Upload
lyhanh
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI
Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN NATUNA
(2004)
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN NATUNA
(2004)
Disusun oleh
CRITC- Jakarta 2005
STUDY BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN NATUNA TAHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN : GIYANTO, S.SI , M.SC.
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN :
SISTIM INFORMASI GEOGRAFIS : DRS. WINARDI, M.SC.
KUALITAS PERAIRAN : - DRS. EDI KUSMANTO
- DRS. SALMIN
MANGROVE : DRS. SOEROYO
KARANG & MEGA BENTHOS : DRA. ANNA MANUPUTTY, M.SI
IKAN KARANG : DRA. SASANTI R. SUHARTI, M.SC.
DOKUMENTASI : R. SUTIYADI, A.MD.
ANALISA DATA : GIYANTO, S.SI , M.SC.
CRITC-COREMAP Jakarta ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ……………………………………... iv DAFTAR TABEL ………………………………………… vii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………… ix RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………
A. Pendahuluan ………………………………………… xi B. Hasil dan Pembahasan ………………………………. xiii C. Kesimpulan dan Saran …………………………….. ix
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………... 1 A. Latar Belakang ……………………………………… 1 B. Tujuan Penelitian ……………………………………. 2 C. Ruang Lingkup Penelitian …………………………... 2
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………... 4 A. Lokasi Penelitian ……………………………………. 4 B. Waktu Penelitian ……………………………………. 12 C. Pelaksana Penelitian ………………………………… 12 D. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data ……….. 12
1. Sistem Informasi Geografis ……………………... 12 2. Kualitas Perairan ………………………………… 15 3. Mangrove ………………………………………... 16 4. Karang ………………………………………….. 17 5. Mega Benthos …...……………………………… 19 6. Ikan Karang …………………………………… 19
CRITC-COREMAP Jakarta iii
Halaman
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………… 22 A. Sistem Informasi Geografis …………………………. 22
1. Geometri Citra …………………………………... 22 2. Kondisi Geografis ……………………………….. 23 3. Hasil Klasifikasi Citra …………………………... 25
B. Kualitas Perairan ……………………………………. 28 1. Temperatur ………………………………………. 28 2. Salinitas ………………………………………… 29 3. Densitas ………………………………………... 30 4. Arus …………………………………………….. 31 5. Derajat keasaman (pH)…………………………... 37 6. Kandungan oksigen terlarut (O2) ……………….. 38 7. Fosfat ……………………………………………. 40 8. Nitrat (NO3) ……………………………………. 42 9. Nitrit (NO2) ……………...………………………. 43 10. Silikat (SiO3) …..……………………………… 44
C. Mangrove …………………………………………… 45 D. Karang ………………………………………………. 48 E. Mega Benthos ………………………………………. 56 F. Ikan Karang ………………………………………….. 60
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………………… 70 A. Kesimpulan …………………………………………. 70 B. Saran ………………………………………………… 72
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 73
CRITC-COREMAP Jakarta iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Natuna …………... 5 Gambar 2.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Natuna ………
7
Gambar 3. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Natuna ………………
8
Gambar 4. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Natuna ………………………………………….
9
Gambar 5. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Natuna ………………………………………….
10
Gambar 6. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Natuna …….…………….
11
Gambar 7. Distribusi mangrove dan terumbu karang di Natuna ………………………………………….
27
Gambar 8. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Natuna ………………………………...
29
Gambar 9. Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Natuna …………….…….
30
Gambar 10. Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Natuna …………….…….
31
Gambar 11. Pola arus di perairan Teluk Sedanau Barat, Natuna ………………………………………….
33
Gambar 12. Pola arus di sekeliling P. Tiga dan sekitarnya, Natuna …………………………………………
34
CRITC-COREMAP Jakarta v
Halaman
Gambar 13. Pola arus di selat antara P. Tiga dan Sedanau Barat …………………………….……………...
35
Gambar 14. Pola arus di sekeliling P. Laut Perairan Natuna ..
36
Gambar 15. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Natuna dengan metode RRI ………..
50
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat di Natuna ………….
51
Gambar 17. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang dilakukan dengan metode LIT …..
52
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang dilakukan dengan metode LIT …………………
53
Gambar 19. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ……………………………….………………….
55
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ………………
56
Gambar 21. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna …………...
57
Gambar 22. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah individu mega benthos …………………………
59
Gambar 23. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan berdasarkan jumlah individu mega benthos …………………………………………
60
Gambar 24. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di Natuna ………………………………….
62
CRITC-COREMAP Jakarta vi
Halaman
Gambar 25. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna ……………………
66
Gambar 26. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna ……………………
68
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua ……………………………………………...
69
CRITC-COREMAP Jakarta vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Natuna ……………………………...
27
Tabel 2. Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Natuna ……………………………………………
47
Tabel 3. Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Natuna ……………………………………………
47
Tabel 4. Gambaran mengenai struktur mangrove yang termasuk di Natuna ………………………………
48
Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna dengan metode LIT ……………………………………….
54
Tabel 6. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Natuna ….
55
Tabel 7. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna .……………………..
59
Tabel 8. Sebelas jenis ikan karang di Natuna yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=35 stasiun) …………….
61
CRITC-COREMAP Jakarta viii
Halaman
Tabel 10. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di Natuna …………………………………………
64
Tabel 11. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna dengan metode LIT ………………………
67
Tabel 12. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Natuna untuk data kelimpahan ikan karang (data ditransformasikan ke akar pangkat dua) ……………………………..
67
CRITC-COREMAP Jakarta ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.a. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Natuna .………...
75
Lampiran 1.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Natuna ………..
76
Lampiran 1.c. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Natuna ………………………………………..
77
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Natuna ……………………………...
78
Lampiran 1.e. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Natuna ………………...
79
Lampiran 2.a. Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Natuna ………………………………………..
80
Lampiran 2.b. Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, untuk perairan Natuna …….…………………
80
Lampiran 3.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Natuna..
81
Lampiran 3.b. Kadar rata - rata zat hara di perairan Natuna ..
82
CRITC-COREMAP Jakarta x
Halaman
Lampiran 4. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Natuna ………………………………………..
83
Lampiran 5. Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Natuna berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas …………………………………………
84
Lampiran 6. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Natuna ………………………………….…….
91
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Natuna ………..
93
Lampiran 8. Beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Natuna ………..
94
Lampiran 9. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang diperoleh dengan metode UVC ………..
95
CRITC-COREMAP Jakarta xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15
tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II .
Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru yang
pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian Development Bank).
Salah satu lokasi baru i tu adalah Kabupaten Natuna, yang
secara administrat if masuk ke dalam Propinsi Riau.
Dil ihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Natuna
memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bi la dikelola
dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut
dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan
laut sepert i ekosistem mangrove, lamun dan karang. Seir ing
dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala
bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan telah
memberikan tekanan yang lebih besar terhadap l ingkungan
sekitarnya, khususnya l ingkungan perairannya.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline ekologi
(ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk
mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk
kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi
l ingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat
dipakai sebagai bahan pert imbangan bagi para stakeholder
dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari .
Selain i tu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek
permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa
dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasi l
pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding,
CRITC-COREMAP Jakarta xii
dapat di jadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasi lan
COREMAP.
Kegiatan peneli t ian di lapangan dilakukan menggunakan
Kapal Riset Baruna Jaya VII. Untuk efisiensi waktu dan biaya,
kegiatan peneli t ian ini di lakukan menjadi satu dengan kegiatan
studi baseline ekologi di perairan Kepulauan Riau (meliputi
Kepulauan Tambelan dan P. Mapor) serta Batam. Kegiatan
lapangan di ketiga lokasi tersebut berlangsung pada Oktober-
Nopember 2004.
Kegiatan peneli t ian lapangan ini melibatkan staf CRITC
(Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu
oleh para peneli t i dan teknisi Pusat Peneli t ian Oseanografi-
LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari
CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan
Kelautan. Seorang mahasiswi dari Riau (Universi tas Riau) juga
turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas akhirnya.
Lokasi peneli t ian yang dilakukan di wilayah studi ini
t idak mencakup keseluruhan wilayah administrat if Kabupaten
Natuna, namun hanya terbatas pada sebagian lokasi yang
terpil ih untuk kegitan COREMAP Fase II yang mencakup
wilayah Kecamatan Bunguran Barat , yang berada di perairan di
bagian barat daya P. Natuna. Selain P. Natuna i tu sendiri ,
terdapat pula pulau-pulau kecil di sekitarnya sepert i P.
Sedanau, P. Genting, P. Kumbik, P. Sabangmawang dan P. Tiga
Dalam peneli t ian ini , sebelum penarikan sampel
di lakukan, terlebih dahulu ditentukan peta sebaran terumbu
karang di perairan tersebut berdasarkan peta sementara
( tentat ive) yang diperoleh dari hasi l interpretasi data ci tra
digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (Landsat
ETM+). Kemudian dipil ih secara acak t i t ik-t i t ik peneli t ian
(stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing
kelompok peneli t ian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah
personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel
CRITC-COREMAP Jakarta xiii
yang terambil cukup mewakil i untuk menggambarkan tentang
kondisi perairan di lokasi tersebut.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasi l peneli t ian yang dilakukan di perairan
di bagian barat daya P. Natuna dan sekitarnya yang meliputi
juga beberapa pulau-pulau kecil sepert i P. Sedanau, P.
Genting, P. Kumbik, P. Sabangmawang dan P. Tiga (yang
selanjutnya, untuk mempermudah penulisan, hanya disebut
Natuna saja) adalah sebagai berikut:
Luasan hutan mangrove di lokasi peneli t ian di Natuna
adalah 17,3619 km2.
Luasan terumbu karang yang meliputi fr inging reef , patch
reef dan shoal di lokasi peneli t ian di Natuna adalah
420,4646 km2.
Kisaran temperatur pada perairan di lokasi peneli t ian di
Natuna pada bagian permukaan berkisar antara 29,44°C dan
30,54°C dengan rerata 29,79°C. Sedangkan pada kolom air
mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai
kisaran antara 29,25°C dan 30,54°C dengan rerata 29,63°C.
Kisaran sal ini tas pada perairan di lokasi peneli t ian di
Natuna pada bagian permukaan berkisar antara 21,53 PSU
hingga 33,44 PSU dengan rerata 31,61 PSU. Sedangkan
pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar
mempunyai kisaran antara 21,53 PSU hingga 33,45 PSU
dengan rerata 32,77 PSU.
Densitas air laut pada perairan di lokasi peneli t ian di
Natuna pada bagian permukaan berkisar antara 1011,71
kg/m3 – 1020,60 kg/m3 dengan rerata 1020,41 kg/m3.
Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga
CRITC-COREMAP Jakarta xiv
dekat dasar mempunyai kisaran antara 1011,71 kg/m3 –
1020,70 kg/m3 dengan rerata 1020,18 kg/m3.
Kecepatan arus maksimum di Teluk Sedanau Barat 699
mm/detik. Di selat antara Natuna Besar dan P. Sededap
menuju ke tenggara dengan kecepatan antara 1000 mm/detik
hingga 1500 mm/detik. Di selatan selat ini pula di temukan
pusaran air yang deras. Kecepatan massa air yang lebih dari
1000 mm/detik di temukan pula di barat dan barat daya P.
Sededap. Daerah ini berbahaya, disamping arusnya deras,
topografi dasar perairannya sangat terjal . Sedangkan untuk
perairan sekeli l ing P. Laut kecepatan arus relat if lemah
kecuali di s isi barat laut , kecepatannya mencapai 980
mm/detik.
Mengacu pada nilai derajat keasaman (pH) yang
direkomendasikan KLH, perairan di lokasi peneli t ian di
Natuna masih tergolong baik, dimana pHnya masih diatas 8.
Pada daerah gambut/humus pH di permukaan lebih rendah
dibandingkan dengan di dasar, sedangkan pada daerah
terumbu karang pH nya homogen. Nilai pH pada daerah
gambut/humus pada permukaan perairan lebih bersifat asam
(lebih rendah) dibandingkan dengan di daerah terumbu
karang, sedangkan pada bagian dasarnya bersifat homogen.
Berdasarkan kri teria yang dianjurkan KLH dimana nilai
baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan
biota laut memiliki kadar oksigen terlarut > 5 ppm (3,5
ml/L) (Anonimous, 2004), maka secara umum dapat
dikatakan bahwa perairan di lokasi peneli t ian yang
dilakukan di Natuna, dinilai dari kadar oksigen terlarutnya,
kondisinya kurang baik terutama pada daerah lahan
gambut/humus, sedang pada daerah terumbu karang sedikit
lebih baik kondisinya. Pada daerah gambut/humus maupun
daerah terumbu karang, kandungan oksigen di permukaan
CRITC-COREMAP Jakarta xv
relat if homogen dengan bagian dasar perairan. Pada bagian
permukaan, kandungan oksigen daerah terumbu karang
lebih kaya dibandingkan daerah gambut/humus, tetapi pada
bagian dasarnya kandungan oksigen pada kedua daerah
tersebut tak berbeda.
Dengan berpedoman pada baku mutu air laut untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut , kadar fosfat yang
dianjurkan KLH yaitu < 0,015 ppm (4,9 µg A/L)
(Anonimous, 2004), maka pada lokasi peneli t ian di Natuna,
kadar fosfat pada umumnya masih berada pada nilai ambang
batas yang dianjurkan, kecuali pada permukaan perairan di
daerah lahan gambut/humus. Pada daerah gambut/humus
maupun daerah terumbu karang, kadar fosfat pada bagian
permukaan perairan lebih t inggi dibandingkan pada bagian
dasarnya. Kadar fosfat pada daerah gambut/humus lebih
t inggi dibandingkan pada daerah terumbu karang baik pada
bagian permukaan maupun dasar perairan. Tingginya kadar
fosfat di bagian permukaan ini diperkirakan merupakan
sumbangan dari daratan.
Mengacu baku mutu yang dikeluarkan KLH, untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut ni lai ambang batas
untuk nitrat = 0,008 ppm (26,27 µg A/L) (Anonimous,
2004), maka kadar ni trat pada semua perairan di Natuna
yang ditel i t i , kondisinya masih baik dan masih jauh dari
ni lai ambang batas yang ditetapkan. Kadar ni trat di daerah
gambut/humus lebih t inggi kadarnya pada bagian
permukaan perairan dibandingkan dengan bagian dasarnya,
tetapi sebaliknya di daerah terumbu karang, pada bagian
permukaan kadar ni tratnya lebih rendah dibandingkan
bagian dasarnya. Baik pada bagian permukaan maupun
dasar perairan, kadar ni trat pada daerah gambut/humus
lebih t inggi dibandingkan dengan daerah terumbu karang.
CRITC-COREMAP Jakarta xvi
Berdasarkan hasi l yang diperoleh dari semua stasiun yang
ditel i t i di Natuna, kadar ni tr i tnya jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kadar ni trat . Kenyataan ini
menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik.
Pada daerah gambut/humus kadar ni tr i t dipermukaan lebih
t inggi dibandingkan dengan bagian dasarnya, sedangkan
pada daerah terumbu karang sebaliknya dimana kadar ni tr i t
di permukaan lebih rendah dibandingkan dengan bagian
dasarnya. Pada daerah gambut/humus kadar ni tr i tnya lebih
t inggi dibandingkan dengan daerah terumbu karang, baik
pada bagian permukaan maupun dasar perairan.
Kadar rerata si l ikat di bagian dasar lebih t inggi
dibandingkan dengan bagian permukaannya, baik untuk
daerah gambut/humus maupun daerah terumbu karang.
Kenyataan ini membuktikan bahwa sumber utama si l ikat di
perairan ini berasal dari sedimentasi dari dasar perairan.
Kandungan si l ikat yang t inggi terkonsentrasi di daerah
gambut/humus dibandingkan dengan di daerah terumbu
karang. KLH tidak menetapkan nilai ambang batas kadar
si l ikat untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut .
Secara keseluruhan di daerah Kepulauan Natuna didapatkan
17 jenis mangrove yang termasuk dalam 14 marga; 10 suku.
Hasil pencuplikan data transek untuk kategori anak pohon
(diameter batang 2-10 cm) didapatkan 8 jenis yang
didominasi jenis Rhizophora mucronata dengan nilai
penting 99,07 %. Kepadatan anak pohon mencapai 2467
batang/ha dengan rerata ketinggian 5,30 m dan basal area
mencapai 6,16 m2/ha. Untuk kategori pohon (diameter
batang >10 cm) didapatkan 7 jenis yang didominasi oleh
Rhizophora mucronata dengan Nilai Penting 92,11 %.
Kepadatan pohon mencapai 200 batang/ha dengan
CRITC-COREMAP Jakarta xvii
ketinggian rata-rata mencapai 12,78 m dengan basal area
2,25 m2/ha.
Dari hasi l RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
di jumpai 177 jenis karang batu yang termasuk dalam 18
suku.
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang
dilakukan di 35 stasiun dijumpai persentase tutupan karang
hidup antara 0,00% - 88,89%, dengan rerata persentase
tutupan karang hidup 32,86 %, sehingga kondisi terumbu
karangnya bisa dikategorikan “cukup”.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 8
stasiun transek permanen menunjukkan bahwa tak satu pun
stasiun yang terumbu karangnya masuk dalam kategori
“sangat baik” dan “kurang”. Hanya ada 1 stasiun
dikategorikan “baik”, sedangkan sisanya yaitu 7 stasiun
dikategorikan “cukup”.
Pada stasiun transek permanen NTNL06, karang batu yang
dijumpai di s tasiun tersebut selain kurang beragam, juga
adanya jenis yang mendominasi , yai tu Porites cylindrica
dan Porites rus .
Berdasarkan jumlah kehadiran karang batu di masing-
masing stasiun transek permanen, terl ihat bahwa hanya
stasiun NTNL03 dan NTNL07 yang mengelompok dalam
satu kelompok dengan t ingkat kemiripan > 50 %.
