25
Tataran Linguistik (2) Morfologi 1)Morfem Morfem merupakan satuan fungsional yang berupa gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Identifikasi Morfem ~ Morfem memiliki kesamaan bentuk dan arti Contoh pada bentuk di bawah ini : - [Kedua] - [Ketiga] - [Keempat] Bentuk ke pada bentuk tersebut dapat dipilah dan dinyatakan sebagai satuan tersendiri dan menyatakan makna yang sama, yaitu tingkat/derajat sehingga dapat dinyatakan sebagai morfem.yang dimana bentuk dari kata diatas memiliki kesamaan bentuk begitu juga arti. Contoh lainnya adalah : - Meninggalkan - Ditinggal - Peninggalan Dalam bentuk ini, semua memiliki makna yang sama, namun sekilas bentuk penulisannya berbeda. Dalam hal ini terjadi perubahan bunyi. Secara dasar bentuk itu

Tataran Linguistik (2) - Cakrabuwana's Weblog | … · Web view... dan (-er-) pada kata seruling, dalam bahasa Sunda -ar- pada kata barudak dan tarahu. Dalam bahasa Sunda infiks ini

  • Upload
    dangque

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Tataran Linguistik (2)Morfologi

1) MorfemMorfem merupakan satuan fungsional yang berupa gramatikal terkecil yang

mempunyai makna.

Identifikasi Morfem

~ Morfem memiliki kesamaan bentuk dan arti

Contoh pada bentuk di bawah ini :

- [Kedua]

- [Ketiga]

- [Keempat]

Bentuk ke pada bentuk tersebut dapat dipilah dan dinyatakan sebagai satuan

tersendiri dan menyatakan makna yang sama, yaitu tingkat/derajat sehingga dapat

dinyatakan sebagai morfem.yang dimana bentuk dari kata diatas memiliki

kesamaan bentuk begitu juga arti.

Contoh lainnya adalah :

- Meninggalkan

- Ditinggal

- Peninggalan

Dalam bentuk ini, semua memiliki makna yang sama, namun sekilas bentuk

penulisannya berbeda. Dalam hal ini terjadi perubahan bunyi. Secara dasar bentuk

itu adalah sama. Sehingga bentuk tinggal dikatakan sebagai morfem.

Morf dan Alomorf

Morfem mempunyai bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem-

morfem yang sama. Bentu tersebut disebut alomorf. Alomorf merupakan

perwujudan tutur kata secara nyata dari morfem.

Perhatikan contoh berikut ini

- Melihat

- Membau

- Mendengar

Semua itu adalah morfem, walaupun jika ditinjau secara langsung bentuknya

berbeda. Bentuk itu merupakan distribusi dari (me-). Maka disimpulkan bahwa

bentuk itu adalah morfem. Bentuk-bentuk itu dinamakan alomorf. Selain alomorf

ada juga yang disebut Morf. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum

diketahui status morfemnya. Sedangkan Alomorf adalah nama untuk bentuk yang

sudah diketahui status morfemnya.

Klasifikasi morfem

Morfem diklasifikasikan berbagai macam kriteria.

a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

- Morfem bebas adalah morfem yang dapat muncul tanpa adanya morfem

lain dalam pertuturan.

Contoh : pulang, makan, bagus.

- Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat muncul jika tidak ada

morfem lain yang mengikatnya.

Contoh : juang, henti, gaul.

b. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

- Morfem utuh adalah morfem dasar yang merupakan satu kesatuan utuh.

Contoh : Meja, kursi, kecil, laut.

- Morfem terbagi adalah morfem yang merupakan dua buah bagian terpisah

atau terbagi. Morfem ini terdiri dari morfem utuh dan konfiks yang

merupakan morfem terbagi.

Contoh : kesatuan, perbuatan.

c. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental

- Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem

segmental. Berupa morfem-morfem yang berbentuk bunyi.

- Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsu-unsur

suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.

d. Morfem Beralomorf Zero

- Morfem beralomorf zero adalah morfem yang salah satu alomorfnya tidak

berwujud bunyi segmental maupun berupa unsur suprasegmental.

Contoh pada kalimat

I have a book (Tunggal)

I have two books (Jamak)

I have a sheep (Tunggal)

I have two sheep (Jamak)

Morfem {book} dalam bentuk tunggal. Morfem {book}+ morfem {-s}

dalam bentuk jamak, terdiri dari dari dua buah morfem yaitu {book} dan

{-s}. Sedangkan untuk sheep, morfem bentuk tunggal adalah {sheep},

sedangkan untuk jamak adalah morfem {sheep}+morfem {0}

e. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal.

- Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang memiliki makna

pada dirinya sendiri dan kedudukan secara otonom tanpa perlu adanya

proses dengan morfem lain.

Misalnya {kuda}, {pergi}, {lari}, {merah}.

- Morfem tidak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memiliki

makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru akan mempunyai

makna dalam gabungannya dengan morfem lain.Yang dimaksud morfem

tidak bermakna leksikal adalah morfem afiks, seperti {ber-},{ter-},{me-}.

Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)

Morfem dasar adalah sebuah bentuk dasar atau dasar dalam proses morfologi,

dimana bentuk yang dapat diberi afiks dalam afiksasi, dapat diulang dalam proses

reduplikasi, atau bisa digabung dalam morfem lain dalam proses

komposisi.Bentuk ini dapat berupa morfem tunggal atau dapat juga berupa

gabungan morfem.

Misalnya ;

Berbicara maka bentuk dasarnya adalah bicara

Dimengerti maka bentuk dasarnya adalah mengerti.

Pangkal (stem) adalah dasar dalam proses pembubuhan afiks inflektif. Dalam

bahasa Indonesia contohnya adalah menangisi, yaitu berupa

~ Bentuk pangkal tangisi; dan morfem {me-} adalah sebagai afiks inflektif.

Akar (root) digunakan sebagai penyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis

lebih jauh lagi. Artinya akar itu bentuk yang tersisisa setelah semua afiksnya.

Misalnya dalam bahasa inggris

~ Untouchables maka bentuk akarnya berupa touch

Dalam proses gramatika terdapat tiga macam morfem dasar ;

1. Morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial dapat

langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat dipergunakan dalam

ujaran. Misalnya morfem {meja}, {kursi}, dan {kuning}.

2. Morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan. Yang termasuk dalam

morfem ini adalah sejumlah morfem yang berakar verba, yang dalam

kalimat imperative atau kalimat sisipan tidak perlu imbuhan, dan kalimat

deklaratif imbuhannya yang dapat ditanggalkan.

3. Morfem dasar terikat, adalah morfem dasar yang tidak mempunyai potensi

untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses morfologi.

2) KataDalam tata bahasa tradisional, kata adalah satuan lingual yang selalu dibicarakan.

Hakikat Kata

Para tata bahasawan tradisional memberi pengertian bahwa kata adalah satuan

bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit

oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti.

Sedangkan para tata bahasawan structural, terutama penganut aliran

Bloomfield, kata tidak lagi dikatakam sebagai satuan lingual, tetapi sebagi satuan

yang disebut morfem.. Menurut mereka, kata adalah satuan bebas terkecil yang

tidak pernah diulas atau dikomentari, seolah-olah batasan itu sudah bersifat akhir.

Hakikat kata tidak dibahas khusu oleh mereka karena mereka melihat hierarki

bahasa sebagai: fonem, morfem, dan kalimat. Sedangkan tata bahasa tradisional

melihat hierarki bahasa sebagai: fonem, kata, dan kalimat.

