Upload
lexuyen
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB2
Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun Lalu & Capaian Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
58
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Proses evaluasi hasil pelaksanaan RKPD tahun lalu yang dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan proses penilaian kebijakan perencanaan
yang telah disusun dan yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 hingga tahun
berjalan. Proses tersebut sangat strategis dalam pencapaian tujuan pembangunan
Provinsi DKI Jakarta. Oleh karenanya, evaluasi hasil pelaksanaan RKPD tahun lalu
harus dilakukan secara sistematis, profesional dan terstruktur agar hasil evaluasi ini
benar-benar akuntabel dan berkualitas.
Pada BAB ini akan disajikan hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan
serta pencapaian Indikator Kinerja Provinsi DKI Jakarta tahun 2016 dan tahun
berjalan sebagai acuan pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan Provinsi
DKI Jakarta. Namun demikian, untuk memberikan gambaran terkait kondisi Provinsi
DKI Jakarta terlebih dahulu akan disajikan data dan penjelasan mengenai gambaran
umum kondisi Provinsi DKI Jakarta.
2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah
2.1.1 Sejarah Kota Jakarta
Sejarah Kota Jakarta bermula dari sejarah berdirinya kerajaan Hindu Sunda,
Dayeuh Pakuan Padjajaran atau Pajajaran, yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Tarumanagara. Kerajaan Pajajaran tersebut memiliki 6 (enam) pelabuhan utama, yaitu
pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Cimanuk dan Sunda Kalapa.
Pelabuhan Sunda Kalapa, yang terletak di Muara Kali Ciliwung, merupakan pelabuhan
terpenting bagi Kerajaan Pajajaran karena dapat ditempuh dalam 2 (dua) hari dari
Ibukota Kerajaan yang terletak di daerah Jawa Barat dekat Kota Bogor sekarang.
Pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk dan menjadi tempat
persinggahan kapal-kapal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah
yang datang membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutera, kain, wangi-
wangian, kuda, anggur dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah1.
1 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, Wikipedia, dilihat 18 April 2017, https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta
59
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Armada bangsa Eropa pertama berlabuh di Sunda Kalapa pada tahun 1513.
Adalah 4 (empat) kapal Portugis yang berlayar dari Malaka merapat ke Sunda Kalapa
ketika sedang mencari rute perdagangan rempah. Raja Hindu Sunda saat itu,
Surawisesa2, membuat perjanjian aliansi dengan bangsa Portugis dan mengizinkan
Portugis membangun benteng pada tahun 1522 dalam rangka membantu pertahanan
untuk menghadapi kekuatan Kerajaan Islam Demak 3 dan Cirebon yang hendak
memisahkan diri4.
Sebelum pembangunan benteng terlaksana, Cirebon dibantu Demak langsung
menyerang Sunda Kalapa pada tahun 1527 dipimpin oleh Fatahillah. Penyerangan ini
telah membumihanguskan kota pelabuhan tersebut, membunuh banyak rakyat Sunda
dan sekaligus mengusir Portugis keluar dari Sunda Kelapa. Fatahillah, segera
menunjuk pembantunya untuk memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda
Kelapa dengan Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti “Kemenangan Akhir” dan
menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon. Tanggal 22 Juni 1527 dinyatakan sebagai
tanggal dikuasainya Sunda Kelapa oleh Falatehan, setelah mengusir penjajahan
Portugis atas pendudukannya di wilayah Kerajaan Pajajaran. Tanggal tersebut
selanjutnya diresmikan melalui keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956 5 .
Selanjutnya, Jayakarta diserahkan dari Kesultanan Cirebon kepada Kesultanan Banten
oleh Sunan Gunung Jati6
Setelah singgah ke Banten pada tahun 1596, Belanda datang ke Jayakarta
sekitar akhir abad ke-16 saat Jayakarta dipimpin oleh Pangeran Jayakarta, salah
seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada tahun 1916, Jan Pieterszoon Coen
memimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menduduki Jayakarta dan
mengubah namanya menjadi Stad Batavia pada 4 Maret 1621, sekaligus mengubah
sistem pemerintahannya 7 . Selanjutnya, Belanda mengembangkan Stad Batavia
menjadi kota yang besar dan penting. Belanda mengembangkan kanal-kanal dalam
2 Ibid 3 ‘Jakarta’, Wikipedia, dilihat 18 April 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Jakarta 4 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit. hlm 58 5 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, Rangkaian Perubahan Nama Kota Jakarta, dilihat 3 Februari 2017, http://muspen.kominfo.go.id/index.php/berita/461-rangkaian-perubahan-nama-kota-jakarta 6 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit. 7 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit.
