33
5 R SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto

SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

5

R

SENI, ILMU PENGETAHUAN

DANPERADABAN Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto

Page 2: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Dari

.

SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto

1-DO .,OS"

suCJ ~

,4 ~>b'-1 1 ~ t s~ 1 \'€.\1-(

;ltj \0· ;>.0\~

SIDANG TERBUKA SENA T UNIVERSITAS K.ATOLIK PARAHYANGAN

PENGUKUHAN GURU BESAR ILMU FILSAF AT BANDUNG, 16 DESEMBER 2006

--,. .. ··· ·· ·················· ..... ...... ·-..................... .

~"') • \V . oi.IJ)~

Page 3: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN
Page 4: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

/' . - ...... ... I 'I'"'

/ I

Daftar lsi

Makalah : Seni Ilmu Pengetahuan dan Peradaban 5

Daftar Publikasi 24

Kegiatan International 27

Riwayat Hidup 29

S usunan Acara 31

3

Page 5: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

4

Page 6: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

SENI, ILMU PENGETAHUAN

DANPERADABAN

Yang terhormat, Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawabarat dan Banten, Ketua Yayasan Universitas Katolik Parahyangan, Rektor Universitas Katolik Parahyangan, Ketua Senat, para Gurubesar dan anggota Senat, Para Wakil Rektor, Para Dekan Fakultas, Wakil Dekan, dan para Dosen beserta keluarga besar Universitas Katolik Parahyangan, lbu-ibu dan Bapak-bapak undangan, dan para wakil mahasiswa, yang berbahagia.

Membicarakan 'seni' sebagai sesuatu yang penting, apalagi pokok,

selalu terasa berlebihan. Sebabnya adalah karena seni umumnya

dianggap sekedar sebagai hiburan dan hiasan. Sebagai hiburan,

pentingnya seni hanyalah untuk membuat hati senang dan pikiran

tenang, membantu kita untuk sejenak melarikan diri dari persoalan.

Sebagai hiasan, pentingnya seni hanyalah untuk membuat diri tampil

lebih menawan, atau membuat suasana terasa lebih nyaman. Begitulah,

sebagai hiburan dan hiasan, seni berkait erat dengan urusan kesenangan,

keindahan atau sekedar soal kemasan. Karena itu sesungguhnyalah ia tak

teramat penting, kebutuhan ketujuh atau kesepuluh, suatu kemewahan.

Ia hanya berarti, bila segala kebutuhan pokok sudah tercukupi.

5

Page 7: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

6

Namun bahkan bagi mereka yang berkccimpung di bidang seni

sckalipun, persoalannya kurang-lcbih sama juga : mcndudukan seni

sebagai scsuatu yang pcnting dalam pcradaban kini bukan lagi scsuatu

yang sederhana, bahkan mungkin tcrasa mengada-ada. Pasalnya adalah

konon 'Seni sudah berakhir', kata Atthur Danto, Victor Burgin, Joseph

Kosuth, Hal Foster atawa Adorno.' Betapa tidak, dalam kehidupan yang

kian dikelola oleh pasar, seni telah menjadi sekedar siasat pemasaran,

atau lebih gawat lagi, strategi pembiusan, demi meraih berbagai

keuntungan (keuntungan ekonomi, juga politik, sosial, bahkan

keagamaan). Sementara pacta bentuknya yang paling serius pun --yang

biasa disebut 'Seni Kontcmporcr'- memang tak lagi jclas bedanya mana

karya yang sungguh-sungguh 'seni', mana yang sekedar perilaku ganjil

tak senonoh dari orang-orang frustrasi, kehilangan identitas atau sakit

jiwa, yang mencari perhatian secara kekanak-kanakan. Tak heran bila

bagi sementara orang, kalau pun seni masih ada, maka itu hanya terdapat

pacta karya-karya 'adiluhung', 'klasik' atau pun 'modern', yang

bercitarasa keindahan tinggi dan halus (sublime). Dan di luar itu adalah

sampah.2

Meskipun demikian, itu semua hanyalah pandangan selintas kesan.

Dan kcsan macam itu tak mesti sepenuhnya relevan; dari sisi tertentu

bahkan menunjukkan kcnaifan pemahaman dan kesempitan wawasan.

Dalam sejarahnya, kata 'seni' mcmang telah mengalami berbagai

perubahan konotasi. Bila kita telusuri sejenak berbagai perubahan itu

maka kita dapat melihat gejala yang disebut 'seni' itu pada tingkat yang

Page 8: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

lebih dalam, lebih lentur, bescrta perannya dalam kehidupan dan

peraduban.

Seni dalam Lintasan Sejarah

Pada dasarnya apa yang disebut 'seni' dan 'bukan seni' sudah

selalu relatif dan terkait erat pada konstruksi budaya setempat. Batasan­

batasan kategorial tentangnya bukanhh sebuah keniscayaan umum yang

tak terganggu gugat. Sebuah keris, wayang atau gamelan, bagi

masyarakat Jawa adalah 'seni tinggi', berbobot filsafati dan merupakan

produk kerja kontemplasi. Di dunia Barat kerap kali ia dianggap sekedar

produk kriya, paling banter hanya penting sebagai artefak antropologi

atau data penunjang etnografi. Sarna halnya kaligrafi, yang di Cina,

Jepang atau Arab merupakan seni tinggi dengan bobot spiritual

mendalam, di dunia Barat tidaklah dianggap karya seni yang cukup

berarti.

Namun pacta skala umum konsep tentang seni pun memang

berubah-ubah sepanjang sejarah. Dalam alam religiomitik-pramodern

seni menyatu dengan segala kegiatan kehidupan sehari-hari, ia

mengurusi sejak perkara pernak-pernik sesajen hingga misteri hidup

dan mati. Di sini karakter umum seni itu simbolis dan langgam dasarnya

dekoratif. Simbolis, sebab yang ditangkap bukanlah medan rupa sepert'·

tampaknya, melainkan enerji batin di baliknya, r.1isteri ilahi yang

memancar dari auranya.3 Dekoratif, sebab seni berfungsi menggaris­

bawahi suasana perayaan bersama. ltu sebabnya pula sosok senimannya

7

Page 9: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

8

tak teramat penting disana. Semua adalah dari dan untuk bersama.

