109
SKENARIO IV “Sesaknya Mbah Painem” Mbah Painem adalah seorang petani. Di usianya yang sudah menginjak 67 tahun membuat mbah Painem sering sakit-sakitan. Malam ini mbah Painem dibawa ke UGD RSUD dengan keluhan sesak napas disertai batuk berdahak. Dahak berwarna merah muda. Mbah Painem juga merasakan sulit tidur dan kadang dada berdebar-debar. BAK berkurang dan kedua kaki tidak membengkak. Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatka tekanan darah 190/100 x/menit, denyut nadi 125 x/menit, regular, frekuensi napas 35 x/menit, temperature 36,7 0 C dan jugular venous pressure (JVP) tidak meningkat. Hasil inspeksi menunjukkan dinding dada simetris dan ictus cordis bergeser ke lateral bawah. Pada palpasi ditemukan ictus cordis bergeser ke lateral bawah di SIC VI di 2 cm lateral linea midclavicula. Pada perkusi didapatkan hasil berupa batas jantung kiri bergeser ke lateral bawah dan batas jantung kanan pada SIC V Linea parasternal kanan. Hasil auskultasi didapatkan bunyi jantung I intensitas meningkat, bunyi jantung II normal, bising pansistolik di apeks menjalar ke lateral, dan irama gallop positif. Pada pemeriksaan paru didapatkan vesikuler normal, suara ronkhi basah 1

Skenario IV :)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blok ophtalmology (blok 10)

Citation preview

Page 1: Skenario IV :)

SKENARIO IV

“Sesaknya Mbah Painem”

Mbah Painem adalah seorang petani. Di usianya yang sudah menginjak 67

tahun membuat mbah Painem sering sakit-sakitan. Malam ini mbah Painem

dibawa ke UGD RSUD dengan keluhan sesak napas disertai batuk berdahak.

Dahak berwarna merah muda. Mbah Painem juga merasakan sulit tidur dan

kadang dada berdebar-debar. BAK berkurang dan kedua kaki tidak membengkak.

Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatka tekanan darah 190/100 x/menit,

denyut nadi 125 x/menit, regular, frekuensi napas 35 x/menit, temperature 36,70C

dan jugular venous pressure (JVP) tidak meningkat. Hasil inspeksi menunjukkan

dinding dada simetris dan ictus cordis bergeser ke lateral bawah. Pada palpasi

ditemukan ictus cordis bergeser ke lateral bawah di SIC VI di 2 cm lateral linea

midclavicula. Pada perkusi didapatkan hasil berupa batas jantung kiri bergeser ke

lateral bawah dan batas jantung kanan pada SIC V Linea parasternal kanan. Hasil

auskultasi didapatkan bunyi jantung I intensitas meningkat, bunyi jantung II

normal, bising pansistolik di apeks menjalar ke lateral, dan irama gallop positif.

Pada pemeriksaan paru didapatkan vesikuler normal, suara ronkhi basah halus dan

pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan hepatomegali dan tidak ada ascites.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 14 gr/ dL, serum

ureum 65, serum kreatinin 1,4. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan Left atrial

hipertrofi dan left ventrikel hipertrofi. Pada pemeriksaan bawah, pinggang jantung

menonjol dan vascularisasi paru meningkat. Pada pemeriksaan analisis gas darah

menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi.

1

Page 2: Skenario IV :)

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Bising Pansistolik

- Bising yang terjadi selama sistolik berlangsung, terjadi karena

aliran turbulen darah melalui jalan yang sempit.(Gray, Hoan. Alih

bahasa: Azwar Agus dan Asri Dwi R. 2005. Lecture Notes

Kardiologi edisi 4. Surabaya: Erlangga)

- Bising pansistolik: Bising yang dihasilkan oleh aliran retrograd

dari daerah bertekanan rendah selama sistolik, seperti pada

regurgitasi mitral atau trikuspid. Bising mulai bersama-sama

dengan S1 dan berakhir setelah S2, bernada tinggi dan paling jela

didengar di diafragma. (Swart, Mark H. 1995. Buku Ajar

Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC)

- Suara yang ditimbulkan karena bunyi sisa dari darah yang masih

ada didalam ventrikel setelah proses sitolik dan ditimbulkan setelah

berbenturan dengan darah yang di pompakan oleh atrium pada fase

diastolik.(Herman, Rahmatina B. Prof Dr., PhD. AIF. 2012. Buku

Ajar Fisiologi Jantung . Jakarta: EGC)

2. Ascites

- Terdapatnya cairan di dalam cavum peritonei akibat sirosis hepar

dan cairannya berwarna kuning pucat dan bening. (Harjadi,

Widjaja. 2008. Anatomi Abdomen. Jakarta:EGC)

- Penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum, merupakan

manifestasi kardinal srosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.

(Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.Jakarta:EGC)

- Akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan

kuning pucat dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga

perut berlokasi dibawah rongga dada, dipisahkan darinya oleh

diaphragma. Cairan ascites dapat mempunyai banyak sumber-

sumber seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung , atau

gagal ginjal.

2

Page 3: Skenario IV :)

3. Hepatomegali

- Pembesaran organ hati karena infeksi virus, hepatitis,demam

tifoid,amoeba dan penimbunan lemak, penyakit keganasan.(Surya,

Dharma. 2009. Sistematika Intepretasi EKG. Jakarta:EGC)

4. Left Ventricle Hipertrofi (LVH)

- Hipertrofi otot jantung pada ventrikel akibat kerja berlebih.

- Beban tekanan berlebih pada satu maupun kedua ventrikel,

hipertrofi menyebabkan peningkatan amplitudo QRS disertai

depresi segmen ST dan inverse gelombang T yang asimetris.

(Surya, Dharma. 2009. Sistematika Intepretasi EKG. Jakarta:EGC)

5. Left Atrial Hipertrofi (LAH)

- kelainan bentuk EKG yang terjadi pada bagian akhir gelombang P.

Impuls berjalan dari atrium kanan yang ukurannya normal,

selanjutnya bergerak ke atrium kiri. Bentuk gelombang P akan

melebar dan melekuk karena diperlukan waktu lebih lama untuk

depolarisasi otot yang membesar. (Surya, Dharma. 2009.

Sistematika Intepretasi EKG. Jakarta:EGC)

6. Kardiomegali

- pembesaran jantung yang abnormal akibat hipertrofi atau dilatasi

(Dorland)

7. Asidosis Metabolik

- Suatu keadaan di mana kadar ion H+ dalam darah lebih tinggi dari

normal (pH rendah) yang disebabkan oleh penambahan asam pada

asidosis diabetika dan asidosis laktat dan pengurangan bikarbonat

pada diare. Asidosis terkompensasi melalui sistem pernapasan dan

ginjal dimana fungsi normal tubuh masih dapat dipertahankan.

3

Page 4: Skenario IV :)

8. Ictus Cordis

- Merepresentasikan pulsasi dini ventrikel kiri yang cepat pada saat

denyutan ini bergerak ke anterior ketika terjadi kontraksi dan

menyentuh dinding dada dapat di ketahui melalui inspeksi.

(Swart,Mark.2010.Buku Ajar Diagnostik Fisik.Jakarta:EGC)

9. JVP (jugularis vena pressure)

- Tekanan vena yang dapat diamatis ecar alangsung. Normalnya,

tidak terlihat pada posisi tegak dan akan terlihat pada posisi

berbaring di sekitar musculus sternocleidomastoideus. Jika ada JVP

yang meningkat menandakan hipertensi vena.(Bickley, Lynn S.

2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.

Jakarta: EGC)

- Pengukuran besarnya jarak pertemuan dua sudut antara pulsasi

vena jugularis dan sudut sternum tentang fungsi jantung.

(Gray,N.H,et all.2002.Cardiology.Jakarta:Erlangga)

10. Serum Ureum

- Metabolisme dari protein di hati, kadar normal : 5 – 25 mg/dL.

( Aziz, Farid.2008.Panduan Pelayanan Medik.Jakarta : EGC )

- Senyawa akhir fosfokeratin di ekskresikan ke dalam ginjal sebagai

indikator diagnostik fungsi ginjal, kadar normal : 0,6 – 1,3 untuk

laki laki dan 0,5 –1,0 untuk perempuan.( Aziz, Farid.2008.Panduan

Pelayanan Medik.Jakarta : EGC )

- Disintesis dihati untuk pemakaian energy.(murray,K.Robert,

dkk.2001. Biokimia Haper. Jakarta: EGC)

11. Serum Kreatinin

- Produk sisa metabolisme yang dihasilkan oleh pemecahan kreatin

otot (Sacher, 2004 ). (Sacher, Ronald. 2004. Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC)

4

Page 5: Skenario IV :)

12. Analisis Gas Darah

- Pemeriksaan untuk mengukur keasaman pH, jumlah O2 dan CO2

dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja

paru-paru dalam menghantarkan O2 ke dalam sirkulasi darah dan

mengambi CO2 dari dalam darah.(Prodia)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa mbah Painem mengeluh sesak nafas dan batuk dahak

berwarna merah muda?

2. Mengapa mbah Painem buang air kecilnya berkurang?

3. Mengapa jantung pasien berdebar debar dan sulit tidur?

4. Bagaimana intepretasi tanda-tanda vital dari pasien?

5. Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik dari pasien?

6. Bagaimana intepretasi pemeriksaan penunjang dari pasien?

7. Apakah terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dari keluhan

pasien?

III. ANALISIS MASALAH

1. Mengapa mbah Painem mengeluh sesak nafas dan batuk dahak berwarna

merah muda?

a. Karena adanya edema paru yang merupakan kejadian apabila

tekanan hidrostatik paru ( 15 mmhg ) melebihi tekanan osmotik

kolodi darah ( 25 mmhg ) maka cairan akan meninggalkan kapiler

paru dan masuk ke dalam interstitial / alveolus, sehingga

menyebabkan edema paru.

Cairan yang masuk ke alveolus akan menyebabkan terjadinya

proses pertahanan tubuh dimana makrofag akan menangkap cairan

tersebut sebagai partikel asing dan terjadilah proses fagosit, pada

proses ini hasil dari fagosit akan menjadi sekret dan bisa

menyumbat saluran napas. Reseptor batuk yang terdapat pada

5

Page 6: Skenario IV :)

saluran napas akan menangkap respon dan terjadilah respon batuk

dan gangguan sirkulasi menyebabkan adanya sesak napas pada

pasien. (Price, 2005)

a. Macam-macam sesak atau dyspneu:a) Aktivitas: aliran darah ke skelet berkurang metabolisme

anaerob dan asidosis meningkatnya kerja mekanik pernapasan (meningkatnya kekakuan paru, meningkatnya tahanan jalan napas)

b) Berbaring (ortopneu): disebabkan oleh redistribusi aliran darah

dari bagian-bagian tubuh yang dibawah ke arah sirkulasi

sentral. Ortopnea (dispnea saat berbaring) merupakan salah

satu tanda dari kasus ini, yaitu : Ortopnea terutama disebabkan

oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di

bawah ke arah sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial

dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti

vaskuler paru lebih lanjut.

c) Paroxysmal nocturnal dyspneu: dipicu oleh adanya edema paru interstisial. (Price, 2005)

b. Macam-macam dahak

a) Kuning : tanda dari infeksi

b) Hijau :

- Penimbunan nanah, karena adanya verdoperoksidase yang

dihasilkan oleh leukosit sel polimorfonuklear

- Sering ditemukan pada Bronkiektasis karena penimbunan

sputum pada bronkiolus yang melebar dan terinfeksi.