60
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
kota seperti kota-kota besar lainnya di Belanda. Untuk pembangunan kota, VOC
banyak mendatangkan budak-budak sebagai pekerja, yang kebanyakan berasal dari
Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok dan pesisir Malabar, India8
Gambar 2.1 Peta Jayakarta 15279
Sumber: Museum Penerangan TMII
Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang membentuk 2
(dua) Kotapraja atau Gemeente, yaitu Gemeente Batavia dan Meester Cornelis
(daerah Jatinegara) serta diberikan kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri
sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda. Gemeente Batavia merupakan
Pemerintah Daerah yang pertama kali dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah
Gemeente Batavia kurang lebih 125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta
(Kepulauan Seribu).
Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 Distrik, yakni Distrik
Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub Distrik (Onderdistrik). Distrik
Batavia terdiri dari sub Distrik Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priuk
sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah
Abang. Gemeente Batavia selanjutnya diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia
8 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit. hlm 58 9 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. hlm 59
61
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
pada tanggal 8 Januari 193510, dengan wilayah yang terintegrasi antara Gemeente
Batavia dan Meester Cornelis.
Gambar 2.2 Tijgersgracht Batavia11
Sumber: Wikipedia
Gambar 2.4 Peta Batavia 189712
Sumber: Wikipedia
Gambar 2.3 Peta Batavia 166713
Sumber: Wikipedia
Pada tanggal 5 Maret 1942 Kota Batavia jatuh ke tangan bala tentara Jepang
dan pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat
kepada Jepang dan mengganti nama kota menjadi ジャカルタ特別市 atau Jakaruta
Tokubetsu Shi 14 , untuk menarik hati penduduk pada masa Perang Dunia II.
10 Ibid 11 ‘Batavia, Dutch East Indies’, Wikipedia, dilihat 20 Maret 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Batavia,_Dutch_East_Indies 12 Ibid 13 Ibid 14 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. hlm 60
62
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pemerintah Jepang selanjutnya menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1942
tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa Pulau Jawa
dibagi menjadi satuan-satuan daerah yang disebut Pemerintahan Keresidenan (Syuu).
Keresidenan (Syuu) dibagi lagi menjadi beberapa Kabupaten (Ken) dan Kota (Shi).
Pada masa pendudukan Jepang tersebut, Jakarta merupakan satu-satunya
pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) di Indonesia.
Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Jakarta sempat diduduki
oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sampai tahun 1949. Posisi
Ibukota Negara sempat dipindahkan ke Jogjakarta15. Setelah pengakuan kedaulatan di
Den Haag pada akhir tahun 1949, Ibukota negara kembali ke Jakarta, sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950, di mana kedudukan kota Djakarta
ditetapkan sebagai daerah Swatantra yang disebut “Kotapradja Djakarta Raya” dengan
Walikotanya adalah Soewiryo (1945-1951), Syamsuridjal (1951-1953), dan Soediro
(1953-1960).
Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I dengan Kepala Daerah
yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari 1960. Pada periode Gubernur
Soemarno (1960-1964) terbit UU Nomor 2 Tahun 1961 tentang pembentukan
“Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya”. Sejak itu disebut Pemerintah
DCI Djakarta Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung (1964-1966) terbit UU
Nomor 10 Tahun 1964 tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia dengan
nama “Djakarta”. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta Raya berubah menjadi
Pemerintah DCI Djakarta.
Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI Djakarta
pada periode Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Adapun gubernur selanjutnya
berturut-turut yaitu Tjokropranolo (1977-1982), Soeprapto (1982-1987) dan Wiyogo
Atmodarminto (1987-1992). Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit UU
Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Daerah DKI Jakarta
berubah menjadi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sampai dengan periode Gubernur
Surjadi Soedirdja (1992 – 1997).
15 ‘Jakarta’, Wikipedia, op. cit. hlm 59
63
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pada periode Gubernur Sutiyoso (1997-2007) terbit Undang-Undang Nomor 34
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik
Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada akhir masa jabatan Gubernur Sutiyoso terbit
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, sebutan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berubah. Sampai
dengan saat ini Undang-Undang tersebut masih berlaku dan menjadi acuan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Provinsi DKI Jakarta.
