................114
B. Saran ...................................................................................................................115
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
10/129
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Sektor Informal dan Sektor Formal ........................................11
Tabel 2.2 Tabel Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman ........................................35
Tabel 2.3 Penyediaan Prasarana Permukiman .....................................................................37
Tabel 3.1 Tabel Kebutuhan Data ..........................................................................................42
Tabel 3.2 Tabel Variabel Penelitian .....................................................................................45
Tabel 3.3 Analisis Penelitian ................................................................................................51
Tabel 4.1 Luas tanah Menurut Penggunaa nya .....................................................................54
Tabel 4.2 Jumlah Rumah di Kelurahan Pojok .....................................................................55
Tabel 4.3 Sarana Pendidikan di Kelurahan Pojok ...............................................................55
Tabel 4.4 Sebaran Sarana Peribadatan di Kelurahan Pojok ................................................58
Tabel 4.5 Data Jalan di Kelurahan Pojok Kota Kediri ........................................................62
Tabel 4.6 Sebaran Sumber air bersih di Kelurahan Pojok ..................................................63
Tabel 4.7 Pola keuangan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..................................67
Tabel 4.8 Pendidikan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok .......................................68
Tabel 4.9 Tingkat Pendidikan Anak Anak Komunitas Pemulung ..................................68
Tabel 4.10 Klasifikasi Komunitas Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................69
Tabel 4.11 Keluhan kesehatan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok...........................72
Tabel 4.12 Jumlah Pemulung Menurut Daerah Asal di Kelurahan Pojok ...........................73
Tabel 4.13 Penggunaan Sarana transportasi penunjang menurut klasifikasi
pekerjaan................................................................................................................78
Tabel 4.14 Rencana Program Pemerintah Kota Kediri .........................................................88
Tabel 4.15 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim ......................................89
Tabel 4.16 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja ...........................................91
Tabel 5.1 Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komunitas
Pemulung ...............................................................................................................94
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
11/129
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe- tipe pola permukiman menurut Wiraatmaja .........................................26
Gambar 2.2 Tipe pola permukiman menurut Sri Narni ......................................................27
Gambar 2.3 Bentuk pola permukiman memusat.................................................................28
Gambar 3.1 Kerangka analisis .............................................................................................50
Gambar 4.1 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di Kelurahan
Pojok .................................................................................................................56
Gambar 4.2 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana kesehatan di Kelurahan
Pojok .................................................................................................................58Gambar 4.3 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana peribadatan di Kelurahan
Pojok .................................................................................................................59
Gambar 4.4 Sebaran dan gambaran sarana pariwisata, sarana pertahanan dan
kantor Kelurahan Pojok ...................................................................................60
Gambar 4.5 Sebaran dan gambaran sarana kebersihan dan sarana perdagangan
dan jasa di Kelurahan Pojok ............................................................................61
Gambar 4.6 Gambaran Prasarana Jalan di Kelurahan Pojok .............................................62
Gambar 4.7 Gambaran Jaringan Listrik dan Telepon di Kelurahan Pojok .......................64
Gambar 4.8 Siklus pola pekerjaan pertama di kawasan penelitian....................................65Gambar 4.9 Siklus pola pekerjaan kedua di kawasan penelitian .......................................65
Gambar 4.10 Siklus pola pekerjaan ketiga di kawasan penelitian .......................................66
Gambar 4.11 Diagram tingkat pendapatan menurut klasifikasi pekerjaan..........................69
Gambar 4.12 Diagram tingkat pengeluaran uang menurut klasifikasi pekerjaan ...............70
Gambar 4.13 Aktivitas sosial komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ............................74
Gambar 4.14 Morfologi pola bermukim komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..........75
Gambar 4.15 Sarana transportasi pendukung komunitas pemulung di Kelurahan
Pojok .................................................................................................................95
Gambar 4.16 Interaksi Sosial Komunitas Pemulung ............................................................96
Gambar 4.17 Kondisi dan jenis bangunan di Permukiman Pemulung Kelurahan
Pojok .................................................................................................................97
Gambar 4.18 Peruntukan Hunian Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................81
Gambar 4.19 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bekerja Komunitas Pemulung .................93
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
12/129
xii
DAFTAR PETA
Peta 01 Peta Sebaran Permukiman Pemulung di Kelurahan Pojok ................................76
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
13/129
1
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan kotakota di Indonesia pada umumnya senantiasa menuai kompleksitas
permasalahan ketika dihadapkan pada proses penyusunan rencana tata ruang wilayah
(RTRW). Salah satu permasalahan yang mengemuka dalam beberapa dasawarsa terakhir
adalah kemunculan sektor informal yang sangat rumit pengendaliannya. Hal ini disebabkan
arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota tidak terkendali sehingga mengakibatkanpeningkatan jumlah penduduk di suatu kota. Di Indonesia urbanisasi sering diidentikan
dengan migrasi ke kota karena realitanya memang hanya berupa perpindahan penduduk dari
desa ke kota tanpa disertai dengan perubahan sosial budaya maupun aktivitas ekonominya.
Migrasi yang demikian itu terjadi bukan karena terbukanya lapangan kerja oleh
perkembangan industri atau jasa melainkan karena ajakan kerabat atau menaruh harapan
bahwa kota akan memberikan sumber penghidupan yang lebih baik. Banyak diantara mereka
yang tidak mampu mencapai hal tersebut sehingga menciptakan lapangan kerjanya sendiri
yang kita sebut sektor informal (Kuswartojo, 2005).
Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang lebih
cenderung menyandarkan pada strategi pertumbuhan telah memberikan kesempatan yang
lebih besar pada kegiatan-kegiatan sektor ekonomi formal atau modern untuk berkembang
dan memberikan kontribusi yang terus meningkat pada Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Namun langkah dan strategi ini telah menimbulkan berbagai implikasi, salah
satunya adalah masalah kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah penduduk yang menggeluti
sektor ekonomi formal baru terasa pasca terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 lalu,
banyak sekali pekerja formal yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga
jumlah pengangguran meningkat. Hal ini mengakibatkan, masyarakat yang sebelumnya
bekerja di sektor formal banyak yang pindah ke sektor informal demi mempertahankan
hidupnya (Wirakartakusumah, 1998).
Bagi para pekerja informal, keberadaan ruangruang terbuka hijau di tengah kota yang
sebelumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan taman bermain bagi anak anak
merupakan alternatif bagi mereka untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan sarana untuk
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
14/129
2
menjajakan barang daganganya. Hal ini juga terjadi pada kawasan pinggiran kota, misalnyaseperti di tempat tempat pembuangan sampah, banyak diantara para pekerja informal yang
membangun rumah untuk bermukim sekaligus bekerja dengan cara mengambil sampah
sampah yang sekiranya mampu dimanfaatkan kembali (Wirakartakusumah, 1998).
Pemulung merupakan salah satu contoh kegiatan sektor informal. Para pemulung
melakukan pengumpulan barang - barang bekas karena adanya permintaan dari para industri -
industri pendaur ulang bahan bekas. Adapun bahan-bahan bekas yang sering diminta biasanya
berupa plastik, kertas bekas, bahan bekas dari kaca, besi tua dan sebagainya. Dalam realitas di
masyarakat, keberadaan pemulung dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Disatu sisi,profesi pemulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung itu sendiri ketika
pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang sangat
membutuhkan pekerjaan. Keterbatasan akan pendidikan dan keterampilan, bukan menjadi
hambatan bagi para pemulung untuk berusaha. Namun di sisi lain, keberadaan pemulung
dianggap mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan
masyarakat. Seringkali mereka dipukuli atau diusir dari tempat mereka mencari nafkah, tanpa
memberikan solusi yang terbaik bagi mereka (Chandrakirana & Sadoko 1994).
