23
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengetahuan 2.2 Thalassemia 2.2.1 Definisi 2.2.2 Klasifikasi 2.2.3 Etiologi 2.2.4 Patogenesis 2.2.5 Manifestasi Klinis 2.2.6 Diagnosis 2.2.7 Komplikasi 2.2.8 Penatalaksanaan 2.2.9 Prognosis 2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia 2.3.1 Pendidikan 2.3.2 Pengalaman 2.3.3 Lingkungan 2.4 Keangka Teoritis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 3.2 Kerangka konsep 3.3 Definisi Operasional 3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.4.1 Lokasi penelitian 3.4.2 Waktu penelitian 1

Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

  • Upload
    yudi-sf

  • View
    309

  • Download
    27

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengetahuan

2.2 Thalassemia

2.2.1 Definisi

2.2.2 Klasifikasi

2.2.3 Etiologi

2.2.4 Patogenesis

2.2.5 Manifestasi Klinis

2.2.6 Diagnosis

2.2.7 Komplikasi

2.2.8 Penatalaksanaan

2.2.9 Prognosis

2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia

2.3.1 Pendidikan

2.3.2 Pengalaman

2.3.3 Lingkungan

2.4 Keangka Teoritis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

3.2 Kerangka konsep

3.3 Definisi Operasional

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi penelitian

3.4.2 Waktu penelitian

3.5 Populasi Penelitian

3.6 Sampel Penelitian

3.6.1 Kriteria Sampel

3.6.2 Cara Pengambilan Sampel

3.6.3 Cara Pengambilan Data

1

Page 2: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalassemia adalah sejenis penyakit darah keturunan dengan ciri tidak adanya atau kurangnya produksi hemoglobin pada tingkat normal. Pada thalassemia, gen – gen yang gagal menyebabkan ketidakseimbangan produksi satu atau dua jenis rangkaian protein (disebut α dan β ) yang membentuk hemoglobin. Thalassemia dikategorikan berdasarkan rangkaian protein yang dipengaruhi. Dua jenis utama thalassemia adalah thalassemia – α ( empat gen terlibat, dua atau lebih dari empat gen rangkaian α gagal berfungsi dengan benar) dan thalasemia β ( dua gen terlibat, satu atau dua gen rangkaian beta gagal berfungsi dengan benar) (Koplewich,2005).

Thalassemia untuk pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925), yang ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediteranian dan daerah sekitar khatulistiwa (Fkui,2007).

The World Health Organization (WHO) menyatakan sekitar 5% dari populasi dunia adalah pembawa sifat untuk kelainan hemoglobin yang diturunkan. Laporan WHO juga menyatakan bahwa sekitar 370.000 penderita thalasemia lahir setiap tahun merupakan homozigot atau heterozigot. Pada tahun 1996, UNICEF memperkirakan terdapat 29,7 juta carrier dari beta thalassemia trait di India dan sekitar 10.000 bayi dengan homozigot beta thalassemia lahir setiap tahunnya. Angka carrier untuk gen beta thalassemia bervariasi dari 1 – 3% di India Selatan dan 3 – 15% di India Utara (Journal of Clinical and Diagnostic Research,2008).

WHO (1994) memperkirakan terdapat kira – kira 13.000 – 16.000 bayi thalassemia α lahir setiap tahunnya di seluruh dunia dan jika mereka dapat usia muda maka diperkirakan ada 680.000 penderita thalassemia α di Asia Tenggara( Higgs,1983). Sementara itu, angka yang banyak dirujuk para ahli epidemiologi genetik Indonesia adalah estimasi Wong (1983) yang memperkirakan terdapat kira – kira 0,5% carrier thalassemia α di Indonesia secara nasional, jauh dibawah angka pembawa sifat thalassemia β yang diperkirakan mencapai 3,5% dan Hb– E yang mencapai 5%. Prevalensi carrier thalassemia α, thalassemia β dan Hb – E cukup tinggi memungkinkan terjadinya kasus thalassemia mayor cukup besar akibat kombinasi antara sesama carrier thalassemia α atau thalassemia β maupun carrier Hb-E (Weatherall and Clegg, 2001). Kombinasi pada kasus di atas dapat menghasilkan bayi thalassemia mayor dengan manifestasi klinis dapat dari ringan sampai berat (Bunn and Forget, 1986; Bowie et al., 1997). Namun demikian, banyak peneliti percaya bahwa angka thalassemia α jauh lebih di atas angka tersebut, bahkan pada beberapa populasi Indonesia di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi yang telah diteliti mencapai 2,5 – 3,2 %( Setianingsih,2003). Dugaan tersebut diperkuat dengan keberadaan kasus bayi hydrops fetalis dan Hb – H yang dijumpai di rumah sakit - rumah sakit rujukan cukup tinggi (Majalah Kedokteran Nusantara vol 41,2008)