- Banyak penderita Infeksi Saluran Napas Bawah

mengeluarkan sputum hijau pada pagi hari namun menjadi

sputum kuning saat siang dikarenakan penimbunan sputum

purulen pada malam hari disertai verdoperoksidase.

c) Merah muda berbusa: Edema paru akut

d) Sputum berlendir, lekat dan warna abu-abu / putih : Bronkhitis

kronik

6

Page 7: Skenario IV :)

e) Sputum berbau busuk : tanda abses paru atau bronkiektasis

c. Perbedaan sesak nafas pada sakit paru, jantung, dan maag

Tabel 1. Perbedaan sesak nafas pada sakit paru, jantung, dan

magh(Agustinus, 1951)

PARU JANTUNG MAAGSeluruh dada Tertekan, terutama

disebelah kiriDiawali dengan

kembung

Tidak bisa bernafas dengan lancar

Nyeri seperti ditusuk sebelah kiri

Mual di ulu hati

Kepala pusing Lemas, mata kunang-kunang, tungkai

bengkak

Pusing

Tekanan darah normal

Tekanan darah naik Dada serasa tertekan

Nadi cepat tapi masih teratur

Nadi cepat dan tidak teratur

Nafas tidak sesak tapi terasa tidak

tuntas

2. Mengapa mbah Painem buang air kecilnya berkurang?

a. Pada skenario dijelaskan bahwa pasien mempunyai riwayat

hipertensi. Tahanan perifer sistemik pada pasien dengan hipertensi

membuat ventrikel kiri harus bekerja lebih keras memompa suplai

darah ke seluruh jaringan tubuh.Ventrikel kiri mengompensasi

dengan hipertrofi sel otot jantung. Akan tetapi lama kelamaan

kompensasi ini tidak mampu mengimbangi tekanan perifer yang

tetap tinggi sehingga mengakibatkan penurunan kontraktilitas

ventrikel kiri.

Akibatnya terjadi penurunan curah jantung yang selanjutnya

menyebabkan penurunan tekanan darah. Penurunan curah jantung

akan berakibat pada berkurangnya vaskularisasi ginjal. Ginjal akan

mengira bahwa tubuh kekurangan cairan sehingga ginjal

mensekresi renin yang akan mengubah angiotensinogen menjadi

7

Page 8: Skenario IV :)

angiotensin 1, angiotensin 1 akan diubah oleh ACE (Angiotensin

Converting Enzym) menjadi angiotensin 2 dimana angiotensin 2

akan menstimulus disekresinya aldosteron. Aldosteron akan

meningkatkan reabsorbsi Na dan air sehingga jumlah urin yang

dikeluarkan menjadi berkurang. (Tortora,2009)

b. Akibat curah jantung yang menurun, akan menyebabkan

penurunan perfusi di ginjal. Sehingga darah yang difiltrasi di ginjal

sedikit. Kemudian hasil filtrasi akan direbsorbsi. Karena curah

jantung menurun, sehingga ginjal mereabsorbsi lebih banyak Na+

untuk menyeimbangkan volume darah didalam tubuh agar curah

jantung menjadi stabil. Akibatnya, volume urin yang dikeluarkan

menjadi berkuran. BAK berkurang. (Davey, Patrick. 2006. At a

Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga.

c. Mekanisme singkat penyebab pengeluaran urin berkurang:

3. Mengapa jantung pasien berdebar debar dan sulit tidur?

a. Penyeab dada berdebar-debar:

8

Page 9: Skenario IV :)

(Price,2005)

4. Bagaimana intepretasi tanda-tanda vital dari pasien?

a. Intepretasi umum tanda vital pasien :

- Tekanan darah

Tekanan darah 190/100 mmHg = hipertensi tahap II(sedang)

The Sixth Report of the Joint National Commite on Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI),

mendefinsikan tekanan darah tinggi pada orang dewasa sebagai

berikut:

Tabel 2. Kategori Hipertensi menurut JNC VI

Kategori Sistolik(mmHg

)

Diastolik(mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Tinggi normal 130-139 85-89

Hipertensi

Tahap I (ringan) 140-159 90-99

Tahap II (sedang) 160-179 100-109

Tahap III (berat) ≥180 ≥110

9

Page 10: Skenario IV :)

- Nadi 125 x/menit mengalami peningkatan denyut nadi

(takikardi). Dimana nilai normal nadi pada dewasa adalah 60-

100 x/menit. Bradikardi jika denyut nadi < 60 x/menit.

- Frekuensi pernapasan 35 x/menit mengalami peningkatan

frekuensi pernapasan (takipnea). Dimana nilai normal frekuensi

pernapasan adalah 16-20 x/menit. Bradipnea jika fekuensi

pernapasan < 16 x/menit.

- Suhu 36,8 oC suhu normal, dimana nilai normalnya adalah

36,5 -37,5 oC.(Gray, 2005)

5. Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik dari pasien?

a. Pemeriksaan Fisik

a) Bising Pansistolik di apek menjalar ke lateral

Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah kesistemik

Darah terbendung diatrium kiri

Hipertropi atrium kiri (mekanisme kompensasi)

Hipertrofi ventrikel akan menggeser letak musculus papillaris

Regurgitasi mitral fungsional

Bising pansistolik diapek menjalar ke lateral

b) Ictus kordis bergeser ke lateral

Terjadi bendungan paru

Ruang jantung membesar

Ictus cordis bergeser ke lateral

10

Page 11: Skenario IV :)

c) Auskultasi bunyi jantung I intensitas meningkat, BJ II normal

Terjadi opening snap yaitu terdengarnya bising diatolik (mid

diastolic murmur di apeks) suara seperti gendering. Terdapat

tanda-tanda decompensasi kordis kanan.

d) Pada auskultasi terdapat ronki basah basal paru

Pada edema paru alveolus yang tergenang cairan transudasi

yang menimbulkan suara ronki basah basal halus saat

auskultasi.Di sisi lain, jaringan sistemik semakin kekurangan

O2 dan proses metabolisme pun berubah menjadi

metabolisme anaerob. Akibatnya terjadi peningkatan

produksi asam laktat yang menyebabkan asidosis

metabolik. (Swart,Mark.2010)

b. Pengukuran Jugularis Venous Pressure (JVP)

1. Pengertian tentang Tindakan

Jugular venous pressure (JVP) atau tekanan vena jugularis adalah

tekanan sistem vena yang dapat diamati secara tidak langsung. Pengukuran

tekanan vena jugularis merupakan tindakan mengukur besarnya jarak

pertemuan dua sudut antara pulsasi vena jugularis dan sudut sternum

tepatnya di Angle of Louis yang berguna untuk mengetahui tentang fungsi

jantung klien.

Pengukuran system sirkulasi vena sendiri dapat dilakukan

denganmetode non-invasif  dengan menggunakan vena jugularis (externa

dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero

point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira- kira berada pada perpotongan

antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk

kedua linea midaxillaris. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal

dengan posisi tegak. Ia baru terlihatmpada posisi berbaring di sepanjang

permukaan musculus sternocleidomastoideus. JVP yang meningkat adalah

tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan

11

Page 12: Skenario IV :)

JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga

setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.

2. Tujuan dari Tindakan

Pengukuran tekanan JVP bertujuan untuk:

- Untuk melihat adanya distensi vena jugularis.

- Memperkirakan tekanan vena sentral (CVP).

- Memberikan informasi mengenai fungsi jantung, terutama

ventrikel kanan, fungsi paru, dan merupakan komponen

terpenting untuk menilai volume darah.

- Mengetahui ada atau tidaknya distensi vena jugularis, dan

untuk mengetahui tekanan vena sentral.

- Untuk mencapai diagnosis dan memantau terapi untuk klien

dengan penyakit jantung.

3. Kompetensi Dasar yang Harus Dimiliki untuk Melakukan

Tindakan

Denyut vena jugularis (jugularis venous pressure (JVP))

memberikan informasi langsung mengenai tekanan di jantung

kanan, karena sistem jugular berhubungan langsung dengan atrium

kanan. Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan

posisi tegak. Vena jugularis baru terlihat pada posisi berbaring di

sepanjang permukaan musculussternocleidomastoideus. Pada

orang sehat, JVP maksimum 3-4cm di atas sudut sternum. Distensi

vena jugularis disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan

pengisian pada sisi kanan jantung. Distensi >2 cm pada klien

dalam posisi duduk, dapat mengindikasikan kelebihan volume

cairan. Naiknya JVP yang diikuti dengan suara jantung ketiga,

merupakan tanda yang spesifik dari gagal jantung (De Laune,

2002).

12

Page 13: Skenario IV :)

- Mengetahui anatomi dan fisiologi tubuh, khususnya tentang

vena jugularis.

- Mengetahui patofisiologi terkait vena jugularis, misal

terkait masalah jantung (CHF, infark, serosis hati, penyakit

ginjal yang terkait dengan overload cairan).

- Mengetahui penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan

keabnormalan vena jugularis.

- Jugular venous pressure (JVP) biasanya diperlihatkan

sebagai tinggi vertical pembuluh vena (cm) dihubungkan

dengan sudut sternum (angle of Louis).

- Sudut sternum terletak 5cm diatas atrium kanan pada

dewasa (tidak berubah meskipun pada posisi supine, semi

fowler, fowler atau duduk), tekanan hidrostatik di atrium

kanan (cm H2O) setara dengan tinggi vertical (cm)

“kepala” vena diatas sudut sterna ditambah 5cm.

- Pada kondisi klien yang normal, “kepala” pulsasi vena

jugular biasanya terlihat setinggi klavikula saat posisi tubuh

dinaikan dengan sudut 450.

- Dengan kata lain, JVP dengan nilai lebih dari 5cm diatas

sudut sternal disebut terjadi peningkatan.

4. Indikasi, Kontraindikasi, Komplikasi dari Tindakan

INDIKASI

Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan ketika terdapat

tanda permasalahan atau kegagalan jantung pada seorang klien,

seperti hipertrofi ventrikel kanan, stenosis katup trikuspid, stenosis

pulmonal, hipertensi pulmonal, inkompetensi katup trikuspid,

tamponade jantung, perikarditis, dan masalah jantung lain (Gray,

2002).

a. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi

sangat penting diketahui.

