Sastra Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Sastra IndonesiaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian.Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.

Sampul Buku "Deru Campur Debu" karya Chairil Anwar - sastrawan Indonesia Angkatan 45 Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara.Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Periodisasi 2 Pujangga Lama

2.1 Karya Sastra Pujangga Lama

2.1.1 Sejarah

2.1.2 Hikayat 2.1.3 Syair 2.1.4 Kitab agama

3 Sastra Melayu Lama 3.1 Karya Sastra Melayu Lama 4 Angkatan Balai Pustaka 5 Pujangga Baru

5.1 Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru 6.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945 7.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an 8.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966 9.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an 10.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi 11.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

6 Angkatan 1945 7 Angkatan 1950 - 1960-an 8 Angkatan 1966 - 1970-an 9 Angkatan 1980 - 1990an 10 Angkatan Reformasi 11 Angkatan 2000-an 12 Cybersastra 13 Pranala luar 14 Referensi

[sunting] PeriodisasiSastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

lisan tulisan Angkatan Pujangga Lama Angkatan Sastra Melayu Lama Angkatan Balai Pustaka Angkatan Pujangga Baru Angkatan 1945 Angkatan 1950 - 1960-an

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:

Angkatan 1966 - 1970-an Angkatan 1980 - 1990-an Angkatan Reformasi Angkatan 2000-an

[sunting] Pujangga LamaPujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20.Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan.Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin arRaniri.[1]

[sunting] Karya Sastra Pujangga Lama[sunting] Sejarah

Sejarah Melayu (Malay Annals) Hikayat Abdullah Hikayat Aceh Hikayat Amir Hamzah Hikayat Andaken Penurat Hikayat Bayan Budiman Hikayat Djahidin Hikayat Hang Tuah Hikayat Iskandar Zulkarnain Hikayat Kadirun Syair Bidasari Syair Ken Tambuhan Syair Raja Mambang Jauhari Syair Raja Siak Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai

[sunting] Hikayat

Hikayat Kalila dan Damina Hikayat Masydulhak Hikayat Pandawa Jaya Hikayat Pandja Tanderan Hikayat Putri Djohar Manikam Hikayat Sri Rama Hikayat Tjendera Hasan Tsahibul Hikayat

[sunting] Syair

[sunting] Kitab agama

Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

[sunting] Sastra Melayu LamaKarya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.

[sunting] Karya Sastra Melayu Lama

Robinson Crusoe (terjemahan) Lawan-lawan Merah Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan) Graaf de Monte Cristo (terjemahan) Kapten Flamberger (terjemahan) Rocambole (terjemahan) Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo) Bunga Rampai oleh A.F van Dewall Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo) Cerita Nyi Paina Cerita Nyai Sarikem Cerita Nyonya Kong Hong Nio

Nona Leonie Warna Sari Melayu oleh Kat S.J Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan Cerita Rossina Nyai Isah oleh F. Wiggers Drama Raden Bei Surioretno Syair Java Bank Dirampok Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen Tambahsia Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo Nyai Permana Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo) dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

[sunting] Angkatan Balai PustakaAngkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka.Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar).Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa

yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura. Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.[2] Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting.Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu.Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulispenulis lainnya pada masa itu. Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:

Merari Siregar

Azab dan Sengsara (1920) Binasa kerna Gadis Priangan (1931) Cinta dan Hawa Nafsu Siti Nurbaya (1922) La Hami (1924) Anak dan Kemenakan (1956) Tanah Air (1922) Indonesia, Tumpah Darahku (1928) Kalau Dewi Tara Sudah Berkata Ken Arok dan Ken Dedes (1934) Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923) Cinta yang Membawa Maut (1926) Salah Pilih (1928) Karena Mentua (1932) Tuba Dibalas dengan Susu (1933) Hulubalang Raja (1934) Katak Hendak Menjadi Lembu (1935) Tak Disangka (1923) Sengsara Membawa Nikmat (1928) Tak Membalas Guna (1932) Memutuskan Pertalian (1932)

Marah Roesli

Muhammad Yamin

Nur Sutan Iskandar

Tulis Sutan Sati

Djamaluddin Adinegoro

Darah Muda (1927) Asmara Jaya (1928) Pertemuan (1927) Salah Asuhan (1928) Pertemuan Djodoh (1933) Menebus Dosa (1932) Si Cebol Rindukan Bulan (1934) Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

Abas Soetan Pamoentjak

Abdul Muis

Aman Datuk Madjoindo

[sunting] Pujangga BaruPujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis. Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane.Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu : 1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah 2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru

Sutan Takdir Alisjahbana

Roestam Effendi

Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935) Layar Terkembang (1936) Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940) Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)

Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan Pertjikan Permenungan Kalau Tak Untung (1933) Pengaruh Keadaan (1937) Ni Rawit Ceti Penjual Orang

Sariamin Ismail

Hamka

Anak Agung Pandji Tisna

Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939) Tuan Direktur (1950) Didalam Lembah Kehidoepan (1940) (1935)

Armijn Pane

Belenggu (1940) Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960) Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950) Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953) Pancaran Cinta (1926) Puspa Mega (1927) Madah Kelana (1931) Sandhyakala Ning Majapahit (1933) Kertajaya (1932) Nyanyi Sunyi (1937) Begawat Gita (1933) Setanggi Timur (1939)

Sukreni Gadis Bali (1936) I Swasta Setahun di Bedahulu (1938) Rindoe Dendam (1934) Kehilangan Mestika (1935) Pembalasan Karena Kerendahan Boedi (1941) Palawija (1944)

J.E.Tatengkeng

Fatimah Hasan Delais Said Daeng Muntu

Sanusi Pane

Karim Halim

Tengku Amir Hamzah

[sunting] Angkatan 1945Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45.Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik.Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar.Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang".Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

Chairil Anwar

Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu (1949)

Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar

Tiga Menguak Takdir (1950) Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki (1949) Perempuan dan Kebangsaan Atheis (1949) Katahati dan Perbuatan (1952) Suling (drama) (1948) Tambera (1949) Awal dan Mira - drama satu babak (1962) Kasih Ta' Terlarai (1961) Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957) Pertjobaan Setia (1940)

Idrus

Achdiat K. Mihardja

Trisno Sumardjo Utuy Tatang Sontani

Suman Hs.

