Upload
galih-cakhya-imawan
View
37
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
paralisis periodik hipokalemi
Citation preview
PRESENTASI KASUS
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
Arby Shafara Sekundaputra 20090310177
Galih Cakhya Imawan 20090310189
Diajukan Kepada:
Dr. Kurdi Sp.S
BAGIAN NEUROLOGI
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI
Telah dipresentasikan pada tanggal :
Oleh :
Arby Shafara Sekundaputra 20090310177
Galih Cakhya Imawan 20090310189
Disetujui oleh,
Dosen pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Neurologi
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
Dr. Kurdi Sp.S
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr. Wb.
Allahamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan PRESENTASI KASUS untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Neurologi RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan judul:
PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMI
Penulisan PRESENTASI KASUS ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, maka dengan kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Kurdi Sp.S , selaku dosen pembimbing dan penguji
2. Segenap perawat bangsal Flamboyan dan Herbra RSUD wonosobo
3. Teman-teman dokter muda
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan PRESENTASI KASUS ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakannya.
Wasalamu’alaikum wr.wb.
Wonosobo, Oktober 2013
DAFTAR ISIDAFTAR ISI 4
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
A. IDENTITAS PASIEN 5
B. ANAMNESIS 5
A. PEMERIKSAAN FISIK 6
Diagnosa banding 9
BAB II 13
TINJAUAN PUSTAKA 13
A. Definisi 13
B. Klasifikasi 13
C. Paralisis periodik hipokalemik 14
D. Paralisis periodik hiperkalemik 16
E. Paralisis Periodik Normokalemik 17
F. Etiologi 17
G. Patofisiologi 18
H. Pemeriksaan penunjang 20
I. Penatalaksanaan 22
BAB III 25
PEMBAHASAN 25
BAB IV 26
KESIMPULAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIENNama Pasien : Nn. Sr
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Agama : islam
Alamat : Sukorejo
No. RM : 607459
Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2014
Tanggal keluar RS : 16 agustus 2014
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Lemah ke empat anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang Perempuan 20 tahun datang ke IGD dengan keluhan Lemah ke empat anggota gerak
sejak satu hari sebelum masuk RS, lemah dirasakan pasien ketika baru bangun tidur. Pasien
merasakan kelemahan pada ke empat anggota gerak secara bersamaan. Kelemahan dirasakan
sama antara tungkai dan lengan. Pasien hanya mampu menggerakkan tangan kanan dan kiri
serta telapak kaki kanan dan kiri. Rasa kesemutan dan mati rasa pada anggota tubuh tidak ada
BAB dan BAK baik
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengalami kelemahan sebelumnya
Riwayat demam, batuk pilek 2 minggu sebelumnya tidak ada
Riwayat penyakit ginjal dan gondok tidak ada
Pasien mengatakan 3 hari SMRS OS dirawat selama 1 minggu karena obstipasi dan gastritis
Riwayat Diare dan Obat pencahar disangkal,
1
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini, lingkungan sekitar juga tidak ada
yang sakit serupa dengan penderita
Anamnesis sistem:
Sistem serebrospinal : Keadaan sadar, subfebris, dan tidak ada nyeri kepala
Sistem Cardiovaskuler : tidak ada nyeri dada
Sistem respiratorius : tidak ada sesak, batuk, maupun pilek
Sistem Gastrointestinal : tidak mual, muntah, nyeri perut, BAB normal
Sistem urogenital : BAK normal, nyeri saat BAK (-)
Sistem integumentum : tidak terdapat bentol-bentol kemerahan di badan, kaki, dan tangan tidak terasa gatal
Sistem muskuloskeletal : tidak ada udem, deformitas maupun fraktur
C. PEMERIKSAAN FISIKStatus Internus:
1. Keadaan Umum : Tampak lemas
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 70 x/menit, teratur, kuat angkat, isi tegangan cukup