13

Page 14: Skenario IV :)

b. Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau

jika vena perifer tidak adekuat

c. Pasien dengan distensi unilateral

d. Pasien dengan trauma mayor

e. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes

laboratorium

f. Pasien yang diberi cairan IV secara cepat

KONTRAINDIKASI

Pengukuran JVP tidak dilakukan pada pasien dengan :

a.       SVC sindrom

b.      Infeksi pada area insersi.

c.       Koagulopati

d.      Insersi kawat pacemaker

e.       Disfungsi kontralateral diafragma

f.       Pembedahan leher

KOMPLIKASI

a. Hematoma local

b. Sepsis

c. Disritmia

d. Tamponade perikard

e. Bakteriemia

f. Emboli udara

g. Pneumotoraks

5. Anatomi Daerah yang akan Menjadi Target Tindakan

Vena yang paling mudah dijangkau adalah vena jugularis interna

dan eksterna di leher. Kedua vena mengalir secara bilateral dari kepala dan

leher ke dalam vena kava superior.Jugularis eksterna terdapat di

permukaan dan dapat dilihat tepat di atas klavikula. Jugularisinterna

terletak lebih dalam, sepanjang arteri karotid.

14

Page 15: Skenario IV :)

Pemeriksaan yang terbaik adalah memeriksa jugularis interna

kanan karena mengikuti jalur anatomik yang lebih langsung ke atrium

kanan jantung. Kolumna darah di dalam jugularis interna bertindak

sebagai manometer, mencerminkan tekanan di atrium kanan. Semakin

tinggi kolumna makan semakin besar tekanan vena. Tekanan vena yang

meningkat mencerminkan gagal jantung kanan. Normalnya pada saat klien

berbaring pada posisi telentang, vena jugularis eksterna terdistensi

sehingga menjadi mudah dilihat. Sebaliknya, vena jugularis biasanya

tenggelam pada saat klien berada pada posisi duduk. Namun, klien dengan

penyakit jantung dapat mengalami distensi vena jugularis pada saat duduk.

(Smeltzer & Suzanne,2002).

6. Aspek Keamanan dan Keselamatan yang harus Diperhatikan

- Posisi pasien, nyaman atau belum

- Memastikan leher dan thoraks telah terbuka

- Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher

- Mengkaji tingkat kesadaran pasien

- Memasang restrain

7. Protokol atau Tahapan Prosedur Tindakan

a.       Minta klien berbaring telentang dengan kepala ditinggikan 30

– 45 derajat (posisi semi Fowler).

b.      Gunakan bantal untuk meluruskan kepala. Hindari

hiperekstensi atau fleksi leher untuk memastikan bahwa vena

tidak teregang.

c.      Biasanya pulsasi tidak terlihat jika klien duduk. Ketika posisi

klien telentang, tinggi pulsasi mulai meningkat di atas tinggi

manubrium, yaitu 1 atau 2 cm di saat klien mencapai sudut 45

derajat. Mengukur tekanan vena dengan mengukur jarak

vertical antara sudut Angle of Louis dan tingkat tertinggi titik

pulsasi vena jugularis interna yang dapat terlihat.

15

Page 16: Skenario IV :)

d.      Gunakan dua penggaris. Buat garis dari tepi bawah penggaris

biasa dengan ujung area pulsasi di vena jugularis. Kemudian

ambil penggaris sentimeter dan buat tegak lurus dengan

penggaris pertama setinggi sudut sternum. Ukur dalam

sentimeter jarak antara penggaris kedua dan sudut sternum.

e.      Ulangi pengukuran yang sama di sisi yang lain. Tekanan

bilateral lebih dari 2,5 cm dianggap meningkat dan merupakan

tanda gagal jantung kanan. Peningkatan tekanan di satu sisi

dapat disebabkan oleh obstruksi.

8. Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan

Tindakan

Jika vena jugularis interna sulit dicari, dapat dicatat denyut

vena jugularis eksterna. Vena ini lebih supervisial dan terlihat tepat

di atas klavikula di sebelah otot sternokleidomastoid, dan biasanya

mengalami distensi jika pasien berbaring dengan posisi supine

pada tempat tidur atau meja pemeriksaan. Ketika kepala pasien

dinaikkan, distensi vena ini akan menghilang. Vena ini normalnya

tidak akan terlihat bila kepala dinaikkan 30 derajat. Distensi yang

jelas saat kepala dinaikkan 45-90 derajat menunjukkan

peningkatan abnormal volume sistem vena. Hal tersebut

berhubungan dengan gagal jantung kanan atau obstruksi aliran

darah vena kava superior, atau embolisme paru masif akut,

meskipun hal ini jarang terjadi (Smeltzer & Suzanne,2002).

9. Hal-hal penting yang harus di dokumentasikan setelah

melakukan tindakan

a.       Tingkat kesadaran klien

b.      Pernapasan klien

c.       Suhu klien

d.      Penampakan fisik klien : dilihat keabnormalan yang terjadi,

misal edema.

16

Page 17: Skenario IV :)

e.       Bentuk, dan penampakan fisik vena jugularis

f.       Hasil pengukuran :tekanan bilateral yang diperoleh

(Potter,2005)

6. Bagaimana intepretasi pemeriksaan penunjang dari pasien?

a. Pada pemeriksaan radiologi khususnya Thorax, kadang-kadang

ditemukan dimana ukuran bayangan jantung terlihat lebih besar

dari biasanya. Meskipun terlihat lebih besar dari biasanya, kita

tidak bisa langsung mengatakan bahwa jantung tersebut mengalami

pembesaran atau biasa disebut Cardiomegally. Untuk menentukan

apakah jantung tersebut mengalami pembesaran, maka diperlukan

sebuah perhitungan yang disebut dengan Cardiothoracic Ratio

TEKNIK PERHITUNGAN CTR

Setelah foto thorax PA sudah jadi,maka untuk membuat perhitungan CTR nya kita

harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan CTR ini.

17

Page 18: Skenario IV :)

CTR=A+B/C

Keterangan :

A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung. 

B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.

C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri. 

Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly

Misalnya dalam kasus Mbah Painem :

Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk

menghitung Cardiothoracic Ratio, di dapat nilai-nilai sebagai

berikut :

Panjang garis A = 6 cm

Panjang garis B = 13 cm

Panjang garis C = 30 cm

Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat

dikategorikan sebagai Cardiomegally atau tidak?

Jawab :

Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka

kita masukan nilai-nilai tersebut di atas.

6+13/30 = 0,63

Karena nilai ratio nya melebihi 0,5, maka jantung pasien tersebut

dapat dikategorikan Cardiomegali (terjadi pembesaran jantung).

b. Interpretasi EKG

Gambaran EKG Left Atrium Hipertrofi dan Left Ventrikel

Hipertrofi :

1. LAH

Pembesaran atrium kiri ditandai sebagai berikut:

Amplitudo komponen akhir (negatif) gelombang P

dapat meningkat dan harus menurun sekurang-

kurangnya 1mm dibawah garis isoelektrik pada

sadapan V1.

18

Page 19: Skenario IV :)

Durasi gelombang P meningkat dan lebar bagian

akhir (negatif) gelombang P harus setidaknya

sebesar satu kotak kecil (0,04 detik).

Tidak terlihat deviasi aksis yang signifikan karena

atrium kiri biasanya dominan secara elektris.

2. LVH

Hipertrofi ventrikel kiri ditandai sebagai berikut:

Gelombang R di V5 atau V6 dijumlahkan dengan

gelombang S di V1 atau V2 melebihi 35 mm.

Gelombang R di AVL melebihi 13 mm.

(Thaler, Malcolm S. 2009)

- Untuk awal atau yang naik pertama dari gelombang P adalah

gambaran dari depolarisasi atrium destra.

- Sedangkan untuk yang kedua atau yang turun itu adalah

depolarisasi atrum kiri.

19

Page 20: Skenario IV :)

(Rilianto, 2013)

c. Asidosis Metabolik terkompensasi

Pada gagal jantung ada orthopnea, cairan kapiler masuk ke

interstisil pulmo. Cairan tersebut akan meretriksi paru dalam

proses respirasi. Hasil respirasi yag tidak maksimal menurunkan

efektifitas pertukaran oksigen dan karbondioksida yang selanjutnya

dapat menyebabkan asidosis, sebagai kompensasinya, jantung akan

meningkatkan sirkulasi agar mempercepat pertukaran gas. Hal ini

akan dirasakan pasien sebagai berdebar-debar.

Asidosis terkompensasi merupakan pertanda dari pH dalam tubuh

menurun akibat HCO3- yang menurun. Asidosis metabolic

dikompensasi oleh penyangga kelebihan H+ , paru dengan cara

mengeluarjan C02 kemudian menghasilkan H+ kemudian ginjal

dengan cara mensekresi H+ yang tinggi dan menahan HCO3- lebih

banyak. (Sherwood, 2011)

d. Interpretasi serum ureum

Kadar serum ureum dalam pasien yaitu 65 mg/dL yaitu diatas batas

normal yang hanya 5 – 25 mg/dL

Ureum berasal dari penguraian protein, terutama berasal dari

makanan, apabila terjadi peningkatan ureum akan di sebut sebagai

uremia yang bisa merupakan indikator adanya gagal ginjal karena

proses ekskresi urea yang tidak berjalan normal pada sistem traktus

urinarius. Semakin bertambahnya usia dalam manusia, maka kadar

serum ureum akan meningkat walaupun tidak terlalu siginifikan.

( Aziz, 2008)

e. Kreatinin

Produk akhir dari metabolisme keratin otot dan fosfat disintesa

dihati dieksresikan di urin

Nilai normal

Perempuan : 0,5 – 0,9 mg/dl

Laki-laki : 0,6 – 1,3 mg/dl

20

Page 21: Skenario IV :)

Anak-anak (0-19tahun) : 0,4 – 1,2 mg/dl

Skenario : 1,4 mg/dl meningkat

(Gray, 2005)

7. Apakah terdapat hubungan antara usia dan jenis kelamin dari keluhan

pasien?

Pada semakin bertambahnya usia maka resiko terjadinya suatu penyakit

kardiovaskuler semakin meningkat, hal ini bisa dipengaruhi oleh adanya

faktor ke elastisitas dari pembuluh darah yang menurun, sehingga mudah

menyebabkan terjadinya arterosklerosis pada pembuluh darah.

( Price.2003)

21

Page 22: Skenario IV :)

IV. SKEMA

22

Page 23: Skenario IV :)

V. LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan peningkatan kadar urin kreatinin dan

ureum.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan asidosis metabolik, respiratorik

(terkompensasi dan non kompensasi).

3. Mahasiswa mampu menjelaskan alkalosis metabolik, respiratorik

(terkompensasi dan non kompensasi).

4. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran EKG mengenai Left Ventricle

Hipertrofi(LVH) dan Left Atrial Hipertrofi (LAH).

5. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran EKG mengenai Right

Ventricle Hipertrofi(RAH) dan Right Ventricle Hipertrofi (RVH).

6. Mahasiswa mampu menjelaskan rontgen kardiomegali dan CTR.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan suara dari bunyi jantung.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada kasus.

9. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis utama.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari kasus.

VI. BELAJAR MANDIRI

VII. BERBAGI INFORMASI

1. Mahasiswa mampu menjelaskan peningkatan kadar urin kreatinin dan

ureum.

