Upload
lambao
View
244
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
STUDI PENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
TERHADAP KINERJA PEKERJA PADA PROYEK PELEBARAN
RANTEPAO-PALOPO OLEH PT.WASKITA KARYA
Boni Sombolinggi
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Alamat : Telkomas Jalan Satelit V no.102
Dr. M.Asad Abdurahman, ST., M.Eng. P.M
Dosen Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10
Telp/Fax : 0411-587636
Suharman Hamzah, ST.MT,PhD.Eng, HSE Cert Dosen Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10
Telp/Fax : 0411-587636
ABSTRACT
Occupational Health and Safety (K3) is a program created both workers and
companies in an effort to prevent accidents and occupational diseases by identifying the
things that potentially cause accidents and occupational diseases as well as anticipatory
measures in case of accidents and occupational diseases. This study aimed to analyze the
effect of occupational safety and health program on the performance of workers in the road
widening project Rantepao-Palopo oleh PT. Waskita Karya.
This research is associative research, ie research that connects two or more
variables to see the influence of these variables. The data used in this study are primary
data and secondary data. The population in this study is the staff and workers working in
PT. Waskita. The sample in this study as many as 41 workers. Methods of data analysis
using structural equation modeling (SEM) with the help of application smartPLSVersion
2.0 M3 to describe the relationship with the latent variable indicator (outer model) and to
describe relationships between the latent variables (inner model).
Research results show that the positive effect on work safety performance with
the path coefficient value of 0.333. Occupational health positive effect on the performance
of the value of the path coefficient 0.472. Safety and Health at work is able to explain the
variable performance by 42.1%.
Keywords: Safety, Health, Labor Performance, SmartPLS Versoin 2.0M3
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) umumnya terbagi menjadi
tiga (3) versi di antaranya adalah
pengertian K3 menurut Filosofi,
Keilmuan serta menurut standar OHSAS
18001:2007. Berikut adalah pengertian
dan defenisi K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) tersebut:
1. Menurut Filosofi
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohania
tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia
pada umumnya, hasil karya
dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan
makmur. ( Mangkunegara
2002 )
2. Menurut Keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah semua
ilmu dan penerapannya
untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja (PAK),
kebakaran, peledakan dan
pencemaran lingkungan.
3. Menurut OHAS
18001:2007 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah semua kondisi dan
factor yang dapat
berdampak pada
keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun
orang lain (kontraktor,
pemasok, pengunjung dan
tamu) di tempat kerja.
Kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance
yang berarti prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh
seseorang. Maka dari itu kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Keselamatan kerja yang tinggi akan
menekan tingkat kecelakaan yang
menyebabkan sakit, cacat, dan kematian
dapat ditekan sekecil mungkin. Dalam
beberapa tahun terakhir sangat sering
terdengar kecelakaan yang berakibat
fatal seperti cacat dan kematian saat
bekerja.
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di perusahaan-perusahaan
yang ada di Indonesia terkadang masih
dibelakangkan. Padahal Keselamatan
dan Kesehatan Kerja karyawan
merupakan salah satu hak asasi dan salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas
kerja karyawan di perusahaan itu sendiri.
Hal itu ditunjukkan dengan masih
tingginya tingkat kecelakaan kerja yang
ada di Indonesia.
Menurut Abduh M. (Chahlul
2012) di Indonesia tingkat kecelakaan
kerja merupakan salah satu yang tertinggi
di dunia, sedikitnya pada tahun 2007
terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja.
Data tersebut diperkirakan 50% yang
tercatat oleh Jamsostek dari jumlah
sebenarnya. Dari sekian banyak jumlah
angka kecelakaan, penyumbang
terbanyak berasal dari kecelakaan kerja
konstruksi yang mencapai 30% dari total
keseluruhan jumlah kecelakaan kerja.
Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan
konstruksi perlu mendapatkan perhatian
khusus terhadap masalah K3.
Dari data tersebut menunjukkan
bahwa tingginya angka kecelakaan kerja
tertinggi pada bidang konstruksi. Dalam
mewujudkan ketertiban dan kenyamanan
ketika bekerja, kontraktor wajib
memenuhi syarat-syarat K3, yaitu
Peraturan Menteri PU
3
No.9/PER/M/2008. Dalam Peraturan
Menteri tersebut, K3 dijelaskan pada
pasal 1 ayat 1 yang berarti pemberian
perlindungan kepada setiap orang yang
berada di tempat kerja yang berhubungan
dengan pemindahan bahan baku,
penggunaan peralatan kerja konstruksi
serta proses produksi dan lingkungan
sekitar tempat kerja.
Sektor jasa konstruksi yang
berhubungan dengan kepentingan umum
(masyarakat) antara lain pekerjaan
konstruksi jalan, jembatan, bangunan
gedung, fasilitas umum, system
penyediaan air minum dan perpipaannya,
system pengolahan air limbah dan
perpipaannya, drainase, pengolahan
sampah, pengaman pantai, irigasi,
bendungan, bending, waduk, dan
lainnya.
Setelah diberlakukannya Permen
PU No.9/PER/M/2008 terjadi penurunan
angka kecelakaan kerja. Menurut data
Kementrian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia pada
tahun 2009 angka kecelakaan kerja
konstruksi yang terjadi mencapai 96.314
kasus, sampai akhir tahun 2010
mengalami penurunan menjadi 86.693
kasus kecelakaan kerja dan pada tahun
2015 melalui Badan penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) kasus kecelakaan
kerja menurun sebesar 50.089.
K3 yang mengatur khusus
bidang konstruksi bangunan masih
mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
No.PER.01/MEN/1980. Setiap pekerjaan
konstruksi bangunan harus melakukan
usaha pencegahan terjadinya kecelakaan
dan sakit akibat kerja terhadap tenaga
kerjanya. Ketika suatu pekerjaan dimulai
harus disusun suatu unit keselamatan dan
kesehatan kerja, hal tersebut harus
diberitahukan kepada setiap tenaga kerja.
Unit keselamatan dan kesehatan kerja
yang dimaksud adalah usaha-usaha
pencegahan terhadap kecelakaan,
kebakaran, peledakan, penyakit akibat
kerja, pertolongan pertama pada
kecelakaan dan usaha-usaha
penyelamatan.
Menurut penelitian Angkat S.
(Cyahlul 2012) menjelaskan bahwa
pelaksanaan pekerjaan bangunan sering
mengalami kecelakaan seperti terjatuh,
tertimpa, terpleset, terpotong, dan
tertusuk oleh material bangunan hal
tersebut disebabkan oleh berbagai
macam hal. Kondisi tersebut yang
mengakibatkan sering terjadi kecelakaan
kerja, tetapi pada umumnya disebabkan
oleh kesalahan manusia (human eror).
Pada saat ini sedang berlangsung
proyek pembangunan pelebaran jalan
Rantepeo-Palopo dan perusahaan
kontruksi PT. Waskita Karya menjadi
kontraktor pelaksana pada proyek ini.
Adapun item pekerjaan yang
sementara berlangsung adalah
pekerjaan minor meliputi pekerjaan
brojong, talut, pekerjaan galian dan
timbunan serta saluran sepanjang jalan
yang diperlebar. Adapun pekerjaan ini
dilakukan pada tiga segmen (daerah).
Pada Segmen I yang terletak di
Kecamatan Rantelemo, pekerjaan
pelebaran jalan yang direncanakan
sepanjang 4,5 kilometer. Pada Segmen
II yang terletak di Kecamatan Bolu,
pekerjaan pelebaran jalan yang
direncanakan sepanjang 1 kilometer.
Pada Segmen III yang terletak di
Kecamatan Tondon, pekerjaan
pelebaran jalan yang direncanakan
sepanjang 12 kilometer.
Proyek pembangunan pelebaran
jalan ini merupakan salah satu proyek
besar dimana sangat rawan terjadinya
kecelakaan kerja. Maka penerapan
system manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang baik untuk
meningkatkan produktivitas pekerja akan
sangat membantu dalam mengerjakan
proyek tersebut.
