Upload
andriana
View
123
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
toksik
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dapat dikatakan bahwa pelarut telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan dan telah menjadi bagian dari aktivitas. Manfaatnya tidak
terhitung, tetapi disisi lain pelarut juga dapat membahayakan kehidupan dan meracuni
lingkungan. Banyak pelarut yang banyak memiliki efek toksik bagi kesehatan dan
lingkungan, resiko dapat berasal dari paparan, produksi, penyimpanan, penanganan,
pemindahan, penggunaan dan pembuangan bahan-bahan kimia yang terkandung
dalam pelarut.
Pelarut adalah benda cair atau gas yang dapat melarutkan benda padat, cair
atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu air, pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
pelarut organic (mengandung karbon) yang juga disebut dengan pelarut organic.
Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap,
meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut
dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar.
Keonsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut
didalam larutan, molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam
keadaan tercampur. Pada proses pelarutan tarikan antar partikel komponen murni
terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut.
Pelarut biasanya dibedakan berdasarkan stuktur kimia atau karakteristik
fisikanya. Penggolongan pelarut berdasarkan stuktur kimia adalah hidrokarbon sesuai
namanya maka golongan ini terdiri dari pelarut-pelarut dimana unsure hydrogen dan
carbon menjadi stuktur dasarnaya. Golongan ini terbagi menjadi tiga sub golongan
yaitu aliphatic, aromatis dan halogenated hidrokarbon. Sedangkan aliphatic dibagi
1
lagi menjadi aliphatic jenuh dan alipathis tidak jenuh. Pelarut-pelarut golongan
hidrokarbon hampir seluruhnya berasal dari hasil distilasi minyak bumi yang
merupakan campuran dari beberapa sub-sub golongan (bukan senyawa murni),
sehingga titik didihnya berupa range dari minimum sampai maksimum bukan
merupakan titik didih tunggal. Oksigenated sovent atau pelarut dengan atom oksigen
adalah pelarut-pelarut yang stuktur kimianya mengandung atom oksigen, termasuk
kedalam golongan ester, ether, kheton dan alcohol. Kebanyakan pelarut memberikan
efek non spesifik tertentu, antara lain iritasi ditempat kontak dan depresi ssp, iritasi
pada suhu kamar pelarut berada dalam bentuk cair. Bila zat ini bersentuhan dengan
kulit iritasi mungkin terjadi karena pelarut mudah menguap, penghirupan supaya
dapat menyebabkan iritasi pada saluran napas, dan dapat juga menyebabkan iritasi
mata. Depresi ssp pada tingkat pajanan yang cukup tonngi, pelarut merupakan
depresan ssp, manifestasi klinis dimulai dengan disorientasi, perasaan pusing,
euphoria.
Oleh sebab itu untuk lebih memahami mengenai pengertian pelarut, prinsip
dasar pelarut, mekanisme pelarut, komponen dasar pelarut, keunggulan, kelemahan
dan penerapannya dalam kehidupan maka disusunlah makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat beberapa rumusan
masalah seperti:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pelarut ?
1.2.2 Bagaimana sifat fisika kimia pelarut ?
1.2.3 Bagaimana toksisitas dari pelarut ?
1.2.4 Bagaimana penanganan toksisitas dari pelarut ?
2
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan makalah berdasarkan uraian rumusan masalah
di atas, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pelarut.
1.3.3 Memahami sifat fisika kimia pelarut.
1.3.4 Mengetahui toksisitas dari pelarut.
1.3.5 Untuk mengetahui penanganan dari toksisitas pelarut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia
organik (mengandung karbon) biasanya disebutpelarut organic.
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan
pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan
jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan
jumlah zat terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi
adalah molar, molal, danbagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara
kualitatif, komposisi larutan dapat dinyatakan sebagaiencer (berkonsentrasi rendah)
atau pekat (berkonsentrasi tinggi).
Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan
tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut
dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut
mengelilingi zat terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan
pelarut tetap stabil.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut,
maka tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan
pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan
4
terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal,
dan larutannya disebut sebagai larutan jenuh.
2.2 Pengertian Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
bahan kimia organik (mengandung karbon) biasanya disebut pelarut organik.
Pelarut organik dan uap merupakan bagian yang umum dari lingkungan kita.
Pemajanan yang singkat dan sesekali terhadap uap pelarut konsentrasi rendah,
seperti bensin, cairan pemantik api, semprotan aerosol, dan penghilang noda, dapat
dikatakan relatif tidak membahayakan, namun pemajanan terhadap larutan
pembersih cat, pembersih lantai dan ubin, dan pelarut-pelarut lain dirumah atau di
industry bisa berbahaya. Selain itu, pembuangan zat-zat kimia ini banyak yang tidak
betul, akibatnya terjadi kebocoran dari tempat pembuangan yang toksik dan
mencemari air minum.