c. Pernafasan : 20x / menit, tipe abdominothorakal
d. Suhu : 37,80 C
4. Pemeriksaan kepala
a. Bentuk kepala : Mesochepal
b. Rambut : Dominan Hitam, tipis, tidak mudah dicabut
5. Pemeriksaan mata
a. Konjungtiva : pada mata kanan dan kiri tidak nampak anemis
b. Sklera : mata kanan dan kiri tidak nampak ikterik
c. Pupil : isokor kanan dan kiri, reflek cahaya +/+
d. Palpebra : tidak nampak edema pada palpebra kanan dan kiri
6. Pemeriksaan hidung
a. Bentuk : dalam batas normal, tidak ada deformitas
b. Sekret : tidak terdapat sekeret hidung
2
7. Pemeriksaan mulut
a. Bibir : bibir tipis, tidak nampak pucat
b. Lidah : lidah tidak kotor, tidak tremor
c. Faring : tidak hiperemis
8. Pemeriksaan telinga
a. Bentuk : normal, tidak terdapat deformitas
b. Sekret : tidak ada
c. Fungsional : pendengaran baik
9. Pemeriksaan leher
a. JVP : tidak meningkat
b. Kelenjar tiroid : tidak membesar
c. Kelenjar Limfonodi : tidak membesar
d. Massa : tidak tampak massa
10. Pemeriksaan thoraks
a. Paru
1) Inspeksi : simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
2) Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
3) Perkusi : sonor semua lapang paru kanan dan kiri
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
b. Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMC sinistra
3) Perkusi : Batas jantung
a) Kanan atas : SIC II LPS dextra
b) Kanan bawah : SIC V LPS dextra
c) Kiri atas : SIC II LMC sinitra
d) Kiri bawah : SIC V LMC sinistra
4) Auskultasi : Suara jantung S1 & S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
11. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi :sikatrik (-), benjolan (-), venektasi (-), tanda radang (-), distensi
(-), darm contour (-), darm staefung (-)
b. Auskultasi : bunyi peristaltik (+) normal
c. Perkusi : timpani (+), pekak hepar (-)
d. Palpasi : supel (+), hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
3
Status Neurologis
a. Meningal sign- Kaku kuduk : negatif- Brudzinski I : negatif- Brudzinski II : negatif- Kernig sign : negatif
b. Nervus cranialis - N I : Penciuman Baik- N II : Penglihatan Baik- N III, IV, VI : Bola mata dapat bergerak ke segala arah, pupil isoko, diameter
3mm/3mm, bentuk bulat, reflek cahaya +/+- N V : motorik dan sensorik dalam batas normal- N VII : sentral dan perifer tidak ada kelainan/ dalam batas normal- N VIII : Pendengaran dalam batas normal- N IX, X : Reflek muntah baik, arkus faring simetris, uvula ditengah- N XI : Kedudukan lidah di luar tidak ada deviasi
c. Fungsi luhur- Kognitif : dalam batas nomal- Kesadaran : Baik- Reflek glabella : negative- Reflek Menghisap : Negative- Reflek Memegang : Negative
d. Fungsi Vegetatif- BAB : normal (1x sehari konsistensi lembek, warna kuning)- BAK : (5x sehari, wana kuninh, jernih)
e. Reflek fisiologis : Bisep, trisep : normalf. Reflek patologis
- Babinski : negatif- Hoffman-Tromer : negative- Chaddoks : negative- Gordon : Negative- Schafffer : negative- Oppenheim : Negative
g. Tonus : ↓ ↓↓ ↓
h. Klonus : patela dan achiles negatifi. Trofi : eutrofij. Gerak : bebask. Kekuatan : 1 1
1 1
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 16,1 13,2 – 17,3Leukosit 18,3 3800 – 10.000
Diff CountEosinofil 0,1 2 – 4Basofil 0,1 0 – 1Neutrofil 80,00 50 – 70Limfosit 16,4 25 – 40Monosit 3,5 2 – 8Hematokrit 44 40 – 52Eritrosit 5,7 4,4 – 5,9Trombosit 218 150 – 400MCV 77 80 – 100MCH 28 26 – 34MCHC 37 32 – 36
Kimia KlinikGula Darah Sewaktu 112 70 – 150
Ureum 37,5 < 50Creatinin 1,00 0.4 – 0.7
E. DIAGNOSA BANDING1. Gualline Bell Syndrom2. Paralisis periodik hipokalemi
F. Follow up13/08/2014 (hari I)
S/ kaki lemes, sakit pegel-pegel, belum bisa bergerak, nafsu makan berkurang, mual
O/ Ku : sedang
Kesadaran : CM
TD : 110/80mmHg
N :76x/menit
Rr : 20x/menit
T : 38,20C
Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 2mm/2mm Motorik : 422 224
