32
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai. Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian. Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan 1

Syok Cardiogenik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

syok cardio

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

I.I Latar BelakangSyok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok irreversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai. Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.Tingkat insiden syok kardiogenik berkisar antara 5-10% pada pasien dengan MI akut. Dalam Studi Worcester Heart Attack, sebuah komunitas analisis luas, tingkat insiden yang dilaporkan adalah 7,5% . Pada studi besar di Negara maju, pasien IM yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar antara 4,2% sampai 7,2%. Riwayat tingkat kematian dari syok kardiogenik adalah 80-90%.Penelitian terbaru telah melaporkan tingkat kematian di Rumah Sakit lebih rendah, di kisaran 56-67%. Dengan munculnya Trombolitik, meningkatkan prosedur intervensi, dan terapi medis yang lebih baik untuk gagal jantung, tingkat kematian dari syok kardiogenik diperkirakan menurun.Keseluruhan insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita karena tingginya prevalensi penyakit arteri koroner pada laki-laki. Namun, persentase pasien wanita dengan IM yang berkembang menjadi syok kardiogenik lebih tinggi dibandingkan dengan pria.

I.II Rumusan Masalah1. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Syok kardiogenik ?

I.III Tujuan Tujuan umum1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan terhadap pasien dengan Syok Kardiogenik.Tujuan khusus1. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi2. Untuk mengetahui Deinisi3. Untuk mengetahui Etiologi4. Untuk mengetahui Klasifikasi5. Untuk mengetahui Patofisiologi6. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik8. Untuk mengetahui Penata Laksanaan9. Untuk mengetahui Pencegahan 10. Untuk mengetahui Pohon masalah

.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.

2.2 Definisi Istilah medis "syok" mengacu pada keadaan di mana suplai darah dan oksigen tidak mencukupi dalam mencapai organ-organ penting dalam tubuh, seperti otak dan ginjal. Syok dapat menyebabkan tekanan darah sangat rendah dan dapat mengancam nyawa. Syok memiliki beberapa penyebab. Syok kardiogenik hanyalah salah satu jenis syok .Syok Cardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.

2.3 EtiologiPenyebab spesifik syok kardiogenik adalah sebagai berikut: 1. Kegagalan ventrikel kiri a. Disfungsi sistolik (penurunan kontraktilitas) - Iskemia / MI - Global hypoxemia - Penyakit katup - Myocardial depressant drugs (misalnya, beta-blockers, calcium channel blockers, antiaritmia) - Myocardial contusion - Pernafasan asidosis - Kekacauan metabolik (misalnya asidosis, hypophosphatemia, hypocalcemia) b. Disfungsi diastolik / peningkatan kekakuan diastolik miokard - Iskemia - Hipertrofi ventrikular - Restriktif kardiomiopati - Konsekuensi hypovolemic yang berkepanjangan atau syok septik - Ketergantungan ventrikular (Ventricular interdependence) - Kompresi eksternal oleh tamponade perikardial c. Afterload yang sangat meningkat - Stenosis aorta - Hipertrofi kardiomiopati - Obstruksi saluran keluar aorta yang dinamis- Coarctatio aorta - Hipertensi maligna d. Katup atau kelainan struktural - Mitral stenosis - Endokarditis - Mitral aortic regurgitation - Obstruksi karena trombus atrium atau myxoma - Disfungsi atau rupture otot papiler - Ruptur septum atau dinding bebas aritmia e. Penurunan kontraktilitas - Infark RV - Iskemia - Hipoksia - Asidosis

2. Kegagalan ventrikel kanan a. Afterload yang sangat meningkat- Emboli paru - Penyakit vaskular paru (misalnya, arteri pulmonal hipertensi, penyakit veno-oklusi) - Hypoxic pulmonary vasoconstriction - Peak end-expiratory pressure - Alveolar tekanan tinggi - Acute respiratory distress syndrome (ARDS)- Fibrosis paru - Gangguan bernafas saat tidur- Penyakit paru obstruktif kronik b. Aritmia - Atrial dan ventrikular aritmia (takikardia-dimediasi cardiomyopathy) - Abnormalitas konduksi (misalnya atrioventrikular blok, sinus Bradycardia).

2.4 Klasifikasi Menurut Scheidt dan kawan-kawan (1973) kriteria syok kardiogenik dalam penelitian mereka adalah : 1. Tekanan sistolik arteri 12 mmHg.4. Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O, dianggap menyingkirkan kemungkinan hipovolemia.Keadaan ini disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti pada renjatan lain, yaitu: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardia, dan lain- lain.Tiga komponen utama syok kardiogenik telah termasuk dalam definisi ini, yaitu adanya: gangguan fungsi ventrikel, bukti kegagalan organ akibat berkurangnya perfusi jaringan, tidak adanya hipovolemi atau sebab-sebab lainnya.

