30
Ketoasidosis Diabetik Pada Anak 1. Pendahuluan Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.1 Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?- hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.2 Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3 Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian

referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Ketoasidosis Diabetik Pada Anak

1. Pendahuluan

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.1

Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.2

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3

Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).2,3

Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menanganai ketoasidosis diabetik pada anak.

2.1 Pengertian

Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan

Page 2: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.1,2

Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).4

2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.5

Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.6

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3

Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.2

Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.1

Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD

Page 3: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat, hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP mencakup insufisiensi hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi thyroid-stimulating hormone.2

2.3 Patofisiologi

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai lanjutan dari kegagalan sel-? secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan hiperosmolaritas.7

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).7

Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap dengan monitoring ketat.3

Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik

Page 4: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Edema serebri paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran, nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.2,4

Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu oleh penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa mekanisme etiopatologik edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah mekanisme telah dianalisis, termasuk peranan iskemia/hipoksia serebral dan peningkatan berbagai mediator inflamasi, yang akan meningkatkan aliran darah ke otak serta mengganggu transpor ion dan air melalui membran sel. Adanya osmolit organik intraselular (mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan osmotik selular juga merupakan faktor yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan KAD menggunakan ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat edema serebri yang terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan.2

2.4 Diagnosis

Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.2 Beberapa pemeriksaan laboratoris dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:1,5

• Gula darah - Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi. - Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara progresif atau bila diberikan infus insulin.

• Gas darah - Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak. - Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH < 7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).

• Kalium - Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan. - Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring

Page 5: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.

• Natrium - Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia - Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L glukosa). - Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi - Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan dengan peningkatan risiko edema serebri.

• Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.

• Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.

• Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan sesuai standar. • Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.

• Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24 jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.

• Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.

• Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.

Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5 • CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma, selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri. • Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.

Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5 • EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem. • Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu: - Interval QT memanjang - Depresi segmen ST - Gelombang T mendatar atau difasik

Page 6: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

- Gelombang U - Interval PR memanjang - Blok SA

• Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG sebagai berikut: - Kompleks QRS melebar - Gelombang T tinggi - Interval PR memanjang - Gelombang P hilang - Kompleks QRS difasik - Asistole

• Penilaian rutin derajat kesadaran: - Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran. - Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang semakin berat.

Beberapa prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:3 • Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus insulin, drip, dan lain-lain. • Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda syok berat, dan adanya tanda asidosis berat.

2.5 Tatalaksana

Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter biokimia.8 Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental.8 Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:3 • Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway, breathing, dan circulation. • Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth, suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik. •

Page 7: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan laboratorium adalah: - Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang. - Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300 mg/dL selama rehidrasi. • Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL.

Monitoring Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan. Monitoring yang dilakukan harus mencakup:2 • Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam. • Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan. • Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T. • Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi perifer yang buruk) • Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam. Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda infeksi. • Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang, peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik (gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.

Cairan dan Natrium Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan menyebabkan pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian terhadap pasien dengan IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan sebanyak kurang lebih 5L bersamaan dengan kehilangan 20% garam natrium dan kalium. Pada saat yang sama, cairan ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik jarang terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] + glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum nitrogen serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan ekstraselular.2,3

Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan

Page 8: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat peningkatan laju filtrasi glomerulus. Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara lain:6 • Mengembalikan volume sirkulasi efektif. • Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel. • Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton dari dalam darah. • Menghindari edema serebri.

Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.2

Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer dari larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan dan elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan cairan ke dalam kompartemen intraselular.2

Insulin Meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan konsentrasi glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam normalisasi kadar glukosa darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis. Meskipun diberikan dengan dosis dan cara yang berbeda (subkutan, intramuskular, intravena), telah banyak bukti yang menunjukkan pemberian insulin intravena dosis rendah merupakan standar terapi efektif. Penelitian fisiologis menunjukkan bahwa insulin pada dosis 0,1 unit/Kg/jam, yang akan mencapai kadar insulin plasma 100 – 200 unit/mL dalam 60 menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial karena mampu mengimbangi kemungkinan resistensi insulin dan – yang paling penting – menghambat proses lipolisis dan ketogenesis, menekan produksi glukosa, dan menstimulasi peningkatan ambilan glukosa di perifer. Pemulihan asidemia bervariasi bergantung normalisasi kadar glukosa darah.2,3 Adapun pedoman pemberian insulin pada anak dengan KAD, antara lain:5 • Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi. • Insulin diberikan 0,1 U/Kg secra bolus intravena, dilanjutkan dengan pemberian 0,1 U/Kg/jam intravena secara konstan melalui jalur infus. • Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara dengan Kg berat badan pasien untuk setiap 100 mL salin. Pengaturan kecepatan infus adalah 10 mL/jam, sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam. • Untuk menghindari keadaan hipoglikemia, dapat ditambahkan glukosa secara intravena apabila glukosa plasma menurun hingga 250 – 300 mg/dL.