2

Page 3: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Pada tahun 2008, tercatat 1435 pasien thalassemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dengan 70 – 80 pasien baru setiap tahunnya. Thalassemia adalah kelainan yang mana satu atau lebih produksi rantai globinnya berkurang. Ketidakefektifan eritropoisis ini menyebabkan anemia dengan derajat ringan hingga berat. Transfusi Packed Red Cell masih merupakan manajemen utama untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan anak optimal ( Peaditrica Indonesiana vol 50,2010)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkatan pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkatan pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan orang tua penderita thalassemia tentang penyakit thalassemia berdasarkan pendidikan.

2. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan orang tua penderita thalassemia tentang penyakit thalassemia berdasarkan pengalaman.

3. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan orang tua penderita thalassemia tentang penyakit thalassemia berdasarkan lingkungan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadi masukan dalam pengembangan ilmu kedokteran khususnya tentang thalassemia, serta dapat menambah referensi kepustakaan yang telah ada.

1.4.3 Bagi Orang Tua

Dapat memperoleh ilmu untuk kelahiran anak dikemudian hari

1.4.4 Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai thalassemia

3

Page 4: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra perasa, dan indra peraba. Pengetahuan seorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu dilingkungannya (Notoatmodjo, 2003)

Menurut Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu ( Know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

a. Memahami (Comprehension)Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

b. Aplikasi (Aplication)Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengalaman hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

c. Analisis (Analysis)Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur atau organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

4

Page 5: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

d. Sintesis (Synthesis)Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan – rumusan yang telah ada.

e. Evaluasi (Evaluation)Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian – penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah:

1. Sosial ekonomiLingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Jika ekonomi baik, maka tingkat pendidikan akan tinggi sehingga pengetahuan juga tinggi.

2. Kultur ( budaya, agama)Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru dan diambil yang sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

3. PendidikanSemakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima hal – hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Pengetahuan yang erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak pengetahuannya rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

4. PengalamanBerkaitan dengan umur dan pendidikan individu, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengalamannya dan semakin tua seseorang maka akan semakin banyak pengalamannya.

5

Page 6: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Menurut Evin (2009), faktor – faktor yng mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Umur Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin cukupnya umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menentukan dan menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai – nilai yang baru diperkenalkan

c. PengalamanPengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah cara untuk memeperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu.

d. PekerjaanOrang yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan.

e. Lingkunganf. Sosial budaya dan status ekonomi

2.2 Thalassemia

2.2.1 Definisi

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu thalassa yang berarti laut. Yang dimaksud laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula – mula ditemukan di sekitar Laut Tengah. Thalassemia merupakan kelainan genetik yang ditandai oleh penurunan atau tidak adanya sintesis atau beberapa rantai polipoptida globin (Syarifurnama dewi, 2009).

Thalassemia adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda – beda menimbulkan terjadinya defek pada sintesis satu (atau lebih) subunit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik hipokromik (Harrison, 2000).

Thalassemia adalah salah sulatu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua kepada anaknya melalui gen yang menyebabkan berkurangnya sel – sel darah merah yang

6

Page 7: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

sehat dan hemoglobin dari keadaan normal. Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak – anaknya secara resesif, menurut hukum Mendel (Fkui, 2007).

Thalassemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. Pada thalasemia-α, sintesis rantai α globin berkurang, sedangkan pada talassemia-β, sintesis rantai β globin tidak ada (diberi nama talasemia β0) atau sangat berkurang (thalassemia β+) (Robbins, 2007).

2.2.2 Klasifikasi

Secara molekuler thalassemia dibedakan atas:

1. Thalassemia-α ( gangguan pembentukan rantai α)2. Thalassemia-β ( gangguan pembentukan rantai β)3. Thalasemia β – γ ( gangguan pembentukan rantai β dan γ yang letak gennya di

duga berdekatan)4. Thalasemia γ (gangguan pembentukan rantai γ)

Secara klinis thalassemia dibagi dalam 2 golongan yaitu:

a. Thalassemia mayor ( bentuk homozigot)Memberikan gejala klinis yang jelas

b. Thalassemia minor Biasanya tidak memberikan gejala klinis

Klasifikasi Genetik Thalasemia :

1. Alpha thalasemia

a. Delesi pada 1 genb. Delesi pada 2 genc. Delesi pada 3 gend. Delesi pada 4 gen

2. Beta thalasemia

a. Satu gen beta thalasemiab. Dua gen beta thalasemia

Klasifikasi klinis thalasemia :

a. Alpha thalasemiaa. Silent carrierb. Alpha thalasemia ringanc. Hemoglobin Hd. Hidrops Fetalis

7

Page 8: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

b. Beta thalasemiaa. Thalasemia minor ( trait thalasemia)b. Thalasemia intermediac. Thalasemia mayor

2.2.3 Etiologi

Thalassemia merupakan kelainan genetik heterogen, yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai α atau β. Konsekuensi berkurangnya sintesis satu rantai globin berasal tidak saja dari kadar Hb intrasel yang rendah, tetapi juga dari kelebihan rantai globin yang lain. Thalassemia diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal (Robbins, 2007).

Secara normal terdapat empat buah gen globin-α, oleh sebab itu beratnya penyakit secara klinis dapat digolongkan menurut jumlah gen yang tidak ada atau tidak aktif. Tidak adanya keempat gen akan menekan sintesis rantai α seluruhnya dan karena rantai α essensial dalam hemoglobin fetus dan dewasa, keadaan ini tidak sesuai untuk hidup sehingga menyebabakan kematian in vitro (hidrops fetalis).Delesi tiga gen α menyebabkan anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (hemoglobin 7 -11 g/dl) disertai splenomegali. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit Hb H (β 4) (Hoffbrand, 2005).

Terjadinya sifat thalasemia-α (thalassemia trait) disebabkan oleh hilangnya satu atau dua gen, dan biasanya tidak disertai anemia. Terjadinya bentuk thalassemia- α non delesi yang tidak lazim disebabkan oleh mutasi titik yang menyebabkan disfungsi gen atau kadang – kadang disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi terminasi translasi, dan menghasilkan rantai yang panjang tetapi tidak stabil, misalnya Hb Constant Spring (Harrison, 2000)

Pada β0- thalassemia tidak dibentuk rantai globin sama sekali. Sedangkan pada β+

thalassemia terdapat pengurangan (10 – 50%) daripada produksi rantai globin β tersebut. Bentuk homozigot dari β0 thalassemia atau campuran antara β0 dengan β+ - thalassemia yang berat akan menimbulkan gejala klinis yang berat yang memerlukan transfusi darah sejak permulaan kehidupannya. Tapi kadang – kadang bentuk campuran ini memberikan gejala klinis ringan dan disebut thalassemia intermedia (Fkui, 2007).

Individu yang mewarisi hanya satu gen rantai β dari masing – masing orang tua, maka individu yang terkena bersifat heterozigot, homozigot atau heterozigot campuran. Seperempat keturunan dari dua heterozigot (sifat thalassemia β) akan memiliki status homozigot: thalassemia β mayor atau anemia Cooley. Seseorang dapat mewarisi sebuah gen thalassemia β dari salah satu orang tua dan sebuah variant struktural rantai β dari orang tua lainnya. Thalassemia β sabit merupakan contoh dari keadaan heterozigot campuran yang sering ditemukan (Harrison, 2000).

Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan. Sifat genetik yang diperoleh dari orang tua seseorang sejak belum lahir, menentukan apakah ia akan menderita thalassemia. Thalassemia tidak bisa ditularkan kepada orang lain. Derajat keparahan thalassemia pada seseorang, sangat tergantung pada sifat alamiah dari gen yang diwarisinya.

2.2.4 Patogenesis

8

Page 9: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Sintesis tiap – tiap sub unit hemoglobin (α, β, γ) diatur oleh gena yang terpisah. Subunit e dan z ditemukan hanya pada hemoglobin embrionik. Individu normal mewarisi dua gena rantai –β (satu dari tiap – tiap orang tua), empat gena rantai –α, empat gena rantai-γ. Gena rantai – γ dan – β menempati lokus yang saling berdekatan di kromosom 11. Gena α terletak di kromosom 16 (Harrison, 2000).

a. Thalassemia–β

Bentuk ini lebih heterogen lagi dibandingkan dengan thalassemia–α, tetapi untuk kepentingan klinis umumnya dibedakan antara β0 thalassemia dan β+ thalassemia. Thalassemia β0, yang berkaitan dengan ketiadaan total rantai β-globin pada keadaan homozigot.dan thalassemia β+, yang ditandai dengan penurunan (tetapi masih dapat dideteksi) sintesis rantai thalassemia β+, -globin pada keadaan homozigot. Penentuan sekuensi gen β-globin yang berhasil diklona dan diperoleh dari pasien thalassemia berhasil mengungkapkan lebih dari seratus mutasi penyebab Thalassemia β0 dan thalassemia β+. Sebagaian besar mutasi ini terjadi akibat perubahan basa. Delesi gen jarang menyebabkan thalassemia – β (Robbins, 2007).

Thalassemia-β mayor,keadaan ini rata – rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat thalassemia-β. Tidak ada rantai β (β0) atau sedikit rantai β (β+) yang disintesis. Rantai α yang berlebih berpresipitasi dalam eritroblast dan eritrosit matur, menyebabkan eritropoiesis inefektif dan hemolisis berat yang khas untuk penyakit ini. Makin banyak kelebihan rantai α, makin berat anemia yang terjadi. Produksi rantai γ membantu ‘membersihkan’ rantai α yang berlebih dan memperbaiki keadaan tersebut (Hoffbrand, 2005).

Ketidakseimbangan rantai pada thalassemia-β sedikit banyak diperingan oleh sintesis kompensatorik rantai γ yang mampu mengikat kelebihan rantai α dan membentuk tetramer stabil (Hb F). Pasien thalassemia-β mayor yang memperlihatkan tingkat pembentukan rantai γ yang tinggi akan hanya sedikit mengalami eritropoiesis inefektif dan hemolisis, yang terdeteksi pada beberapa pasien oleh adanya peningkatan ringan urobilinogen feses dan pemendekan sedang masa hidup sel darah merah (horison1938). Lebih dari 200 cacat genetik yang berbeda telah terdeteksi. Mayoritas lesi adalah mutasi titik bukan delesi gen. Thalassemia mayor sering kali merupakan akibat diturunkannya dua mutasi yang berbeda, masing – masing mengenai sintesis globin-β (heterozigot campuran) (Hoffbrand, 2005).

Thalassemia-β minor, sering juga disebut sebagai sifat thalassemia β, jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna. Diagnosis pada umumnya ditegakkan pada pasien yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau pada tidak lanjut kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan darah rutin. Sebagian besar individu dengan sifat thalassemia-β tidak terdiagnosis. Sekitar seperlima orang yang terkena mengalami splenomegali sedang. Pada individu sehat dengan sifat thalassemia-β, kadar hemoglobin rerata adalah sekitar 15 persen lebih rendah daripada orang normal dengan usia dan jenis kelamin yang sama; hitung sel darah merah biasanya meningkat, dan sel tampak mikrositik (Harrison, 2000). Seperti sifat

9

Page 10: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

thalassemia-α ditandai oleh gambaran darah mikrositik hipokrom (MCV dan MCH sangat rendah) tetapi jumlah eritrosit tinggi (>5,5 x 1012/l) dan anemia ringan (hemoglobin 10 – 15 g/dl). Salah satu indikasi terpenting untuk menegakkan diagnosis adalah karena diagnosis memungkinkan dilakukannya konseling pranatal pada pasien dengan seorang pasangan yang juga mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata. Jika keduanya membawa sifat thalassemia-β, sebanyak 25% anak berisiko untuk menderita thalassemia mayor (Hoffbrand, 2005).

