Upload
oktavia-candra-utami
View
274
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
Skenario 1 : Obesitas
Ibu nur, 40 tahun, dengan berat badan 80 kg datang bersama anaknya ke
klinik dokter keluarga. Bu Nur mengeluh anaknya yang paling kecil (anak ke 2)
sangat gemuk. Usianya baru 8 tahun dengan tinggi 1 m tetapi berat badannya
mencapai 43 kg. ia mengkhawatirkan keadaan anaknya apakah hanya overweight
atau obeis. Anak ke 1 umur 11 tahun berat badan 55 kg. Bu Nur seorang wanita
pengusaha sukses yang memilki restaurant fastfood ternama. Suaminya salah satu
direksi di perusahaan garment export – import. Sejak kecil anak – anaknya
dibawah asuhan babby sitter, meski tetap dalam pengawasannya.
Pertemuan ke-1 (13 November 2012)
STEP 1 KATA- KATA SULIT
1. Overweight : “kelebihan berat badan” dimana ukuran tubuh dapat
bertambah tanpa penambahan akumulasi lemak tubuh tetapi dengan
bertambahnya massa tubuh tanpa lemak.
2. Obesitas : akumulasi jaringan lemak di bawah kulit yang berlebihan
dan terdapat di seluruh tubuh
3. Fastfood : makan siap saji yang dikonsumsi secara instan dengan
ciri, kandungan kalori tidak seimbang; rendah serta; tinggi kandungan
garam, lemak, gula; pemicu obesitas pada anak dan dewasa.
STEP 2 MENENTUKAN MASALAH
1. Berdasarkan tinggi badan anak ke 2, apakah berat badan anak ke 2 normal
atau tidak ?
2. Apakah ada hubungan pekerjaan orang tua dengan yang dialami anak
tersebut?
3. Apa perencanaan awal penanganan obesitas pada anak?
4. Komplikasi apa yang mungkin terjadi pada anak?
STEP 3 PEMBAHASAN MASALAH
1. Perhitungan berat badan anak
Perhitungan berat ideal konvensional
a. Berat badan ideal (BBI) bayi (anak 0 – 12 tahun
i. BBI = (umur (bulan) / 2 ) + 4
b. Berat untuk anak (1 – 10 tahun)
BBI = (umur (tahun) x 2 ) + 8
c. Remaja dan dewasa wanita
BBI = (TB – 100) – (TB – 100) x 10% , atau
BBI = (TB – 100) x 90%
d. Remaja dan dewasa pria
BBI = TB – 100
Pada kasus
Anak ke 2 → BBI = (umur (tahun) x 2) + 8
= (8 x 2) + 8
= 24 Kg (ideal)
Berdasarkan perhitungan dengan indeks masa tubuh (IMT)
a. IMT / BMI = BB / TB2 (in meters)
b. Kategori
i. BB kurang < 18,5
ii. BB normal 18,5 – 25
iii. Overweight 25 – 29,9
iv. Obesitas kelas I 30,0 – 34,9
v. Obesitas kelas II 35, 0 – 39,9
vi. Obesitas extrem kelas III ≥ 40
c. Pada anak diteruskan dengan mencocokkan pada tabel CDC BMI,
berdasarkan umur dan jenis kelamin
d. Intepretasi
e. Pada kasus
Anak kedua → BB = 43 Kg, TB = 1 m
IMT / BMI = BB / TB2 (in meters)
= 43 / 12
= 43
Setelah itu di cocokkan ke dalam grafik CDC BMI.
Pada kasus ini anak tersebut masuk ke kategori Severe Obesity
dengan nilai > 99th percentile
Pengukuran dengan menggunakan Z score
a. Rumus z score
i. Bila “NILAI RIEL” hasil pengukuran ≥ “NILAI MEDIAN”
BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya
= NILAI RIEL – NILAI MEDIAN
SD UPPER
ii. Bila “NILAI RIEL” hasil pengukuran < “NILAI MEDIAN”
BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya
= NILAI RIEL – NILAI MEDIAN
SD LOWER
b. Pada kasus
iii. Anak kedua BB = 43Kg, TB = 1 m, BMI = 43, umur = 8
tahun = 96 bulan
Z score = NILAI RIEL(berat badan) – NILAI
MEDIAN
SD UPPER
= 43 – 24,8
5,40
= 18,2
5,40
= 3,37 (bila anak perempuan)
Z score = NILAI RIEL(berat badan) – NILAI
MEDIAN
SD UPPER
= 43 – 25,3
4,70
= 17,7
4,70
= 3, 77 (bila anak laki – laki)
iv. Intepretasi pada kasus
Pada kasus ini anak tersebut masuk ke kategori Burat
badan lebih (gizi lebih) dengan nilai > + 2 SD
2. Ada, karena factor social ekonomi orang tua merupakan salah satu
penyebab obesitas pada anak karena perubahan pengetahuan, sikap,
perilaku hidup, gaya hidup dan pola makan, serta faktor peningkatan
pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis
makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh, dalam kehidupan
keluarga di perkotaan dewasa ini ditemukan ibu-ibu yang cenderung
berperan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai
wanita karier atau wanita pekerja. Kondisi ini berpengaruh pada pola
makan dan jenis makanan yang dikonsumsi anggota keluarga. Frekuensi
makan di luar rumah cenderung meningkat, terutama dilakukan oleh anak-
anak usia sekolah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi
pilihan para orangtua maupun anak adalah jenis fast food atau junk food.