Keberadaan pemulung biasanya membentuk suatu komunitas pada suatu kawasan yang
berada didalam suatu kota, walaupun keberadaanya kurang diperhitungkan akan tetapi
eksistensinya tetap ada di setiap kota meskipun secara spasial komunitas ini hanya mendapat
tempat di pinggiran kota karena keberadaanya memang sangat berbanding lurus dengan
keberadaan tempat pembuangan akhir sampah. Selain itu komunitas mereka juga dianggap
sebagai kaum marginal yang eksistensinya kurang diharapkan bagi beberapa komunitas
masyarakat kota karena sebagian masyarakat umum beranggapan bahwa perilaku mereka
yang terkadang mencerminkan perilaku kriminalitas seperti mencuri barang barang bekas /
besi tua yang sudah usang. Namun ada juga sebagian masyarakat yang mengakui pentingnya
keberadaan pemulung, misalnya dengan mengelompokan barang barang yang sekiranya
tidak dapat mereka gunakan lagi untuk diberikan kepada pemulung, selain itu karena tidak
semua kawasan permukiman memiliki petugas sampah yang mau mengambil sampah setiap
paginya sehingga bisa dengan cara membayar pemulung untuk mengangkut sampahnya.
Komunitas pemulung juga merupakan bagian dari komunitas yang berada didalam suatu
kota yang kebutuhan akan sarana permukiman juga harus terpenuhi, terutama bagi para
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
15/129
3
pemulung yang secara administrasi dikatakan sah sebagai penduduk asli kota / atau kabupatentersebut, sehingga dari sisi perencanaan kota keberadaanya harus tetap diperhitungkan. Tri
Rismaharini / Walikota Surabaya menjelaskan pada dasarnya komunitas pemulung sama
halnya dengan masyarakat informal lainnya, mereka membentuk komunitas untuk tinggal di
suatu kawasan tertentu karena perbedaan persepsi antar sesama masyarakat menganggap
bahwa mata pencarian mereka tidak lazim (Republika, 16 september 2011). Aksesibilitas
mereka untuk mencapai sarana dan prasarana yang disediakan pemerintahpun terkesan
kurang memihak, sarana prasarana yang ada pada kawasan permukiman pemulung juga tidak
seperti kawasan permukiman formal yang akses terhadap sarana dan prasarana dapatterpenuhi dengan mudah karena pemerintah mendukung kawasan permukiman formal hal ini
dibuktikan dengan adanya peraturan yang mengatur tentang ketersediaan sarana dan
prasarana di dalam permukiman formal didalam SNI.
Permukiman informal merupakan kumpulan perumahan yang dibangun dengan cara
perorangan dengan sistem kerja sederhana tanpa perorganisasian yang resmi dalam
penyediaan fasilitas lingkungan dan permukimannya. Lahan permukiman biasanya berupa
lahan kosong yang status kepemilikanya tidak jelas atau milik negara dengan fasilitas
lingkungan yang seadanya atau sudah diolah secara sederhana (Johan Silas, 1993).
Permukiman informal muncul karena aktivitas yang dilakukan oleh komunitas didalamnya
tidak bisa membuat para penghuninya berada di permukiman formal. Kondisi seperti ini dapat
dijumpai di permukiman pemulung, dimana para penghuninya melakukan aktivitas yang
jarang dijumpai di permukiman formal. Dari beberapa preseden yang ada komunitas
pemulung biasanya melakukan kegiatan pemilahan sampah disekitar rumahnya.
Penanganan penyediaan sarana dan prasarana perumahan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun swasta sepertinya belum mampu menyentuh sebagian besar masyarakat
kota yang tinggal di suatu kawasan, khusunya permukiman informal seperti permukiman
pemulung, karena banyak pihak yang beranggapan bahwa pemenuhan sarana dan prasarana
pada kawasan tersebut sangat rentan sekali akan terjadinya konflik sosial. Secara tidak
langsung penanganan sarana dan prasarana lebih mengkomersialkan perumahan sebagai
komoditi dagang sehingga harga rumah semakin tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh
masyarakat yang bekerja di bidang ekonomi informal.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
16/129
4
Pada permukiman pemulung khususnya di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto KotaKediri yang memang jaraknya tidak jauh dari eksisting TPA Pojok, merupakan kawasan
permukiman pemulung dimana kurang terdapat sarana dan prasarana permukiman yang layak
seperti kondisi jalan yang rusak, belum adanya tempat penampungan barang bekas dan
pemilahan barang yang layak serta tidak tersedianya MCK umum. Harusnya hal hal
semacam itu mampu disediakan oleh para stakeholder yang bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan komunitas pemulung terhadap sarana dan prasarana. Kurangnya sarana
dan prasana pendukung yang ada membuat komunitas ini menimbun barang barang yang
dihasilkan di teras depan rumahnya masing - masing. Peran pemerintah dalam memberikanbantuan terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana terhadap komunitas pemulung juga
tidak seperti apa yang pemulung harapkan, minimnya perhatian menjadikan komunitas ini
membuat sarana penunjang yang mereka butuhkan secara swadaya namun tidak diimbangi
dengan perwatan, karena biaya perawatan sarana yang ada membutuhkan dana yang cukup
besar bagi komunitas ini, apalagi mayoritas dari komunitas ini selalu mendapatkan hasil yang
kurang menentu setiap harinya.
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Bagaimanakah pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan
Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri dalam memenuhi kebutuhan pemulung ?
C. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN
1. TUJUAN
a. Mengidentifikasi karakteristik komunitas pemulung dan permukiman pemulung yang ada
di Kelurahan Pojok Kota Kediri.
b.
Mengidentifikasi upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah kota dalam
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana didalam permukiman informal bagi komunitas
pemulung.
c. Menemukenali karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana dan
prasarana di permukiman pemulung yang ada d i Kediri.
d. Menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman yang ada dalam
permukiman pemulung di Kota Kediri.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
17/129
5
2. SASARANa.1) Dikenalinya klasifikasi komunitas pemulung.
2) Dikenalinya aktivitas dari komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri.
3) Dikenalinya karakteristik permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota
Kediri.
b.1) Teridentifikasinya sikap pemerintah terhadap komunitas pemulung dalam memenuhi
kebutuhannya dalam penyediaan sarana dan prasarana.
2) Diketahuinya program pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana
permukiman bagi komunitas pemulung di Kota Kediri.c.1) Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap
pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal melakukan pekerjaan.
2. Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap
pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal bermukim di Kediri.
d.1)
Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman
didalam komunitas pemulung menurut standart / regulasi yang ada.
2) Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana menurut peran
dari komunitas pemulung di kota Kediri.
D. BATASAN PENELITIAN
1. Batasan Substansial
Batasan substansial pada penelitian ini yaitu analisis pemenuhan sarana dan prasarana pada
permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
Dengan mengetahui karakteristik pemulung, upaya yang dilakukan pemerintah kediri dalam
pemenuhan sarana dan prasarana permukiman, kebutuhan sarana dan prasarana komunitas
pemulung serta peran pemerintah dan pemulung dalam hal penyediaan sarana dan prasarana
permukiman.
2. Batasan Wilayah
Batasan wilayah pada penelitian ini merupakan permukiman pemulung yang secara
administratif berada di Kota Kediri tepatnya berada di Kelurahan Pojok Kecamatan
Mojoroto serta keberadaan pemulung sebagai warga asli dari Kota Kediri yang mempunyai
identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP).
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
18/129
6
E. MANFAAT PENELITIAN1. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi peneliti sehingga lebih
mengenali peran objek yang diteliti dalam komunitas perkotaan serta bagaimana cara
komunitas pemulung memenuhi kebutuhannya terhadap sarana dan prasarana dan upaya
pemerintah dalam mendukung eksistensi dari komunitas pemulung. Selain itu juga
diharapkan mampu memberikan khasanah ilmu pengetahuan dalam studi perencanaan
wilayah dan kota.