Dari hasi l Reef check tersebut, selama pengamatan tak
diperoleh satu pun Acanthaster planci , yang merupakan
hewan pemakan polip karang. Selain i tu juga tak dijumpai
Lobster , Dupella, Pencil sea urchin, Trochus nilot icus dan
juga Holothurian yang berukuran < 20 cm. Sedangkan
Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam
jumlah yang berl impah yaitu 15723 individu/ha. Bulu babi
(Diadema setosum) di jumpai dengan kelimpahan sebesar
CRITC-COREMAP Jakarta xviii
4089 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai
dalam jumlah sedang, dimana untuk yang berukuran besar
(panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 348 individu/ha,
dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 1625
individu/ha. Selama pengamatan dilakukan, t r ipang
(holothurian) yang berukuran besar (diameter >20) di jumpai
dengan kelimpahan 188 individu/ha.
Dari 35 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang
dengan metode RRI, ikan karang jenis Amblyglyphidodon
curacao merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Jenis
ini di jumpai di 23 stasiun RRI, atau frekuensi relat if
kehadirannya 65,71%.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 8
Stasiun transek permanen di Natuna menjumpai sebanyak
171 jenis ikan karang yang termasuk dalam 26 suku, dengan
nilai kel impahan ikan karang sebesar 20118 individu per
hektarnya. Jenis Pomacentrus alexanderae merupakan jenis
ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi
dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu
sebesar 2529 individu/ha-nya.
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang
diperoleh dari UVC di lokasi t ransek permanen di Natuna
sepert i ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae)
yai tu 268 individu/ha, ikan kerapu (termasuk dalam suku
Serranidae) 164 individu/ha, ikan ekor kuning ( termasuk
dalam suku Caesionidae) yaitu 1936 individu/ha.
Kelimpahan di lokasi t ransek permanen di Natuna untuk
ikan kepe-kepe (Butterf ly f ish; suku Chaetodontidae), yang
merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu
karang memiliki kelimpahan 611 individu/ha. Selama
peneli t ian berlangsung, ikan Napoleon (Cheil inus
CRITC-COREMAP Jakarta xix
undulatus) hanya dijumpai 1 individu dari 8 stasiun transek
permanen.
Jumlah individu untuk set iap jenis ikan karang yang
dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen di
Natuna dengan menggunakan metode UVC menunjukkan
bahwa kelimpahan kelompok ikan major, ikan target , dan
ikan indikator berturut- turut adalah 14536 individu/ha,
5096 individu/ha dan 486 individu/ha, sehingga
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator adalah 30:10:1. Ini berart i bahwa untuk set iap 41
individu ikan yang dijumpai di perairan Natuna,
kemungkinan komposisinya terdir i dari 30 individu ikan
major, 10 individu ikan target dan 1 individu ikan
indikator.
Berdasarkan jumlah individu dari masing-masing jenis ikan
karang di masing-masing stasiun transek permanen, terl ihat
bahwa Stasiun NTNL01, NTNL02 dan NTNL03
mengelompok dalam satu kelompok, serta stasiun NTNL05
dan NTNL06 dalam kelompok yang lain dengan nilai
kemiripan >50%.
C. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasi l dan pembahasan yang telah diuraikan maka
dapat di tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Karakteri t ik massa air di perairan Natuna sangat
dipengaruhi oleh pemanasan matahari disamping oleh
pengaruh massa air dari daratan.
Pola arus yang berkembang di perairan Natuna tergantung
pada pola umum dan sistem arus yang berkembang di Laut
Natuna dan Laut Cina Selatan kemudian dibelokkan oleh
CRITC-COREMAP Jakarta xx
masing-masing pulau sesuai dengan kondisi topografi dan
lokasi perairannya.
Ditinjau dari kadar zat hara, kondisi perairan Natuna yang
ditel i t i masih dikategorikan baik untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut , terutama pada daerah terumbu karang.
Sedang untuk daerah gambut/humus, kondisi perairannya
kurang begitu baik.
Kadar Sil ikat yang lebih t inggi di bagian dasar perairan
membuktikan bahwa kadar si l ikat dari semua daerah yang
ditel i t i sumber utamanya berasal dari sedimentasi di bagian
dasar perairan.
Di lokasi peneli t ian di Natuna didapatkan 17 jenis
mangrove yang termasuk dalam 14 marga, 10 suku. Untuk
anak pohon didominasi Rhizophora mucronata dengan
kepadatan mencapai 2467 batang/ha, rerata ketinggian 5,30
m dan basal area 6,16 m2/ha. Untuk pohon didominasi
Rhizophora mucronata dengan kepadatan pohon mencapai
200 batang/ha, rerata ketinggian 12,78 m dan basal area
mencapai 2,25 m2/ha.
Dari hasi l RRI, LIT dan pengamatan bebas, di Natuna
berhasi l di jumpai 177 jenis karang batu yang termasuk
dalam 18 suku.
Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya, secara
umum terumbu karang di perairan Natuna dapat
dikategorikan “cukup” dimana persentase tutupan karang
hidupnya hanya sebesar 32,86 % saja.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 8
stasiun transek permanen menunjukkan bahwa tak satu pun
stasiun yang terumbu karangnya masuk dalam kategori
“sangat baik” dan “kurang”. Hanya ada 1 stasiun
dikategorikan “baik”, sedangkan sisanya yaitu 7 stasiun
dikategorikan “cukup”.
CRITC-COREMAP Jakarta xxi
Walaupun secara umum kadar zat hara di daerah terumbu
karang perairan sekitar Natuna masih dapat dikategorikan
baik sesuai yang dianjurkan KLH untuk biota laut , tapi
tanda-tanda adanya pencemaran di perairan ini bisa terl ihat
dari t ingginya kelimpahan beberapa megabenthos yang
umum dijumpai pada daerah yang tercemar perairannya.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 8
Stasiun transek permanen di Natuna menjumpai sebanyak
171 jenis ikan karang yang termasuk dalam 26 suku, dengan
nilai kel impahan ikan karang sebesar 20118 individu per
hektarnya. Jenis Pomacentrus alexanderae merupakan jenis
ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi
dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu
sebesar 2529 individu/ha-nya.
Kelimpahan ikan karang yang memiliki ni lai ekonomis
penting relat if rendah di perairan ini .
Dari pengalaman dan hasi l yang diperoleh selama
melakukan peneli t ian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh dalam peneli t ian ini mungkin t idak
seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
Kepulauan Natuna secara keseluruhan mengingat peneli t ian
kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang
berada di Kepulauan Natuna.
Walaupun secara umum kuali tas perairan di lokasi
peneli t ian yang berada di daerah terumbu karang ini dapat
dikatakan relat if masih baik untuk kehidupan karang serta
biota laut lainnya, tapi keadaan sepert i ini perlu
dipertahankan bahkan j ika mungkin, lebih di t ingkatkan lagi
daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang dan biota
lainnya. Pencemaran l ingkungan dan kerusakan l ingkungan
CRITC-COREMAP Jakarta xxii
harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian
sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari .
Untuk daerah gambut/humus, kondisi l ingkungan sekitarnya
perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik agar kondisi
perairannya menjadi lebih baik.
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Natuna,
past i akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di
perairan ini , baik secara langsung maupun t idak langsung.
Untuk i tu, peneli t ian kembali di daerah ini sangatlah
penting di lakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
sehingga hasi lnya bisa di jadikan bahan pert imbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
karang secara lestari . Selain i tu, data hasi l pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi
keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15
tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II .
Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru yang
pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian Development Bank).
Salah satu lokasi baru i tu adalah Kabupaten Natuna, yang
secara administrat if masuk ke dalam Propinsi Riau.
Dil ihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Natuna
memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bi la dikelola
dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut
dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan
laut sepert i ekosistem mangrove, lamun dan karang. Seir ing
dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala
bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan telah
memberikan tekanan yang lebih besar terhadap l ingkungan
sekitarnya, khususnya l ingkungan perairannya.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline ekologi
(ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk
mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk
kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi
l ingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat
dipakai sebagai bahan pert imbangan bagi para stakeholder
dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari .
Selain i tu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek
permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa
dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasi l
pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding,
CRITC-COREMAP Jakarta 2
dapat di jadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasi lan
COREMAP.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari s tudi baseline ekologi ini adalah sebagai
berikut:
Mendapatkan data dasar ekologi di Kabupaten Natuna,
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove
dan juga kondisi l ingkungannya.
Membuat transek permanen di beberapa tempat di
Kabupaten Natuna agar dapat dipantau di masa
mendatang.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang l ingkup studi baseline ekologi ini meliputi empat
tahapan yaitu:
1. Tahap persiapan , meliputi kegiatan administrasi ,
koordinasi dengan t im peneli t ian baik yang berada di
Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan
mobil i tas peralatan peneli t ian serta perancangan peneli t ian
untuk memperlancar pelaksanaan survey di lapangan. Selain
i tu, dalam tahapan ini juga dilakukan persiapan penyediaan
peta dasar untuk lokasi peneli t ian yang akan dilakukan.
2. Tahap pengumpulan data , yang dilakukan langsung di
lapangan yang meliputi data tentang kuali tas perairan baik
f is ika maupun kimia perairan, terumbu karang, ikan karang
dan mangrove.
CRITC-COREMAP Jakarta 3
3. Tahap analisa data, yang meliputi verif ikasi data lapangan
dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disaj ikan
dengan lebih informatif .
4. Tahap pelaporan , yang meliputi pembuatan laporan
sementara dan laporan akhir .
CRITC-COREMAP Jakarta 4
BAB II. METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Lokasi peneli t ian yang dilakukan di wilayah studi ini
t idak mencakup keseluruhan wilayah administrat if Kabupaten
Natuna, namun hanya terbatas pada sebagian lokasi yang
terpil ih untuk kegitan COREMAP Fase II yang mencakup
wilayah Kecamatan Bunguran Barat , yang berada di perairan di
bagian barat daya P. Natuna. Selain P. Natuna i tu sendiri ,
terdapat pula pulau-pulau kecil di sekitarnya sepert i P.
Sedanau, P. Genting, P. Kumbik, P. Sabangmawang dan P. Tiga
(Gambar 1).
Dalam peneli t ian ini , sebelum dilakukan penarikan
sampel, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu peta sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara ( tentat ive) yang diperoleh dari hasi l interpretasi
data ci tra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
(Landsat ETM+). Kemudian dipil ih secara acak t i t ik-t i t ik
peneli t ian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk
masing-masing kelompok peneli t ian berbeda-beda disesuaikan
dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi
diharapkan sampel yang terambil cukup mewakil i untuk
menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
Tetapi ada kalanya t i t ik-t i t ik stasiun yang telah ditentukan
tersebut t idak seluruhnya dapat terambil dikarenakan banyak
faktor diantaranya kondisi cuaca yang kurang baik (ombak
besar) .
CRITC-COREMAP Jakarta 5
Gambar 1 . Peta lokasi peneli t ian di Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 6
Untuk parameter temperatur, sal ini tas dan densitas air
laut di lakukan di 27 stasiun (Gambar 2; Lampiran 1.a).
Sedangkan untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut
berhasi l dikumpulkan 4 l intasan (Gambar 2) .
Untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen
terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2),
dan s i l ikat (SiO3) di lakukan di 26 stasiun peneli t ian dari 38
stasiun yang direncanakan, karena alasan cuaca (ombak besar)
yang kurang mendukung untuk pengambilan sampel. Satu
stasiun yaitu Stasiun 0, yang semula t idak direncanakan
ditambahkan sebagai stasiun peneli t ian (Gambar 3 ; Lampiran
1.b.) . Dari pengamatan di lapangan, perairan di Kepulauan
Natuna dapat dikelompokkan dalam 2 katagori ekosistem yang
dominan, yaitu perairan yang didominasi oleh ekosistem
gambut/humus dan perairan yang didominasi oleh terubu
karang. Perairan yang didominasi oleh gambut/humus
mencakup daerah di s tasiun 15, 18, 19, 21 dan 22; sedangkan
selebihnya didominasi oleh terumbu karang.
Untuk mangrove, t ransek dilakukan di 3 stasiun yang
sepert i terl ihat dalam Gambar 4 ; Lampiran 1.c.
Untuk kelompok karang dan ikan karang, pengamatan
dilakukan di 35 stasiun dengan menggunakan metode RRI
(Rapid Reef Resources Inventory) (Gambar 5 ; Lampiran 1.d.) .
Sedangkan untuk proses pemantauan kondisi kesehatan karang
di masa sekarang dan yang akan datang, dipil ih 8 stasiun
sebagai t i t ik-t i t ik transek permanen (permanent transect)
untuk karang, mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis
penting dan sebagai indikator kesehatan terumbu karang, serta
ikan karang (Gambar 6 ; Lampiran 1.e.) .
CRITC-COREMAP Jakarta 7
Gambar 2. Posisi s tasiun peneli t ian untuk temperatur, sal ini tas dan densitas air laut serta l intasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 8
Gambar 3. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2), dan s i l ikat (SiO3) di perairan Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 9
Gambar 4. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di perairan Natuna
CRITC-COREMAP Jakarta 10
Gambar 5. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 11
Gambar 6. Posisi s tasiun peneli t ian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 12
B. WAKTU PENELITIAN
Berhubung kegiatan peneli t ian di lapangan dilakukan
menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VII. Untuk efisiensi
waktu dan biaya, kegiatan peneli t ian ini di lakukan menjadi
satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan
Kepulauan Riau (meliputi Kepulauan Tambelan dan P. Mapor)
serta Batam. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut
berlangsung pada Oktober-Nopember 2004.
C. PELAKSANA PENELITIAN
Kegiatan peneli t ian lapangan ini melibatkan staf CRITC
(Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu
oleh para peneli t i dan teknisi Pusat Peneli t ian Oseanografi-
LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari
CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan
Kelautan. Seorang mahasiswa dari Riau (Universi tas Riau)
juga turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas
akhirnya.
D. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA
Peneli t ian Ecological Baseline Study ini melibatkan
beberapa kelompok peneli t ian dan dibantu oleh personil untuk
dokumentasi . Metode penarikan sampel dan analisa data yang
digunakan oleh masing-masing kelompok peneli t ian tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Sistem Informasi Geografis
Untuk keperluan pembuatan peta dasar sebaran
ekosistem perairan dangkal , data ci tra penginderaan jauh
CRITC-COREMAP Jakarta 13
(inderaja) digunakan sebagai data dasar. Data ci tra inderaja
yang dipakai dalam studi ini adalah ci tra digital Landsat 7
Enhanced Thematic Mapper Plus (selanjutnya disebut
Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak dan kanal infra-
merah dekat (band 1,2,3,4 dan 5). Saluran ETM+ 7 t idak
digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke
mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan
saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai
karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan
band 5 berguna untuk pembedaan mintakat mangrove.
Citra yang digunakan adalah ci tra dengan cakupan
penuh ( ful l scene) yai tu 185 km x 185 km persegi . Ukuran
piksel , besarnya unit areal di permukaan bumi yang
diwakil i oleh satu nilai digital ci tra, pada saluran multi-
spectral (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) adalah 30 m x 30 m
persegi . Adapun ci tra yang digunakan dalam studi ini ci tra
perekaman dengan path-row 127-61.
Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium
terlebih dulu disusun peta tentat if . Pengolahan ci tra untuk
penyusunan peta tentat if di lakukan dengan perangkat lunak
Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2 . Prosedur
untuk pengolahan ci tra sampai mendapatkan peta tentat if
daerah studi meliputi beberapa langkah berikut ini . :
Langkah pertama, ci tra dibebaskan atau set idaknya
dikurangi terhadap pengaruh noise yang ada. Koreksi untuk
mengurangi noise ini di lakukan dengan teknik smoothing
menggunakan f i l ter low-pass .
Langkah kedua, memblok atau membuang daerah
tutupan awan. Ini di lakukan dengan pertama-tama memilih
areal contoh ( training area) tutupan awan dan kemudian
secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh
daerah tutupan awan pada cakupan ci tra. Setelah terpil ih
kemudian dikonversikan menjadi format shape f i le .
CRITC-COREMAP Jakarta 14
Konversi ini diperlukan agar didapatkan data berbasis
vektor (data ci tra berbasis raster) beserta topologinya yaitu
tabel berisi atr ibut yang sangat berguna untuk analisis
selanjutnya. Dari tabel i tu kemudian dilakukan pemilihan
daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam
bentuk shape f i le . Daerah bukan awan ini lah yang akan
digunakan untuk analisis lanjutan.
Langkah ketiga yaitu memisahkan mintakat darat dan
mintakat laut . Pada ci tra yang telah bebas dari tutupan
awan dilakukan digitasi batas pulau dengan cara digitasi
langsung pada layar komputer (on the screen digit iz ing) .
Agar diperoleh hasi l digi tasi dengan ketel i t ian memadahi,
digi tasi di lakukan pada skala tampilan ci tra 1:25000.
Digitasi batas pulau ini di lakukan pada ci tra komposit
warna semu kombinasi band 4, 2,1. Kombinasi ini dipi l ih
karena dapat memberikan kontras wilayah darat dan laut
yang paling baik. Agar kontrasnya maksimum, penyusunan
komposit ci tra mengunakan data yang telah dipertajam
dengan perentangan kontras non-l inier model gamma .
Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang
sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari
mintakat terumbu. Komposit ci tra yang digunakan adalah
kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras
yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas sebaran
mangrove, digunakan kombinasi ci tra lain yaitu kombinasi
band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai teknik
perentangan kontras model gamma, mintakat pesisir yang
ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan
mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa
peta sebaran mangrove dan terumbu karang yang bersifat
tentat if .
Berdasarkan peta tentat if tersebut kemudian secara
acak dipil ih t i t ik-t i t ik lokasi sampel serta di tentukan
CRITC-COREMAP Jakarta 15
posisinya. Tit ik-t i t ik sampel i tu di lapangan dikunjungi
dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau
GPS. Selain sampel model t i t ik-t i t ik ini digunakan pula
sampel model garis transek dari pantai kearah tubir yang
juga dipil ih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja
lapang adalah merk Garmin t ipe 12CX dengan ketel i t ian
posisi absolut sekitar lebih kecil atau sama dengan 15
meter . Dari data yang terkumpul kemudian di laboratorium
dilakukan interpretasi dan digitasi ulang agar diperoleh
batas yang lebih akurat . Hasilnya berupa peta sebaran
terumbu karang dan mangrove.