2.5 Patofisiologi Syok kardiogenik dicirikan sebagai lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan serta penurunan cardiac output. Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsi diastolik, pemicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (>18mmHg) seperti pada kongesti paru. Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan (inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok.Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines). Refractory sustained ventricular atau takiaritmia atrium (atrial tachyarrhythmias) dapat menyebabkan atau memperburuk (exacerbate) syok kardiogenik. Infark yang meluas melalui ketebalan miokardium sepenuhnya dan mengakibatkan ruptur septum interventricular, otot papillary, atau ventricular free wall yang dapat menyebabkan terjadinya syok. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa iskemi miokardial menyebabkan disfungsi pompa yang berkembang menjadi kegagalan pompa, diikuti oleh aktivasi simpatetik kompensatorik, yang dapat meningkatkan kebutuhan miokardial dan memperburuk iskemi yang sedang terjadi (ongoing ischemia).

2.6 Manifestasi Klinis1. Nyeri dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)2. Hipoperfusi jaringan.3. Keadaan mental tertekan/depresi (depressed mental status).4. Anggota gerak teraba dingin (cool extremities).5. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).6. Tachycardia/takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit).7. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90110 kali/menit,atau bradikardi berat (severe bradycardia) karena terdapat high-grade heart block. 8. Tachypnea, Cheyne-Stokes respirations.9. Hipotensi: tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.10. Diaphoresis (= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspiration/perspirasi, sudation, sweating).11. Poor capillary refill.12. Distensi vena jugularis (jugular vena distention, JVD).13. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.14. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.15. Suara nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales (= rattles, rattlings) dari edem paru akut (acute pulmonary edema).16. S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.17. Pulmonary edema pada hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal jantung kanan

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Fisika. Nyeri dada (chest pain).b. Sesak, sukar/sulit bernafas (= dyspnea, dyspnoea).c. Jugular venous distention (JVD).d. Edem paru (pulmonary edema).e. Abnormal heart sounds and murmurs.f. Peripheral edema.g. EKG abnormalities.

Pemeriksaan Penunjang1. Electrocardiography (elektrokardiografi) Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan suatu pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk penyebabpenyebab lainnya dari syok kardiogenik. Menurut Mubin (2008), gambaran EKG penderita syok kardiogenik umumnya infark miokard akut (IMA). Hasil pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008): Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.2. Radiografi Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:a. Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.b.Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.c.Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita syok kardiogenik:a. Kardiomegali ringanb. Edema paru (pulmonary edema)c. Efusi pleurad. Pulmonary vascular congestione. Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard sebelumnya.3. Bedside echocardiographyIni berguna untuk menunjukkan: a. Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function)b. Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).c. Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.4. Laboratoriuma. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap diperlukan untuk evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial diagnosis).b. Pemeriksaan enzim jantung.c. CBC and serum electrolyte panel.d. Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).e. Gas darah arteri.f. Studi koagulasiPenemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):a. Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.b. Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise progressively). c. Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion). d. Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).e. Gas darah arteri(arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis. f. Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fraction-nya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

2.8 Penatalaksanaan 1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bila tidak sadar sebaiknya diakukan intubasi3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi. 4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PaO2 70-120 mmHg. a. PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah) minimal 60 mmHg b. Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen inspirasi) maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah) c. Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkan oksigenasi yang adekuat.5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrikus sesuai dosis.7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine > 0,5 ml/kgBB/jam. 8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks. 9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin. 10. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau intra muskular : 3-4 x/hari. 11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi: a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dappat diatasi dengan pemberian digitalis. b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus diatasi dengan pemberian sulfas atropin.12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara parenteral (koreksi hipovolemia) dengan menggunakan pedoman dasar PCWP atau pulmonary artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP.

Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam penanganan syok kardiogenik. Caranya: a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulit untuk mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume cairan intravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah atau tidak meningkat > 2 mmHg di atas nilai awal (atau jika CVP tetap atau tidak meningkat > 2-3 cmH2O di atas nilai awal), maka diberikan cairan tambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit. b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2 mmHg atau tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O), tekanan darah tetap stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau semakin bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa PCWP atau PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP atau PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat sampai 15 cmH2O). c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18 mmHg (atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan PCWP atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya gejala klinis kongesti paru. d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai awal CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan tes toleransi cairan intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian vasodilator

Jenis cairan yang digunakan tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik. Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara sederhana untuk menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam penanganan syok kardiogenik. Caranya: a. Bila PCWP atau PAEDP < 15 mmHg (atau CVP < 12 cmH2O), sulit untuk mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut, volume cairan intravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai 18 mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100 ml cairan (D5%) melalui infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis, perbaikan syok secara klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak semakin berat, dan bila PCWP atau PAEDP tidak berubah atau tidak meningkat > 2 mmHg di atas nilai awal (atau jika CVP tetap atau tidak meningkat > 2-3 cmH2O di atas nilai awal), maka diberikan cairan tambahan sebanyak 200 ml dalam waktu 10 menit. b. Bila selanjutnya PCWP atau PAEDP tetap stabil atau tidak meningkat > 2 mmHg atau tidak melebihi 16 mmHg (atau jika CVP tetap < 15 cmH2O), tekanan darah tetap stabil atau meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau semakin bertambah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam sampai tekanan darah dan gejala klinis syok lain menghilang. Periksa PCWP atau PAEDP (atau CVP), tekanan darah, dan paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP atau PAEDP akan meningkat sampai 15-18 mmHg (atau CVP meningkat sampai 15 cmH2O). c. Jika pada awal pemeriksaan didapatkan nilai PCWP atau PAEDP antara 15-18 mmHg (atau nilai CVP awal 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10 menit. Pemberian cairan selanjutnya tergantung dari peningkatan PCWP atau PAEDP (atau CVP), perubahan tekanan darah, dan ada tidaknya gejala klinis kongesti paru. d. Jika nilai PCWP atau PAEDP pada awalnya 20 mmHg atau lebih (atau jika nilai awal CVP 20 cmH2O atau lebih), maka tidak boleh dilakukan SYOK KARDIOGENIK article by MiSC Kardiovaskular fkuii.org 10 tes toleransi cairan intravena, dan pengobatan dimulai dengan pemberian vasodilator. e. Jika PCWP atau PAEDP menunjukan nilai yang rendah (< 5 mmHg), atau jika nilai CVP < 5cmH2O, infus cairan dapat diberikan walaupun didapatkan edema paru akut. f. Jika pasien menunjukan adanya edema paru dengan nilai PCWP atau PAEDP yang rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infus cairan menyebabkan peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali. 13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera. 14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien dapat berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan dalam regimen terapi. a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal jantung kiri dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload dapat dilakukan sebagai terapi pertama. - Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan nitroprusid. Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor terhadap tekanan darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kg BB/menit (dosis awal jangan lebih dari 10 mg/menit), kemudian dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan darah SYOK KARDIOGENIK article by MiSC Kardiovaskular fkuii.org 11 menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5 mg/kg BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip jika disertai bradikardia. - Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin. - Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi. - Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap, maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan. b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana tim ballon perlu digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini - Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama dengan dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah SYOK KARDIOGENIK article by MiSC Kardiovaskular fkuii.org 12 e. Jika PCWP atau PAEDP menunjukan nilai yang rendah (< 5 mmHg), atau jika nilai CVP < 5cmH2O, infus cairan dapat diberikan walaupun didapatkan edema paru akut. f. Jika pasien menunjukan adanya edema paru dengan nilai PCWP atau PAEDP yang rendah dan dalam penanganan dengan pemberian infus cairan menyebabkan peningkatan kongesti paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali. 13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera. 14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien dapat berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan dalam regimen terapi. a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal jantung kiri dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload dapat dilakukan sebagai terapi pertama. - Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan nitroprusid. Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor terhadap tekanan darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kg BB/menit (dosis awal jangan lebih dari 10 mg/menit), kemudian dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila tekanan darah menurun, terjadi takikardi, dan bila peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal 5 mg/kg BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit atau Isoproterenol drip jika disertai bradikardia. - Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin dengan dosis 2-5 mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin diganti dengan dopamin. - Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi. - Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap, maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan. b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana tim ballon perlu digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini - Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama dengan dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai 80-90 mmHg, kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin. - Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk terapi awal dengan dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang adrenergik perifer, lebih baik digunakan norepinefrin. - Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dobutamin tidak dapat digunakan secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat. c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2, tekanan sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan ini sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan dan sering menunjukan respon dengan terapi cairan. - Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan pemberian cairan secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kana > 20 mmHg. - Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan ini pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin. - Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation. 15. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi jumlah miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insiden sindrom syok kardiogenik akan berkurang. Penelitian GUSTO I menunjukan angka mortalitas untuk 6 minggu follow up 58% pada pasien syok kardiogenik yang mendapat terapi trombolisis dan aspirin serta heparin. Pada GUSTO I TPA lebih baik dari streptokinase bila tidak ada syok dan insiden syok juga lebih kecil, tetapi pada syok mortalitas pada streptokinase lebih rendah walaupun secara statistik tidak bermakna. 16. Sementara menunggu uji yang membandingkan angioplasti dan terapi medis, saat ini dianggap bahwa angioplasti direk lebih superior daripada terapi suportif semata-mata maupun terapi trombolitik. Keberhasilan percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA) terutama bila dilakukan pada 24 jam pertama setelah timbulnya gejala syok kardiogenik, pada pasien berusia < 65 tahun, dan dengan single-vessel disease. Kegagalan PTCA terutama dikaitkan dengan usia pasien yang lanjut (> 70 tahun) dan riwayat infark sebelumnya. Data-data menunjukan PTCA pada syok kardiogenik menurunkan angka kematian menjadi 46% atau kurang. PTCA sebaiknya dikerjakan dengan support IABP. Semula PTCA dengan balon saja untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat secepatnya pada kasus-kasus infark menunjukan hasil lebih baik dari trombolisis. Akhir-akhir ini dengan pemasangan stent pada kasus infark akut menunjukan hasil lebih baik dari angioplasti dengan memakai balon saja, terutama untuk mencegah penyempitan kembali. Angka mortalitas didalam rumah sakit untuk pasien infark akut yang dilakukan angioplasti primer 2-6%, tetapi pada infark akut dengan syok kardiogenik yang dilakukan PTCA, angka kematian di rumah sakit masih tinggi, menurut PAMI 39%, dan GUSTO 38%. 17. Harapan hidup jangka panjang yang mengecewakan dari penanganan syok kardiogenik akibat infark miokard dengan terapi medis telah mendorong dilakukannya tindakan bedah revaskularisasi dini pada pasien yang telah stabil dengan terapi farmakologis dan IABP. Guyton menyimpulkan bahwa coronary-artery bypass surgery (CABS/CABG) merupakan terapi pilihan pada semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard, kecuali pada kelompok oktogenarian. CABS juga dianjurkan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan tindakan angioplasti. Tindakan operasi dilakukan apabila didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis. Bedah revaskularisasi sebaiknya tidak dilakukan pada pasien oktogenarian, pasien dengan LVEDP > 24 mmHg, skor kontraktilitas ventrikel kiri > 13, dan adanya kerusakan pada organ sistemik yang irreversibel. Pada pasien dengan kerusakan mekanik, misalnya robeknya otot papilaris, robeknya septum interventrikel, maka tindakan operasi akan efektif terutama bila revaskularisasi juga dapat dilaksanakan. Kumpulan data dari 370 pasien dari 22 studi menunjukan CABG yang dilakukan pada pasien dengan infark jantung akut dan syok kardiogenik mempunyai mortalitas sebesar 36%. CABG perlu dipertimbangkan pada pasien dengan penyempitan di banyak pembuluh darah (multivessel disease) dan bila PTCA tidak berhasil. 18. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan miokard irreversibel, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.2.9 PencegahanDalam keadaan tertentu, syok kardiogenik dapat dicegah dengan mengidentifikasi lebih dini pasien berisiko dan menurunkan beban kerja jantung. Hal ini dapat dicapai dengan memulihkan energi pasien, dengan cepat menghilangkan angina, dan pemberian oksigen suplemen. Namun demikian, sering kali syok kardiogenik tidak dapat dicegah. Dalam keadaan demikian, penatalaksanaan keperawatan mencakup bekerja dengan tim manajemen lain untuk mencegah syok lebih memburuk dan untuk memulihkan fungsi jantung dan perfusi jaringan yang adekuat.