2. Bagi PraktisiPenelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam
menetapkan dan melaksanakan kebijakan tertentu serta membantu pemerintah dalam
merumuskan program terhadap komunitas pemulung yang lebih sesuai dengan kebutuhan
dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung. Selain itu
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat
sehingga masyarakat dapat mengenali, menyadari dan mengakui keberadaan pemulung.
Kemudian, bagi LSM sebagai mitra yang biasa dekat dengan kaum bawah diharapkan
dapat menjadi rujukan dalam merancang program untuk pemulung, baik dengan program
berupa bantuan-bantuan materil ataupun immateril yang dapat meningkatkan kemandirian
dan menjembatani komunikasi antara pemulung dengan akademisi, pemerintah dan
masyarakat luas.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika Penulisan dalam penelitian Analisis Pemenuhan Sarana dan Prasarana pada
permukiman pemulung di Kota Kediri adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada tahapan ini berisikan tentang : Latar Belakang, Rumusan Permasalahan,
Tujuan dan Sasaran Penelitian, Batasan Penelitian, Manfaat Penelitian dan
Sistematika Penulisan Laporan.
BAB II TINJAUAN TEORI
Pada Tahapan ini berisikan tentang panduan dan teori yang terkait dengan
penelitian yang dikerjakan oleh peneliti yaitu analisis pemenuhan sarana dan
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
19/129
7
prasarana pada permukiman komunitas pemulung di Kota Kediri. Pedoman dantinjauan teori yang ada dapat digunakan sebagai alat untuk acuan dan kontrol pada
bab analisis dalam penyusunan laporan penelitian tugas akhir.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah langkah sistmatis. Metodelogi adalah suatu pengkajian dalam
memperoleh peraturan peraturan suatu metode. Prosedur membantu peneliti
dalam memberikan urutan urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu
penelitian sedangkan teknik penelitian memberikan alat ukur apa saja yangdigunakan dalam suatu penelitian.
BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN STUDI
Data yang disajikan pada tahap ini disusun berdasarkan indikator penelitian yang
menjadi dasar dalam proses pembahasan sehingga mampu menjawab tujuan dan
sasaran penelitian. Data yang disajikan antara lain adalah karakteristik pemulung,
kebutuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan merupakan bagian yang mengemukakan mengenai analisis dan
pembahasan teoritis untuk memperoleh jawaban dari perumusan masalah. Dalam
tahapan ini kan dilakukan analisis mengenai pemenuhan sarana dan prasarana
permukiman pada komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto
Kota Kediri. Hasil dari pembahasan ini diharapkan mampu menjawab rumusan
permasalahan yaitu pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung.
BAB VI PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan
rekomendasi. Kesimpulan merupakan gambaran singkat hasil penelitian, baik
yang berkaitan tentang hal yang di temui di lapangan maupun hasil sintesis
pembahasan. Rekomendasi merupakan usulan dan masukan untuk penulis, objek
penelitian maupun untuk penelitian selanjutnya.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
20/129
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Gambaran Umum Pemulung
Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu
seperti : plastik, kertas bekas, kaleng, dsb. untuk proses daur ulang. Secara umum hidup
Pemulung berpindah-pindah dari satu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) ke TPA lain karena
lokasinya berada di berbagai tempat. Dimanapun lokasi Tempat Pembuangan Akhir berada
pemulung senantiasa mengikutinya dengan caranya sendiri. Gambaran tersebut juga terjadi
pada pemulung yang berada di pemukiman penduduk, sekitar stasiun dan pasar. Bagi
sebagian besar pemulung Tempat Pembuangan Akhir adalah "ladang" dalam
menggantungkan hidup sehari-hari. Alasan pemulung melakukan pekerjaan memulung
sasarannya sudah jelas dan tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain. Sebagian
besar pemulung cenderung lebih memilih bekerja disekitar TPA dari pada harus berjalan
jauh menuju rumah rumah penduduk untuk mendapatkan nafkah. Hal ini juga menjadi
alasan untuk mengajak saudara, teman dan orang lain mengikuti jejak menjadi pemulung.
Pemulung berani tinggal di sebuah gubuk reot, berdinding kardus dan beratap plastik.
Walaupun tempat tinggalnya tidak layak namun kenyataannya para pemulung mampu
bertahan menghadapi berbagai masalah dalam kondisi apapun1.
Dinas Kebersihan Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1990) dalam Simanjuntak (2002)
memberikan kesepakatan cara pandang mengenai pemulung, yaitu:
a. Pemulung adalah bagian masyarakat atau Warga Negara Indonesia (WNI) yang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945.
b. Pemulung adalah pelaku penting dalam proses daur ulang (recycling) sampah sebagai
salah satu bagian dalam penanganan sampah perkotaan maupun pedesaan.c.
Pemulung adalah salah satu pemelihara lingkungan hidup yang menyerap sebagian
sampah untuk dapat diolah menjadi barang yang berguna bagi masyarakat.
d.
Pemulung adalah orang yang bekerja memunguti dan mengumpulkan sampah dan
memanfaatkan sampah-sampah tersebut untuk menambah penghasilan.
1 Dikutip dari Kajian model pengembangan usaha di kalangan pemulung oleh Deputi bidang pengkajian sumberdaya
UKMK Dr. Ir. Pariaman Sinaga MM. Jakarta.2008.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
21/129
9
Ada berbagai macam hal yang perlu diketahui tentang keberadaan pemulung di
perkotaan. Dalam bagian ini akan dijelaskan secara mendetail tentang kelompok sosial
pemulung, pemulung merupakan sektor informal, karakteristik pemulung, sudut pandang
masyarakat dan pemerintah terhadap pemulung.
1. Pemulung merupakan Sektor Informal
Konsep mengenai sektor informal mulai diperbincangkan semenjak penelitian yang
dilakukan oleh Keith Hart di Acra (Ghana) pada tahun 1971. Ia menyebut sektor informal ini
sebagai kegiatan ekonomi periperal yang mana sektor ini menyediakan pelayanan pokok
yang dibutuhkan dalam kehidupan kota. Menurut Hart, kesempatan dalam memperoleh
penghasilan dapat dibagi menjadi t iga bagian, yaitu sektor formal, sektor informal sah, dansektor informal tidak sah. Namun karena sulitnya memberikan batasan antara sektor
informal yang sah dengan yang tidak sah, maka banyak peneliti yang cenderung hanya
menggunakan konsep sektor formal dan informal dalam memperoleh kesempatan bekerja
(Hart, 1985).
Sjahrir (1986) menyebutkan bahwa sektor informal sebagai unit kegiatan ekonomi
dengan skala usaha yang besar maupun kecil serta dapat memberikan peluang pada setiap
individu-individu untuk memaksimalisasi sumberdaya dan tenaga kerja yang ada dengan
biaya seminim mungkin. Sementara itu paradigma lainnya yang dikemukakan oleh Anis
Ananta dalam Muhyidin (2009:2), menyebutkan bahwa sektor informal sering dilihat
sebagai sektor sisa atau alternatif terakhir bagi pencari kerja, namun pekerja pada sektor
informal belum tentu terdiri dari orang yang putus asa dalam mencari pekerjaan di sektor
formal. Muzakir (2010:1) mengemukakan bahwa sektor informal merupakan salah satu
alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu
seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama
yang memudahkan tenaga kerja untuk memasuki sektor informal dan semakin mengukuhkan
kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja.