Kalium Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg.

Page 9: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Namun, pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel adalah hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel. Kadar kalium serum pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang terjadi berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.3,8

Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:3,7 • Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium. • Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.• Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan, dipertimbangkan pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus dikurangi. • Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena. • Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L • Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L • Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan preparat kalium ke dalam cairan intravena. • Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil hiperkalemia pada EKG.

Fosfat Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap. Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular. Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala yang luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.2

Asidosis Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme. Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik dan mencegah asidosis laktat.2

Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah ?-

Page 10: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

hidroksibutirat dan asetoasetat. Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-] Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L

Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian menelaah pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak menunjukkan adanya manfaat yang bermakna.2

Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan menghasilkan keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga terjadi hipertonisitas serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan keton oleh hepar, sehingga memperlambat pemulihan keadaan ketosis.2,6

Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang disertai dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian terapi alkali ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.6

Edema Serebri Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 – 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30 menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait dengan KAD.2,3,7

2.6 Pencegahan

Sebelum Diagnosis Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.2,3

Page 11: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Sesudah Diagnosis Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan.2

DAFTAR PUSTAKA 1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14 2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric Endocrinology / Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40. 3. Young GM. Pediatrics Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009). 4. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics 2001;108:735-40. 5. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009). 6. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-16. editor: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. WB Saunders Company, 2000.hal 1770-1777 7. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care 2006;29(5):1050-9. 8. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5-year prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1046-52

Page 12: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Ketoasidosis Diabetes pada Anak Ketoasidosis diabetes (KAD) adalah suatu keadaan dekompensasi metabolik yang parah akibat diabetes mellitus. Keadaan ini di tandai dengan produksi badan keton dan asam keton yang berlebihan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, biasanya disertai oleh hipoglikemia. KAD adalah gangguan metabolik paling serius pada DMDI dan merupakan penyebab kematian tersering pada anak diabetes.

Pada KAD terjadi gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Ketoasidosis diabetes mencerminkan suatu keadaan defisiensi insulin mutlak atau relatif disertai peningkatan berlebihan hormon stress atau pengimbang (counterregulary). Meningkatnya hormon pengimbang (glukagon, katekolamin dan growth hormone) dengan kompensatorik insulin yang tidak meningkat menyebabkan meningkatnya lipolisis dan ketogenesis, hal ini meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah, ketosis dan asidosis metabolik. Asam lemak bebas diserap oleh hepar, tempat asam tersebut diesterifikasi menjadi trigliserida dan dioksidasi menjadi bahan keton. Kadar glukagon yang biasanya meningkat selama evolusi KAD, meningkatkan ketogenesis hati dengan mengaktifkan kelompok enzim karnitin asil-transferase di membran mitokondria. Kerja glukagon tampaknya berperan penting (mungkin bersifat esensial) dalam pembentukan KAD. Kejadian pencetus KAD antara lain adalah diagnosis DMDI baru, tidak terdapat insulin secara sengaja atau tidak sengaja, infeksi, pankreatitis, trauma, stress psikologis, dan emosi (terutama remaja).