Berbagai gas anastetik, pelarut, dan fluorohidrokarbon (digunakan sebagai
propelan dalam produk aerosol) menyebabkan efek subjektif jika dihirup, namun
sering disalahgunakan dengan cara ini.
2.3 Klasifikasi Pelarut
2.3.1 Hidrokarbon Alifatik
Hidrokarbon alifatik C 1-C 4. Hidrokarbon rantai lurus dengan
empat atom karbon atau kurang terdapat dalam gas alam (metana, etana) dan
dalam gas yang dikemas dalam botol (propane, butana). Metana dan etana
merupakan” asfiksian sederhana”, efek teramati hanya jika konsentrasinya di
udara sedemikian tinggi sehingga jumlah oksigen berkurang, zat-zat ini tidak
menyebabkan efek sistemik umum.
5
Hidrokarbon alifatik C 5-C 8. Hidrokarbon alifatik yang bobot
molekulnya lebih tinggi, seperti kebanyakan pelarut organik, menekan SSP,
menyebabkan pusing dan gangguan koordinasi. Namun, n-heksan pelarut
yang dapat digunakan terutama menimbulkan reaksi toksik berupa
polineuropati. Senyawa 2-heksanon (metal n-butil keton) menyebabkan
perubahan neurologis yang mirip dengan efek n-heksan. Keduanya
dimetabolisme menjadi 2,5-heksanadion, metabolit yang sangat toksik.
Senyawa 2,5-heksanadion berikatan dengan gugus amino pada serabut saraf
membentuk agregat dan aksonnya membengkak.
Bensin dan Minyak Tanah. Bensin dan minyak tanah, hasil
penyulingan minyak bumi yang dibuat melalui fraksionasi minyak bumi
mentah, mengandung hidrokarbon alifatik, aromatic, dan berbagai
hidrokarbon bercabang dan tidak jenuh. Zat-zat ini digunakan sebagai bahan
bakar untuk penerangan., pemanasan, mesin dan sebagai pembawa dalam
berbagai pestisida, zat pembersih, dan pengencer cat. Karena sering disimpan
dalam wadah bekas minuman, zat-zat ini sering menjadi penyebab utama
keracunan pada anak-anak. Kekhawatiran mengenai pemajanan kronis
terhadap bensin karena kandungan benzene dalam bensin sekitar 2% sehingga
memiliki kemungkinan menyebabkan leukemia.
2.3.2 Hidrokarbon Berhalogen
Karena mempunyai sifat pelarut yang baik sekali dan tidak mudah
terbakar, hidrokarbon terhalogenasi menjadi pelarut yang paling banyak
digunakan di industry. beberapa hidrokarbon berbobot molekul rendah
ditemukan dalam air minum. Beberapa diantaranya, seperti kloroform,
bromodiklorometana, dibromoklorometana, dan bromoform diperoleh dari
prekursor yang terbentuk secara alami selama klorinasi air yang lainya, seperti
6
karbon tetraklorida, diklorometana, dan 1,2-dikloroetana, tampaknya tidak
terbentuk saat penanganan air tersebut.
Karbon Tetraklorida. Pemajanan singkat terhadap uap CCl4 dengan
konsentrasi toksik menimbulkan gejala berikut yaitu iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan, mual dan muntah, kepala terasa penuh, pusing dan sakit kepala.
Jika pemajanansegera dihentikan gejala biasanya hilang dalam beberapa jam.
Pemajanan terus menerus dalam jumlah lebih besar dapat menyebabkan
stupor, konvulsi, atau kematian akibat depresi SSP. Kematian mendadak dapat
terjadi akibat fibrilasi ventricular depresi pusat vital dimedula.
Hidrokarbon Terhalogenasi lain. Kloroform, diklorometana
(metilen klorida), trikloroetilen, tetrakloroetilen (perkloretilen), 1,1,1-
trikloroetana dan 1,1,2,-trikloroetana menyebabkan banyak efek toksik yang
sama dengan efek CCl4.
2.3.3 Alkohol Alifatik
Metanol. Metanol (metal alkohol atau alkohol kayu) merupakan
pelarut yang umum di industry. Zat ini juga digunakan sebagai cairan
antibeku, pelarut untuk lak, beberapa cat dan pernis, serta komponen
penghilang cat. Bahan bakar padat dalam kaleng mengandung metanol. Etanol
yang dicampur metanol tidak boleh diminum dan bebas pajak, dipakai untuk
pembersih, penghilang cat. Absorpsi dan distribusi metanol mirip dengan
etanol.
