Upload
thezol-seloon
View
96
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Syok Hivopolemik
A. Definisi
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan
ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan
tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial.
Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular.
Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini
akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg.
Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik).
B. Etiologi
Kehilangan darah
Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini diodalam
thoraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas
Kehilangan Plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cidera berat atau
inflamsi peritoneal
Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan melalui
jalur gastrointestinal, urinarius, atau kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian
yang adekuat.
C. Patofisiologi Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi
utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang
rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,
arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot,
dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari
apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I,
yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya
akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik
Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai
respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung
ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis,
duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
D. Tanda-tanda Klinis
Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok. Ansietas, tidak tenang,
takut, apatis, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini menunjukkan adanya
perfusi cerebal yang menurun.
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat Hipovolemia adalah adanya pengurangan selisih
antara tekanan siastolik dan sistolik. Ini merupakan akibat adanya peningkatan tekanan
diastolic yang disebabkan oleh vasokontraksi atas rangsangan simpatis. Tekanan sistolik
dipertahankan pada batas normal sampai terjadinya kehilngan darah 15-25 %.
Denyut Nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik untuk syok.
Tatikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan beta bloker.
Pernafasan
Takipneu adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering ditemukan pada tahap awal
syok.
Kulit
Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan mudah berubah
menjadi pucat
Vena-vena ekstremitas menunjukkan tekanan yang rendah ini yang dinamakan vena perifer
yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.
Gejala Lain
Pasien mengeluh mual, lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus yang sangat.
1. Tahap Syok Hipovolemik
Tahap I :
terjadi bila kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat
Dipertahankan
Tahap II:
terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
Tahap III
bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat
terjadi iskemik pada organ
terjadi ekstravasasi cairan
E. KLASIFIKASI
Absolut
kehilangan darah dan seluruh Komponennya
Trauma
Pembedahan
Perdarahan gastrointestinal
Kehilangan plasma
Luka bakar
Lesi luas
kehilangan cairantubuh lain
ü Muntah hebat
ü Diare berat
ü Diuresis massive
Relatif
kehilangan integritas pembuluh Darah
Ruptur limpa
Fraktur tulang panjang
Atau pelvis
Pankreatitis hemoragi
Hemothorax / hemoperitoneum
Diseksi arteri
Peningkatan permeabilitas Membran kapiler
Sepsis
Anaphylaxis
Luka bakar
penurunan tekanan osmotik koloid
Pengeluaran sodium hebat
Hypopituitarism
Cirrhosis
Obstruksi intestinal
a. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Solusio plasenta Kehamilan ektopik
Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa
b. MASALAH LAIN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN
Perdarahan gastrointestinal
Trauma tembus
c. LANGKAH DIAGNOSIS
Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari
kondisi pasien itu sendiri.
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin,
kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma),
dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi
secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan
menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang operasi.
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia
langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di
unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai
terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric
lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah
pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi
pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas
tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif
jarang, namun pernah dilaporkan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan
dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau
tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.
d. Penatalaksanaan
Penanganan Sebelum di Rumah Sakit
Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian
atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja
mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin,
dan memulai penanganan yang sesuai. Penekanan sumber perdarahan yang tampak
dilakukan untuk mencegah kehilangan darah yang lebih lanjut.
Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma. Vertebra
servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin, dan
dipindahkan ke tandu. Fiksasi fraktur dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler
dan kehilangan darah.
Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi segera
pasien ke rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di rumah
sakit. Penanganan definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di
rumah sakit, dan kadang membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan
pada penanganan seperti terlambat dipindahkan sangat berbahaya.
Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma),
menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan
sirkulasi.
Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi
aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok.
Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat
merusak pada pasien dengan syok hipovolemik.
Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi.
Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat
dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat
pemindahan pasien sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera
pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus
dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan.
Pada tahun-tahun terakhir ini, telah terjadi perdebatan tentang penggunaan Military
Antishock Trousers (MAST). MAST diperkenalkan tahun1960-an dan berdasarkan
banyak kesuksesan yang dilaporkan, hal ini menjadi standar terapi pada penanganan
syok hipovolemik sebelum ke rumah sakit pada akhir tahun 1970-an. Pada tahun
1980-an, “American College of Surgeon Commite on Trauma” memasukkan
penggunaannya sebagai standar penanganan pasien trauma dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala syok.
Sejak saat itu, penelitian telah gagal untuk menunjukkan perbaikan hasil dengan
penggunaan MAST. “American College of Surgeon Commite on Trauma” tidak lama
merekomendasikan penggunaan MAST.
Pemantauan
Parameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan : denyut jantung,
Frekuensi pernafasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin.