2. Kualitas Perairan
Untuk kuali tas perairan yang terdir i dari beberapa
parameter f is ika dan kimia oseanografi yaitu :
a. Parameter f isika
(1). Temperatur, sal ini tas dan massa jenis (densitas) air
laut diukur dengan menggunakan alat CTD
(Conductive Temperature Depth),
(2) . Kecepatan dan arah arus air laut diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler
Current Profi ler) ,
b. Parameter kimia
Untuk stasiun yang mencapai kedalaman > 5 m, sampel
air laut diambil dari permukaan dan dasar, sedangkan
untuk daerah ≤ 5 m sampel diambil pada bagian
permukaannya saja.
(1) . Untuk Oksigen terlarut , sampel disimpan dalam
botol gelas oksigen dan ditambahkan larutan
MnCl2 dan NaOH-KI, selanjutnya dilaboratorium
CRITC-COREMAP Jakarta 16
dianalisis dengan cara t i t rasi Iodometri dengan
metode Winkler .
(2) . Derajat keasaman (pH) langsung diukur
di lapangan dengan menggunakan alat pH meter.
(3) . Untuk nutrien PO4, NO3, NO2 dan SiO3, sampel
disimpan dalam botol plast ik poliet i len,
di laboratorium sampel air laut disaring dengan
milipour 0,45 µ, selanjutnya dianalisis dengan
cara spektrofotometri berdasarkan metode dari US.
Hydrography Office, 1958.
3. Mangrove
Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis
mangrove dilakukan peneli t ian di lapangan baik transek
maupun koleksi bebas, untuk transek dilakukan dengan
membuat garis tegak lurus pantai yang masing-masing
transek dibuat plot-plot atau petak-petak berukuran 10 m x
10 m untuk pengambilan data pohon (diameter batang > 10
cm), ukuran 5 m x 5 m untuk pengambilan data anak pohon
(diameter batang 2-10 cm). Dari data tersebut diatas dapat
diperoleh nilai kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN),
frekuensi nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang
merupakan penjumlahan dari 3 kri teria tersebut, sepert i
yang dikemukakan Cox (1967).
Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100%
Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis
FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-ni lai frekuensi untuk semua jenis
CRITC-COREMAP Jakarta 17
Jumlah t i t ik pengambilan contoh jenis terdapat Frekuensi = - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100%
Jumlah semua t i t ik pengambilan contoh Jumlah luas bidang dasar untuk jenis
DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis
NP = KN + FN + DN
4. Karang
Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu
karang sepert i persentase tutupan biota dan substrat di
terumbu karang pada set iap stasiun peneli t ian digunakan
metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al . ,
2004). Dengan metode ini , di set iap t i t ik pengamatan yang
telah ditentukan sebelumnya, seorang pengamat berenang
selama sekitar 5 menit dan mengamati biota dan substrat
yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan
persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat
yang dil ihatnya selama kurun waktu tersebut dan
mencatatnya ke kertas tahan air yang dibawanya.
Pada beberapa stasiun peneli t ian dipasang transek
permanen di kedalaman antara 3-5 m yang diharapkan bisa
dipantau di masa mendatang. Pada lokasi t ransek permanen,
data diambil dengan menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) mengikuti English et al . , (1997), dengan
beberapa modifikasi . Panjang garis t ransek 10 m dan
diulang sebanyak 3 kali . Teknis pelaksanaan di
lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita
berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana
posisi pantai ada di sebelah kir i penyelam. Kemudian LIT
ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70
CRITC-COREMAP Jakarta 18
m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis
tersebut dicatat dengan ketel i t ian hingga centimeter .
Dari data hasi l LIT tersebut bisa dihitung nilai
persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan
substrat yang berada di bawah garis t ransek. Selain i tu juga
bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran
panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversi ty index = H’)
(Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou
(Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996)
untuk jenis karang batu pada masing-masing stasiun transek
permanen yang diperoleh dengan metode LIT. Rumus untuk
nilai H’ dan J’ adalah :
k H' = -Σ p i ln p i i=1 dimana pi = n i /N
ni = frekuensi kehadiran jenis i N = frekuensi kehadiran semua jenis
J' = (H'/H'max) dimana H'max = ln S S = jumlah jenis
Selain i tu, beberapa analisa lanjutan dilakukan
dengan bantuan program stat ist ik sepert i analisa
pengelompokan (Cluster analysis) (Warwick and Clarke,
2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and
Clarke, 2001).
CRITC-COREMAP Jakarta 19
5. Mega Benthos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega
benthos, terutama yang memiliki ni lai ekonomis penting
dan bisa di jadikan indikator dari kesehatan terumbu karang,
di lakukan metode Reef Check pada semua stasiun transek
permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah
kir i dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihi tung
jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per
transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2.
Analisa lanjutan sepert i analisa pengelompokan
(Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS)
(Warwick and Clarke, 2001) di lakukan terhadap data
kelimpahan individu dari beberapa mega benthos yang
dijumpai.
6. Ikan Karang
Sepert i halnya terumbu karang, metode RRI juga
diterapkan pada peneli t ian ini untuk mengetahui secara
umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada set iap t i t ik
pengamatan.
Sedangkan pada set iap t i t ik transek permanen,
metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish
Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai
pada jarak 2,5 m di sebelah kir i dan sebelah kanan garis
t ransek sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahnya.
Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu
(5m x 70m) = 350 m2.
Identif ikasi jenis ikan karang mengacu kepada
Matsuda, et al . (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers
(1994).
Sama sepert i halnya pada karang, ni lai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversi ty index = H’)
CRITC-COREMAP Jakarta 20
(Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou
(Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996)
untuk jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek
permanen dari hasi l UVC.
Selain i tu juga dihitung kelimpahan jenis ikan
karang dalam satuan unit individu/ha. Dari data kelimpahan
t iap jenis ikan karang yang dijumpai dimasing-masing
stasiun transek permanen dilakukan analisa pengelompokan
(Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS)
(Warwick and Clarke, 2001).
Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3
kelompok utama (ENGLISH, et al . , (1997), yai tu :
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan
biasa di tangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka
menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan
dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakil i
oleh famili Serranidae ( ikan kerapu), Lutjanidae ( ikan
kakap), Lethrinidae ( ikan lencam), Nemipteridae ( ikan
kurisi) , Caesionidae ( ikan ekor kuning), Siganidae ( ikan
baronang), Haemulidae ( ikan bibir tebal) , Scaridae
( ikan kakak tua) dan Acanthuridae ( ikan pakol);
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas
mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator
kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan
indikator diwakil i oleh famili Chaetodontidae ( ikan
kepe-kepe);
c . Ikan-ikan major , merupakan jenis ikan berukuran
kecil , umumnya 5–25 cm, dengan karakterist ik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan
hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik
dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta
CRITC-COREMAP Jakarta 21
cenderung bersifat teri torial . Ikan-ikan ini sepanjang
hidupnya berada di terumbu karang, diwakil i oleh famili
Pomacentridae ( ikan betok laut) , Apogonidae ( ikan
serinding), Labridae ( ikan sapu-sapu), dan Blenniidae
( ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta 22
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Peta akhir hasi l analisis dideskripsi dan dibahas
berdasarkan data hasi l pengamatan lapangan yang telah
dikumpulkan. Selain i tu dibahas pula geometri ci tra dan
keterbatasan yang ada dalam pemrosesan ci tra sehingga
tersusun peta akhir .
1. Geometri Citra
Data mentah ci tra (raw data) sudah dalam kondisi
terkoreksi geometri karena produk data Landsat 7 ETM+
yang dipasarkan merupakan data level 1G. Pada level ini
data sudah terkoreksi geometri dengan datum WGS’84
menggunakan sistem koordinat Universal Transverse
Mercator (UTM). Berdasarkan keterangan yang tertera pada
dokumen produk data Landsat 7, data yang direkam satel i t
mempunyai t ingkat kesalahan posisi kurang dari 50 meter .
Ketel i t ian ini dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi koreksi
geometri menggunakan ground control points (GCP) lokal
sampai mencapai kurang dari 15 meter kesalahannya.
Untuk studi kali ini , walaupun rencananya akan
diaplikasikan koreksi geometri ci tra ke koordinat lokal
dengan GCP lokal , hal ini t idak jadi di laksanakan. Ini
didasari suatu kenyataan bahwa dari sekitar 48 t i t ik ground
check di lapangan yang tersebar pada terumbu dekat pantai ,
terumbu tengah dan tubir , ternyata kesemuanya dapat diplot
dengan baik pada peta dasar. Ini mengindikasikan bahwa
t ingkat kesalahan posisi karena kesalahan geometri peta
hasi l interpretasi kurang dari 1 piksel ci tra (kurang dari 30
CRITC-COREMAP Jakarta 23
meter) . Untuk i tu koreksi geometri dengan koordinat lokal
sudah t idak diperlukan lagi karena seluruh posisi hasi l
pengukuran di lapangan dapat diplotkan ke peta dasar
dengan baik.
2. Kondisi Geografis Daerah Studi
Kondisi geografis daerah kajian dideskripsi
berdasarkan interpretasi ci tra komposit warna semu secara
visual yang telah dicek-si langkan dengan kondisi geografis
hasi l pengamatan di lapangan. Pembahasannya dilengkapi
pula menggunakan data sekunder yang tersedia di instansi
terkait sepert i : BPS maupun BAPPEDA Kabupaten.
Pulau Natuna dan beberapa pulau kecil di sekitarnya
secara administrat if dibagi menjadi dua kecamatan yaitu:
Kecamatan Bunguran Barat dan Kecamatan Bunguran
Timur. Kecamatan Bunguran Timur berpusat di Ranai dan
terdir i dari 13 pulau dimana hanya satu pulau yang dihuni
yaitu P. Natuna. Sedangkan Kecamatan Bunguran Barat
dengan pusat pemerintahan di P. Sedanau. Kecamatan ini
mencakup 42 pulau-pulau kecil dimana 13 di antaranya
dihuni .
Berdasarkan data sekunder yang ada, wilayah P.
Natuna dan sekitarnya merupakan wilayah dengan curah
hujan tahunan yang t inggi yai tu sekitar 2367 mm per tahun.
Biasanya hujan tert inggi terjadi pada bulan Nopember dan
terendah pada bulan Maret . Suhu harian dalam satu tahun
mempunyai rentang antara 23oC - 32 oC. Kondisi curah
hujan dan rerata suhu yang demikian i tu menjadikan
wilayah tersebut dapat diklasif ikasikan sebagai wilayah
dengan ikl im sangat basah.
Untuk studi kali ini walaupun semestinya hanya
memfokuskan pada Desa Ranai dan Sabangmawang yang
menjadi lokasi COREMAP Fase II ini , namun interpretasi
CRITC-COREMAP Jakarta 24
ci tra yang dilakukan mencakup seluruh wilayah Pulau
Natuna dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pulau-pulau
tersebut antara lain: P. Salor, P. Sedanau, P. Kumbik, P.
Sededap, P. Sabangmawang, P. Kemudi, P. Genting, P.
Seduai , P. Seluan, P. Panjang, serta P. Semapi dan P.
Senua. Namun demikian, dalam kegiatan survei lapangan
oleh karena keterbatasan waktu hanya difokuskan pada
sebagian wilayah saja. Adapun wilayah yang disurvei yaitu:
pesisir barat P. Natuna bagian selatan, P. Salor, P.
Sedanau, P. Kumbik, P. Sededap, dan P. Genting. Wilayah
tersebut secara administrat if termasuk kedalam Desa
Sedanau Barat , Desa Sedanau Timur, Desa Pulau Tiga, dan
Desa Sabangmawang. Desa Sabangmawang yang merupakan
lokasi COREMAP Fase II ini meliputi P. Sabangmawang
sendiri di tambah P. Sededap serta P. Genting. Sedangkan
Desa Ranai walaupun merupakan lokasi COREMAP tetapi
t idak disurvei dengan alasan keterbatasan waktu, sepert i
telah disebutkan di depan.
Berdasarkan gambaran dari ci tra yang tersedia dan
hasi l pengamatan lapangan, kedalam perairan di wilayah
yang disurvei mengalir sebuah sungai besar dan beberapa
sungai kecil . Sungai yang besar mengalir kedalam teluk
sempit yang ada di depan P. Sedanau. Sungai tersebut
adalah S. Binjai dan diperkirakan membawa muatan
sedimen yang cukup untuk mempengaruhi kondisi perairan
di s i tu. Sedimen yang dial irkan ke laut tersebut terbukti
membuat pesisir di dalam teluk ditumbuhi mangrove. Oleh
karenanya pantai di sekitar teluk yang ada di Desa Sedanau
Timur ini dapat diklasif ikasikan sebagai pantai mangrove.
Pantai yang lain dalam wilayah yang disurvei umumnya
merupakan pantai pasir putih (pasir koral) terutama pada
pesisir pulau-pulau kecil . Menurut genesanya, pantai yang
CRITC-COREMAP Jakarta 25
ada umumnya berasal dari bentukan asal marin atau asal
al luvial .
Secara umum wilayah studi merupakan dataran
dengan beberapa perbukitan dengan lereng kurang dari 60
persen. Sedangkan pulau-pulau kecil yang ada sebagian
besar merupakan dataran. Batuan dasar yang ditemukan
selama kerja lapang adalah: batu pasir , kuarsa, andesit ,
basalt , dan pada daerah pantai agak terjal di temukan pula
skis serta shale. Khusus untuk P. Sedanau sendiri
di temukan batuan lempung, kuarsa dan pasir . Sedangkan
pada P. Sabangmawang ditemukan batu pasir dan shale.
Penemuan ini hanya mencakup wilayah yang sangat kecil di
daerah pesisir sehingga sangat mungkin dan past i bahwa
j ika disurvei ke bagian darat akan ditemukan jenis batuan
yang lainnya.
Kondisi lereng, jenis batuan yang ada serta ikl im
yang sangat basah mempengaruhi proses pembentukan
tanah di daerah kajian. Tanah yang berkembang di sana dan
dijumpai pada wilayah pesisir saat kerja lapang umumnya
merupakan tanah yang sudah berkembang baik dengan
ketebalan cukup. Secara umum dapat diklasif ikasikan
sebagai tanah latosol . Pada bagian tertentu dapat dikenali
lebih deti l sebagai tanah jenis podsolik abu-abu gelap
sampai coklat gelap.
3. Hasil Klasif ikasi Citra
Telah disebutkan di depan bahwa ci tra yang ada
diinterpretasi dan diklasif ikasikan kedalam mangrove, darat
serta terumbu karang. Terumbu karang sendiri diklaskan
sebagai terumbu tepi ( fr inging reef) , terumbu gosong
(patch reef) dan shoal . Kesuli tan yang dihadapi saat
delineasi batas-batas antar klas tersebut adalah adanya
tutupan awan pada ci tra. Hal ini diatasi dengan jalan
CRITC-COREMAP Jakarta 26
mendigitasi garis batas berdasarkan perkiraan karena t idak
ada cara lain. Dengan demikian ketel i t ian delineasi batas
ini keakuratannya sangat dibatasi oleh persentase tutupan
awan. Karena tutupan awan pada ci tra yang digunakan
dalam interpretasi adalah sekitar 10 persen maka dapat
disimpulkan bahwa kesalahan digitasi karena tutupan awan
ini sekitar 10 persen juga.
Berdasarkan hasi l cek lapangan pada 48 t i t ik yang
dikunjungi di laut dan 22 t i t ik di darat , diketahui bahwa
dari ke 60 t i t ik tersebut ada 8 t i t ik yang kebetulan
semuanya di darat t idak sesuai dengan keadaan lapangan.
Artinya ada sekitar 12,5 % kesalahan interpretasi . Apabila
dicermati lebih lanjut ternyata ke 8 t i t ik yang salah
interpretasi tersebut ada di bawah daerah tutupan awan atau
bayangan awan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kesalahan yang ada kemungkinan besar karena tutupan
awan. Konsekuensinya dalah data apapun yang diturunkan
berdasarkan peta hasi l interpretasi ini , misal data luas
terumbu, akan mempunyai t ingkat kesalahan sekitar 12,5
persen.
Berdasarkan hasil interpretasi ci tra yang telah dicek
ke lapangan kemudian disusun peta akhir tentang sebaran
terumbu karang di P. Natuna dan sekitarnya. Dari hasi l
yang ada diketahui bahwa secara umum pulau utama dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya dikeli l ingi oleh terumbu
karang. Jika diklaskan menurut ketiga macam jenis terumbu
yang ada, terumbu tepi dan shoal merupakan jenis yang
sebarannya lebih banyak. Pada bagian tertentu lebar
terumbu tepi dapat mencapai lebih dari 300 m dari pantai .
Pada bagian teluk dimana S. Binjai mengalir , di temukan
mangrove yang cukup tebal . Ketebalannya pada tempat
tertentu dapat mencapai sekitar 500 meteran. Hasil
perhitungan luas mangrove dan terumbu karang di daerah
CRITC-COREMAP Jakarta 27
studi (Gambar 7) disaj ikan pada Tabel 1. Penghitungannya
dibuat kedalam dua macam cakupan yaitu: khusus yang
mencakup wilayah yang disurvei saja dan yang mencakup
seluruh wilayah P. Natuna dan pulau-pulau di sekitarnya.
Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi peneli t ian di Natuna
Jenis Tutupan
Wilayah yang
disurvei* (km2)
Wilayah P. Natuna dan sekitarnya
(km2)
Mangrove 17,3619 32,0665
Terumbu karang 420,4646 515,0299
Terumbu karang tepi (Fringing reef) 197,1067 211,0583 Terumbu karang gosong (Patch reef) 22,3446 42,4577 Terumbu karang shoal (Shoal) 201,0113 261,5139
Catatan: * da lam pe ta (Gambar 2 ) d iba tas i dengan gar i s warna merah muda .
Gambar 7. Distr ibusi mangrove dan terumbu karang di Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 28
B. KUALITAS PERAIRAN
Hasil peneli t ian mengenai kuali tas perairan yang
meliputi parameter f is ika dan kimia adalah sebagai berikut :
1. Temperatur
Variasi temperatur permukaan yang terekam selama
peneli t ian berlangsung mempunyai kisaran antara 29,44°C
dan 30,54°C dengan rerata 29,79°C, (Lampiran 2.a.) .
Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga
dekat dasar mempunyai kisaran antara 29,25°C dan 30,54°C
dengan rerata 29,63°C (Lampiran 2.b.) .
Perbedaan temperatur permukaan untuk set iap lokasi
sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan pengaruh
daratan yang berkembang serta profi l kedalaman perairan
berperan dalam mempengaruhi temperatur. Temperatur
rendah di perairan ini di temukan hampir di seluruh stasiun
di P. Tiga kecuali di bagian barat , di selatan dan utara P.
Laut, dan selat antara P. Tiga dan Sedanau barat .
Temperatur sedang ditemukan di mulut teluk dan selatan P.
Natuna, sedang temperature t inggi di temukan di s isi barat
P. Tiga, s isi t imur P. Laut dan di luar mulut teluk (Gambar
8) .
CRITC-COREMAP Jakarta 29
Gambar 8. Variasi temperatur pada stasiun peneli t ian di perairan Natuna.
2. Salinitas
Selama peneli t ian berlangsung, sal ini tas air laut
pada bagian permukaan relat if rendah dengan kisaran 21,53
PSU hingga 33,44 PSU dengan rerata sal ini tas 31,61 PSU
(Lampiran 2.a.) sedangkan pada kolom air mulai dari
permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara
21,53 PSU hingga 33,45 PSU dengan rerata sal ini tas 32,77
PSU (Lampiran 2.b.) . Fenomena ini menunjukkan bahwa
pengaruh massa air dari daratan sangat dominan.
Salini tas permukaan terendah ditemukan di selatan
P. Laut sedangkan disisi sebelah t imur pulau ini di temukan
sal ini tas 25,50 hingga 29,47 PSU. Untuk perairan Natuna
dan sekitarnya sal ini tas permukaan yang terekam pada
umumnya antara 29,47 hingga 33,45 PSU (Gambar 9) .
CRITC-COREMAP Jakarta 30
Gambar 9. Variasi sal ini tas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan Natuna.
3. Densitas
Densitas air laut pada bagian permukaan berkisar
antara 1011,71 kg/m3 – 1020,60 kg/m3 dengan rerata
1020,41 kg/m3 (Lampiran 2.a.) sedangkan pada kolom air
mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai
kisaran antara 1011,71 kg/m3 – 1020,70 kg/m3 dengan
rerata 1020,18 kg/m3 (Lampiran 2.b.) .
Distr ibusi densitas permukaan untuk seluruh daerah
peneli t ian pada umumnya antara 1017,63 kg/m3 hingga
1021,00 kg/m3 kecuali pantai sebelah tenggara P. Laut,
(Gambar 10).
CRITC-COREMAP Jakarta 31
Gambar 10. Variasi densitas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan Natuna.
4. Arus
Pola arus yang berkembang di perairan Natuna yang
terekam oleh peralatan ADCP selama peneli t ian yang
dilakukan saat surut minimum (berdasarkan peramalan
pasang surut Dinas Hidro Oseanografi Angkatan Laut untuk
daerah Penagi dan Pemangkat) menunjukkan bahwa
topografi perairan sangat berperanan disamping pasang
surut yang merupakan gaya penggerak massa air di perairan
ini . Hasil perekamannya disaj ikan dalam Gambar 11,
Gambar 12, Gambar 13 dan Gambar 14.
Pada Gambar 11 disaj ikan pola arus di sepanjang
aloran (Channel) yang menuju dan keluar dari teluk. Pada
Gambar terl ihat bahwa massa air masuk ke teluk melalui
aloran sebelah utara dan keluar melalui aloran sebelah
CRITC-COREMAP Jakarta 32
selatan. Keluar dan masuknya massa air dari dan ke teluk
berlaku sistem sirkulasi yang menjamin kesetimbangan
massa air , begitupun untuk teluk di perairan Natuna bagian
selatan ini . Walaupun dalam kondisi surut minimum, massa
air masih ada yang menuju ke dalam teluk, sedangkan
diluar mulut teluk, di perairan yang lebih dalam di bagian
utaranya massa air menuju ke selatan. Kecepatan massa air
yang terekam maksimum 699 mm/detik.
Untuk perairan di P. Tiga dan sekitarnya
menunjukkan bahwa fungsi selat antara pulau-pulau
tersebut sebagai alur untuk mendistr ibusikan massa air dari
dan ke dalam perairan. Massa air menuju ke tenggara di
sepanjang pesisir selatan Natuna kemudian ke t imur laut
mengikuti kontur kedalaman dan bentuk pulau (Gambar
12). Massa air di selat antara Natuna Besar dan P. Sededap
menuju ke tenggara dengan kecepatan antara 1000
mm/detik hingga 1500 mm/detik. Di selatan selat ini pula
di temukan pusaran air yang deras. Kecepatan massa air
yang lebih dari 1000 mm/detik di temukan pula di barat dan
barat daya P. sededap. Daerah ini berbahaya, disamping
arusnya deras, topografi dasar perairannya sangat terjal .
Kondisi arus untuk selat antara P. Tiga dan Sedanau
barat (Gambar 13) menunjukkan bahwa massa air menuju
kedalam teluk melalui s isi sebelah selatan sedangkan pada
sisi utara selat masih dipengaruhi oleh pola umum daerah
ini . Sedangkan untuk perairan sekeli l ing P. Laut
menunjukkan bahwa arus yang terekam relat if lemah
kecuali di s isi barat laut , kecepatannya mencapi 980
mm/detik (Gambar 14).
CRITC-COREMAP Jakarta 33
Gambar 11. Pola arus di perairan Teluk Sedanau Barat , Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 34
Gambar 12. Pola arus di sekeli l ing P. Tiga dan sekitarnya, Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 35
Gambar 13. Pola arus di selat antara P. Tiga dan Sedanau Barat .
CRITC-COREMAP Jakarta 36
Gambar 14. Pola arus di sekeli l ing P. Laut Perairan Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 37
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu
indikator untuk mengetahui kuali tas perairan. Suatu
perairan laut yang baik biasanya bersifat basa dengan pH>7
sebagaimana yang direkomendasikan KLH (Anonimous,
2004). Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) yang
dilakukan di s tasiun peneli t ian di Natuna bisa dil ihat pada
Lampiran 3.a.
Pada daerah terumbu karang di Kepulauan Natuna,
derajat keasaman (pH) perairan ini menunjukkan indikasi
yang baik untuk perairan dengan nilai kisaran 8<pH<9. Di
daerah terumbu karang, ni lai pH pada permukaan perairan
relat if sama dengan bagian dasarnya, karena t ingkat
perbedaannya t idak signifikan yaitu hanya 1,09% terhadap
pH di dasar perairan. Kondisi yang demikian dapat
di terangkan dari komposisi kimia utama ekosistem terumbu
karang yang kaya dengan senyawa karbonat , terutama
dalam bentuk senyawa kalsium carbonat (CaCO3). Senyawa
karbonat ini terbentuk sebagai hasi l pernapasan (respirasi)
mahluk hidup diperairan yang menghasilkan karbon
dioksida (CO2), yang selanjutnya teroksidasi menjadi
senyawa karbonat . Senyawa karbonat ini bersifat basa,
sehingga t ingkatan pH >8.
Untuk daerah gambut/humus, perbedaan nilai rerata
pH pada bagian permukaan dengan dasar perairan
menunjukkan perbedaan yang signif ikan dengan t ingkat
perbedaan mencapai 6,24% terhadap pH di dasar, dimana
pH di permukaan lebih rendah dibandingkan dengan di
dasar.
Dengan membandingkan daerah gambut/humus
dengan daerah terumbu karang, pada daerah permukaan
terdapat perbedaan yang signifikan (>3%) dengan t ingkat
CRITC-COREMAP Jakarta 38
perbedaan mencapai 6,83% terhadap pH yang tert inggi ,
yaitu pH pada daerah terumbu karang. Sedangkan pada
bagian dasar t idak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan t ingkat perbedaan hanya 1,71%. Oleh karena i tu
dapat dikatakan bahwa pada daerah gambut/humus
dipermukaan lebih bersifat asam dibandingkan terhadap
daerah terumbu karang, sedangkan pada bagian dasarnya
bersifat homogen (Lampiran 3.b.) .
Dengan demikian, mengacu pada nilai pH yang
direkomendasikan KLH (Anonimous, 2004), maka perairan
di Natuna masih tergolong baik.
5. Kandungan oksigen terlarut (O2)
Kandungan oksigen terlarut (O2) dalam perairan
turut menentukan kuali tas perairan, karena oksigen sangat
dibutuhkan untuk pernapasan (respirasi) makhluk hidup dan
proses oksidasi dalam perairan. Sebagai contoh ikan yang
hidup dalam perairan yang kekurangan oksigen akan
terganggu fungsi insangnya dan dapat menyebabkan insang
ikan i tu berlendir (anoxia) dan mati . Fungsi lain dari
oksigen adalah sebagai oksidator senyawa – senyawa kimia
di perairan. Sumbangan oksigen terbesar berasal dari
adsorpsi udara bebas, sementara dari f i toplankton dan
tumbuhan hijau lain yang berklorofi l menyumbang oksigen
sebagai produk fotosintesis .
Faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan suatu
perairan untuk mengadsorpsi oksigen adalah sal ini tas,
suhu, kekeruhan air , pergerakan massa air dan udara sepert i
arus, gelombang dan pasang surut (Raymont, 1963). Faktor
kedalaman juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut
(Tijssen, 1990). Dalam kondisi normal, semakin dalam
perairan i tu maka semakin menurun kadar oksigennya. KLH
telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk
CRITC-COREMAP Jakarta 39
kepentingan wisata bahari dan biota laut , kadar oksigen
terlarutnya > 5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004).
Hasil pengukuran kadar oksigen yang dilakukan di
seluruh stasiun di Natuna bisa di l ihat pada Lampiran 3.a.
dan Lampiran 3.b.
Dari peneli t ian di Kepulauan Natuna, kadar oksigen
pada daerah gambut/humus berkisar antara 3,00–3,52 ml/L.
Kondisi perairan sepert i ini kurang baik untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut . Hal yang menarik di daerah
gambut/humus ini yaitu adanya kecenderungan kadar
oksigen yang relat if lebih t inggi pada lapisan yang lebih
dalam dibandingkan lapisan permukaannya. Keadaan ini
dapat di terangkan dengan melihat kondisi f is ik di perairan
tersebut. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
air yang ada dipermukaan daerah gambut/humus berwarna
coklat–merah dan t idak berubah meskipun telah dilakukan
proses pengendapan dan penyaringan, sementara di bagian
dasar airnya bening. Warna pada bagian permukaan ini
lebih kuat diduga karena pigmen tumbuhan sumbangan dari
daratan. Pigmen tumbuhan ini lah yang berdisosiasi dan
mengisi rongga–rongga molekul air (H2O) sehingga
mengurangi kemampuan mulekul oksigen untuk teradsorpsi
oleh molekul air .
Pada daerah terumbu karang di Kepulauan Natuna,
kadar oksigennya berkisar antara 3,31–4,53 ml/L. Kisaran
ini lebih baik dibandingkan dengan daerah gambut/humus
disekitarnya yaitu antara 3-3,52 ml/L.
Pada daerah gambut/humus maupun di daerah
terumbu karang, walaupun pada umumnya bagian
permukaan perairan lebih kaya kandungan oksigennya
dibandingkan dengan bagian dasarnya, tetapi perbedaannya
t idak signifikan (<3%) sehingga dapat dikatakan bahwa
CRITC-COREMAP Jakarta 40
kadar oksigennya homogen antara permukaan dan dasar
perairan.
Dengan membandingkan nilai rerata kandungan
oksigen antara daerah gambut/humus dengan daerah
terumbu karang di kepulauan Natuna terhadap kandungan
oksigen yang tert inggi diantara keduanya, menunjukkan
perbedaan yang signifikan baik pada bagian permukaan
(t ingkat perbedaan mencapai 16,84%) maupun pada bagian
dasar (dengan t ingkat perbedaan 16,85%). Dari hasi l
perhitungan ini dapat di tarik kesimpulan bahwa pada
daerah terumbu karang, kandungan oksigen terlarut di
bagian permukaan lebih kaya dibandingkan daerah
gambut/humus, sementara pada bagian dasarnya homogen.
Berdasarkan kri teria yang dianjurkan KLH dimana
nilai baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari
dan biota laut memiliki kadar oksigen terlarut > 5 ppm (3,5
ml/L) (Anonimous, 2004), maka secara umum dapat
dikatakan bahwa perairan di lokasi peneli t ian yang
dilakukan di Natuna dinilai dari kandungan oksigen
terlarutnya, kondisinya kurang baik terutama pada daerah
lahan gambut/humus, sedang pada daerah terumbu karang
sedikit lebih baik kondisinya.
6. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan
oleh mahluk hidup yang ada diperairan. Sumbangan fosfat
terbesar berasal dari sedimentasi yang ada di dasar
perairan. Oleh karena i tu, semakin dalam perairan, semakin
besar kandungan fosfatnya. Kekecualian bisa terjadi ,
dimana kadar fosfat dipermukaan lebih t inggi dibandingkan
kolom air yang lebih dalam bila di perairan tersebut banyak
mendapatkan pengaruh dari darat berupa sumbangan
CRITC-COREMAP Jakarta 41
“l imbah penduduk”. Limbah penduduk yang banyak
menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen.
Hasil pengukuran kadar fosfat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Natuna bisa di l ihat pada Lampiran 3.a.
dan Lampiran 3.b. Pada daerah terumbu karang di
Kepulauan Natuna, kadar fosfatnya berkisar antara 0,18-
10,18 µg A/L, sedangkan daerah gambut/humus
disekitarnya yaitu antara 0,75-9,78 µg A/L.
Dari peneli t ian yang dilakukan di Kepulauan Natuna,
kadar fosfat di bagian permukaan jauh lebih t inggi
dibandingkan dengan bagian dasarnya, baik untuk daerah
gambut/humus maupun daerah terumbu karang. Pada daerah
gambut/humus perbedaan rerata kadar fosfat antara
permukaan dengan dasarnya sangat signifikan, mencapai
79,96% yang dihitung terhadap kadar fosfat yang tert inggi
diantara keduanya yaitu kadar fosfat di bagian permukaan.
Sedangkan pada daerah terumbu karang perbedaan
mencapai 50,56%. Kenyataan ini terjadi karena sehari
sebelum dilakukan pengambilan sampel, sore harinya turun
hujan yang cukup lebat . Diduga karena pengaruh hujan,
terl ihat jelas pengaruh daratan yang menyumbang t ingginya
kadar fosfat dipermukaan. Pada daerah gambut/humus serta
stasiun–stasiun lain pada daerah mangrove, kandungan
fosfatnya jauh lebih t inggi dibandingkan daerah lain yang
didominasi terumbu karang.
Dengan membandingkan rerata kadar fosfat antara
daerah gambut/humus dengan daerah terumbu karang yang
dihitung terhadap kadar fosfat yang tert inggi diantara
keduanya, kadar fosfat pada bagian permukaan di daerah
gambut/humus lebih t inggi dibandingkan di daerah terumbu
karang dengan perbedaan mencapai 50,86%, tetapi
sebaliknya kadar fosfat pada bagian dasar di daerah
terumbu karang lebih t inggi dibandingkan di daerah
CRITC-COREMAP Jakarta 42
gambut/humus dengan perbedaan 17,53%. Dari perhitungan
ini terl ihat bahwa pada bagian permukaan di daerah
gambut/humus lebih kaya kandungan fosfatnya, tetapi
sebaliknya pada bagian dasarnya daerah terumbu karang
yang lebih kaya kandungan fosfatnya.
KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut ni lainya
t idak melebihi 0,015 ppm (4,9 µg A/L) (Anonimous, 2004).
Dengan berpedoman pada baku mutu air laut ini maka
untuk stasiun-stasiun peneli t ian yang dilakukan di
Kepulauan Natuna, kadar fosfat pada umumnya masih
berada pada nilai ambang batas yang dianjurkan, kecuali
pada permukaan perairan di daerah gambut/humus.
7. Nitrat (NO3)
Nitrat sebagai mana halnya fosfat merupakan salah
satu nutr is i yang dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada
dalam perairan. Fungsinya turut membantu pembentukan
asam amino sebagai komponen dasar protein. Sumbangan
terbesar ni trat berasal dari sedimentasi di dasar perairan.
Hasil pengukuran kadar ni trat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Natuna bisa di l ihat pada Lampiran 3.a.
dan Lampiran 3.b. Di daerah Kepulauan Natuna pada
daerah gambut/humus, kadar ni trat berkisar antara 0,81–
1,06 µg A/L, sementara pada daerah terumbu karang
berkisar antara 0,09–0,96 µg A/L.
Dengan membandingkan bagian permukaan dengan
dasarnya, rerata kadar ni trat di daerah gambut/humus pada
bagian permukaan lebih t inggi dibandingkan dengan bagian
dasarnya. Perbedaannya cukup signifikan yaitu mencapai
7,41% (dihitung berdasarkan kadar ni trat tert inggi diantara
kedua bagian tersebut) . Sebaliknya, untuk daerah terumbu
karang, rerata kadar ni trat di bagian permukaan lebih
CRITC-COREMAP Jakarta 43
rendah dibandingkan dengan bagian dasarnya dengan
perbedaan yang signifikan yaitu mencapai 6,13%.
Dengan membandingkan rerata kadar ni trat pada
bagian permukaan antara daerah gambut/humus dengan
daerah terumbu karang yang dihitung terhadap kadar ni trat
yang tert inggi diantara keduanya, perbedaannya signifikan
dengan t ingkat perbedaan 20,88%, dimana pada daerah
gambut/humus kadar ni tratnya lebih t inggi dibandingkan
dengan daerah terumbu karang. Hal yang sama juga terjadi
pada bagian dasar perairan dimana perbedaannya mencapai
8,97%. Dari s ini dapat di tarik kesimpulan bahwa pada
daerah gambut/humus kadar ni tratnya lebih t inggi
dibandingkan dengan daerah terumbu karang, baik pada
bagian permukaan maupun dasar perairan.