Dal<,m hal ini seni bukan pertama-tamr menyangkut benda, melainkm

menunjuk pada keseluruhan peristiwa, dimana kata, gerak, nada dan

benda saling bcrkomunikasi, saling merasuki, menjadi mantra dan

keajaiban upacarr.. Di sini scni menyatu dengan agama, filsafat dan

pengetahuan, seperti yang masih kita saksikan jejak-jejaknya macam di

Bali, Toraja atau Papua.

Dalam alam modern, itu semua berubah. Seni menjadi sesuatu yang

lain. Kehidupan modern bersandar pada pemilahan-pemilahan tegas

antar segala. Seni menjadi kegiatan mandiri, terpisah dari filsafat, ilmu

pengetahuan dan agama. Seni menjadi medan penggalian makna hidup

yang bersifat sangat pribadi, cermin kebebasan individu, perpaduan

unik antara kehalusan rasa, kecanggihan keterampilan, ketakterdugaan

imajinasi dan kererdasan intelegensi seseorang yang disebut

'seniman' (seni menjadi suatu profesi). Seni menjadi 0ksklusif dan

elitis : sosoknya bukan lagi sebuah 'peristiwa', melainkan sebuah

'karya', produk para jenius, dengan tandatangan yang demikian

prcstisius, dan hanya dapat diapresiasi oleh mereka yang memiliki

pengetahuan dan wawasan khusus. Bentuknya pun dipilah-pilah,

menjadi seni lukis, seni patung, teater, sastra, tari, musik, dst., yang

kelak masing-masing menemukan evolusinya sendiri-sendiri juga. Dan

ketika di alam modern akhirnya agama semakin kehilangan wibawa,

tersingkir oleh peoona filsafat dan kekuatan ilmu pengetahuan, seni

otomatis mengambii-alih peran agama : seni menjadi medan eksplorasi

Page 10: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

kehidupan batin (spiritualitas), lcngkap dcngan lembaganya (museum,

galeri,dsb) dan para 'nabi'nya (para maestro). Untuk mercnungi hakckat

adikarya para jenius itu dibutuhkan kcmampuan mengambil jarak

kontcmplatif dan kesanggupan melepaskan scgala kepentingan

(disinterested). 'Kegunaan' scni terlctak pacta 'ketidakbergunaan'nya,

ujar Adorno. Hanya dcngan cara percnungan tanpa pamrih macam itulah

konon kita dapat menangkap dimensi kedalaman batin yang paling

hal us, tcrscmbunyi dan penting, di balik sebuah mahakarya (the sublime:

the unthinkable, yet inevitable). 4 Yang menarik adalah bahwa

konsekuensi dari karakter reflektif seni moderen macam ini akhirnya

membawa seni ke pcrumusan ulang terus mcncrus ihwal apa artinya

'seni' dan 'berkesenian' itu. Maka dalam era modern kita menyaksikan

aliran demi aliran saling mcnolak dan baku-bantai. Dalam seni rupa,

Imprcsionismc disusul Ekspresionismc, disangkal oleh Kubisme,

diperdalam o!eh Abstraksionisme, dibubarkan oleh Dadaisme,dst.dst.

Alhasil, istilah 'kcindahan' atawa 'harmoni' akhirnya tidak lagi pcnting.

Yang penting adalah eksplorasi tcknis dan filosofis. Musik, dari

pengurasan kemungkinan musikal ala musik k!asik akhirnya bcrgeser

ke perenungan mendalam tentang 'hakekat' musik, fenomena 'bunyi'

atau pun pcran 'sunyi'. Maka karya John Cage hanyalah scpotong

'sunyi', dan pemusik kontemporer Toni Prabowo mcnyetubuhi 'bunyi'.

Tarian, dari penataan simbolik gerak-indah menjadi upaya pencarian

hake kat 'gerak' itu scndiri. Maka seniman tari Sardono W .Kusumo

gemar berkubang di lumpur, di pantai atau menggelinding-gelinding di

9

Page 11: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

10

jalanan. Mclukis, dari meniru benda-benda di luar-sana bcrubah mcnjadi

pctualangan kc alam 'persepsi', ke lapisan-lapisan terdalam jiwa,

akhirnya ke ambang-ambang batas rasa sakit, kegilaan dan kcmatian. 5

Maka Chris Burden menciptakan karya berupa kegiatan menembak

dirinya scndiri, Rudolph Schwarzkoglcr menyayati kemaluannya hingga

mati, dan GUnther von Hagens memamerkan 200 mayat yang

diplastinasi. Sastra dan teater, dari olah konsep, karakter dan narasi

pengalaman cksistensial berubah menjadi problematisasi bahasa, fiksi

dan fakta itu sendiri. Maka teatrawan Antonio Artaud menggebuk

bahasa, novclis Jorge Luis Borges mengacaukan fiksi dan fakta, penulis

George Bataille mengaduk-aduk logika.

Kini, di era yang bias a disc but dengan istilah 'Postmodern' yang

kontroversial itu, seni seperti melepaskan diri dari dunia intclektualistik­

clitisnya yang sulit dimcngerti, ia mclebur kembali ke habitatnya

scmula : kchidupan sehari-hari. Sejak gerakan 'anti-seni' Marcell

Duchamp menggclar pispot dan velg sepeda, sejak Warhol melukis

kaleng sup 'campbell' dalam ukuran raksasa, sejak Performance Art

masuk ke dalam kegiatan hidup sehari-hari yang biasa, mana 'scni' dan

'bukan seni' menjadi sulit membedakannya. Scni kembali menjadi

bagian dari denyut kehidupan sehari-hari yang biasa.