111 111
Tonus: Hipotoni, trofi: eutrofi
5
Sensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-
A/ GBS
P/cek elektrolit Infusl RL 20tpmInj. Cefotaxime 3x1MPS 3x1OMZ 2x1Diazepan 5mg 1x1 Amitriptilin 10 1x1Ulsicral syr 3xC1Ondancetron 2x1
14/8/2014 (hari II)
S/ keluhan belum berkurang
O/ Ku : sedangKesadaran : CMTD: 110/70mmHgN:60x/menitrr: 20x/menitt : 36,80C
Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 422 224
111 111Hipotoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-
Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 141 135-147Kalium <2 3,5-5,0Klorida 112 95-105
A/ GBSParalisis periodik ec hipokalemia
P/ infus RL 20tpm drip KCL 1 flash (25meq)/8 jam
6
inj. Cefotaxime 3x1aspar K 3x1cek elektrolit tiap pagi
15/08/2014 (hari III)
S/ lemas berkurang, kaki sudah bisa digerakan
O/Ku : baikKesadaran : CMTD: 120/80mmHgN:74x/menitrr: 20x/menitt : 36,90C
Status Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 422 224
222 222eutoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF ↓/↓ RP -/-
Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 145 135-147Kalium 1,9 3,5-5,0Klorida 114 95-105
A/ Paralisis periodik ec hipokalemia perbaikan
P/ infus RL 20tpm drip KCL 2 flash (50meq)/8 jaminj.cefotaxim 2x1lapibal 3x1ATP 3x1Ranitidin 3x1OMZ 2x1Ulsicral 3xC1cek elektrolit tiap pagi
16/08/2014 (hari IV)S/ lemas berkurang, tangan dan kaki bisa bergerak bebasO/ Ku : baik
7
Kesadaran : CMTD: 120/80mmHgN:76x/menitrr: 24x/menitt : 36,60CStatus Internus : dalam batas normal Status Neurologikus : GCS : 15 N.Cranial : pupil isokor diameter 3mm/3mm Motorik 444 444
444 444eutoni,eutrofiSensorik dan otonom baikRF N/N RP -/-Elektrolit: hasil nilai rujukanNatrium 145 135-147Kalium 3,6 3,5-5,0Klorida 114 95-105
A/ Paralisis periodik ec hipokalemia perbaikan
P/ aspar K 3x1 tabCefadroxil 2x1lapibal 3x1ATP 3x1Ranitidin 3x1OMZ 2x1Ulsicra 3xC1BLPL
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka dengan bermacam
etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks kelemahan otot rangka, dengan
atau tanpa myotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien
mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi.
Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan
dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit
otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot
signifikan yang menetap sering berkembang. Pada awal perjalanan penyakit ini,
kelumpuhan periodik primer atau yang diturunkan (familial), kekuatan otot normal di
antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan
mungkin progresif. Gangguan ini dapat diobati dan kelemahan progresif dapat dicegah
atau bahkan dapat sembuh 1,3
B. Klasifikasi Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan penggolongan secara
konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik
sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat
mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan
klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai
channelopathies atau membranopathies 1.
Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa
penyebab. Pada paralisis periodik sekunder, bahkan antar-iktal tingkat kalium dalam
serum tidak normal. Riwayat penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-
blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis
periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis,
tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan
kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini penggolongan paralisis periodik
secara konvensional 1.
1. Paralisis periodik primer atau familial:
9
a) Paralisis periodik hipokalemik
b) Paralisis periodik hiperkalemik
c) Paralisis periodik normokalemik
Semua di atas diturunkan secara autosomal dominan
2. Paralisis periodik sekunder:
a) Paralisis periodik hipokalemik.