Klasifikasi Kata

Klasifikasi kata atau penggolongan kata, dalam hal ini klasifikasi kata sesuai

tata bahasawan tradisional, mereka menggunakan criteria makna dan criteria

fungsi. Yang dimana criteria makna digunakan untuk mengidentifikasi kelas

verba, nomina, dan ajektifa. Sedangkan criteria fungsi digunakan untuk

mengidentifikasi preposisi, adverbial, pronominal, dan lain-lainnya. Hal tersebut

menyatakan beberapa aspek, yakni verba merupakan kata yang menyatakan

tindakan atau perbuatan, nomina kata yang menyatakan benda atau yang

dibendakan, dan konjungsi adalah kata yang bertugas sebagai penghubung kata

atau penghubung kalimat dengan bagian lain.

Sedangkan tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan

kontribusi kata itu dalam suatu struktur atau kontruksi. Misalnya nomina adalah

kata yang dapat berdistribusi dibelakang kata bukan. Verba merupakan kata yang

dapat berdistribusi di belakang kata tidak. Sedangkan ajektifa adalah kata yang

dapat berdistribusi di belakang kata sangat. Sehingga yang sering diganakan

dalam kehidupan sehari-hari adalah criteria para tata bahasawan strukturalis.

Ada juga kelompok linguis yang menggunakan criteria fungsi sintaksis

sebagai patokan untuk menentukan kelas kata. Secara umum subjek diisi oleh

nomina, predikat diisi oleh verba atau ajektifa, sedangkan objek diisi oleh nomina,

lau fungsi keterangan oleh adverbia.

Semua itu merupakan landasan-landasan pembagian kriteria kata, oleh karena

itu hal itu sangat perlu agar dapat mebagi dan menggolongkan kata. Dengan

mengenal kata maka akan tahu identifikasinya dan ciri-cirinya.

Pembentukan Kata

Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap

bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih

dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses

reduplikasi, maupun proses komposisi.

Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk kata-

kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif.

Inflektif

Alat yang digunakan untul penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang

mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal,

yakn perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.

Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan

perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektif disebut deklinasi. Konyugasi

pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, diatesis,

persona, jumlah, dan jenis Sedangkan deklinasi biasanya berkenaan dengan

jumlah, jenis, dai kasus.

Dalam sebuah kata yang sama, apabila terjadi perubahan bentuk yang

disesuaikan dengan kategori gramatikalnya, bentuk tersebut dalam morfologi

infleksional dinamakan paradigma infleksional.

Sedangkan bahasa Indonesia bukanlah tipe bahasa berfleksi. Verhaar (1978),

menyatakan bentuk-bentuk seperti membaca, dibaca, terbaca, kaubaca, dan

bacalah adalah paradigma infleksional. Dengan kata lain, bentuk-bentuk tersebut

merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas jeksikal yang

sama. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya.

Derivatif

Pembentukan kata secara infektif, tidak membentuk kata baru, atau kata lain

yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda

dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata

secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas teksikalnya tidak sama

dengan kata dasarnya. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan

makna. Sebab meskipun kelasnya sama tetapi memiliki makna yang berbeda.

Contohnya makanan dengan pemakan.

Proses Morfemis

Proses morfemis, atau proses morfologis, atau juga proses gramatikal,

khususnya pembentukan dengan afiks, telah disinggung dalam pembicaraan di

atas. Namun, afiksnya itu sendiri belum dibicarakan. Oleh karena itu, berikut ini

akan dibicarakan proses-proses morfemis yang berkenaan dengan afiksasi,

reduplikasi, konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intem.

Kiranya perlu juga dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.

Afiksasi

Afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk

dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks,

dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan

dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa.

Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.

Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat

berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi,

misalnya meja, beli, makan, dan sikat dalam bahasa Indonesia; atau go; write,

sing, dan like dalam bahasa Inggris.

a. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang

diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai

dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis afiks,

yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks

inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata

inflektif atau paradigma infleksional.

b. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti (me-)

pada kata menghibur dan (un-) pada kata Inggris unhappy.

c. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa

Indonesia, misalnya infiks (-el-) pada kata telunjuk, dan (-er-) pada kata

seruling, dalam bahasa Sunda -ar- pada kata barudak dan tarahu. Dalam

bahasa Sunda infiks ini cukup produktif, tetapi dalam bahasa Indonesia

tidak produktif.

d. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.