[sunting] Angkatan 1950 - 1960-anAngkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi.Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an

Pramoedya Ananta Toer

Toto Sudarto Bachtiar

Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam (1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951) Keluarga Gerilya (1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951)

Etsa sajak-sajak (1956) Suara - kumpulan sajak 19501955 (1958) Priangan si Jelita (1956)

Ramadhan K.H

W.S. Rendra

Perburuan (1950) Cerita dari Blora (1952) Gadis Pantai (1965) Dua Dunia (1950) Hati jang Damai (1960) Dalam Sadjak (1950) Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954) Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953) Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955) Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah Gersang (1964) Si Djamal (1964) Putra Budiman (1951) Pahlawan Minahasa (1957) Tahun-tahun Kematian (1955) Ditengah Keluarga (1956) Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957) Cari Muatan (1959) Pertemuan Kembali (1961) Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955) Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)

Balada Orang-orang Tercinta (1957) Empat Kumpulan Sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963) Simphoni (1957) Hujan Kepagian (1958) Rasa Sajang (1961) Tiga Kota (1959) Angin Laut (1958) Dimedan Perang (1962) Laki-laki dan Mesiu (1951) Pulang (1958) Gugurnya Komandan Gerilya (1962) Daerah Tak Bertuan (1963) Mendarat Kembali (1962) Datang Malam (1963)

Nh. Dini

Subagio Sastrowardojo Nugroho Notosusanto

Sitor Situmorang

Trisnojuwono

Mochtar Lubis

Toha Mochtar

Purnawan Tjondronagaro Bokor Hutasuhut

Marius Ramis Dayoh

Ajip Rosidi

Ali Akbar Navis

Hujan Panas (1964) Kemarau (1967)

[sunting] Angkatan 1966 - 1970-anAngkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin. Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

Taufik Ismail

Djamil Suherman

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Tirani dan Benteng Buku Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan Saya Hewan Puisi-puisi Langit O Amuk Kapak Meditasi (1976) Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975) Tergantung Pada Angin (1977) Dukamu Abadi (1969) Mata Pisau (1974)

Perjalanan ke Akhirat (1962) Manifestasi (1963) Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963) Lesbian (1976) Bukan Rumahku (1976) Pelabuhan Hati (1978) Pelabuhan Hati (1978) Monumen Safari (1966) Catatan Putih (1975) Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978) Hukla (1979) Ziarah (1968) Kering (1972) Merahnya Merah (1968) Keong (1975)

Titis Basino

Sutardji Calzoum Bachri

Leon Agusta

Abdul Hadi WM

Iwan Simatupang

Sapardi Djoko Damono

Goenawan Mohamad

Parikesit (1969) Interlude (1971) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972) Seks, Sastra, dan Kita (1980) Seribu Kunang-kunang di Manhattan Sri Sumarah dan Bawuk Lebaran di Karet Pada Suatu Saat di Bandar Sangging Kelir Tanpa Batas Para Priyayi Jalan Menikung Godlob Adam Makrifat Berhala Hilanglah si Anak Hilang (1963) Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968) Bila Malam Bertambah Malam (1971) Telegram (1973) Stasiun (1977) Pabrik Gres Bom

RT Nol/RW Nol Tegak Lurus Dengan Langit Masa Bergolak (1968) Ibu (1969) Warisan (1979) Khotbah di Atas Bukit (1976) Lingkaran-lingkaran Retak (1978) Dari Hari ke Hari (1975) Pergolakan (1974) Perjanjian dengan Maut (1976) Dan Perang Pun Usai (1979) Empat Orang Melayu Jalan Lurus

Umar Kayam

M.A Salmoen Parakitri Tahi Simbolon Chairul Harun Kuntowijoyo M. Balfas

Danarto

Mahbub Djunaidi

Nasjah Djamin

Wildan Yatim Harijadi S. Hartowardojo

Putu Wijaya

Ismail Marahimin

Wisran Hadi

[sunting] Angkatan 1980 - 1990anKarya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T.Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.

Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie. Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novelnovel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka.Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya. Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an

Ahmadun Yosi Herfanda

Ladang Hijau (1980) Sajak Penari (1990) Sebelum Tertawa Dilarang (1997) Fragmen-fragmen Kekalahan (1997) Sembahyang Rumputan (1997) Burung-burung Manyar (1981) Bako (1983) Dendang (1988) Olenka (1983) Rafilus (1988) Anak Bajang Menggiring Angin (1984)

Y.B Mangunwijaya

Darman Moenir

Budi Darma

Sindhunata

Arswendo Atmowiloto

Canting (1986) Lupus - 28 novel (1986-2007) Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003) Olga Sepatu Roda (1992) Lupus ABG - 11 novel (1995-2005) Nyanyian Gaduh (1987) Matahari yang Mengalir (1990) Kepompong Sunyi (1993) Nikah Ilalang (1995) Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999) Segi Empat Patah Sisi (1990) Segi Tiga Lepas Kaki (1991) Ben (1992) Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999) Ca Bau Kan (1999) Kerudung Merah Kirmizi (2002) Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987) Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990) Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991) Dinamika Budaya dan Politik (1991) Arsitektur Hujan (1995) Pistol Perdamaian (1996) Kalung dari Teman (1998)

Hilman Hariwijaya

Dorothea Rosa Herliany

Gustaf Rizal

Remy Sylado

Afrizal Malna

[sunting] Angkatan ReformasiSeiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi.Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa

atau sajak-sajak reformasi.Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik. Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

Widji Thukul

Puisi Pelo Darman

[sunting] Angkatan 2000-anSetelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.