Tanda utama ketoasidosis diabetes adalah ketosis, ketonuria, asidosis metabolik (bikarbonat serum rendah) dan dehidrasi. Ketosis dan asidosis metabolik berperan dalam menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit dan muntah. Pada keadaan defisiensi insulin, meningkatnya hormon pengimbang juga merangsang produksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, kadar glukosa darah biasanya meningkat (> 250 mg/dL). Seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah, jumlah glukosa yang muncul dalam ultrafiltrat glomerulus melebihi kemampuan tubulus proximal ginjal untuk meresorpsi glukosa sehingga terjadi glikosuria. Dengan terus meningkatnya kadar glukosa darah, terjadi peningkatan glukosuria hingga laju pengeluaran glukosa melalui urine setara dengan laju pembentukan glukosa. Saat ini kadar glukosa darah mungkin stabil dalam kisaran 400-600 mg/mL. Derajat hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Bersamaan dengan berkurangnya asupan cairan dan muntah (akibat asidosis dan ketosis) menyebabkan terjadinya dehidrasi.

Menurut rekomendasi British Society of Pediatric Endokrinology Diagnosis KAD ditegakkan pada anak penderita diabetes yang baru muncul atau yang sudah terjadi bila ditemukan salah satu dari tujuh gejala berikut:

1. dehidrasi yang signifikan2. muntah merupakan akibat dari ketonemia

3. nyeri abdomen merupakan akibat dari asidosis

4. respirasi asidosis

Page 13: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

5. ketonuria berat

6. sirkulasi perifer yang buruk

7. gangguan tingkat kesadaran (keadaan hipoglikemik sudah disingkirkan)

Penatalaksanaan pada keadaan ketoasidosis diabetes mempunyai tujuan umum memulihkan dan mempertahankan fungsi ventilasi dan kardiovaskuler yang memadai, memperbaiki defisit cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, memperbaiki asidosis metabolik, memberikan insulin yang memadai untuk menghentikan ketogenesis yang sedang berlangsung dan menurunkan glukosa plasma, menentukan dan mengobati etiologi yang mendasari serta faktor pemicu KAD serta memantau dan mencegah penyulit terapi.

Pada penatalaksanaan awal dilakukan pembebasan jalan nafas, timbang berat badan anak, jangan berikan per oral, pasang selang nasogastrik, catat keseimbangan cairan antara keluaran urine dan muntah, dilakukan pemeriksaan awal glukosa, elektrolit darah, keseimbangan asam basa, osmolalitas dan skreening infeksi.

Cairan pemeliharaan yang dibutuhkan dapat diperkirakan sebesar 1500-2000 mL/m2/hari. Penggantian cairan biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan salin 0, 45% yang ditambah garam kalium. Penggantian cairan selama terapi KAD pada anak dianjurkan untuk diberikan selama 24-36 jam. Hal ini sering dicapai dengan laju infus 3 hingga 3,5 L/m2/hari.

Pemberian kalium mempertimbangkan hasil kalium serum dan pastikan keluaran urine yang adekuat sebelum memberikan terapi. Bila kadar kalium pertama adalah < 5,0 mmol/L berikan cairan i.v 20 mmol/500 ml. periksa kadar elektrolit setiap 2-4 jam. Monitor jantung berguna untuk melihat perubahan gelombang T. Pemberian terapi insulin menggunakan human insulin yang dapat larut misalnya Actrapid (Novo). Tidak dibutuhkan pemberian bolus awal. Berikan insulin 0,1 unit/kg/jam, sesuaikan lagi pemberian infus insulin sampai dapat menurunkan glukosa darah 4-5 mmol/jam. Cara yang cocok adalah memberikan larutan saline normal 49,5 ml dan 50 unit insulin menggunakan syringe pump dan konektor Y. Jangan tambahkan insulin ke dalam kantong cairan. Bila kadar glukosa darah turun sampai 15 mol/L, beri insulin subkutan, pertama tiap 4 jam, kemudian tiap 6 jam selanjutnya tiga kali perhari sebelum makan bila diet ringan dapat ditoleransi.