Mengacu pada baku mutu yang dikeluarkan KLH
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut yang
nilainya t idak boleh melebihi 0,008 ppm (26,27 µg A/L)
(Anonimous, 2004) maka kadar nitrat pada semua perairan
di Natuna yang ditel i t i kondisinya masih baik dan masih
jauh dari ni lai ambang batas yang ditetapkan.
8. Nitrit (NO2)
Nitri t merupakan senyawa kimia yang sangat reaktif
karena struktur molekulnya t idak stabil . Karena reaktifnya,
ni tr i t akan cepat bereaksi dengan logam berat misalnya
membentuk senyawa garam nitrat yang larut dalam air .
Nitr i t termasuk parameter yang dapat di jadikan indikator
kuali tas perairan. Suatu perairan yang baik, kadar ni tr i tnya
harus lebih kecil dari kadar ni trat . Semakin kecil kadar
ni tr i t , semakin baik kuali tas perairannya.
Hasil pengukuran kadar ni tr i t yang dilakukan di
seluruh stasiun di Natuna bisa di l ihat pada Lampiran 3.a.
dan Lampiran 3.b. Dari peneli t ian di Kepulauan Natuna, di
CRITC-COREMAP Jakarta 44
daerah yang didominasi gambut/humus, kadar ni tr i tnya
lebih t inggi dibandingkan dengan daerah yang didominasi
terumbu karang. Kadar ni tr i t di daerah gambut/humus
berkisar antara 0,10–0,35 µg A/L, sedang di daerah
terumbu karang berkisar antara 0,04 – 0,24 µg A/L.
Dengan membandingkan rerata kadar ni tr i t antara
bagian permukaan dengan bagian dasarnya terhadap kadar
ni tr i t yang tert inggi diantara keduanya, pada daerah
gambut/humus rerata kadar ni tr i t dipermukaan lebih t inggi
dibandingkan dengan bagian dasarnya. Perbedaannya sangat
signifikan dengan t ingkat perbedaan mencapai 42,48%. Hal
sebaliknya terjadi pada daerah terumbu karang dimana
kadar ni tr i t dipermukaan lebih rendah dibandingkan dengan
bagian dasarnya dengan perbedaan sebesar 17,58%.
Perbedaan kadar ni tr i t yang sangat signifikan terjadi
antara daerah gambut/humus dengan terumbu karang. Pada
bagian permukaan t ingkat perbedaannya mencapai 66,57%
sedangkan pada bagian dasar perbedaannya mencapai
29,49%, dihitung terhadap kadar ni tr i t yang tert inggi
diantara dua daerah tersebut pada masing-masing
kedalaman (dasar dan permukaan). Dari perhitungan ini
terl ihat bahwa pada daerah gambut/humus memiliki kadar
ni tr i t yang lebih t inggi dibandingkan daerah terumbu
karang, baik di permukaan maupun dasar perairan.
Berdasarkan hasi l yang diperoleh dari semua stasiun
yang ditel i t i di Natuna, kadar ni tr i tnya jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kadar ni trat . Kenyataan ini
menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik.
9. Sil ikat (SiO3)
Sil ikat merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui kesuburan perairan, karena si l ikat dibutuhkan
untuk perkembangan hidup f i toplankton dilaut , sepert i jenis
CRITC-COREMAP Jakarta 45
si l icoflagellata dan beberapa jenis diatom membutuhkan
si l ikat untuk pembentukan kerangka dinding selnya. Kadar
si l ikat di estuarin, selain dari perairan i tu sendiri juga bisa
berasal dari daratan sepert i proses erosi dan hujan
(Nybakken, 1988). KLH tidak menetapkan nilai ambang
batas kadar si l ikat untuk kepentingan wisata bahari dan
biota laut .
Hasil pengukuran kadar si l ikat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Natuna bisa di l ihat pada Lampiran 3.a.
dan Lampiran 3.b. Di Kepulauan Natuna, pada perairan
yang didominasi gambut/humus kadar si l ikatnya berkisar
antara 8,58–30,78 µg A/L, sedangkan di daerah terumbu
karang berkisar antara 1,87–16,48 µg A/L. Jika
membandingkan kedua daerah ini , ternyata kadar si l ikat
yang t inggi terkonsentrasi di daerah gambut/humus dengan
perbedaan 30,91% untuk bagian permukaan dan 38,31%
untuk bagian dasarnya, dihi tung terhadap kadar si l ikat di
daerah gambut/humus pada masing-masing kedalaman.
Dengan membandingkan rerata kadar si l ikat antara
permukaan dengan dasarnya terhadap kadar si l ikat yang
tert inggi diantara kedua bagian tersebut, di daerah
gambut/humus kadar si l ikat pada bagian dasar lebih t inggi
dibandingkan dengan bagian permukaan dengan perbedaan
yang signifikan sebesar 69,93%. Hal yang sama terjadi
pada daerah terumbu karang dengan t ingkat perbedaan
66,32%. Kenyataan ini membuktikan bahwa sumber utama
si l ikat di perairan ini berasal dari sedimentasi dari dasar
perairan.
C. MANGROVE
Hasil pencuplikan data baik koleksi bebas maupun
transek di masing-masing lokasi digambarkan sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta 46
a. P. Sabang Mawang
Kondisi mangrove t ipis di bagian depan dan banyak
dijumpai Rhizophora stylosa dengan ketinggian 4–5 m.
Bagian belakang t ipis , ada jenis yang dominan akan tetapi
banyak dijumpai beberapa jenis sepert i yang terl ihat pada
Lampiran 4. Tebal mangrove sekitar 30 m dan didapatkan
12 jenis .
b. P. Natuna (dekat Pertamina)
Daerah ini merupakan teluk dengan kondisi mangrove yang
t ipis ( tebal 5–10 m), t idak ada zonasi mangrove, habitat
berupa koral mati berpasir sehingga kondisi mangrove
dengan ketinggian kurang dari 10 m dan hanya didapatkan
7 jenis (Lampiran 4).
c . P. Natuna (Muara S. Seputon)
Seputon merupakan sungai kecil yang berjarak sekitar 2 km
dari muara. Di kir i kanan sungai terdapat mangrove yang
mempunyai ketebalan 10–20 m dan didominasi Rhizophora
mucronata dengan ketinggian 4–8 m. Di bagian belakang
didapatkan jenis lain, diantaranya Rhizophora apiculata,
Lumnitzera l i t torea, Excoecaria agallocha, Bruguiera
gymnorrhiza , dan jenis lainnya (Lampiran 4).
Secara keseluruhan di daerah Kepulauan Natuna
didapatkan 17 jenis mangrove yang termasuk dalam 14 marga;
10 suku (Lampiran 4).
Dari pencuplikan data anak pohon (diameter 2-10 cm)
didapatkan 8 jenis yang didominasi jenis Rhizophora
mucronata (NP. 99,07%) (Tabel 2) , sedang codominan
diduduki oleh Rhizophora stylosa (NP. 89,50%). Jenis
Rhizophora mucronata banyak ditemukan di daerah muara
sungai terutama di sungai Seputon ke arah utara yang
merupakan teluk di daerah Cemaga. Kondisi perairan di daerah
teluk ini berwarna kehitam-hitaman atau keruh. Hal ini
CRITC-COREMAP Jakarta 47
mungkin disebabkan pengaruh al iran sungai yang berasal dari
daratan.
Untuk jenis pohon (diameter >10 cm) di dapatkan 7
jenis yang didominasi oleh Rhizophora mucronata (NP. 92,11
%), sedang Bruguiera gymnorrhiza merupakan codominan
dengan nilai penting 67,29 % dan 4 jenis lainnya mempunyai
ni lai penting kurang dari 50 % (Tabel 3) .
Kepadatan anak pohon rata-rata mencapai 2467 batang
per hektar dengan ketinggian rata-rata 5,30 meter dan basal
area mencapai 6,16 m2 per hektar (Tabel 4) . Sedangkan
kepadatan pohon mencapai 200 batang per hektar dengan
ketinggian rata-rata mencapai 12,78 meter dengan basal area
2,25 m2 per hektar (Tabel 4) .
Tabel 2. Daftar ni lai penting (%) anak pohon mangrove di Natuna.
No. Jenis anak pohon Nilai Penting (%) 1. Rhizophora mucronata 99,07 2. Rhizophora stylosa 89,50 3. Excoecaria agallocha 26,38 4. Aegiceras corniculatum 25,98 5. Rhizophora apiculata 18,29 6. Ceriops tagal 15,94 7. Lumnitzera littorea 13,53 8. Xylocarpus granatum 11,31
Tabel 3. Daftar ni lai penting (%) pohon mangrove di Natuna.
No. Jenis pohon Nilai Penting (%) 1. Rhizophora mucronata 92,11 2. Bruguiera gymnorrhiza 67,29 3. Xylocarpus granatum 32,30 4. Lumnitzera littorea 28,83 5. Rhizophora stylosa 28,33 6. Excoecaria agallocha 25,82 7. Heritiera littoralis 25,82
CRITC-COREMAP Jakarta 48
Tabel 4. Gambaran mengenai struktur mangrove yang termasuk di Natuna.
ATRIBUT VEGETASI
Banyak jenis 17
Basal area (m2/Ha)
• Pohon 2,25
• Anak pohon 6,16
Kepadatan (batang/Ha)
• Pohon 200
• Anak pohon 2467
Rerata tinggi (m)
• Pohon 12,78
• Anak pohon 5,30
Rerata diameter (cm)
• Pohon 12,75
• Anak pohon 5,64
Pohon
• Dominan Rhizophora mucronata (92,11 %)
• Codoominan Rhizophora stylosa (67,29 %)
Anak pohon
• Dominan Rhizophora mucronata (99,07 %)
• Codominan Rhizophora stylosa (86,50 %)
D. KARANG
Lokasi yang menjadi peneli t ian berada di bagian barat
daya P. Natuna. Beberapa pulau kecil sepert i P. Selaut , P.
Sedanau, dan Pulau-pulau Tiga termasuk juga dalam area
peneli t ian ini . Vegetasi darat ke arah pantai umumnya
ditumbuhi oleh pohon kelapa, pohon cengkeh ataupun
CRITC-COREMAP Jakarta 49
mangrove. Pada beberapa tempat, pantainya berpasir dengan
areal tapak yang t idak begitu luas, sedang pada beberapa
tempat lagi terdir i dari dataran t inggi yang berupa batuan
cadas ataupun vulkanik yang langsung terjal ke arah laut .
Rataan terumbu umumnya agak lebar, pada beberapa tempat
ada lebarnya ada yang mencapai sekitar 500 m. Perairan relat if
jernih dengan dasar berupa pasir maupun pecahan karang. Alga
Sargassum sering dijumpai pada daerah rataan terumbu.
Karang dari marga Acropora dan jenis Porites lutea ter l ihat
lebih dominan dibandingkan karang dari marga lain. Beberapa
jenis karang lunak juga ditemukan di perairan ini . Lereng
terumbu landai hingga agak curam dimana sudut
kemiringannya berkisar antara 25o-70o. Karang umumnya
tumbuh pada kedalaman kurang dari 10 m.
Dari hasi l RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
di jumpai 177 jenis karang batu yang termasuk dalam 18 suku
(Lampiran 5).
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang
dilakukan di 35 stasiun dijumpai persentase tutupan karang
hidup antara 0,00% - 88,89% (Lampiran 6), dengan rerata
persentase tutupan karang hidup 32,86 %. Pada Stasiun
NTNR18, t idak dijumpai sama sekali karang hidup, dimana
pasir (S) mendominasi daerah ini dengan persentase tutupan
hingga 80,00 %, sedangkan sisanya terdir i atas Karang mati
yang ditumbuhi alga (DCA) dan pecahan karang (Rubble=R).
Dari 35 stasiun RRI tersebut, 1 stasiun dikategorikan “sangat
baik” ( tutupan karang hidup 75% -100%), 8 stasiun
dikategorikan “baik” ( tutupan karang hidup 50% -74%), 12
stasiun dalam kondisi “cukup” ( tutupan karang hidup 25% -
49%), dan 15 stasiun dalam kondisi “kurang” ( tutupan karang
hidup <25 %) (Gambar 15).
CRITC-COREMAP Jakarta 50
Gambar 15. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Natuna dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta 51
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI di
Natuna untuk masing-masing kategori biota dan substrat (yaitu
Acropora , Non Acropora , karang mati (dead scleractinia) ,
karang mati yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with
algae), karang lunak (soft coral) , sponge, f leshy seaweed,
biota lain (other biota) , pecahan karang (rubble) , pasir (sand)
dan lumpur (si l t ) di tampilkan sepert i pada Gambar 16.
Natuna (Metode RRI) Acropora (AC)
Non Acropora (NA)
Karang mati (DC)
Karang mati dgn alga (DCA)
Karang lunak (SC)
Sponge (SP)
Fleshy Seaweed (FS)
Biota lain (OT)
Pecahan karang (R)
Pasir (S)
Lumpur (SI)
Batuan (RK)
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masing-masing
kategori biota dan substrat di Natuna.
Dari pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di
8 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa tak satu pun
stasiun yang terumbu karangnya masuk dalam kategori “sangat
baik” dan “kurang”. Hanya ada 1 stasiun dikategorikan
“baik”, sedangkan sisanya yaitu 7 stasiun dikategorikan
“cukup”. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori
biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek
CRITC-COREMAP Jakarta 52
permanen yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada
Lampiran 7, Gambar 17 dan Gambar 18.
Natuna (Metode LIT)
0%
25%
50%
75%
100%
NTN
L01
NTN
L02
NTN
L03
NTN
L04
NTN
L05
NTN
L06
NTN
L07
NTN
L08
Batuan (RK)Lumpur (SI)Pasir (S)Pecahan karang (R) Biota lain (OT)Fleshy Seaweed (FS)Sponge (SP)Karang lunak (SC)Karang mati dgn alga (DCA)Karang mati (DC)Non Acropora (NA)Acropora (AC)
Gambar 17. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing
kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang dilakukan dengan metode LIT.
Dari hasi l LIT yang dilakukan di 8 stasiun transek
permanen, pada stasiun NTNL06 diperoleh nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon yang terendah, di ikuti pula
dengan nilai indeks kemerataan Pielou yang juga terendah
dibandingkan dengan stasiun peneli t ian lainnya (Tabel 5) . Ini
menunjukkan bahwa karang batu yang dijumpai di s tasiun
tersebut selain kurang beragam, juga adanya jenis yang
mendominasi , yai tu Porites cylindrica dan Porites rus .
CRITC-COREMAP Jakarta 53
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang dilakukan dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta 54
Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indekskeanekaragaman jenis Shannon (H’) yangdihitung menggunakan ln (=log e) , Indekskemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan(%LC) untuk karang batu di masing-masingstasiun transek permanen di Natuna denganmetode LIT.
Stasiun S N H’ J’ %LC
NTNL01 34 63 3.17 0.90 45.30
NTNL02 23 51 2.71 0.86 48.87
NTNL03 37 65 3.32 0.92 33.57
NTNL04 27 55 2.95 0.90 27.80
NTNL05 21 44 2.86 0.94 28.80
NTNL06 11 73 1.56 0.65 45.57
NTNL07 46 78 3.56 0.93 37.93
NTNL08 32 94 2.95 0.85 55.77
Nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis Similari ty)
yang dihitung berdasarkan jumlah kehadiran (number of
occurrence) dari masing-masing jenis karang batu di set iap
stasiun transek permanen ditampilkan pada Tabel 6. Kemudian
dengan menggunakan metode rerata kelompok (group average),
di lakukan analisa pengelompokan (cluster analysis) dengan
bantuan program PRIMER diperoleh dendrogram sepert i pada
Gambar 19. Dengan memilih t ingkat kemiripan 50 %, terl ihat
bahwa hanya stasiun NTNL03 dan NTNL07 saja yang
mengelompok dalam satu kelompok. Analisa MDS (Multi
Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,05 juga menunjukkan
bahwa kedua stasiun tersebut mengelompok (Gambar 20).
CRITC-COREMAP Jakarta 55
Tabel 6. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Natuna.
STASIUN NTNL01 NTNL02 NTNL03 NTNL04 NTNL05 NTNL06 NTNL07 NTNL08
NTNL01 -
NTNL02 43,86 -
NTNL03 37,50 37,93 -
NTNL04 25,42 24,53 18,33 -
NTNL05 29,91 40,00 25,69 38,38 -
NTNL06 26,47 27,42 8,70 21,88 15,38 -
NTNL07 34,04 40,31 50,35 18,05 29,51 9,27 -
NTNL08 44,59 44,14 33,96 24,16 26,09 44,31 31,40 -
NTN
L06
NTN
L04
NTN
L05
NTN
L03
NTN
L07
NTN
L02
NTN
L01
NTN
L08100
80
60
40
20
Sim
ilari
ty
Gambar 19. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta 56
NTNL01
NTNL02
NTNL03
NTNL04NTNL05
NTNL06
NTNL07
NTNL08
Stress: 0.05
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
E. MEGA BENTHOS
Sepert i yang diuraikan dalam metode penarikan sampel
dan analisa data, metode Reef check (yang dimodifikasi) yang
dilakukan pada stasiun transek permanen dalam peneli t ian ini
hanya mencatat beberapa jenis mega benthos yang bernilai
ekonomis penting ataupun yang bisa di jadikan indikator dalam
menilai kondisi kesehatan terumbu karang.
Hasil reef check selengkapnya di masing-masing stasiun
transek permanen bisa dil ihat pada Gambar 21 dan Lampiran 8.
Beberapa jenis mungkin t idak dijumpai pada saat pengamatan
berlangsung karena luas pengamatan yang dibatasi ( luasan
bidang pengamatan = 140 m2/transek), sehingga t idak menutup
kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar transek.
CRITC-COREMAP Jakarta 57
Gambar 21. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 58
Dari hasi l Reef check tersebut, selama pengamatan tak
diperoleh satu pun Acanthaster planci , yang merupakan hewan
pemakan polip karang. Selain i tu juga tak dijumpai Lobster ,
Dupella, Pencil sea urchin, Trochus nilot icus dan juga
Holothurian yang berukuran < 20 cm. Sedangkan Karang jamur
(CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang berl impah
yaitu 15723 individu/ha. Tingginya kelimpahan CMR terutama
di jumpai pada stasiun NTNL07, NTNL08, dan juga stasiun
NTNL01, NTNL02 serta NTNL03.