Isopropanol. Digunakan untuk alkohol gosok, dalam losion tangan,
dan dalam sediaan pencair es dan antibeku, kadang-kadang menjadi penyebab
keracunan yang tidak disengaja atau disengaja. Seperti etanol dan metanol,
isopropanol merupakan depresan SSP, tetapi tidak menyebabkan retina atau
asidosis seperti metanol.
7
Glikol. Selain digunakan sebagai penukar panas, formulasi anti beku,
cairan hidraulik, atau senyawa antara kimiawi, glikol juga digunakan sebagai
pelarut untuk bahan-bahan farmasi, zat tambahan makanan, kosmetik dan
pernis.
Etilen Glikol. Etilen glikol (HOCH2CH2OH) banyak digunakan
sebagai antibeku untuk radiator kendaraan. Produk antibeku ini yang sering
menyebabkan keracunan etilen glikol. Seperti etanol, etlen glikol
menyebabkan depresi SSP.
Dietilen Glikol. Dietilen glikol (HOCH2CH2OCH2CH2OH) digunakan
dalam pernis, kosmetik, antibeku, dan pelumas serta sebagai zat pelembut dan
pelentur.
Propilen Glikol. Sifat fisik propilen glikol (CH3CHOHCH2OH) mirip
dengan etilen glikol, tetapi toksisitasnya jauh lebih rendah. Oleh karena itu,
propilen glikol digunakan sebagai pelarut untuk obat, kosmetik, lotion, dan
salep; dalam bahan pangan; sebagai pelentur; dalam formulasi antibeku;
sebagai penukar panas; dan dalam cairan hidraulik. Seperti etanol, kerja
farmakologisnya terutama menyebabkan depresi SSP. Namun eliminasinya
lebih lambat dengan demikian kerjanya lebih lama.
Eter Glikol. Eter glikol merupakan komponen film, pengisolasi kabel
tegangan tinggi, cat, pengkilap kuku, pencair bahan bakar, tinta, dan
digunakan dalam produksi semikonduktor.
2.3.4 Hidrokarbon Aromatis
Benzen. Benzen merupakan pelarut yang sangat baik. Zat ini banyak
digunakan untuk sintesis zat kimia dan merupakan konstituen alami bahan
bakar kendaraan bermotor. Namun, benzen menyebabkan efek toksik yang
parah pada manusia yang banyak terpajan oleh zat ini. Setelah pemajanan
8
singkat terhadap benzen dalam jumlah besar, melalui ingesti atau terhirup uap
pekat, efek toksik utama terjadi pada SSP.
Toluene. Toluene (C6H5CH3) banyak digunakan sebagai pelarut cat,
pernis, lem, dan lak serta sebagai senyawa-antara kimiawi dalam sintesis
senyawa organic. Toluen merupakan depresan SSP, dan konsentrasi rendah
menyebabkan rasa lelah, lemas, dan kebingungan.
2.4 Sifat Fisika kimia
1. Karbon tetraklorida (CCl4) : BM 153,82; murni pereaksi
2. Kloroform (CHCl3) :
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 99,5 % CHCl3,
sisanya terdiri dari alkohol.
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, mudah mengalir, mempunyai
sifat khas, bau eter, rasa manis, dan membakar. Mendidih pada suhu lebih
kurang 610 dipengaruhi oleh cahaya.
Kelarutan : sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol, dengan
eter, dengan benzene, dengan heksana, lemak dan minyak menguap.
3. Etanol (C2H6O) :
Pemerian : cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas
yang menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun
pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780. Mudah terbakar.
4. Metanol CH3OH ; BM 32,04; murni pereaksi.
5. Isopropil alkohol 2-propanol p (CH3)2CHOH ; BM 60,10; murni pereaksi.
6. Etilen glikol HOCH2CH2OH; BM 62,07
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, praktis tidak berbau, sedikit
kental, dan higroskopis.
Kelarutan : sukar larut dalam eter, praktis tidak larut dalam benzene,
dapat bercampur dengan air dan etanol.
9
Jarak didih antara 1940 dan 2000;
7. Propilen glikol :
Pemerian : cairan kental, jenih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dengan
kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial,tetapi tidak
dapat bercampur dengan minyak lemak.
8. Benzen( C6H6); BM 78,11, murni pereaksi. Benzena, juga dikenal dengan
nama C6H6, PhH, dan benzol, adalah senyawa kimia organik yang
merupakan cairan tak berwarna dan mudah terbakar serta mempunyai bau
yang manis. Benzena adalah sejenis karsinogen. Titik didih benzena :
80,10oC, Titik leleh benzena : -5,50oC, Benzena lebih mudah mengalami
reaksi substitusi daripada adisi, Benzena dapat bereaksi dengan halogen
dengan katalis besi(III) klorida membentuk halida benzena dan hydrogen
klorida.
9. Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol danasam asetat. Senyawa ini
berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat
adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun, dan tidak higroskopis.
10. Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus
kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3.
Seluruh isomer heksana amat tidak reaktif, dan sering digunakan
sebagai pelarut organik yang inert. Dalam keadaan standar senyawa ini
merupakan cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, berbau seperti eter
atau bau seperti petroleum. Tidak larut dalam air larut dalam etanol, dapat
campur dengan eter, dengan kloroform, dengan benzena dan dengan
sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri. Memiliki Berat molekul:
10
86,18 gr mol−1, Titik lebur: −95 °C, 178 K, -139 °F, Titik didih: 69 °C,
342 K, 156 °F, dan Viskositas: 0,294 Cp.
11. Dietil eter, yang juga dikenal sebagai eter dan etoksi
etana, adalah cairan mudah terbakar yang jernih, tak
berwarna, dan bertitik didih rendah serta berbau khas.
Berformula CH3-CH2-O-CH2-CH3, dietil eter digunakan
sebagai pelarut biasa dan telah digunakan
sebagai anestesi umum.
2.4.1 Faktor-Faktor Pemilihan Pelarut
Dalam pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut ini:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen
lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan alami,
sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut dibebaskan bersama dengan ekstrak
yang diinginkan. Dalam hal ini larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus
dibersihkan, yaitu diekstraksi lagi dengan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang
besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
c. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair – cair, pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)
larut dalam bahan ekstraksi.
d. Kerapatan
Pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang
besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan kedua fase dapat
dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan
11
gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan
menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
e. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapat
selktifitas tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam
hal ini bahan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
f. Titik didih
Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengancara
penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi
ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih.
g. Kriteria yang lain
Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak
korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki viskositas yg rendah dan
stabil secara kimia maupun termis
2.4.2 Tablel Macam-Macam Pelarut
Solvent Rumus kimia Titik didih
Konstanta Dielektrik
Massa jenis
Pelarut Non-PolarHeksana CH3-CH2-CH2-CH2-
CH2-CH3
69 °C 2.0 0.655 g/ml
Benzena C6H6 80 °C 2.3 0.879 g/ml
Toluena C6H5-CH3 111 °C 2.4 0.867 g/ml
Dietil eter CH3CH2-O-CH2-CH3 35 °C 4.3 0.713
12
g/mlKloroform CHCl3 61 °C 4.8 1.498
g/mlEtil asetat CH3-C(=O)-O-CH2-
CH3
77 °C 6.0 0.894 g/ml
Pelarut Polar Aprotic1,4-Dioksana /-CH2-CH2-O-CH2-
CH2-O-\101 °C 2.3 1.033
g/mlTetrahidrofuran (THF) /-CH2-CH2-O-CH2-
CH2-\66 °C 7.5 0.886
g/mlDiklorometana (DCM) CH2Cl2 40 °C 9.1 1.326
g/mlAsetona CH3-C(=O)-CH3 56 °C 21 0.786
g/mlAsetonitril (MeCN) CH3-C≡N 82 °C 37 0.786
g/mlDimetilformamida (DMF)
H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
Dimetil sulfoksida (DMSO)
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
Pelarut Polar ProticAsam asetat CH3-C(=O)OH 118 °C 6.2 1.049
g/mln-Butanol CH3-CH2-CH2-CH2-
OH118 °C 18 0.810
g/mlIsopropanol (IPA) CH3-CH(-OH)-CH3 82 °C 18 0.785
g/mln-Propanol CH3-CH2-CH2-OH 97 °C 20 0.803
g/mlEtanol CH3-CH2-OH 79 °C 30 0.789
g/mlMetanol CH3-OH 65 °C 33 0.791
g/mlAsam format H-C(=O)OH 100 °C 58 1.21 g/mlAir H-O-H 100 °C 80 1.000
g/ml
13
2.5 Toksisitas Pelarut
2.5.1 Toksokinetik Hidrokarbon Alifatik
A. Bensin dan Minyak Tanah
Toksisitas akibat tertelan bensin dan minyak tanah, tanda-tanda dan gejalanya
meliputi gangguan koordinasi, tidak tenang, rasa gembira, bingung, disorientasi,
antaksia, delirium, dan akhirnya koma, yang dapat berlangsung beberapa jam atau
beberapa hari. Penghirupan uap bensin konsentrasi tinggi seperti oleh pekerja yang
membersihkan tangki bensin dapat menyebabkan kematian mendadak. Uap bensin
konsentrasi tinggi dapat juga menybabkan depresi SSP dengan cepat serta kematian
akibat kegagalan pernapasan. Dengan menghirup dalam konsentrasi tinggi selama
beberapa jam dapat terjadi pneumonitis.