[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

Ayu Utami

Saman (1998) Larung (2001) Atas Nama Malam Sepotong Senja untuk Pacarku Biola Tak Berdawai Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001) Supernova 2.1: Akar (2002) Supernova 2.2: Petir (2004) Pulau Cinta di Peta Buta (2003) Ziarah bagi yang Hidup (2004) Parang Tak Berulu (2005)

Seno Gumira Ajidarma

Dewi Lestari

Raudal Tanjung Banua

Gugusan Mata Ibu (2005) Ayat-Ayat Cinta (2004) Diatas Sajadah Cinta (2004) Ketika Cinta Berbuah Surga (2005) Pudarnya Pesona Cleopatra (2005) Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007) Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007) Dalam Mihrab Cinta (2007) Laskar Pelangi (2005) Sang Pemimpi (2006) Edensor (2007) Maryamah Karpov (2008) Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010) Negeri 5 Menara (2009) Ranah 3 Warna (2011) Lukisan Jiwa (puisi) (2009) Melan Conis (2009)

Habiburrahman El Shirazy

Andrea Hirata

Ahmad Fuadi

Tosa

[sunting] CybersastraEra internet memasuki komunitas sastra di Indonesia.Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya semisal : duniasatra(dot)com.

Tiga Menguak Takdiroleh: SemMh More About :tiga menguak takdirTiga Menguak Tak

Pengarang: Chairil Anwar; Asrul Sani; Rivai Apin

Summary rating: 4 stars (3 Tinjauan) Kunjungan : 528 kata:300

Tiga Menguak Takdir adalah antologi puisi ketiga penyair (Chairil Anwar, Asrul Sani dan Rivai Apin).Pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1950. Buku ini berisi antara lain 10 puisi Chairil Anwar di antaranya: Catetan th. 1945, Senja di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh di Pulau, Krawang-Bekasi, Perjurit Jaga Malam, Derai-derai Cemara (Cemara Menderai Sampai Jauh), serta Yang Terhempas dan Yang Luput (Yang Terempas dan Yang Putus). Ada tafsiran dari beberapa kalangan, bahwabuku ini merupakan upaya ketiga penyair untuk menghadapi eksistensi sastra punjangga baru yang dimotori oleh Sutan Takdir ALisjahbana.Karena itu, ketiga penyair dalam buku ini dianggap bahkan diakui sebagai pelopor sastra Indonesia Angkatan 45 dengan motor penggeraknya Chairil Anwar. Namun di lain pihak, ada kelompok lain yang mencoba menafsirkan judul buku ini sebagai pencerminan jiwa ketiga penyair yang mencoba menguak, memahami dan menghayati misteri kehidupan manusia. Mana yang benar?Kedua pihak penafsir dapat dikatakan benar, karena menafsirkan karya sastra merupakan hak individual seseorang.Soal benar-tidaknya tafsiran itu, yang paling mengetahui adalah ketiga penyair itu sendiri. Diterbitkan di: Juni06, 2010 sumber: Tiga Menguak Takdirhttp://id.shvoong.com/books/poetry/2010179-tiga-menguaktakdir/#ixzz1IRXpqdOL

PUISI - PUISI CHAIRIL ANW

kembali Archive AKU

Monday, October 27, 2003 Posted 6:34 AM by camar PRAJURIT JAGA MALAM Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! (1948) Siasat, Th III, No. 96

1949 MALAM Mulai kelam belum buntu malam kami masih berjaga --Thermopylae?- jagal tidak dikenal ? tapi nanti sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang Zaman Baru, No. 11-12 20-30 Agustus 1957

KRAWANG-BEKASI Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati ? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa, Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat Berikan kami arti Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi (1948) Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957 DIPONEGORO Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati. MAJU Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api. Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai

Maju Serbu Serang Terjang (Februari 1943) Budaya, Th III, No. 8 Agustus 1954

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh (1948) Liberty, Jilid 7, No 297, 1954 Thursday, April 03, 2003 Posted 6:01 AM by camar AKU Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi Maret 1943 Posted 6:01 AM by camar

PENERIMAAN Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani Kalau kau mau kuterima kembali Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. Maret 1943 Posted 5:59 AM by camar HAMPA kepada sri Sepi di luar. Sepi menekan mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi. Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencekung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. Posted 5:59 AM by camar DOA kepada pemeluk teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling 13 November 1943 Posted 5:58 AM by camar SAJAK PUTIH Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah... Posted 5:58 AM by camar SENJA DI PELABUHAN KECIL buat: Sri Ajati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946 Posted 5:58 AM by camar CINTAKU JAUH DI PULAU Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya. Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata: "Tujukan perahu ke pangkuanku saja," Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! Perahu yang bersama 'kan merapuh! Mengapa Ajal memanggil dulu

Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri. 1946 Posted 5:57 AM by camar MALAM DI PEGUNUNGAN Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan? Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin: Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! 1947 Posted 5:57 AM by camar YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS kelam dan angin lalu mempesiang diriku, menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin, malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu; tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku 1949 Posted 5:53 AM by camar DERAI DERAI CEMARA cemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin yang terpendam aku sekarang orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini hidup hanya menunda kekalahan

tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah 1949

PERKEMBANGAN PUISI

Sastra Masa Peralihan Kesusastraan masa peralihan dikenal pula dengan nama masa Abdullah. Disebut demikian karena dialah orang Melayu yang pertama kali menguak tradisi lama dalam dunia karang mengarang. Abdulah mulai merombak cara cara lama yang telah dianggapnya usang. Ia mulai melukiskan sesuatu yang terjadi di luar istana. Dalam karangannya digoreskannya kehidupan sehari hari atau kejadian kejadian yang bergejolak di masyarakat. Dalam cita dan langkah yang melaju ia belum lepas sama sekali dengan unsur sastra lama. Dalam karyanya masih tertuang bentuk lama yaitu syair, walaupun dalam isi ia telah menampakkan nafas baru. Dapat dikatakan bahwa satu kakinya menginjak pada zaman baru, namun yang sebelah lagi tercampak pada zaman lama. Riwayat Hidup Abdullah : Dalam dirinya mengalir darah campuran antara Melayu Arab Keling. Dikatakan demikian karena kakeknya keturunan Arab, Ibunya dari keturunan Keling.Ia lahir di Malaka tahun 1796 dan meninggal di Jedah (Arab) pada tahun 1854 (dalam usia 58 tahun). Sejak kecil pendidikannya diserahkan oleh ayahnya kepada kakeknya.Dibawah asuhan kakeknyalah bakatnya berkembang.Mulailah tumbuh dengan subur benih benih kepengarangan yang tertanam dalam dirinya. Masa Kesusastraan Baru 1. Angkatan Balai Pustaka Sejarah berdirinya :

Pada tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan yang bernama : COMMISIE VOOR DE VOLK SLECTUUR (Komisi Bacaan Rakyat). Badan ini diketuai oleh Prof. G.A.Y. Hazcu dengan Sekretaris Dr. Rinkes.Badan ini mempunyai anggota 6 orang. Karena makin lama tugas badan ini makin banyak, maka pada tahun 1917 badan ini diganti namanya dengan Balai Pustaka. Para Pengarang Angkatan Balai Pustaka 1) I Gusti Nyoman Panji Tisna (A.A Panji Tisna) 2) M.R. Dayoh (Marius Ramis Dayoh) 3) Sutomo Jauhar Arifia 4) Marari Siregar 5) Marah Rusli 6) Abdul Muis 7) Jamaludin Malik (dengan nama samaran : Adinegoro) 8) Nur Sutan Iskandar (N. St. Iskandar) 9) Muhammad Kasim 10) Suman Hasibuan (Suman Hs.) 11) Aman Datuk Majoindo 12) Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) 13) Saadah Alim 14) Fatimah Hasan Delais 15) Sariamin 16) Paulus Supit 17) L. Wairata 18) H. S. D. (Haji Said Daeng) Muntu 2. Angkatan Pujangga Baru Pengertian Pujangga Baru : Mengenai istilah Pujangga Baru ada 2 macam, yaitu : 1) Nama majalah yang khusus membicarakan masalah sastra dan kesustraan Indonesia. 2) Nama suatu angkatan / kelompok pengarang yang muncul sekitar tahun 1933 1945. Para pelopor Pujangga Baru 1. Prof. Dr. STA (Sutan Takdir Alisyahbana) 2. Armiyn Pane 3. Sanusi Pane 4. Amir Hamzah Faktor pendorong timbulnya Pujangga Baru 1) Adanya syarat yang berat dari Balai Pustaka 2) Hasrat yang keras dari para pelopor Pujangga Baru untuk menghimpun diri. 3) Pengaruh Angkatan 80 di Negeri Belanda. Pengertian Angkatan 80 Angkatan 80 adalah suatu yang muncul tahun 1880 di Negeri Belanda yang dipelopori oleh : Willem Kloos, Lodewyk Van Deyssel, Federik Van Eeden dan Albert Verwey. Mereka menerbitkan sebuah majalah yang bernama De Nieuwe Gids (Pandu Baru) pada tahun 1885 untuk menentang kesustraan pendeta dan kesenian sebelumnya, yang bernafas alon alon serta