Dengan latar belakang tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul : “Studi
Pengaruh Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja terhadap kinerja
4
pekerja pada proyek pelebaran jalan
Rantepao - Palopo”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan
pemikiran diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai
berikut : “Bagaimana pengaruh
keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap kinerja pekerja pada proyek
pelebaran jalan Rantepao – Palopo”.
1.3 Maksud danTujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Adapun maksud dari
penelitian ini adalah dalam rangka
penyelesaian program studi Strata 1 pada
Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini untuk
menganalisis pengaruh keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap kinerja pekerja
pada proyek pelebaran jalan Rantepao –
Palopo yaitu :
1. Hubungan antara Variabel
Keselamatan dengan Variabel
Kinerja
2. Hubungan antara Variabel
Kesehatan dengan Variabel
Kinerja
3. Hubungan antara Variabel
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dengan Variabel Kinerja
1.4 Hipotesis
Terdapat pengaruh program
keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap kinerja pekerja pada proyek
pelebaran jalan Rantepao – Palopo.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini
diharapkan akan memberikan manfaat
kepada berbagai pihak yaitu:
1. Bagi Mahasiswa untuk memberikan
wawasan dan informasi tentang
betapa pentingnya penerapan
prosedur K3 dalam suatu proyek
konstuksi jalan guna meningkatkan
kinerja pekerja.
2. Bagi perusahaan dapat memberikan
informasi sebagai bahan evaluasi
dalam meningkatkan kinerja pekerja
melalui penerapan system manajemen
K3 yang baik.
3. Sebagai bahan refrensi bagi peneliti
lain yang akan melakukan penelitian
yang berhubungan dengan bidang
keselamatan dan kesehatan kerja dan
pengaruhnya terhadap kinerja
pekerja.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini,
pembahasan dan penyajian hasil
penelitian akan disusun dengan materi
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dikemukakan
tentang latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, maksud dan tujuan
penelitian, hipotesis dan manfaat
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN
PUSTAKA
Bab ini menjelaskan pengertian
dan teori – teori yang mendasari dan
berkaitan dengan pembahasan dalam
penelitian ini, yang digunakan sebagai
pedoman dalam menganalisa masalah.
Teori – teori yang digunakan berasal dari
literatur – literatur yang ada baik dari
perkuliahan maupun sumber lain.
BAB III : METODE
PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan perihal
kerangka konsep penelitian, jenis
penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, jenis dan sumber data
serta metode analisa data yang akan
dipakai.
BAB IV : HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan
hasil dari penelitian yang diperoleh dari
pengolahan data menggunakan program
SmartPLS.
BAB V : KESIMPULAN DAN
SARAN
5
Pada bab ini berisikan
kesimpulan dan saran yang telah
diperoleh dari penelitian serta kendala –
kendala yang dialami selama penelitian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Keselamatan kerja merupakan
keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan, suma’mur (Eddie
Daniel 2011). Undang-Undang No.1
Tahun 1970 dalam (Budiono, 2003)
menerangkan bahwa keselamatan kerja
yang mempunyai ruang lingkup yang
berhubungan dengan mesin, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja, serta
cara mencegah terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, memberikan
perlindungan sumber-sumber produksi
sehingga dapat meningkatkan efesiensi
dan produktifitas.
Menurut suma’mur (Meydina
Mawar Perangin-angin 2011),
keselamatan kerja merupakan
spesialisasi ilmu kesehatan beserta
prakteknya yang bertujuan agar para
pekerja atau masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya baik fisik, mental maupun
sosial dengan usaha preventif dan kuratif
terhadap penyakit/gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh factor pekerjaan
dan lingkungan serta terhadap penyakit
umum .
Menurut Felton (Meydina
Mawar Perangin-angin 2011)
mengemukakan pengertian tentang
kesehatan kerja adalah “Occupational
Health is the extension of the principles
and practice of occupational medicine, to
include the conjoint preventive or
constructive activities of all members of
the occupational health team.”
Pengembangan prinsip-prinsip dan
praktik dari kedokteran kerja, untuk
memadukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat mencegah atau membangun dari
seluruh anggota tim kesehatan kerja.
Melihat beberapa uraian diatas
mengenai pengertian keselamatan dan
pengertian kesehatan kerja di atas, maka
dapat disimpulkan mengenai pengertian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah suatu bentuk usaha atau upaya
bagi para pekerja untuk memperoleh
jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan
yang mana pekerjaan tersebut dapat
mengancam dirinya yang berasal dari
individu itu sendiri dan lingkungan
kerjanya.
Pada hakekatnya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan
suatu keilmuan multidisiplin yang
menerapkan upaya pemeliharaan dan
peningkatan kondisi lingkungan kerja,
keamanan kerja, keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja, serta melindungi
tenaga kerja terhadap resiko bahaya
dalam melakukan pekerjaan serta
mencegah terjadinya kerugian akibat
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
kebakaran, peledakan dan pencemaran
lingkungan kerja.
Menurut Mangkunegara (Denny
Bagus 2009) bahwa tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Agar setiap pegawai/tenaga
kerja mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik,
social, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan
dan peralatan kerja
digunakan sebaik-baiknya,
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi
dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
6
e. Agar meningkatkan
kegairahan, keserasian kerja,
dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari
gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai/tenaga
kerja merasa aman dan
terlindungi dalam bekerja.
2.1.1 Keselamatan Kerja Keselamatan kerja adalah
kondisi keselamatan yang bebas dari
resiko kecelakaan dan kerusakan dimana
kita bekerja yang mencakup tentang
kondisi bangunan, kondisi mesin,
peralatan keselamatan, dan kondisi
pekerja menurut Simanjutak (Denny
Bagus 2009).
Kondisi bangunan adalah tempat
atau bangunan yang digunakan untuk
tempat bekerja apakah telah memenuhi
kriteria keselamatan bagi penghuni
bangunan tersebut. Kondisi mesin yang
ada di perusahaan juga harus baik
sehingga harus ada penjadwalan
perawatan mesin-mesin untuk proses
produksi. Hal ini bertujuam untuk
mencegah kerusakan mesin yang dapat
membahayakan operator.
Kondisi pekerja sangat
menentukan terjadinya kecelakaan kerja.
Faktor-faktor yang menentukan kondisi
pekerja yaitu Simanjuntak (Meydina
Mawar Perangin-angin 2011).
a. Kondisi mental dan fisik
Kondisi tersebut sangat
berpengaruh dalam
menjalankan proses
produksi karena dengan
kondisi mental dan fisik
yang buruk dapat
mengakibatkan kecelakaan
kerja
b. Kebiasaan kerja yang baik
dan aman
Pada saat melakukan
pekerjaan, pekerja harus
dapat dituntut untuk bekerja
secara disiplin agar tidak
lalai yang dapat
mengakibatkan kecelakaan
kerja.
c. Pemakaian alat-alat
pelindung diri
Kurangnya kesadaran dalam
pemakaian alat-alat
pelindung karena dirasa
tidak nyaman oleh pekerja
dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja.
Menurut Glandon dan Litherland
(2001) dari indikator dari pengukuran
keselamatan kerja adalah:
1. Dukungan dan komunikasi
Dukungan dan komunikasi
antara supervisiors dengan
pekerja dapat dilakukan
dengan cara diskusi, pekerja
bisa mengkomunikasikan
masalah masalah yang
berhubungan dengan
pekerjaan, dan komunikasi
menganai faktor risiko
diinformasikan kepada
pekerja pada saat pelatihan
awal masuk bekerja.
2. Prosedur yang adekuat
Prosedur yang dikatakan
adekuat adalah prosedur yang
berisi berbagai informasi
yang lengkap, teknik yang
akurat, menjelaskan hal-hal
yang boleh dilakukan maupun
yang tidak boleh dilakukan
beserta alasannya dan pekerja
dapat dengan mudah
menerapkan prosedur
pekerjaan mereka.
3. Beban kerja
Beban kerja yang tidak terlalu
tinggi dapat diukur dengan
masih adanya waktu bekerja
untuk beristirahat, target yang
ditentukan masih realistis,
dan pekerja memiliki cukup
waktu menyelesaikan
tugasnya.