2.5.2 Toksokinetik Hidrokarbon Berhalogen
A. Karbon Tetraklorida
Toksisitas tertunda CCl4 mencakup mual, muntah, nyeri perut, diare dan
hematemesis. Efek toksis tertunda CCl4 yang paling parah disebabkan oleh sifat
hepatotoksik dan nefrotoksik. Tanda-tanda dan gejala kerusakan hati dapat muncul
setelah tertunda selam beberapa jam atau 2 sampai 3 hari dan dapat terjadi tanfa efek
parah terhadap SSP sebelumnya. Setelah terjadi kerusakan hati , tanda-tanda
kerusakan ginjal juga dapat teramati dan mungkin merupakan gambaran klinis yang
paling menonjol.
B. Kloroform
Kloroform bersifat penekan sistem saraf pusat, toksik terhadap hati dan ginjal,
embriotoksik dan terbukti bersifat karsinogen pada hewan. Dahulu kloroform
digunakan sebagai bahan anestesi, tetapi karena sifatnya yang toksik terhadap hati,
14
maka senyawa ini tidak lagi digunakan sebagai bahan anestesi. International Agency
for Research on Cancer (IARC) menggolongkan kloroform ke dalam Grup 2B,
kemungkinan karsinogenik terhadap manusia.
2.5.3 Toksokinetik Alkohol Alifatik
A. Metanol
Toksisitas methanol gejala diawali dengan menunjukkan tanda-tanda seperti
intoksikasi ethanol, wlaupun gejalanya biasanya lebih ringan. Hal tersebut karena
daya larutnya yang rendah terhadap lemak. Gejala yang terlihat ialah euphoria dan
lemah otot. Kemudian diikuti dengan gejala nausea, muntah, sakit kepala, hilang
ingatan, sakit perut yang sangat dan dapat disertai diaree, sakit punggung, kelesuan
anggota gerak. Mata terlihat merah karena hiperemik.
Pada keracunan methanol yang berat, pernafasan dan denyut jantung tertekan.
Terjadi gejala asidosis dengan nafas perlahan dan dalam. Penderita akan mengalami
koma dan kematian terjadi dengan cepat. Pada saat menjelang ajalnya penderita
menunjukkan gejala konvulsi dan opithotonus.
Pada saat methanol teroksidasi menjadi formaldehyd dan asam formiat, terjadi
peningkatan konversi dari NAD+ menjadi NADH. Kelebihan NADH akan menjadi
asam laktat, sehingga terjadi acidosis yang diakibatkan oleh keracunan methanol. Hal
tersebut menyebabkan terbentuk dan terakumulasinya asam formiat dan asam laktat.
Sebagai akibatnya terjadi pengikatan perbedaan anion (perbedaan antara total kation
dan total anion). Pada kondisi normal selisih perbedaan tersebut adalah 18 mmoles/L
(dihitung dari [Na++K+]-[Cl-+HCO3-], selisih tersebut dapat meningkat dua kali
atau lebih diatas normal pada kondisi keracunan methanol.
Terjadinya kerusakan bola mata sering terjadi pada keracunan methanol.
Orang yang mengkonsumsi methanol sekitar 4 ml dapat menyebabkan kebutaan.
Dilaporkan bahwa terjadi peristiwa kebutaan karena keracunan methanol sampai 6%
15
pada tentara Amerika waktu perng dunia ke II. Kerusakan mata adalah suatu bentuk
terjadinya kerusakan retina dan saraf optik yang mengalami degenerasi yang
disebabkan oleh akumulai formaldehyd dan berkembang menjadi asidosis. Bila
penderita dapat selamat, penderita akan mengalami buta total atau daya
penglihatannya dapat terganggu selama berbulan-bulan.
B. Isopropanol
Toksokinetik nya sama dengan etanol dan methanol
2.5.4 Toksokinetik Glikol
A. Etilen Glikol
Toksisitas etilen glikol menyebabkan depresi SSP. Pasien yang tertelan zat ini
dalam jumlah banyak mengalami norkosis yang dapat menyebabkan koma dan
kematian. Selain depresi SSP, etilen glikol menyebabkan kerusakan ginjal yang
parah, kebanyakan karbon mengalami gagal ginjal akut. Pasien yang meninggal
akibat uremia menunjukan kerusakan ginjal yang nyata termasuk rusaknya sel epitel,
edema interstitial, fokus nekrosis kecil di korteks disertai perdarahan.
B. Dietilen Glikol
Toksisitas menjadi masalah besar hanya ketika senyawa ini digunakan pada
tahun 1930 sebagai pelarut sediaan sulfanilamid. Pada musibah itu 105 dari 353 anak
yang menelan sediaan sulfanilamid-dietilen glikol meninggal akibat kerusakan ginjal.