dikemudikan oleh pikiran yang berhati hati. Syair syairnya bersorak lirik romantik dan umumnya dalam bentuk soneta. Masih terikat oleh jumlah baris sehingga nama namanya pun menurut jumlah barisnya sebait seperti : distichon, terzina, kwartrain, quin, sextet, septima, oktaf, dan sebagainya. Bentuk bentuk inilah yang kemudian mempengaruhi pengarang pengarang Indonesia seperti STA, Armyin Pane yang kemudian memelopori Angkatan Pujangga Baru. Corak / Karakter karangan Angkatan Pujangga Baru : 1) Tema : pertentangan antara Barat dan Timur (Belanda dan Indonesia) 2) Tendens/tujuan : kenasionalan / kebangsaan. 3) Corak : romantis idealistis 4) Isi karangan : hal hal yang terjadi di masyarakat. 5) Konsepsi : internasionalistis universil. Para pelopor angkatan ini mempunyai perbedaan pandangan disamping persamaan dalam karya sastranya. Perbedaannya : a. STA : mengagumi / berorientasi pada kebudayaan Barat / Eropa. b. Armiyn Pane : searah dengan pandangan STA c. Sanusi Pane : berorientasi ke India dan Indonesia Purba. d. Amir Hamzah : berpengaruh oleh kebudayaan Islam dan sastra Melayu lama. Persamaannya : a. Realistis (memaparkan kenyataan) b. Romantis (terharu/terpengaruh oleh keindahan) c. Idealistis (mempunyai ide untuk merombak hal hal yang dianggapnya kurang baik. Para Sastrawan Angkatan Pujangga Baru : 1. Prof. Dr. Sutan Takdir Alisyahbana, S.H 2. Armiyn Pane 3. Sanusi Pane 4. Amir Hamzah 5. Rustam Effendi 6. Y. E. Tatenkeng (Yan Engelbert Tatengkeng) 7. Abdul Hadi 8. M. Ali Hasyim 9. Mozasa (Mohamad Zain Saidi) 10. Muhamad Yamin 3. Kesusastraan Masa Jepang Maret 1942 Jepang menduduki Indonesia.Begitu Jepang menjajah Indonesia, majalah Pujangga Baru dilarang terbit. Sebagai gantinya Jepang mendirikan kantor kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunka Shidosho. Kantor ini merupakan alat propaganda Jepang untuk memperkuat posisinya.Setiap karangan yang masuk disensor dengan ketat.Karangan yang diizinkan adalah karangan yang menguntungkan penjajah Jepang. Syarat syarat karangan yang boleh terbit :

1) Tidak membahayakan penjajah Jepang 2) Dapat dijadikan alat propaganda 3) Dapat membangkitkan semangat pengabdian kepada Jepang. Corak / karakter karangan zaman Jepang : 1) Bentuk dan isi masih bernafas Pujangga Baru. 2) Individualistis. 3) Ekspresionaistis. 4) Simbolis. Para Sastrawan Angkatan Jepang : 1. Dokter Abu Hanifah 2. Usmar Ismail 3. Rosihan Anwar 4. Amal Hamzah 5. Maria Amin 4. Angkatan 45 Riwayatnya : Sebenarnya setelah masuknya Jepang, Angkatan 45 telah muncul sebagai akibat penindasan, janji janji yang kosong dari penjajah Jepang, hal inilah menimbulkan corak kesusastraan baru. Setelah Indonesia merdeka, untuk memajukan kebudayaan pada umumnya serta seni dan sastra pada khususnya maka pada tanggal 19-11-1945 didirikanlah suatu organisasi sastrawan yang diberi nama : Gelanggang, dengan para anggota : 1) Khairil Anwar 2) Rivai Avin 3) Mkhtar Apin 4) Baharudin 5) M. Akbar Juhana 6) Henk Ngantung Tujuan organisasi ini adalah untuk menciptakan manusia indonesia yang dapat menyesuaikan diri atau dapat menghadapi dunia dalam zaman atom (dunia modern). Kemudian organisasi Gelanggang inilah yang menjelma menjadi Angkatan 45. Nama ini dicetuskan pertama kali oleh Rosihan Anwar dalam majalah siasat, 9-1-1949 dengan alasan : Tahun 1945 merupakan tahun yang tak terlupakan oleh bangsa Indonesia. Tahun ini merupakan tahun yang mulia dimana kemerdekaan Indonesia tergores dengan tinta emas dalam lembaran sejarah. Gagasan ini mendapat tantangan dari sastrawan yang lain dengan argumentasi : Tahun 1945 dalah tahun yang penuh kekejaman, pertumpahan darah serta peristiwa lain yang mengerikan. Namun setelah melalui diskusi yang cukup hangat akhirnya disetujui pula nama ini. Adapun titik berat perhatian angkatan ini adalah Kebudayaan Dunia Yang Universil.Menurut mereka seniman seniman itu adalah manusia universil yang muncul dengan corak Indonesia. Corak Karangan 45 : 1) Individualistis

2) Ekspresionistis 3) Realistis 4) Humanisme Universil. Penjelasan : Individualistis = bersifat menonjolkan individu / perse- orangan / penonjolan pribadi. Ekspresionistis = mengandung curahan perasaan. Realistis = bersifat relis / nyata. Humanisme Universil = kata ini berasal dari kata Humanity yang berarti kemanusiaan maksudnya menolak penindasan dari suatu bangsa terhadap bangsa lain. Dia menginginkan kebebasan dalam melahirkan isi hati / dalam mencipta.Janganlah seniman itu dijadikan alat politik.Kemanusian atau kebebasan yang diinginkan bukan hanya untuk orang orang Indonesia namun untuk seluruh manusia yang ada di bawah kolong langit ini.Jadi humanisme universil artinya kemanusiaan yang berlaku bagi seluruh dunia. Nama nama lain yang pernah diusulkan untuk nama Angkatan 45 : 1) Angkatan Kemerdekaan 2) Angkatan Pembebasan 3) Angkatan Perang 4) Angkatan sesudah perang 5) Angkatan sesudah Pujangga Baru 6) Angkatan Khairil Anwar 7) Angkatan Gelanggang. Pelopor Angkatan 45 : 1) Khairil Anwar Beliau pelopor puisi angkatan 45. Lahir di Medan, 26-7-1922.Pendidikan : MULO di Medan, kemudian pindah ke Jakarta. Meninggal di Jakarta, 28 April 1949 (dalam usia 27 tahun). Ciptaannya : a. Deru Campur Debu (kumpulan sajak, pembangunan 1949) b. Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus (Pustaka Rakyat, 1949) c. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Rivai Apin, Asrul Sani, BP 1950) d. Pulanglah Si Anak Hilang (terjemahan dari Le Retour de L Enfant Prodigue karya Andre Gide, PR 1948) e. Kena Gempur (terjemahan dari sebuah buku karangan John Steinbeck, BP 1951). 2) Idrus (pelopor dalam bidang prosa) Para pengarang Angkatan 45 yang lain : 1. Asrul Sani 2. Rivai Apin 3. Akhidiat Karta Miharja 4. Aoh kartahadimaja 5. Pramudya Ananta Tur 6. Sitor Situmorang 7. Ida Nasution 8. ST. Nuraini (Siti Nuraini) 9. Waluyati.