4. Alat Pelidung Diri
7
Alat pelindung diri digunakan
pekerja untuk menghindari
kecelakaan yang dapat
menggagngu pekerja saat
bekerja, dan yang paling
penting adalah APD yang
digunakan nyaman bagi
pekerja.
5. Hubungan dengan
perusahaaan
Hubungan dengan
perusahaaan diukur dengan
adanya hubungan yang baik
antara supervisiors dengan
pekerja, pekerja dengan
pekerja dan juga berhubungan
dengan sikap moral pekerja.
6. Peraturan keselamatan
Peraturan keselamatan harus
selalu dilakukan dan
peraturan keselamatan dapat
diikuti tanpa adanya konflik
dengan praktek kerja.
2.1.2 Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa
digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan social seseorang yang tidak
saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan
kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya (Budiono,
2003).
Sejak beberapa abad yang lalu,
Burlinhame menyatakan bahwa
melakukan suatu pekerjaan atau bekerja
hakikatnya merupakan sumber kepuasan
manusia paling mendasar, katalis social
dan sekaligus juga pelengkap status serta
martabat manusia.
Bila konsep tersebut dikaitkan
dengan perubahan global pada bagian
sector dan perkembangan teknologi
dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia harus dilakukan melalui
pekerjaan yang diselaraskan dengan
lingkungan yang aman, nyaman dan
higienis sehingga kesehatan,
keselamatan dan produktivitas tenaga
kerja senantiasa terjamin.
Pradigma baru dalam aspek
kesehatan mengupayakan agar yang
sehat tetap sehat dan bukan sekedar
mengobati, merawat atau
menyembuhkan gangguan kesehatan
atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian
utama dibidang kesehatan lebih
ditujukan kearah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemeliharaan kesehatan seoptimal
mungkin.
Status kesehatan seseorang,
menurut Blum (Arma Bayu 2012)
ditentukan oleh empat factor yaitu :
1. Lingkungan, berupa
lingkungan fisik (alami,
buatan) kimia
(organic/anorganik, logam
berat, dabu) biologic (virus,
bakteri, mikroorganisme)
dan social budaya (ekonomi,
pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi
sikap, kebiasaan dan tingkah
laku.
3. Pelayanan kesehatan:
promotif, preventif,
perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan dan
rehabilitasi.
4. Genetik, yang merupakan
factor bawaan setiap
manusia.
Interaksi dari berbagai factor
tersebut sangat mempengaruhi tingkat
kesehatan seorang baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun di tempat kerja.
Dengan demikian, dalam pengolahan
kesehatan keempat factor tersebut perlu
diperhatikan, khususnya dalam aspek
lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Hubungan antara pekerjaan dan
kesehatan seseorang mulai dikenal sejak
beberapa abad yang lalu, antara lain
dengan didapatkannya penyakit akibat
cacing atau gejala sesak napas akibat
timbunan debu dalam paru pada pekerja.
Kaitan timbal balik pekerjaan
yang dilakukan dan kesehatan pekerja
semakin banyak dipelajari dan terus
8
berkembang sejak terjadinya revolusi
industry. Pekerjaan mungkin berdampak
negatife bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan dapat pula
memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola
dengan baik. Demikian pula status
kesehatan pekerja sangat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Pekerjaan yang
sehat memungkinkan tercapainya hasil
kerja yang lebih baik bila dibandingkan
dengan pekerja yang terganggu
kesehatannya.
Menurut Suma’mur (Eddie
Daniel 2011), kesehatan kerja merupakan
spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventatif atau kuratif terhadap
penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa
ini semakin banyak berubah, bukan
sekedar “kesehatan pada sektor industri’
saja melainkan juga mengarah pada
upaya kesehatan untuk semua orang
dalam melakukan pekerjaannya (Total
health of all at work).
Dan ilmu ini tidak hanya
berhubungan antara efek lingkungan
kerja dengan kesehatan, tetapi juga
hubungan antara status kesehatan pekerja
dengan kemampuannya untuk
melakukan tugas yang harus
dikerjakannya, dan tujuan dari kesehatan
kerja adalah mencegah timbulnya
gangguan kesehatan daripada
mengobatinya.
Sebagai bagian spesifik
keilmuwan dalam kesehatan masyarakat,
kesehatan kerja lebih memfokuskan
lingkup kegiatannya pada peningkatan
kualitas hidup tenaga kerja melalui
penerapan upaya kesehatan yang
bertujuan untuk:
1. Meningkatkan dan
memelihara derajat
kesehatan pekerja.
2. Melindungi dan mencegah
pekerja dari semua
gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau
pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai
dengan kemampuan fisik,
mental dan pendidikan atau
keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan
produktivitas pekerja.
Menurut Gary Dessler (Beni
Madaun 2016), indikator kesehatan kerja
terdiri dari :
1. Keadaan dan Kondisi
Karyawan
Keadaan dan kondisi
karyawan adalah keadaan
yang dialami oleh karyawan
pada saat bekerja yang
mendukung aktivitas dalam
bekerja.
2. Lingkungan kerja adalah
lingkungan yang lebih luas
dari tempat kerja yang
mendukung aktivitas
karyawan dalam bekerja.
3. Perlindungan karyawan
merupakan fasilitas yang
diberikan untuk menunjang
kesejahteraan karyawan
2.1.3 Aspek-aspek dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)
Menurut Anoraga (Meydina
Mawar Perangin-angin 2011)
mengemukakan aspek-aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
meliputi:
a. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja
merupakan tempat dimana
seseorang atau karyawan
dalam beraktifitas kerja.
Lingkungan kerja dalam hal
ini menyangkut kondisi
9
kerja, seperti ventilasi, suhu,
penerangan dan situasinya.
b. Alat kerja dan bahan
Alat kerja dan bahan
merupakan suatu hal yang
pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk
memproduksi barang.
Dalam memproduksi
barang, alat-alat kerja
sangatlah vital yang
digunakan oleh para pekerja
dalam melakukan kegiatan
proses produksi dan
disamping itu adalah bahan-
bahan utama yang akan
dijadikan barang.
c. Cara melakukan pekerjaan
Setiap bagian-bagian
produksi memiliki cara-cara
melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda yang dimiliki
oleh karyawan. Cara-cara
yang biasanya dilakukan
oleh karyawan dalam
melakukan semua aktifitas
pekerjaan, misalnya
menggunakan peralatan
yang sudah tersedia dan
pelindung diri secara tepat
dan mematuhi peraturan
penggunaan peralatan
tersebut dan memahami cara
mengoperasionalkan mesin.
Menurut Budiono dkk (2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
antara lain:
a. Beban kerja
Beban kerja berupa beban
fisik, mental, dan sosial,
sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan
kemampuannya perlu
diperhatikan.
b. Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak
tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran
jasmani, ukuran tubuh,
keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang
berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik,
maupun psikosial.
Dari beberapa uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa Aspek dan
Faktor yang mempengaruhi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain
lingkungan kerja, alat kerja dan bahan,
cara melakukan pekerjaan, beban kerja,
kapasitas kerja, dan lingkungan kerja.
2.1.4 Tujuan Penerapan
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)
Secara umum, kecelakaan selalu
diartikan sebagai kejadian yang tidak
dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat
terjadi karena kondisi yang tidak
membawa keselamatan kerja, atau
perbuatan yang tidak selamat.
Kecelakaan kerja dapat didefinisikan
sebagai setiap perbuatan atau kondisi
tidak selamat yang dapat mengakibatkan
kecelakaan. Berdasarkan defenisi
kecelakaan kerja maka lahirlah
keselamatan dan kesehatan kerja yang
mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan
meniadakan unsur penyebab kecelakaan
dan atau mengadakan pengawasan yang
ketat.
Keselamatan dan kesehatan kerja
pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu mengungkapakan sebab-
akibat suatu kecelakaan dan meneliti
apakah penendalian secara cermat
dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (Denny
Bagus 2009) bahwa tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
1. Agar setiap pegawai
mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan
10
kerja baik secara fisik, social
dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan
dan peralatan kerja
digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi
dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan
kegairahan, keserasian kerja,
dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari
gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa
aman dan terlindungi dalam
bekerja.