1) Tirotoksikosis
2) Thiazide atau loop-diuretic induced
3) Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
4) Drug-induced: gentamicin, carbenicillin,amphotericin-B, turunan tetrasiklin,
vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
5) Hiperaldosteron primer atau sekunder
6) Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida
7) Gastro-intestinal potassium loss
b) Paralisis periodik hiperkalemik:
1) Gagal ginjal kronis
2) Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
3) Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing diuretics
(spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors.
4) Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome
5) Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh
paparan suhu dingin
C. Paralisis periodik hipokalemik Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut
karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik
hipokalemik merupakan paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis
periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan
penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan
paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD)
yang awitan pertama biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang
karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya
pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan.
Paralisis periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit
10
dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya
karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya.5
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat
episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat terjadi
karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar karbohidrat
tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi,
menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi
kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium
ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra
selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi
hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan. Pencetus
untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan
kadar kalium serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal. 4
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan
berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan
biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot
mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini
dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria
lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan
kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik periodik paralisis biasanya
terjadi karena kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan
terjadinya hipokalemik periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic
paralysis), hiperinsulin.4
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan berdasarkan kadar
kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) ] pada waktu
serangan, riwayat mengalami episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain
dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di
bahu dan panggul meliputi juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan
biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia,
refleks Babinsky positif, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk
kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua
keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk
11
paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat
jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik
ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi
para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini
murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5–6
jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan.
Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka
pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance
yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik
paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik
periodik paralisis tipe 2 4.
D. Paralisis periodik hiperkalemik Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul sebelum
umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa remaja dan hilang
pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor pencetus
terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya 6,7.
1. Lapar
2. Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
3. Asupan kalium yang berlebihan
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan merupakan
faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik hipokalemia.
Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari
dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang bila
penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha,
punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum timbul kelemahan biasanya terdapat
rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan
napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat
serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek
yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat
kelemahan otot-otot proksimal 6,7.
12
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis
hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini 3
Paralisis periodik
Hiperkalemi hipokalemi
Onset Dekade pertama Dekade kedua
Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin, puasa, makanan kaya kalium
Istirahat sehabis latihan, kelebihan karbohidrat
Waktu serangan Kapanpun Pada saat bangun tidur pagi hari
Durasi serangan Beberapa menit sampai beberapa jam
Beberapa jam sampai beberapa hari
Keparahan Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat
Gejala tambahan Miotonia atau paramiotonia -
Kalium serum Tinggi atau normal Rendah
pengobatam Acetazolamide, dichlorphenamide, thiazide, beta-agonist
Acetazolamide, dichlorphenamide, suplemen kalium, diuretik hemat kalium
E. Paralisis Periodik Normokalemik Jenis ini palingal jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan
lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia. Serangan dapat
ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl.
Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium 2.
F. Etiologi Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu alat untuk
mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh. Kontraksi otot
skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma, yang
kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang dicetuskan oleh
depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan kecepatan dari jalur
sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas voltage-sensitive kanal ion.
Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan menyebabkan kelainan yang diturunkan
pada manusia. Dan kelainannya disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan
gejala yang paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek
pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan
13
kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi.
Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari
periodik paralisis
G. Patofisiologi 1. Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam
tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang
dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik.
Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion
ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi.
Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan
aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio
kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini
akan mempengaruhi fungsi dari sel–sel yaitu tidak berfungsinya membran sel yang
tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhan–keluhan dan gejala–
gejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium. Kadar kalium normal
intrasel adalah 135 –150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5–5,5mEq/L. Perbedaan
kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada metabolisme sel.
Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektro negatif dan terdapat membran
potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt 8.
2. Paralisis periodik hipokalemik
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada praktek
klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/L, pada
hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar
kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui
berbagai mekanisme, termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan
melalui ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke intraselular). Gejala hipokalemi ini terutama
terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.
Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk
14
rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas serum dapat menjadi
suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu suatu keadaan hipokalemia
dapat mengganggu kerja dari organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali
mengandung otot dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum.
Perubahan kerja jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG). Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T,
timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT
interval 1,6.