3. Penanganan awal
Memberikan motivasi penderita tentang perlunya menguruskan
tubuh
Menganjurkan untuk diet dan olahraga teratur
Membimbing pengaturan makanan yang sesuai dengan
pertumbuhan
Memperbaiki faktor penyebab baik organis ataupun psikologis
4. Komplikasi obesitas
Aterosklerosis
Tekanan darah meningkat
Kolesterol meningkat
Trigliserid serum meningkat
Diabetes mellitus
Hiperinsulinisme
Sindrom pickwickian (hipoksemia, sianosis, polisitemia,
pembesarran jantung, gagal jantung kongestif, somnolen) dimana
ada disstres kardiorespirasi berat.
STEP 4 SKEMA
STEP 5 SASARAN BELAJAR
1. Menjelaskan obesitas tentang:
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Anamnesis :
Identitas : ibu nur 40 th, wanita sukses fast food, suami direksi germen expor-import
Keluhan utama : kedua anak gemuk
Sejak kecil anak diasuh baby sister
datang keklinik
DD : obesitas
overweight
Pmx fisik :
- Anak 11 th BB 55kg
- Anak 8 th BB 43kg, tinggi 1m
Wanita usia 40 th
Komplikasi
Penatalaksanaan
Pencegahan
Komplikasi
2. Menjelaskan KB yang dilakukan untuk pasien obesitas
STEP 6 BELAJAR MANDIRI
Pertemuan ke-2 (20 November 2012
STEP 7 PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR
OBESITAS
Etiologi
Masukan energy yang melebihi kebutuhan
a. Pada bayi
Bayi yang minum susu botol yang selalu dipaksakan oleh
ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis
Kebiasaan untuk memberikan minuman/ makanan setiap
kali anak menangis.
Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang
terlalu dini.
Jenis susu yang diberikan osmolaritasnya tinggi (terlalu
kental, terlalu manis, kalorinya tinggi), sehingga bayi selalu
haus/ minta minum.
Obesitas pada bayi umur satu tahun pertama, sebagian
berhubungan dengan berat badan lahirnya dan cara pemberian
makannya. Tetapi sebagian besar obesitas pada usia 6- 12 bulan
masih sulit diterangkan penyebabnya.
Factor- factor dibawah ini mempengaruhi terjadinya bayiberat
badan lahir yang lebih tinggi dari biasanya, yaitu:
Factor keturunan
Ibu yang obesitas
Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil yang
berlebihan
Ibu diabetes/ pradiabetes
b. Gangguan emosional
Biasanya pada anak yang lebih besar, dimana baginya makanan
merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam
memperoleh kasih saying.
c. Gaya hidup masa kini
Kecenderungan anak- anak sekarang suka makanan “fast food”
yang berkalorit inggi.
Penggunaan kalori yang kurang
Berkurangnya pemakaian energy dapat terjadi pada anak yang kurang
aktifitas fisiknya, seharian nonton TV, dll.lebih- lebih kalau nonton sambil
tidak berhenti makan, maka kecenderungan menjadi obes akan lebih besar.
Sosial-ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup dan pola
makan, serta faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi
perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi.
Sebagai contoh, dalam kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini
ditemukan ibu-ibu yang cenderung berperan ganda yaitu sebagai ibu
rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita karier atau wanita pekerja.
Kondisi ini berpengaruh pada pola makan dan jenis makanan yang
dikonsumsi anggota keluarga. Frekuensi makan di luar rumah cenderung
meningkat, terutama dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Makanan
jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan para orangtua maupun
anak adalah jenis fast food atau junk food.
Hormonal
Kelenjar pituitary dan fungsi hipotalamus.
Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi hipotalamus yang
abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang berlebihan)
karena gangguan pada pusat kenyang di otak.
Untuk terjadinya obesitas tidak hanya tergantung dari berbagai
macam penyebab yang telah disebutkan diatas, tetapi dipengaruhi juga
oleh factor- factor predissposisi lainnya, misalnya:
Herediter
Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat=
bayi yang gemuk.
Meningkatnya keadaan sosoal ekonomi seseorang.
Patofisiologi
Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat
disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat
nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya
kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%).
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu :
1. Pengendalian rasa lapar dan kenyang
2. Mempengaruhi laju pengeluaran energi
3. Regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam penyimpanan energi.
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-
sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal
aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal
tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan
pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal,
yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam
peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived
hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin
dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center
di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY),
sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila
kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa
berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus
yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar
penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin
tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.