Dalam tradisi Estetika Barat, seni tclah selalu dimengcrti scbagai ars

(keterampilan), tekhne (kcahlian) dan berkaitan erat dengan

'keindahan'. 6 Yang sering lupa ditekankan adalah bahwa seni terutama

berkaitan dengan 'penciptaan' (poein), dan akar kata 'Estetika' adalah

Page 12: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

aisthesthai, yang ar'inya adalah 'persepsi'. Seni terutama adalah soal

'menciptakan persepsi' baru. Ia lebih terkait dengan 'kcbenaran'

kehidupan, daripada dengan 'keindahan'. Bukan kebenaran dalam arti

kcbenaran moral (kebenaran yang diidealkan dan dinormakan), bukan

pula kebenaran ilmiah (kebenaran yang dipolakan), melainkan

kebenaran 'eksistensial' : kebenaran tentang 'kehidupan ini sesungguh­

nya apa' sejauh dialami, direnungkan, dirasakan dan diimpikan (realitas

Lebenswelt, katu Husserl).7 Disini seni bernilai terutama karena ia

mampu mengungkapkan hal-hal penting yang tak mungkin diungkap­

kan, melukiskan hal-hal yang dialami namun tak tetpikirkan, tapi

sekaligus kreatif menciptakan kembali terus-menerus kemungkinan­

kemungkinan baru untuk memandang dan menghayati kenyataan. Pada

sisi ini indah atau tidak indah tak lagi teramat rekvan. Itulah sebabnya

istilah 'seni' dalam kehidupan sehari-hari dikenakan pada berbagai

kegiatan maeam 'seni memasak', 'seni merac1gkai bunga', 'seni

berbicara', 'seni berpolitik', dsb. Ia menunjuk pacta keterampilan

mencipta ulang dan mcnyiasati kemungkinan-kcmungkinan yang

tersedia. Pada titik inilah seni berkaitan erat juga dengan kegiatan

ilmiah, teknolo gi dan seluruh denyut peradaban.

Seni, Ilmu dan Teknologi

Secara umum seni adalah proses berpikir melalui perasaan dar

imajinasi. Berkat Fenomenologi Hussrelian kini kita menyadari bahwa

kenyataan pertama dan paling dasar kehidupan adalah 'kehidupan yang

11

Page 13: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

12

dial ami dan dirasakan' pada tingkat pra-reflektif dan pra-teoretis.

Rekaman pengalaman kehidupan konkrit utama dan pertama yang

langsung, mendalam dan padat itu antara lain adalah 'perasaan', alias

emosi, hasrat dan gairah. Dunia versi ilmu hanyalah salah satu tafsiran

saja alas kenyataan primer yang langsur,g dialami itu. Dunia dan

kehidupan bukanlah 'obyek' yang daripadanya bisa kita tarik 'hukum­

hukum'nya. Dunia dan kehidupan adalah latar belakang dan medan

segala pemikiran kita, sesuatu yang senantiasa menjadi bagian intim

dalam diri, dan kita sudah selalu demikian menyatu dengannya. Dan

kesatuan asasi itu muncul dalam 'perasaan', 'imajinasi' dan 'perilaku'.8

Pengalaman primer ini seringkali lebih tepa! 'dilukiskan' lewat karya

seni (novel, !eater, musik, lukisan, dsb), daripada 'dijelaskan' oleh

ungkapan 'obyektif' ilmiah, yang memang tak mungkin. Karena sifatnya

yang selaltr 'umum', penjelasan ilmiah alas kehiJupaP selalu terasa

terlampau tipis, terpola dan abstrak dibandingkan dengan pelukisan

lewat karya seni, yang selalu lebih tebal, menyentuh, konkrit dan tak

terduga.

Dalam alam berpikir ilmiah-modern lama sekali 'perasaan' dicurigai

bahkan didiskreditkan sebagai unsur irrasional yang bisa mengganggu

bahkan membutakan penalaran dan 'obyektivitas' Namun adalah

Michael Polanyi yang menyadarkan kita bahwa bahkan dalam kegiatan

ilmiah pun selalu ada unsur perasaan, gairah dan hasrat (passion, desire,

emotion) yang demikian menentukan. Dalam kegiatan ilmiah unsur

perasaan itu berperan selektif, heuristik dan pe;·suasif. Selektif, karena

Page 14: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

perasaanlah (intuisi) yang memberi isyarat apakah suatu penelitian itu

berharga atau tidak berharga, layak ditekuni atau tidak, data mana yang

kira-kira relevan dan persoalan mana yang mungkin dipecahkan.

Heuristik (penggunaan cara di luar kelaziman sistem), karena penelitian

yang mencari penemuan baru selalu membutuhkan keberanian untuk

mengubah cara berpikir. Keberanian ini adalah juga soal perasaan.

Persuasif, sebab setiap temuan baru perlu dikomunikasikan, dibela dan

diperjuangkan agar dapat diterima dan diakui oleh komunitas ilmuwan.

Dan disini perasaan ikut merientukan cara bagaimana temuan itu harus

dikomunikasikan. Sebuah pembaharuan konscp, tcorcma atau pun

aksioma, seringkali baru bisa diterima karena ketepatan metafora yang

digunakan, elegansa penalaran, serta korelasi imajinatif-rasawi dari

model yang digunakan. Dan semua itu adalah soal ketepatan perasaan

dan imajinasi, soal 'seni' menyiasati medan dan kenyataan, 'seni'

merumuskan dan melukiskan hal yang awalnya tak tcrrumuskan dan tak

terbayangkan.9

Namun relevansi paradigma estetik atau scm umumnya tcrutama

terasa pacta ilmu-ilmu sosial-budaya atau ilmu-ilmu kemanusiaan

(Human Sciences). Ketika di awal millennium ketiga ini ideologi­

ideologi besar telah ambruk, dasar-dasar metafisik-transcndental

kehilangan kepercayaan, kerangka-kerangka makna tradisional tak Jagi

bergigi, sedang kanon-kanon kcbenaran pun tak lagi pasti, maka ilmu­

ilmu yang berurusan dcngan manusialah yang justru harus bcrpcran

memegang kendali. Ilmu-ilmu yang dahulu discbut 'Humaniora' (ilmu

13

Page 15: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

!4

yang mcmbuat manusia lebih manusiawi), yakni Filsafat, Sejarah, Studi

Agama, Sastra, Seni dan Bahasa, perlulah diberikan sebagai kajian kritis

atas riwayat panjang pergumulan batin manusia, serentak peluang

terbuka kc arah penciptaan diri individu yang matang. Di sini pulalah

paradigm a estetik menjadi sentral scbagai "Aesthetics of Existence",

yaitu proses pcnciptaan diri dan kehidupan sebagai karya seni pribadi;