Hans-Dietr Evers (1991) dalam bukunya menyebutkan bahwa sektor informal sebagai
ekonomi bayangan atau ekonomi bawah tanah (underground economy) yang didefinisikan
sebagai kegiatan apa saja mulai dari kegiatan didalam rumah tangga, jual beli yang tidak
dilaporkan dinas pajak, wanita bekerja yang tidak dibayar, sampai dengan penggelapan
pajak, pekerja gelap, serta berbagai kegiatan perekonomian yang bertentangan dengan
praktik ekonomi legal. Tampaknya tidak ada batasan yang pasti untuk mendefinisikan sektor
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
22/129
10
informal, karena hal ini tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakoninya. Namun secara
umum, batasan mengenai sektor informal dapat dilihat dari ciri-ciri sektor informal, berikut
ini untuk mempermudah mengenali bentuk wajah dari sektor informal, beberapa ahli
membuat generalisasi pencirian yang berbeda beda dari suatu sektor informal. Beberapa
ciri sektor informal antara lain:
a. Seperti yang dimiliki oleh setengah penganggur, yaitu pada umumnya pelaku bekerja
sendiri tanpa bantuan orang lain atau bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga
atau buruh tidak tetap, bekerja dengan jam kerja yang tidak teratur dan jumlah jam
yang jauh dari kewajaran atau di atas kewajaran, melakukan bermacammacam
kegiatan yang tidak sesuai dengan pendidikan atau keahliannya (Wirosarjono, 1982
dalam Damanhuri, 1983),
b. Skala usaha yang relatif kecil (dalam konteks ekonomi makro) dan kecenderungan
beroperasi di luar sistem regulasi (Sethurahman, 1985),
c.
Untuk menopang aktifitasnya cenderung digunakan teknologi yang tepat guna dan
memiliki sifat yang padat karya (Subangun 1994: 53-54),
d. Tenaga kerja yang bekerja dalam aktivitas sektor ini umumnya terdidik atau terlatih
dalam pola pola yang tidak resmi sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus,
serta secara luwes dapat menyerap berbagai tingkat pendidikan ketenagakerjaan,
(Subangun 1994: 53-54),
e. Umumnya setiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit yang biasanya
dari lingkungan hubungan kekeluargaan, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama,
(Subangun 1994 : 53-54)
f.
Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada diluar jalur yang diatur pemerintah sehingga
belum tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah (Subangun
1994 : 53-54),
g.
Sektor yang tidak terproteksi dan tidak memiliki hubungan kerja kontrak jangkapanjang (Chandrakirana & Sadoko 1994),
h. Pada umumnya dilakukan untuk melayani golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Swasono, 1994),
i. Belum mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan lain sebagainya
(Sukesi, 2002).
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
23/129
11
Masih banyak ahli lain yang memaparkan ciri ciri sektor informal seperti Hidayat
(1988), Bognasco (1990:161), Budiyono (1985: 26-29), Roberts (1985), Gershuny dan Phal
(1980 : 7), Swasno (1994), Departemen Tenaga Kerja RI (1985: 1-2) yang semua
definisinya tidak jauh berbeda dengan deskripsi diatas. Untuk mengetahui lebih dalam lagi
ciri ciri sektor informal maka berikut ini adalah perbedaan antara sektor formal dengan
sektor informal :
Tabel 2.1 Perbedaan antara sektor formal dan informal
No Karakteristik Sektor Formal Sektor Informal1 Teknologi Capital Intensive Labour Intensive
2 Organisasi Birokratis Hubungan Kekeluargaan
3 Waktu Kerja Teratur Tidak teratur4 Modal Berlebih Cenderung pas-pasa n /
kurang5 Upah Kerja Teratur Tidak Teratur
6 Kualitas Barang Berkualitas Tidak Berkualitas
7 Harga Pas Cenderung bisa negosiasi8 Sistim Pinjaman Dari bank atau institusi
yang sama dengan bank.
Pribadi dan bukan bank
9 Keuntungan Tinggi Menengah kebawah
10 Hubungan dengan mitra Secara formal Secara Pribadi
11 Promosi / Iklan Penting Kurang Penting
12 Pemanfaatan barang bekas Tidak berguna Berguna
13 Modal Tambahan Indispensable Dispansable
14 Peran Pemerintah Besar Hampir tidak tau15 Ketergantungan Terhadap
dunia luar (Ekspor)
Besar Kecil
Sumber : Gery (1987)
Merujuk dari beberapa sumber data dan pernyataan diatas yang dirumuskan oleh para ahli
maka dapat teridentifikasi bahwa pemulung juga merupakan bagian dari sektor informal.
2. Karakteristik Pemulung
Pemahaman posisi pelaku-pelaku sektor informal dalam struktur yang lebih luas, hanya
dapat diperoleh dengan menggali dinamika yang berlaku spesifik pada suatu bidang usaha
tertentu (Chandrakirana & Sadoko 1994). Dalam hal ini, pelaku sektor informal yang dikaji
adalah pemulung. Menurut Nelson (1991) dalam Pramuwito (1992), pemulung dibatasi
sebagai seorang atau sekelompok manusia yang penghidupannya diperoleh dari mencari atau
mengumpulkan barang-barang bekas yang telah terbuang di tempat pembuangan sampah
sebagai barang dagangan.
Wurdjinem, (2001) dalam bukunya Interaksi Sosial dan Strategi Survival Para Pekerja
Sektor Informal merumuskan pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
24/129
12
bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke
dalam tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung. Definisi dari pengepul
adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis,
atau satu jenis barang bekas dari pemulung. Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia
menanggung sarana transportasi untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar,
sehingga para pemulung yang menjadi anak buahnya tidak perlu menanggung biaya
angkutan sementara Agen merupakan pelaku industri daur ulang yang bahan bakunya
berasal dari sampah yang sudah dipilah oleh pemulung.2
Faktor yang menentukan seseorang bekerja sebagai pemulung antara lain adalah
tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan aksesbilitas dalam bidang pekerjaan juga
rendah, disamping itu cakrawala pemikiran relatif sempit. Pendidikan rendah merupakan
salah satu ciri penduduk miskin (Wurdjinem, 2001). Selain itu, modal yang dimiliki sangat
terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh para pemulung sangat sederhana yaitu karung
plastik dan gancu untuk menyungkit sampah atau barang bekas. Pada umumnya pendapatan
para pemulung jika diakumulasi kurang lebih dibawah Rp. 200.000/bulan (Wurdjinem,
2001). Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi hasil pendapatan yang
diperoleh seperti penelitian yang dikemukakan Sinaga (2008:127) bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka semakin tinggi peluang kerja sehingga semakin tinggi pendapatan
dan status sosialnya. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pendapatan pemulung rata rata
berpenghasilan rendah karena tingkat pendidikan yang rendah.
Pilihan bekerja sebagai pemulung merupakan alternatif utama bagi para migran yang
ingin bekerja namun tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai walaupun
dipandang sebelah mata, profesi ini masih tetap diminati karena kemudahan akses para
migran untuk diterima bekerja. Beberapa faktor lainnya adalah:
a. Tidak memerlukan keahlian tertentu (Sjahrir, 1986). Hanya dengan modal tenaga, para
pekerja di sektor informal sudah dapat menghasilkan sesuatu. Sebagai contohpekerjaan memulung. Menurut keterangan seorang pemulung karena sumberdaya
manusianya rendah, usaha yang paling mudah mendapatkan uang adalah memulung.
Pekerjaan tersebut tidak memerlukan pemikiran yang berat, asalkan tidak malu, dapat
dipastikan mendapatkan uang (Permanasari, 2003).
2 Dikutip dari Jurnal Pemanfaatan Daur Ulang Limbah Plastik Dan Logam sebagai Sumber Pembuatan Peraga
Pendidikan Inovatif dalam Rangka Peningkatan Pendapatan masyarakat Pemulung Di Desa Jatisarono Kulonprogo
oleh Sugi Rahayu, Diyah Purwaningsih dan Pujianto. 2009.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
25/129
13
b. Tidak memerlukan persyaratan atas tingkat pendidikan tertentu. Menurut penelitian
dari Simanjuntak (2002), secara keseluruhan para pemulung di Bantar Gebang
mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP), yaitu sebesar 14,5 %, tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 73,6 %, tidak tamat
SD sebesar 19,6 %, dan sisanya tidak sekolah sebesar 4 %. Pemulung di Luar Bantar
Gebang paling banyak merupakan tamatan dari Sekolah Dasar yaitu sebesar 43,75 %,
tidak pernah sekolah 27 %, tidak tamat SD 18, 75 %, pemulung yang menyelesaikan
SLTP 8,33 % dan yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 2,0 %.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemulung yang bekerja di sektor ini pada
umumnya berpendidikan rendah. Dengan demikian dapat dipahami bila para pemulung
sulit untuk diterima di sektor formal karena memiliki tingkat pendidikan yang sangat
rendah.
Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah dalam bentuk berat kertas dan
kardus bekas serta barang lain yang dikumpulkan. Menurut hasil penelitian Sinaga (2008;58)
bahwa pemulung tidak independen dalam menentukan harga, bahkan dapat dikatakan untuk
membeli pembeli yang terbaikpun tidak bisa. Pemulung harus menyetor penghasilannya
kepada penadah/lapak hanya Rp 500,00/kg dengan hasil yang didapat kurang lebih 30-40
kg/hari atau dengan kata lain pendapatan pemulung berkisar antara Rp15.000 Rp 20.000.
Perolehan bahan daur ulang yang dihasilkan oleh pemulung tidak tentu setiap harinya
sehingga pendapatan mereka bersifat fluktuatif.3
Rendahnya tingkat pendapatan membuat pemulung menguras otak untuk mengatur
pengeluaran keuangannya agar mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Azhari
(2009:698-699) menjelaskan bahwa diperkirakan pendapatan rata rata pemulung mencapai
Rp 300.000 / bulan. Pengeluaran harian pemulung digunakan untuk keperluan makan, air
minum, rokok, dan lain-lain. Pengeluaran rata rata pemulung kurang dari Rp 50.000/hari.
Rendahnya pendapatan dari para pemulung tidak sesuai dengan pengeluaran untukkebutuhan pokok. Dari hasil penelitian dalam Azhari (2009:67) untuk mempertahankan
hidup, para pemulung terkadang meminjam uang kepada tetangganya untuk memenuhi
kebutuhan sehari hari. Namun jika mereka mampu mendapatkan kelebihan uang mereka
3 Dikut ip dari penelitian Profil Pemulung Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur Kelurahan
Argasunya Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon oleh Moch. Maulana Hidayat, 2012. Universitas Pendidikan
Indonesia.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
26/129
14
akan menyimpan uang itu untuk keperluan mendadak, jika sewaktu waktu ada keperluan
mendesak.
Kemudian jika dilihat dari kondisi kesehatan pada komunitas pemulung, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi
pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang menyebutkan :
Sebanyak 40 % derajat keasaman air sudah diambang batas.
Sebanyak 95 % ditemukan bakteri e-coli air tanah (bakteri yang dapat menyumbat
saluran nafas).
Sebanyak 35 % tercemar salmonella (virus penyebab thypus).
Sebanyak 34 % hasil foto rontgen ditemukan penduduk positif menderita TBC.
Sebanyak 99 % mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta 6 % pendudukmengalami tukak lambung.
Sementara itu penyakit yang ada pada Tempat Pembuangan Akhir Sumur Batu antara lain :
ISPA, penyakit yang dibawa virus/bakteri yang berasal dari udara yang realtif kotor.
Alergi Kulit,bisa indogen atau endogen sebagai akibat kualitas air dan lingkungan.
Infeksi Paru Paru (TBC).
Infeksi Kulit, Muntaber yang diakibatkan dari pencemaran air pada saat musim
penghujan. Serta Pusing Kepala dan Flu.
3. Aktivitas Pemulung
Pada umumnya, profesi pemulung ini lebih banyak dilakukan oleh masyarakat miskin,
hampir secara keseluruhan para pemulung merupakan migran yang berasal dari pedesaan
(Simanjuntak, 2002). Latar belakang yang menyebabkan para pemulung memilih pekerjaan
ini dikarenakan mereka tidak mempunyai modal baik dalam pendidikan / keahlian mapun
modal seperti uang, hal yang dibutuhkan hanyalah tenaga dan kemauan untuk memulung
barang barang daur ulang. Pemulung tidak hanya melakukan pekerjaan memulung barang
barang bekas, tetapi ada juga yang memiliki pekerjaan lain dengan karakteristik pekerjaan
yang hampir sama dengan memulung misalnya sebagai tukang semir sepatu, kuli bangunan,
tukang cuci dan lain - lain (Aisyah Ameriani,2006 : 58 - 60).
Dalam melakukan aktivitasnnya komunitas pemulung mempunyai peralatan khusus
untuk melakukan aktivitasnya misalnya karung, gancu, gerobak, dan lain sebagainya
peralatan tersebut digunakan oleh pemulung supaya memudahkanya dalam mendapatkan
barang barang daur ulang, demikian pula dengan lapak dan agen yang memiliki fasiitas
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
27/129
15
pendukung seperti truk atau mobilpick up untuk menjual barang barang bekas yang sudah
didapati oleh para pemulung kepada industri daur ulang.4
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aisyah Ameriani,2006 : 60-61) dijelaskan
bahwa keberadaan pemulung pada suatu kawasan dibuktikan dengan dimilikinya Kartu
Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga pada setiap pemulung. Hal ini bertujuan agar apabila
terjadi suatu hal yang tidak diinginkan seperti sakit atau meninggal dunia, pemerintah
setempat dapat memberikan bantuan kepada pemulung yang membutuhkan. Namun
kepemilikan Kartu Tanda penduduk dan Kartu Keluarga tidak berjalan dengan baik
khususnya bagi para pemulung yang merupakan warga pendatang, mereka cukup kesulitan
untuk mendapatkan syarat administrasi pokok tersebut, karena banyak yang beranggapan
bahwa untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga di lingkungannya
pemulung harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 Rp 250.000 serta melalui birokrasi
yang rumit. Hal ini sudah pasti memberatkan mereka yang latar belakangnya memiliki
penghasilan yang rendah. Bagi beberapa pemulung yang berasal dari luar daerah kawasan
dari pada harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 50.000 Rp 250.000 untuk keperluan
mengurus syarat administrasi lebih baik mereka mengirimkan uang yang mereka miliki
kepada sanak saudara mereka yang ada di kampung halaman, seperti yang dikemukakan oleh
Sutarji (2009:125-126) bahwa pemulung pulang kampung ke daerah asalnya untuk
menengok atau sekedar membawakan oleh oleh dan mengirimkan uang untuk keluarga
yang ditinggalkan pada saat pemulung melakukan mobilitas.
Dilihat dari kondisi sosialnya Simanjuntak (2002) memaparkan bahwa pada umumnya,
profesi pemulung lebih banyak digeluti oleh laki-laki. Laki-laki menempati posisi yang
terbesar yaitu sebanyak 93,6 % sedangkan sisanya 6,4 % adalah pemulung wanita. Pemulung
di luar Bantar Gebang pun didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar 91%, sedangkan sisanya
8,33 % adalah pemulung wanita. Dilihat dari segi usianya, para pemulung rata-rata termasuk
pada angkatan kerja. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar usia pemulung di BantarGebang merupakan tenaga kerja usia produktif yang usianya kurang dari 40 tahun.
persentase terbesar (41,2 %) berada pada selang usia 21 tahun - 30 tahun, kemudian diikuti
pemulung dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 35,6 %, usia 31 tahun - 40 tahun sebesar
18,4 % dan sisanya adalah pemulung yang usianya 40 tahun ke atas sebesar 4,8 %. Pada
pemulung yang berada di luar Bantar Gebang, usia terbesar berada pada selang 31 tahun - 40
4Dikutip dari penelitian Manusia Gerobag Oleh lembaga Penelitian Smeru. 2009.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
28/129
16
tahun sebesar 33,3 %, kemudian diikuti oleh pemulung dengan kelompok usia 21 - 30 tahun
sebesar 31,25 %. Usia pemulung di atas 40 tahun sebesar 22,9 % dan sisanya pemulung
dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 12,5 %.