2.1.2 Otonomi Daerah di Provinsi DKI Jakarta
Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
bahwa Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada
tingkat provinsi. Dengan Otonomi Provinsi DKI Jakarta yang diletakkan pada tingkat
provinsi maka Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta harus mengikuti
dan menuruti asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan
kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007 tersebut juga
menyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan
perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
Sebagai konsekuensi kedua peran di atas, maka dalam hal perencanaan
pembangunan juga mempunyai metode pendekatan tersendiri dan berbeda dengan
provinsi lainnya. Dalam hal ini proses ini dimulai dari tingkat Rukun Warga (RW)
sampai tingkat provinsi dan diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian Pendahuluan. Sementara itu, Pemerintah Kota dan
Kabupaten hanya bersifat kota administrasi. Sedangkan DPRD hanya ada pada tingkat
provinsi, tidak ada pada tingkat Kota dan Kabupaten Administrasi.
64
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Selain sebagai ibukota negara kesatuan republik Indonesia, Jakarta mempunyai
peran yang penting dan multifungsi. Secara ekonomi Jakarta merupakan kota yang
berkontribusi paling tinggi bagi perekonomian nasional, yaitu sekitar 17 persen dari
total produk demostik bruto nasional. Selain itu, Jakarta juga merupakan pusat
kegiatan keuangan di tingkat nasional. Jakarta juga merupakan pusat kegiatan
pemerintahan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta
pusat/perwakilan lembaga internasional. Dengan demikian maka Jakarta akan sangat
penting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan untuk aspek luar negeri.
Sebagai kota internasional tempat komunikasi antar berbagai suku bangsa,
maka penting bagi Jakarta dalam melakukan dialog budaya. Jadi secara umum budaya
Jakarta dapat dikatakan sebagai pusat akulturasi antara budaya asing dan budaya
domestik. Fungsi lainnya adalah bahwa Provinsi DKI Jakarta juga sebagai daerah
otonom. Fungsi ini mendorong Pemerintahan provinsi DKI Jakarta harus mempunyai
pemerintahan yang solid, kompeten, berwibawa, tanggap, bersih dan profesional.
Sehingga masyarakat dapat terlayani dengan baik dan puas.
Dengan dasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Provinsi DKI
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat
pemerintahan, dan sebagai daerah otonom. Dengan fungsi tersebut ini maka Jakarta
mempunyai karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan
provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi,
keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial
kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui
berbagai instrumen.
Namun demikian, dalam pengelolaan wilayahnya, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Undang-Undang tersebut mendasari
pembentukan Perangkat Daerah yang akan berperan penting dalam menyelesaikan
permasalahan Jakarta yang spesifik.
65
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.1.3 Aspek Geografi dan Demografi
Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) memiliki peran strategis, yaitu sebagai Ibukota NKRI. Sebagai
ibukota NKRI berimplikasi bahwa Jakarta mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda
dengan provinsi lain. Hal ini menngakibatkan bahwa tantangan dan permasalahan
yang dimiliki lebih kompleks dibandingkan daerah lain.
Dalam rangka menjawab tantangan dan permasalahan yang ada, perlu
memperhatikan kondisi dan potensi eksisting yang ada termasuk posisi geografis. Hal
ini dimaksudkan agar upaya pembangunan yang dilakukan dapat berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang sehingga keberlanjutannya dan kelestarian
lingkungan terjaga dengan baik.
2.1.4 Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.4.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007
tentang Penataan, Penetapan Batas dan Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, secara geografis luas wilayah DKI Jakarta adalah 7.639,83
km², dengan luas daratan 662,33 km² termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan
Seribu, dan luas lautan 6.977,5 km². Secara rinci, batas administrasi Provinsi DKI
Jakarta dapat dilihat pada Gambar berikut:
66
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gam
bar 2
.5 P
eta
Adm
inis
tras
i Pro
vins
i DK
I Jak
arta
S
umbe
r : R
enca
na T
ata
Rua
ng W
ilaya
h P
rovi
nsi D
KI J
akar
ta 2
030
67
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Batas sebelah utara Jakarta terbentang pantai sepanjang 35 km yang menjadi
tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way. Sebagian besar karakteristik
wilayah Provinsi DKI Jakarta berada di bawah permukaan air laut pasang. Kondisi
tersebut mengakibatkan sebagian wilayah di Provinsi DKI Jakarta rawan genangan,
baik karena curah hujan yang tinggi maupun karena semakin tingginya air laut pasang
(rob). Selanjutnya dapat dilihat pada gambar di atas bahwa batas wilayah sebelah
barat Provinsi DKI Jakarta adalah Provinsi Banten, serta di sebelah selatan dan timur
berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat.