23

Page 24: Skenario IV :)

1. Kadar Ureum dan Kreatinin

1.1. Ureum

Ureum merupakan produk metabolit dari protein. Protein makanan

dipecah menjadi asam amino yang kemudian sebagian oleh bakteria

dipecah menjadi amoniak. Di hati amoniak diubah menjadi ureum yang

masuk ke sirkulasi dan kemudian diekskresikan oleh ginjal dalam urin.

Hampir 90% ureum darah diekskresikan oleh ginjal. Di kepustakaan

Amerika ureum dinyatakan sebagai urea-N, yang berarti kadar ureum =

2,14x kadar urea-N. Ureum juga merupakan 75% dari nitrogen non-

protein (non-protein nitrogen = NPN). Peningkatan kadar NPN

dinamakan azotemia. Jadi dapat dibedakan azotema pra renal, renal dan

pasca renal tergantung kepada jenis dan letak penyebabnya.

Pemeriksaan kadar ureum darah merupakan pemeriksaan yang popular

sebab mudah dikerjakan dengan teliti dan tepat. Namun kadar ureum

darah dipengaruhi oleh banyak faktor di luar ginjal sehingga

mempengaruhi penafsiran hasilnya. Kadar ureum darah akan meningkat

pada peningkatan asupan protein, kurangnya aliran darah ginjal misalnya

pada dehidrasi atau gagal jantung, pada perdarahan saluran cerna bagian

atas, pada peningkatan keadaan hiperkatabolisme seperti infeksi, pasca

operasi dan trauma. Obat-obatan juga dapat mempengaruhi misalnya

kortikosteroid meningkatkan katabolisme protein sedangkan androgen

meningkatkan anabolisme protein. Sebaliknya kadar ureum darah

menurun pada kurangnya asupan protein.(Lamb, 2006; Thomas L, 1999)

1.2. Kreatinin

Kreatinin berasal dari pemecahan kreatinfosfat otot. Kadar kreatinin darah

menggambarkan fungsi ginjal secara lebih baik, lebih stabil, daripada

kadar ureum darah. Kreatinin umumnya dianggap tidak dipengaruhi oleh

asupan protein namun sebenarnya ada pengaruh diet terutama protein

tetapi tidak sebesar pengaruhnya terhadap kadar ureum. Kreatinin

terutama dipengaruhi oleh massa otot. Karena itu kadar kreatinin darah

lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, meningkat pada atlit

24

Page 25: Skenario IV :)

dengan massa otot banyak, dan juga pada kelainan pemecahan otot

(rhabdomiolisis). Sebaliknya kadar kreatinin menurun pada usila (orang

usia lanjut) yang massa ototnya berkurang. Lihat tabel 1.

Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin (National Kidney

Foundation,2002)

Rasio kadar ureum darah/kadar kreatinin darah

Sering pula digunakan gabungan hasil kadar ureum darah dan kadar

kreatinin darah berupa rasio kadar ureum darah/kadar kreatinin darah untuk

membantu penafsiran hasil. Rasio 20 -35 dianggap normal bila diet biasa (tiada

perubahan asupan protein) dan tiada penurunan GFR, rasio < 20 ditafsirkan

sebagai penurunan kadar ureum disebabkan penurunan katabolisme protein atau

penurunan redifusi tubular, sedangkan rasio > 35 dianggap peningkatan kadar

ureum darah disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein, atau penurunan

perfusi tubular sehingga meningkatkan redifusi ureum. (Thomas L, 1999) Rasio

25

Page 26: Skenario IV :)

tersebut dapat dipakai sebagai pedoman kasar untuk mengenali penyebab

kelainan. Namun banyak pula dokter klinik yang menentang penggunaan rasio

tersebut dengan alasan rasio didasarkan pada banyak faktor yang

mempengaruhinya sehingga informasi tersebut dapat menyesatkan. (Mathew TH,

2007)

Pada tabel 2 dan 3 dapat dilihat berbagai kelainan yang menyebabkan kenaikan

dan penurunan kadar ureum.

Tabel 2. Penyebab kenaikan kadar ureum (azotemia) (Pagana KD, 2006)

Tabel 3. Penyebab penurunan kadar ureum (Pagana KD, 2006)

Manifestasi Klinis Ureum, adanya peningkatan kadar urea disebut uremia.

Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu :

26

Page 27: Skenario IV :)

1. Prerenal

Prerenal (pra = sebelum + renal = ginjal) artinya akar masalahnya diluar

ginjal akan tetapi akan mempengaruhi sesuatu tersebut yang berhubungan

dengan ginjal. Berkaitan dengan suplai darah, yakni karena penurunan

suplai darah ke ginjal. Contoh penyebab prerenal yang dapat menimbulkan

gagal ginjal, antara lain:

- Hipovolemia (volume darah yang rendah) karena kehilangan darah.

- Dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (misalnya; muntah,

diare, berkeringat, demam)

- Asupan cairan berkurang

- Obat, misalnya diuretik, dapat menimbulkan kehilangan air

berlebihan

- Aliran darah yang abnormal ke dan dari ke ginjal karena

penyumbatan arteri atau vena ginjal

2. Renal

Penyebab gagal ginjal karena faktor renal sendiri adalah :

- Sepsis.

Adanya sepsis ini akan menyebabkan sistem imun tubuh berlebihan karena

terjadi infeksi sehingga menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.

- Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.

- Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik,

Wegener's granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.

3. Pascarenal

- Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian

bawah ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi

urin.

- Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan

pembedahan.

27

Page 28: Skenario IV :)

- Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu,

tumor, atau peradangan.

- Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam

darah.

Penyebab Gagal Ginjal

(Guyton AC, Hall JE. 2006)

2. Mahasiswa mampu menjelaskan asidosis metabolik, respiratorik

(terkompensasi dan non kompensasi)

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah

dan cairan tubuh lainnya.Satuan derajat keasaman adalah pH:

- ph 7,0 adalah netral

- ph diatas 7,0 adalah basa (alkali)

- ph dibawah 7,0 adalah asam

Suatu asam kuat memiliki ph yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu

basa kuat memiliki ph yang sangat tinggi (diatas 14,0).darah memiliki ph antara

7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena

perubahan ph yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap

28

Page 29: Skenario IV :)

beberapa organ.Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan

keseimbangan asam-basa darah:

1. kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam

bentuk amonia 

ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang

dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

2. tubuh menggunakan penyangga ph (buffer) dalam darah sebagai

pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam ph

darah.

suatu penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan

perubahan ph suatu larutan. Penyangga ph yang paliing penting dalam

darah menggunakan bikarbonat.Bikarbonat (suatu komponen basa)

berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen

asam).

jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan

dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. jika

lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan

dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

3. pembuangan karbondioksida.Karbondioksida adalah hasil tambahan

penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh

sel.Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru

karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan).Pusat pernafasan di

otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan

mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan.Jika pernafasan

meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih

basa. jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat

dan darah menjadi lebih asam dengan mengatur kecepatan dan kedalaman

pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur ph

darah menit demi menit.

adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph tersebut, bisa

29

Page 30: Skenario IV :)

menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,

yaitu asidosis atau alkalosis.

Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam

(atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya ph

darah.Alkalosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung

basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan

meningkatnya pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan

suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan

petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.

Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi :

1. Metabolik 

2. Respiratorik

Tergantung kepada penyebab utamanya.Asidosis metabolik dan alkalosis

metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan

pembuangan asam atau basa oleh ginjal.Asidosis respiratorik atau alkalosis

respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan

pernafasan.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan alkalosis metabolik, respiratorik

(terkompensasi dan non kompensasi).

a. Definisi Alkalosis Metabolik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam

keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.

Penyebab

30

Page 31: Skenario IV :)

Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak

asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung

selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam

lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-

kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan

perut). 

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang

yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti

soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila

kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak

mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan

keseimbangan asam basa darah. Penyebab utama akalosis

metabolik: Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam

etakrinat), Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan

lambun, dan Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma

Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).

Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah

tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama

sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat

terjadikontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang

berkepanjangan (tetani).

Pengobatan

Alkalosis metabolik dapat diatasi dengan pemberian cairan dan

elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan

amonium klorida secara intravena.

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan saat darah menjadi

basa karena pernapasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar

karbondioksida dalam darah menjadi rendah.

b. ALKALOSIS RESPIRATORIK

31

Page 32: Skenario IV :)

Pernapasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang

menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang

dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling

sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis

respiratorik adalah: Rasa nyeri, Sirosis hati, Kadar oksigen darah

yang rendah, Demam, Overdosis aspirin. Alkalosis respiratorik

dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat menyebabkan

rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin

memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.

Pengobatan

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah

memperlambat pernapasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan,

memperlambat pernapasan bisa meredakan penyakit ini. Jika

penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.

Menghembuskan napas dalam kantung kertas (bukan kantung

plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida

setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang

dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita

untuk menahan napasnya selama mungkin, kemudian menarik

napas dangkal dan menahan kembali napasnya selama mungkin.

Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10

kali.

Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan

membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan

menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran EKG mengenai Left Ventricle

Hipertrofi(LVH) dan Left Atrial Hipertrofi (LAH) serta mampu

32

Page 33: Skenario IV :)

menjelaskan gambaran EKG mengenai Right Ventricle Hipertrofi(RAH)

dan Right Ventricle Hipertrofi (RVH).

5. Bagaimana mendiagnosis Left Ventricular Hypertrophy (LVH)

pada EKG?

Tanpa mengetahui riwayat penyakit pasien ini sebelumnya, kita bisa

menduga bahwa pasien ini merupakan penderita Hypertensive Heart

Disease .

Dari gambaran EKG ini, tampak tanda pembesaran Ventrikel Kiri ( Left

Ventricular Hypertrophy/LVH).

Terdapat beberapa kriteria yang dapat kita gunakan untuk mengetahui ada

atau tidaknya LVH, salah satu kriteria yang paling sering digunakan

adalah kriteria Sokolow-Lyon ;  Tinggi Gelombang S di V1 + Dalamnya

gelombang R di V5/V6 ≥ 3.5 mV (7 kotak sedang)

33

Page 34: Skenario IV :)

Bagaimana mengetahui bahwa pasien ini penderita hipertensi lama?

Terdapat suatu kriteria yang dikenal sebagai Ventricular Strain Pattern;

Perubahan Segmen St- Gelombang T dengan repolarisasi abnormal

sekunder akibat dari peregangan (strain) dari dinding ventrikel. Dst juga

sebagai “Strain”.

Terdapat dua jenis Ventricular Strain Pattern:

1. Left Ventricular Strain (LV Strain)

34

Page 35: Skenario IV :)

LVH sering berhubungan dengan depresi segmen ST dan Inversi dalam

dari gelombang T. Perubahan ini tampak di sadapan prekordial (dada), V5

dan V6. Pada sadapan ekstremitas (Limb lead) terdapat pula perubahan

ST-T berlawanan dengan defleksi dominan dari gelombang QRS. Jika axis

ekg adalah vertikal maka akan tampak perubahan disadapan II,II,aVF. Jika

Horizontal maka akan tampak perubahan di sadapan I dan aVl.