proses mcngelola perasaan, imajinasi dan hasrat untuk mengartikulasi­

kan pengalaman dan merumuskan pemikiran; proses menjajagi sccara

kritis dan imajinatif berbagai kemungkinan menjelaskan dan memberi

makna kenyataan. 10 Dalam rangka itu, bahkan ilmu-ilmu pasti dan ilmu

teknik pun bisa diajarkan sebagai permainan menjajagi bermacam

tawaran kemungkinan mcmahami dan merekayasa kenyataan macam itu,

bukan proses pcnjejalan 'hukum alam' dengan segala pretensi

keniscayaannya yang pasti dan abildi.

Akan halnya di biclang teknologi, seni berperan penting di sana

karena teknologi adalah sesuatu yang clidesain. Aktivitas perancangan

dan rekayasa itu selalu mclibatkan imajinasi artistik karena berurusan

banyak dengan olah-bentuk, olah-fungsi dan olah-makna. Tapi teknologi

berkait erat dengan seni terutama karena teknologi adalah sarana

pcmbcntuk dan penyampai substansi 'isi' (pcsan). llu tcrutama lcrasa

dalam teknologi komputer dan televisi dimana substansi isi itu (game,

internet, acara TV, dsb) tidak hanya ditcntukan oleh kemajuan teknik,

mclainkan terutama oleh keterampilan dan visi artistik. 11 Lebih jauh lagi,

makna teknologi terutama terletak pada dampak praksisnya, yang telah

Page 16: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

mengubah tata-nilai, cara bersikap, cara merasa dan pola-pola hubungan

dalam duma manusia hingga ke lingkal yang teramat pelik. Sedemikian

pelik dampak itu hingga untuk mcmahaminya, mengancHkan kajian

tcorclik ilmiah saja akan tcrlalu steril dan kerdil. Pada tilik inilah karya­

karya seni dalam benluk novel, seni-rupa, teatcr, film, dsb. Scringkali

lcbih mampu melukiskan sccara effektif bagi kcsadaran, imajinasi dan

hati, kepclikan dan komplcksitas dunia tckno-praksis tadi: resiko yang

mendalam dari teknologi; kemungkinan barunya yang menjanjikan

sekaligus menakutkan; kemampuannya mcngubah tatanilai, pcrasaan

dan imajinasi; korban-korbannya; kelaksaannya, dsb.

Peradaban

Akar pengalaman cstetik sebenarnya adalah pcngalaman

kcscharian, tcrutama pengalaman tentang sisi dramatik dinamika gcrak

dan pcrubahan kchidupan. 12 Keccmasan orang yang bcrkcrumun saal

melihat kecelakaan di jalanan. Kclcgangan pcnonton saal mcngikuti

lompatan-lompatan bola dalam pcnnainan sepak-bola. Kcharuan

seseorang saal mel ihal bunga pertama menyeruak dari tanaman yang

selalu disiraminya. Perasaan aneh saal melihat api mcmbcsar kctika kita

siramkan minyak kc alas bara. Kcpekaan alas medan bentuk serta

pengalaman atas gerak-denyut kchidupan macam itulah akar dari

kesadaran estelik dan keccndcrungan berkesenian. ltulah pengalaman­

pcngalaman yang membuka indera manusia pada kaitan-kaitan halus

lcrselubung anlar berbagai kejadian, yang menggiringnya pada

15

Page 17: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

16

perenungan lcbih mendalam ihwal misteri alam dan kchidupan, yang

menjcbaknya pada kcharuan-keharuan tanpa alasan atas matahari, angin,

tanaman atau pun hujan, tapi juga yang mendorongnya sampai pada

pcmikiran-pcmikiran paling imajinatif dan brilian.

Pcngalaman macam itulah yang akhirnya mengubah sikap reaktif

menjadi kreatif, pola reseptif menjadi format if: Maka semcsta yang

ditangkapnya lantas dirayakan dan diungkapkannya juga dalam medan

bentuk, rupa, kala, gerak dan nada; diukirnya pacta batu, kayu, tubuh

atau pun dinding gua. Bahkan perang pun dirayakannya dengan dekor

mistcri hidup dan mali: dihiasnya tubuh, tombak atau pun pcrisai dcngan

warna-warni. Alhasil dunia manusia adalah duuia 'bentuk' yang

diciptakannya. Dan 'scni' adalah segala upaya untuk memberi bentuk

manusiawi pada hidup dan semesta, berbagai cara membiakan aspirasi

batin lewat penciptaan benda dan peristiwa. Dan dunia yang

diciptakannya itu diubahnya kcmbali sctiap kali, karena pcrubahan

situasi dan kondisi, tapi karena hidup memang sebuah proses 'menjadi',

proses pertumbuhan ruh ke tingkat lebih halus dan lebih tinggi. Maka

jingkrak-jingkrak spontan kcbahagiaan yang tak terkoordinasi berubah

menjadi tarian, gerak komunikasi tubuh tanpa bentuk menjadi perilaku

santun terpolakan, seruan rasa yang kacau menjadi bahasa pelik sarat

gagasan, pcncerapan ukuran dibcrinya bentuk matematis-geometris demi

penghitungan. Sistem-sistem nilai pun ditata ulang kembali setiap kali.

Kekerasan, dari simbol kekuatan berubah mcnjadi isyarat kclemahan;

sedang mercka yang lcmah, awalnya dianggap sebagai pihak yang kalah,

Page 18: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

pcrlahan bcrubah, mcnjadi pihak yang wajib dilindungi, bahkan wajah

suci sapaan ilahi. Kekcjaman pcdang harus berhenli dihadapan lawan tak

berdaya. Mcmaafkan mcnjadi lcbih mulia daripada balas-dendam.