Untuk mengetahui dan mendalami interaksi sosial pada komunitas pemulung dapat
diamati dari pola komunikasi. Dengan memahami interaksi sosial pada komunitas pemulung
akan membantu para penyusun kebijakan dalam merancang program pemberdayaan
kelompok pemulung secara lebih baik bahkan dapat mengurangi resistensi dari mereka. Pola
komunikasi dari komunitas pemulung menurut penelitian dari Aisyah Ameriani (2006:75-
83) menjelaskan bahwa hampir sebagian besar komunitas pemulung cukup sering
melakukan pertemuan baik dengan sesama pemulung maupun pemulung dengan lapaknya.
Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas permasalahan permasalahan yang ada di
sekitar permukimannya. Sedangkan komunikasi yang terjalin antara komunitas pemulung
dengan pemerintah setempat terbilang kurang baik, karena tidak terjalin komunikasi dua
arah secara intensif. Pemulung beranggapan hanya bertemu pemerintah jika ada keperluan
saja terutama terkait dengan administrasi, sedangkan pemerintah beranggapan pemulung
hanya komunitas yang bekerja diwilayahnya jika tidak mengganggu dan bekerja secara
wajar pemerintah tidak mempermasalahkan keberadaanya.
B. Pengertian Permukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan
kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan
pelaksanaan yang bertahap. (UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman).
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal darikata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human
settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau
kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan
pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman
memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya
di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
29/129
17
bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan
pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya,
pada hakekatnya saling melengkapi (Kurniasih, 2007).
Menurut Sinulingga (1999:187), permukiman adalah gabungan 4 elemen
pembentuknya (lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum) dimana lahan adalah lokasi
untuk permukiman. Kondisi tanah mempengaruhi harga rumah, didukung prasarana
permukiman berupa jalan lokal, drainase, air kotor, air bersih, listrik dan telepon, serta
fasilitas umum yang mendukung rumah.
Dalam membangun suatu kawasan permukiman pada dasarnya mempertimbangkan
beberapa aspek guna menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang tinggal di kawasan
permukiman tersebut, seperti : Aspek Lokasi(Untuk menetapkan lokasi daerah permukiman
yang baik dalam artian bebas dari bahaya bencana alam, mudah mendapatkan sumber air
bersih, kondisi tanah baik dan relatif datar, tidak dekat dengan kawasan industry,dll ). Aspek
Kesehatan (Setiap rumah terbangun wajib memperhatikan aspek ini, karena diharapkan
rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi juga dapat memberikan perlindungan
terhadap penularan penyakit dan pencemaran yang meliputi tersedianya penyediaan air
bersih yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas pembuangan air kotor, tersedianya
fasilitas untuk menyimpan makanan, terhindar dari serangga atau hama-hama lain yang
mungkin dapat berperan dalam penyebaran penyakit, dan sebagainya). Aspek Ekonomi
(Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap kemampuan ekonomi calon penghuninya dalam
membeli atau menyewa rumah sehingga pembangunan rumah sesuai dengan kelompok
sasaran yang dituju). Aspek teknologi (Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap pengadaan
material sebagai aplikasi fisik bangunan dan penerapan pada struktur dan konstruksi
bangunan yang akan digunakan nantinya, sehingga mampu memberikan kenyamanan bagi
para penghuninya kelak). Permukiman pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu
permukiman formal dan permukiman informal, jika dilihat kembali dari penjabaran tinjauanteori sebelumnya yang menyatakan bahwa pemulung merupakan sektor informal yang
mempunyai pendapatan yang rendah maka kemungkinan besar pemulung tinggal di
permukiman informal.
1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Memiliki rumah yang layak huni adalah hak setiap warga Negara tanpa terkecuali yang
telah diamanatkan oleh UUD 1945 maupun aturan Perundang-undangan lainnya.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
30/129
18
UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat 1 menyatakan dengan lugas Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. UU No. 39 Tahun 1999
Pasal 40 menyebutkan Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan
yang layak. PP No. 38 Tahun 2007 Pasal 7 Ayat 2 menyatakan Perumahan sebagai salah
satu urusan wajib bagi pemerintahan Daerah (Kab/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar).
Berdasarkan UUD 1945 maupun UU No. 39 Tahun 1999 serta PP No. 38 Tahun 2007 jelas
sekali bahwa Pemerintah Pusat maupun daerah harus bertanggungjawab atas terpenuhinya
kebutuhan rumah bagi setiap warganya ataupun masyarakat nya
Menurut UU nomor 1 Tahun 2011, Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur, maka pembangunan rumah atau perumahan
wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif serta wajib melakukan
pemantauan dan pengelolaan lingkungan.
Persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan
keandalan sarana serta prasarana lingkungannya.
Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara
lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk
nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.
Persyaratan administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin
mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah.
Pemantauan lingkungan bertujuan untuk mengetahui dampak negatif yang terjadi
selama pelaksanaan pembangunan rumah atau perumahan, sedangkan pengelolaan
lingkungan bertujuan untuk dapat mengambil tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif
dari pembangunan rumah atau perumahan.
Menurut UU nomor 5 tahun 1990, untuk mewujudkan rumah yang layak huni
khususnya di kawasan permukiman informal diperlukan adanya peremajaan kawasanmisalnya, dengan cara dilakukan pembongkaran rumah secara sebagian atau keseluruhan
yang berada diatas tanah milik negara dan ditempat yang sama di bangun sarana dan
prasarana yang sesuai dengan RTRK. Tujuan dari peremajaan ini pada dasarnya adalah
pertama, untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, kedua kota tertata lebih
baik sesuai dengan fungsinya didalam RTRK, ketiga mendorong pembangunan yang lebih
efisien dalam pembangunan rumah susun.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
31/129
19
Elemen dasar yang d igunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan permukiman yang
ideal, antara lain kombinasi antara alam, manusia, bangunan, masyarakat dan sarana
prasarana. Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta Karya,
seluruhnya secara garis besar dapat dikelompokkan dalam sarana dan prasarana fisik, yaitu
antara lain :
Jalan Lingkungan Penyediaan air bersih
Jalan Setapak Pengumpulan dan pembuangan sampah
Sistem drainase Fasilitas penyehatan lingkungan (MCK)
2. Kebutuhan Dasar Minimal Suatu Rumah
Menurut Turner (1976), ada beberapa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upayamenyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Beberapa aspek dasar
yang perlu diperhatikan dalam perencanaan permukiman adalah :
Lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat yang dapat memberikan pekerjaan
Memiliki status kepemilikan lahan dan rumah
Bentuk dan kualitas bangunan rumah yang memenuhi standart
Harga rumah yang dapat terjangkau oleh pendapatan.
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam
rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi,
kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per
orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m.
Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapathidup sehat, dan menjalankan
kegiatan hidup sehari-hari secara layak.
Menurut Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor:
403/Kpts/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat,
kebutuhan dasar minimal suatu rumah adalah sebagai berikut :
Atap yang rapat dan tidak bocor
Lantai yang kering dan mudah dibersihkan
Penyediaan air bersih yang cukup
Pembuangan air kotor yang baik dan memenuhi persyaratan kesehatan
Pencahayaan alami yang cukup
Udara bersih yang cukup melalui pengaturan sirkulasi udara sesuai dengan
kebutuhan
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
32/129
20
Untuk menentukan luas minimum rata rata perpetakan tanah didasarkan pada faktor
faktor kehidupan manusia (faktor alam dan faktor bangunan) serta aktivitas yang dilakukan
setap harinya. Menurut SNI 03-1733-2004 luasan lantai per orang dapat dihitung dengan
rumusan sebagai berikut :
L
Berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalam rumah hunian, yaitu tidur, makan
memasak, mandi, duduk - duduk, dan kebutuhan udara segar per orang dewasa per jam 16
m2 24 m2dan per anak anak per jam 8 -12 m2 , dengan pergantian udara dalam ruang
sebanyak banyaknya dua kali perjam dan tinggi plafon rata rata 2,5 m maka luas kebutuhan
lantai per orang adalah
L dewasa,
9.82
L anak,
4,82
Jadi dapat disimpulkan bahwa luas lantai standart untuk orang dewasa dalam
penyediaan hunian sebesar 9,8 m2 sedangkan untuk anak anak sebesar 4,8 m2.
