39
KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran” Oleh Kelompok II: Kartika : 21010201 Asriani. S : 21010205 Muh. Harun Muhammadong : 21010212 Nurlinah : 21010221 Dosen Pembimbing: Dra. Rafi’ah Nur, M.Hum PROGRAM KULIAH AKTA IV

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

  • Upload
    nurlinah

  • View
    1.694

  • Download
    20

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

KONSEP BELAJAR BEHAVIORISME DAN KOGNITIVISME

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Belajar dan Pembelajaran”

Oleh Kelompok II:

Kartika : 21010201

Asriani. S : 21010205

Muh. Harun Muhammadong : 21010212

Nurlinah : 21010221

Dosen Pembimbing:

Dra. Rafi’ah Nur, M.Hum

PROGRAM KULIAH AKTA IV

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PARE-PARE

2011

Page 2: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

lantunan syukur kami haturkan kepada-Nya sehingga kita masih dalam lingkaran

shirot al-mustaqim.

Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan seluruh umat,

sang penegak kebenaran, Nabi Muhammad SAW karena ajaran beliaulah kita

selamat dari kedzaliman dunia dan akhirat.

Begitu sulitnya menyempurnakan makalah ini sehingga terlalu jauhdari kata layak

dan pantas untuk dikonsumsi oleh para pembaca dan kami menyadari sepenuhnya

bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan semua pihak,

untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

demi terselesaikannya penyusunan makalah ini, yang terlalu banyak untuk

disebutkan satu persatu.

Dengan selesainya makalah ini, kami berharap membawa manfaat bagi pembaca

dan kami sendiri khususnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan

kami terima dengan senang hati.

Pare-Pare, 19 Januari 2011

Penyusun

Page 3: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teori belajar adalah teori yang prakmatik dan eklektik. Teori dengan sifat

demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada

teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek siswa saja, aspek guru

saja, aspek kurikulum saja dan sebagainya.

Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang lebih

mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi

yang diolah dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun faktor-faktor lain du luar

titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh persoalan belajar

yang dibahas.

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya

manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia

bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia

akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam

berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi

interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu disertai dengan

proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi

dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak

disengaja.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan

keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian

proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang

tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai

suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh.

Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta

mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh

Page 4: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta

kesadaran diri sebagai pribadi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konsep belajar behaviorisme?

2. Apa yang dimaksud dengan konsep belajar kognitivisme?

3. Bagaimana konsep teori belajar behavioristik dan kognitifistik?

4. Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar untuk materi

pembelajaran tertentu di sekolah?

5. Bagaimana implikasi dari konsep-konsep belajar tersebut?

c. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui definisi konsep belajar behaviorisme

2. Untuk mengetahui definisi konsep belajar kognitivisme

3. Untuk mengetahui konsep belajar behavioristik dan kognitifistik

4. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan konsep belajar

behaviorisme dan kognitivisme.

5. Untuk mengetahui implikasi dari konsep belajar tersebut.

Page 5: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Belajar Behaviorisme

Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinspip umum atau

kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas

sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan

Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku

individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah,

dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak

mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu

belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa

sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih

dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil

belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.

Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional

atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya

dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.

Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap

lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.

Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari

teori ini adalah

a. Mementingkan faktor lingkungan

b. Menekankan pada faktor bagian

c. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan

mempergunakan metode obyektif.

Page 6: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

d. Bersifat mekanis

e. Mementingkan masa lalu

f. Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil

g. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon

h. Menekankan pentingnya latihan

i. Mementingkan mekanisme hasil belajar

j. Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang

diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku

manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau

reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar

terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya.

Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa

merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.

1. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Behaviorisme

a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia

mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat

dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk

mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak

menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini

anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing.

Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk

penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap

bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank.

Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat

dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat

untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu

Page 7: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah

suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang

menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah

adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah

terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

b. Thorndike (1874-1949)

Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi

antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan

proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang

proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan

eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan

kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat

dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut

menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu :

adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai

terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :

1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness)

Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh

stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan

individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.

2) Hukum Latihan

Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan

S-R. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi

tersebut semakin kuat. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan

repetioest mater studiorum atau practice makes perfect.

3) Hukum akibat ( Efek )

Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat

menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.