Adapun tujuan K3 dalam dunia
konstruksi adalah untuk melindungi para
tenaga kerja atas hak keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan dan untuk
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif sehingga upaya pencapaian
efisiensi waktu yang sesuai pada
jadwalnya pada suatu proyek konstruksi.
Tujuan K3 juga diatur dalam Undang-
Undang Nomor I Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, yaitu:
1. Mencegah dan mengurangi
kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi
bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri
pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang
berbahaya.
5. Memberi pertolongan pada
kecelakaan.
6. Memberi alat-alat
perlindungan diri pada para
pekerja.
7. Mencegah dan
mengendalikan timbul atau
menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan
mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja baik
physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan
penularan.
9. Memperoleh penerangan
yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan
lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan
penyegaran udara yang
cukup.
12. Memelihara kebersihan,
kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, alat
kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
14. Mengamankan dan
memperlancar
pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau
barang.
15. Mengamankan dan
memelihara segala jenis
bangunan.
16. Mengamankan dan
memperlancar pekerjaan
bongkar-muat, perlakuan
dan penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran
listrik yang berbahaya.
18. Menyeseuaikan dan
menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaanya
menjadi bertambah tinggi.
2.1.5 Manfaat Penerapan
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)
11
Secara umum manfaat penerapan
SMK3 diperusahaan terbagi empat poin
penting yaitu:
1. Melindungi pekerja
Tujuan utama penerapan
SMK3 adalah melindungi
pekerja dari segala macam
bahaya kerja dan juga yang
bias mengganggu kesehatan
saat kerja. Dengan
melindungi pekerja dengan
menerapkan SMK3 Kerja
maka otomatis perusahaan
akan untung karenan
meningkatkan produktivitas
pekerja.
2. Mematuhi peraturan
pemerintah
Dengan menerapkan SMK3
maka perusahaan telah
mematuhi peraturan
pemerintah Indonesia.
Perusahaan yang tidak
menerapkan SMK3 akan
diberikan sangsi oleh
pemerintah karena lalai
dalam melindungi pekerja.
3. Meningkatkan kepercayaan
konsumen
Dengan menerapkan SMK3
secara otomatis akan
meningkatkan kepercayaan
konsumen, karena dengan
menerapkan SMK3 akan
dapat menjamin proses yang
aman, tertib dan bersih
sehingga bias meningkatkan
kualitas hasil pekerjaan.
4. Membuat system
manajemen efektif
Penerapan SMK3 tidak jauh
beda dengan ISO dimana
semua tindakan
terdokumentasi dengan baik,
dengan adanya dokumen
yang lengkap memudahkan
melakukan tindakan
perbaikan jika ada alur kerja
yang tidak sesuai.
Menurut Sculler dan Jackson
(Cantika, 2005), apabila perusahaan
dapat melaksanakan program
keselamatan dan kesehatan kerja dengan
baik maka perusahaan akan dapat
memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan produktivitas
karena menurunnya jumlah
hari kerja yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan
kualitas pekerja yang lebih
komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya
kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja
dan pembayaran langsung
yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan
klaim.
5. Fleksibilitas dan
adaptabilitas yang lebih
besar sebagai akibat dari
partisipasi dan rasa
kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja
yang lebih baik karena
meningkatnya citra
perusahaan.
7. Perusahaan juga dapat
meningkatkan
keuntungannya secara
substansial.
2.1.5 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja didefinisikan
sebagai suatu kejadian tidak terduga,
semula tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur
dari suatu aktivitas dan dapat
menimbulkan kerugian baik bagi
manusia dan atau harta benda, sedangkan
kecelakaan kerja adalah kejadian yang
tidak terduga dan tidak diharapkan dan
tidak terencana yang mengakibatkan
luka, sakit, kerugian baik pada manusia,
barang maupun lingkungan.
(http://www.definisi-
pengertian.com/2015/07/definisi-
pengertian-faktor-kecelakaan-
kerja.html)
12
Terdapat banyak faktor yang
menimbulkan kecelakaan dan penyakit
kerja. Kecelakaan dan penyakit kerja
dapat terjadi pada saat seseorang
mengoperasikan alat kerja atau produksi,
antara lain karena:
1. Pekerja yang bersangkutan
tidak tampil atau tidak
mengetahui cara
mengoperasikan alat-alat
tersebut.
2. Pekerja tidak hati-hati, lalai,
terlalu lelah atau dalam
keadaan sakit.
3. Tidak tersedia alat-alat
pengaman.
4. Alat kerja atau produksi
yang digunakan dalam
keadaan tidak baik atau tidak
layak pakai lagi.
Kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat pula terjadi karena kondisi
dan lingkungan kerja yang tidak aman,
misalnya dalam bentuk ledakan,
kebakaran, dan kebocoran atau
perembesan unsur-unsur kimia
berbahaya. Bencana kecelakaan kerja
tersebut dapat menimbulkan korban dan
kerugian dalam bentuk:
1. Pekerja atau orang lain
meninggal atau luka.
2. Alat-alat produksi rusak.
3. Bahan baku dan bahan
produksi lainnya rusak.
4. Bangunan terbakar atau
roboh.
5. Proses produksi terhenti atau
terganggu.
Kecelakaan kerja dapat
dikategorikan dalam beberapa akibat
yang ditimbulkan seperti menurut
Simanjuntak (Meydina Mawar
Perangin-angin 2011) adalah :
a. Meninggal dunia, termasuk
kecelakaan yang paling fatal
yang menyebabkan
penderita meninggal dunia
walaupun telah
mendapatkan pertolongan
dan perawatan sebelumnya.
b. Cacat permanen total adalah
cacat yang mengakibatkan
penderita secara permanen
tidak mampu lagi melakukan
pekerjaan produktif karena
kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi bagian-
bagian tubuh, seperti: kedua
mata, satu mata, satu tangan
atau satu lengan atau satu
kaki. Dua bagian tubuh yang
tidak terletak pada satu ruas
tubuh.
c. Cacat permanen sebagian
adalah cacat yang
mengakibatkan satu bagian
tubuh hilang atau terpaksa
dipotong atau sama sekali
tidak berfungsi.
d. Tidak mampu bekerja
sementara, dimaksudkan
baik ketika dalam masa
pengobatan maupun karena
harus beristirahat menunggu
kesembuhan, sehingga ada
hari-hari kerja hilang dalam
arti yang bersangkutan tidak
melakukan kerja produktif.
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah
sebuah kata dalam Bahasa
Indonesia dari kata dasar kerja yang
menerjemahkan kata dari bahasa
asing prestasi. Bisa pula
berarti hasil kerja. Kinerja
dalam organisasi merupakan jawaban
dari berhasil atau tidaknya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Para
atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah sangat
buruk atau segala sesuatu jadi serba
salah. Terlalu sering manajer tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja
telah merosot sehingga perusahaan /
instansi menghadapi krisis yang serius.
Kesan – kesan buruk organisasi yang
mendalam berakibat dan mengabaikan
tanda – tanda peringatan adanya kinerja
yang merosot.
13
Ada beberapa pengertian kinerja
menurut para ahli, menurut Robbins
(Beni Madaun 2016), kinerja merupakan
pencapaian yang optimal sesuai dengan
potensi yang dimiliki seorang karyawan
merupakan hal yang selalu menjadi
perhatian para pemimpin organisasi.
Kinerja ini menggambarkan sejauh mana
aktivitas seseorang dalam melaksanakan
tugas dan berusaha dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan. Sementara
kinerja menurut Mangkunegara (Beni
Madaun 2016), adalah hasil kerja secara
kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas yang
diberikan perusahaan dapat diketahui
dengan melakukan penilaian terhadap
kinerja karyawannya. Penilaian kinerja
merupakan alat yang sangat berpengaruh
untuk mengevaluasi kerja karyawan
bahkan dapat memotivasi dan
mengembangkan karyawan.