Penyulit yang berkaitan dengan terapi KAD antara lain hipoglikemia, aspirasi isi lambung, kelebihan pemberian cairan disertai gagal jantung kongestif dan edema serebrum. Hipoglikemia dapat dihindari dengan pemantauan kadar glukosa serta menggunakan cairan yang mengandung dekstrose bila glukosa telah turun di bawah 250 mg/dL. Aspirasi dihindari dengan pemasangan NGT pada penderita yang mengalami gangguan status mental dan neurologis. Kelebihan pemberian cairan dihindari dengan memperhatikan petunjuk terapi cairan secara cermat dan pemantauan ketat. Edema serebrum mempunyai insidensi sekitar 1-2% pada kasus ketoasidosis diabetes. Terjadinya edema serebrum karena terjadi pergeseran cepat osmolalitas intrasel dan ekstrasel, asidosis SSP, hipoksia serebrum, dan pemberian cairan berlebihan. Pemeriksaan CT scan dan pemantauan tekanan intrakranial untuk menilai

Page 14: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

edema membantu penatalaksanaan penyakit ini. Terapi pemberian manitol dengan dosis relatif kecil yaitu 0,2 g/kg dalam 30 menit disertai pengulangan dosis setiap jam sesuai dengan perkembangan klinis.

Klasifikasi, Prevalensi dan Insidensi Diabetes Mellitus pada Anak Diabetes Mellitus adalah salah satu penyakit kronik yang paling sering mengenai anak di Amerika Serikat, dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa. Walaupun sebagian besar morbiditas dan mortalitas yang telah diketahui berkaitan dengan diabetes mellitus terjadi akibat penyulit jangka panjang selama masa dewasa, tetapi upaya untuk menangani diabetes selama masa kanak-kanak merupakan faktor penting untuk menurunkan peningkatan morbiditas dan mortalitas jangka panjang ini, serta memperbaiki kualitas hidup anak yang terjangkit diabetes mellitus.

Diabetes mellitus tipe 1 (DMDI) merupakan penyakit kronis akibat proses autoimun yang merusak sel beta pankreas sehingga produksi insulin berkurang bahkan berhenti sehingga terjadi hiperglikemia kronis. Insidensinya 1,7 kasus per 1000 dan kira-kira 123.000 anak yang menderita penyakit ini. Manifestasi penyakit berupa gangguan metabolik dan dapat terjadi komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemi dan ketoasidosis atau komplikasi jangka panjang akibat perubahan makrovaskuler dan mikrovaskuler. DMDI tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas pertumbuhan dan perkembangan penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Beberapa integrasi untuk mempertahankan kontrol metabolik yang baik adalah pemberian insulin, olah raga, pengaturan diet serta pemeliharaan.

Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association’s Expert Committee pada tahun 1997 dan di modifikasi tahun

1999 mengenai diagnosis dan klasifikasi Diabetes mellitus berdasarkan etiologi diklasifikasikan menjadi 4

kategori utama, yaitu :

1. Type 1 Insulin dependent

DMDI merupakan jenis terbanyak yang memiliki awitan pada masa anak-anak. Istilah diabetes

Page 15: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

awitan juvenilis (juvenile-onset diabetes) sebaiknya tidak lagi digunakan. DMDI saat ini

didefinisikan berdasarkan kebutuhan akan terapi insulin untuk menghindari terjadinya ketosis.

2. Type 2 Non insulin dependent

DMNI dapat memperlihatkan manifestasi awal pada anak-anak (mungkin sejumlah 5-10%). Hal

ini dapat terjadi dalam dua pola tersendiri, serta pada keadaan jarang dijumpai yaitu subjek

mewarisi mutasi pada gen insulin atau reseptor insulin.

3. Type 3 other specific types

Defek genetic pada fungsi sel β (maturity onset diabetes of the young, MODY type 1-3), penyakit

infeksi pada rubella kongenital, obat-obat seperti kortikosteroid, insufisiensi eksokrin pancreas

pada kistik fibrosis, penyakit endokrin seperti chusing syndrome, syndrome chromosomal pada

Down’s dan Turner syndrome.

4. Type 4 Gestasional Diabetes

Diabetes yang awitannya terjadi pada masa hamil dan tidak menetap pada waktu tidak hamil.

 

Prevalensi dan Insidensi Diabetes Mellitus pada Anak

Diabetes mellitus dependen insulin (DMDI) adalah salah satu penyakit kronik tersering yang mulai terjadi pada masa kanak-kanak. Di Amerika Serikat, dijumpai 18 kasus baru per 100.000 penduduk umur di bawah 20 tahun, dengan puncak umur 10-12 tahun perempuan dan 12-14 tahun laki-laki. Insidensi Diabetes bervariasi di berbagai negara dan secara umum cenderung lebih rendah di daerah yang beriklim tropis dibandingkan dengan daerah beriklim sedang atau dingin. Insidensi tahunan diabetes awitan baru pada anak di Jepang adalah kurang dari 1 kasus per 100.000 anak berisiko, sedangkan di Skandinavia angka tersebut jauh lebih tinggi, yaitu 25 kasus per 100.000 anak berisiko.