Thalassemia intermedia, pasien homozigot yang dapat mencapai usia dewasa biasanya menderita bentuk penyakit yang kurang parah yang disebut thalassemia β intermedia. Terdapat beberapa subtipe genetik yang berkaitan dengan manifestasi klinis yang kurang parah: (1) thalassemia-β dengan tingkat sintesis Hb F yang sangat tinggi, (2) thalassemia γβ yang tidak didapati sintesis rantai-γ serta rantai-β di dalamnya, dan (3) adanya thalassemia α berkombinasi dengan thalassemia β homozigot, yang menyebabkan sintesis subunit lebih seimbang (horison,1940). Thalassemia intermedia merupakan kasus thalassemia dengan derajat keparahan sedang (hemoglobin 7,0 -10,0 g/dl) yang tidak memerlukan transfusi teratur (Hoffbrand, 2005).

b. Thalassemia – α

Dasar molekul thalassemia – α cukup berbeda dibandingkan dengan thalassemia-β. Sebagian besar thalassemia – α disebabkan oleh delesi lokus gen α-globin. Karena terdapat terdapat empat gen globin– α fungsionnal, terdapat empat derajat kemungkinan thalassemia – α, didasarkan pada hilangnya satu sampai empat gen α- globin dari kromosom. Kemungkinan ini menimbulkan spektrum klinis yang luas pada; pada spektrum tersebut keparahan berkolerasi dengan jumlah gen α-globin yang mengalami delesi.

Hilangnya satu gen α-globin menyebabkan keadaan silent carrier, sedangkan delesi keempat gen α-globin menyebabkan kematian in utero, karena darah hampir sama sekali tidak memiliki kemampuan menyalurkan oksigen. Apabila tiga gen α-globin hilang terdapat kelebihan relatif β-globin atau rantai non α-globin lainnya. Kelebihan β-globin ( atau rantai γ –globin pada awal kehidupan) membentuk tetramer β4 dan γ4 yang masing – masing dikenal sebagai HbH dan Hb Bart.tetramer ini tidak terlalu merusak membran dibandingkan dengan rantai α-globin yang bebas. Oleh karena itu, anemia hemolitik dan eritropoiesis yang inefektif cenderung lebih ringan pada thalassemia α daripada thalassemia β. HbH dan Hb Bart memiliki aktifitas yang terlalu tinggi terhadap O2 sehingga keduanya kurang efektif untuk menyalurkan O2 jaringan (Robbins, 2007).

2.2.5 Manifestasi Klinis

a. Thalassemia – α

Thalassemia – α seecara klinis dibagi atas empat manifestasi yang berhubungan dengan jumlah gen yang mengalami defek.

10

Page 11: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

1. Pada karier yang tenang (silent carrier) ,thalassemia heterozigot 2 (- α / α α) satu dari empat gen mengalami delesi. Asimtomatik, individu yang terkena tidak memperlihatkan kelainan hematologik.

2. Thalassemia – α ringan (sifat thalassemia α ), individu yang mengalami delesi pada dua dari empat gena rantai α mengalami thalassemia homozigot 2 (α - /α -) atau thalassemia heterozigot 1 (- - /α α ). Individu ini memiliki sel darah merah yang mikrositik dan sedikit hipokromik tetapi tidak terjadi hemolisis atau anemia yang bermakna (anemia ringan). Seringkali dokter mendiagnosa dengan anemia defisiensi besi. Terapi besi tentu saja merupakan kontra indikasi.