2.2.2 Tujuan Kinerja
Tujuan kinerja menurut Rivai
dan Basri (2005):
1. Kemahiran dari kemampuan tugas
baru diperuntukan untuk perbaikan
hasil kinerja dan kegiatannya.
2. Kemahiran dari pengetahuan baru
dimana akan membantu karyawan
dengan pemecahan masalah yang
kompleks atas aktivitas membuat
keputusan pada tugas.
3. Kemahiran atau perbaikan pada
sikap terhadap teman kerjanya
dengan satu aktivitas kinerja.
4. Target aktivitas perbaikan kinerja.
5. Perbaikan dalam kualitas atau
produksi.
6. Perbaikan dalam waktu atau
pengiriman.
2.2.3 Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja
Menurut Prawirosentono (
Muchlisin Riadi 2014) dalam ada 4 faktor
yang mempengaruhi kinerja yaitu
efektifitas dan efisiensi, otoritas
(wewenang), disiplin, dan inisiatif.
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu
akhirnya bisa dicapai, kita
boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif
tetapi apabila akibat-akibat
yang tidak dicari kegiatan
menilai yang penting dari
hasil yang dicapai sehingga
mengakibatkan kepuasan
walaupun efektif dinamakan
tidak efesien. Sebaliknya, bila
akibat yang dicari-cari tidak
penting atau remeh maka
kegiatan tersebut efesien.
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat
dari suatu komunikasi atau
perintah dalam suatu
organisasi formal yang
dimiliki seorang anggota
organisasi kepada anggota
yang lain untuk melakukan
suatu kegiatan kerja sesuai
dengan kontribusinya.
Perintah tersebut mengatakan
apa yang boleh dilakukan dan
yang tidak boleh dalam
organisasi tersebut.
d. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda
hukum dan peraturan yang
berlaku. Jadi, disiplin
karyawan adalah kegiatan
karyawan yang
bersangkutan dalam
menghormati perjanjian
kerja dengan organisasi
dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan
dengan daya pikir dan
kreatifitas dalam
membentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang
berkaitan dengan tujuan
organisasi.
2.2.4 Indikator Kinerja
14
Indikator untuk mengukur
kinerja karyawan secara individu ada
enam indikator, yaitu Robbins (Beni
Madaun 2016)
1. Kualitas. Kualitas kerja diukur
dari persepsi karyawan terhadap
kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan
tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan karyawan.
2. Kuantitas. Merupakan jumlah
yang dihasilkan dinyatakan
dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang
diselesaikan.
3. Ketepatan waktu. Merupakan
tingkat aktivitas diselesaikan
pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut
koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas
lain.
4. Efektivitas. Merupakan tingkat
penggunaan sumber daya
organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku)
dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian. Merupakan
tingkat seorang karyawan yang
nantinya akan dapat
menjalankan fungsi kerjanya
Komitmen kerja. Merupakan
suatu tingkat dimana karyawan
mempunyai komitmen kerja
dengan instansi dan tanggung
jawab karyawan terhadap kantor.
2.2 Permodelan Statistik Multivariat
Basis SEM
Permodelan Persamaan
Struktural (Structural Equation
Modelling = SEM) merupakan salah satu
metode penelitian multivariat yang
memberikan kemampuan untuk
melakukan analisis jalur (path analysis)
dengan variabel laten. SEM merupakan
gabungan dua alat analisis yang diambil
ekonometrika yaitu persamaan simultan
yang memfokuskan pada prediksi,
dengan psikometrika yang berkembang
pada ilmu psikologi yang mampu
menggambarkan variabel laten (tak
terukur langsung) dan diukur secara tidak
langsung melalui indikator-indikator
(variable manifest).
Ada dua pendekatan dalam
metode SEM, yaitu EM (CB-SEM) dan
SEM dengan pendekatan variance yang
juga dikenal sebagai Partial Least
Square SEM (PLS-SEM). CB-SEM
memiliki keterbatasan karena harus
menggunakan jumlah sampel yang besar
(minimal 100 sampel), data harus
terdistribusi normal multivariat,
indikator harus dalam bentuk reflektif,
model harus berdasarkan pada teori dan
adanya indeterminacy. PLS-SEM
dikembangkan untuk mengatasi
keterbatasan CB-SEM. Dimana metode
PLS-SEM dapat digunakan pada setiap
jenis skala data (nominal, ordinal,
interval, dan rasio) serta syarat asumsi
yang lebih fleksibel yaitu dapat
mengestimasi persamaan struktural
dengan jumlah sampel yang relatif lebih
kecil (Abdillah, 2015).
Selain itu, penggunaan metode
SEM berbasis kovarian lebih tepat
digunakan sebagai alat bantu konfirmasi
bila landasan teori hubungan antar
variabel tersebut kuat. Sedangkan bila
landasan teori yang diajukan adalah
tentang hubungan antar variabel yang
bersifat tentatif dan bergeser menjadi
tujuan prediksi, maka penggunaan
metode Partial Least Square lebih
sesuai.
Parameter estimasi yang
dilakukan pada model pengukuran dan
model struktural dalam PLS-SEM dibagi
menjadi tiga kategori. Pertama weight
estimate yang digunakan untuk
menghasilkan skor variable laten. Kedua,
path estimate yang mencerminkan bobot
kontribusi variasi perubahan variabel
independen terhadap variabel dependen.
15
Bobot tersebut menghasilkan nilai R2
yang muncul pada variabel dependen.
Ketiga, adalah skor rerata (mean) dan
konstanta regresi untuk variabel laten.
Proses iterasi yang dilakukan PLS-SEM
terdiri dari tiga tahap. Iterasi pertama
menghasilkan weight estimate yang
dilakukan dalam iterasi alogaritma.
Weight estimate digunakan sebagai
parameter validitas dan realiabilitas
instrumen. Iterasi kedua menghasilkan
nilai inner model dan outer model. Inner
model digunakan sebagai parameter
signifikansi dalam pengujian hipotesis
sedangkan outer model digunakan
sebagai parameter validitas konstruk
(reflektif dan formatif). Iterasi ketiga
menghasilkan skor rerata dan konstanta
variabel laten yang digunakan sebagai
parameter, sifat hubungan kausalitas dan
rerata nilai sampel yang dihasilkan.
(Abdillah, 2015).
Keunggulan PLS adalah sebagi berikut :
1. Mampu memodelkan banyak
variable dependen dan variable
independen (model kompleks).
2. Mampu mengelolah masalah
multikolinearitas antar variable
independen.
3. Hasil tetap kokoh (rebust)
walaupun terdapat data yang
tidak normal dan hilang (missing
value).
4. Menghasilkan variable laten
independen secara langsung
berbasis cross-product yang
melibatkan variable laten
dependen sebagai kekuatan
prediksi.
5. Dapat digunakan pada konstruk
reflektif dan formatif.
6. Dapat digunakan pada sampel
kecil.
7. Tidak mensyaratkan data
berdistribusi normal.
8. Dapat digunakan pada data
dengan tipe skala berbeda, yaitu
nominal, ordinal dan kontinus.
Kelemahan PLS
1. Sulit menginterpretasi loading
variable laten independen jika
berdasarkan pada hubungan
cross-product yang tidak ada
(seperti pada teknik analisis
faktor berdasarkan korelasi antar
manifest variable independen).
2. Properti distribusi estimasi yang
tidak diketahui menyebabkan
tidak diperolehnya nilai
signifikasi kecuali melakukan
proses bootstrap.
3. Terbatas pada pengujian model
estimasi statistika.
Prinsip evaluasi model PLS-
SEM terdiri dari dua tahap, outer model
(model pengukuran) dan inner model
(model struktural):
1. Outer Model
Model pengukuran atau outer
model dengan indikator refleksif
dievaluasi dengan convergent dan
discriminant validity dari
indikatornya dan composite
realibility untuk blok indikator.
Sedangkan outer model dengan
indikator formatif dievaluasi
berdasarkan pada substantive
content-nya yaitu dengan
membandingkan besarnya relative
weight dan melihat signifikansi dari
ukuran weight tersebut. Outer model
sering juga disebut dengan outer
relation atau measurment model
yang didefenisikan bagaimana
setiap blok indikator berhubungan
dengan variabel latennya.