Pengeluaran urin yang kurang dari 30ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam) menunjukkan perfusi ginjal
yang tidak adekuat
Penatalaksanaan pernafasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau
Kanula. Jalan napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandubula
yang tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah
arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan
secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubisi dan diventilasi
dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 sampai 15
ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 permenit. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100mmHg. Jika pasien “melawan” terhadap ventilator, maka
obat sedatif atatu pelumpuh otot harus diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk
menghasilkan oksigenase yang adekuat, atau jika fungsi paru-paru menurun harus
menambahkan 3-10 cm tekanan ekspirasi akhir positif
Pemberian cairan
1. Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan ringer laktat atau
larutan garam fisiologis secara cepat. Umumnya paling sidikt 1-2 liter larutan RL
harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagio bila
dibutuhkan.
2. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi
bahwa kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung harus
dilakukan tranfusi darah pada pasien ini secepat miungkin dan kecepatan serta
jumalah yang diberikan disesuaikan dari respon yang dipantau.
3. Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock Trousers)
Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST bermanfaat sebagai terapi tambahan
pada terapi penggantian cairan. Pakaian MAST ini dikenakan pada kedua tungkai atau
abdoomen pasien, dan masing-masing ketiga kompartemen individual ini dapat
dikembungkan. Pakaian ini meristribusikan darah dari ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral
dan mengurangi darah arterial ke tungkai dengan memprkecil diameter pembuluh darah.
Kontra indikasi pemakaian MAST
Edema paru yang bersamaan
Kehamilan . Ini hanya ber4laku pada kompartemen abdomen
Hal yang peerlu diperhatikan
Pakaian mast dapat meningkatkan kejadian perdarahan karena cidera diafragmatik.
Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang cedera dapat menyebabkan timbulnya
sindrom kompartemen pada fascia.
Vasopresor
Pemakain vasopresor pada penangan syok hipovolemik akhir-akhir ini kurang disukai
alasannya adalah bahwa ha ini akan lebih megurangi perfusi jaringan. Vasopresor dapat
diberikan sebagai tindakana sementara untuk meningkatkan tekanan darah sampai
mendapatkan cairan pengganti yang adekuat.
Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner atau
penyakit pembuluh darah otak yang berat, hal yang digunakan adalah Norepineorin 4-8 Mg
yang dilarutkan dalam 500 ml 5% dekstrosa dalam air ( D5W, atau metaraminor, 5-10 ml
yang dilarutkan dalam 500ml D5W yang bersifat pasokonstriktor predominan dengan efek
yang minimal pada jantung.
Dosis harus disesuaikan dengan tekanan darah.
1. Komplikasi
Sekuel neurologi
Kematian
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian primer
Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara
dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas
tambahan seperti snoring.
Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara
napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya
trauma pada dada.
Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang
hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non
steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.
Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai hal
berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam
(termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua
wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka
hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Gejala-gejala syok
seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua
pasien. Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada
pembuluh darah. Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang
menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri
perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.
Exposure: Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa
informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya,
cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi
akibat kecelakaan kendaraan bermotor)
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus
dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok.
Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga
pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi
kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak
mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang.
Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata.
Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi awal.
1. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar
10%
Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan
tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah diastolik.
o Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah
sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti
kebingungan atau agitasi.
o Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik.
o Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap
cairan.
o Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan
nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak
ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan
kulit dingin dan pucat.
o Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
2. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
3. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
4. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok.
Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade
jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea,
suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi,
dan defisit neurologis)
Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian
luar tubuh:
Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah,
karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh
darah, atau laserasi paru.
Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal.
kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda
fraktur femur dan perdarahan dalam paha).
Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen
harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti
adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-
tanda memar atau perdarahan.
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai “double set-up” di
ruang operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa
DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL MENURUT NANDA
Defisit volume cairan
Penurunan curah jantung
Resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Memahami tanada dan Gejala Syok anafilaktik.
http://www.blogdokter.net/2010/06/20/memahami-tanda-dan-gejala-syok-anafilaktik/ .
Diakses tanggal 28 Maret 2011
Anonim. 2012. Syok Hipovolemik. http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-
hipovolemik/. diadopsi dari Paul Kolecki, MD, FACEP, Associate Professor, Department of
Emergency Medicine, Thomas Jefferson University Hospital, Director of Undergraduate
Emergency Medicine Student Education, Jefferson Medical College, Philadelphia, PA,
Consultant, Philadelphia Poison Control Center, Philadelphia, PADiakses tanggal 17 januari
2012
Eliastham, Michael. Dkk. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5 ed.).1998. Jakarta.
EGC
IOWA Project. 2009. NANDA Nursing Diagnosis. USA : Mosby
IOWA Project. 2009. Nursing Intervention Classification. USA : Mosby
IOWA Project. 2009. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
Jevan, Philip, Beverley ewens, melame Humprays. 2008. Nursing Medical Emergency
patiens ( 3 Ed.) Blackwell: United Kingdom
Urden,L. D;Stesi, K.M. &Lough, M.E. (2006). Critical care Nursing: Diagnosis and
management (5 ed.. Misouri: Mosby
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of
Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.