3.0 Pohon Masalah

Iskemia miokardial

Disfungsi pompa jantung

Kegagalan pompa jantung

Aktivitas simpatetik kompensatorikPeningkatan kebutuhan miokardial

Memperburuk iskemia

Disfungsi sistolikcardiac output

Stroke volumeTekanan arteri

Hipoperfusi miokardiumDisfungsi diastolik

Pemicu peningkatan tek. End-diastolic

Iskemia lanjutan

Penurunan kontraktilitas miokardium

BAB IIIASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN DIAGNOSASYOK KARDIOGENIK

3.1 PengkajianAktifitas / istirahatGejala : iskemia, anemia, infeksi, emboli paru, kelebihan cairan. Tanda : lemas, pucat, letih.SirkulasiGejala : riwayat syok kardiogenik dan sebelumnya pernah mengalami penyakit infark miokard, angina, atau gagal jantung kongestif.Tanda : gagal memompa, penurunan aliran vena, frekuensi jantung, frekuensi nadi, bunyi napas, bunyi jantung, irama jantung.Integritas EgoGejala : takut, stress, b/d penyakit atau kepribadian.Tanda : berbagai manifestasi, mis takut, marah.Eliminasi Gejala :periksa urine, warna, bau.Makanan / cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, mual muntah.Tanda : distensi abdomen, oedem.Hygiene Gejala : keletihan / kelemahan selama aktifitas perawatan diri.Tanda : perawatan menandakan perawatan profesional.Neurosensori Gejala : kelemahan.Tanda : penurunan perilaku.Nyeri / ketidaknyamananGejala : nyeri dada, angina akut.Tanda : tidak tenang, gelisah, perilaku melindungi.Pernapasan Gejala : dipsnea saat aktifitas, menggunakan alat-alat bantu.Keamanan Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan.Interaksi sosialGejala : penurunan keikutsertaan dalam aktifitas sosial yang biasa dilakukan.

3.2 Diagnosa Keperawatan1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan2. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan kegagalan pompa jantung3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kegagalan pompa miokardium4. Kecamasan, ketakutan berhubungan dengan status syok, gejala syok dan prognosis

3.3 Perencanaan keperawatan1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringanIntervensi : Pertahankan jalan nafas tetap efektif Antisipasi penggunaan bantuan jalan nafas Antisipasi penggunaan ventilasi manual via bag-valve-mask jika ventilasi tidak adekuat Siapkan ventilasi mekanik (dengan atau tanpa PEEP) setelah pemasangan bantuan jalan nafas Berikan oksigen aliran tinggi juka respirasi adekuat Jika tidak ada nadi, sipakan untuk BHD/BHL Melakukan pemasangan infuse, ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium, berikan larutan normal saline2. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan kegagalan pompa jantung-Koreksi adanya deficit volume sebelumnya atau peningkatan preload (infark ventrikel kanan) ini kontra indikasi untuk klien dengan kongestif pulmonal-Infuse bolus cairan sedikit : normal saline, RL, produk darah, koloid- Monitoring hemodinamik-Peroleh specimen AGD, serta tentukan adanya ketidak seimbangan asam-basa dan hipoksemia yang mengancam-lakukan pemasangan kateter urine-Lakukan pemasangan NGT3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kegagalan pompa miokardium-pemberian obat : a. penurunan preload : furosemid, nitrogliserin, morfin sulfatb. peningkatan kontraktilitas: dopamine, hidroklorid, dobutamin hidrokolid, amrinon laktat, milrinonc. penurunan afterload : nitropusside, nitrate, ACE inhibitor (captopril)d. peningkatan afterload : norepinefrin, epinefrin4. Kecamasan, ketakutan berhubungan dengan status syok, gejala syok dan prognosis -Minimalisir stimuli lingkungan-Jelaskan semua prosedur dan kejadian-Anjurkan untuk menanyakan atau menyatakan secara verbal rasa takut klien-Tetap dekat dengan klien jika memungkinkan-Anjurkan kluarga klien tetap tenang-Kaji dan monitor secara kontinu respon klien

3.4 Implementasi- Dengan cara memberikaan obat-obatan intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan usaha untuk menurunkan beban awal dan akhir, serta pemasangan pompa balon intra Gorta.- Obat-obatan intropik positif, seperti dobutamin dan amsinol dipakai untuk meningkatkan kontraktilitas.- Dengan alat bantu, ventrikular asist defices (VADS).3.5 Evaluasi - Klien harus selalu di pantau dengan cara mengukur nadi, tekanan darah, periksa juga bunyi jantung, bunyi nafas, irama jantung, frekuansi janutng dan pemeriksaan fisik lainnya.- Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan inkubasi. - Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.- Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan maskin.

BAB IVPENUTUP

4.I KesimpulanBerhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

4.2 Saran4.2.1 Bagi masyarakat Penataan kembali lingkungan, gaya hidup program sanimas dan pencegahan terhadap penyakit menular, lebih mengutamakan perilaku hidup sehat dan mampu memberikan penjelasan terhadap penyakit menular maupun penyakit tidak menular.4.2.2 Bagi mahasiswa Agar lebih mengembangkan makalah yang telah dikaji dalam pembuatan asuhan keperawatan dan diharapkan kelangkapan datanya agar sistematika, aktual, dan valid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 942. Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.3. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-4134. Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.5. Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 - 1002.6. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP). Semarang. 2004:18.7. Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.8. Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.9. Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.22