Dalam hal administrasi pemerintahan, Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5
(lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi. Hal tersebut
dimaksudkan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan
efisien. Wilayah kecamatan terbagi menjadi 44 Kecamatan, dan Kelurahan menjadi
267 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016
No. Kota/ Kabupaten Administrasi
Luas Area (km2)*
Jumlah Kecamatan* Kelurahan* RW** RT**
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jakarta Pusat 48,13 8 44 390 4.577 2. Jakarta Utara 146,66 6 31 448 5.181 3. Jakarta Barat 129,54 8 56 584 6.467 4. Jakarta Selatan 141,27 10 65 57 vf6 6.081 5. Jakarta Timur 188,03 10 65 705 7.904 6. Kepulauan Seribu 8,70 2 6 25 127
Jumlah 662,33 44 267 2.728 30.337
*) Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 **) Sumber : Biro Tata Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 2016
Wilayah Provinsi DKI Jakarta terluas adalah Kota Administrasi Jakarta Timur,
yaitu 28,39 persen dari luas Provinsi DKI Jakarta, sedangkan wilayah terkecil adalah
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 1,31 persen, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar berikut:
68
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.6 Komposisi Pembagian Wilayah Kota dan Kabupaten Administrasi Sumber: Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007
2.1.4.2 Letak dan Kondisi Geografis
Secara astronomis Provinsi DKI Jakarta terletak antara 6°12′ Lintang Selatan
dan 106°48′ Bujur Timur. Dilihat dari posisi geostrategis, Provinsi DKI Jakarta terletak
di sisi utara bagian barat Pulau Jawa, dengan bagian utara berbatasan langsung
dengan Laut Jawa, sedangkan sisi timur dan selatan Provinsi DKI Jakarta berbatasan
dengan wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, serta sisi barat berbatasan dengan
wilayah Provinsi Banten.
Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia sehingga tidak
memiliki kawasan pedalaman maupun kawasan terpencil. Sebagian wilayah Provinsi
DKI Jakarta merupakan kawasan pesisir, dengan luas wilayah pesisir sekitar 155 km
yang membentang dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan menjorok ke
darat sekitar 4-10 km. Selain memiliki daerah pesisir, DKI Jakarta juga memiliki 110
Kepulauan Seribu 1,31%
Jakarta Pusat 7,27%
Jakarta Barat 19,56 %
Jakarta Timur 28,39%
Jakarta Utara 22,14%
Jakarta Selatan 21,33%
69
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
pulau yang tersebar pada 2 (dua) Kecamatan di wilayah Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu. Pulau-pulau di wilayah tersebut memiliki luas beragam, sebanyak
30 persen memiliki luas lebih dari 10 Ha, sebanyak 25 persen memiliki luas antara 5 -
10 Ha, dan sisanya sebanyak 45 persen berukuran kurang dari 5 Ha. Pulau-pulau
tersebut memanjang dari utara ke selatan dengan ciri-ciri berpasir putih dan bergosong
karang, serta beriklim tropis panas dengan kelembaban berkisar antara 75 - 99 persen.
Dari 110 pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, hanya 11 pulau yang
berpenghuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang Besar, Pulau Pari, Pulau
Payung Besar, Pulau Tidung Besar, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa,
Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira.
2.1.4.3 Topografi
Jika Topografi Provinsi DKI Jakarta dianalisis dari aspek ketinggian lahan dan
kemiringan lahan, Provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata kurang lebih 7 meter di atas permukaan laut16. Sedangkan, sekitar
40 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya
berada 1-1,5 meter di bawah muka laut pasang. Hal tersebut mengakibatkan
kemiringan lahan sebagaimana digambarkan pada Gambar berikut.
16 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, Jakarta Dalam Angka 2016, No. Publikasi 31000.1601, BPS, Jakarta
70
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.7 Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032
Dapat dilihat bahwa sekitar 0-3 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu
memiliki kecenderungan datar, sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang
bermuara di Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-
15 persen di wilayah Bogor dan Cibinong, sedangkan daerah Ciawi-Puncak memiliki
ketinggian lebih dari 15 persen.