2. Right Ventricular Strain (RV STrain)

Seperti halnya LVH, pada pembesaran jantung kanan (Right Ventricular

Hypertrophy/RVH) akan tampak depresi segmen ST dan Inversi 

gelombang T pada sadapan V1-V3 dan pada sadapan ekstremitas

II,II,aVF.

Berikut beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan ada

tidak LVH.

35

Page 36: Skenario IV :)

HIPERTROFI VENTRIKEL

Hypertrophy otot jantung bisa diagnosis dengan EKG, depolarisasi otot

jantung akan terekam oleh EKG dengan digambarkan oleh voltase yang

berupa grafik EKG. Semakin besar otot jantung akan membutuhkan waktu

yang lebih untuk didepolarisasi. Sehingga pada kasus hypertrophy, akan

muncul voltase yang beda dengan normal. Semua tergantung dimana letak

otot jantungnya yang akan didepolarisasi dan elektroda positip mana (lead)

yang merekamnya.

Hypertrophy Otot Ventrikel Kanan (RVH)

Ciri-cirinya :

36

Page 37: Skenario IV :)

Perbandingan gel R/S di lead V1 lebih dari 1

Tinggi gel R di lead V1 > 5mm

Aksis jantung ke kanan atau RAD

Gel S di lead V1 dalamnya <2mm,> 7mm.

Adanya pattern komplek QRS seperti qR

Adanya P pulmonal

Gel R di lead V1 + gel S di lead V6 = > 10 mm.

Kelainan dalam EKG meliputi :

1. Atrial Takikardi

Irama :  atrial takikardia/supraventrikel takikardi

Heart Rate : > 150 kali/menit

Gelombang P : kecil atau tidak terlihat

Interval PR : tidak dapat dihitung 

Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik

37

Page 38: Skenario IV :)

2. Atrial Flutter

Irama : atrial flutter

Heart Rate : bervariasi

Gelombang P : banyak bentuk seperti gergaji,perbandingan dengan

komplek

QRS bisa 3 atau 4 atau 5 dan seterusnya : 1

Interval PR : tidak dapat dihitung

3. Atrial Fibrillasi

Irama : tidak teratur

Heart Rate : bervariasi, dapat dibagi respon ventrikel cepat (HR >

100),, respon ventrikel normal (HR 60 –100), respon ventrikel

lambat (< 60)

Gelombang P : tidak dapat diidentifikasikan

Interval PR : tidak dapat dihitung

Gelombang QRS : 0,04-0,08 detik

QRS lebar, gambaran EKG-nya bisa berupa :

38

Page 39: Skenario IV :)

Atrial Fibrilasi dengan aberan. Kedua gambarannya sama dengan

di atas (henti jantung), hanya saja secara klinis pasien tampak

sadar dan nadi atau heart rate masih dapat diperiksa.

4. Atrial Ekstra sistol

Gelombang P normal berasal dari SA node, gel P yang berasal

dari otot atrium tidak sama dengan gel P yang berasal dari SA

node.

Pada PAC (premature atrial contraction) atau AES ( atrial ekstra

sistole), Gelombang P muncul sebelum waktunya dan bentuk

gelombang pun beda dengan normal gel P yang berasal dari SA

node.

Kalau anda temukan gel P yang berbeda dan muncul persis sama

dengan waktu yang seharusnya, ini dinamakan Atrial escape beat.

5. Multifocal Atrial Takikardia

Irama irreguler

Kadang mirip dengan atrial fibrilasi, tapi pada MAT gel P masih

terlihat dan tiap beat bentuk gelombang P nya berbeda (minimal 3

macam).

39

Page 40: Skenario IV :)

Frekwensi > 100x/menit, PR intervalpun bervariasi, normal

komplek QRS.

6. Wandering Atrial Pacemaker

Sama dengan multifokal atrial takikardia, hanya pada wandering

pacemaker HR nya normal.

(Dharma S, Siswanto BB. 2008.)

6. Mahasiswa mampu menjelaskan rontgen kardiomegali dan CTR.

Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung kongestif:

(1) ukuran dan bentuk siluet jantung

(2) Edema di dasar paru-paru.

40

Page 41: Skenario IV :)

Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.

Gambaran khas radiologi yang ditemui pada pasien CHF:

1. Efusi pleura

2. Cardiomegali

3. Kerley line

4. Penebalan dinding bronkus

Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio).

41

Page 42: Skenario IV :)

Cardiomegaly/ventricular remodeling occurs as heart overworked changes in size,

shape, and function of heart after injury to left ventricle. Injury due to acute

42

Page 43: Skenario IV :)

myocardial infarction or due to causes that inc. pressure or volume overload as in

Heart failure

Pada patofisiologi CHF dijelaskan bahwa kegagalan jantung juga disebabka oleh

kontraktilitas miokard yang kurang akibat infark miokard. Berikut adalah gambar

adanya infark miokard dalam CH

43

Page 44: Skenario IV :)

7. Mahasiswa mampu menjelaskan suara dari bunyi jantung.

Bunyi bising jantung

AUSKULTASI

4 Area auskultasi jantung

1) Katup aorta : SIC 2 linea parasternalis dextra

2) Katup pulmonal : SIC 2 linea parasternalis sinistra

3) Katup trikuspedalis : SIC 4 – 5 linea parasternalis dextra

4) Katup bicuspedalis : SIC 5 linea midclavicularis sinsitra

Suara jantung S1 terbentuk oleh penutupan katup atrioventrikular

Suara jantung S2 terbentuk oleh penutupan katup semilunar

S2 lebih lemah daripada S1

44

Page 45: Skenario IV :)

BUNYI JANTUNG NORMAL

Suara Jantung 1

Suara jantung 1 (S1) dibentuk oleh penutupan katub mitral (M1) dn

trikuspid (T1) pada fase sistolik.

Intensitas bunyi memiliki beberapa faktor yaitu:

o Integritas penutupan katub

o Mobilitas katup

o Kecepatan penutupan katub

o Kekuatan kontraksi ventrikel

Suara jantung 2

Suara jantung 2 (S2) dibentuk oleh penutupan katup aorta (A2) dan

pulmonal (P2). Paling baik didengarkan pada ICS 2 kiri.

Suara jantung 3

Suara jantung 3 (S3) adalah suara frekuensi rendah yang terjadi pada

ventrikel setelah A2. S3 yang berasal dari ventrikel kiri paling baik di

dengar pada apeks selama akspirasi menggunakan stetoskop bell

Suara jantung 4

Bunyi atrial ini terdenagr bersamaan dengan kontraksi atrium.

Masuknya sejumlah tambahan darah menuju ventrikel Akibat kotraksi

atrium.

45

Page 46: Skenario IV :)

BUNYI BISING JANTUNG

1. Murmur

Suara tambahan pada jantung akibat adanya terbulensi aliran darah.

Turbulensi timbul karena adanya beda tekanan antara dua ruang

jantung.

Di bagi menjadi 6 tingkat

- I = Murmur terdengar dengan seksama

- II = lemah tetapi mudah terdengar.

- III = keras tetapi tanpa getar (thrill)

- IV = Thrill Stetoskop harus di dekatkan ke dada

- V =Thrill Stetoskop di lepas dari dada

- VI = Thrill bisa di lihat tanpa stetoskop

Ada 3 fase murmur

1) Fase Sistolik : disebut sebagai innocent murmur. Bising

innocent memiliki ciri berlangsung singkat, berhenti sebelum

46

Page 47: Skenario IV :)

S2, Intensitas sedang yaitu <II, umumnya berkurang dengan

posisi duduk tegak.

2) Fase Diastolik : normalnya tidak ada turbulensi aliran darah

karena katup atrioventrikular terbuka lebar, murmur terdengar

saat atau setelah S2

3) Fase Kontinu : Murmur yang tidak terputus dimulai saat

sistolik hingga seluruh bagian diastolic

2. Bunyi jantung 3 dan 4

- BJ III intensitasnya rendah pada orang dewasa muda dan

intensitasnya keras pada orang tua

- BJ III terdengar kurang lebih 0,015-0,017 detik sesudah BJ II

- BJ I, BJ II bersama-sama BJ III memberi suara derap kuda

gallop rhythm

- Bunyi protodiastolic gallop keadaan jantung memburuk

- BJ IV (atrial gallop) kadang terdengar pada orang dewasa

muda

3. Pericardial Friction Rub

Bunyi ini memiliki intensitas tinggi, dilukiskan seperti garukan atau

gesekan. Timbul pada penderita dengan inflamasi membran

pericardium (pericarditis). Paling baik didengarkan jika pasien pada

posisi duduk membungkuk kedepan. Selama inspirasi, intensitas

friction rub dapat meningkat.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding pada kasus.

Definisi

Berdasarkan konsensus American Heart Association (AHA) kardiomiopati adalah

kelompok penyakit miokardium yang berhubungan dengan disfungsi mekanik

maupun elektrik dan disebabkan oleh berbagai macam etiologi dengan etiologi

terbanyak adalah genetik. Kardiomiopati dapat merupakan penyakit jantung yang

47

Page 48: Skenario IV :)

berdiri sendiri maupun merupakan bagian dari penyakit sistemik, yang apapun

bentuknya meningkatkan mortalitas kardiovaskular atau disabilitas seseorang

yang disebabkan gagal jantung. Dengan definisi yang luas tersebut maka secara

praktis para ahli di seluruh dunia mengasosiasikan kardiomiopati dengan gagalnya

kemampuan miokard yang disebabkan oleh mekanik (contohnya disfungsi

diastolik atau sistolik) atau penyakit aktifitas listrik jantung primer yang secara

klinis dapat dilihat sebagai aritmia.

Klasifikasi

Berbagai usaha sudah dilakukan untuk menyederhanakan klasifikasi

kardiomiopati. Untuk itu World Health Organization (WHO) bekerja sama

dengan International Society and Federation of Cardiology (ISFC) membagi

kardiomiopati berdasarkan gambaran klinis dan patofisiologi yang dominan,

yaitu :

1. Kardiomiopati Hipertrofi

2. Kardiomiopati Dilatasi

3. Kardiomiopati Restriktif

Hare dalam Braunwald's Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine

menambahkan

kardiomiopati infiltratif namun disatukelompokkan dengan kardiomiopati dilatasi

dan restriktif.6

Dalam tulisan ini akan dibahas secara lebih detail kardiomiopati berdasarkan

klinis dan patofisiologi

ini (Gambar 3).

48

Page 49: Skenario IV :)

A. KARDIOMIOPATI HIPERTROFIK

Kardiomiopati hipertrofi merupakan kelainan genetik yang relatif banyak

(1:500), didefinisikan sebagai adanya hipertrofi ventrikel kiri pada kondisi tidak

adanya penyebab kardiak maupun sistemik. Perubahan makroskopis ini dapat

ditemukan di daerah septum dan interventrikularis. Secara klinis dapat ditemukan

pada semua umur, kebanyakan kasus asimtomatik dan diketahui secara tidak

sengaja atau pada suatu proses skrining. Gejala yang paling sering ditemukan

adalah sesak napas, nyeri dada ( tipikal atau atipikal angina ) dan penurunan

kesadaran dengan sinkop dan presinkop (seperti dizziness atau pusing ringan).