Efek dietilen glikol menyerupai efek etilen glikol.
2.5.5 Toksokinetik Hidrokarbon Aromatis
A. Benzen
Target organ dari benzidine adalah kandung kemih, kulit, ginjal, hati, dan
darah. Menurut NIOSH, gejala dan tanda-tanda orang yang keracunan benzidine,
16
antara lain hematuria (darah dalam urin), anemia sekunder dari hemolisis, sistitis
akut, gangguan hati akut, dermatitis, dan gangguan buang air kecil tidak teratur.
Potensial efek kesehatan kronik yaitu benzidine termasuk ke dalam tipe A1
(penyebab kanker pada manusia) yang dikeluarkan oleh ACGIH. Dari literatur yang
diperoleh benzidine sangat berpengaruh menjadi penyebab kanker kandung kemih.
Berdasarkan survey yang dilakukan pada pekerja yang terpajan benzidine
mengindikasikan bahwa mereka yang memiliki lebih rendah properdin serum normal
akan lebih mungkin untuk berkembang menjadi tumor kandung kemih.
Pada manusia benzidine dan N-acetilbenzidineadalah glucuronidated di hati
dan diangkut ke lumen kandung kemih, mereka di hidrolisis oleh air kencing yang
bersifat asam. Aktivasi di kandung kemih termasuk peroksidasi oleh prostaglandin H
sintetase, oksidasi oleh sitokrom P-450 dan O-esterifikasi oleh O-asetiltransferase ,
atau N, O-asetiltransferase.
DNA adduct dianggap dibentuk oleh O-asetilasi N'-hidroksi-N-
acetylbenzidine dan selajutnya akan berikatan dengan basa DNA. Seperti yang
disebutkan sebelumnya bahwa air kencing yang bersifat asam diduga untuk
melepaskan amina dari glucoronide, maka amina menjadi aktif , contohnya
prostaglandin synthase H untuk meninisiasi karsinogenesis. Gen Hypomethylation
diduga meningkatkan trankripsi dan dengan demikian benzidine mungkin akan
mampu untuk memfasilitasi ekspresi gen untuk menyimpang yang kemudian terlibat
dalam proses karsinogenesis.
B. Toluen
Toksikokinetik Toluena (occupational medicine, third edition) Rute utama
adalah melalui paru-paru. Absorpsi melalui kontak kulit adalah minimal. Kira-kira
50% dari toluena yang tetap berada dalam tubuh setelah penghirupan adalah
gas/uapnya. Jumlah toluena dalam darah menjadi berlipat ganda selama melakukan
17
aktivitas fisik dibanding pada saat istirahat. Metabolisme toluena termasuk
hidroksilasi dari kelompok methyl diikuti oleh oksidasi asam benzoat.
Kemudian dikonjugasi oleh glycine menjadi asam hipurat, yang merupakan
metabolit uriner. Kurang lebih 80% toluena yang terhirup dapat ditemukan dalam
bentuk hipuric-acid, dan sisa toluena yang dikeluarkan tidak berubah. Sebagian besar
toluena mengalami reaksi biotransformasi dalam 12 jam setelah inhalasi.
Keracunan toluena dapat mengakibatkan konjungtivis dan keratitis dalam
kontak langsung dengan mata. Kerusakan ini bersifat reversibel. Gas toluena dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Efek dominan toluena adalah
pada CNS. Eksposur yang tinggi dan akut dapat berakibat pada depresi CNS, sakit
kepala, pusing, mabuk, kegembiraan, mengigau, lesu, mengantuk, hilangnya
konsentrasi dan mual. Pada level eksposur lebih tinggi daripada 200 ppm, efek
terlihat lebih jelas; yaitu bingung, iritasi kulit, dilatasi pupil, hilangnya akomodasi
cahaya, dan insomnia bisa terjadi. Pada konsentrasi yang sangat tinggi, pingsan,
koma, dan kematian bisa terjadi. Gangguan fungsi fisiologis telah diobservasi setelah
eksposur dalam pekerjaan dan dalam eksperimen. Toluena dapat digunakan untuk
“sniffing” (menghirup). Dalam penyalahgunaan yang lama, telah dicatat adanya
difusi encephalopathy dengan EEG dan cerebral abnormal, dan juga cerebellar,
atrophy. Individu yang menghirup atau menghisap zat yang mengandung toluena
telah mengalami efek hepatotoxic dan nephrotoxic.
Nilai Ambang Batas Toluena relatif kecil, yaitu TWA sebesar 0.005 ppm dan STEL
sebesar 0.02 ppm, artinya Toluena tergolong berbahaya untuk kesehatan pekerja yang
terpapar. Toluena dapat mengiritasi kulit serta bahaya gangguan serius terhadap
kesehatan jika terpapar lama dengan menghirupnya. Uapnya dapat menyebabkan
mengantuk atau pening. Toluena dapat menyebabkan kerusakan paru jika tertelan.