3. Hemoglobin H (Hb H), delesi tiga gena rantai α(- - /α - ) biasanya ditemukan anemia dengan pembesaran limpa. Anemia berat, tetapi biasanya tidak sampai memerlukan transfusi darah. Menimbulkan kealdaan hemolitik yang terkompensasi baik dengan sel darah merah mikrositik.

4. Hydrops fetalis, bentuk thalassemia-α yang paling parah disebabkan oleh delesi keempat gen rantai α (- - / - - ), biasanya bayi telah mati pada kehamilan 28 – 40 minggu atau lahir hidup untuk beberapa jam kemudian meninggal. Bayi akan tampak anemis dengan kadar Hb 6 – 8 g%.

b. Thalassemia-β

1. Thalassemia-β minor ( thalassemia trait ), ( β0/β ), (β+/β) asimtomatik dengan anemia ringan atau tanpa anemia dan ditemukan kelainan sel darah merah. Pasien normal dan hanya terdeteksi pada pemeriksaan darah rutin. Dokter sering mendiagnosa dengan anemia defisiensi. Pada setiap tingkat hematokrit, pasien thalassemia-β minor mengalami mikrositosis yang lebih mencolok daripada pasien dengan defisiensi.

2. Thalassemia intermedia, ini adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh berbagai cacat genetik. Penderita thalassemia dapat memperlihatkan adanya deformitas tulang, pembesaran hati dan limpa, eritopoiesis ekstramedular.

3. Thalassemia-β mayor, thalassemia β0 homozigot (β0/ β0) , thalassemia β+

homozigot (β+/ β+) adalah thalassemia yang berat dimana transfusi darah sangat dibutuhkan secara berkala. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3 – 6 bulan setelah kelahiran, pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma, dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan (pooling) eritrosit.

11

Page 12: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulaang yang hebat menyebabkan terjadinya fasies thalassemia dan penipisan korteks di banyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran ‘rambut berdiri (hair-on-end) pada foto Rontgen.

Pasien yang diobati dengan tidak adekuat sering mengalami penyusutan tubuh dan tampak kekurangan gizi. Pada remaja, kemunculan dan perkembangan tanda seks sekunder tertunda. Kulit pasien berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan peningkatan endapan melanin. Pasien mengalami kardiomegali yang disertai oleh tanda gagal jantung kongestif. Hepatomegali dan splenomegali mencolok selalu ditemukan pada pasien (Harrison, 2000).

2.2.6 DiagnosisThalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.

Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (Mean Corpus Volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk thalassemia –α. Karena itu, diagnosis biasanya berdasarkan keepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus. Untuk thalassemia-β mayor, harus dipertimbangkan setiap pasien anemia hemolitik berat dan sel darah merah mikrositik hipokromik. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan adanya peningkatan jumlah Hb F sedangkan jumlah Hb A bervariasi. Pada pasien yang bersifat homozigot untuk thalassemia β0 tidak ditemukan Hb A (Harrison, 2000).

2.2.7 Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang – ulang dan proses hemodialisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hati, hepar, limpa, kulit, jantung dan lain – lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut ( hemakromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akaibat trauma yang ringan. Kadang - kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Fkui, 2007).

2.1.8 Penatalaksanaan

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g% ) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.

Terapi thalassemia β mayor terdiri dari tindakan penunjang dan bila memungkinkan transplantasi sumsum tulang. Keuntungan transfusi yang nyata diimbangi oleh risiko kelebihan besi, aloimunisasi dan penularan infeksi. Walaupun terdapat masalah ini, anak yang menderita thalassemia β mayor hidup lebih baik bila hemoglobinnya dipertahankan lebih dari 9 g/dl. Berdasarakan peningkatan kebutuhan sumsum hiperplastik, maka pasien inisebaiknya diberi tambahan asam folat setiap hari. Karena sekuestrasi oleh limpa ikut

12

Page 13: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

berperan memperpendek masa hidupp sel darah merah, banyak pasien yang memperoleh manfaat dari splenektomi. Pencegahan dan pengobatan kelebihan besi harus selalu diperhatikan pada pasien ini. Suntikan subkutis desferioksamin secara kontinu memungkinkan mobilisasi dan ekskresi sejuumlah besar besi dan bila diiberikan dalam jangka panjang dapat mencegah atau memperlambat terbentuknya toksisitas besi kronik.

Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atay intravena. Spelenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan tanda hipersplenisme atau hemosderosis. Bila kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi, frekuensi transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang. Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra (Fkui, 2007).

2.2.9 Prognosis.

a. Pada penderita thalassemia HbE maupun thalassemia HbS umumnya secara klinis lebih ringan daripada thalassemia mayor. Penderita thalassemia HbE biasanya dapat hidup hingga dewasa.

b. Pada hydrops fetalis , biasanya bayi telah mati pada kehamilan 28 – 40 minggu atau lahir hidup untuk beberapa jam kemudian meninggal.

c. Bentuk homozigot β0-/ β+ - thalassemia memberikan bentuk klinis thalassemia mayor dengan gejala klinis yang khas seperti anemia berat, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muka thalassemia, hepar dan limpa membesar. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang, fraktura dan warna yang kelabu akibat penimbunan besi. Anak dengan kelainan ini biiasanya meninggal sebelum usia dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. Dari penelitian Iskandar Wahidayat diketahui pada umumnya mereka meninggal pada umur antara 6 – 7 tahun.

d. Homozigot dari β++- thalassemia menimbulkan anemia yang ringan dengan kadar Hb 7-11 gr % dan gambaran hapusan darah tepi seperti halnya homozigot thalassemia – β yang lain. HbF jumlahnya sekitar 30- 60 %, HbA biasanya normal atau sedikit meninggi , sisanya ialah HbA. Kelainan tulang biasanya tidak begitu berat, prognosisnya baik dan anak bisa hidup seperti anak sehat lain. Keadaan klinis yang ringan demikian biasanya digolongkan ke dalam thalassemia intermedia. Termasuk dalam golongan ini ialah kombinasi antara thalassemia α dengan thalassemia – β, homozigot β+ degan HbA2 normal dan kombinasi antara HbE atau HbS dengan thalassemia – β. Kombinasi antara 2 gen yang berlainan ini kadang – kadang disebut pula sebagai heterozigot ganda (double heterozygot)

13

Page 14: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit thalassemia

2.3.1 Pendidikan

Pendidikan orang tua merupakan faktor penting pada tingkat status sosial keluarga. Pendidikan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan sosialisasi anak. Tingkat pendidikan ayah dan ibu mencerminkan tingkat pengetahuan terhadap suatu penyakit. Pada penyakit thalassemia, rendahnya pendidikan orang tua dapat menyebabkan dampak terhadap masalah psikososial, diagnosis awal, dan frekuensi transfusi.

2.3.2 Pengalaman

2.3.3 Lingkungan

2.4 Kerangka Teoritis

BAB III

14

Page 15: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif ( Notoatmodjo, 2002). Peneliti menggunakan rancangan cross sectional, yaitu pengumpulan data, baik untuk variabel sebab ( independent variabel ) maupun variabel akibat ( dependent variabel ) dilakukan dalam waktu bersamaan.

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian – penelitian yang akan dilakukan.

Variabel Independen Variabel Dependen

3.3 Definisi Operasional

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

3.4.2 Waktu Penelitian

3.5 Populasi

Populasi penelitian yang diambil adalah pasien thalasemia yang dirawat di di ruang rawat inap bagian anak rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin.

3.6 Sampel Penelitian

3.4.1 Kriteria Sampel

Pada penelitian ini sampel adalah orang tua serta pasien thalasemia yang berada di Ruang Anak RSUDZA Banda Aceh yang ada pada saat pengambilan data.

3.4.2 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan non probability sampling, yaitu pengambilan sampel yang accidental sampling.

15

Pendidikan

Pengalaman

lingkungan

Pengetahuan orang tua tentang penyakit thalasemia

Page 16: Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Thalassemia Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr

3.4.3 Cara Pengambilan Data

Data yang diambil adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari orang tua penderita thalasemia melalui wawancara / kuesioner dan data sekunder yaitu melalui buku register yang dilakukan langsung oleh peneliti .

16