Dcmikianlah, seni, scbagai tendensi kreatif umum untuk

membcntuk dunia manusia mcnjadi lebih manusiawi akhirnya

menghasilkan rasa 'kebcradaban', suatu tolok ukur umum evolusi

kemanusiaan. Tak mengherankan bila filsuf macam Friedrich Schiller

menyebut tingkat tcrtinggi peradaban sebagai Aesthetic State, suatu

situasi hidup bcrsama yang dikelola olch rasa 'kcindahan tcrdalam'.

Disana, katanya, pcradaban adalah situasi dimana manusia scbagai Ruh

semakin mampu mcmandang lcbih dalam aspek keRuhaniannya, dimana

kekuasaan berubah menjadi kepedulian, nafsu mcnjadi komitmen cinta,

hasrat mcnjadi solidaritas, scdang kcrcndahan hati dan belarasa menjadi

sesuatu yang sangal mulia. 13

Scni akhirnya adulah soul makin tajamnya kcsadanm makna dan nilai

di balik 'bcntuk', bcntuk alam scmesta, bentuk perilaku manusia, tapi

juga bcnluk sislcm dogma, bcntuk kchidupan bcrsuma, dsb. lmajinasi

kreatif yang menggerakannya adalah juga yang melahirkan ilmu dan

teknologi, scgala sistem kepercayaan dan sistem-sistem gagasan, artinya,

yang membentuk seluruh gerak kcbudayaan dan peradaban. Dalam arti

luas, scni adalah berbagai siasat unluk memasuki kemungkinan­

kemungkinan pcmaknaan lebih dalam atas pcngalaman, kesemcstaan

dan kemanusiaan. Pacta titik ini 'keindahan' hanyalah kata lain untuk

'kcbcnaran' dan "kcbaikan~.

17

Page 19: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

18

Para hadirin sckalian,

Kalau scni adalah bcrbagai upaya untuk 'mcmbcntuk' dan

'menumbuhkan' kehidupan, hidup saya ini adalah scbuah karya scni

yang diciptakan begitu banyak seniman. Maka pada akhir pidato ini

perkenankan saya mcngucapkan syukur alas para scniman bcsar itu.

Seniman tcrbesar tentu saja Tuhan, namun rupanya Ia telah

menggunakan banyak tangan. Salah satu tangan paling signifikan adalah

komunitas para rahib Ordo Sanctae Crucis (OSC). Tangan-tangan

mereka yang bcrsahaja itu diam-diam telah membcntuk intelcktualitas

yang tak pernah lepas dari sensibilitas artistik dan kcdalaman spiritual.

Tcrimakasih dari hati yang terdalam untuk itu, khususnya kepada Pastor

Frans Vermeulen OSC, yang tclah membentuk dan mematangkan

kehidupan intelektual saya dan mcnerbangkan saya menjelajahi

cakrawala dunia. Juga almarhum Dr. Thco Huijbcrs dan pastor Yan

Sunyata, yang telah meracuni, dan membuat saya kecanduan, dengan

pola berpikir lewat imaji dan hati. Pastor Agus Rachmat, bos komunitas

ini dan tcman sejak keeil. Terimakasih atas segala dukungan selama ini.

Sebenarnya anda sudah selalu berkualitas gurubcsar juga, cuma terlalu

rendah hati. Tangan lain adalah Universitas Katolik Parahyangan yang

institusinya telah melindungi dan menghidupi kiprah saya selama ini.

Terimakasih khususnya kepada Scnat Universitas, tcrutama komandan­

nya Prof. Yohanncs Gunawan, yang telah mcmbantu dengan magic

touchnya, juga ibu Rosmaida beserta pasukannya, yang tanpa kenai Ielah

Page 20: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

mengurus segala proscdur birokratis yang kadang rumit. Lalu juga

keluarga besar fakultas Filsafat Unpar dibawah paetua-nya, Ramo Fabie.

Mcreka scmua adalah habitat alias Lebenswelt saya. Merekalah, para

dosen, karyawan beserta pm·a mahasiswa yang pcrsahabatan dan

pemikiran kritisnya secm·a langsung tclah mempertajam pemikiran dan

membcntuk diri saya dari hari ke hari. Lalu Pascasarjana FSRD ITB,

juga FSRD Maranatha, adalah juga bagian dari dunia scni saya. Mcrcka

tcrus-mcncms menjaga ketcrkaitan saya dengan dunia scni sccara paling

konkrit. Terimakasih untuk itu. Tangan lain yang sudah sclalu mcnjadi

bagian dari dunia seni saya dan memaksa saya untuk tidak hanya bicara

tentang seni tapi juga berkarya, adalah perusahaan T-shirt C59. Mas

Wiwid, mbak Maria, beserta kcluarga besar C 59, terimakasih bcrjuta­

juta cntuk segala dukungannya. Anda boleh bangga sem·ang desainer

sablonnya menjadi profesor. Lalu tentu saja Iangan pertama yang telah

menghadirkan dan mcmbcntuk saya di bumi ini, keluarga

Budhirahardjo : lbu saya tercinta, almarhum Bapak, kakak dan adik­

adik. Dari mcreka saya belajar bahwa hati mempunyai kecerdasannya

sendiri. Tanpa mereka saya tak mungkin ada disini. Kebanggaan mereka

hari ini adalah kebahagiaan saya. Last but not least, mereka yang paling

saya cintai: islri saya sendiri, Anne, juga anak-anak Gili dan Rana, yang

scring saya tinggal-tinggal pergi. Mcrekalah tangan-tangan Tuhan yang

paling langsung membcnluk kebahagiaan dan keberartian scluruh hidup

saya. Mcrckalah yang makin menyadarkan saya bahwa kasih sayang

adalah tilsafat yang tertinggi. Jabatan yang saya dapatkan saat ini

19

Page 21: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

20

semoga membuat mereka bangga dan merasa bahwa seringnya saya

meninggalkan mereka tidaklah percuma. Tentu masih ada banyak sckali

tangan tersembunyi yang diam-diam ikut menciptakan saya dan tak

mungkin say a sebutkan satu persatu namanya. Semoga kebahagiaan dan

rasa syukur saya hari ini menjalar dan mcnyentuh hati mercka semua.