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum dari kejadian
periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini diturunkan secara autosomal
dominan. Dari kebanyakan kasus pada periodik paralisis hipokalemi terjadi karena
mutasi dari gen reseptor dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan
calcium channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses
coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine et.al telah berhasil memetakan
mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak tepatnya di kromosom
1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari L-type calcium channel dari
otot skeletal secara singkat di kode sebagai CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3
ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya
Arg-528-His, Arg-1239-His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50
% kasus pada periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya
lebih rendah pada wanita dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan pada
Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya tidak
menimbulkan gejala klinis 9,10.
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan
kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun
kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan
tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder lain yang
menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul pada usia
pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan
atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas
vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang
timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya
serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari
15
tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat
melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini
dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa
hari dari kelumpuhan tersebut 3,8.
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding
lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya
dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya
dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan
pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali
lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan
spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat puncak
dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang
menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih
baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai
dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini,
dan bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah
dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa urin 24 jam, kadar
hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab
sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan
hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang
berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis
karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism 3.
H. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah 1,3
1) Laboratorium
a) Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.
Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis
periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer.
Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas
16
normal dan bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar
kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis
periodik normokalemik.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu
keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada
konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun
hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari
otot, termasuk rhabdomiolisis dan mioglobinuria.
b) Fungsi ginjal
c) Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan
kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.
d) pH darah
e) Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa
menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel.
Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
f) Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder
hipokalemia.
g) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
h) Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
2) EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5
dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya
gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval 8.
3) EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,
meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik
hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada
paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
4) Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak
spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola
17
sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder,
vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.
I. Penatalaksanaan 1. Paralisis periodik hipokalemik
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia, kebanyakan pasien
dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi farmakologis. Pasien kita edukasi dan
berikan informasi untuk mencegah dan menurunkan kejadian serangan melalui
menghindari kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari
kedinginan, mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi
intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).
Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase dapat diberikan
untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan kelemahan episodik dan
memperbaiki kekuatan otot diantara serangan. Acetazolamide merupakan obat jenis
tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap
ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang
tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150
mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone atau triamterine
(keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin kalium chlorida
(KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis
dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan
HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena dengan dosis
inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan pemberian KCL
dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari pemberian dalam larutan
glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan
dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol 1,5.
2. Paralisis periodik hiperkalemik
Penatalaksanaan dari paralisis periodik hiperkalemik diaantaranya 1:
a) Profilaksis : acetazolamide atau diuretik thiazide dapat digunakan untuk
mencegah serangan.
b) Pengobatan saat serangan: pada kasus yang sedang tidak membutuhkan terapi
obat-obatan yang mana hanya dengan minum minuman yang manis atau permen
gula dapat mengurangi serangan. Pada kasus yang memanjang atau serangan yang
18
lanjut diuretik thiazide dan loop diuretik (furosemide, bumetanide) digunakan
dalam dosis yang cukup tinggi untuk menurunkan kadar kalium menjadi normal.
Jika kadar kalium darah sangat tinggi dapat diberikan secara intravena 20 ml
kalsium glukonas 20% atau drip normal saline atau secara intravena glukosa 10%
ditambah insulin. Jika gagal atau intoleransi terhadap diuretik, salbutamol dapat
diberikan secara intravena untuk mengatasi serangan.
3. Pengobatan paralisis periodik normokalemik
Pengobatan sama dengan paralisis periodik hiperkalemik, seperti 1:
a) Diet tinggi karbohidrat, seperti permen gula
b) Thiazide, seperti chlorthalidone 250-1000 mg/hari
c) Pemberian secara intravena normal saline dan kalsium glukonas
d) Pemberian secara intravena insulin dan glukosa
4. Pengobatan paralisis periodik sekunder
Prinsip utamanya adalah penyebeb utamanya harus diobati dahulu, obat-obatan yang
memperburuk kondisi dihentikan. Suplemen kalium harus diberikan pada paralisis
periodik hipokalemik. Loop diuretik, glukosa ditambah insulin secara intravena, atau
kalsium glukonas harus diberikan pada paralisis periodik hiperkalemik 1.