Manifesasi klinis
TIMBUNAN LEMAK
(OBESITAS)
ADENOPEKTIN MENGAKTIFKAN
SENSITIFITAS INSULIN BERLEBIH
PENINGKATAN LEPTIN YANG
BERLEBIH
Jaringan adipose Leptin,adenopektin, Risistin, Insulin, dll
IN TAKE DAN OUTPUT TIDAK SEIMBANG
LEMAK DISIMPAN DALAM BENTUK
JARINGAN ADIPOSA
MAKANAN FAST FOOD
(LEMAK TINGGI)
RESISTENSI INSULIN
RESISTENSI LEPTIN
GAGAL UNTUK MENEKAN NAFSU
MAKAN
GANGGUAN SIRKULASI LEPTIN
MENUJU HIPOTALAMUS
KEGAGALAN LIPOLISIS
INSULIN BEREDAR DI DALAM DARAH
Bentuk muka anak yang obesitas tidak proporsional, hidung, dan mulut
relative kecil, dagu ganda.
Terdapt timbunan lemak pada daerah payudara, dimana pada anak laki-
laki sering merasa malu karena payudara seolah- olah tumbuh.
Perut menggantung dan sering disertai strie.
Alat kelamin pada anak laki- laki seolah- olah kecil, karena adanya
timbunan lemak pada daerah pangkal paha.
Paha dan lengan atas besr, jari- jari tangan relative kecil dan runcing.
Anak lebih cepat mencapai masa pubertas.
Kematangan seksual lebih cepat, pertumbuhan payudara, menarke,
pertumbuhan rambut kelamin dan ketiak jugalebih cepat.
Komplikasi
Terhadap Kesehatan
Terdapat korelasi positif antara tingkat obesitas dengan berbagai penyakit
infeksi kecuali TB. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi tersebut
dikaitkan dengan menurunnya respon imunologik sel T dan aktifitas sel
PMN.
Saluran Pernafasan
Pada bayi,obesitas merupakan resiko terjadinya infeksi saluran pernafasan
bagian bawah karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Adanya hipotrofi
tonsil dan adenoid akan mengakibatkan obstruksi saluran nafas bagian
atas,sehingga mengakibatkan anoksia dan saturasi oksigen rendah, yang
disebut sindrom Chubby Puffer.
Kulit
Kulit sering lecet karena gesekan. Anak merasa gerah atau panas,sering
disertai miliaria,maupun jamur pada lipatan-lipatan kulit.
Ortopedi
Anak yang obesitas pergerakannya lambat.
Efek fisiologis
Kurang percaya diri.
Penatalaksanaan
Bagi anak
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas dan
dampak yang terjadi. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi
asupan energi serta meningkatkan keluaran energi. Caranya dengan
pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, merubah pola hidup (modifikasi
perilaku), dan yang terpenting adalah keterlibatan keluarga dalam proses
terapi. Selain terapi konvensional seperti yang dijelaskan terdahulu, dikenal
juga istilah terapi intensif yang diindikasikan pada morbid obesitas sebagai
tambahan tatalaksana di atas.
Komponen Komentar
Menetapkan target penurunan
berat badan
Mula-mula 2,5 sampai 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2 kg
per bulan.
Pengaturan diet Nasehat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari dan
anjuran komposisi lemak, protein dan karbohidrat.
Aktifitas fisik Awalnya disesuaikan tingkat kebugaran anak dengan tujuan
akhir 20-30 menit per hari diluar aktifitas fisik di sekolah
Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan
rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktifitas fisik,
perubahan perilaku, penghargaan dan hukuman
Keterlibatan keluarga Analisis ulang aktifitas keluarga, pola menonton televisi;
melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi.
a. Pengaturan diet
Mengingat anak masih bertumbuh dan berkembang maka prinsip
pengaturan diet pada anak gemuk adalah diet seimbang sesuai dengan
RDA. Cara yang dilakukan adalah dengan intervensi diet. Pada anak sulit
melakukan hal ini, karena anak tidak mau mengerti mengapa makanannya
harus dikurangi atau dibatasi, atau mengapa makanan yang dulu boleh
sekarang dilarang. Pengaturan makan yang baik diperlukan untuk
mengurangi kendala tersebut dan peran seorang ahli gizi sangat penting.
Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi anak untuk
ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat badan ideal
yang disesuaikan dengan umur dan tinggi badannya. Kemudian membuat
kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang
dikehendaki.
Satu contoh cara pengaturan diet untuk anak yaitu ‘the traffic light diet’.
Pada program ini terdapat green food yaitu makanan rendah kalori dan
lemak yang boleh dikonsumsi bebas, yellow food artinya makanan rendah
lemak namun dengan kandungan kalori sedang yang boleh dimakan
namun terbatas, dan red food yaitu mengandung lemak dan kalori kadar
tinggi agar tidak dimakan atau hanya sekali dalam seminggu. Dalam
pengaturan kalori perlu diperhatikan tentang:
Kalori yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. Penurunan berat badan
ditargetkan sampai mencapai kira-kira 10% di atas berat badan ideal
atau cukup dipertahankan agar tidak bertambah, karena pertumbuhan
linier masih berlangsung.