Selain itu palpitasi merupakan salah satu gejala yang cukup sering ditemukan.

Kardiomiopati hipertrofik ada 2 macam bentuk, yaitu :

Hipertrofi yang simetris atau konsentris

Hipertrofi septal simetris

49

Page 50: Skenario IV :)

A. ETIOLOGI

Etiologi kardiomiopati hipertrofi masih banyak perdebatan. Banyak yang

menduga kelainan ini disebabkan oleh katekolamin, kelainan pembuluh darah

koroner kecil, iskemia pada miokard, kelainan konduksi atrioventrikular dan

kelainan kolagen. Insidensnya sama antara laki‐laki dan perempuan dan dapat

menyerang semua umur. Gangguan irama sering terjadi sehingga menyebabkan

jantung terasa berdebar‐debar, pusing sampai sinkop. Tekanan darah sistolik dapat

pula menurun sehingga masuk ke rumah sakit dalam kondisi syok kardiogenik.

Akan tetapi seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa kardiomiopati hipertrofi

ini sering sekali tidak didapatkan suatu tanda atau gejala (asimtomatik).

Orang tua dengan kardiomiopati hipertrofi sering mengeluh sesak napas

akibat gagal jantung dan gejala angina pektoris disertai fibrilasi atrium. Pada

kasus yang sudah lanjut maka dapat ditemukan kekakuan katup mitral, sehingga

dapat menimbulkan gejala‐gejala stenosis atau regurgitasi mitral.

B. PEMERIKSAAN FISIK

Sebagian besar pasien dengan kardiomiopati hipertrofi tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan fisik. Yang mungkin ditemukan adalah bising sistolik

yang dihubungkan dengan aliran turbulensi pada jalur keluar ventrikel kiri. Bising

sistolik dapat berubah‐ubah, bisa hilang atau berkurang dengan perubahan posisi.

Pembesaran jantung ringan umum ditemukan, pada apeks sering teraba getaran

jantung sistolik dan kuat angkat dengan bunyi jantung ke‐4 yang sering terdengar.

Bising sistolik dapat terdengar mengeras pada tindakan vasalva.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan foto Rontgen

Pada foto rontgen dada terlihat pembesaran jantung ringan sampai

sedang, terutama pembesaran atrium kiri. Pada pemeriksaan EKG

sering didapatkan hipertrofi ventrikel kiri, perubahan pada segmen

ST dan gelombang T, gelombang Q patologis dan aritmia artrial

dan ventrikular. Ten Care

mengelompokkan tiga jenis hipertrofi ventrikel kiri pada

pemeriksaan EKG, yaitu:

Hipertrofi septal saja (41%)

50

Page 51: Skenario IV :)

Hipertrofi septal disertai dinding lateral (53%)

Hipertrofi apikal distal (6%)

2. Pemeriksaan radionuklir

Pada pemeriksaan radionuklir sering ditemukan ventrikel kiri

mengecil atau normal. Fungsi sistolik menguat dan hipertofi septal

asimetrik.

3. Pemeriksaan M.R.I (nuclear magnetic resounance) berbagai

jenis hipertrofi apical ventrikel kiri dapat dibedakan. Pada

sadapan jantung akan ditemukan compliance ventricular

outflow tract obstrucsion.

D. PENGOBATAN

Pengobatan kardiomiopati hipertrofi ini yang utama adalah

penggunaan penyekat beta adrenergik, yang efeknya disamping

mengurangi peninggian obstruksi jalan pengosongan ventrikel kiri, juga

untuk mencegah gangguan irama jantung yang sering menjadi penyebab

kematian mendadak. Selain penyekat beta, golongan antagonis kalsium

seperti verapamil dilaporkan bermanfaat untuk berbagai kasus

kardiomiopati hipertrofi. Obat‐obatan lain tidak dianjurkan untuk

diberikan karena malah akan memperburuk kondisi penyakitnya. Operasi

pengambilan sebagian massa miokard kadang kala diperlukan pada

keadaan tertentu.

E. PROGNOSIS

Dengan perkembangan teknologi untuk diagnosis dan terapi maka

prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Angka mortalitasnya hanya 1 %

pertahun jauh lebih rendah dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan

mortalitas pada kasus kardiomiopati hipertrofi 2‐4 % pertahun. Beberapa

pasien dalam waktu 10 tahun didapatkan kondisinya stabil bahkan menjadi

lebih baik. Akan tetapi sebagian besar pasien dalam waktu 10 tahun akan

mengalami perburukan dengan kecenderungan menjadi gagal jantung

kongestif.

51

Page 52: Skenario IV :)

2. KARDIOMIOPATI DILATASI

A. DEFINISI

dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri, disfungsi kontraktilitas

pada salah satu atau kedua ventrikel, artimia, emboli, dan sering sekali

disertai gejala gagal jantung kongestif.

B. ETIOLOGI

Etiologinya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar

merupakan hasil akhir kerusakan miokard akibat toksin, zat metabolic atau

infeksi .Kerusakan akibat infeksi viral akut pada miokard yang akhirnya

mengakibatkan terjadinya kardiomiopati dilatasi terjadi melalui

mekanisme imunologis. Hal ini banyak ditemukan pada populasi pria usia

pertengahan, terutama pada yang berkulit hitam. Pada penggunaan

alkohol, kehamilan, penyakit tiroid, penggunaan kokain dan keadaan

takikardia kronik yang tidak terkontrol, dikatakan kardiomiopati tersebut

bersifat reversibel. Kemudian kira‐kira 20‐40 % pasien memiliki kelainan

yang bersifat familial akibat mutasi genetik.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Prekordium bergeser ke arah kiri

· Impuls pada ventrikel kanan

· Impuls apikal bergeser ke lateral yang menunjukkan dilatasi ventrikel

kiri

· Gelombang presistolik pada palpasi, serta pada auskultasi terdengar

presistolik gallop (S4)

· Split pada bunyi jantung kedua

· Gallop ventrikular (S3) terdengar bila terjadi dekompensasi jantung.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan EKG

52

Page 53: Skenario IV :)

sinus takikardia atau fibrilasi atrial, aritmia ventrikel, abnormalitas atrium

kiri, abnormalitas segmen ST yang tidak spesifik dan kadang‐kadang

tampak gambaran gangguan konduksi intraventrikular dan low voltage.

Pemeriksaan radionuklir

didapatkan dilatasi ventrikel dan sedikit penebalan dinding jantung atau

bahkan normal atau menipis, gangguan fungsi sistolik dengan penurunan

fraksi ejeksi.

3. KARDIOMIOPATI RESTRIKTIF

Kardiomiopati restriktif merupakan kelainan yang amat jarang dan

sebabnya pun tidak diketahui. Tanda khas untuk kardiomiopati ini adalah

adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan

menghalangi fungsi diastolik tersebut.

A. ETIOLOGI

Penyakit ini sering ditemukan pada amiloidosis, hemokromatosis, deposisi

glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibroelastosis, dan lain‐lain.

B. GEJALA KLINIS

Secara klinis gejalanya adalah kelemahan dan sesak napas. Ditemukan

tanda‐tanda gagal jantung sebelah kanan. Selain itu terdapat juga tanda‐

tanda gejala penyakit sistemik yang kemungkinan menjadi penyebabnya

seperti amiloidosis dan hemokromatosis.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pembesaran jantung sedang dan

terdengar bunyi jantung ke‐3 dan ke‐4 dan adanya regurgitasi mitral atau

tricuspid.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan gambaran low voltage. Terlihat

pula gangguan konduksi intra‐ventrikular dan gangguan konduksi atrio‐

ventrikular. Pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan dinding ventrikel

53

Page 54: Skenario IV :)

kiri menebal serta penambahan massa di dalam ventrikel. Ruang ventrikel

normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih normal. Pada

pemeriksaan radionuklir terlihat adanya infiltrasi pada otot jantung.

Ventrikel kiri normal atau mengecil dan fungsi sistolik yang masih

normal. Pada sadapan jantung ditemukan compliance ventrikel kiri

mengurang dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan.

E. DIAGNOSIS BANDING

Kardiomiopati restriktif sering kali sulit dibedakan dengan perikarditis

konstriktif, tetapi kedua penyakit ini harus dibedakan karena implikasinya

pada pengobatan. Salah satu cara yang paling baik adalah dengan

melakukan ekokardiografi transesofagus dengan mengevaluasi perubahan

aliran vena pulmonalis pada pernapasan.

F. PENGOBATAN

Pada kardiomiopati restriktif pengobatan dirasakan kurang efektif karena

selain sulit juga sangat tergantung dengan penyakit yang mendasarinya.

Obat‐obatan anti aritmia diberikan bila ada gangguan irama. Umumnya

aritmia dapat menyebabkan kematian mendadak.

Diagnosis banding lainnya :

1 . HIPERTENSI

1) Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

2) Epidemiologi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke

untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan

untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam

kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara

54

Page 55: Skenario IV :)

yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka

jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah.

Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara

berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di

perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini

didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan

penduduk saat ini.

3) Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan

pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus.

Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi

sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti

kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler

dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi

maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi

tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat

dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak

dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan

etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas

dan nutrisi.

Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

Klasifikasi

tekanan

darah

Tekanan darah

sistolik (mmHg)

Tekanan darah

diastolik (mmHg)

Normal >120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80-89

Hipertensi

tahap I

140 – 159 Atau 90-99

Hipertensi > 160 Atau >100

55

Page 56: Skenario IV :)

tahap II

4) Patofisiologi

5) Komplikasi

SistemOrgan

Komplikasi

Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal Jantung Kongestif

Angina Pectoris

Infark Miokard

Sistem Saraf Pusat Ensefalopati Hipertensif

Ginjal Gagal Ginjal Kronis

Mata Retinopati Hipertensif

Pembuluh Darah

Perifer

Penyakit Pembuluh Darah

Perifer

56

Page 57: Skenario IV :)

6) Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu

berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah

adalah <130/80 mmHg. Penurunan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler. Menghambat laju penyakit ginjal. Terapi dari hipertensi

terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan

dibawah ini.

1. Terapi Non Farmakologis

Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

a. Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh

terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat

badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

b. Meningkatkan aktifitas fisik.

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%

daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45

menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari

hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium.

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian

obat anti hipertensi oleh dokter.

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara

konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan

risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis

57

Page 58: Skenario IV :)

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC

VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis,

beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau

AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB).

2. GAGAL JANTUNG

1) Definisi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan

terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal

jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah

pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari

termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau

degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang

perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju

metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia

membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi

kebutuhan oksigen.

2) Etiologi

INTRINSIK SEKUNDER

Kardiomiopati

Infarkmiokard

Miokarditis

Penyakit jantung iskemik

Defek jantung bawaan

Perikarditis / tamponade jantung

Emboli paru

Anemia

Tirotoksikosis

Hipertensi sistemik

Kelebihan volume darah

Asidosis metabolik

Keracunan obat

Aritmia jantung

58

Page 59: Skenario IV :)

3) Epidemiologi

Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis

sebagai penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara

berkembang. Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia,

berkisar kurang dari l % pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada

usia 50-70 Tahun dan 10% pada usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal

jantung sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera

ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun

waktu 4 Tahun.