Toluena adalah flammable liquid, karena dapat melepaskan uap yang membentuk
campuran ledakan di udara pada temperature 4.4 °C. Uap dalam kisaran ‘flammable’
18
bisa tersulut dengan mudah oleh energi yang cukup. Toluen merupakan substansi
pertama yang dikenal sebagai “bau lem”, dimana pelarutnya yang digunakan untuk
perekat. Lem tersebut merupakan pewangi bensin hydrocarbon yang digunakan
secara luas dalam industri sebagai pelarut dan thinner untuk perekat dan cat.
Kandungan zat-zat tersebut banyak menyerupai benzen, suatu substansi yang dapat
digunakan dalam bau pelarut. Toluen dapat menyebabkan akut dan kronik intoksikasi
pada situasi industri. Keterpajanan terhadap konsentrasi relatif tinggi pada air, antara
10-30.000 ppm dapat menyebabkan mabuk, kebingungan dan koma dalam beberapa
menit.
Nilai ambang toluen dalam darah dan urin: Pada penggunaan toluen non-fatal,
kadar dalam darah 0,3-7,0 mg/L ditentukan oleh Bonnichsen, dengan eksresi urin > 5
mg/L. Konsentrasi dalam darah 1,0-2,5 mg/L memperlihatkan beberapa tanda
intoksikasi, sementara setengahnya antara 2,5-10 mg/L dikirim ke rumah sakit
dengan gejala-gejala terlihat. Mereka yang tidak menderita kebingungan atau mati
memiliki kadar dalam dara > 19 mg/L. Nomiyama menemukan kadar darah antara
50-80 mg/L dalam 3 kefatalan, rata-rata dalam paru-paru menjadi 3,6 mg/L dan di
otak 19 g/L. Kerusakan otak telah dilaporkan pada penyalahgunaan dalam jangka
waktu lama, dengan peruabahan elekstroensefalografi (EEG), ensefalopati dan atrofi
cerebral secara kebetulan.
2.6 Penanganan Pelarut
2.6.1 Penanganan Hidrokarbon Alifatik
A. Penanganan Toksisitas Bensin dan Minyak Tanah
Penanganan toksisitas bensin dan minyak tanah yang terbaik mungkin dengan
penanganan simptomatik dan perawatan penunjang (Ervin, 1983; Gosselin et al.,
1984). Mengingat bahaya aspirasi harus dihindari terjadi emesia atau cuci perut
19
kecuali jika pengambilan resiko ini di benarkan karena ada zat toksisk lain dalam
minyak bumi tersebut. Katarsis dapat diinduksi oleh magnesium atau natrium sulfat.
Antibiotik digunakan jika ada indikasi spesifik seperti pneumitis akibat bakteri.
Efinefrin dan zat-zat yang sejenis harus dihindari karena dapat menginduksi terjadi
aritmia jantung. Penanganan harus mencakup perbaikan ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
2.6.2 Penanganan Hidrokarbon Berhalogen
A. Penanganan Toksisitas Karbon Tetraklorida
Penanganan isufisiensi hati dan ginjal akut akibat CCl4 sulit dilakukan
walaupun gangguan hati merupakan ciri keracunan CCl4 yang menonjol, gagal ginjal
merupakan penyebab kematian yang paling sering. Walau pun tanda-tanda dan gejala
yang ada mungkin berkaitan dengan gangguan fungsi hati.
B. Penanganan Toksisitas Kloroform
Penatalaksanaan keracunan terhadap pasien di Rumah Sakit adalah dengan
membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara; memperbaiki fungsi
jalan napas dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya
kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida; mengobati koma dan aritmia.
Namun, hindari penggunaan epinefrin atau amina simpatomimetik lainnya karena
dapat memicu aritmia menjadi lebih berat. Takiaritmia yang disebabkan oleh
peningkatan sensitivitas miokardial dapat diobati dengan pemberian propanolol 1-2
mg secara intravena untuk orang dewasa, atau esmolol 0,025-0,1 mg/kg/menit secara
intravena. Pemantauan terhadap pasien harus dilakukan sekurangnya selama 4-6 jam
setelah terpapar bahan atau lebih lama lagi bila timbul gejala.
Antidotum untuk keracunan kloroform adalah N-asetilsistein. Di Indonesia
tersedia obat Acetylcysteine atau juga disebut N-asetilsistein dalam bentuk sediaan
kapsul, kaplet, tablet effervescens, dan infus. Pemberian N-asetilsistein dapat
20
meminimalkan toksisitas terhadap hati dan ginjal. Jika memungkinkan, asetilsistein
dapat diberikan dalam 12 jam setelah terpapar bahan. Pengujian pada hewan
menunjukkan bahwa pemberian cimetidine, calcium channel blocker, dan oksigen
hiperbarik dapat mengurangi cedera pada hati, tetapi pengujian pada manusia untuk
pengujian ini belum mencukupi.