Secara umum uji validitas adalah
untuk melihat apakah item
pertanyaan yang dipergunakan
mampu mengukur apa yang ingin
diukur. Suatu item pertanyaan
dalam suatu kuesioner dipergunakan
untuk mengukur suatu konstruk
(variabel) yang akan diteliti.
Uji realibilitas adalah untuk
melihat apakah rangkaian kuesioner
16
yang dipergunakan untuk mengukur
suatu konstruk tidak mempunyai
kecenderungan tertentu. Ukuran
refleksif individual dikatakan tinggi
jika berkorelasi lebih dari 0,70
dengan konstruk yang diukur.
Namun menurut Chin, 1998 (dalam
Ghozali, 2006) untuk penelitian
tahap awal dari pengembangan skala
pengukuran nilai loading 0,5 sampai
0,6 dianggap cukup memadai.
Dalam penelitian ini akan digunakan
batas loading factor sebesar 0,50.
a. Convergent Validity
Korelasi antara skor indikator
refleksif dengan skor variabel
latennya. Indikator individu
dianggap realible jika
memiliki nilai loading 0,5
sampai 0,6, karena
merupakan tahap awal
pengembangan skala
pengukuran.
b. Discriminant Validity
Discrimant validity
merupakan pengukuran
indikator dengan variabel
latennya. Pengukuran
discriminant validity
dilakukan dengan cara
membandingkan nilai square
root of average variance
extracted (Akar AVE) setiap
konstruk dengan korelasi
dengan korelasi antara
konstruk tersebut terhadap
konstruk lainnya dalam
model. Jika nilai akar AVE
suatu konstruk lebih besar
dibandingkan dengan nilai
korelasi konstruk terhadap
konstruk lainnya dalam
model maka dapat di
simpulkan kosntruk tersebut
memiliki nilai discriminant
validity yang baik dan
sebaliknya.
Direkomendasikan nilai
pengukuran AVE harus lebih
besar dari 0.5.
c. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas konstruk dapat
diukur dengan melihat
Composite Reliability dan
Cronbach’s Alpha dari blok
indikator yang mengukur
konstruk. Nilai batas yang
diterima untuk Composite
Reliability dan Cronbach’s
Alpha adalah diatas 0,70
meskipun 0,6 masih dapat
diterima.
2. Inner Model
Inner model merupakan model
struktural untuk memprediksi
hubungan kasualitas antar variabel
laten. Melalui proses bootsrapping,
parameter uji T-statistic diperoleh
untuk memprediksi adanya
hubungan kasualitas. Model
struktural dievaluasi dengan
menggunakan R2 untuk konstruk
dependen, nilai koefisien path atau
t-values tiap path untuk uji
signifikansi antar konstruk dalam
model struktural. Nilai R2 digunakan
untuk mengukur tingkat variasi
perubahan variabel independen
terhadap variabel dependen.
Semakin tinggi nilai R2 berarti
semakin baik model prediksi dari
model penelitian yang diajukan.
Sebagai contoh, jika nilai R2 sebesar
0,63 artinya variasi perubahan
variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen
adalah sebesar 63 persen, sedangkan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dijelaskan dalam model
yang diajukan. Namun R2 bukanlah
parameter absolut dalam mengukur
ketepatan model karena dasar
hubungan teoritis adalah parameter
paling utama untuk menjelaskan
hubungan kausalitas tersebut. Nilai
koefisien path atau inner model
menunjukkan tingkat signifikansi
dalam pengujian hipotesis. Skor
koefisien path yang ditunjukkan
17
oleh nilai T-statistic harus diatas
1,96 untuk parameter two-tail dan
1,64 untuk hipotesis dengan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penilitian
Kerangka konsep pada
penelitian ini sebagai berikut :
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan desain cross sectional, yaitu
penelitian yang mempelajari dinamika
hubungan atau korelasi antara faktor-
faktor risiko dengan dampak atau
efeknya. Faktor risiko dan dampak atau
efeknya diobservasi pada saat yang sama,
artinya setiap subyek penelitian
diobservasi hanya satu kali saja dan
faktor risiko serta dampak diukur
menurut keadaan atau status pada saat
observasi. Dengan penelitian ini
diharapkan dapat menganalisa pengaruh
program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja terhadap kinerja pekerja pada
proyek pelebaran jalan Rantepao -
Palopo.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada
proyek pelebaran jalan Rantepao –
Palopo. Adapun proyek ini terbagi atas
tiga segmen pekerjaan yaitu : segmen
pertama berada di daerah Rantelemo,
segmen kedua berada di daerah Bolu, dan
segmen ketiga barada di daerah Tondon.
Sedangkan waktu penelitian ini
dilakukan dari proses pengajuan judul,
pencarian literatur, konsultasi dengan
pembimbing, penelitian, pengolahan
data, penyajian data, pembahasan,
kesimpulan dan saran. Keseluruhan
proses penelitian tersebut dilakukan pada
bulan April 2016 - selesai.
3.3 Populasi dan Responden Penelitian
Dalam pengambilan data
berdasarkan metode kuesioner, populasi
dalam penelitian ini adalah pekerja dan
staff yang bekerja pada pada proyek
pelebaran jalan Rantepao - Palopo.
Sampel adalah objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi,
dimana pengambilan sampel terpilih
dengan metode simple random sampling
yaitu mengambil secara acak dengan
menggunakan table random sampai
memenuhi besar sampel yang diinginkan
yaitu sebesar 41 pekerja.
Distribusi responden
berdasarkan Umur Pekerja, Pendidikan
Pekerja, dan Masa Kerja Pekerja masing
dipelihatkan dari Gambar 3.2, Gambar
3.3, dan Gambar 3.4.
18
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini
diperoleh dengan wawancara langsung
kepada responden dengan menggunakan
metode kuesioner yang mengacu pada
variabel yang akan diteliti.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder, merupakan
pelengkap data primer yang umumnya
diperoleh dari sumber kepustakaan
seperti literatur – literatur, bahan kuliah,
catatan, laporan, maupun dokumentasi
perusahaan, situs web, internet, karya
tulis, buku, dan sumber-sumber lainnya
yang erat hubungannya dengan
penelitian ini.
3.5 Teknik Analisa Data
3.5.1 Teknik Analisa Data dengan
Metode SEM
Teknik analisis data dengan
menggunakan Structural Equation
Modeling (SEM) untuk menggambarkan
hubungan variabel laten dengan
indikatornya (outer model) dan untuk
menggambarkan hubungan antar
variabel-variabel laten (inner model)
dibantu dengan menggunakan aplikasi
SmartPLS versi 2.0M3.
3.5.2 Teknik Analisis Deskriptif
Teknik analisis deksriptif
digunakan untuk menggambarkan
besarnya nilai hubungan setiap item
terhadap indikator pada variabel. Jenis
parameter yang digunakan dalam teknik
analisis deskriptif pada penelitian ini
yaitu nilai mean dan presentase (%).
3.6 Variabel dan Definisi Operasional
3.6.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Variabel independen merupakan
variabel yang menjadi sebab
perubahannya akan timbul variabel
terikat. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
2. Variabel dependen merupakan
variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya
variabel independen, dalam
penelitian ini variabel dependen
adalah Kinerja Pekerja.
3.6.2 Defenisi Operasional Variabel
1. Keselamatan Kerja adalah upaya
perlindungan pemanen yang
meliputi peraturan keselamatan,
komunikasi dan dukungan, dan alat
pelindung diri. Indikator dari
keselamatan kerja yaitu:
a. Peraturan keselamatan adalah
program mengenai keselamatan
kerja pada pekerja yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
b. Komunikasi dan dukungan
adalah bentuk pemberian
informasi dan dukungan
mengenai program K3 dari
perusahaan kepada pekerja.
c. Alat Pelindung Diri (APD)
adalah peralatan untuk
melindungi pekerja dari sumber
bahaya saat melakukan
pekerjaannya.