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan
protein cukup untuk tumbuh kembang normal (15-20%). Bentuk dan
jenis makanan harus dapat diterima anak, serta tidak dipaksa
mengkonsumsi makanan yang tidak disukai.
Diet tinggi serat dapat membantu pengaturan berat badan melalui jalur
intrinsik, hormonal dan colonic. Ketiga mekanisme tersebut selain
menurunkan asupan makanan akibat efek serat yang cepat
mengenyangkan (meskipun kandungan energinya rendah) serta
mengurangi rasa lapar, juga meningkatkan oksidasi lemak sehingga
mengurangi jumlah lemak yang disimpan. Pada anak di atas 2 tahun
dianjurkan pemberian serat dengan rumus (umur dalam tahun + 5) g
per hari.
b. Pengaturan aktifitas fisik.
Cara yang dilakukan adalah melakukan latihan dan meningkatkan
aktifitas harian. Aktifitas fisik mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap penggunaan energi. Dikatakan juga bahwa peningkatan aktifitas
pada anak gemuk bisa menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju
metabolisme. Latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan
pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih
besar dibandingkan hanya dengan diet saja.
Latihan fisik yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Pada umur 6-12
tahun atau usia sekolah lebih tepat untuk memulai dengan ketrampilan otot
seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepakbola, basket.
Mulai usia 10 tahun anak mulai menyukai olahraga dalam bentuk
kelompok. Perbedaan antara anak perempuan dan lelaki lebih jelas.
Aktifitas sehari-hari dioptimalkan, misalnya berjalan kaki atau
bersepeda kesekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun
tangga, mengurangi lama menonton televisi atau bermain games
komputer, menganjurkan bermain di luar rumah. Dianjurkan melakukan
aktifitas fisik sedang selama 20-30 menit setiap hari.
c. Modifikasi perilaku.
Tata laksana diet dan latihan fisik merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan, dan menjadi perhatian paling besar bagi ahli fisiologi
untuk mendapatkan bagaimana memperoleh perubahan makan dan
aktifitas perilakunya. Karena prioritas utama adalah perubahan perilaku
maka perlu menghadirkan peran orangtua sebagai komponen intervensi.
Beberapa cara pengubahan perilaku tersebut diantaranya adalah:
Pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan, dan
aktifitas fisik, serta mencatat perkembangannya.
Kontrol terhadap rangsangan/stimulus, misalnya pada saat
menonton televisi dicegah untuk tidak makan karena menonton
televisi dapat menjadi pencetus makan. Orangtua diharapkan dapat
meniadakan sedapatnya semua stimulus disekitar anak yang dapat
merangsang keinginan untuk makan
Mengubah perilaku makan, misalnya pasien yang makannya cepat
dianjurkan untuk lebih lambat, belajar mengontrol porsi dan jenis
makanan yang dikonsumsi, mengurangi makanan camilan.
Penghargaan dan hukuman, yaitu orangtua dianjurkan untuk
memberikan dorongan, pujian terhadap keberhasilan atau perilaku
sehat yang diperlihatkan anaknya. Misalnya memakan makanan
menu baru yang sesuai dengan program gizi yang diberikan, berat
badan turun, mau melakukan olahraga.
Pengendalian diri, misalnya dapat mengatasi masalah apabila
menghadapi rencana bepergian atau pertemuan sosial yang
memberikan risiko untuk makan terlalu banyak, yaitu dengan
memilih makanan yang berkalori rendah atau mengimbanginya
dengan melakukan latihan tambahan untuk membakar energi.
d. Peran serta orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru
Peran orangtua dalam mengobati anak telah terbukti efektif dalam
penurunan berat badan atau keberhasilan pengobatan. Orangtua
menyediakan nutrisi yang seimbang, rendah lemak dan sesuai dengan
petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga ikut berpartisipasi dalam program
diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung
keberhasilan anak. Dengan kata lain mereka merupakan bagian dari
keseluruhan program komprehensif tersebut. Guru dan teman sekolah juga
diharapkan ikut mendukung tata laksana obesitas, misalnya memberikan
pujian bila anak yang gemuk berhasil mengikuti program diet atau
menurunkan berat badannya, sebaliknya tidak mengejek anak gemuk.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu
strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada
semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada
kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas . Anak-anak yang berisiko
menjadi obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orang
tuanya obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak
masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain mempromosikan pemberian
ASI ekslusif sampai usia 6 bulan terutama pada bayi yang secara genetik
rentan untuk menjadi obesitas. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
pemberian ASI jangka panjang serta menunda pemberian makanan
pendamping ASI dapat membantu menurunkan prevalensi obesitas. Moran
(1999) menganjurkan orang tua untuk menerapkan serta mengajarkan pola
diet serta aktifitas yang sehat kepada anak-anaknya sebagai berikut.
Hargai selera makan anak: jangan memaksa anak untuk menghabiskan
setiap porsi makanan
Bila mungkin hindari mengkonsumsi makanan siap saji atau makanan
yang manis
Batasi jumlah makanan berkalori tinggi yang disimpan di rumah.
Sajikan menu sehat dengan komposisi lemak lebih rendah dari 30% kalori
total.
Sajikan sejumlah serat dalam makanan anak.
Jangan menyajikan makan sebagai penenang atau hadiah.
Jangan mengiming-imingi permen sebagai hadiah menghabiskan
makanan.
Batasi waktu menonton televisi.
Dorong agar anak aktif bermain
Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan-jalan, bermain bola,
dan kegiatan di luar rumah lainnya.
Edukasi
Perhatian orang tua yang cukup pada anak-anaknya
Memberi contoh yang baik kepada anak dalam bergaya hidup sehat,
memulai melakukan gaya hidup sehat dan menunjukkan sisi positif yang
terjadiSerta bersabar dalam memantau pertumbuhan anak.
Harus menyadari, tekanan yang terlalu besar pada kebiasaan makan dan
BB anak dapat memberi efek terbalik.
Tenaga kesehatan harus memberikan edukasi kepada orang tua yang
mengalami obesitas tentang risiko obesitas pada anak-anaknya. Bayi yang disusui
ASI lebih kecil kemungkinannya untuk menjadi obesitas pada saat dewasa
daripada bayi yang disusui botol, dan hal ini juga harus dikomunikasikan kepada
keluarga.
KB
IUD (Intra Uterine Device)
IUD adalah alat kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) berbentuk T
terbuat dari plastik yang lentur yang akan menghalangi sperma bertemu sel
telur sehingga kehamilan tidak akan terjadi. Pada ujung bagian bawahnya
terdapat tali yang dimasukkan dalam rahim. Fungsi tali ini adalah untuk
mengecek apakah IUD masih terpasang dengan tepat dan baik.
Pemasangan KB IUD ini pun tidak terlalu lama, bisa dilakukan dengan
rawat jalan dan sesekali mengontrolnya ke dokter.
Jenis-jenis IUD
1. IUD non hormonal : IUD dengan tembaga (copper) melepaskan
partikel tembaga untuk mencegah kehamilan.
2. IUD hormonal (dikenal dengan IUS = Intrauterine System). IUS
melepaskan hormon progestin.
1. Jenis IUD non hormonal :
o Copper-T
IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene di mana
pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan
kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti
pembuahan) yang cukup baik. IUD bentuk T yang baru. IUD ini
melepaskan lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah
selama minimal lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan
efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini
adalah tambahan terjadinya efek samping hormonal dan
amenorhea.
o Copper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter
batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga
(Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama
seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T.
o Multi Load
IUD ini terbuat dari dari plastik (polyethelene) dengan dua
tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya
dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat
tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk
menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar,
small (kecil), dan mini.
Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat
reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi
Suatu IUD yang baik harus memenuhi syarat
1. Mudah dimasukkan, harus innert.
2. Tetap berada di tempat ( tidak mudah keluar).
3. Mempunyai pregnancy rate rendah.
4. Mudah dikeluarkan.
Efek biologis dari IUD ada tiga, yaitu :
1. Efek anti fertilitas
Bahwa IUD mempunyai efek anti fertilitas sudah diketahui
pada banyak species vertebrata (manusia, monyet, kelinci, kuda,
sapi, babi, ayam, tikus, dll), namun sampai sekarang belum dapat
dipastikan mekanisme dasar yang umum dari efek anti fertilitasnya
untuk semua species. Dengan kata lain reaksinya tidak sama untuk
semua species. Ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan-
perbedaan pada species tersebut dalam hal anatomi dan sebagian
lagi oleh karena adanya variasi dalam ukuran, bentuk dan
komposisi dari IUD yang dipakai.
Pada beberapa spicies hanya uterus dan tuba yang dipengaruhi,
sedangkan pada specie-species lain dalam batas-batas tertentu
fungsi ovarium adenohypophyse dan/atau neurohypophyse dapat
dipengaruhi secara tidak langsung oleh adanya suatu IUD.
Sampai sekarang belum ada laporan yang membenarkan
adanya efek tidak langsung dari IUD terhadap organ-organ lain.
2. Efek sistemik
Boleh dikata tidak ada kenyataan yang menyokong adanya
efek sistemik, kecuali bahwa IUD menyebabkan naiknya atau
bertambah lamanya sekresi dari oxytocin pada seorang wanita post
partum.
Jika efek ini ada (menurut laporan WHO) maka ini mempunyai
dasar neurogenik, oleh karena pengaruh uterus terhadap pusat-
pusat hypothalamo-hypophyse.
3. Efek pada alat pelvis
a. Ovarium
Tidak ada hal-hal yang menyokong adanya hubungan
langsung antara efek anti fertilitas dari IUD dengan fungsi
ovarium.
b. Tuba
Pada percobaan dari Mastroianni cs, hanya perlu
ditekankan bahwa adanya suatu IUD tidak menyebabkan
perubahan yang jelas dalam hal kecepatan transport di tuba
pada monyet rhesus yang berovulasi secara normal.
c. Uterus
Diduga IUD mempunyai efek toxis secara langsung
baik terhadap sperma maupun terhadap blastocyst pada daerah
dimana IUD berkontak langsung dengan endometrium. Pada
daerah ini biasanya hanya terdapat sedikit sekali perubahan-
perubahan morfologis. Walaupun demikian kadang-kadang ada
penipisan dan pelepasan dari epithel permukaan dengan
vacuolisasi cytoplasma dan fragmentasi sel-sel seperti yang
terlihat dengan elektron mikroskop, sedangkan dengan
mikroskop cahaya biasa terlihat fibrosis, vascularitas
superficialis yang bertambah dan kadang-kadang perubahan-
perubahan yang menyerupai decidua prematur langsung di
bawah IUD.
Dengan elektron mikroskop dapat dilihat aneurysma
microthrombose dari kapiler-kapiler endometrium, dan ini
dapat dihubungkan dengan persoalan/problem klinis tentang
adanya perdarahan pada pemakai IUD.
Efektifitas
IUD sangat efektif, (efektivitasnya 92-94%) dan tidak perlu
diingat setiap hari seperti halnya pil. Tipe Multiload dapat dipakai
sampai 4 tahun; Nova T dan Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-
5 tahun; Cu T 380A dapat untuk 8 tahun . Kegagalan rata-rata 0.8
kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian.
Indikasi
Prinsip pemasangan adalah menempatkan IUD setinggi
mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang
paling baik ialah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan
rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan
pada akhir haid.
Yang boleh menggunakan IUD adalah:
Usia reproduktif
Keadaan nulipara
Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
Perempuan menyusui yang menginginkan menggunakan
kontrasepsi
Setelah melahirkan dan tidak menyusui
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
Risiko rendah dari IMS
Tidak menghendaki metoda hormonal
Tidak menyukai mengingat-ingat minum pil setiap hari
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1 – 5 hari senggama
Perokok
Gemuk ataupun kurus
Pemasangan IUD dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang
telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus
dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama
tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam
bulan sekali.
Kontraindikasi
Yang tidak diperkenankan menggunakan IUD adalah :
Belum pernah melahirkan
Adanya perkiraan hamil
Kelainan alat kandungan bagian dalam seperti: perdarahan yang
tidak normal dari alat kemaluan, perdarahan di leher rahim, dan
kanker rahim.
Perdarahan vagina yang tidak diketahui
Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP
atau abortus septik
Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim
yangdapat mempengaruhi kavum uteri
Penyakit trofoblas yang ganas
Diketahui menderita TBC pelvik
Kanker alat genital
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
Keuntungan
Menurut Dr David Grimes dari Family Health International di
Chapel Hill, Carolina Utara, seperti dikutip News yahoo, dokter sering
kali melupakan manfaat IUD dalam pengobatan endometriosis.
Laporan tersebut diungkapkan dalam pertemuan di The American
College of Obstetricians and Gynecologist, New Orleans. David
mengatakan, IUD mampu mengurangi risiko kanker endometrium
hingga 40 persen. Perlindungan terhadap kanker ini setara dengan
menggunakan alat kontrasepsi secara oral.
Sangat efektif. 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun
pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Pencegah
kehamilan jangka panjang yang AMPUH, paling tidak 1 tahun
IUD dapat efektif segera setelah pemasangan
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan
tidak perlu diganti)
Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih
nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu
menyusui – tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila
tidak terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai menopause
Tidak ada interaksi dengan obat-obat
Membantu mencegah kehamilan ektopik
Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur
Kerugian
Setelah pemasangan, beberapa ibu mungkin mengeluh merasa
nyeri dibagian perut dan pendarahan sedikit-sedikit (spoting). Ini bisa
berjalan selama 3 bulan setelah pemasangan. Tapi tidak perlu
dirisaukan benar, karena biasanya setelah itu keluhan akan hilang
dengan sendrinya. Tetapi apabila setelah 3 bulan keluhan masih
berlanjut, dianjurkan untuk memeriksanya ke dokter. Pada saat
pemasangan, sebaiknya ibu tidak terlalu tegang, karena ini juga bisa
menimbulkan rasa nyeri dibagian perut. Dan harus segera ke klinik
jika:
Mengalami keterlambatan haid yang disertai tanda-tanda
kehamilan: mual, pusing, muntah-muntah.
Terjadi pendarahan yang lebih banyak (lebih hebat) dari haid biasa.
Terdapat tanda-tanda infeksi, semisal keputihan, suhu badan
meningkat, mengigil, dan lain sebagainya. Pendeknya jika ibu
merasa tidak sehat.
Sakit, misalnya diperut, pada saat melakukan senggama. Segeralah
pergi kedokter jika anda menemukan gejala-gejala diatas.
Efek Samping dan Komplikasi
Efek samping umum terjadi: perubahan siklus haid, haid lebih lama
dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit.
Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari
setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau
diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi
dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).
Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang
sering berganti pasangan.
Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS
memakai IUD, PRP dapat memicu infertilitas.
Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam
pemasangan IUD.
Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah
pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari.
Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri. Petugas
terlatih yang dapat melepas.
Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi
apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan).
Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD
mencegah kehamilan normal.
Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke
waktu.
Waktu Pemasangan
Pemasangan IUD sebaiknya dilakukan pada saat :
2 sampai 4 hari setelah melahirkan
40 hari setelah melahirkan
setelah terjadinya keguguran
hari ke 3 haid sampai hari ke 10 dihitung dari hari pertama haid
menggantika metode KB lainnya
Waktu Pemakai Memeriksakan Diri
1 bulan pasca pemasangan
3 bulan kemudian
setiap 6 bulan berikutnya
bila terlambat haid 1 minggu
perdarahan banyak atau keluhan istimewa lainnya
Keluhan-keluhan pemakai IUD
Keluhan yang dijumpai pada penggunaan IUD adalah
terjadinya sedikit perdarahan, bisa juga disertai dengan mules yang
biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan
berlangsung terus-menerus dalam jumlah banyak, pemakaian IUD
harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada perangai haid.
Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih
sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi
banyak selama 1-2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa
hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine
cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena
terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap IUD yang merupakan
benda asing dalam rahim. Dengan pemberian obat analgetik keluhan
ini akan segera teratasi. Selain hal di atas, keputihan dan infeksi juga
dapat timbul selama pemakaian IUD.
KONTRASEPSI MANTAP (TUBEKTOMI)
Tubektomi adalah tindakan yang dilakukan pada ke-2 tuba fallopii.
Dasar : okulasi tuba fallopii sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu.
Untuk memperoleh dasar tersebut diperlukan 2 langkah, yaitu :
mencapai tuba fallopii dan okulasi / penutupan tuba fallopii.
TINDAKAN PENDAHULUAN UNTUK MENCAPAI TUBA FALLOPII
a. Laparotomi
Merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna
tubektomi.
Laparotomy dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di
abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga panggul). Operasi ini
juga dilakukan sebelum melakukan operasi pembedahan mikro
pada tuba fallopi.
b. Mini laparotomi
Pasca persalinan dan pasca keguguran
Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan tubektomi
minilaparotomi, yaitu tidak lebih dari 48 jam pasca bersalin. Pada
waktu ini rahim masih besar, tuba Fallopii masih panjang dan
dinding perut masih cukup longgar sehingga memudahkan
mencapai tuba dengan irisan kecil pada peri umbilikus yang
berdekatan fundus rahim. Apabila dilakukan lebih dari waktu
tersebut, rahim telah mengalami involusi sehingga sulit untuk
mencapai tuba. Selain itu, keadaan tuba mengalami edema dan
rapuh, mudah berdarah, dan infeksi lebih sering terjadi pada
pembedahan tubektomi minilaparotomi pasca bersalin lebih dari 48
jam oleh karena lokia merupakan media untuk tumbuhnya infeksi
sehingga lama perawatan seluruhnya menjadi lebih lama dari lama
perawatan persalinan normal. Demikian pula halnya pasca
keguguran, yaitu dapat dilakukan pada hari yang sama setelah
evakuasi rahim atau keesokan harinya.
Masa interval
Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan tubektomi
minilaparotomi, yaitu segera setelah haid selesai. Pada waktu ini
diyakini kehamilan belum terjadi. Dan apabila akseptor
menggunakan salah satu cara kontrasepsi dalam siklus tersebut
sebaiknya dilakukan dalam dua minggu pertama dari siklus haid,
atau setelahnya. Namun demikian, pembedahan tubektomi
minilaparotomi masa interval dapat dilakukan setiap saat. Apabila
diragukan dan dilaksanakan dalam fase luteal, kuretase rutin dapat
dikerjakan sebelumnya. Bahkan beberapa klinik menganjurkan
melakukan kuretase rutin ini sesaat sebelum pembedahan
dilakukan.
c. Laparoskopi
Adalah operasi yang disebut dengan minimal invasive
surgery dimana dilakukan prosedur untuk melihat secara langsung
rongga peritoneum (rongga perut), indung telur, rahim, saluran tuba
menggunakan alat yang dinamakan laparoskopi.
Laparoskopi menggunakan instrumen seperti teleskop miniatur
dengan sistim fiber optic dan cahaya untuk menerangi rongga perut.
Alat ini berbentuk seperti pipa panjang yang dimasukkan ke dalam
perut dengan melakukan sedikit insisi atau potongan di perut (0,5-1,5
cm).
Keuntungan dari laparoskopi adalah perdarahan yang sedikit
dengan bekas luka operasi sangat kecil, tidak terlalu nyeri, serta dapat
digunakan untuk Gamete intrafallopian transfer (GIFT) dimana telur
diletakkan di saluran tuba agar terjadi kehamilan.
d. Kuldoskopi
Pada kuldoskopi, rongga pelvis dapat di lihat melalui alat
kuldoskopi yang dimasukkan melalui fornix posterior ke dalam
cavum douglas yaitu suatu kantong peritoneum yang terletak di
antara dinding depan rectum dan dinding belakang uterus.
Jarang digunakan karena adanya metode laparoskopi.
OKULASI / PENUTUPAN TUBA FALLOPII
a. Cara Madlener
Bagian tengah tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk suatu
lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-
kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat diserap.
Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Kegagalannya relatif tinggi
yaitu 1% sampai 3%.
b. Cara Pomerory
Cara Pomerory banyak dilakukan.
Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba
sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya
diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu
dipotong.
Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya
terpisah satu sama lain.
c. Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat
diserap.
Ujung proksimal dari tuba ditanam ke dalammiometrium, sedangkan
ujung distal ditanam ke dalam ligamentum latum.
d. Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum latum dibuka dan kemudian tuba
bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam
ligamentum latum.
e. Cara Uchida
Pada cara ini, tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi
kecil (minilaparotomi) di atas simfisis pubis.
Kemudian di daerah ampula tuba dilakukan suntikan dengan
larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat
suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut menggembung. Lalu,
dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut.
Serosa dibebaskan dari tuba sepanjang kira-kira 4-5 cm; tuba dicari
dan setelah ditemukan dijepit, diikat lalu digunting.
Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di
bawah serosa, sedangkan ujung tuba yang distal dibiarkan berada
di luar serosa. Luka jahitan dijahit secara kantong tembakau.
Angka kegagalan cara ini adalah 0%.
f. Cara Kroener
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi.
Dibuat suatu ikatan dengan benang sutra melalui bagian
mesosalping di bawah fimbria.
Seluruh fimbria dipotong, setelah pasti tidak ada perdarahan, maka
tuba dikembalikan ke dalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain
ialahsangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum
rotundum. Angka kegagalan 0,19%.
Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana insulin tidak bisa bekerja
sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan penurunan jumlah glukosa yang
masuk kedalam sel dan selanjutnya menyebabkan glukosa plasma meningkat.
Keadaan ini akan segera terdeteksi oleh sel – sel beta di pankreas yang kemudian
akan memberikan respon berupa peningkatan produksi hormon insulin untuk
mengkompensasi keadaan hiperglikemi ini. Resistensi insulin pada orang yang
mengalami obesitas sangat mungkin disebabkan oleh karena efek lipoksisitas dari
asam lemak bebas, glukotoksisitas dari hipergilkemi kronim ataupun reaksi
inflamasi yang dicetuskan oleh sitokin – sitokin sel lemak. Selain itu, aktifitas
sistem saraf simpatik dan kerja hormon insulin juga turut berperan dalam
menggangu sensitivitas insulin.
Lipotoksisitas. Pemaparan asam lemak bebas yang lama pada sel beta
pankreas meningkatkan pengeluaran insulin basal tapi menghambat sekresi insulin
yang disebabkan oleh glukosa. Selain itu asam lemak bebas juga menghambat
ekpresi gen insulin pada keadaan glukosa plasma yang tinggi dan menginduksi
apoptosis sel beta pankreas.
Asam lemak bebas yang meningkat mengganggu kemampuan insulin untuk
menghambat penghasilan glukosa hepatik dan menghambat pemasokan glukosa
kedalam otot skelet, juga menghambat sekresi insulin dari sel beta pankreas. Hal
ini menyebabkan resistensi insulin pda organ hati dan otot.
Glukotoksisitas. Keadaan hiperglikemia yang kronik dapat menurunkan
sekresi insulin dan ekspresi gen insulin. Hiperglikemia dapat menyebabkan
desensitisasi terhadap glukosa, kelelahan sel beta, dan glukotoksisitas.
Glukotoksisistas dapat menyebabkan suatu kerusakan yang irreversible pada sel
beta sehingga mengalami apoptosis. Glukotoksisitas secara biokimia diperkirakan
menyebabkan suatu stres oksidatif yang bersifat kronik dimana glukosa yang
kurang dalam sel beta disertai pemaparan olh glukosa darah yang tinggi
menyebabkan penurunan transkripsi gen insulin.
Adipositokin. Sitokin - sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak seperti TNF –
alfa, IL - 6 dan resistin dapat mencetuskan terjadinya resistensi insulin sebab
memiliki efek proinflamasi. Efek – efek itu dapat mengganggu funsi GLUT - 4
sebagai transporter glukosa sehingga tidak dapat memasukkan glukosa kedalam
sel.
(N. Nutanio, S. Wangko. Resistensi Insulin Pada Obesitas. 2007)
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika
2. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
3. www.medicastore.com/obesitas pada anak
4. www.pediatrick.com
5. Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.
6. Hanafi Hartanto. 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
7. Krisnadi, S. R. (2002). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Intra Uterine
Device (IUD).
8. Unknown. IUD Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Contraseptive for womens).
Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://www.pkmi-online.com/iud.htm