Fenomena banjir yang terjadi di Jakarta tidak lepas dari kemiringan lerengnya,
lokasi kota Jakarta sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3 di atas, masih
tergolong dalam tingkat kemiringan lereng 0-3 persen. Kemiringan lereng pada kota
Tangerang dan Bekasi memiliki karakteristik yang sama, sehingga dapat dinyatakan
bahwa sebagian besar kawasan Jabodetabek berada pada kemiringan lereng relatif
landai.
Dengan kondisi kemiringan lahan yang demikian, ditambah dengan 17 sungai
yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta menyebabkan kecenderungan semakin
rentannya wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir pada musim hujan. Terlebih
jika memperhatikan tingginya tingkat perkembangan wilayah di sekitar Jakarta,
71
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
menyebabkan semakin rendahnya resapan air kedalam tanah dan menyebabkan run
off air semakin tinggi, yang pada gilirannya akan memperbesar ancaman banjir di
wilayah Provinsi DKI Jakarta.
2.1.4.4 Geologi
Secara geologis, seluruh daerah di Jakarta terlihat bahwa strukturnya terdiri dari
endapan Pleistocene yang terdapat ± 50 meter di bawah permukaan tanah. Di sisi
utara, permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10 - 25 meter, semakin ke
selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8 - 15 meter, pada
sebagian wilayah, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40
meter. Sedangkan struktur di sisi selatan terdiri atas lapisan alluvial.
Pada dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10
Kilometer. Di bawah terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada
permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan alluvium. Gambar 2.4
berikut memberikan informasi tentang peta geologi teknik Kawasan
Jabodetabekpunjur.
72
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.8 Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur
Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032
Secara umum, karakteristik keteknikan tanah dan batuan Provinsi DKI Jakarta
menunjukan bahwa terdapat 4 karakteristik utama, yaitu:
a. Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan aluvial sungai dan
pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau
pasiran dan lempung pasiran. Semakin kearah utara mendekati pantai di
permukaan berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung organik dan pecahan
cangkang kerang, tebal endapan antara perselang-seling lapisannya bekisar antara
3-12 meter, namun ketebalan secara keseluruhan endapan tersebut diperkirankan
mencapai 300 meter. Lanau lempungan tersebar secara dominan di permukaan,
abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan, setempat mengandung material
organik, lunak-teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan,
teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lempung pasiran, abu-abu kecokolatan, tegus,
plastisitas sedang-tinggi.
73
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pada beberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau lempungan antara
lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2 dan lempung pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal
lapisan (data sondir dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5-5 m, lanau
pasiran antara 0,5-3 meter dan lempung pasiran antara 1-4 m dan kisaran nilai
tekanan konus lanau lempungan antara 2-20 kg/m2, lanau pasiran antara 15-25
kg/m2 dan lempung pasiran antara 10-40 kg/m2.
b. Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur
dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir
lempungan. Tebal endapan antara 4,5-13 meter. Di permukaan didominasi oleh
pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir
halus-sedang, mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang
kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas sedang.
Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk pasir lempungan antara
0,75-2 kg/cm2 dan lanau pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan
bor tangan) pasir lempungan antara 3-10 m dan lanau pasiran antara 1,5-3 meter
dan kisaran nilai tekanan konus pasir lempungan antara 10-25 kg/m2 dan lanau
pasiran antara 2-10 kg/m2.
c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir
sungai. Satuan tersebut tersusun beselang-selang antara lempung pasrian dan
pasir lempungan. Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan,
coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan
berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan
alur sungai dengan ketebalan 1,5-17 meter.
d. Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas aluvial vulkanik
(tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari
lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal palisan antara 3-13,5 meter.
Lempung lanauan tersebar secara dominan di permukaan, coklat kemerahan
hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau pasiran, merah-
kecoklatan, teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa tempat nilai penetrometer
saku untuk lempung antara 0,8-2,85 kg/cm2 dan lanau lempungan antara 2,3-3,15
kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lempung antara 1,5-6 m dan
lanau lempungan antara 1,5-7,5 meter. Kisaran nilai tekanan konus lempung antara
74
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2-50 kg/m2 dan lanau lempungan antara 18-75 kg/m2. Tufa dan konglomerat
melapuk menengah – tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir halus-kasar, agak
padu dan rapuh.
Gambar 2.9 Potongan Melintang Selatan – Utara Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan
vulkanik quarter yang terdiri dari 3 (tiga) formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi
Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira
80 meter. Formasi Citalang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya dengan
bagian atasnya merupakan batu lempung, sedangkan di beberapa tempat terdapat
breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas. Formasi Kaliwangu
didominasi oleh batu lempung diselingi oleh batu pasir yang memiliki kedalaman
sangat bervariasi, dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 meter dan di
sekitar Babakan, formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 meter.
