Upload
yodha
View
55
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr.
Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak
dapat menentukan penyebabnya.
Insiden Sindrom Stevens-Johnson makin lama makin meningkat karena salah
satu penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang semua obat dapat diperoleh secara
bebas dipasaran, setiap tahun kira-kira terdapat 10 kasus, bentuk yang berat dari
Sindrom Stevens-Johnson dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang
tepat dan cepat nyawa penderita dapat diselamatkan.1
SJS biasanya dimulai dengan gejala demam, sakit kepala, batuk, dan pegal,
yang dapat berlanjut dari hari ke – 1 smpai hari ke -14 hari. Kemudian pasien
mengalami ruam datar berwarna merah pada wajah dan tubuh, sering kali kemudian
meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah ruam membesar dan
meluas, sering membentuk lepuh pada bagian tengahnya. Kulit yang lepuh sangat
longgar, dan mudah dilepas bila digosok.4
Gejala lepuh pada pasien terdapat pada selaput mukosa yang melapisi mulut,
tenggorokan, anus, kelamin, dan mata.4
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan
kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis
terdapat lesi berbentuk target, kelainan pada mukosa, demam.Selain itu didukung
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik,
biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan
histopatologik biopsi kulit.
Referat SSJ res2 1
TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum
Memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak RUMKIT POLPUS R.S.Sukanto.
b. Tujuan khusus
Memahami definisi, sinonim, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi,
pemeriksaan laboratorium, histopatologi, penatalaksanaan, dan prognosis Sindrom
Stevens-Johnson.
Referat SSJres2 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula, dan dapat disertai
purpura.1
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum yang berat.1
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) adalah gejala erosi pada mukosa kulit yang
parah dengan erythematous yang meluas, makula kulit atau target atipikal. Lesi di
kulit sering timbul kembali dan menunjukkan tanda Nikolsky positif dan detasemen
epidermis. Dalam SJS, detasemen epidermis melibatkan kurang dari 10% dari luas
seluruh permukaan tubuh. Semua gejala nekrosis epidermis yang ada diamati pada
pemeriksaan patologis. 5
SINONIM
Berbagai sinonim dipakai untuk penyakit ini, diantaranya : ektodermosis
erosiva pluriorifisialis, eritema multiformis, sindrom de Friessinger-Rendu, eritema
eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-
okular, dermatostomatitis, eritema multiformis tipe hebra, eritema bulosa maligna.
Meskipun demikian, yang umum digunakan ialah Sindrom Stevenes-Johnson.
Istilah eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya merujuk pada
kelainan kulitnya saja. 1,4
Referat SSJres2 3
EPIDEMIOLOGI
Bentuk klinis Sindrom Stevens-Johnson berat jarang terdapat pada bayi,
anak kecil atau orang tua. Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada
perempuan dan tidak terdapat kecenderungan rasial terhadap Sindrom Stevens-
Johnson. 4
Berdasarkan pencatatan kasus dan studi observasional Department of
Dermatology, Hopital Henri Mondor, Universitas Paris,menyimpulkan insiden
Sindrom Stevens-Johnson diperkirakan 1-3 kasus per juta penduduk per tahun. 5
ETIOLOGI
Penyebab utama dari Sindrom Steven-Johnson (SSJ) ialah alergi obat, lebih
dari 50 % (Fritsch dan Maldorado ; 2003). Sebagian kecil disebabkan oleh infeksi
(virus, jamur, bakteri, parasit),, vaksinasi, penyakit graft-versus-host, neoplasma,
dan radiasi.1,4
Pada kasus-kasus yang berobat di bagian kulit RS Cipto, yang disangka
alergi obat diantaranya ialah : penicillin dan semisintetiknya, streptomisin,
sulfonamide termasuk kotrimoksazol, tetrasiklin, antipiretik / analgetik ( misalnya :
derivate salisil / pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol ),
klorpromazin, karbamazepin, kinin antipirin, klorokuin, tegretol, dilantin, dan
jamu.1
Selama 5 tahun (1998-2002) obat yang sering sebagai kausa ialah
analgetik/antipiretik (45%), disusul karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%).1
Referat SSJres2 4
PATOFISIOLOGI
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe
II (sitolitik) menurut klasifikasi Comb dan Gel. 1
Gambaran klinis yang disebabkan atau gejala reaksi tersebut tergantung
kepada sel sasaran (target cell). 1
Sasaran utama Sindrom Steven-Johnson (SSJ) ialah pada kulit yang berupa
destruksi keratinosit. Pada alergi obat, akan terjadi aktivasi sel T, termasuk CD4
dan CD8. IL-5 meningkat, begitu juga dengan sitokin-sitokin yang lain. CD4
terutama terdapat di dermis, sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal
mengekspresi ICAM-1, ICAM-2, dan MCH II. Sel langerhans tidak ada atau
sedikit. TNFa di epidermis meningkat. 1,3,6
Alergi obat dapat terjadi melalui 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan
Coomb, yaitu :
Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya
berinteraksi membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast
di jaringan atau sel basofil di sirkulasi.6
Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang
mengenali antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka
sel yang dilapisi antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-
makrofag. 6
Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG. 6
Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV)
adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat. 6
Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu
obat,namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat
bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan.