59

Page 60: Skenario IV :)

4) Manifestasi klinis

Gagal Jantung Kanan Gagal Jantung Kiri:

Pembesaran ventrikel kanan

Murmur

Edema perifer, terlokalisir

Peningkatan BB

Peningkatan HR

Asites

Distensi vena jugularis

Hepatomegali

Efusi pleura

Pembesaran ventrikel kiri

Pernafasan Cheyne-Stokes

Pulsus alternans

Peningkatan HR

Hipertropi ventrikel kiri

Pertukaran O2 buruk

Crackles

Bunyi jantung S3 dan S4

Gagal Jantung Akut

Edema Pulmoner

 

5) Pemeriksaan penunjang

60

Page 61: Skenario IV :)

• Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan

vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat

prekordial kedua paru, dan efusi pleura.

• EKG, untuk melihat penyakit yang mendasari seperti MI dan aritmia.

• Pemeriksaan lain : Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi

ginjal, dan fungsi tiroid dilakakukan atas indikasi.

6) Komplikasi

• Kerusakan atau kegagalan ginjal

Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya

dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal

dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.

• Masalah katup jantung

Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi

kerusakan pada katup jantung

• Kerusakan hati

Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan

terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkab jaringan

parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.

• Serangan Jantung dan Stroke

Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung

daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda

akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko

terkena serangan jantung atau stroke.

1. Prognosis

61

Page 62: Skenario IV :)

• Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/

minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia

jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase

vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi

medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan

segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada

golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.

• Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal

adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka

dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah.

• Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal

jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien

memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis

sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. Membuang

penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi

antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :

1) Glikosida jantung.

Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan

memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan : peningkatan

curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan

diuresisi dan mengurangi edema

2) Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.

Penggunaan harus hati – hati karena efek samping hiponatremia dan

hipokalemia.

3) Terapi vasodilator.

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan

terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki

pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan

pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

62

Page 63: Skenario IV :)

4) Diet

Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan

edema.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis utama.

Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan

struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk

memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.

a) Patofisiologi

Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan

fungsi miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium,

miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi

ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang

selanjutnya menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi

neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam

memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem simpatis menimbulkan

peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah jantung

dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System

(RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume

darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi

yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium

sehingga menyebabkan terjadinya remodeling yang progresif, dan pada

akhirnya dengan mekanisme kompensasipun jantung tidak dapat lagi

memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).

b) Gejala Klinis

Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel

akan membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat

memompa darah lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk

membantu meningkatkan kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan

semakin banyak suplai darah dan arteri koronaria yang menyebabkan jantung

63

Page 64: Skenario IV :)

juga akan berdenyut lebih cepat untuk memompa lebih sering lagi. Pada

keadaan ini, kadar hormon yang menstimulasi jantung akan meningkat.

c) Manifestasi klinis yang timbul menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan

jantung kongestif yaitu dispnu dan fatiq yang dapat menghambat toleransi

latihan dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema

perifer. Kedua abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional

dan kualitas hidup.

Klasifikasi fungsional gagal jantung NYHA (New YorkHeart Association)

Kelas I: Pasien dengan penyakit jantung. Tidak terdapat batasan dalammelakukan

aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari tidakmenimbulkan kelelahan, palpitasi,

sesak atau angina

Kelas II: Pasien dengan penyakit jantung. Terdapat batasan aktifitas ringan.Tidak

terdapat keluhan saat istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,

palpitasi, sesak atau angina

Kelas III: Pasien dengan penyakit jantung. Terdapat batasan aktifitasbermakna. Tidak

terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas fisikringan menyebabkan kelelahan,

palpitasi, sesak atau angina

Kelas IV: Pasien dengan penyakit jantung. Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa

keluhan. Terdapat gejala saat istirahat. Keluhanmeningkat saat melakukan aktifitas

d) Diagnosis

Kriteria Mayor :

1. Paroksismal nocturnal dispnu

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

64

Page 65: Skenario IV :)

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor :

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardia (>120 x/menit)

Kriteria mayor atau minor :

Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

e) Etiologi

1. Penyakit Jantung Koroner

2. Hipertensi

3. Kardiomiopati

4. Kelainan katup jantung

5. Aritmia

Gagal Jantung Kiri

Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu memompa darah

yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong

ke jaringan paru.

Manifestasi Klinis

1. Dispnu

2. Batuk

3. Mudah lelah

65

Page 66: Skenario IV :)

4. Takikardi

5. Bunyi S3

6. Kecemasan dan kegelisahan

Gagal Jantung Kanan

Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera

dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan

volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara

normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi Klinis

1. Edema ekstremitas bawah (edema dependen)

2. Pertambahan berat badan

3. Hepatomegali (pembesaran hepar)

4. Distensi vena jugularis (vena leher)

5. Asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal)

6. Anoreksia dan mual

7. Nokturia dan lemah

f) Penatalaksanaan Farmakologis

1. ACE inhibitor

2. Diuretik

3. Obatinotropik

4. Obat vasodilator

5. Antiarritmia

6. Beta adrenergikbloker

7. Restriksicairan

g) Penatalaksanaan Non Farmakologis

a) Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila

timbul keluhan

b) Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, rehabilitasi

66

Page 67: Skenario IV :)

c) Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air, dan kebiasaan alkohol

d) Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan

e) Hentikan kebiasaan merokok

f) Mengurangi berat badan

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari kasus.

Tatalaksana Gagal Jantung

Tujuan primer pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya

gagal jantung dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya

gagal jantung, terutama hipertensi dan atau penyakit arteri koroner. Namun jika

disfugsi miokard sudah terjadi, maka tujuan pertama adalah mengobati atau

menghilangkan penyebab dasar, misalnya iskemia, obat, alkohol, atau penyakit

tiroid.

Jika penyebab dasar tetap tidak dapat diatasi, maka pengobatan bertujuan

untuk memperlambat progresi remodelling miokard, yaitu perubahan struktur dan

fungsi jantung yang terjadi pada gagal jantung kronik. Sedangkan pada gagal

jantung akut adalah memperbaiki kualitas hidup pasien. Pengobatan gagal jantung

terdiri dari terapi nonfarmakologik dan terapi farmakologik. Terapi

nonfarmakologik antara lain sebagai berikut:

a. Diet

Diet yang tepat sangat diperlukan dalam pengibatan gagal jantung, terutama

pada pasien gagal jantung yang disertai dengan dislipidemia, diabetes, dan

obesitas. Asupan NaCl harus dikurangi menjadi 2-3 gr Na setiap harinya atau

kurang dari 2 gr perhari untuk gagal jantung sedang hingga berat. Restriksi

cairan menjadi 1,5 – 2 l perhari untuk gagal jantung berat.

b. Merokok harus dihentikan

c. Aktivitas fisik

Disarankan olahraga teratur, misalnya berjalan, dan bersepeda untuk pasien

gagal jantung yang stabil, yaitu NYHA kelas II-III dengan intensitas yang

nyaman bagi pasien.

67

Page 68: Skenario IV :)

d. Istirahat untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

e. Jika bepergian, hindari tempat-tempat tinggi dan tempat yang sangat panas

atau lembab, dan gunakan penerbangan pendek.

Terapi Farmakologik

1. ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor

Obat ini diindikasikan untuk:

Semua pasien gagal jantung sistolik, yaitu semua derajat keparahan,

termasuk yang asimtomatik.

Pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri menurun, yakni dengan

fraksi ejeksi di bawah normal (<40-45%), dengan atau tanpa gejala .

Pasien dengan gagal jantung tanpa retensi cairan, yang digunakan

sebagai terapi awal.

Pasien gagal jantung dengan retensi cairan yang dikombinasi dengan

diuretik.

Pasien tanpa gejala (asimtomatik) yang berfungsi menunda atau

mencegah gagal jantung, dan mengurangi risiko infark miokard dan

kematian mendadak.

Pada pasien infark miokard, pemberian ACE inhibitor dimulai

setelah fase akut infark miokard yang bertujuan untuk mengurangi mortalitas

dan infark ulang, serta hospitalisasi karena gagal jantung. Pada pasien gagal

jantung sedang dan berat dengan disfungsi sistolik ventrikel kiripemberian

ACE inhibitor berfungsi untuk mengurangi mortalitas, gejala-gejala gagal

jantung, meningkatkan kapasitas fungsional dan mengurangi hospitalisasi.

Efek samping ACE inhibitor adalah batuk, hipotensi, gangguan

fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angiodema. Pasien yang tidak dapat

mentoleransi obat ini karena batuk, maka dapat menggunakan alternatif lain

yang efektif, yaitu reseptor angiotensin tipe 1 bloker (AT1-blocker).

Kontraindikasi pemberian ACE inhibitor adalah untuk ibu hamil dan

menyusui, stenosis arteri ginjal bilateral atau angiodema pada pemberian

ACE inhibitor sebelumnya.ACE inhibitor harus selalu dimulai dengan dosis

68

Page 69: Skenario IV :)

rendah dan dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah dosis

pemeliharaan yang telah terbukti efektif untuk mengurangi mortalitas dan

hospitalisasi dalam uji klinik yang besar. Dosis awal dan dosis pemeliharaan

ACE inhibitor antara lain sebagai berikut:

Obat Dosis awal Dosis pemeliharaan

Kaptopril 6,25 mg tid 25-50 mg tid

Enalapril 2,5 mg od 10-20 mg bid

Lisinopril 2,5 mg od 5-20 mg od

Ramipril 1,25 mg od / bid 2,5-5 mg bid

Trandolapril 1 mg od 4 mg od

Kuinapril 2,5 mg od 5-10 mg bid

Fusinopril 5-10 mg od 20-40 mg od

Perindopril 2 mg od 4 mg od

Keterangan: od= sekali sehari; bid= 2x sehari; tid= 3x sehari

Prosedur pengobatan ACE inhibitor atau AT1-bloker untuk memulainya:

a. Jika pasien telah menggunaka diuretik, turunkan dosis atau hentikan

selama 24 jam.

b. Dimulai pada petang hari, sewaktu berbaring untuk menghindari

terjadinya hipotensi.

c. Dimulai dengan dosis rendah, dosis target biasanya dengan peningkatan

2x lipat setiap kalinya.

d. Jika fungsi ginjal memburuk, maka hentikan pemberiannya.

e. Diuretik hemat kalium harus dihindari selama awal terapi.

f. Hindari penggunaan AINS dan coxib.

g. Kadar K+, tekanan darah, dan fungsi ginjal harus diperiksa 1-2 minggu

setelah pengobatan dimulai dan tiaap peningkatan dosis, pada 3 bulan,

dan tiap 6 bulan.