5. Angkatan 66 Latar Belakang timbulnya Angkatan 66 : Kalau kita telusuri perkembangan kesusastraan masa lalu maka akan tampak bahwa protes protes sosial dari para sastrawan sebenarnya jauh sebelum meletusnya Gerakan Tiga Puluh September (G. 30 S/PKI), telah banyak kita jumpai. Dengan kata lain protes terhadap kecerobohan politik, penyalahgunaan kekuasaan dan penyelewengan telah lama dilancarkan. Jadi angkatan 66 lahir dari pergolakan politik, kegoncangan kegoncangan, penyelewengan yang terjadi pada waktu itu.Jadi kehadirannya adalah suatu peristiwa politik. Namun disamping ukuran politik ia pun mempunyai nilai dalam bidang kesusastraan. Ia anti tirani (kesewenang wenangan), ingin menegakkan keadilan dan kebenaran. Corak Angkatan 66 : 1) Isinya : protes sosial dan politik 2) Konsepsinya : Pancasila.

Para Sastrawan Angkatan 66 1) W.S Rendra (Willibrodus Surendra Rendra) 2) Motinggo Busya 3) Gunawan Muhamad 4) Arifin C. Noor 5) Taufik Ismail 6) S.M. Ardan 7) Nh. Dini 8) Umar Khayam 9) Nugroho Notosusanto 10) Iwan Situmorang 11) Toto Sudarto Bakhtiar 12) Ayip Rosidi 13) Trisnoyuwono 14) Trisno Sumarjo 15) Mokhtar Lubis 16) Gerson Poyk 17) M. Poppy Hutagalung 18) Sapardi Joko Damono 19) Bur Rasuanto 20) Abdal Wahid Situmeang 21) Jamil Suherman 22) Satyagraha Hurip Suprobo 23) Yusach Ananda 24) Hartoyo Andang Jaya

Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)

1. Cirinya adalah 1) Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern, 2) Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris, 4) Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan 80 Belanda, 5) Aliran yang dianut adalah romantik idealisme, dan 6) Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan. 2. Bentuk karya sastra angkatan pujangga baru yaitu: a. Puisi Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu : 1) Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair lagi, 2) Bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima, 3) Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan utama, 4) Bahasa kiasan utama ialah perbandingan, 5) Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah, 6) Hubungan antara kalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata yang ambigu, 7) Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan tentram. Puisi baru berdasarkan isinya yaitu : 1) Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. 2) Himne adalah puisi pujaan untuk tuhan, tanah air, atau pahlawan. 3) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. 4) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. 5) Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. 6) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. 7) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. b. Prosa Ciri-ciri puisi pada angkatan pujangga baru yaitu : 1) Berbentuk prosa baru yang bersifat dinamis (senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat), 2) Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat sehari-hari, 3) Alurnya lurus, 4) Tidak banyak sisipan-sisipan cerita sehingga alurnya menjadi lebih erat, 5) Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung. Deskripsi fisik sudah sedikit, 6) Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga, 7) Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan, pepatah, dan peribahasa, Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama. Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan kebenaran dan kenyataan, 9) Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat 10) Dipengaruhi siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas, dan 11) Tertulis Prosa baru berdasarkan isinya yaitu : 1) Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkap adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan

pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak Kunjung Padam 2) Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau Ki hajar Dewantara. 3) Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri. 4) Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit Biru karya Ayip Rosyidi 5) Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar Adinegoro, Catatan di Sumatera M. Rajab. 6) Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Coratcoret di Bawah Tanah karangan Idrus. 7) Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh: Roromendut karangan YB. Mangunwijaya. Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan menghakimi. 9) Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati. 10) Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll.menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi. 3. Pengarang dan karya sastra yang terkenal dalam angkatan tersebut adalah : 1) Sutan Takdir Ali Syhabana (roman Layar Terkembang (1948), Tebaran Mega (1963), Dian Tak Kunjung Padam, Kalah dan Manang, Grota Azzura) 2) Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyian Sunyi (1954), Buah Rindu (1950), Setanggi Timur (1939)) 3) Armin Pane (novel Belenggu (1654), Jiwa Berjiwa, kumpulan sajak Gamelan Jiwa (1960), drama Jinak-Jinak Merpati (1950)) 4) Sanusi Pane (drama Manusia Baru, Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1971), Madah Kelana (1931/1970), Sandhyakala Ning Majapahit (1971), Kertadjaja (1971)) 5) M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes (1951), Indonesia Tumpah Darahku (1928), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata, Tanah Air) 6) Rustam Efendi (drama Bebasari (1953), Pertjikan Permenungan (1957)) 7) Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam (1934) Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck) 4. Pelopor Angkatan Pujangga Baru adalah Sutan Takdir Ali Syahbana, Armjin Pane, dan Amir Hamzah.

DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG Oleh : W.S. Rendra

Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal Anak menangis kehilangan bapa Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia Apabila malam turun nanti sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara Waktu itu, Tuhanku, perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku Malam dan wajahku adalah satu warna Dosa dan nafasku adalah satu udara. Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalanApa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang terjajah ? Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu Tuhanku Erat-erat kugenggam senapanku Perkenankan aku membunuh Perkenankan aku menusukkan sangkurku ***

AKU TULIS PAMPLET INI Oleh : W.S. Rendra Aku tulis pamplet ini karena lembaga pendapat umum ditutupi jaring labah-labah Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,

dan ungkapan diri ditekan menjadi peng - iya - an Apa yang terpegang hari ini bisa luput besok pagi Ketidakpastian merajalela. Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki menjadi marabahaya menjadi isi kebon binatang Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi, maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan. Tidak mengandung perdebatan Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan Aku tulis pamplet ini karena pamplet bukan tabu bagi penyair Aku inginkan merpati pos. Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian. Aku tidak melihat alasan kenapa harus diam tertekan dan termangu. Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar. Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju. Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ? Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan. Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka. Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api. Rembulan memberi mimpi pada dendam. Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah yang teronggok bagai sampah Kegamangan.Kecurigaan. Ketakutan. Kelesuan. Aku tulis pamplet ini karena kawan dan lawan adalah saudara Di dalam alam masih ada cahaya. Matahari yang tenggelam diganti rembulan. Lalu besok pagi pasti terbit kembali. Dan di dalam air lumpur kehidupan, aku melihat bagai terkaca : ternyata kita, toh, manusia ! Pejambon Jakarta 27 April 1978 Potret Pembangunan dalam Puisi ***

GERILYA Oleh : W.S. Rendra Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling di jalan Angin tergantung terkecap pahitnya tembakau bendungan keluh dan bencana Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling dijalan Dengan tujuh lubang pelor diketuk gerbang langit dan menyala mentari muda melepas kesumatnya Gadis berjalan di subuh merah dengan sayur-mayur di punggung melihatnya pertama Ia beri jeritan manis dan duka daun wortel Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling dijalan Orang-orang kampung mengenalnya anak janda berambut ombak ditimba air bergantang-gantang disiram atas tubuhnya Tubuh biru tatapan mata biru lelaki berguling dijalan Lewat gardu Belanda dengan berani berlindung warna malam sendiri masuk kota ingin ikut ngubur ibunya

GUGUR Oleh : W.S. Rendra Ia merangkak di atas bumi yang dicintainya

Tiada kuasa lagi menegak Telah ia lepaskan dengan gemilang pelor terakhir dari bedilnya Ke dada musuh yang merebut kotanya Ia merangkak di atas bumi yang dicintainya Ia sudah tua luka-luka di badannya Bagai harimau tua susah payah maut menjeratnya Matanya bagai saga menatap musuh pergi dari kotanya Sesudah pertempuran yang gemilang itu lima pemuda mengangkatnya di antaranya anaknya Ia menolak dan tetap merangkak menuju kota kesayangannya Ia merangkak di atas bumi yang dicintainya Belumlagi selusin tindak mautpun menghadangnya. Ketika anaknya memegang tangannya ia berkata : " Yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah. Dan aku pun berasal dari tanah tanah Ambarawa yang kucinta Kita bukanlah anak jadah Kerna kita punya bumi kecintaan. Bumi yang menyusui kita dengan mata airnya. Bumi kita adalah tempat pautan yang sah. Bumi kita adalah kehormatan. Bumi kita adalah juwa dari jiwa. Ia adalah bumi nenek moyang. Ia adalah bumi waris yang sekarang. Ia adalah bumi waris yang akan datang." Hari pun berangkat malam Bumi berpeluh dan terbakar

Kerna api menyala di kota Ambarawa Orang tua itu kembali berkata : "Lihatlah, hari telah fajar ! Wahai bumi yang indah, kita akan berpelukan buat selama-lamanya ! Nanti sekali waktu seorang cucuku akan menacapkan bajak di bumi tempatku berkubur kemudian akan ditanamnya benih dan tumbuh dengan subur Maka ia pun berkata : -Alangkah gemburnya tanah di sini!" Hari pun lengkap malam ketika menutup matanya

LAGU SEORANG GERILYA (Untuk puteraku Isaias Sadewa) Oleh : W.S. Rendra Engkau melayang jauh, kekasihku. Engkau mandi cahaya matahari. Aku di sini memandangmu, menyandang senapan, berbendera pusaka. Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu, engkau berkudung selendang katun di kepalamu. Engkau menjadi suatu keindahan, sementara dari jauh resimen tank penindas terdengar menderu. Malam bermandi cahaya matahari, kehijauan menyelimuti medan perang yang membara. Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku, engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu Peluruku habis dan darah muncrat dari dadaku. Maka di saat seperti itu kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan bersama kakek-kakekku yang telah gugur di dalam berjuang membela rakyat jelata ****