3. Karakteristik Permukiman informal
Menurut UN-Habitat PBB, (1996) pengertian permukiman informal didefinisikan
sebagai suatu kawasan dimana didalamnya terdapat komunitas yang membangun
sekelompok unit rumah diatas tanah yang tidak memiliki keabsahan secara hukum dengan
tujuan untuk bermukim dan membina keluarga.
Banyak beberapa ahli yang menyatakan bahwa permukiman informal merupakan
nama lain dari permukiman kumuh (slum settlement), permukiman tidak resmi
(unauthorized settlement), dan permukiman yang tidak terencana atau terkontrol(unplanned or uncontroled settlement). Hal ini dikarenakan masyarakat yang menghuni
kawasan permukiman ini mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah yang biasanya
memiliki tingkat kualitas hidup yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan tempat tinggalnya seperti kondisi perumahan yang buruk, terlalu padatnya
penduduk, fasilitas lingkungan yang kurang memadai, tingkah laku masyarakat yang
menyimpang, budaya kumuh dari para penghuninya, terisolasinya kawasan tersebut, begitu
Keterangan :
L = luas lantai hunian per orang
U = Kebutuhan udara segar (m3)
Tp = Tinggi Plafon rumah
Keterangan :
L = luas lantai hunian per orang
U = Kebutuhan udara segar (m3)
Tp = Tinggi Plafon rumah
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
33/129
21
yang diungkapkan oleh Clinard (dalam Kurniasih 1968 : 9). Latar belakang tumbuhnya
permukiman informal menurut Komarudin (1999 : 105) adalah :
a.
Tingginya tingkat urbanisasi
Urbanisasi merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan persoalannya harus didekati
dari berbagai sudut, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, serta dari sudut dan dari
sudut religi, serta keamanan jiwa dan harta.
b. Para pendatang umumnya berpendidikan rendah
Kurangnya pengetahuan dan pendidikan dari sebagian besar kaum urban, membuat
para kaum urban tidak mendapatkan pekerjaan yang semestinya didambakan bahkan
mungkin sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan karena persaingan untuk
mendapatkan pekerjaan di kota sangant ketat. Dengan keadaan seperti itu membuat
kondisi para kaum urban semakin terpuruk sehingga membangun tempat untuk
bermukim di tempat tempat yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal.
c.
Pengawasan Pemerintah kurang ketat
Pengawasan atas tanah yang kurang ketat dari para stakeholder merupakan salah satu
dampak dari tumbuhnya permukiman informal di kota. Ruang kosong yang semestinya
dibangun sebagai sarana penunjang dari aktivitas suatu kota, misalnya taman atau
hutan kota justru malah digunakan para kaum urban sebagai tempat tinggal.
d. Kurangnya Pengetahuan atas Hukum
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum dari para penghuni permukiman
informal membuat rumah dibangun seenaknya tanpa mencari tahu akibat dari apa yang
telah dilakukanya bahwa akan berakibat pada kemerosotan lingkungan.
e.
Keterbatasan penghasilan
Penghasilan yang sangat kecil membuat kemampuan penghuni permukiman informal
untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal hanyalah sebuah harapan yang sangat
kecil terpenuhi apalagi lahan di kota harganya sangat tinggi sekali.f.
Keterbatasan lahan
Lahan merupakan sumberdaya alam yang sagat berharga terutama di kawasan
perkotaan, dimana lahan merupakan salah satu komponen pokok pembangunan fisik di
kawasan perkotaan yang sedianya kebutuhan lahan semakin terbatas akibat kebutuhan
pembangunan yang semakin meningkat terus menerus.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
34/129
22
Keberadaan permukiman informal dapat di asumsikan sangat erat sekali dengan
kekumuhan yang ada didalamnya, sehingga menurut Luthfi (1997 : 16-21)
mengklasifikasikan kekumuhan yang ada di permukiman informal dari segi fisik atau
kondisi bangunan :
a. Kumuh Permanen
Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan permanen dapat ditandai dengan
beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
1) Kondisi bangunan buruk, status kepemilikan rumah dan tanah adalah milik sendiri.
2) Tingkat penghasilan masyarakat rendah.
3) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen.
4)
Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata
letak bangunan yang t idak teratur serta t idak layak huni.
5) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,
jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada
sama sekali, serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
b. Kumuh Semi Permanen
Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan semi permanen dapat ditandai
dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
1) Kondisi bangunan buruk serta status kepemilikan rumah dan tanah adalah berstatus
sewa atau menumpang milik keluarga.
2) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen dan/atau semi permanen.
3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata
letak bangunan yang kurang teratur.
4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,
jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, meskipun ada tapi
masih belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal (dibawahstandart) serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
c. Kumuh Liar
Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan yang liar (squater) dapat ditandai
dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
35/129
23
1) Kondisi Bangunan sangat buruk jika melihat kondisi fisiknya nampak seperti ingin
rubuh serta status kepemilikan rumah dan tanah berstatus tidak sah biasanya berada
di tanah negara atau milik orang lain.
2) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen terkadang terbuat dari triplek
atau kardus sebagai dinding bangunan.
3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya sangat tinggi, tata
letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.
4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,
jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada
sama sekali serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.
Secara umum Karakteristik permukiman informal yaitu tidak memadainya kondisi
sarana dan prasarana dasar seperti suplai air bersih, jalan,drainase, jaringan sanitasi, listrik,
sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka,pasar dan sebaginya. Bahkan hampir
sebagian besar rumah tangga di lingkungan permukiman kumuh ini mampunyai akses yang
sangat terbatas terhadap pelayanan sarana dan prasarana dasar tersebut, Mulyawan (2010).
Biasanya permukiman ini dikatakan ilegal karena berada di daerah yang peruntukan
lahanya bukan digunakan sebagai permukiman penduduk.
Permukiman informal sering kali disebut sebagai permukiman kampung kota karena
banyak dihuni oleh orang-orang dengan pekerjaan yang bergerak di b idang informal serta
biasanya ter letak di pinggiran kota, walaupun tidak menutup kemungkinan permukiman ini
berada di tengah kota. Lingkungan permukiman informal sebagai suatu lingkungan fisik
arsitektural sering digambarkan sebagai lingkungan yang miskin, tidak teratur, dan terkesan
kumuh yang mengancan kesehatan bagi para penghuninya. Hal itu terjadi, karena
permukiman ini seringkali t idak tersentuh pola kebijakan tata ruang kota, sehingga akses
masyarakat terhadap kepentingannya kurang terakomodasi. Di sisi lain kesadaran
masyarakat dan latar belakang masyarakat setemoat sendiri seringkali kurang memahamipentingnya lingkungan permukiman yang berkualitas, baik secara fisik maupun sosial
(Daldjoeni, 2003: 198). Ciri-ciri permukiman informal Menurut Wiryomartono (1999) lebih
sering disorot karena dianggap menimbulkan permasalahan bagi kawasan kota antara lain :
a. Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan kurangnya ruang untuk fungsi sosial Hal
ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan ruang terbuka bagi sarana berinteraksi antar
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
36/129
24
warga. Akibatnya tidak jarang fasilitas umum beralih fungsi menjadi pendukung fungsi
sosial yang diperlukan ma syarakat.
b.
Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang rendah.