a) Paralisis periodik karena tirotoksikosis: pada kelainan ini terdapat hipokalemia,
pengobatan dengan memberikan kalium klorida dengan beta bloker dan
carbimazole (Neomercazole). Acetazolamide tidak efektif Pada kondisi
emergensi propanolol secara intravena dapat diberikan.
b) Paralisis periodik karena keracunan barium akut: diberikan larutan magnesium
sulfat 2,5 gm secara intravena bolus tunggal. Pada kasus yang masih awal, lavase
lambung dengan magnesium sulfat (2,5%) dapat dibeikan. Bantuan ventilator
dapat diberikan jika diperlukan. Hipokalemia diatasi dengan pemberian secara
intravena kalium klorida. Natrium sulfat dapat digunakan menggantikan
magnesium sulfat.
c) Paralisis periodik karena paramyotonia kongenital: biasanya terdapat
hiperkalemia dan paralisis dipicu oleh dingin. Karenanya itu, pasien harus di
tempatkan di tempat yang hangat. Pengobatan terdiri dari pemberian oral atau
secara intravena glukosa dan oral thiazide.
19
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang perempuan 20 tahun datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki dan tangan
lemas satu hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis Keluhan dirasakan
mulai dari sore hari dan memburuk pada pagi hari hingga tidak bisa bergerak sama sekali.
Kelemahan dirasakan sama antara tungkai dan lengan. Pasien hanya mampu menggerakan
tangan kanan dan kiri serta telapak kaki kanan dan kiri. Riwayat infeksi dan demam
disangkal, tidak ada keluhan pada BAB dan BAK pada saat itu. Dari riwayat penyakit
dahulu didapatkan riwayat obstipasi selama 1 minggu dan dirawat di RS. Sebagai gejala
klinis dari periodik paralisis ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik
tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab
sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Dari anamnesis tidak ada anggota keluarga
yang lain yang menderita penyakit seperti ini.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan motorik keempat anggota gerak,tidak
ada gangguan sensoris dan otonom, didapatkan reflek fisiologis (+) menurun dan
pemeriksaan nervus kranialis dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium elektrolit
didapatkan nilai kalium 0 mmol/L. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ini
ditegakkan dignosis klinis tetraparese tipe LMN. Diagnosis topik yaitu otot rangka.
Diagnosis etiologi yaitu Periodik Paralisis Hipokalemia.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa terapi umum dengan pemberian oksigen
3L/menit dan IVFD RL 12 jam/kolf. Terapi khusus yang diberikan adalah KCl drip 50 meq
dalam RL habis dalam 12 jam. Untuk terapi pada hari berikutnya disesuaikan dengan nilai
kalium darah, dan dikoreksi dengan kalium sesuai kebutuhan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan adalah elektromiografi. Prognosis dari kasus ini adala dubia ad bonam.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Paralisis periodik merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan kelemahan
yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan
progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan
sensoris.Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis periodik primer atau
diturunkan (familial), dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial
merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan
saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini
juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies.
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh
dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal
eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran
vital di tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Paralisis periodik dapat diobati dan
kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical
Medicine. 2002. Vol 3 No 4.
2. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J 2005;81;20-
32
3. Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-105
4. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-22
5. Souvriyanti, Elsye; Sudung OP.. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak dengan
Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2008. Vol 1. 53-59
6. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, ed.1. Farmedia. Jakarta.2002
7. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis
with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women.
InternalMedicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 – 222
8. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion
Channels in Neurological Theurapeutics Principles and Practice, vol.2 part 2. Mayo
Foundation. United Kingdom. 2003; 225;2365-2377
9. Sternberg, D., Masionobe, T., Jurkat-Rott, K., et al., 2001, Hypokalaemic Periodic
Paralysis type 2 caused by mutasions at codon 672 in the muscle sodium channel
gene SCN4A. Barain. 124: 1091–9.
10. Sternberg, D., Tabt,i N., Haingue, B., Fontaine, B., 2004, Hypokalemic periodic
Paralysis,. Gene Reviews. Funded by NIH University of Washington, Seattle 19 May,
1–22.
22