2. Kesehatan Kerja meliputi pemeriksaan
kesehatan, dan sarana pelayanan
kesehatan:
a. Pemeriksaan kesehatan adalah
kegiatan yang disediakan oleh
19
perusahaan untuk memeriksa
kondisi tubuh pekerja.
b. Sarana pelayanan kesehatan
adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang disediakan
perusahaan kepada pemanen saat
mengalami keluhan kesehatan.
3. Kinerja pekerja meliputi kualitas,
kuantitas, ketepatan waktu,
efektivitas dan kemandirian :
a. Kualitas. Kualitas kerja diukur
dari persepsi pekerja terhadap
kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan
tugas terhadap keterampilan dan
kemampuan pekerja.
b. Kuantitas. Merupakan jumlah
yang dihasilkan dinyatakan
dalam istilah seperti jumlah unit,
jumlah siklus aktivitas yang
diselesaikan.
c. Ketepatan waktu. Merupakan
tingkat aktivitas diselesaikan
pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut
koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu
yang tersedia untuk aktivitas
lain.
d. Efektivitas. Merupakan tingkat
penggunaan sumber daya
organisasi (tenaga, uang,
teknologi, bahan baku)
dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit
dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian. Merupakan suatu
tingkat dimana pekerja
mempunyai komitmen kerja
dengan instansi dan tanggung
jawab pekerja terhadap
perusahaan.
3.7 Aspek Pengukuran
Masing-masing item indikator
diukur dengan menggunakan skala likert,
dimana terdapat lima kategori penilaian
antara lain sangat setuju, tidak setuju,
netral, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Skor masing-masing indikator
merupakan nilai total dari item indikator.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Menghitung pengukuran Outer
Model
4.1.1 Convergent Validity
Berdasarkan tabel 4.1, hasil
model struktural yang diteliti
menunjukkan hubungan antara indikator
dengan masing-masing variabel yang
ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot
faktor. Variabel Keselamatan diukur dari
empat indikator yaitu Peraturan
Keselamatan (X1) dengan bobot faktor
0,683; Komunikasi dan Dukungan (X2)
dengan bobot faktor 0,847; Alat
Pelindung Diri (X3) dengan bobot faktor
0,914.
Variabel Kesehatan diukur dari dua
indikator yaitu Pemeriksaan Kesehatan
(X4) dengan bobot faktor 0,942; Sarana
Pelayanan Kesehatan (X5) dengan bobot
faktor 0,889. Variabel Kinerja Pekerja
diukur dari lima indikator yaitu Kuantitas
(Y1) dengan bobot faktor 0,782; Kualitas
(Y2) dengan bobot faktor 0,838;
Ketetapan Waktu (Y3) dengan bobot
faktor 0,767; Efektivitas (Y4) dengan
bobot faktor 0,753. Kemandirian (Y5)
dengan bobot faktor 0,806 Melihat hasil
korelasi antara indikator dengan
variabelnya telah memenuhi convergent
validity karena semua loading factor
berada di atas 0,5.
20
4.1.2 Discriminant Validity
Dari tabel diatas disimpulkan
bahwa akar AVE konstruk Keselamatan
sebesar 0,820 lebih tinggi dari nilai
korelasi antara konstruk Keselamatan
dengan konstruk lainnya. Akar AVE
konstruk Kesehatan sebesar 0,916 lebih
tinggi dari nilai korelasi antara konstruk
Kesehatan dengan konstruk lainnya.
Akar AVE konstruk Kinerja Pekerja
sebesar 0,790 lebih tinggi dari nilai Table
4.4. Cross Loading
Dari tabel dapat dilihat bahwa
korelasi konstruk Keselamatan dengan
indikator-indikatornya (X1,X2,X3) lebih
besar dibandingkan korelasi indikator
Keselamatan (X1,X2,X3) dengan
konstruk lainnya. Korelasi konstruk
Kesehatan dengan indikator-
indikatornya (X4,X5) lebih besar
dibandingkan korelasi indikator
Kesehatan (X4,X5) dengan konstruk
lainnya. Demikian juga dengan korelasi
konstruk Kinerja dengan indikator-
indikatornya (Y1,Y2,Y3,Y4,Y5) lebih
besar dibandingkan korelasi indikator
Kinerja (Y1,Y2,Y3,Y4,Y5) dengan
konstruk lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa konstruk laten memprediksi
indikator pada blok mereka lebih baik
dibandingkan dengan indikator di blok
lainnya.
4.1.3 Uji Reliabilitas
Hasil output Composite
Reliability untuk konstruk Keselamatan
adalah sebesar 0,859, konstruk
Kesehatan sebesar 0,912, dan konstruk
Kinerja Pekerja sebesar 0,892. Hasil
output Cronbach’s Alpha untuk konstruk
Keselamatan adalah sebesar 0,773,
konstruk Kesehatan sebesar 0,812, dan
konstruk Kinerja Pekerja sebesar 0,850.
Semua nilai Composite Reliability dan
Cronbach’s Alpha tersebut berada di atas
0,70. Jadi dapat disimpulkan bahwa
konstruk Keselamatan, Kesehatan ,dan
Kinerja Pekerja memiliki reliabilitas
yang baik.
4.2 Pengujian model structural (Inner
Model)
Berdasarkan output di atas dapat
disimpulkan pengaruh variabel kesehatan
dan variabel keselamatan terhadap
variabel kinerja sebagai berikut:
1. Koefisien parameter jalur yang
diperoleh dari hubungan antara
variabel keselamatan dengan
21
variabel kinerja sebesar 0,333
dengan nilai T-statistik 2,700
(>1,96) yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan
antara keselamatan dengan kinerja.
Nilai positif pada koefisien
parameter artinya adalah semakin
baik program keselamatan maka
kinerja pekerja akan meningkat.
2. Koefisien parameter jalur yang
diperoleh dari hubungan antara
variabel kesehatan dengan variabel
kinerja sebesar 0,471 dengan nilai
T-statistik 4,264 (>1,96) yang
menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara
kesehatan dengan kinerja. Nilai
positif pada koefisien parameter
artinya adalah semakin baik
program kesehatan maka kinerja
pekerja akan meningkat.
Berdasarkan dari output diatas
dapat disimpulkan bahwa nilai R Square
sebesar 0,421 berarti model regresi
memiliki tingkat goodness of fit yang
moderate. Dimana variabel kesehatan
dan variabel keselamatan mampu
menjelaskan variabel kinerja pekerja
sebesar 42,1%.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa dalam penelitian ini dibuktikan
bahwa Hipotesis Program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja berpengaruh terhadap
kinerja pekerja diterima.
4.3 Analisis Desktiptif
Berdasarkan tabel analisis deskriptif di
atas, diperoleh nilai tertinggi untuk
indikator peraturan keselamatan yaitu
sebesar 33,82%, yaitu (X1.2) pada
pernyataan “Perusahaan selalu
menetapkan peraturan keselamatan kerja
untuk meningkatkan kinerja pekerja”.
Nilai tertinggi untuk indikator
komunikasi dan dukungan yaitu sebesar
34,08%, yaitu (X2.1) pada pernyataan “
Perusahaan selalu mengkomunikasikan
prosedur keselamatan kerja”. Nilai
tertinggi untuk indicator alat pelindung
diri (APD) yaitu sebesar 20,42% yaitu
(X3.1) pada pernyataan “Perusahaan
selalu menyiapkan APD sebelum
pekerjaan berjalan”.
Berdasarkan tabel analisis deskriptif di
atas, diperoleh nilai tertinggi untuk
indikator pemeriksaan kesehatan yaitu
sebesar 33,98 %, yaitu (X4.1) pada
pernyataan “Perusahaan selalu
memperhatikan aspek kesehatan”. Nilai
tertinggi untuk indicator sarana
pelayanan kesehatan yaitu sebesar
26,23%, yaitu (X5.2) pada pernyataan
“Perusahaan memberikan pengobatan
jika pekerja sakit”.