Terimakasih.

Page 22: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Catatan

1 Tengoklah berbagai pendakuan macam itu antara lain pada Victor Burgin, The End of Art Theory: Criticism and Pas/modernity (Atlantic Highlands, NJ : Humanities Press nternational, 1986); Arthur Danto, Philosophical Disenfranchisement of Art (New York: Columbia University Press, 1986), atau Hal Foster, The Anti-Aesthetic : Essays on Postmodan Culture (New York : New Press, 1983).

2 Lihatlah berbagai artikel dalano Ahmad Nonna (ed), Seni, Polilik, Pemberontakan (Yogyakarta : Bentang, 1998), terutama artikel Barbard Rose, "Prates dalam Seni", him I 06-26. Dan panelangan macan1 ini sebetulnya beredar luas di kalangan mereka yang sangat memuja seni klasik dan modern, di dunia Barat tapi juga di Indonesia.

3 Kecenderungan masyarakat pra-modem untuk mendistorsi bentuk hingga menjadi sangat stilistik bukanlal1 cermin ketidakakuratan perceptual mereka, melainkan ungkapan intcnsi moreka untuk menampilkan interioritas di balik bentuk fisik, aura sacral-misterius di balik tampilan material.

4 Pandangrm modern tentang apresiasi seni macarn ini tcrutama diolah dengan canggih oleh Immanuel Kant (abad 18) dan sehmjutnyu mcnjadi semacam doktrin umum Estetika Modem.

5 Produk seni mutakhir banyak sekali diwarnai kegilaan, kekerasan dan kematian. Telaah atas tendensi negatif ini telail banyak ditulis orang. Salah satu yang menarik adalah tulisan Paul Virilio, Art and Fear, (London : Continuum, 2000)

6 Fokus pada 'keindal1an' dalam seni berakar pacta fiisafat Tromas Aquinas yang Aristotelian yang mernadankan keindahan, dengan kebenaran dan kebaikan (Pulchrum, Verum, Bonum), namun selanjutnya mendapat penekanan berlebihan dalam tradisi Barat sejak Alexander Gottlieb Baumgarten mencanangkan istilah 'Estetika' di abad 18.

7 Proyek fenomenologi Hussrel sebetulnya bermal<Sud mencari dasar tak tergugat bagi kepastian ilmu pengetahuan (strenge wissenschaft) namun yang

21

Page 23: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

?.2

akhirnya ia tcmukan adalah pengalaman pra-reflcktif di balik segala tafsiran kita, suatu rcalitas yang ia sebut Lehenswelt, yakni d•mia kehidupan yang dihayati secara konkrit dan langsung, yang mendahului segala kegiatan pemikiran dan tafsiran kita atasnya. Bandingkan E.Husserl, Cartesian Meditations, terj. David Cairns (The Hague : Martinus Nijhoff, 1960) hlm. 136-137

8 Ini terutama adalah penelusuran fenomenologis lebih lanjut dari Merleau­Ponty, lihat Maurice Merleau-Ponty, Phenomenology of Perception, terj. Colin Smith (New York : The Humanities Press, 1962) him viii-xi

9 Lihat Michael Polanyi, Personal Knowledge (London : Routledge and Kegan Paul, 1969) him 143-59; juga perlu .li!ihat bahwa dalam pembentukan teori, terminologi baru beserta model yang menyertainya, imajinasi metaforik -seperti y.ng berpcran di bidang seni- sangatlah ikut menentukan. Bandingkan Max Black, dalam A.Ortony (ed), Metaphor and Thought (Cambridge : Cambridge University Press, 1993) dan Marry B. Hesse, Models and Analogies In Science (Notre Dame, IN : University of Notre Dame Press, 1966)

10 'Aesthetics of Existence" adalah inspirasi dari tradisi Nietzschean, yang lebih lanjut banyak dikembangkan oleh kaum post-strukturalis macam Michel Foucault, Derrida a tau pun Roland Barthes.

11 "The Medium is the message", kata Marshall McLuhan, artinya bahwa konstruksi teknologi itu sendiri akhirrya menentukan substansi macam apa yang dimungkinkan beredar dan dikomunikasikan. Telaah lebih dalam mengenai ini lihat Eric McLuhan, Essential McLuhan (Concord : House of Anansi Press Ltd, 1995)

12 John Dewey membahas dengan mendalam dan cemenang keterkaitan antara estetika dan pengalaman keseharian. Disana semp•tt ia katakana bahwa karya­karya seni besar adalah 'paradigma pengalaman'. Lihat John Dewey, Art as Experience (New York : Perigee Book, 1934)

13 Lihat Friedrich Schiller, "On the Aesthetic Education of Man" dalam David E.Cooper (ed), Aesthetics, the Classic Readings (Oxford : Blakwell Publishers Ltd, 1997) hlm 123-136

Page 24: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Kepustakaan

Burgin, Victor, The End of Art The01y : Criticism and Pas/modernity (Atlantic Highlands, NJ: Humanities Press International, 1986)

Cooper, David ( ed), Aesthetics, the Classic Readings (Oxford : Blackwell Publishers Ltd, 1997)

Danto, Arthur, Philosophical DiseJ?fi'anchisement of Art (New York Columbia University Press, 1986)

Dewey, John, Art as Experience (New York : Perigee Book, 1934) Foster, Hal, The Anti-Aeshetic : Essays on Pas/modern Culture (New

York: New Press, 1983) Hesse, Mary 13., Models and Analogies in Science (Notre Dame, IN :

University of Notre Dame Press, 1966) Husser!, Edmund, Cartesian Meditations (The Hague : Martinus

NijhofJJ 960) McLuhan, Eric, Essential McLuhan (Concord : House of Anansi Press

Ltd, 1995) Merleau-Ponty, Maurice, Phenomenology of Perception (New York :