Umpamanya, dalam babasa Indonesia, sufiks (-an) pada kata bagian, dan

sufiks (-kan) pada kata bagikan.

e. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama

berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada

akhir bentuk dasar.

Contoh Konfiks : - (per-/-an) seperti terdapat pada kata pertemuan

- (ke-/-an) seperti pada kata keterangan

- (ber-/-an) seperti terdapat pada kata berciuman.

f. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul

dalam proses penggabungan dua buah unsur.

Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik

secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.

seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar

laki), dan reduplikasi denga perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar

balik). Reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang

tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang

diulang.

Bahasa Jawa dan bahas Sunda. Istilah-istilah itu adalah (a) dwilingga, yakni

pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki dan mlaku-mlaku

”berjalan-jalan”, (b) dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasa

dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, langak longok,

dan mondar-mandir; (c) dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti

lelaki, peparu, dan pepatah; (d) dwiwasana, yakn pengulangan pada akhir kata,

seperti cengengesan ”selalu tertawa” yang terbentuk dari cenges ”tertawa”, dan

(e) trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-

dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.

Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula

bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas

leksikal, melainkan hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja

berarti ”banyak meja” dan kecil-kecil yang berarti ”banyak yang kecil”. Yang

bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya

berbeda dengan bentuk dasarnya. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari

dasar laba dan pura-pura dari dasar pura.

Khusus mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa catatan

yang perlu dikemukakan, yakni :

Pertama, bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa

morfem dasar seperti meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti

pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa

bentuk gabungan kata seperi surat kabar yang menjadi surat-surat kabar atau surat

kabar-surat kabar.

Kedua, bentuk reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin: (1) proses

reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-

ton dan bermeter-meter; (2) proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul

oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-

lari dan ingat-ingat); (3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian

diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul--

memukul (dasamya kesatuan dan memukul.

Ketiga, pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin

harus berupa reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi

parsial. Misalnya, ayam itik -ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasamya

ayam itik dan sawah ladang) contoh yang reduplikasi penuh, dan surat-surat kabar

serta rumah-rumah sakit (dasamya surat kabar dan rumah sakit) contoh untuk

reduplikasi persial.

Keempat, banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa

Indonesia hanya bersifat paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau

kevariasian. Namun, sebenamya reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat

derivasional. Oleh karena itu, munculnya bentuk-bentuk seperti mereka-mereka,

kita-kita, kamu-kamu, dan dia-dia tidak dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa

Indonesia.

Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantis, yakni

dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal.

Misalnya, ilmu pengetahuan, hancur, luluh, dan alim ulama.

Keenam, dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang,

tua renta, dan segar bugar di satu pihak; pada pihak lain ada bentuk-bentuk seperti

mondar-mandir, tunggang-langgang, dan komat-kamit, yang wujud bentulrnya

perlu dipersoalkan. Kelompok pertama, yang salah satu komponennya berupa

morfem bebas dan komponen yang lain berupa morfem unik, apakah merupakan

bentuk reduplikasi berubah bunyi, ataukah berupa bentuk komposisi ? Kelompok

kedua, yang kedua komponennya bempa morfem terikat, apakah merupakan

bentuk reduplikasi atau bukan, sebab masing-masing komponennya tidak dapat

ditentukan sebagai bentuk dasamya. Jadi, manakah yang diulang? Begitu juga

dengan bentuk rama-rama, sema-sema, ani-ani, dan tupai-tupai; serta bentuk-

bentuk seperti pipi, kuku, sisi, dan titi, perlu dan bisa dipersoalkan apakah hasil

proses reduplikasi ataukah bukan.

Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan

morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah

konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.

Dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. Hal ini dapat

dipahami, karena dalam perkembangannya bahasa jndonesia banyak sekali

memerlukan kosakata untuk menampung konsep-konsep yang belum ada

kosakatanya atau istilahnya dalam bahasa Indonesia.

Produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menimbulkan

berbagai masalah dan berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan

makna yang berbeda-beda. Masalah-masalah itu antara lain masalah kata

majemuk aneksl, dan frase.

Para ahli tata bahasa tradisional, seperti Sutan Takdir Alisjahbana (1953),

yang berpendapat bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna

baru yang tidak merupakan gabungan makna unsur-unsumya.

Kelompok linguis lain, yang berpijak pada tata bahasa struktural menyatakan

suatu komposisi disebut kata majemuk, kalau di antara unsur-unsur

pembentuknya tidak dapat disisipkan apa-apa tanpa merusak komposisi itu. Bisa

juga suatu komposisi disebut kata majemuk kalau unsur-unsurnya tidak dapat

dipertukarkan tempatnya.

Ada lagi kelompok lain yang membandingkan dengan kata majemuk dalam

bahasa-bahasa Barat. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata majemuk dan bukan

kata majemuk berbeda dalam hal adanya tekanan.

Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah

kata majemuk kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas

leksikal unsur-unsurnya.

Verhar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut kata majemuk kalau

hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis.

Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata,

kata majemukj harus dibedakan dari idiom sebab kata majemuk adalah konsep

sintaksi,s edangkan idiom adalah konsep semantis.

Konversi, Modifikasi, Internal dan Suplesi

Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi dan transposisi,

adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lian tanpa

perubahan unsur segmental.

Modifikasi internal (sering disebut juga penam bahan internal atau perubahan

internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang

biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.

Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan

leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat tetapi maknanya tetap sama

dengan makna bentuk utuhnya Hasil proses pemendekan ini kita sebut

kependekan Misalnya bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm (utuhnya halaman)

l (utuhnya liter), hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan), dan SD (utuhnya

Sekolah Dasar).

Penggalan adalah kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama

dari bentuk yang dipendekkan itu Misalnya, lab, atau labo dari laboratorium dok

dari bentuk utuh dokter, dan perpus dan bentuk utuh perpustakaan Yang dimaksud

dengan smgkatan adalah hasil proses pemendekan

a. Pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari

gabungan (eksem. Misalnya: I (liter), R (radius), H. (haji), kg (kilogram),

km (kilometer), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan UI (Universitas

Indonesia).

b. Pengekatan beberapa huruf dari sebuah leksem. Misalnya: hlm (halaman),

dng (dengan), rhs (rahasia), dan bhs (bahasa).

c. Pengekalan hurut pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk

penggauti huruf yang sama. Misalnya: P3 (partai persatuan

pembangunan), P4 (pedoman penghayatan pengamalan Pancasila), Lp2P

{laporan pajak-pajak pribadi, dan P3AB (proyek percepatan pengadaan air

bersih).

d. Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah leksem.

Misalnya: As (asisten), Ny. (Nyonya), Okt (Oktober), Abd (Abdul), dan

pum (pumawirawan).

e. Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah leksem.

Misalnya: Ir (insinyur), Fa (Firma), Jo (juncto), dan Pa (perwira).

Akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan

sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf huruf

pertama berupa pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga

secara tak beraturan.

Pemendekan merupakan proses yang cukup produktif, dan terdapat hampir

pada semua bahasa. Produktifnya proses pemendekan ini adalah karena keinginan

untuk menghemat tempat (tulisan), tentu juga ucapan.

Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah

karena bahasa Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan

suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik.

Keproduktifan pemendekan ini dalam Bahasa Indonesia tampak juga dari

adanya bentuk yang sudah merupakan hasil pemendekan dipendekkan lagi karena

bentuk yang sudah merupakan kependekan itu diberi deskripsi lagi, sehingga

menjadi bentuk yang cukup panjang, dan karena itu pedu dipendekkan lagi.