Referat SSJres2 5
Pada umumnya laporan tentang obat tersering penyebab alergi adalah golongan
penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat,
luminal, fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian yang paling sering
dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. 6
Alergi obat biasaya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi
imunologik memerlukan paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa
laten) sebelum terjadi reaksi alergi. 6
Alergenisitas obat tergantung dari berat molekul. Obat dengan berat molekul
yang kecil tidak dapat langsung merangsang sistem imun bila tidak bergabung
dengan bahan lain untuk bersifat sebagai allergen,disebut sebagai hapten. Hapten
dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan
ikatan ini akan tetap utuh selama diproses didalam makrofag dan dipresentasikan
pada sel limfosit. Sebagian kecil obat mempunyai berat molekul besar misalnya
insulin, antisera, ekstrak organ bersifat sangat imunogenik dapat langsung
merangsang sistem imun tubuh. 6
Ada obat dengan berat molekul rendah yang imunogenik tanpa bergabung
dengan protein lain. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat ini membentuk
polimer rantai panjang. Setelah paparan awal maka obat akan merangsang
pembentukan antibody dan aktifasi sel imun dalam masa induksi (laten) yang dapat
berlangsung 10-20 hari. 6
Gejala kilinis alergi obat sangat bervariasi dan tidak spesifik untuk obat
tertentu. Satu macam obat dapat menimbulkan berbagai gejala pada seseorang,
dapat berbeda dengan orang lain, dapat berupa gejala ringan sampai berat. Erupsi
Referat SSJres2 6
kulit merupakan gejala klinis yang paling sering,dapat berupa gatal, urtika, purpura,
dermatitis kontak, eritema multiforme, eritema nodusum, erupsi obat fikstum, reaksi
fotosensifitas, dermatitis eksfoliatif, erupsi vesikobulosa dan sidroma Steven
Johnson. 6
Gejala klinis yang memerlukan pertolongan tepat dan segera adalah reaksi
anafilaksis, karena adanya hipotensi, spasme bronkus, sembab laring, angioudema
atau urtikaria generalisata. Demam dapat merupakan gejala tunggal alergi obat atau
bersama gejala lain yang timbul beberapa jam setelah pemberian obat tetapi
biasanya pada hari 7-10 dan menghilang dalam waktu 48 jam setelah penghentian
obat atau beberapa hari kemudian. 6
Demam disebabkan karena pelepasan sitokin. Beberapa obat dapat sebagai
pirogen langsung misalnya amfoterisis B, simetidin, dextran, besi kalsium dan
dimerkaprol. Mekanismenya belum jelas pada anak, epinefrin dapat menimbulkan
demem karena bersifat vasokostriktor, dengan demikian menghambat pengeluaran
panas tubuh. Demikian juga pemberian atrofin serta fenotiasin dapat menimbulkan
demam dengan menghambat pembentukan keringat. Beberapa obatseperti
alupurinol, azatioprim, barbiturat, produk darah, sefalosporin, hidroksiurea, yodida,
metildopa, penisilamin, penisilin, fenitoin, prokainamid dan kuinidin sering
menimbulkan demam tanpa disertai gejala alergi lain. 6
Pola Reaksi Klinis dan Obat Tersangka
Exanthems :
Ampicillin, penicillin
Phenilbutazone
Sulphonamides
Phenitoin
Lichenoid eruptions :
Anti maalarials
Beta blockers
Chlorpropamide
Gold
Referat SSJres2 7
Carbamazepine
Gold
Allopurinol
Methyl dopa
Penicillamine
Phenylbutazone
Sterptomycin.