Pada kasus di atas, pasien mengalami asidosis. Asidosis metabolik adalah
kondisi darah dengan tingkat keasaman yang berlebihan dan ditandai dengan kadar
bikarbonat yang rendah dalam darah. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika
mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Pada pasien
yang mengalami asidosis berat (pH < 7,1 – 7,2), umumnya diberikan bikarbonat
secara intravena.
2.6.3 Penanganan Alkohol Alifatik
A. Penanganan Toksisitas Metanol
Bermacam-macam obat untuk toksisitas methanol telah digunakan, yang kebanyakan
obat berfokus untuk mengobati gejala asidosis. Asidosis ini harus diobati terlebih
dulu karena dapat mengancam jiwa penderita. Gejala kerusakan yang parah pada
mata sangat bergantung pada kecepatan menetralkan gejala asidosis ini. Infus dengan
sodium bikarbonat segera harus dilakukan sampai pH urine menjadi normal kambali.
Secara teoritis ethanol adalah merupakan antidotum spesifik terhadap
toksisitas methanol, wlaupun efektifitasnya masih banyak dipelajari. Selama ethanol
mempunyai daya gabung dengan alkohol dehydrogenase (ADH), dengan kekuatan 20
X lebih besar dari methanol, maka etanol merupakan pilihan utama sebagai substrat
untuk enzim ADH tersebut. Ethanol diberikan secra oral atau melalui intra vena
sesegera mungkin. Dosis pemberian ethanol dilakukan sampai mencapai kadar 0,1%
dalam darah. Bila ethanol sudah cukup untuk mengurangi metabolisme methanol
sehingga kadar metabolisme toksik methanol berkurang, maka secara keseluruhan
21
dapat menurunkan daya toksisitas methanol. Pengobatan dengan ethanol ini harus
dilakukan untuk selama satu minggu atau lebih sampai methanol dikeluarkan dari
tubuh.
Pengobatan dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis juga dapat digunakan
untuk mengeliminasi methanol. Dialisis ini dilakukan bila kadar methanol dalam
darah mencapai lebih dari 50mg%, serta terus dilakukan sampai kadarnya kurang dari
20mg%
Obat lain yang juga dapat dipakai adalah:
· Leucovorin kalsium: merupakan analog dari folat yang bertindak untuk
metabolisme formaldehyd menjadi karbon dioksida melalui sistem : folat-dependent-
enzim.
· 4-methyl pyrazole (4MP): Mempunyai daya hambat terhadap alkohol
dehydrogenase.
(Sumber : Drh. Darmono MSc)
B. Penanganan Toksisitas Isopropanol
Penangananya sama saperti etanol dan metanol
2.6.4 Penanganan Glikol
A. Penanganan Toksisitas Etilen Glikol
Penanganan khusus keracunan etilen glikol mirip dengan yang dilakukan pada
keracunan metanol. Asidosis metabolik ditangani dengan natrium bikarbonat.
Hemodialisis efektif untuk menghilangkan etilen glikol yang tidak termetabolisme
dan untuk memperbaiki asidosis. Pemberian Ca2+ parenteral disarankan untuk spesme
otot, yang dapat terjadi akibat penghelatan Ca2+ oleh oksalat yang terbentuk pada
biotransformasi etilen gllikol.
22
B. Penanganan Dietilen Glikol
Penangananya sama dengan etilen glikol.
2.6.5 Penanganan Hidrikarbon Aromatis
A. Penanganan Toksisitas Benzen
• Jika kontak dengan mata : bersihkan mata dengan air yang cukup, kedip-kedipkan
mata dan segera beri perawatan medis.
• Jika kontak dengan kulit : bersihkan bagian yang terkontaminasi dengan air, dan
segera beri perawatan medis.
• Terhirup : segera pindahkan orang tersebut ke area yang memiliki udara segar. Jika
pernafasannya berhenti, berikan pernasafan buatan, jaga agar orang tersebut tetap
dalam keadaan hangat dan beristirahat, lalu berikan perawatan medis sesegera
mungkin.
• Tertelan : Jika kadmium tertelan, segera berikan perawatan medis.
23
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
A. Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan.
B. Klasifikasi pelarut terbagi menjadi lima yaitu hidrokarbon alifatik, hidrokarbon
berhalogen, alkohol alifatik, glikol dan hidrokarbon aromatis.
3.2 Saran
Jika dalam penuilisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, kami
mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
24