The Humanities Press, 1962) Norma, Ahmad, Seni, Politik, Pemberontakan (Yogyakarta : Bentang,

1998) Ortony, A, Metaphor and Thought (Cambridge : Cambridge University

Press, 1993) Polanyi, Michael, Personal Knowledge (London : Routledge and Kegan

Paul, 1969) Virilio, Paul, Art and Fear (London : Continuum, 2000)

23

Page 25: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

24

2006

Daftar Publikasi (Pilihan)

- "Toward Ecology of Culture", dalam Sonja Servomaa (ed) Humanity at the Turning Point ( Helsinki : Renvall Institute Publication,)

- "The Right to Religion", dalam .Joumal of Dharma, an International Quarterly of World Religions vol3!, No. I, (Bangalorc: Dharma Research Association)

- "Radical Consequences of the Primacy of Experience in Hermeneutics of Culture" dalam George ]<'.McLean ( ed) Hermeneutics of Culture (Washington DC : The Council for Research in Values and Philosophy)

• "Negative Experience, Art and the World Peace" dalam Tomonobu Imamichi (ed), Eco-Etltics and World Peace (Tokyo : Centre International pour !.,'Etude Comparee de Philosophic et D'Esthetique)

2005 - "Logos Without Substance : Wisdom as seeing through the Absence",

dalam Dialogue and Universalism, vol XV, No 1-2 (Warsaw: Polish Academy of Sciences)

- "Heritage and The Paradox of Culture" dalam Prajnti Vihtira, Journal of Philosophy and Religion, Vol 6, No 2 (Bangkok: Assumption University of Thailand)

- "Interrelationship as the Paradigm of Cultural Identity" dalam Journal of Gender Studies, vol 2, no I (Port Harcourt : River State University of Science & Technology)

- "Cosmopolitanism : Between Cosmopolis and Chaosmopolis" dalam Tomonobu lmamichi ( ed), Eco-ethic and Cosmopolitanism (Tokyo : Centre International pour L'Fitude Comparee de Philosophic et D'Esthetique)

- "Nomadic Aesthetics, The Aftermath of The End of Art", dalam The 3'd Asia Europe Art Camp 2005 (Bandung : Asia Europe

Page 26: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

l (

Foundation & Bandung Center for New Mt!dia Arts) • "Religion, Culture and Identity Revisited", Mr.lintas, a Quaterly

journal of Philosophy and Religion, Vol 21, No 2 (Bandung : ' Parahyangan Catholic University)

• "Penghancuran Diri Agama·Agama : Dekonstruksi agama ala Derrida", Basis, no 11·12, Th 54 (Yogyakarta : Yayasan BP Basis)

• "Ilmu dan Agama", dalam Zainal Abidin Bagir et a! (ed), lntegrasi 1/mu dan Agama (Bandung : Mizan) ·

• "Kertas dan Perubahan Sikap Reflektif', dalam Setiawan Sabana eta! (ed), Legenda Kertas: menelusuri }alan peradaban (Bandung : Kiblat Buku Utama)

• Waja/1 baru Etika dan Agama (et al), (Yogyakarta : Kanisius) Cetakan ke 2

. Postmodernisme: Tantangan bagi Fi/safat (Yogyakarta : Kanisius) Cetakan 8

• "Membenahi Hidup Lewat Seni", dalam Imaji, jumal senirupa (Bandung: Maranatha)

2004 · "Eco·Ethics and Ecology of Culture" dalam Tomonobu Imamichi

( ed), Perspectiva .Vova Eco.Ethices (Tokyo : Centre International Por L'Etude Comparee de Philosophic et D'Esthetique)

• "Philosophy and Interculturality" dalam Hyondok Choe et a! (ed), Interculturality in Philosophy (Aachen: Missionwissenschaftliches)

· "Garin and Social Transformation" dalam Philip Cheah et a! ( ed), And the Moon DC!nces: The Film of Garin (Yogyakarta: Bentang)

· "Kebudayaan, Filsafat dan Seni", dalam J.B.Kristianto et al (ed), Esai­Esai Bentara 2004 (Jakarta: Kompas)

· "Permasalahan Dasar Pengetahuan dalam Konteks Eko·etika" dalam Melintas, a Quarterly Journal of Philosophy and Religion, (Bandung: Parahyangan Catholic University)

· "Sains dan Dunia Manusia" dalam Studio Philosophica et Tlleologica Vol 4, No 2 (Malang : STFT Widya Sasana)

25

Page 27: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

26

2003 - "Onto-Ecological Dimension of Knowledge", dalam Tomonobu

lmamichi (cd),Natura, Historia et Eco-Ethica (Tokyo : Centre International Pour !}Etude Comparee de Philosophic et D'Esthetique)

- "Religion, Violence and Philosophy", dalam Melintas, a Quarterly Journal of Philosophy and Religion (Bandung : Parahyangan Catholic University)

- "Seni dan Paradigma : sebuah til~auan Epistemologis" dalam Adi Wicaksono et al ( ed), Paradigma da11 Pasar : aspek-aspek Smi Visual ltldo11esia (Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti)

- "Sa lib : Lubang Hitam Spiritualitas", dalam H.Suryanugraha et al (cd), Sa lib : Simbol Teror, Teror Simbol (Bandung : Sangkris)

2002 - "Sejarah, Ruang, dan lmajinasi", dalam J.B.Kristianto et al (ed), Esai­

Esai Bmtara 2002 (Jakarta: Kompas) - "Film-Film Garin dan Transformasi Masyarakat" dalam Taufik

Rahzen ( ed), Memhaca Film Gari11 (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)

2001 - "Humanism and Asian Perspective", dalam Huma11ity i11 the 21"

Cetltury (Seoul : Riacuk) - "Deciphering the Grammar of Human Body",dalam Tubuhmu Tubuli

(Jakarta: Teguh Ostenrik's Exhibition) - "Ketika Keheningan Menjadi Teror: telaah atas puisi Dorothea

Herliany", dalam Horiso11, Agustus,jurnal Sastra.