Kurangnya fasilitas sosial karena kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan
diversifikasi fungsi gang/jalan di kampung kota yang sekaligus menjadi tempat untuk
meletakkan properti dan tempat bersosialisasi warga masyarakat. misalnya tidak jarang
masyarakat menjadikan gang sebagai dapur pribadi.
c. Kurangnya infrastruktur
Tingginya kepadatan bangunan di permukiman informal tidak jarang mengakibatkan
minimnya lahan yang tersedia bagi jaringan infrastruktur. Kondisi ini merupakan salah
satu c iri rendahnya kualitas suatu lingkungan permukiman informal.
d. Tataguna lahan yang tidak teratur
Pemanfaatan lahan hendaknya direalisasikan sesuai rencana peruntukannya. Hal ini
merupakan strategi untuk mencapai keteraturan tata guna lahan. Pemanfaatan lahan
secara tidak teratur dapat mengakibatkan tumpang tindihnya fungsi lahan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan fungsi ruang secara luas.
e. Kondisi rumah yang kurang sehat Hunian yang kurang memadai mengakibatkan
kondisi yang tidak sehat bagi penghuninya. Jendela-jendela tidak lagi berfungsi
sebagai bukaan untuk memasukkan sinar matahai dan udara ke dalam hunian tetapi
beralih fungsi sebagai tempat jemuran karena hunian tidak lagi memiliki lahan kosong.
Sebagai suatu komunitas, permukiman informal dapat mempertahankan kelestariannya
karena berinteraksi dengan struktur bagian kota lainnya dengan fungsi-fungsi spesifik yang
terdapat di dalamnya. Kampung kota berfungsi sebagai perantara kehidupankota dengan
keluarga yang hidup di kampung, yang dilakukan antara lain dengan pertukaran sumber
daya antara komunitas dengan masyarakat kota pada umumnya. Menurut Wiryomartono
(1999) Sebagai sub-sistem dari kota, permukiman informal dengan sifat komunitasnyaadalah :
a. Sistem perantara antara makro sistem masyarakat dengan mikro sistem keluarga,
b.
Terdiri dari penduduk yang dapat diidentifikasi dengan jelas, karena memiliki rasa
kebersamaan dan kesadaran sebagai warga suatu kesatuan,
c. Mengembangkan dan memiliki suatu keteraturan sosial dan spatial, yang ditumbuhkan
dari komunitas itu sendiri (disamping ketentuan oleh kota),
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
37/129
25
d. Menunjukkan differensiasi dalam fungsi-fungsi, sehingga bukan merupakan wilayah
hunian saja namun di dalamnya terdapat warung, bengkel, salon, dsb.
e.
Menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas melalui pertukaran SDA.
f. Menciptakan dan memelihara berbagai bentuk organisasi dan kelembagaan, yang
akhirnya memenuhi kebutuhan makrosistem masyarakat dan mikrosistem keluarga.
Permukiman informal pada sekarang ini banyak dihuni oleh masyarakat dengan
penghasilan tidak tetap atau lebih tepatnya berpenghasilan menengah kebawah. Karena
memang keberadaan penghuni permukiman informal sepertinya kurang diperhatiakan oleh
para pemangku kepentingan.
4. Review Pola Permukiman
Norberg Schulz dalam Sasongko (2002:117) menyatakan bahwa hubungan antara
masyarakat dengan lingkungan akan membentuk organisasi ruang yang di dalamnya
mengandung makna komposisi elemen-elemen pembentuk ruang dengan batasan tertentu.
Komposisi ruang ini menunjukkan suatu pola tertentu seperti square, rectangle, circle,
atau oval. Setiap pola ini bukan hanya menunjukkan tatanan saja, akan tetapi juga
memiliki rangka struktur pembentuk ruang dan di dalamnya mengandung makna centres
dan axes.
Wiriaatmadja (1981:23-25) didalam bukunya menjelaskan tentang pola spasial
permukiman, antara lain :
a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi
dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan besar,
sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa
tertentu harus diusahakan secara terus-menerus.
b.
Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang
mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di
belakangnya.
c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan
tanah garapan berada di luar kampung.
d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara
berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan
tanah garapan berada di belakangnya.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
38/129
26
Gambar 2.1 Tipe Tipe Pola Permukiman
Sumber : Wiraatmaja (1981)
Sedangkan Sri Narni dalam Mulyati (1995), memiliki sudut pandang sendiri terkait
dengan bentuk pola permukiman, antara lain:
a. Pola permukiman memanjang (linier satu sisi) di sepanjang jalan baik di sisi kiri
maupun di sisi kanan saja.
b. Pola permukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di
sepanjang jalan.
c.
Pola permukiman cul de sacmerupakan permukiman yang tumbuh di tengah - tengah
jalan melingkar.
d. Pola permukiman mengantong merupakan permukiman yang tumbuh di daerah seperti
kantong yang dibentuk oleh jalan yang memagarinya.
e. Pola permukiman curvaliniermerupakan permukiman yang tumbuh di daerah sebelah
kiri dan kanan jalan yang membentuk kurva.
f. Pola permukiman melingkar merupakan permukiman yang tumbuh mengelilingi ruang
terbuka kota.
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
39/129
27
Gambar 2.2 Tipe Tipe Pola Permukiman
Sumber : Sri Narni dalam Mulyati (1995)
Leibo dalam Tulistyantoro (1990) menyebutkan . desa-desa yang terdapat di Pulau
Jawa pada umumnya berpolakan seperti The Scattered Farmstead Community dan The
Cluster Village, sedangkan pola The Line Village berada atau banyak terdapat di daerah
Sulawesi dan Kalimantan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi geografis yang
menunjang untuk terjadi pola permukiman yang seperti ini. Selain itu pendapat Yudono
Pribadi dalam Tulistyantoro (1990) membagi pola tersebut, antara lain : bentuk linear;
bentuk radial; bentuk desa yang mengelilingi lapangan / alun alun; bentuk desa pantai
(tersebar memanjang atau terkonsentrasi). Pertimbangan ini didasarkan pada
pengelompokan rumah-rumah yang terdapat dalam suatu kompleks permukiman yang
berindikator pada mata pencarian, ekologi dan bangunan pusat.
Pola-pola yang demikian ini pada umumnya terjadi karena sarana yang ada, kemudian
timbul permukiman-permukiman tersebut, seperti misalnya pola yang mengikuti sungai
adalah pola yang terbentuk karena sungai tersebut. Menurut Jayadinata (1999:61-65),
permukiman di perdesaan secara umum terbagi menjadi dua, antara lain :
a. Permukiman memusat, yaitu yang rumahnya mengelompok (agglomerated rural
settlement) dan merupakan dukuh atau dusun (hamlet) yang terdiri atas puluhan
bahkan ratusan rumah. Di sekitar kampung atau dusun terdapat tanah bagi pertanian,
perikanan, peternakan, pe rtambangan, kehutanan, tempat penduduk bekerja sehari-hari
untuk mencari nafkahnya. Dalam perkembangannya, suatu kampung dapat mencapai
berbagai bentuk, tergantung kepada keadaan fisik dan sosial. Perkampungan pertanian
umumnya mendekati bentuk bujur sangkar. Beberapa pola permukiman memusat
terlihat pada Gambar 2.3
7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana
40/129
28
b. Permukiman terpencar, yaitu rumahnya terpencar menyendiri (disseminated rural
settlement) terdapat di Negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan
sebagainya. Perkampungan terpencar di negara itu hanya terdiri atas farmstead, yaitu
sebuah rumah petani yang terpencil tetapi lengkap dengan gudang alat mesin,
penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak. Kadang-kadang terdapat homestead,
yaitu rumah terpencil.
Gambar 2.3 Bentuk Pola Permukiman memusat
Sumber : jayadinata (1999:61-65)
C. Pengertian Sarana dan PrasaranaMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:880) Sarana adalah fasilitas penunjang
yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya dalam mencapa i maksud dan tujuan.Prasarana lingkungan pemukiman merupakan
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman da