41
TUBERKULOSIS PARU I. PENDAHULUAN Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah: 5 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh: o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan 1

skenario 1 modul VI++

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tuberculosis

Citation preview

TUBERKULOSIS PARU

I. PENDAHULUAN

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah: 5 Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negarayang sedang berkembang. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh: Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya). Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV.Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).5Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. 5

II. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. 1Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infaction dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer Ghon.Pada stadium permulaan,setelah pembentukan focus primer,akan terjadi beberapa kemungkinan.2 Penyebaran bronkogen Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.Kuman batang aerobic dan tahan asam ini,dapat merupakan organisme pathogen.4

(Gambar 1.Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika.) 5

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan di tandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hypersensitifitas yang di perantarai-sel (cell-mediated hyper sensitivity).penyakit biasanya terletak di paru,tetapi dapat mengenai organ lain.dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif,biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian.3

III. KLASIFIKASI TB PARU

Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan : Letak anatomi penyakit Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi ( termasuk hasil resistensi ) Riwayat pengobatan sebelumnya Status HIV pasien 1

1. Berdasarkan letak anatomi penyakit Tuberculosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak dalam paru. TB ektra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti pleura,kelenjar getah bening( termasuk mediastinum dan atau hilus),abdomen,traktus getitourinarius,kulit,sendi,kulang dan selaput otak. 1

Gambar 2 : Klasifikasi TB berdasarkan letak anatomi penyakit. 1

2. Berdasarkan hasil pemeriksaaan dahak atau bakteriologi TB paru BTA (+ ), apabila: Minimal satu dari sekurang kurangnya 2x pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif pada LAB yang memenuhi syarat quality external assurance( EQA).sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari. Pada Negara atau daerah yang belum memiliki LAB dengan syarat EQA,maka TB paru BTA positif adalah: 2 atau lebih hasil pemeriksaaan BTA + Satu hasil pemeriksaan dahak BTA + dan di dukung hasil pemeriksaan foto thoraks sesuai dengan gambaran TB yang di tetapkan oleh klinisi,atau satu hasil pemeriksaaan dahak BTA + ditambah hasil kultur M.tuberculosis +. 1 TB paru BTA (-) ,apabila : Hasil pemeriksaan dahak (-) tetapi hasil kultur (+) Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA (-) pada LAB yang memenuhi syarat EQA Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA (-) untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV > 1% atau pasien TB dengan kehamilan >5%

Jika hasil pemeriksaan dahak BTA 2x negative didaerah yang belum memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis, memenuhi kriteria sebagai berikut: Hasil fotothoraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan di sertai salah satu di bawah ini : Hasil pemeriksaan HIV(+) atau secara LAB sesuai dengan HIV, Atau Jika HIV negative (atau status HIV tidak diketahui atau prefalens HIV rendah )tidak menunjukan perbaikan setelah pemberian antibiotic spectrum luas( kecuali antibiotic yang mempunyai efek anti TB seperti fluroquinolon dan aminoglikosida). 1 Kasus bekas TB: Hasil pemeriksaaan BTA negative ( biakan juga negative bila ada)dan gambaran radiologi paru menunjukan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial(dalam 2 bulan)menunjukan gambaran yang menetap.Riwayat pengobatan OAT adekaut akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto thoraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi. 1 3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi obat atau MDR.pada kelompok ini,perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT. 1,5Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu : Kasus BaruAdalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 1,5 Kasus Kambuh (Relaps)Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis. 1,5

Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 5 Kasus Gagal (Failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5 Kasus KronikAdalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. 5 Kasus Bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi. 1

4. Status HIVStatus HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan. Akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan TB-HIV. 1

IV. PATOFISIOLOGI

1. Cara penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 52. Risiko penularan Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. 53. Risiko menjadi sakit TB Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. 5

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 50% meninggal 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. 5,6Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. 5,6Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. 5,6Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). 5,6Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). 5,6 Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. 5,6Bertahun tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 5,6Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. 5,6 Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 5,6

Gambar 3. Skema Patofisiologi TB Paru. 5

V. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis TB dapat dibagi 2 golongan,yaitu gejala local dan gejala sistemik.Bila organ yang terkena adalah paru,maka gejala local adalah gejala respiratorik. 1

1. Gejala Respiratori: Batuk > 2 minggu Batuk darah Sesak Nafas Nyeri Dada Gejala respiratori ini sangat bervariasi,dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 1

2. Gejala Sistemik Demam Gejala sistemik lain adalah malaise,keringat malam,anoreksia dan berat badan menurun. 1

Gambar 4. Gejala dan tanda TB Paru. 1

3. Gejala TB ekstra paruGejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,misalnya pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening.Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis ,pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaaan lainnya: 1a) Gejala Klinis Gejala Respiratorik Batuk >2 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada Gejala sistemik Demam Malaise Keringat malam Anoreksia Berat badan menurun

b) Pemeriksaaan FisikPada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). 1Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. 1Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 1c) Pemeriksaan Bakteriologi1. Bahan pemeriksaan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses, dan jaringan biopsy (termasuk biopsy jarum halus/BJH). 12. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari.Bahan pemeriksaan hasil biopsy jarum halus (BJH), dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan kultur dan uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0.9% 3-5ml sebelum dikirim ke labortorium mikrobiologi anatomi. 13. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologi dari specimen dahak dan bahan lain ( cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, BAL, urin, feses, dan jaringan biopsy, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara: 1 Mikroskopis Biakan Pemeriksaan mikroskopis:Mikroskopis biasa : pewarnaan ziehl-nielsonMikroskopis fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan miroskopis dibaca dengan skala international union against tuberculosis and lung disease ( IUATLD). 1 Skala IUATLD: Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapmng pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1). Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (+2). Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (+3). 1