2. Antagonis Angiotensin II (AT1-bloker)

69

Page 70: Skenario IV :)

Obat ini tidak memiliki kontraindikasi, hanya memiliki efek

samping angiodema. Indikasinya yaitu ditujukan untuk pasien dengan

disfungsi sistolik ventrikel kiri, sebagai alternatif ACE inhibitor, yaitu pada

pasien dengan intolerance batuk. Selain itu, AT1-bloker juga digunakan untuk

infark miokard akut dan kombinasi dengan ACE inhibitor pada pasien

asimtomatik. Prosedurnya sama dengan ACE inhibitor. Dosisnya antara lain

sebagai berikut:

Obat Dosis awal Dosis maksimal

Kandesartan 4-8 mg od 32 mg od

Losartan 25-50 mg od 50-100 mg od

Valsartan 20-40 mg bid 160 mg bid

3. Diuretik

Merupakan obat utama untuk gagal jantung akut yang selalu

disertai overload cairan dengan manifestasi kongesti paru atau edema perifer.

Diuretik berfungsi untuk meghilangkan sesak napas, meningkatkan

kemampuan melakukan aktivitas fisik, menurunkan volume CES, venous

return, dan preload yang bertujuan menghilangkan edema, namun tidak

menurunkan curah jantung (cardiac output). Diuretik diberikan sampai

keadaan euvolemia dan mempertahankannya.

Diuretik yang sering digunakan yaitu furosemid, dengan dosis awal

40 mg od/bid dan ditingkatkan hingga dieroleh diuresis yang cukup. Dosis

awal yang lebih tinggi meungkin diperlukan pada gagal jantung lanjut atau

yang disertai dengan gagal ginjal. Elektrolit serum dan fungsi ginjal harus

dimonitor pada insufisiensi ginjal atau yang memerlukan diuresis cepat.

Setelah euvolemia tercapai, dosis diuretik harus diturunkan sampai

dosis minimal yang diperlukan untuk mempertahankan euvolemia. Jika

pasien mengalami hipokalemia, maka diberi suplementasi kalium atau

penambahan diuretik hemat kalium. Penggunaan diuretik tidak menurunkan

mortalitas pada gagal jantung, kecuali spironolakton, maka penggunaannya

harus dikombinasi dengan ACE inhibitor.

70

Page 71: Skenario IV :)

Kontraindikasi pemberian diuretik adalah pada gagl jantung

asistomatik, dan gagal jantung yang tanpa overload cairan, karena akan

menurunkan curah jantung (cardiac output) yang menyebabkan aktivasi

neurohormonal yang dapat meningkatkan progresivitas gagal jantung.

Diuretik tiazid selalu dalam kombinasi dengan diuretik kuat yang memiliki

sifat sinergis. Penggunaan tiazid pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus

(LFG) < 30 ml/menit tidak efektif, sehingga tidak digunakan, kecuali jika

dikombinasi dengan diuretik kuat.

Diuretik hemat kalium, seperti triamteron, dan amilorid merupakan

diuretik yang lemah. Fungsi diuretik kelompok ini adalah mengurangi

pengeluaran kalium atau magnesium untuk ginjal dan/atau memperbesar

respon diuresis obat lain. Diuretik hemat kalium hanya digunakan saat

hipokalemia menetap setelah pemberian ACE inhibitor dan diuretik.

Pemberian diuretik hemat kalium dimulai dengan dosis rendah selama 1

minggu, ukur kadar kalium dan kreatinin serum setelah 5-7 hari. titrasi dosis

dan ukur lagi tiap 5-7 hari sampai kadar kalium stabil, selanjutnya tiap 3-6

bulan. Dosis diuretik antara lain sebagai berikut:

Obat Dosis awal Dosis

maks/ hari

Lama

kerja

Efek samping utama

Diuretik

kuat

Furosemid

Bumetanid

Torasemid

20-40 mg

od/bid

0,5-1 mg

od/bid

10-20 mg od

600 mg

10 mg

200 mg

6-8 jam

4-6 jam

12-16 jam

Hipokalemia,

hipomagnesemia,

hiponatremia

Hiperurikemia,

intoleransi glukosa

Gangguan asam basa

Tiazid/

diuretik

lemah

HCT 25 ng od/bid 200 mg 12-16 jam Hipokalemia,

71

Page 72: Skenario IV :)

Klortalidon

indapamid

12,5-25 mg

od

2,5 mg od

100 mg

5 mg

24-72 jam

36 jam

hipomagnesemia,

hiponatremia

Gangguan asam basa

Diuretik

hemat K

Amilorid

Triamteren

2,5 mg od

25 mg bid

20 mg

100 mg

24 jam

7-9 jam

Hiperkalemia, rash

Hiperkalemia, rash

4. Antagonis aldosteron

Pada gagal jantung, terjadi peningkatan kadar aldosteron sekitar 20

kali kadar normal. Kerjanya menyebabkan retensi natrium dan air yang

menyebabkan ekresi kalium dan magnesium, edema, dan peningkatan

preload. Berfungsi mencegah remodelling dan disfungsi ventrikel. Beberapa

antagonis aldosteron adalah spironolakton eplerenon.

Penggunaan antagonis aldosteron spironolakton ditujukan untuk

ditambahkan pada pemberian ACE inhibitor dan diuretik kuat pada gagal

jantung lanjut (NYHA kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik (fraksi ejeksi ≤

35%). Sedangkan eplerenon ditambahkan pada pengguanaan ACE inhibitor

dan β-bloker pada gagal jantung setelah infark miokard dengan disfungsi

sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi ≤ 40%) dan tanda-tanda gagal jantung atau

diabetes.

Dalam pemberian antagonis aldosteron, harus diperiksa terlebih

dahulu kadar kalium serum (harus ≤ 5,0 mmol/L) dan kreatinin (harus ≤ 2-2,5

mg/dl) atau klirens kreatinin > 30 ml/menit sebelum pemberian obat. Dosis

awal harus dengan dosis rendah. Dosis obatnya antara lain sebagai berikut:

Obat Dosis awal Dosis peningkatan

Spironolakton 12,5 mg/hari 25 mg

Eplerenon 25 mg/hari 50 mg

72

Page 73: Skenario IV :)

Kontraindikasi pemberian antaginis aldosteron jika diberikan

bersama OAINS dan coxib. Risiko hiperkalemia tinggi jika dikombinasi

dengan ACE inhibitor (captopril ≥ 75 mg/hari, enalapril atau lisinopril ≥ 10

mg/hari). kadar K dan fungsi ginjal harus dimonitor ketat dengan memeriksa

dalam 3 hari dan 1 minggu setelah awal terapi dan minimal 1 bulan sekali

selama 3 bulan pertama. Jika kadar kalium 5,0-5,5 mmol/L, turunkan dosis

50%, hentikan obat jika kadar kalium > 5,5 mmol/L. Dalam 1 bulan, jika

gejala belum membaik dan kadar kalium normal, maka tingkatkan dosisnya,

dilanjutkan periksa kadar kalium dan kratinin setelah 1 minggu. Jika terdapat

diare atau penyebab dehidrasi lain, maka harus ditangani terlebih dahulu

penyebabnya.

73

Page 74: Skenario IV :)

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tutorial skenario 4 ini, diketahui bahwa mbah painem berusia 67

tahun mengalami sesak napas disertai batuk berdahak, mbah painem juga sering

susah tidur dan kadang merasakan dadanya berdebar debar. Dari pembahasan

dapat diketahui bahwa dahak yang dikeluarkan mbah painem berwarna merah

muda merupakan tanda adanya penyakit paru yaitu edema paru.

Edema paru merupakan sebuah komplikasi dari adanya penyakit gagal jantung

kongestif, hal ini disebabkan tekanan aliran pembuluh vena yang masuk ke

jantung meningkat, sehingga terjadi rembesan cairan serosa yang memenuhi paru

paru, hal ini yang menyebabkan mbah painem sulit tidur dan berdebar debar.

Pada pemeriksaan lebih lanjut, mabah painem mengalami hipertensi yaitu TD

190/100 x/amenit, hal ini disebabkan karena tubuh berkompensasi untuk

mengambalikan homeostatis dengan mengeluarkan mekanisme renin angiotensin

sistem sehingga mbah painem juga sedikit buang air kecil. Pada pemeriksaan fisik

di dapatkan adanya letak jantung yang abnormal, yaitu terdapat pergeseran pada

batas jantung yang merupakan pertanda adanya hipertrofi pada jantung. Hal ini

disebabkan karena adanya mekanisme pemompaan yang terlalu berlebihan

sehingga menyebabkan adanya penebalan pada otot jantung, hal ini diperkuat

pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan adanya hipertrofi pada jantung kiri.

Pada skenario ini didapatkan diagnosis utamanya yaitu gagal jantung kongestif

kiri, ditambah terdapat peningkatan pada ureum serum dan kreatinin serum yang

menandakan adanya kerusakan pada ginjal akibat adanya penyakit utama yaitu

gagal jantung. Pada penatalaksanaanya pemberian obat diuretik, kalsium channel

blocker dan obat anti gagal jantung lainnya sangat diperlukan.

B. SARAN

- Mahasiswa di haruskan untuk selalu aktif dalam melakukan sesi tutorial

dengan saling menjaga ketertiban

74

Page 75: Skenario IV :)

- Mahasiswa di harapkan bisa mengutarakan pendapat dengan menggunakan

bahasa sendiri sesuai dengan sumber yang relevan

- Mahasiswa mampu menjawab semua learning objective yang ada sehingga

terdapat pemerataan dalam pemahaman pada sesi tutorial

75

Page 76: Skenario IV :)

DAFTAR PUSTAKA

Brashers, Valentine L. 2007.Aplikasi Klinis Patofisiologi edisi 2. Jakarta: EGC

Dharma S, Siswanto BB.2008 Buku panduan kursus EKG 20th weekend course

on cardiology. Jakarta: Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI.

Dorland, Newman. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 28. Jakarta:

EGC

Gray, Houn H, dkk. 2005. Kardiolgi edisi 4. Jakarta: Erlangga

Gray, Huon. 2005. Lecture Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Gray, Huoon.2002. Lecture Notes On Cardiology. Jakarta : Erlangga

Guyton and hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta : EGC

Herman, Rahmatina B. Prof. Dr.PhD., AIF. 2012.Buku Ajar Fisiologi Jantung.

Jakarta: EGC

Lauralee, Sherwood. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

Lumbantobing. 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: FK UI

Lyli I.Rilianto. 2013. Penyakit Kardiovaskular: 5 rahasia. Jakarta. FKUI

Mansjoer, Arif.1999.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:EGC

Martini, Frederic H. Judi L. Nath. And Edwin F. Bartholomew. 2012.

Fundamentals of Anatomy & Physiology. San Francisco: Pearson

Education

Price & Wilson.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:

EGC.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC

76

Page 77: Skenario IV :)

Rilantomo, Lily I. 2013. Penyakit Kardiovaskuler (PKV). Jakarta. FKUI

Rilianto, Lili Ismudati, 2013, Buku Ajar Kardiovaskuler, Jakarta: EGC

The Seventh Report Of The Joint National Committee On Prevention, Detection,

Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7), 2003.

Tjokronegoro, Arjatmo.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Tortora, G.J & Derrickson, B.H., 2009.Principles of Anatomy and Physiology.12th

ed. Vol 1. John Wiley & Sons, Inc. Danvers

77