Produktivitas Proses Morfemis

Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah

dapat tidaknya proses pembentukan kata itu terutama afiksasi, reduplikasi, dan

komposisi digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada

kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau

paradigmatis karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya

tidak sama dengan bentuk dasamya, trdak dapat dikatakan proses yang produktif.

Proses inflektif bersifat tertutup.

Proses derivasi bersifat terbuka. Artinya penutur suatu bahasa dapat

membuat kata kata baru dengan aroses tersebut. Proses derivasi adalah produktif,

sedangkan proses infleksi tidak produktif.

Namun, perlu diketahui ke produktifan proses derivasi ini, dan penambahan

alternan –alternan baru pada daftar derivasional, dibatasi oleh kaidah-kaidah yang

sudah ada. Misalnya pembentukan kata baru dengan prefiks memper- terbatas

pada dasar ajektival dan dasar numeral; dan tidak dapat ada dasar verbal

Selain itu perlu juga di perhatian, meskipun kaidah mengizinkan untuik

terbentuknya suatu kata, namun dalam kenyataan berbahasa bentuk-bentuk

tersebut tidak terdapat.

Tidak adanya sebuah bentuk yang seharusnya ada. Fenomena ini terjadi

karena adanya bentuk lain yang menyebabkan tidak adanya betnuk yang dianggap

seharusnya ada.

Dalam bahasa Indonesia yang ada tampaknya bukan kasus bloking,

melainkan ”persaingan” antara kata derivatif dengan bentuk atau konstruksi frase

yang menyatakan bentuk dasar dengan maknanya.

Bentuk-bentuk yang menurut kaidah gramatikal dimungkinkan

keberadaannya, tetapi ternyata tidak pernah ada, seperti mencatikan dan memisau

di atas disebut bentuk yang potensial yang pada suatu saat kelak mungkin dapat

muncul Sedangkan bentuk-bentuk yang nyata ada, seperti bentuk menjelekkan

dan bersepeda disebut bentuk-bentuk aktual.

Morfofonemik

Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi,

atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik

afiksasi, reduplikasi maupun komposisi.

Perubahan fonem dalam proses merfofonemik ini dapat berwujud: (1)

pemunculan fonem (2) pelesapan fonem (3) peluluhan fonem, (4)

perubahan fonem, dan (5) pergeseran fonem. Pemunculan fonem dapat kita lihat

dalam proses pengimbuhan prefiks me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi

membaca; di mana terlihat muncul konsonan sengau /m/ Juga dalam proses

pengimbuhan sufiks -an dengan bentuk dasar hari yang menjadi /hariyan / di mana

terlihat muncul konsonan /y/ yang semula tidak ada. Pelesapan fonem dapat kita

lihat dalam proses pengimbuhan akhiran wan pada kata sejarah di mana fonem /h/

pada kata sejarah itu menjadi hilang; juga dalam proses penggabungan kataanak

dan partikel -nda di mana fonem /k/ pada kata anak menjadi hilang dan juga dalam

pengimbuhan dengan prefiks ber- pada kata renang di mana fonem /r/ dan prefiks

itu dihilangkan.

Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan dengan

prefiks me- pada kata sikat di mana fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan

desenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dan prefiks tersebut.

Proses perubahan fonem dapat kita lihat pada proses pengimbuhan prefiks

ber- pada kata ajar di mana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.

Proses pergeseran fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel

yang satu ke silabel yang lam biasanya ke silabel berikutnya dalam prose

pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab di mana-fonem /b/ yang semula berada

pada silabel /wab/ pindah kesilabel /ban/.

Seperti tampak dari namanya, yang merupakan gabungan dari dua bidang

studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfoiogi dan fonemik, bidang kajian

morfonologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran

morfologi, tetapi sebenamya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian

ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam

kajian morfologi terutama dalam proses afiksasi reduplikasi dan komposisi.

Masalah morfofonemik ini terdapat hampir pada semua bahasa yang mengenal

proses-proses morfologis.

Nama : Rizal Listyo Mahardhika

Rombel : 1

Kelas : 1B

NIM : 1402408125