Pemeriksaan biakan Kuman Pemriksaan identifikasi M.tuberculosis dengan cara : a. Biakan : Egg base media : Lowenstein-jensen , ogawa, kudoh Agar base media : middle brook Mycobacteria growth indicator tube test (MGGITT) BACTEC 1

b. Uji molecular : PCR- based methods of IS61 10 Genotyping Spoligotyping Restriction fragment length polymorphism (RFLP). MIRU / VNTR Analysis PGRS RFLP Genomic deletion analysis

Identifikasi M. tuberculosis dan uji kepekaan: Hain test (uji kepekaan untuk R dan H) Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R) Gene X-pert ( uji kepekaan untuk R) 1

Pemeriksaan biakan Lowenstein-jensenPada identifikasi M. tuberculosis, pemeriksaan dengan media biakan lebih sensitive dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan biakan dapat mendeteksi 10- 1000 mycobacterium/ml. media biakan terdiri dari media padat dan media cair. Media Lowenstein-jensen adalah media padat yang mengguanakan media basa telur. digunakan untuk isolasi dan pembiakan mycobacteria species. Pemeriksaan identifikasi M. tuberculosis dengan media Lowenstein-jensen ini memberikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan dipakai sebagai alat diagnostic pada program penanggulangan TB. 1

c. Uji lainnya: Uji tuberculin , IGRA, T-SPOT TBKetiga ujin umumnya dipakai untuk mengetahui seseorang telah terinfeksi kuamn TB atau menentukan TB laten. Di Indonesia dengan prevalens TB yang tinggi, uji tuberculin sebagai alat bantu diagnostic penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai amkana bial didapatkan koversi,bula, atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberculin dapat membaerikan hasil negative. 1 Uji serologi yaitu ELISA,ICT, Mycodot, dan Ig G/Ig M TB Saatb ini uji serologi tidak bermakna untuk diagnosis. 1

d) Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan standar ialah foto thorax PA. pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblic atau CT-Scan. Pada pemeriksaan foto thorax, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). 1Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah : Bayangan berawan/ nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif : Fibrotic Kalsifikasi Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed lung) : Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru terdiri dari atelaktasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk meniali aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses penyakit. 1

Gambar 5. Foto rongent paru terdapat infiltrate dan kavitas pada lapangan paru dextra superior. 6

e) Pemeriksaan penunjang lain1. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy atau otopsi, yaitu: 1 Biopsy aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB). Biopsi pleura (melalui torkoskopi atau dengan jarum abram, cope dan veen silverman). Biopsy jaringan paru ( trans bronchial lung biopsy/ TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration (TTNA), biopsy paru terbuka. Biopsy atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB OtopsiPada pemeriksaan biopsy sebaiknay diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. 12. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indicator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat diguanakan sebagai indicator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB. Lifosit juga kurang spesifik. 1

Gambar 6.Skema diagnosis TB Paru. 1

VII. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan TB adalah: Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya Mencegah kekambuhan Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannyaPengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan. 1

a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)Obat yang dipakai :1. Jenis obat lini pertama adalah: Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin 1

Gambar 7.tabel jenis dan OAT tunggal. 12. Jenis obat lini kedua adalah: Kanamisin Kapreomisin Amikasin Kuinolon Sikloserin Etionamid/protionamid Para-amino salisilat (PAS) Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (makrolid, amoksisilin + asam klavulanat, linezolid, clofazimin). 1OAT lini kedua hanya digunakan untukm kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant (MDR) beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin, etionamid, dan PAS belum tersedia dipasaran Indonesia tetapi sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDRKemasan: 1 Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifamfisin, pirazinamid, dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap/KDT (fixed dose combination/ FDC) kombinasidosisi tetap ini terdiri dari 2 sampai 4 obat dalam satu tablet.

b.Paduan Obat Anti TuberkulosisPengobatan tuberkulosis dibagi menjadi: TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luasPaduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RHAtau2 RHZE/ 6HEatau2 RHZE / 4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuka.TB paru BTA (+), kasus barub.TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru). 5

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal Paduan obat yang dianjurkan : 1 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

TB paru kasus kambuhSebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. 1 TB Paru kasus gagal pengobatanSebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. 1Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru. TB Paru kasus putus berobatPasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut : 1 a.Berobat>4 bulan 1)BTA saat ini negatifKlinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. 1 2)BTA saat ini positifPengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. 1

b.Berobat < 4bulan1)Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama2)Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan.Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT. 1