2000 - Perspektif Karya Popo Jska11dar (eta!), (Ban dung : GSPI) - "Penjara Jiwa, Mesin Hasrat : Tubuh sepanjang Budaya", dalam

Kalam, Jurnal Budaya No. IS (Jakarta) - "Gelagat Post-Estetik dalam Seni Kontemporer", dalam Pmelitia11,

Jurnal Penelitian, No 9 (Bandung: Lembaga Pene\itian Unpar)

Page 28: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

KEGIATAN INTERNASIONAL

2006 - International Symposium on "Eco-Ethics and World Peace", October

31- November 8, 2006, Copenhagen, Denmark - International Conference of Philosophy, "Civilization and Culture :

2005

Culture as Burden and Opportunity", July 17-20, 2006, Bandung, Indonesia

- International Symposium on "Cosmopolitanism", October 29-November 7, 2005, Copenhagen, Denmark

- International Conference on "Humanity at the Turning Point", July 13-21,2005, Helsinki, Finland

- International Seminar on "Religion and Conflict", January 10-13, 2005, Bandung, Indonesia

2004 - International Symposium ofEco-Ethica, November 7-15, 2004, Kyoto,

Japan - AACP International Conference, August 18-20, 2004, Bangkok,

Thailand

2003 - International Symposium of Eco-ethica and Ontology, November 1-7,

2003, Tokyo, Japan - Seminar on "Hermeneutics of Culture", September 3- October 31,

2003, Washington DC, USA - !SUD Fifth World Congress, May 2003, Olympia, Greece

2002 - Conference of International Society for Metaphysics, August, 2002,

Tokyo,JHpan

27

Page 29: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

- AACP International Conference, August 2002, Tokyo, Japan

2001 - !SUD Fourth World Congress, July 2001, Cracow, Poland

1999 - 4'" International Conference of the AACP, August 1999, Seoul, Korea

1998 - Twentieth World Congress of Philosophy, August 1998, Boston, USA

1996 - General Assembly of COCTI, August 1996, Quebec, Canada

28

Page 30: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Riwayat Hid up

Ignatius Bambang Sugiharto lahir di Tasikmalaya, 6 Maret 1956. Menyelesaikan program S I di Fakultas Filsafat Unpar th. 1981 dan Fak. Sastra, Jurusan Filsafat, Universitas Indonesia th 1984. Mendapat gelar Licensiat (Magna cum Laude) dari Universitii san Tomasso, Roma, Italia th.l992, dan Doktcr Filsafat (Summa cum Laude) dari universitas yang sam a th I 994.

Mengajar di Universitas Katolik Parahyangan sejak 1984 terutama di fakultas Filsafat, kemudian juga di program Pascasarjana, sambil menjauat sebar,ai Pembantu Dekan I Fak. Filsafat hingga saat ir.i. Selain itu juga mengajar di program Pascasarjana Fak. Seni Rupa dan Desain ITB dan FSRD Maranatha.

Tulisannya tersebar dalam berbagai buku, nasional maupun internasional, juga dalam berbagai media dan jurnal (Kompas, Tempo, Suara Pembaruan, Basis, Kalam, dsb ). Membawakan makalah dalam berbagai fora, nasional maupun internasi0nal (Canada, Amerika, Denmark, Finland, Yunani, Korea, Jepang, dsb)

Aktif terlibat dalum bcrbagai organisusi dan proyek penelitian Internasional, a. I.: Presiden, Asian Association of Catholic Philosophers; Sekjen, International Society for Universal Dialogue (New York); Research Fellow, Centre International Pour L'etude Comparee de Philosophic at D'esthetique (Tokyo & Copenhagen); Research Fellow, The Council for Research in Values and Philosophy (Washington DC); Research Fellow, Institute for Advanced Study of Asian Cultures and Theologies (Hongkong); Anggota, International Society for Metaphysics (Washington DC); Anggota, Assosiasi Ahli Fibafat Indonesia (ASAFI); Anggota, Himpunan Dosen Etika Indonesia (HIDES!).

Bam bang Sugiharto menikah dengan Drs. R.Anggraini Prawirakusumah Dipl.TEFL, dikaruniai 2 orang anak : R.F.A Gilimandra {17 th) dan R. Maria Kirana Rucitra (10 th). Tinggal di Kompleks Unpar no 65, jl. Pasirimpun, Bandung.

29

Page 31: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

31

Page 32: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

Susunan Acara lJpacara Pengukuhan Guru Besar

Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto Bandnng, 16 Desember 2006

09.00 Seluruh tamu undangan telah berada di ruangan upaeara

09.05 Prosesi Senat Universitas memasuki ruang upacara dipimpin oleh Pede!

09.10 Pcmbukaan Sidang Terbuka Scnat Universitas Katolik Parahyangan oleh Ketua Senat Universitas

09.15 Pembacaan Surat Keputusan Menteri Pcndidikan Nasional tentang pengangkatan Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto mcnjadi Guru Besar dalam Bidang llmu Filsafat oleh Dekan Fakultas Filsafat

09.25 Pembacaan Curiculum Vitae Prof. Dr. Ignatius Bambang Sugiharto

09.35 Pembacaan Pidato Pengukuhan oleh Prof Dr. Ignatius Bambang Sugiharto

I 0.00 Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Filsafat oleh Ketua Senat Universitas

I 0.05 Doa Syukur oleh Pst. I-Iarimanto, OSC

I 0.15 Penutupan Sidang Terbuka Senat Universitas oleh Ketua Senat Universitas

I 0.25 Prosesi Senat Universitas meninggalkan Ruang Upacara, sekaligus memberikan ucapan selamat kepada Prof. Dr. Ignatius Bam bang Sugiharto beserta keluarga

I 0.30 l'emberian ueapan selamat dari scluruh tamu undangan

11.00 Ramah Tamah dengan seluruh tamu undangan

31

Page 33: SENI, ILMU PENGETAHUAN DANPERADABAN

SIDANG TERBUKA SEN AT UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

PENGUKUHAN GURU BESAR ILMU FILSAFAT BANDUNG, 16 DESEMBER 2006

701

s

143