Prevalensi DMDI di antara anggota keluarga tingkat pertama (saudara kandung, orang tua dan anak) penderita diabetes tipe 1 adalah sekitar 3-5%. Prevalensi sedikit lebih tinggi (5-10%) apabila kedua orang tua menderita diabetes. Prevalensi meningkat 25% pada saudara kandung yang HLA-nya identik, tetapi hanya sampai 35-40% pada kembar identik. Prevalensi DMDI pada anak dari ayah diabetik sedikit lebih tinggi daripada anak dari ibu diabetik. Prevalensi penyakit ini sama di antara kedua jenis kelamin.

Diabetes mellitus dependen insulin (DMDI) adalah salah satu penyakit kronik tersering yang mulai terjadi pada masa kanak-kanak. Di Amerika Serikat, dijumpai 18 kasus baru per 100.000 penduduk umur di bawah 20 tahun, dengan puncak umur 10-12 tahun perempuan dan 12-14 tahun laki-laki. Insidensi Diabetes bervariasi di berbagai negara dan secara umum cenderung lebih rendah di daerah yang

Page 16: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

beriklim tropis dibandingkan dengan daerah beriklim sedang atau dingin. Insidensi tahunan diabetes awitan baru pada anak di Jepang adalah kurang dari 1 kasus per 100.000 anak berisiko, sedangkan di Skandinavia angka tersebut jauh lebih tinggi, yaitu 25 kasus per 100.000 anak berisiko.1,2,3

Prevalensi DMDI di antara anggota keluarga tingkat pertama (saudara kandung, orang tua dan anak) penderita diabetes tipe 1 adalah sekitar 3-5%. Prevalensi sedikit lebih tinggi (5-10%) apabila kedua orang tua menderita diabetes. Prevalensi meningkat 25% pada saudara kandung yang HLA-nya identik, tetapi hanya sampai 35-40% pada kembar identik. Prevalensi DMDI pada anak dari ayah diabetik sedikit lebih tinggi daripada anak dari ibu diabetik. Prevalensi penyakit ini sama di antara kedua jenis kelamin.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Anak Penatalaksanaan mencakup komponen utama yaitu insulin, rencana makan dan nutrisi, olah raga, dan pemantauan. Tujuan keseluruhan dalam penatalaksanaan jangka panjang DMDI anak adalah menghindari dekompensasi metabolik yang parah (KAD, hipoglikemi berat), memelihara perasaan sejahtera klinis dan psikososial, memelihara pertumbuhan dan perkembangan normal, memperkecil gejala yang berkaitan dengan hipoglikemia atau hiperglikemi, mencegah penyulit diabetes dan menormalkan glukosa darah.

InsulinSebagian besar anak yang menderita diabetes mellitus mengidap diabetes mellitus dependen insulin dan memerlukan penggantian insulin sebagai bagian dari regimen terapetik. Regimen-regimen terapi insulin terangkum dalam tabel

Regimen Terapi Insulin

Suntikan harian tunggal insulin kerja sedang (NPH atau lente)

Suntikan satu atau dua kali sehari campuran insulin kerja singkat dan sedang

dengan dosis tetap, insulin “split mixed”

Regimen konvensional yang diintensifkan, mencakup regimen insulin “split

mixed” selain sebagian atau semua dari yang berikut:

Penyesuaian dosis yang sering dilakukan berdasarkan kadar glukosa darah

Page 17: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Suplemen harian sebagai antisipasi terhadap perubahan gaya hidup