Bulu babi (Diadema setosum) di jumpai dengan
kelimpahan sebesar 4089 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant
clam) dijumpai dalam jumlah sedang, dimana untuk yang
berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 348
individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm)
sebesar 1625 individu/ha. Selama pengamatan dilakukan,
t r ipang (holothurian) yang berukuran besar (diameter >20)
di jumpai dengan kelimpahan 188 individu/ha.
Hasil analisa cluster dan MDS berdasarkan kelimpahan
mega benthos yang diamati dengan menggunakan program
PRIMER dimana pengukurannya memakai ni lai kemiripan
Bray-Curtis (Bray-Curtis Similari ty) (Tabel 7) dengan metode
rerata kelompok (group average) diperoleh hasi l sepert i pada
Gambar 22 dan Gambar 23.
Dari Gambar 22 tersebut terl ihat bahwa stasiun
NTNL01, NTNL02, NTNL 03, NTNL07 dan NTNL 08 sal ing
mengelompok dalam satu kelompok dengan nilai kemiripan
lebih dari 50 %. Selanjutnya Stasiun NTNL04 dan NTNL06
mengelompok dengan kemiripan 49,18% sedangkan terpisah
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Analisa MDS (Multi
Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,01 yang ditampilkan
pada Gambar 23 juga menunjukkan bahwa kedua stasiun
tersebut mengelompok.
CRITC-COREMAP Jakarta 59
Tabel 7. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna.
STASIUN NTNL01 NTNL02 NTNL03 NTNL04 NTNL05 NTNL06 NTNL07 NTNL08
NTNL01 -
NTNL02 69,43 -
NTNL03 70,13 87,86 -
NTNL04 6,92 6,88 7,96 -
NTNL05 36,87 14,08 31,39 7,65 -
NTNL06 16,88 15,95 21,57 49,18 21,28 -
NTNL07 50,56 59,29 66,98 4,16 25,09 10,89 -
NTNL08 58,86 83,53 77,34 5,64 10,37 12,83 69,32 -
Gambar 22. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah individu mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta 60
Gambar 23. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna
berdasarkan berdasarkan jumlah individu mega benthos.
F. IKAN KARANG
Dari 35 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang
dengan metode RRI, ikan karang jenis Amblyglyphidodon
curacao merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Jenis
ini di jumpai di 23 stasiun RRI, atau frekuensi relat if
kehadirannya 65,71%. Kemudian diikuti oleh jenis
Pomacentrus moluccensis dan Thalassoma lunare dengan
frekuensi relat if kehadiran yang sama yaitu 54,29 %. Jenis
Lutjanus decussatus , yang merupakan salah satu ikan target
yang dikonsumsi, menempati urutan selanjutnya dengan
frekuensi relat if kehadiran 51,43 %. Sebelas jenis ikan karang
yang memiliki ni lai frekuensi relat if kehadiran terbesar
(berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai
ikan karang) bisa di l ihat pada Tabel 8.
CRITC-COREMAP Jakarta 61
Tabel 8 . Sebelas jenis ikan karang di Natuna yang memiliki ni lai frekuensi relat if kehadiran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=35 stasiun).
No. Jenis Frekuensi relatif kehadiran (%)
1. Amblyglyphidodon curacao 65,71 2. Pomacentrus moluccensis 54,29 3. Thalassoma lunare 54,29 4. Lutjanus decussatus 51,43 5. Labroides dimidiatus 48,57 6. Gomphosus varius 45,71 7. Scarus ghoban 45,71 8. Chromis viridis 42,86 9. Chaetodon octofasciatus 40,00
10. Cheilinus fasciatus 40,00 11. Hemigymnus melapterus 40,00
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator di masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada
Gambar 24.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 8 Stasiun transek permanen di Natuna menjumpai sebanyak
171 jenis ikan karang yang termasuk dalam 26 suku, dengan
nilai kel impahan ikan karang sebesar 20118 individu per
hektarnya (Lampiran 9). Jenis Pomacentrus alexanderae
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kel impahan yang
tert inggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu
sebesar 2529 individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh
Amblyglyphidodon curacao (2125 individu/ha) dan Chromis
ternatensis (1332 individu/ha). Ketiga jenis ikan diatas
merupakan kelompok ikan mayor, yang bukan merupakan ikan
konsumsi. Caesio caerulaurea yang merupakan ikan target
yang biasa di jadikan ikan konsumsi, berada pada urutan
keempat dengan kelimpahan 1321 individu/ha. Sepuluh besar
jenis ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi
di tampilkan dalam Tabel 9.
CRITC-COREMAP Jakarta 62
Gambar 24. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 63
Tabel 9. Sepuluh besar jenis ikan karang di Natuna yang memiliki kel impahan yang tert inggi .
No. Jenis Kelimpahan
(jml individu/ha)
1. Pomacentrus alexanderae 2529 2. Amblyglyphidodon curacao 2125 3. Chromis ternatensis 1332 4. Caesio caerulaurea 1321 5. Apogon quenquelineata 864 6. Dascyllus reticulatus 582 7. Pomacentrus lepidogenys 557 8. Pomacentrus moluccensis 511 9. Chromis viridis 482
10. Paraglypidodon nigroris 439
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang
diperoleh dari UVC di lokasi t ransek permanen sepert i ikan
kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae) yaitu 268
individu/ha, ikan kerapu ( termasuk dalam suku Serranidae)
164 individu/ha, ikan ekor kuning ( termasuk dalam suku
Caesionidae) yaitu 1936 individu/ha.
Ikan kepe-kepe (Butterf ly f ish; suku Chaetodontidae)
yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan
terumbu karang memiliki kel impahan 611 individu/ha. Selama
peneli t ian berlangsung, ikan Napoleon (Cheil inus undulatus)
hanya dijumpai 1 individu dari 8 stasiun transek permanen.
Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku
ditampilkan dalam Tabel 10.
CRITC-COREMAP Jakarta 64
Tabel 10. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi t ransek permanen di Natuna.
NO. SUKU KELIMPAHAN
(jml individu/ha)
1. POMACENTRIDAE 11457 2. LABRIDAE 1964 3. CAESIONIDAE 1936 4. SCARIDAE 1246 5. APOGONIDAE 932 6. SCOLOPSIDAE 643 7. CHAETODONTIDAE 611 8. SIGANIDAE 286 9. LUTJANIDAE 268
10. POMACANTHIDAE 200 11. SERRANIDAE 164 12. ACANTHURIDAE 139 13. MULLIDAE 118 14. NEMIPTERIDAE 54 15. ZANCLIDAE 25 16. LETHRINIDAE 14 17. BALISTIDAE 11 18. MONACANTHIDAE 11 19. SAURIDAE 11 20. SCORPAENIDAE 7 21. BLENNIIDAE 4 22. DIODONTIDAE 4 23. EPHIPPIDAE 4 24. FISTULARIIDAE 4 25. HAEMULIDAE 4 26. OSTRACIONIDAE 4
CRITC-COREMAP Jakarta 65
Jumlah individu untuk set iap jenis ikan karang yang
dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen dengan
menggunakan metode UVC bisa di l ihat pada Lampiran 10.
Hasil UVC juga menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok
ikan major, ikan target , dan ikan indikator berturut- turut
adalah 14536 individu/ha, 5096 individu/ha dan 486
individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan
target dan ikan indikator adalah 30:10:1. Ini berart i bahwa
untuk set iap 41 individu ikan yang dijumpai di perairan
Natuna, kemungkinan komposisinya terdir i dari 30 individu
ikan major, 10 individu ikan target dan 1 individu ikan
indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan
ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen
ditampilkan pada Gambar 25.
Berdasarkan hasi l perhitungan nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan (Tabel 11), terl ihat bahwa
stasiun NTNL05 dan NTNL06 memiliki ni lai yang tert inggi
diantara stasiun lainnya, dengan nilai kemerataan jenis Pielou
yang juga t inggi walaupun masih lebih rendah dibandingkan
Stasiun NTNL03 dan NTNL04. Pada Stasiun NTNL08
diperoleh nilai kemerataan jenis Pielou yang terendah. Hal ini
disebabkan karena pada stasiun ini , ada beberapa jenis ikan
karang yang ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan jenis lainnya, sepert i Caesio caerulaurea,
Amblyglyphidodon curacao dan Pomacentrus alexanderae .
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan (cluster
analysis) , data jumlah individu yang dijumpai di masing-
masing stasiun transek permanen ditransformasikan ke dalam
bentuk akar pangkat dua, dan dihitung nilai kemiripan antar
stasiun berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis , yang hasi lnya
ditampilkan pada Tabel 12.
CRITC-COREMAP Jakarta 66
Gambar 25. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna.
CRITC-COREMAP Jakarta 67
Tabel 11. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihi tung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Natuna dengan metode LIT.
Stasiun S N H’ J’
NTNL01 43 727 2,82 0,75
NTNL02 42 669 2,81 0,75
NTNL03 45 534 3,30 0,87
NTNL04 57 253 3,67 0,91
NTNL05 91 730 3,72 0,83
NTNL06 82 535 3,76 0,85
NTNL07 61 1297 3,35 0,82
NTNL08 62 888 2,75 0,67
Tabel 12. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Natuna untuk data kelimpahan ikan karang (data di transformasikan ke akar pangkat dua).
STASIUN NTNL01 NTNL02 NTNL03 NTNL04 NTNL05 NTNL06 NTNL07 NTNL08
NTNL01 -
NTNL02 66,23 -
NTNL03 52,07 54,71 -
NTNL04 40,31 37,09 45,91 -
NTNL05 43,04 43,64 45,86 42,03 -
NTNL06 43,16 44,20 48,37 52,55 60,65 -
NTNL07 47,18 45,22 47,76 30,84 47,81 48,18 -
NTNL08 49,68 45,15 48,90 33,78 40,42 42,02 44,28 -
CRITC-COREMAP Jakarta 68
Dari hasi l analisa pengelompokan berdasarkan rerata
kelompok (group average) (Gambar 26), terl ihat bahwa dengan
nilai kemiripan lebih besar dari 50 %, stasiun NTNL01,
NTNL02 dan NTNL03 mengelompok dalam satu kelompok,
stasiun NTNL05 dan NTNL06 dalam kelompok yang lain,
sedangkan 3 kelompok lainnya, masing-masing dalam
kelompok yang berbeda. Hasil dari analisa MDS (Multi
Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,05 (Gambar 27)
memperkuat hasi l yang diperoleh pada analisa pengelompokan.
Gambar 26. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Natuna berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
CRITC-COREMAP Jakarta 69
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Natuna berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
CRITC-COREMAP Jakarta 70
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasi l dan pembahasan yang telah diuraikan maka
dapat di tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Karakteri t ik massa air di perairan Natuna sangat
dipengaruhi oleh pemanasan matahari disamping oleh
pengaruh massa air dari daratan.
Pola arus yang berkembang di perairan Natuna tergantung
pada pola umum dan sistem arus yang berkembang di Laut
Natuna dan Laut Cina Selatan kemudian dibelokkan oleh
masing-masing pulau sesuai dengan kondisi topografi dan
lokasi perairannya.
Ditinjau dari kadar zat hara, kondisi perairan Natuna yang
ditel i t i masih dikategorikan baik untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut , terutama pada daerah terumbu
karang. Sedang untuk daerah gambut/humus, kondisi
perairannya kurang begitu baik.
Kadar Sil ikat yang lebih t inggi di bagian dasar perairan
membuktikan bahwa kadar si l ikat dari semua daerah yang
ditel i t i sumber utamanya berasal dari sedimentasi di bagian
dasar perairan.
Di lokasi peneli t ian di Natuna didapatkan 17 jenis
mangrove yang termasuk dalam 14 marga, 10 suku. Untuk
anak pohon didominasi Rhizophora mucronata dengan
kepadatan mencapai 2467 batang/ha, rerata ketinggian 5,30
m dan basal area 6,16 m2/ha. Untuk pohon didominasi
Rhizophora mucronata dengan kepadatan pohon mencapai
200 batang/ha, rerata ketinggian 12,78 m dan basal area
mencapai 2,25 m2/ha.
CRITC-COREMAP Jakarta 71
Dari hasi l RRI, LIT dan pengamatan bebas, di Natuna
berhasi l di jumpai 177 jenis karang batu yang termasuk
dalam 18 suku.
Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya, secara
umum terumbu karang di perairan Natuna dapat
dikategorikan “cukup” dimana persentase tutupan karang
hidupnya hanya sebesar 32,86 % saja.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 8
stasiun transek permanen menunjukkan bahwa tak satu pun
stasiun yang terumbu karangnya masuk dalam kategori
“sangat baik” dan “kurang”. Hanya ada 1 stasiun
dikategorikan “baik”, sedangkan sisanya yaitu 7 stasiun
dikategorikan “cukup”.
Walaupun secara umum kadar zat hara di daerah terumbu
karang perairan sekitar Natuna masih dapat dikategorikan
baik sesuai yang dianjurkan KLH untuk biota laut , tapi
tanda-tanda adanya pencemaran di perairan ini bisa terl ihat
dari t ingginya kelimpahan beberapa mega benthos yang
umum dijumpai pada daerah yang tercemar perairannya.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 8
Stasiun transek permanen di Natuna menjumpai sebanyak
171 jenis ikan karang yang termasuk dalam 26 suku,
dengan nilai kel impahan ikan karang sebesar 20118
individu per hektarnya. Jenis Pomacentrus alexanderae
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kel impahan
yang tert inggi dibandingkan dengan jenis ikan karang
lainnya, yaitu sebesar 2529 individu/ha-nya.
Kelimpahan ikan karang yang memiliki ni lai ekonomis
penting relat if rendah di perairan ini .
CRITC-COREMAP Jakarta 72
B. SARAN
Dari pengalaman dan hasi l yang diperoleh selama
melakukan peneli t ian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh dalam peneli t ian ini mungkin t idak
seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
Kepulauan Natuna secara keseluruhan mengingat peneli t ian
kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang
berada di Kepulauan Natuna.
Walaupun secara umum kuali tas perairan di lokasi
peneli t ian yang berada di daerah terumbu karang ini dapat
dikatakan relat if masih baik untuk kehidupan karang serta
biota laut lainnya, tapi keadaan sepert i ini perlu
dipertahankan bahkan j ika mungkin, lebih di t ingkatkan lagi
daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang dan
biota lainnya. Pencemaran l ingkungan dan kerusakan
l ingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga
kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari .
Untuk daerah gambut/humus, kondisi l ingkungan sekitarnya
perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik agar kondisi
perairannya menjadi lebih baik.
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Natuna,
past i akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di
perairan ini , baik secara langsung maupun t idak langsung.
Untuk i tu, peneli t ian kembali di daerah ini sangatlah
penting di lakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
sehingga hasi lnya bisa di jadikan bahan pert imbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
karang secara lestari . Selain i tu, data hasi l pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi
keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 73
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No : 51 tahun 2004 Tentang Baku mutu Air Laut
Cox, G.W. 1967. Laboratory manual of General Ecology. M.W.C.
Brown Company, Minneapolis , Minnesota.
English, S. ; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for
Tropical Marine Resources. Second edit ion . Austral ian
Inst i tute of Marine Science. Townsvil le: 390 p.
Kuiter , R. H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific,
Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Indonesia.
Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus
Edit ion, Singapore. 400p.
Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004.
Sampling accuracy of reef resource inventory technique.
Coral Reefs : 1-17.
Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T. , 1984 . The
Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai Universi ty
Press.
Nybakken, J . W 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi .
Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G.
Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia Jakarta :
459 hal .
Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversi ty in different types
of biological collect ions. J. Theoret . Biol . 13 : 131-144.
CRITC-COREMAP Jakarta 74
Raymont, J .E.G. 1963. Plankton and Productivi ty in the Oceans .
Pergamon Press. Oxford : 660 pp.
Shannon, C.E. 1948. A mathematical theory of communication.
Bell System Tech. J. 27 : 379-423, 623-656.
Tijssen, S.B. , M. Mulder and F.J . Wetsteyn 1990. Production and
consumption rates of oxygen, and vert ical oxygen
structure in the upper 300 m in the eastern Banda Sea
during and after the upwell ing season, August 1984 and
February/March 1985. Proc. Snell ius-II Symp., Neth. J .
Sea Res. 25 : 485-499.
U.S. Navy Hydrographic Office 1958 . Instruction manual for
oceanography observation. H. O. Publ. 607, Washington,
D.C.
Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine
communities: an approach to stasist ical analysis and
interpretat ion, 2n d edit ion. PRIMER-E:Plymouth.
Zar, J . H. , 1996. Biostatist ical Analysis . Second edit ion . Prentice-
Hall Int . Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP Jakarta 75
LAMPIRAN
Lampiran 1.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk temperatur, sal ini tas dan densitas air laut serta l intasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Natuna.
Posisi Stasiun
Longitude (oBT) Latitude (oLU)
A 107,93777 03,87637
0 107,91925 03,87568
1 107,90822 03,91283
2 107,91777 03,90678
3 107,92640 03,89445
4 107,92363 03,88223
5 107,89285 03,90587
13 108,01463 03,77337
15 108,11667 03,78778
18 108,13583 03,79194
19 108,16639 03,79722
20 108,10278 03,75333
21 108,16639 03,78000
22 108,12389 03,76167
26 108,03273 03,70048
27 108,04295 03,65652
28 108,05098 03,62518
29 108,04810 03,60053
30 108,03170 03,57463
31 108,05417 03,57130
32 108,07817 03,57742
33 108,12365 03,60723
34 108,09150 03,63583
35 108,10123 03,67447
36 108,14502 03,64903
37 108,16917 03,63620
38 108,20855 03,64750
CRITC-COREMAP Jakarta 76
Lampiran 1.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2), dan s i l ikat (SiO3) di perairan Natuna.