AKU TULIS PAMPLET INI AKU TULIS PAMPLET INI KARENA LEMBAGA PENDAPAT UMUM DITUTUPI JARING LABAH-LABAH ORANG-ORANG BICARA DALAM KASAK-KUSUK, DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN MENJADI PENG-IYA-AN APA YANG TERPEGANG HARI INI BISA LUPUT BESOK PAGI KETIDAK PASTIAN MERAJALELA DI LUAR KEKUASAAN KEHIDUPAN MENJADI TEKA-TEKI, MENJADI MARABAHAYA, MENJADI ISI KEBON BINATANG APABILA KRITIK HANYA BOLEH LEWAT SALURAN RESMI MAKA HIDUP AKAN MENJADI SAYUR TANPA GARAM LEMBAGA PENDAPAT UMUM TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN TIDAK MENGANDUNG PERDEBATAN DAN AKHIRNYA MENJADI MONOPOLI KEKUASAAN AKU TULIS PAMPLET INI KARENA PAMPLET BUKAN TABU BAGI PENYAIR AKU INGINKAN MERPATI POS AKU INGIN MEMAINKAN BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI TANGANKU AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT ASAP KAUM INDIAN AKU TIDAK MELIHAT ALASAN KENAPA HARUS DIAM TERTEKAN DAN TERMANGU AKU INGIN SECARA WAJAR KITA BERTUKAR KABAR DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN SETUJU ATAU TIDAK SETUJU KENAPA KETAKUTAN MENJADI TABIR PIKIRAN ? KEKHAWATIRAN TELAH MENCEMARKAN KEHIDUPAN KETEGANGAN TELAH MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG MERDEKA MATAHARI MENYINARI AIRMATA YANG BERDERAI MENJADI API REMBULAN MEMBERI MIMPI PADA DENDAM GELOMBANG ANGIN MENYINGKAPKAN KELUH KESAH YANG TERONGGOK BAGAI SAMPAH KEGAMANGAN KECURIGAAN KETAKUTAN

KELESUAN AKU TULIS PAMPLET INI KARENA KAWAN DAN LAWAN ADALAH SAUDARA DI DALAM ALAM MASIH ADA CAHAYA MATAHARI YANG TENGGELAM DIGANTI REMBULAN LALU BESOK PAGI PASTI TERBIT KEMBALI DAN DI DALAM AIR LUMPUR KEHIDUPAN AKU MELIHAT BAGAI TERKACA : TERNYATA KITA, TOH, MANUSIA ! RENDRA ( pejambon - jakarta, 27 april 1978 ) **** Sajak Pertemuan Mahasiswa matahari terbit pagi ini mencium bau kencing orok di kaki langit melihat kali coklat menjalar ke lautan dan mendengar dengung di dalam hutan lalu kini ia dua penggalah tingginya dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini memeriksa keadaan kita bertanya : kenapa maksud baik tidak selalu berguna kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga orang berkata : "kami ada maksud baik" dan kita bertanya : "maksud baik untuk siapa ?" ya ! ada yang jaya, ada yang terhina ada yang bersenjata, ada yang terluka ada yang duduk, ada yang diduduki ada yang berlimpah, ada yang terkuras dan kita disini bertanya : "maksud baik saudara untuk siapa ? saudara berdiri di pihak yang mana ?" kenapa maksud baik dilakukan tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya tanah - tanah di gunung telah dimiliki orang - orang kota

perkebunan yang luas hanya menguntungkan segolongan kecil saja alat - alat kemajuan yang diimpor tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya tentu, kita bertanya : "lantas maksud baik saudara untuk siapa ?" sekarang matahari semakin tinggi lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya : kita ini dididik untuk memihak yang mana ? ilmu - ilmu diajarkan disini akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan ? sebentar lagi matahari akan tenggelam malam akan tiba cicak - cicak berbunyi di tembok dan rembulan berlayar tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda akan hidup di dalam mimpi akan tumbuh di kebon belakang dan esok hari matahari akan terbit kembali sementara hari baru menjelma pertanyaan - pertanyaan kita menjadi hutan atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra di bawah matahari ini kita bertanya : ada yang menangis, ada yang mendera ada yang habis, ada yang mengikis dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana ! RENDRA ( jakarta, 1 desember 1977 ) ***** Sajak Sebatang Lisong menghisap sebatang lisong melihat Indonesia Raya

mendengar 130 juta rakyat dan di langit dua tiga cukung mengangkang berak di atas kepala mereka matahari terbit fajar tiba dan aku melihat delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan aku bertanya tetapi pertanyaan - pertanyaanku membentur meja kekuasaan yang macet dan papantulis - papantulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan delapan juta kanak - kanak menghadapi satu jalan panjang tanpa pilihan tanpa pepohonan tanpa dangau persinggahan tanpa ada bayangan ujungnya .......................... menghisap udara yang disemprot deodorant aku melihat sarjana - sarjana menganggur berpeluh di jalan raya aku melihat wanita bunting antri uang pensiunan dan di langit para teknokrat berkata : bahwa bangsa kita adalah malas bahwa bangsa mesti dibangun mesti di up-grade disesuaikan dengan teknologi yang diimpor gunung - gunung menjulang langit pesta warna di dalam senjakala dan aku melihat protes - protes yang terpendam terhimpit di bawah tilam

aku bertanya tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair - penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan sementara ketidak adilan terjadi disampingnya dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan termangu - mangu di kaki dewi kesenian bunga - bunga bangsa tahun depan berkunang - kunang pandang matanya di bawah iklan berlampu neon berjuta - juta harapan ibu dan bapak menjadi gemalau suara yang kacau menjadi karang di bawah muka samodra ................................. kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing diktat - diktat hanya boleh memberi metode tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan kita mesti keluar ke jalan raya keluar ke desa - desa mencatat sendiri semua gejala dan menghayati persoalan yang nyata inilah sajakku pamplet masa darurat apakah artinya kesenian bila terpisah dari derita lingkungan apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan RENDRA ( itb bandung - 19 agustus 1978 ) ******