TB Paru kasus kronikPengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. 1

-Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paruKategoriKasusPaduan obat yang diajurkanKeterangan

I- TB paru BTA +, BTA - , lesi luas2 RHZE / 4 RHatau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3

II- Kambuh- Gagal pengobatan-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHEBila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II-TB paru putus berobatSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini (lihat uraiannya) atau*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III-TB paru BTA neg. lesi minimal2 RHZE / 4 RHatau6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

IV- KronikRHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV- MDR TBSesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Gambar 8.kategori TB Paru. 1

c.Efek Samping OATEfek sampingKemungkinan PenyebabTatalaksana

MinorOAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perutRifampisinObat diminum malam sebelum tidur

Nyeri sendiPyrazinamidBeri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di kakiINHBeri vitamin B6 (piridoksin) 1 x 100 mg perhari

Warna kemerahan pada air seniRifampisinBeri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

MayorHentikan obat

Gatal dan kemerahan pada kulitSemua jenis OATBeri antihistamin dan dievaluasi ketat

TuliStreptomisinStreptomisin dihentikan

Gangguan keseimbangan (vertigo dan nistagmus)StreptomisinStreptomisin dihentikan

Ikterik /Hepatitis Imbas Obat (penyebab lain disingkirkan)Sebagian besar OATHentikan semua OAT sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor

Muntah dan confusion (suspected drug-induced pre-icteric hepatitis)Sebagian besar OATHentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatanEtambutolHentikan etambutol

Kelainan sistemik, termasuk syok dan purpuraRifampisinHentikan rifampisin

Gambar 9.Efek samping OAT. 1

d. Pengobatan suportif / SimptomatikPada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan. 11. Pasien rawat jalan Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.

2. Pasien rawat inap Indikasi rawat inap :TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb : Batuk darahmassif Keadaan umum buruk Pneumotoraks-Empiema-Efusi pleura masif / bilateral

-Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang mengancam jiwa :-TB paru milier-Meningitis TBPengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat. 1

e.Terapi Pembedahan lndikasi operasi1.Indikasi mutlaka. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positifb.Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatifc.Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif2.lndikasi relatifa. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulangb. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Sisa kaviti yang menetap.Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)BronkoskopiPunksi pleuraPemasangan WSD (Water Sealed Drainage). 1

f.Evaluasi pengobatanEvaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. 1 Evaluasi klinik-Pasien dievaluasi setiap 2minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan-Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit-Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis. 1

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik - Sebelum pengobatan dimulai - Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) - Pada akhir pengobatan Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 1

Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:-Sebelum pengobatan-Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapatdilakukan 1 bulan pengobatan)-Pada akhir pengobatan. 1 Evaluasi efek samping secara klinik Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untukdata dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan.) Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman. 1 Evalusi keteraturan berobat Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. 1 Kriteria Sembuh-BTAmikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensifdanakhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat-Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan-Bila ada fasiliti biakan, makakriteria ditambah biakan negative. 1

Evaluasi pasien yang telah sembuhPasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala)setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh). 1

VIII. KOMPLIKASIPada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi,baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. 1Beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Batuk darah Pneumothoraks Gagal napas Gagal jantung

IX. KESIMPULAN

Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis Paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infaction. Dimana Cara penularan TB melalui : Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Gejala yang dapat ditimbulkan dari TB paru adalah: Batuk > 2 minggu Batuk darah Sesak Nafas Nyeri Dada Demam Gejala sistemik lain adalah malaise,keringat malam,anoreksia dan berat badan menurun.TB Paru dapat di tegakkan berdasarkan Gejala klinis,Pemeriksaan Fisik,Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan Bakteriologi dan Pemeriksaan foto thoraks.Penatalaksanaan TB berdasarkan Kategori.

X. SARAN

Demikianlah refarat ini disusun serta besar harapan kami nantinya, refarat ini dapat berguna bagi pembaca khususnya bagi mahasisiwa/i fakultas Universitas Islam Sumatera Utara yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUD Kumpulan Pane. Dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kami terima kritik dan saran demi kesempurnaan refarat yang telah kami susun.

XI. DAFTAR PUSTAKA1. Isbaniyah F, Thabrani Z, Burhan E, et al. Diagnosa dan Penatalaksanaan tuberkulosis. Edisi buku lengkap. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Hal (1-51).2. Alsagaff H and Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 1995. Hal (73-108).3. Daniel T, Harrison, Isselbacher, et al. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam tuberculosis. Edisi: 13. Volume 2. Jakarta: EGC. 2000. Hal (799- 808).4. Price, Sylvia A, and Wilson, Lorraine M. .Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit tuberculosis. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC. 2005. Hal (852-861).5. Retno asri werdhani. Patofisiologi, diagnosis, dan klasifikasi tuberculosis. Adapted: http://www.staff.ui.ac.id>Patodiagklastb. 27 April 20156. Jhon m. grange and alimuddin I. zurnia. (2008). Tuberculosis. Adapted: http://www.us.elsevierhealth.com. 27 April 2015.

28