Posisi Stasiun
Longitude (oBT) Latitude (oLU)
0 107o 55,16’ 03o 52,54’ 1 107o 54,49’ 03o 54,77’ 2 107o 55,07’ 03o 54,41’ 3 107o 55,58’ 03o 53,67’ 4 107o 55,42’ 03o 52,93’ 5 107o 53,57’ 03o 54,35’
13 108o 00,88’ 03o 46,40’ 15 108o 07,00’ 03o 47,16’ 18 108o 08,09’ 03o 47,31’ 19 108o 09,59’ 03o 47,50’ 20 108o 06,10’ 03o 45,12’ 21 108o 09,59’ 03o 46,48’ 22 108o 07,26’ 03o 45,42’ 26 108o 01,96’ 03o 42,03’ 27 108o 02,58’ 03o 39,39’ 28 108o 03,06’ 03o 37,51’ 29 108o 02,89’ 03o 36,20’ 30 108o 01,90’ 03o 34,48’ 31 108o 03,25’ 03o 34,28’ 32 108o 04,69’ 03o 34,65’ 33 108o 07,42’ 03o 36,43’ 34 108o 05,49’ 03o 38,15’ 35 108o 06,07’ 03o 40,47’ 36 108o 08,70’ 03o 38,94’ 37 108o 10,15’ 03o 38,17’ 38 108o 12,51’ 03o 38,85’
CRITC-COREMAP Jakarta 77
Lampiran 1.c. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di perairan Natuna.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU)
P. Sabang Mawang 1 108o 05,21’ 03o 36,49’ P. Natuna 2 108o 07,57’ 03o 40,00’ Muara S. Seputon 3 108o 08,56’ 03o 43,60’
CRITC-COREMAP Jakarta 78
Lampiran 1.d. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Natuna.
Posisi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU) NTNR01 107o 53,73’ 03o 55,01’ NTNR02 107o 55,43’ 03o 54,67’ NTNR03 107o 55,81’ 03o 53,35’ NTNR04 107o 54,12’ 03o 52,97’ NTNR05 107o 55,73’ 03o 51,91’ NTNR06 107o 59,12’ 03o 54,84’ NTNR07 107o 59,29’ 03o 52,12’ NTNR08 108o 00,78’ 03o 51,78’ NTNR09 108o 02,09’ 03o 49,83’ NTNR10 108o 01,24’ 03o 49,36’ NTNR11 107o 58,87’ 03o 49,41’ NTNR12 108o 00,10’ 03o 47,50’ NTNR13 108o 01,29’ 03o 45,72’ NTNR14 108o 02,47’ 03o 47,37’ NTNR15 108o 03,79’ 03o 48,68’ NTNR16 108o 03,49’ 03o 47,12’ NTNR17 108o 07,78’ 03o 46,78’ NTNR18 108o 08,62’ 03o 45,55’ NTNR19 108o 06,46’ 03o 44,57’ NTNR20 108o 05,40’ 03o 43,30’ NTNR21 108o 04,30’ 03o 41,60’ NTNR22 108o 01,96’ 03o 42,28’ NTNR23 108o 02,52’ 03o 39,52’ NTNR24 108o 04,34’ 03o 37,57’ NTNR25 108o 03,15’ 03o 36,30’ NTNR26 108o 01,84’ 03o 34,47’ NTNR27 108o 03,24’ 03o 34,30’ NTNR28 108o 04,59’ 03o 34,77’ NTNR29 108o 03,94’ 03o 35,37’ NTNR30 108o 07,18’ 03o 36,26’ NTNR31 108o 06,33’ 03o 38,38’ NTNR32 108o 06,38’ 03o 40,37’ NTNR33 108o 08,71’ 03o 39,01’ NTNR34 108o 10,75’ 03o 38,25’ NTNR35 108o 13,54’ 03o 39,01’
CRITC-COREMAP Jakarta 79
Lampiran 1.e. Posisi s tasiun peneli t ian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Natuna.
Posisi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU)
NTNL01 107o 55,58’ 03o 03,45’ NTNL02 108o 00,19’ 03o 07,39’ NTNL03 108o 04,39’ 03o 41,26’ NTNL04 108o 02,71’ 03o 39,70’ NTNL05 108o 04,36’ 03o 37,89’ NTNL06 108o 04,76’ 03o 34,73’ NTNL07 108o 06,38’ 03o 40,37’ NTNL08 108o 10,64’ 03o 38,27’
CRITC-COREMAP Jakarta 80
Lampiran 2.a. Hasil pengukuran temperatur, sal ini tas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Natuna.
Statistik Temperatur
(°C) Salinitas
(PSU) Densitas (kg/m3)
Jumlah data 27 27 27 Minimum 29,44 21,53 1011,71 Maximum 30,54 33,44 1020,60
Kisaran 1,10 11,91 8,89 Rerata 29,79 31,61 1019,26
Lampiran 2.b. Hasil pengukuran temperatur, sal ini tas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air , mulai dari permukaan hingga dekat dasar, untuk perairan Natuna.
Statistik Temperatur
(°C) Salinitas
(PSU) Densitas (kg/m3)
Jumlah data 389 389 389 Minimum 29,25 21,53 1011,71 Maximum 30,54 33,45 1020,70
Kisaran 1,29 11,91 0,90 Rerata 29,63 32,77 20,18
CRITC-COREMAP Jakarta 81
Lampiran 3.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Natuna.
P a r a m e t e r
O2 PO4 NO3 NO2 SiO3 No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)
0 P 8,30 3,31 1,42 0,09 0,08 12,14
1 P 8,29 3,81 2,26 0,77 0,04 9,47
2 P 8,24 4,02 2,26 0,79 0,04 4,64
3 P 8,22 3,56 1,33 0,83 0,12 5,82
4 P 8,17 3,62 2,70 0,79 0,04 7,79
P 8,32 3,91 2,08 0,88 0,06 8,98 5
D 8,34 3,85 3,01 0,84 0,06 12,43
P 8,26 4,53 3,62 0,75 0,04 1,87 13
D 8,32 4,38 10,04 0,77 ttd 5,62
15 P 8,07 3,52 4,96 0,98 0,12 16,48
18 P 7,76 3,22 7,04 1,00 0,18 25,16
19 P 7,22 3,00 6,95 1,06 0,35 30,78
P 8,12 3,59 5,53 0,65 0,04 5,62 20
P 8,29 3,67 1,11 0,75 0,14 10,85
P 7,48 3,16 9,78 0,90 0,28 10,85 21
D 8,20 3,09 2,12 0,99 0,16 29,60
P 7,96 3,30 7,08 0,92 0,20 8,58 22
D 8,22 3,38 0,75 0,81 0,10 23,58
26 0 8,24 3,74 9,16 0,75 0,04 4,54
P 8,33 3,98 0,62 0,81 0,10 4,14 27
D 8,37 3,84 4,60 0,90 0,18 8,58
P 8,27 3,91 4,51 0,81 0,10 3,75 28
D 8,33 3,96 0,44 0,77 0,06 4,54
29 0 8,34 3,96 10,18 0,96 0,24 7,00
P 8,30 3,93 2,04 0,71 0,04 4,34 30
D 8,38 3,94 0,58 0,86 0,14 7,30
P 8,27 4,01 2,39 0,75 0,04 4,34 32
D 8,41 3,96 0,62 0,88 0,16 7,50
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 82
Sambungan Lampiran 3.a.
P a r a m e t e r
O2 PO4 NO3 NO2 SiO3 No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)
P 8,25 4,09 3,32 0,80 0,08 3,06 33
D 8,34 3,99 0,62 0,77 0,06 4,44
34 P 8,29 3,98 5,13 0,94 0,12 4,24
P 8,33 4,11 4,20 0,88 0,06 4,05 35
D 8,38 3,98 0,22 0,92 0,06 9,37
P 8,28 3,96 1,99 0,73 ttd 4,14 36
D 8,34 3,53 0,18 0,80 0,06 16,48
P 8,24 3,89 3,19 0,73 ttd 3,95 37
D 8,33 3,86 0,27 0,84 0,08 11,15
P 8,16 3,85 3,81 0,80 0,08 7,99 38
D 8,38 3,66 0,49 0,75 0,04 11,94
Keterangan : ttd = tak terdeteksi. P = permukaan D = dasar
Lampiran 3.b. Kadar rata - rata zat hara di perairan Natuna.
Lokasi pH O2
(ml/L) PO4
(µg A/L) NO3
(µg A/L) NO2
(µg A/L) SiO3
(µg A/L)
P 7,70 3,24 7,16 0,97 0,23 18,37 A D 8,21 3,24 1,44 0,90 0,13 26,59 P 8,26 3,90 3,52 0,77 0,08 5,52 B D 8,35 3,89 1,74 0,82 0,09 8,96
Keterangan :
A = Daerah gambut/humus. B = Daerah terumbu karang. P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP Jakarta 83
Lampiran 4. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Natuna.
Lokasi No. Suku No. J e n i s
A B C I. Combretaceae 1. Lumnitzera littorea - + + II. Euphorbiaceae 2. Excoecaria agallocha + - + III. Flagillariaceae 3. Flagellaria indica + - - IV. Malvaceae 4. Thespesia populnea + + -
5. Aegiceras corniculatum + - - V. Myrsinaceae
6. Xylocarpus moluccensis + - - 7. Nypa fruticans - - +
VI. Palmae 8. Oncosperma tigillaria - + +
VII. Pandanaceae 9. Pandanus tectorius + - - 10. Bruguiera gymnorrhiza + + + 11. B. parviflora + - - 12. Ceriops tagal + - - 13. Rhizophora apiculata - - + 14. R. mucronata + + +
VIII. Rhizophoraceae
15. R. stylosa + + + IX. Sonneraticeae 16. Sonneratia alba + - + X. Sterculiaceae 17. Heritiera littoralis - + -
Keterangan :
A. P. Sabang Mawang B. P. Natuna C. Muara S. Seputon
CRITC-COREMAP Jakarta 84
Lampiran 5. Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Natuna berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas.
NO. No.
SUKU Jenis
I ASTROCOENIIDAE 1 Stylocoeiniella armata
II POCILLOPORIDAE
2 Pocillopora damicornis 3 P. eydouxi 4 P. verrucosa 5 P. woodjonesi 6 Seriatopora hystrix 7 Stylophora pistillata 8 Stylophora sp. 9 Palauastrea ramosa
III ACROPORIDAE
10 Montipora aequituberculata 11 M. capricornis 12 M. danae 13 M. digitata 14 M. foliosa 15 M. hispida 16 M. hoffmeisteri 17 M. incrassata 18 M. informis 19 M. millepora 20 M. spumosa 21 M. tuberculosa 22 M. venosa 23 M. verrucosa 24 Montipora sp.
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 85
Sambungan Lampiran 5
NO. No.
SUKU Jenis
25 Anacropora puertogelerae 26 Acropora acuminata 27 A. caroliniana 28 A. cerealis 29 A. clathrata 30 A. florida 31 A. formosa 32 A. grandis 33 A. horrida 34 A. hyacinthus 35 A. jaquelineae 36 A. latistella 37 A. microphthalma 38 A. millepora 39 A. multiacuta 40 A. nana 41 A. nasuta 42 A. nobilis 43 A. palifera 44 A. pulchra 45 A. speciosa 46 A. subglabra 47 A. tenuis 48 A. valenciennesi 49 A. valida 50 Acropora sp. 51 Astreopora explanata 52 A. gracilis 53 A. myriophthalma 54 Astreopora sp.
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 86
Sambungan Lampiran 5
NO. No.
SUKU Jenis
IV PORITIDAE 55 Porites annae 56 P. cylindrica 57 P. lichen 58 P. lobata 59 P. lutea 60 P. nigrescens 61 P. rus 62 P. solida 63 P. vaughani 64 Porites sp. 65 Goniopora columna 66 G. djiboutiensis 67 G. lobata 68 G. pandoraensis 69 G. pendulus 70 G. tenuidens 71 Goniopora sp. 72 Alveopora catalai 73 A. spongiosa
V SIDERASTREIDAE
74 Pseudosiderastrea tayami 75 Psammocora contigua 76 P. profundacella 77 Psammocora sp. 78 Coscinaraea columna
VI AGARICIIDAE
79 Pavona decussata
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 87
Sambungan Lampiran 5 NO. No.
SUKU Jenis
80 P. explanulata 81 Pavona sp. 82 Leptoseris scabra 83 Coeloseris mayeri 84 Pachyseris rugosa 85 P. speciosa 86 Pachyseris sp.
VII FUNGIIDAE
87 Cycloseris patelliformis 88 Ctenactis sp. 89 Heliofungia actiniformis 90 Heliofungia sp. 91 Fungia concinna 92 F. echinata 93 F. repanda 94 F. scutaria 95 F. talpina 96 F. valida 97 Fungia sp. 98 Lithophyllon edwardsi 99 L. elegans
VIII OCULINIDAE
100 Galaxea astreata 111 G. fascicularis 112 Acrhelia horrescens
IX PECTINIDAE
113 Echinophyllia aspera 114 Oxypora convoluta
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 88
Sambungan Lampiran 5
NO. No.
SUKU Jenis
115 O. glabra 116 Mycedium elephantotus 117 Mycedium sp. 118 Pectinia alcicornis 119 P. lactuca 120 Pectinia sp.
X MUSSIDAE
121 Blastomussa merleti 122 B. wellsi 123 Lobophyllia corymbosa 124 L. hataii 125 Lobophyllia sp. 126 Symphyllia radians 127 S. recta 128 S. agaricia 129 Symphyllia sp.
XI MERULINIDAE
130 Hydnophora exesa 131 H. rigida 132 Merulina ampliata 133 M. scabricula
XII FAVIIDAE
134 Favia laxa 135 F. rotundata 136 F. speciosa 137 F. complanata 138 F. flexuosa
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 89
Sambungan Lampiran 5
NO. No.
SUKU Jenis
139 Favia sp. 140 Favites sp. 141 Goniastrea aspera 142 G. favulus 143 G. retiformis 144 Goniastrea sp. 145 Platygyra daedalea 146 P. lamellina 147 P. pini 148 P. sinensis 149 Platygyra sp. 150 Oulophyllia crispa 151 Montastrea curta 152 Montastrea sp. 153 Diploastrea heliopora 154 Diploastrea sp. 155 Leptastrea purpurea 156 L. transversa 157 Cyphastrea chalcidicum 158 C. microphthalma 159 C. serailia 160 Cyphastrea sp. 161 Echinopora mammiformis 162 Echinopora sp.
XIII CARYOPHYLLIIDAE
163 Euphyllia ancora 164 E. glabrescens 165 Euphyllia sp.
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 90
Sambungan Lampiran 5
NO. No.
SUKU Jenis
166 Plerogyra sinuosa 167 Physogyra lichtensteini
XIV DENDROPHYLLIIDAE
168 Turbinaria peltata 169 T. micrantha 170 Turbinaria sp.
XV TUBIPORIDAE
171 Tubipora musica XVI HELIOPORIDAE
172 Heliopora coerulea XVII MILLEPORIDAE
173 Millepora platyphylla 174 M. exaesa 175 Millepora sp.
XVIII STYLASTERIDAE
176 Distichopora sp. 177 Stylaster sp.
CRITC-COREMAP Jakarta 91
Lampiran 6. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Natuna.
Stasiun Karang hidup Acropora Non
AcroporaKarang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
NTNR01 37,50 25,00 12,50 2,50 25,00 12,50 5,00 0,00 5,00 0,00 12,50 0,00 0,00 NTNR02 21,31 4,92 16,39 1,64 16,39 9,84 1,64 0,00 0,00 0,00 49,18 0,00 0,00 NTNR03 62,50 31,25 31,25 3,13 15,63 12,50 3,13 0,00 3,13 0,00 0,00 0,00 0,00 NTNR04 59,46 5,41 54,05 2,70 27,03 5,41 2,70 0,00 2,70 0,00 0,00 0,00 0,00 NTNR05 57,81 3,13 54,69 0,00 31,25 6,25 1,56 0,00 3,13 0,00 0,00 0,00 0,00 NTNR06 44,64 35,71 8,93 0,00 35,71 17,86 1,79 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 NTNR07 88,89 77,78 11,11 0,00 5,56 3,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,11 1,11 0,00 NTNR08 24,51 4,90 19,61 0,00 58,82 1,96 0,00 0,00 0,00 0,00 9,80 4,90 0,00 NTNR09 58,14 46,51 11,63 0,00 34,88 1,16 1,16 0,00 0,00 0,00 2,33 2,33 0,00 NTNR10 25,61 1,22 24,39 0,00 60,98 0,00 1,22 0,00 0,00 0,00 6,10 6,10 0,00 NTNR11 30,00 20,00 10,00 2,00 40,00 4,00 2,00 0,00 2,00 0,00 20,00 0,00 0,00 NTNR12 38,24 3,92 34,31 0,98 39,22 7,84 0,98 0,00 2,94 0,00 9,80 0,00 0,00 NTNR13 25,26 4,21 21,05 2,11 36,84 10,53 2,11 0,00 2,11 0,00 21,05 0,00 0,00 NTNR14 28,07 1,75 26,32 0,00 61,40 0,00 1,75 0,00 0,00 0,00 4,39 4,39 0,00 NTNR15 22,58 1,08 21,51 0,00 64,52 0,00 2,15 0,00 0,00 0,00 5,38 5,38 0,00 NTNR16 2,78 2,78 0,00 0,00 97,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 NTNR17 15,00 5,00 10,00 0,00 45,00 0,00 3,00 0,00 2,00 10,00 25,00 0,00 0,00
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 92
Sambungan Lampiran 6
Stasiun Karang hidup Acropora Non
AcroporaKarang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
NTNR18 0,00 0,00 0,00 0,00 15,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,00 80,00 0,00 0,00 NTNR19 50,00 5,56 44,44 0,00 33,33 0,00 5,56 0,00 0,00 5,56 5,56 0,00 0,00 NTNR20 15,00 5,00 10,00 0,00 40,00 30,00 5,00 0,00 3,00 7,00 0,00 0,00 0,00 NTNR21 20,00 10,00 10,00 0,00 5,00 5,00 5,00 0,00 2,00 60,00 3,00 0,00 0,00 NTNR22 15,79 10,53 5,26 0,00 21,05 0,00 2,11 0,00 3,16 52,63 5,26 0,00 0,00 NTNR23 35,00 10,00 25,00 0,00 30,00 10,00 3,00 0,00 2,00 10,00 10,00 0,00 0,00 NTNR24 68,00 3,00 65,00 0,00 15,00 0,00 2,00 0,00 2,00 10,00 3,00 0,00 0,00 NTNR25 20,00 5,00 15,00 0,00 50,00 2,00 1,00 0,00 2,00 10,00 15,00 0,00 0,00 NTNR26 10,00 5,00 5,00 0,00 50,00 2,00 1,00 0,00 2,00 10,00 25,00 0,00 0,00 NTNR27 11,00 1,00 10,00 0,00 50,00 2,00 2,00 0,00 0,00 15,00 20,00 0,00 0,00 NTNR28 13,00 3,00 10,00 0,00 15,00 4,00 1,00 0,00 2,00 5,00 60,00 0,00 0,00 NTNR29 61,90 52,38 9,52 0,00 9,52 1,90 4,76 0,00 2,86 14,29 4,76 0,00 0,00 NTNR30 34,29 5,71 28,57 0,00 42,86 0,00 2,86 0,00 5,71 14,29 0,00 0,00 0,00 NTNR31 24,00 4,00 20,00 0,00 16,00 2,40 0,00 0,00 1,60 4,00 52,00 0,00 0,00 NTNR32 20,83 4,17 16,67 0,00 20,83 4,17 1,67 0,00 2,50 16,67 33,33 0,00 0,00 NTNR33 59,09 54,55 4,55 0,00 9,09 3,64 0,91 0,00 0,00 13,64 13,64 0,00 0,00 NTNR34 29,41 4,90 24,51 0,00 0,00 9,80 4,90 0,00 1,96 49,02 4,90 0,00 0,00 NTNR35 20,41 0,00 20,41 0,00 10,20 5,10 0,00 0,00 0,00 61,22 3,06 0,00 0,00
Rerata 32,86 13,10 19,76 0,43 32,24 5,01 2,08 0,00 1,59 10,67 14,43 0,69 0,00
Keterangan : Karang hidup = Acropora + Non Acropora
CRITC-COREMAP Jakarta 93
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Natuna.