22
Berdasarkan tabel analisis deskriptif di
atas, diperoleh nilai tertinggi untuk
indikator kuantitas yaitu sebesar 34,27%,
yaitu (Y1.1) pada pernyataan “saya selalu
berusaha memaksimalkan hasil
pekerjaan yang saya lakukan”. Nilai
tertinggi untuk indicator kualitas yaitu
sebesar 33,71%, yaitu (Y2.3) pada
pernyataan “saya selalu berusaha bekerja
sebaik mungkin”. Nilai tertinggi untuk
indicator ketetepan waktu yaitu sebesar
33,98%, yaitu (Y3.3) pada pernyataan
“saya selalu memanfaatkan waktu jam
kerja dengan sebaik-baiknya”. Nilai
tertinggi untuk indicator efektifitas yaitu
sebesar 50,15%, yaitu (Y4.1) pada
pernyataan “saya mampu menyusaikan
diri dalam perusahaan”. Nilai tertinggi
untuk indicator kemandirian yaitu
sebesar 55,08%, yaitu (Y5.1) pada
pernyataan “saya selalu merasa
bertanggung jawab terhadap pekerjaan
yang diberikan.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Keselamatan Kerja
terhadap Kinerja Pekerja
Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat pengaruh positif antara
keselamatan terhadap kinerja pekerja
ditunjukkan dengan koefisien parameter
sebesar 0,333 dan signifikan pada 5 %
karena menunjukkan T statistic sebesar
2,700(>1,96). Hal ini berarti jika
Program Keselamatan lebih diperhatikan
dan dikembangkan, maka dapat
meningkatkan kinerja pekerja.
Menurut Lalu dalam Beni Madaun
(2016) Keselamatan sendiri sangat erat
kaitannya dengan kecelakaan kerja yang
terjadi di tempat kerja. Hal ini berarti
setiap program Keselamatan yang
dilakukan suatu perusahaan harus sangat
diperhatikan pelaksanaannya agar
kejadian yang tidak diduga dan
dikehendaki tidak terjadi, sehingga
kinerja pekerja semakin meningkat. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Ferusgel dalam Beni Madaun
(2016), yang menyimpulkan bahwa
adanya pengaruh positif antara
keselamatan kerja terhadap produktivitas
pemanen.
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa indikator yang
berpengaruh terhadap keselamatan kerja
antara lain Peraturan Keselamatan,
Komunikasi dan Dukungan, dan Alat
Pelindung Diri. Hasil factor Loading
menunjukkan Alat Pelindung Diri
merupakan hal yang paling
mempengaruhi keselamatan pekerja.
Hasil pengamatan di lapangan, setiap hari
safety officer selalu berkomunikasi
dengan para pekerja mengenai
pentingnya mematuhi peraturan
keselamatan dan pentingnya penggunaan
Alat Pelindung Diri. Pekerjaan
konstruksi merupakan pekerjaan yang
memiliki resiko tingkat kecelakaan yang
tinggi, karena berhungungan dengan alat
– alat berat dan konsentrasi yang tinggi.
Maka perusahaan selalu menyediakan
Alat Pelindung Diri dan safety officer
selalu mengharuskan kepada semua
pekerja untuk menggunakannya. Hal
tersebut membuat pekerja merasa lebih
diperhatikan keselamatannya sehingga
membuat kinerja pekerja juga ikut
meningkat.
4.4.2 Pengaruh Kesehatan Kerja
terhadap Kinerja Pekerja
Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat pengaruh positif antara
kesehatan terhadap kinerja pekerja
ditunjukkan dengan koefisien parameter
sebesar 0,472 dan signifikan pada 5 %
karena menunjukkan T statistic sebesar
4,264 (>1,96). Hal ini berarti bahwa
kesehatan kerja yang diterapkan pada
proyek ini berpengaruh terhadap kinerja
pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian
Ferusgel (2015) yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh positif antara
kesehatan terhadap kinerja pekerja
dengan koefisien sebesar 0,472 pada
model.
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa indikator yang
berpengaruh terhadap kesehatan kerja
23
adalah pemeriksaan kesehatan dan sarana
pelayanan kesehatan. Hasil faktor
loadings menunjukkan bahwa
pemeriksaan kesehatan merupakan hal
yang paling mempengaruhi faktor
kesehatan kerja. Hasil pengamatan di
lapangan, setiap pekerja yang mengalami
kelelahan ataupun mengalami
kecelakaan kecil akan cepat mendapat
perawatan di klinik yang telah
disiapakan. Dan juga menurut para
pekerja, ada dokter yang selalu
memeriksa kesehatan para pekerja secara
teratur yang telah disiapkan perusahaan.
Hal ini yang membuat pekerja semakin
lebih tenang dalam bekerja sehingga
kinerja mereka lebih meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesehatan kerja lebih dominan
mempengaruhi kinerja kerja
dibandingkan keselamatan. Oleh karena
itu, pelaksanaan program kesehatan kerja
akan lebih mempengaruhi karyawan
untuk meningkatkan kinerja kerjanya
dibandingkan dengan pelaksanaan
keselamatan kerja.
4.4.3 Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja terhadap
Kinerja Pekerja
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel keselamatan dan
kesehatan mampu menjelaskan (naik-
turunnya) variabel kinerja pekerja
sebesar 42,1%, sisanya 57,9% dijelaskan
oleh variabel-variabel lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini seperti skill
pekerja, lingkungan kerja, dan lain
sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi atau semakin baik
tingkat kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) yang diperhatikan perusahaan maka
semakin baik tingkat kinerja yang
dihasilkan pekerja.
Tujuan utama dari Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sedapat
mungkin memberikan jaminan kondisi
kerja yang aman dan sehat kepada setiap
karyawan dan untuk melindungi sumber
daya manusianya. Kesehatan dan
Keselamatan kerja ditingkatkan maka
kinerja karyawan dapat meningkat
karena karyawan merasa aman, nyaman,
dan selamat di tempat kerja. Tenaga kerja
harus memperoleh perlindungan diri dari
masalah sekitarnya dari pada dirinya
yang dapat menimpa dan mengganggu
pelaksanaan pekerjaannya Ferusgel
(2015).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Koefisien parameter jalur yang
diperoleh dari hubungan antara
variabel keselamatan dengan
variabel kinerja sebesar 0,333
dengan nilai T-statistik 2,700
(>1,96) pada taraf signifikansi
,05 (5%) yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara keselamatan
dengan kinerja. Nilai positif pada
koefisien parameter artinya adalah
semakin baik program keselamatan
maka kinerja pekerja akan
meningkat. Keselamatan kerja
dibentuk oleh indikator konstruk
peraturan keselamatan, dukungan
dan komunikasi, dan alat pelindung
diri. Adapun nilai loading faktor
indicator pelatihan keselamatan <
0,5 yang menyebabkan indicator ini
hilangkan karena dianggap tidak
berkontribusi terhadap model.
2. Koefisien parameter jalur yang
diperoleh dari hubungan antara
variabel kesehatan dengan variabel
kinerja sebesar 0,472 dengan nilai
T-statistik 4,264 (>1,96) pada taraf
signifikansi ,05 (5%) yang
menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara
kesehatan dengan kinerja. Nilai
positif pada koefisien parameter
24
artinya adalah semakin baik program
kesehatan maka kinerja pekerja akan
meningkat. Kesehatan kerja
dibentuk oleh indikator konstruk
pemeriksaan kesehatan dan sarana
pelayanan kesehatan.
3. Nilai R Square dari penelitian ini
sebesar 0,421 berarti model regresi
memiliki tingkat goodness of fit
yang moderate. Dimana variabel
kesehatan dan keselamatan mampu
menjelaskan (naik-turunnya)
variabel kinerja pekerja sebesar
42,1%, sisanya 57,9% dijelaskan
oleh variabel-variabel lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian,
maka dapat diberikan saran sebagai
berikut:
1. Disarankan kepada perusahaan
agar menambah pihak
keamanan untuk mengatur lalu
lintas dan melengkapi atribut
rambu-rambu lalu lintas
berhubung proyek ini berada di
jalan yang di lalui banyak
kendaraan.
2. Disarankan kepada peneliti
selanjutnya untuk meneliti
variabel-variabel lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini
seperti alat pelindung kelompok
dan lain-lain yang berhubungan
dengan kondisi dan jenis proyek
yang dikerjakan.