Page 8: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Rumusan tingkat hukum akibat adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai

hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain

akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan bagaimana pengaruh hasil

suatu tindakan bagi perbuatan serupa.

c. Skinner (1904-1990)

Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam

belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol

tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi

sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant

conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku

operant yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau

menghilang sesuai keinginan.

Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan

stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah

lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam

proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

Prinsip belajar Skinners adalah :

1) Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan

jika benar diberi penguat.

2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran

digunakan sebagai sistem modul.

3) Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak

digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk

menghindari hukuman.

4) Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya

hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.

5) dalam pembelajaran digunakan shapping.

Page 9: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

2. Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan

tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk

merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan

kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi

pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu

keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,

dari yang sederhana sampai yang komplek.

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun

dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya

terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program

pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan

program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan

stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),

merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang

dikemukakan Skiner.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan

situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan

dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan

stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat

emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.

Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai

kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya

terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda

tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus

dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh

pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.

Page 10: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,

konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar

merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju

atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas

berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses

belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak

menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa

yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung

membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.

Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie,

yaitu:

a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat

sementara.

b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian

dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.

c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain

(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata

lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang

kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat

negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila

hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda

dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus)

harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang

pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut

masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika

sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)

Page 11: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar

untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.

Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).

Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat

positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar

memperkuat respons.

3. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah

pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah

aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan

stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang

pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau

pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan

reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari

beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik

pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang

dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan

adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan

rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah

memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau

pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan

yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga

makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh

karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki

pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang

dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

Page 12: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif

yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,

para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan

standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para

pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada

hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati

kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang

memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,

bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem

pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus

dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya

pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada

diri mereka.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi

dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-

aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan

disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih

banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan

dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu

dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk

perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan

dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik

adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar

harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan

pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut

pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari

dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran

Page 13: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti

urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum

secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku

teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi

buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil

belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan

biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut

jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai

dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan

tugas belajarnya.

Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan

pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.

Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

B. Teori Belajar Kognitivisme

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan para ahli

sebelumnya mengenai belajar sebagai sebuah proses hubungan stimulus-response-

reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya

dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah laku seseorang

senantiasa didasarkan pada kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan

situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat

langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah.

Jadi kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih

bergantung kepada pemahaman terhadap hubungan – hubunganyang ada didalam

suatu situasi. Mereka memberi tekanan pada organisasi pegamatan atas stimuli di

dalam lingkungan serta pada faktor yang mempengaruhi pengematran tersebut.

Page 14: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

1. Teori kognitif Gestalt

Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak

dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang

pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-

1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hokum-hukum pengamatan,

kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada

simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang

terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan

belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama

hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat

kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih

meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan

ganjaran.

2. Teori belajar Cognitive-field dari Lewin

Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar kognitiv-field

dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin

memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang

bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space

mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang –

orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang

ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan

dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua

macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari

kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting

pada motivasi dari reward.

3. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas

gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.

Page 15: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap

tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi

kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental

memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada.

Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Pada

intinya, perkembangan kognitif bergantung kepada akomodasi. Kepada siswa

harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia

tak daapat belajar dari apa yang telah diketahuinya.

4. Jerome Bruner dengan Discovery Learningnya

Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan

bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu bruner

memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana

murid mengorganisasi bahan pelajaran yang dipelajarai dengan suatu bentuk akhir

yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak tersebut. Bruner menyebutkan

hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi

seorang problem solver, seorang scientist, historian atau ahli matematika. Biarkan

murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka

mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti.

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling

penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam

dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan

proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu

konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan

ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran

behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan

pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar

adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan

Page 16: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991:

121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu

proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh

Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai

sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses

usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai

akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu

perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan

nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung

termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat

dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa

teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

5. Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat

terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses

berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut

tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema

atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung

pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

Page 17: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur dua

tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami

lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap,

mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan

kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang

penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku

yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya

dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser

darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur dua tahun hingga tujuh

tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk

selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan

adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat

banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya

yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda

dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih tujuh sampai sebelas tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam

upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu

menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-

anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai

sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh

pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus

mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti

logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur sebelas tahun sampai

limabelas tahun)

Page 18: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir

mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan

beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan

hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya

tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka

dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang

bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan

kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap

perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya

peneliti yang tertarik melakukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah

satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan

asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia

yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika

seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali

bahwa besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara

rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur antara

konsep besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang

dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap

sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya

perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang

individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata

penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis

(1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang

dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar

Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan

struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning

Page 19: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized

cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau

respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima

kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal

tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah

“hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis.

Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari

pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam

menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat

penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan

seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas

lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya

asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada

pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa

berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada

level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak

dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif

yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih

proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan

pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan

butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak

difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada

melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke

waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif

yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)

menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”.

Page 20: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan

Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan

menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang

bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga

dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat

ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan

level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan

maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1). Mode Sensorimotor

Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak

membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur

interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan

pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya

tacit knowledge.

2). Mode Iconic

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk

merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode

sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari

komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain

sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan

senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan

iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang berkembang

secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal ada pada

mode concrete symbolic.

Page 21: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

3). Mode Concrete Symbolic

Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka

mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk

tulisan, yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam

kehidupannya di dunia. Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan

logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem

simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di

sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic

adalah mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam

matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang

berada di sekitarnya.

4). Mode Formal

Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan

mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan

berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat

penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada

mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5). Mode Post Formal

Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara

deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris.

Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya

tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan

perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di

berbagai bidang.

Page 22: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO:

1). Tahap Pre-Structural.

Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang

bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah

kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.

2). Tahap Uni-Structural

Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu

konsep dengan konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum

dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap

ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan prosedur

sederhana.

3). Tahap Multi-Structural

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini

masih bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk

pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah

terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada

tahap ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan

siswa pada tahap ini antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan,

mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan

melakukan algoritma.

4). Tahap Relational.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta

tindakan dan tujuan. Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman

beberapa komponen dari satu kesatuan konsep, memahami peran bagian-

bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah konsep

pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan

kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan,

Page 23: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis,

mengaplikasikan, menghubungkan.

5). Tahap Extended Abstract

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-

konsep yang sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar

itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan sebuah

perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang

merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori,

membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta

membangun suatu konsep.

Page 24: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Konsep belajar behaviorisme merupakan proses perubahan tingkah laku

sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang

menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru.

2. Teori kognitivisme didasarkan pada kognisi,yaitu tindakan mengenal atau

memikirkan situasi dimana tingkah mengenal atau memikirkan situasi dimana

tingkah laku itu terjadi.

3. Teori belajar behaviorisme dan kognitivisme memiliki ciri khas masing-

masing. Teori-teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan

tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons

yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam

pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola

hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar

siswa dapat optimal.

4. Kedua konsep pembelajaran tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan

kekurangan. Tergantung kita sebagai tenaga pengajar mengambil nilai-nilai

positif yang tercantum didalamnya untuk kemudian digunakan sebagai

konsep belajar dan pembelajaran yang diterapkan sehingga hasil yang

diperolehpun lebih maksimal.

5. Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam.

Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori

behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar,

karakteristik siswa, dan sebagainya.

B.Saran

Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami

oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar,

sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami

Page 25: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan

yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang

berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

Page 26: TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK & KOGNITIF

DAFTRAR PUSTAKA

Baharuddin dan Wahyuni, Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogajakarta: Ar-Ruz Media Group.

Budiningsih A, 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Frida, dkk. Teori Belajar Behavioristik. http://docs.docstoc.com/orig 2220649/ 44939785-d09c-4d54-b98f-ae5b1b9ed912.ppt. Diakses 17 Januari 2011.

Novianty, 2008. Teori-Teori Belajar Yang Berpengaruh Terhadap Pelaksanaan Kbk http://sweetyhome.wordpress.com/2008/12/15/teori-belajar/. Diakses 17 Januari 2011.

Rida, dkk, 2009. Teori Belajar Aliran Psikologi Behavioristik, Kognitifistik Dan Humanistik. http://docs.docstoc.com/orig/1594716/9222ca26-61c6-4564-a5db-c0751a600084. Diakses 17 Januari 2011.