Stasiun Karang hidup Acropora Non
AcroporaKarang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
NTNL01 45.30 2.10 43.20 0.00 39.50 5.03 0.00 0.47 0.97 2.93 4.67 1.13 0.00 NTNL02 48.87 1.13 47.73 0.00 42.93 0.70 0.00 3.07 1.63 2.80 0.00 0.00 0.00 NTNL03 33.57 1.63 31.93 0.00 53.13 7.97 1.10 0.00 1.27 1.77 1.20 0.00 0.00 NTNL04 27.80 2.73 25.07 0.00 34.40 14.63 1.83 0.00 3.00 6.27 6.40 5.67 0.00 NTNL05 28.80 12.83 15.97 1.17 29.00 0.33 6.07 0.00 3.13 14.67 5.17 11.67 0.00 NTNL06 45.57 0.33 45.23 0.00 39.63 0.00 0.00 0.00 0.03 14.07 0.70 0.00 0.00 NTNL07 37.93 4.47 33.47 0.00 43.57 0.80 0.53 0.00 0.00 15.83 1.33 0.00 0.00 NTNL08 55.77 0.00 55.77 0.00 36.37 1.87 2.87 0.17 1.30 1.67 0.00 0.00 0.00 Rerata 40.45 3.15 37.30 0.15 39.82 3.92 1.55 0.46 1.42 7.50 2.43 2.31 0.00
Keterangan : Karang hidup = Acropora + Non Acropora
CRITC-COREMAP Jakarta 94
Lampiran 8. Beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Natuna.
Stasiun Acanthaster planci CMR Diadema
setosum DrupellaLarge Giant clam
Small Giant clam
Large Holothurian
Small Holothurian Lobster
Pencil sea
urchin
Trochus niloticus
NTNL01 0 190 82 0 0 1 1 0 0 0 0
NTNL02 0 282 9 0 1 1 12 0 0 0 0
NTNL03 0 283 32 0 6 41 0 0 0 0 0
NTNL04 0 9 0 0 2 4 0 0 0 0 0
NTNL05 0 37 279 0 20 41 0 0 0 0 0
NTNL06 0 25 0 0 7 13 1 0 0 0 0
NTNL07 0 562 56 0 2 80 7 0 0 0 0
NTNL08 0 373 0 0 1 1 0 0 0 0 0
Kelimpahan (ind./ha) 0 15723 4089 0 348 1625 188 0 0 0 0
CRITC-COREMAP Jakarta 95
Lampiran 9. Kelimpahan jenis ikan ( jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di Natuna yang diperoleh dengan metode UVC.
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
1 Abudefduf sexfasciatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 13 0 0 0 0 0 0
2 Abudefduf vaigiensis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 65 0
3 Acanthurus sp. ACANTHURIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 2
4 Ctenochaetus tominiensis ACANTHURIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 2 0 0
5 Aetaloperca rogaa SERRANIDAE TARGET 0 0 0 1 1 1 0 0
6 Amblyglyphidodon aureus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 8 0
7 Amblyglyphidodon curacao POMACENTRIDAE MAJOR 62 135 63 20 70 40 100 105
8 Amblyglyphidodon leucogaster POMACENTRIDAE MAJOR 0 3 0 0 9 5 13 0
9 Amblyglyphidodon sexfasciatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 3
10 Amblyglyphidodon ternatensis POMACENTRIDAE MAJOR 0 3 0 0 0 0 0 0
11 Amphiprion clarckii POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 3 0 0 0 3
12 Amphiprion melanopus POMACENTRIDAE MAJOR 0 2 5 0 0 0 0 0
13 Amphiprion ocellaris POMACENTRIDAE MAJOR 3 3 0 4 2 0 0 0
14 Amphiprion sandaracinos POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 4 0 0 0
15 Amphiprion speculum POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
16 Anampses melanurus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 1 0 0
17 Anampses sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 3
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 96
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
18 Apogon macrodon APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 4 0 0 0
19 Apogon quenquelineata APOGONIDAE MAJOR 5 30 71 0 10 40 80 6
20 Bodianus mesothorax LABRIDAE MAJOR 0 2 0 0 1 0 0 0
21 Caesio caerulaurea CAESIONIDAE TARGET 0 0 0 0 20 0 50 300
22 Caesio cuning CAESIONIDAE TARGET 0 62 22 0 20 0 12 0
23 Caesio teres CAESIONIDAE TARGET 0 0 0 0 46 0 0 0
24 Caesio tile CAESIONIDAE TARGET 0 0 0 0 10 0 0 0
25 Centropyge sp. POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
26 Centropyge tibicens POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 3 0 0 0
27 Centropyge vroliki POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 4 0 3
28 Cephalopholis argus SERRANIDAE TARGET 1 0 3 0 0 1 0 4
29 Cephalopholis cyanostigma SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 1 1 0 0
30 Cephalopholis miniatus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 1 0 0 2
31 Cephalopolis pachycentron SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 1 3 0 0
32 Cephalopolis B66sp. SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 1 0 0
33 Chaetodon adiergastos CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 2 0 0 2 0 1 0
34 Chaetodon baronessa CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 2 6 2 2 7 2
35 Chaetodon bennetti CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 0 0 0 0 3 0
36 Chaetodon octofasciatus CHAETODONTIDAE INDIKATOR 3 2 4 6 7 6 8 2
37 Chaetodon rafflesii CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 0 0 0 2 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 97
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
38 Chaetodon trifasciatus CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 3 6 7 6 11 8
39 Chaetodon vagabundus CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 0 2 0 2 0 0
40 Chaetodontoplus mesoleucus POMACANTHIDAE MAJOR 6 3 7 7 5 2 7 0
41 Cheilinus chlorurus LABRIDAE MAJOR 3 0 4 1 2 0 0 5
42 Cheilinus diagrammus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 5 0 1 0 0
43 Cheilinus fasciatus LABRIDAE MAJOR 16 16 13 12 7 6 11 7
44 Cheilinus trilobatus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 3 2 0 0
45 Cheilinus undulatus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0
46 Chelmon rostratus CHAETODONTIDAE INDIKATOR 2 0 0 0 0 0 0 1
47 Chelmon ulietensis CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 0 0 0 0 0 2
48 Choerodon anchorago LABRIDAE TARGET 3 0 12 4 0 0 27 0
49 Chromis atripectoralis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 5 0 0
50 Chromis ternatensis POMACENTRIDAE MAJOR 112 50 0 0 26 40 145 0
51 Chromis viridis POMACENTRIDAE MAJOR 1 4 0 0 20 30 80 0
52 Chromis weberi POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 10 0 0 0
53 Chrysiptera cyanea POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 5 0 0 0
54 Chrysiptera parasema POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 11 0 0 0
55 Chrysiptera rex POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
56 Chrysiptera rollandi POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 22 5 25 18 0 13
57 Chrysiptera talboti POMACENTRIDAE MAJOR 82 23 0 0 6 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 98
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
58 Cirrhilabrus cyanopleura LABRIDAE MAJOR 5 0 0 0 0 0 0 0
59 Cirrhilabrus sp. LABRIDAE MAJOR 0 3 0 0 0 0 0 0
60 Coris gaimard LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 3 0 0 0
61 Coris sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
62 Ctenochaetus binotatus ACANTHURIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 2 0
63 Ctenochaetus striatus ACANTHURIDAE TARGET 0 0 0 0 0 6 6 10
64 Dascyllus aruanus POMACENTRIDAE MAJOR 6 0 0 0 0 0 0 5
65 Dascyllus melanurus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 9 0 0
66 Dascyllus reticulatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 15 0 45 16 87 0
67 Diodon sp. DIODONTIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0
68 Diploprion bifasciatum SERRANIDAE MAJOR 0 6 4 2 2 0 0 0
69 Dischistodus melanotus POMACENTRIDAE MAJOR 2 0 0 2 3 3 6 0
70 Dischistodus perspicillatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 7 3 3 0 3 2
71 Dischistodus prosopotaenia POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 5 0 0 0
72 Epibulus insidiator LABRIDAE MAJOR 7 6 7 5 8 3 0 6
73 Epinephelus aerolatus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 2 2
74 Epinephelus merra SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 2 0 0
75 Epinephelus ongus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 1 0 0
76 Fistularia sp. FISTULARIIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0
77 Gomphosus varius LABRIDAE MAJOR 5 5 6 1 4 3 0 8
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 99
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
78 Halichoeres argus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 1 3 0 0
79 Halichoeres gymnocephalus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 3 1 0 0
80 Halichoeres hortulanus LABRIDAE MAJOR 0 0 4 0 2 3 0 3
81 Halichoeres marginatus LABRIDAE MAJOR 14 7 0 0 0 0 7 14
82 Halichoeres melanurus LABRIDAE MAJOR 12 0 8 1 3 0 10 16
83 Halichoeres scapularis LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
84 Halichoeres sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 2 0 0 0 0
85 Hemiglyphidodon plagiometopon POMACENTRIDAE MAJOR 8 3 3 5 13 4 7 0
86 Hemigymnus fasciatus CHAETODONTIDAE TARGET 0 2 0 0 1 2 4 7
87 Hemigymnus melapterus CHAETODONTIDAE TARGET 0 0 0 4 5 3 0 7
88 Heniochus monoceros CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 0 0 2 0 0 0 0
89 Heniochus varius CHAETODONTIDAE INDIKATOR 0 1 0 2 0 2 6 4
90 Labracinus lineatus SERRANIDAE MAJOR 0 0 3 0 0 0 0 0
91 Labrichthys unilineatus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 0 0 0 3
92 Labroides bicolor LABRIDAE MAJOR 0 6 0 0 0 0 0 4
93 Labroides dimidiatus LABRIDAE MAJOR 5 8 17 6 0 1 8 4
94 Lethrinus erythropterus LETHRINIDAE TARGET 0 0 0 0 2 2 0 0
95 Lutjanus bohar LUTJANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 3
96 Lutjanus carponotatus LUTJANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 1 0 0
97 Lutjanus decussatus LUTJANIDAE TARGET 5 3 17 0 5 4 16 8
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 100
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
98 Lutjanus fulviflamma LUTJANIDAE TARGET 0 0 0 0 6 3 2 0
99 Macropharyngodon meleagris LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 1
100 Meiacanthus sp. BLENNIIDAE MAJOR 0 0 0 1 0 0 0 0
101 Naso lituratus ACANTHURIDAE TARGET 0 0 2 0 0 6 0 0
102 Neopomacentrus azysron POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 7 12
103 Neopomacentrus cyanomos POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 40 0
104 Novaculichthys taeniurus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 3 0 0
105 Ostracion meleagris OSTRACIONIDAE MAJOR 0 0 0 1 0 0 0 0
106 Oxycheilinus sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 2 0 0 0 0
107 Oxymonacanthus longirostris MONACANTHIDAE MAJOR 0 0 3 0 0 0 0 0
108 Paraglyphidodon melas POMACENTRIDAE MAJOR 6 4 8 6 4 6 0 4
109 Paraglypidodon nigroris POMACENTRIDAE MAJOR 11 28 19 18 13 12 17 5
110 Parupeneus barberinus MULLIDAE TARGET 1 0 0 0 3 2 0 0
111 Parupeneus barberinoides MULLIDAE TARGET 3 2 3 0 0 0 3 3
112 Parupeneus bifasciatus MULLIDAE TARGET 0 0 0 2 1 1 0 0
113 Parupeneus indicus MULLIDAE TARGET 0 0 0 0 1 0 0 0
114 Parupeneus multifasciatus MULLIDAE TARGET 0 0 0 1 0 1 6 0
115 Pentapodus caninus NEMIPTERIDAE TARGET 1 0 3 3 3 3 2 0
116 Platax orbicularis EPHIPPIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 1
117 Plectorhinchus chaetodontoides HAEMULIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 1 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 101
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
118 Plectroglyphidodon dickii POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 2 0
119 Plectroglyphidodon lacrymatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 7 2 10 0 12 0 27
120 Plectropomus macrodon POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0
121 Plectropomus maculatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 3 0 0
122 Pomacanthus annularis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 2 0 0 0 0
123 Pomacanthus sexstriatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
124 Pomacentrus adelus POMACENTRIDAE MAJOR 8 7 29 0 0 0 0 14
125 Pomacentrus alexanderae POMACENTRIDAE MAJOR 159 140 34 0 100 35 135 105
126 Pomacentrus alleni POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 12 0
127 Pomacentrus bankanensis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 13 9 4 0 0
128 Pomacentrus emarginatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 1 0 0 0 0 0
129 Pomacentrus lepidogenys POMACENTRIDAE MAJOR 7 3 16 0 18 30 21 61
130 Pomacentrus moluccensis POMACENTRIDAE MAJOR 26 17 19 8 16 13 18 26
131 Pomacentrus philippinus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 11 25 0 0
132 Pomacentrus sp. POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 2 0 0
133 Pomacentrus tripunctatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 3 3 3 0 0
134 Pseudocheillinus sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 7 0 0 0 6 6
135 Pterois radiata SCORPAENIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 0 0 0
136 Pygoplites diacanthus POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 2 1 0
137 Saurida gracilis SAURIDAE TARGET 0 0 0 0 1 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 102
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
138 Scarus bicolor SCARIDAE TARGET 0 0 0 3 2 1 0 0
139 Scarus bleekeri SCARIDAE TARGET 3 0 0 2 0 2 0 0
140 Scarus bowersi SCARIDAE TARGET 0 0 0 2 0 2 0 0
141 Scarus dimidiatus SCARIDAE TARGET 0 0 0 7 6 7 9 0
142 Scarus ghobban SCARIDAE TARGET 54 16 21 19 0 6 0 1
143 Scarus hypselopterus SCARIDAE TARGET 0 0 7 3 8 13 9 0
144 Scarus niger SCARIDAE TARGET 6 3 0 0 2 2 0 5
145 Scarus oviceps SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 3
146 Scarus prasiognathus SCARIDAE TARGET 0 0 6 0 0 0 0 3
147 Scarus rivulatus SCARIDAE TARGET 7 0 0 0 0 0 7 1
148 Scarus schlegeli SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 2 1 4 0
149 Scarus sordidus SCARIDAE TARGET 10 8 3 2 1 2 14 0
150 Scarus spp. SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 0 4 50 0
151 Scolopsis bilineatus SCOLOPSIDAE TARGET 5 0 0 0 9 2 8 4
152 Scolopsis ciliatus SCOLOPSIDAE TARGET 31 10 0 0 0 0 0 0
153 Scolopsis lineatus SCOLOPSIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 65 0
154 Scolopsis margaritifer SCOLOPSIDAE TARGET 4 3 8 5 4 4 11 3
155 Scolopsis trilineata SCOLOPSIDAE TARGET 0 0 0 0 4 0 0 0
156 Siganus corallinus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 1
157 Siganus guttatus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 21 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 103
Sambungan Lampiran 9
No. NAMA JENIS NAMA SUKU KELOMPOK NTNL
01 NTNL
02 NTNL
03 NTNL
04 NTNL
05 NTNL
06 NTNL
07 NTNL
08
158 Siganus spinus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 3 0 1 0 0
159 Siganus virgatus SIGANIDAE TARGET 6 0 0 2 2 2 7 4
160 Siganus vulpinus SIGANIDAE TARGET 3 7 0 4 0 4 6 7
161 Spaeramia orbicularis APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 15 0 0 0
162 Stegastes nigricans POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 7 4 10 0 0
163 Stethojulis albovittata LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 2 2 0 0
164 Stethojulis bandanensis LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 1
165 Sufflamen frenatus BALISTIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 3
166 Symphorichthys spilurus LUTJANIDAE TARGET 0 0 1 0 0 0 1 0
167 Synodon variegatus SAURIDAE TARGET 0 0 2 0 0 0 0 0
168 Thalassoma hardwickei LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 2 2 3
169 Thalassoma lunare LABRIDAE MAJOR 8 11 18 2 7 8 15 4
170 Zanclus cornutus ZANCLIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 4 3 0
171 Zebrasoma scopas ACANTHURIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 3
Jumlah Individu 727 669 534 253 730 535 1297 727
a, Ikan Major 0 0 0 0 0 0 0 0
b, Ikan Target 143 116 110 67 168 97 345 143
c, Ikan, Indikator 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah jenis 43 42 45 57 91 82 61 43