Penambahan insulin kerja sedang menjelang tidur untuk mencegah

hiperglikemi pagi hari

Pemakaian insulin kerja lama (ultralente) untuk menstabilkan glikemia

malam hari

Terapi insulin intensif dengan suntikan harian multiple atau infuse insulin

subkutan yang continue

Suntikan harian tunggal insulin kerja sedang jarang berhasil memperbaiki keadaan klinis dan menghilangkan gejala pada anak dan remaja yang menderita DMDI. Pemakaian regimen insulin dosis tetap split mixed sering menyebabkan pasien terbebas dari gejala, tumbuh dan berkembang secara normal, tetapi jarang menyebabkan normalnya kadar glukosa darah atau sekedar mendekati normal yang sebenarnya diperlukan untuk mencegah timbul atau berkembangnya penyulit diabetes. Walaupun banyak yang memilih untuk memulai terapi insulin dalam bentuk insulin kerja singkat (regular) dosis multiple untuk menentukan kebutuhan insulin harian sebelum berubah ke regimen dua sampai tiga kali suntikan perhari, tidak terlihat adanya keuntungan dari pendekatan ini dan mulai pemberian regimen tipe split mixed dengan dosis awal 0,6-0,75 unit/kg/hari. Untuk anak pra pubertas kebutuhan insulin eksogen menjadi 0,6-0,9 unit/kg/hari. Pada masa pubertas meningkat mencapai 1,0 sampai 1,5 unit/kg/hari. Setelah masa pubertas akan menurun dibawah 0,1 unit/kg/hari.

 Farmakokinetik InsulinType of insulin Onset of action Main effect Ends

Short acting

   Regular

   Humalog or

   Novolog

Intermediate

   NPH

½ h

10-15 min

2-4 h

2-4 h

30-80 min

6-8 h

6-9 h

4 h

12-15 h

Long acting

   Lantus 1-2 h 2-23 h 24-26 h

Page 18: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Premixed

   NPH/Reguler

NPH/75/25b

½ h

¼ h

Variable

1-8 h

12-18 h

12-15 h

b. Penatalaksanaan gizi dan perencanaan makanTujuan utama penatalaksanaan gizi pada DMDI adalah memberikan nutrisi yang memadai untuk tumbuh kembang dan menyediakan konsistensi komposisi dan distribusi nutrien sehingga dapat dihitung dosis insulin yang diperlukan untuk menghasilkan konsentrasi gula darah sebelum makan yang stabil.

Pendekatan penatalaksanaan gizi pada DMDI menggunakan diet bebas dengan berpantang makanan manis, diet pertukaran, sistem angka, penghitungan karbohidrat dan glukosa total yang tersedia (TAG).

Asupan kalori harian total harus disesuaikan per orang. Digunakan titik awal 1000 kkal plus 100 kkal per tahun usia setiap hari. Komposisi gizi keseluruhan pada rencana makanan seyogyanya terdiri dari 45-60% karbohidrat, 15-20% protein dan 25-35% lemak. Karbohidrat yang digunakan sebaiknya karbohidrat kompleks dan bukan gula sederhana, asupan lemak sebaiknya mengikuti petunjuk untuk membatasi kolesterol (<300 mg/hari) dan lemak jenuh. Nutrisi paling baik apabila didistribusikan dalam tiga kali makan dan dua atau tiga kali makanan selingan. Makanan selingan sebelum tidur dianggap sebagai bagian yang penting diperlukan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi malam hari. Dianjurkan berupa protein karena memberikan perlindungan tambahan terhadap hipoglikemi malam hari dengan menghasilkan sumber karbohidrat eksogen yang bertahan lama dan dengan merangsang peningkatan ringan kadar glukagon dalam darah.

c. Olah raga Pada pasien DMDI olah raga meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kebutuhan insulin. Otot yang berolahraga menghilangkan glukosa dari sirkulasi sehingga meningkatkan kadar glukosa darah setelah makan berkurang. Olahraga meningkatkan penyerapan insulin dari jaringan subkutis, terutama setelah insulin disuntikan ke bagian atas atau di dekat otot yang berolahraga. Hal ini bermanfaat untuk mempercepat penyerapan insulin sehingga waktu puncak kerja insulin memendek dan peningkatan glukosa setelah makan menjadi sedikit. Perlu diwaspadai terjadinya hipoglikemia setelah oleh raga. Olah raga sebaiknya ditunda pada pasien yang memiliki kadar glukosa darah lebih dari 300-350 mg/dL. Disarankan olahraga berupa aerobik sedikitnya 30 menit dalam sehari.1,8

d. Pemantauan Pemantauan cermat merupakan hal penting pada pengendalian DMDI. Pemantauan sendiri kadar glukosa darah setiap hari lazimnya empat kali sehari yaitu sebelum sarapan, sebelum makan siang, sebelum makan malam dan menjelang tidur. Yang menjadi kendala adalah mahalnya strip reagen glukosa yang cukup mahal meskipun alat ukurnya murah menjadi faktor penghambat perawatan yang optimal.

Page 19: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Cara informatif untuk memantau pengendalian jangka panjang hiperglikemia pada diabetes adalah menggunakan uji hemoglobin terglikosilasi. Hemoglobin yang terglikosilasi mencerminkan molekul hemoglobin yang diikat secara kovalen oleh glukosa di gugus aminonya. Teknik yang paling sering digunakan untuk menentukan hemoglobin terglikosilasi adalah dengan mengukur kadar hemoglobin A1 (HbA1) atau hemoglobin A1c (HbA1c).

Etiologi dan Patogenesis Diabetes Mellitus pada Anak DMDI adalah penyakit autoimun. Bukti-bukti yang mendukung terjadinya proses autoimun adalah proses peradangan (insulinitis) di Pulau Langerhans pankreas, keterkaitan yang jelas dengan penyakit autoimun lain, terutama sebagai bagian dari sindrom autoimun poliglandular, keterkaitan dengan tipe-tipe HLA (HLA-DR3 atau DR4) yang sering berkaitan dengan penyakit autoimun, adanya antibodi anti pulau Langerhans atau auto antibodi insulin dalam darah pasien DMDI saat terdiagnosis, bukti sitotoksisitas sel T in vitro pada sample darah yang diambil dari penderita diabetes, kemiripan DMDI dengan model diabetes autoimun pada hewan seperti pada tikus BB dan mencit NOD, induksi fase remisi yang lama dengan terapi imunosupresif.

Selama beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan pemahaman mengenai sistem imun dan mekanisme yang mendasari autoimunitas menyebabkan diabetes. Beberapa penelitian mengenai proses autoimun yang terjadi pada penyakit lain mencakup identifikasi (pada tingkat molekular) alel spesifik di lokus DQβ kompleks HLA yang berkaitan dengan (DQβ non ASP 57) atau protektif terhadap (DQβ non ASP 57) timbulnya DMDI, adanya antibodi sirkulasi terhadap protein 64-kD yang kemudian terbukti adalah asam glutamate dekarboksilase (GAD), proteksi relatif terhadap diabetes oleh pemberian ASI, reaktivitas silang antibodi dalam darah pasien DMDI dengan suatu sekuensi asam amino yang terdapat di protein susu sapi, dan kemungkinan proteksi terhadap timbulnya diabetes oleh terapi insulin pada mencit NOD.

Page 20: referat arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak.doc

Tanda, Gejala dan Diagnosis Diabetes Mellitus pada Anak Tanda   dan   GejalaPada diabetes yang belum atau tidak diatasi, jumlah glukosa dalam darah sangat tinggi (hyperglikemi). Selain itu, selain sel tidak mampu menggunakan glukosa untuk energi, tubuh harus menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi alternatif. Proses biokimia internal yang rusak menyebabkan trias klasik yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi. Terdapat bersamaan dengan penurunan berat badan, rasa lemah, penglihatan kabur serta infeksi lain seperti kandidiasis. Gejala-gejala ini biasanya sudah ada selama beberapa minggu, atau mungkin beberapa bulan sebelum pasien ke dokter dan diagnosis ditegakkan.

Diagnosis

Apabila tanda dan gejala sudah ada, diagnosis biasanya mudah ditegakkan dengan mengukur kadar glukosa darah. Dengan adanya gejala klasik, pengukuran glukosa darah di atas 200 mg/dL (11,1 mM) dianggap bersifat diagnostik untuk diabetes mellitus pada anak. Pada pemeriksaan analisis urin didapatkan ketonuria dan glycosuria. Bila meragukan dapat dilakukan tes glukosa darah puasa didapatkan hasil lebih dari 126 mg/dL (7 mmol/L). Pemeriksaan HbA1c berguna untuk mendukung diagnosis dan pengawasan.