Erythema multiforme and Steven
Johnson Syndrome:
Trimetrprim,Smx
Penicillin
Griseofulvin
Tetracyclines
NSADs
Gold
Anticonvulsant
Tokxicepidermal necrolysis
Allopurinol
Apirin
Penicillin
Phenytoin
Sulfasalazine
Acneform eruptions :
Cortcosteroids
Anabolic steroids
Androgens (in female)
Oral contraceptives
Iodides and bromides
Lithium
Isoniazid
GEJALA KLINIS
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah.
Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada keadaan yang berat
kesadarannya menurun, penderita dapat sampai terjadi soporous sampai koma. 1
Dimulai dari penyakit akut dapat disertai gejala prodormal berupa demam
tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorok. Kemudian setelah
itu akan terjadi erupsi yang timbul mendadak. Gejala bermula di mukosa mulut
Referat SSJres2 8
berupa lesi; stomatitis, konjungtivitis, dan uretritis. Gejala prodormatak spesifik,
dapat berlangsung hingga 2 minggu. Keadaan ini dapat sembuh dalam 3-4 minggu
tanpa sisa, beberapa penderita mengalami kerusakan pada mata yang permanen.
Kelainan disekitar lubang badan (mulut,alat genital,anus) berupa erosi, ekskoriasi,
dan perdarahan. Kelainan pada selaputlendir, mulut, dan bibir selalu ditemukan.
Dapat meluas ke faring sehingga pada kasus yang berat penderita tak dapat makan
dan minum. Pada bbir sering dijumpai krusta hemoragik. 2,6
Pada Sindrom Steven-Johnson (SSJ) terlihat adanya trias kelainan berupa :
a. Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga
terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata1
b. Kelainan Selaput Lendir di Orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di lubang
jidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).1
Referat SSJres2 9
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi
dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di
bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. 1
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktusrespiratorius bagian
atas, dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar / tidak dapat
menelaan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhansukar
bernafas. 1
c. Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80% diantara semua kasus ; yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis. 1
Disamping trias kelainan tersebut, dapat pula terjadi kelainan lain. Misalnya
nefritis dan onikolisis. 1
KOMPLIKASI
Komplikasi yang tersering adalah bronkopneumonia, yang didapati sekitar
16% diantara seluruh kasus yang datang berobat di bagian Kulit RS Cipto
Referat SSJres2 10
Mangunkusumo. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan/darah, gangguan
keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat juga terjadi kebutaan karena
terjadi gangguan lakrimasi. 1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika trdapat leukositosis,
penyebabnya kemungkinan karena infeksi. Jika terdapat eosinofillia kemungkinan
karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan dengan
kultur darah. 1
Uji invivo, Uji kulit yang tepat dilakukan memakai bahan yang bersifat
imunogenik yaitu determinan antigen dari obat atau metabolitnya. Bahan uji kulit
harus bersifat non iritatif untuk menghindari positif palsu. Uji ini manfaatnya sangat
terbatas karena baru sedikit sekali determinan antigen obat yang sudah diketahui dan
tersedia untuk uji kulit. 6
Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul:
insulin, antisera, ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat
diidentifikasi alergi terhadap penisilin saja. 6
Uji provokasi dapat memastikan diagnosis alergi obat, tetapi merupakan
prosedur diagnostik terbatas karena mengandung resiko yang berbahaya yaitu
terjadinya anafilaksis sehingga hanya dianjurkan dilakukan ditempat yang memiliki
fasilitas dan tenaga yang memadai. Karena itu maka uji provokasi merupakan
indikasi kontra untuk alergi obat yang berat misalnya anafilaksis, sindroma Steven
Johnson, dermatitis eksfoliatif, kelainan hematology, eritema vesiko bulosa. Uji
provokasi dilakukan setelah eliminasi yang lamanya tergantung dari masa paruh
setiap obat. 6
Uji in vitro untuk alergi obat lebih lazim digunakan dalam penelitian.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain IgG dan IgM spesifik, uji aglutinasi dan lisis
sel darah merah, RAST, uji pelepasan histamin,uji sensitisasi jaringan
(basofil/lerkosit serta esai sitokin dan reseptor sel), sedangkan pemeriksaan rutin
Referat SSJres2 11
seperti IgE total dan spesifik, uji Coombs, uji komplemen dan lain-lain bukanlah
untuk konfirmasi alergi obat. 6
HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologinya sesuai dengan eritema eritema multiforme,
bervariasi dari perubahan dermal yang ringan sampai nekrosis epidermal yang
menyeluruh. Kelainan berupa : 1
1. Infiltrat sel mononuclear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis
superficial.
2. Edema dan ekstravasai sel darah merah di dermis papilar.
3. Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal.
4. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.
5. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
PENGOBATAN
Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang
umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit,
serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan
tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi
melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di
mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin. 4
Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan
gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik
selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit
dan darah. 4
Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis
awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam,
Referat SSJres2 12
setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison
per oral. 4
Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi Sindrom Steven-Johnson
(SSJ) masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid
sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping
yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa. 4
Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat
menghentikan progresivitas penyakit Sindrom Steven-Johnson (SSJ) dengan dosis
total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari). 4
Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan
larutan Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat
dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata
dengan antiseptik. 4
Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus
segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti
riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan
penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen
SSJ. 4
Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji
resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. 4
Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen
maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis,
untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk
setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari;
Referat SSJres2 13
> 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian
antibiotik topikal. 4
Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. Tidak
diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit. Lesi mulut diberi
kenalog in orabase. 4
Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya
klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari4
PROGNOSIS
Jika bertindak cepat dan tepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat
purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya menjadi buruk. Pada keadaan umum
yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Dalam kepustakaan, angka kematian berkisar antara 5-15%. Di bagian Kulit RSCM
angka kematian kira-kira hanya 1%.
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Steven-Johnson (SJS) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsimukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisiumserta mata disertai gejala umum berat. Etiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti,
Referat SSJres2 14
karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan
respon imun terhadap obat.
Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan
denganreaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) dan reaksi hipersensitivitas
lambat(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV). Manifestasi SJS pada mata dapat
berupa konjungtivitis, konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
simblefaron,kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
Penanganan Sindrom Steven Johnson dapat dilakukan dengan memberi terapi
cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral pada penderita
dengankeadaan umum berat. Pemberian antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan
hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. Penggunaan steroid
sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik
pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,
namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adi Prof. Dr. dr., Hamzah Mohtar dr., Aisah Siti Prof. dr., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin : Balai Penerbit Universitas Indonesia : Edisi Keempat : Jakarta 2005 : halaman 163-166
Referat SSJres2 15
2. Siregar R.S. Prof. Dr., Saripati Penyakit Kulit : Penerbit Buku Kedokteran : Edisi 2: Jakarta 2005 : halaman 141-143
3. Silbernagel Stefan, Lang Florian, Teks dan Atlas Berwarna , Fatofisiologi : Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta 2007
4. Copyright © 2011, Clinic For Children Information Education Network. All rights reserved
http://childrenclinic.wordpress.com/
5. Treatment of severe drug reactions: Stevens-Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis and Hypersensitivity syndromeDermatology Online Journal 8(1): 5
6. Alergi Obat ; Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto, Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya [diunduh tanggal 19 Februari 2011]
http://www.pediatrik.com/ pdf=&html=07110-yxbp223.htm
Referat SSJres2 16