75
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Dengan kondisi geografis demikian, disadari bahwa Jakarta termasuk wilayah rawan
banjir.
2.1.4.5 Hidrologi
Potensi air bawah tanah di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar terletak dalam
cekungan air bawah tanah yang tidak mengenal batas administrasi pemerintahan dan
bersifat lintas Kabupaten/Kota yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, yang
secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral
Nomor 716 K/40/MEM/2003 tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah Di Pulau
Jawa dan Pulau Madura, berikut Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Tengah dan
DIY. Menurut keputusan tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada pada Cekungan Air
Tanah (CAT) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta yang merupakan cekungan air
tanah lintas Provinsi, yang berada di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan
Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar 1.439 km2. Sebarannya mencakup sebagian
Kota Tangerang dan sebagian Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta,
sebagian Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi.
Litologi akuifer utama dari cekungan air tanah Provinsi Jawa Barat dan DKI
Jakarta merupakan: endapan sungai pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah; endapan
kipas gunung api; pasir, kerikil, dan kerakal; endapan pematang pantai; pasir halus-
kasar mengandung cangkang moluska; tuf Banten; tuf, tuf batu apung; dan batu pasir
tufan. Jumlah air tanah bebas 803 juta m3/tahun, sedangkan jumlah air tanah tertekan
40 juta m3/tahun.
Sistem akufiernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan kuarter
dengan ketebalan mencapai 250 meter. Ketebalan akuifer tunggal antara 1 – 5 meter,
terutama berupa lanau sampai pasir halus. Kelulusan horizontal antara 0,1 – 40
meter/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah
CAT Jakarta sekitar 250 m2/hari air tanah pada endapan kuarter mengalir pada system
akuifer ruang antar bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oelh air tanah
panyau/asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh
endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai
sekitar kedalaman 40 mbmt dan mencapai kedalaman maksimum 150 mbmt.
76
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pembagian system akuifer di CAT Jakarta yang hingga saat ini digunakan
adalah sebagai berikut:
o Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40 mbmt, disebut
sebagai kelompok akuifer I
o Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman 40-140 mbmt, disebut
sebagai kelompok akuifer II
o Sistem akuifer tertekan bawah yang berada pada kedalaman 140 – 250 mbmt,
disebut sebagai kelompok akuifer III
Pembagian akuifer di CAT Jakarta tersebut didasarkan atas dijumpainya
lempung berfaies laut yang memisahkan sistem akuifer yang satu dengan lainnya.
Mengatasi sistem akuifer di daerah pemantauan adalah endapan tersier yang bersifat
relatif sangat kedap air.Berdasarkan letaknya, Kota Jakarta termasuk kota delta (delta
city) yaitu kota yang berada pada muara sungai yang umumnya berada di bawah
permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun demikian,
keberadaan sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memiliki keunggulan
strategis, terutama dalam hal transportasi perairan. Kota delta umumnya berada di
bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Panjang dan luas
dari masing-masing sungai/kanal menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta Tahun 201517 No. Sungai/Kanal Panjang (m) Luas (m2) Peruntukan
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Ciliwung 21.660 515.600 Usaha Perkotaan
2. Krukut 18.370 206.340 Air Baku Air Minum
3. Mookervart 8.000 215.000 Air Baku Air Minum
4. Kali Angke 4.350 175.375 Usaha Perkotaan
5. Kali Pesanggarahan 11.400 142.500 Perikanan
6. Kali Grogol 21.600 367.325 Perikanan
7. Kali Cideng 12.700 291.000 Usaha Perkotaan
8. Kalibaru Timur 12.600 75.600 Usaha Perkotaan
9. Cipinang 9.060 72.480 Usaha Perkotaan
10. Sunter 21.290 540.900 Usaha Perkotaan
17 Ibid
77
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No. Sungai/Kanal Panjang (m) Luas (m2) Peruntukan
(1) (2) (3) (4) (5)
11. Cakung 26.605 476.175 Usaha Perkotaan
12. Buaran 8.800 154.000 Usaha Perkotaan
13. Kalibaru Barat 14.250 106.875 Air Baku Air Minum
14. Cengkareng Drain 2.950 147.500 Usaha Perkotaan
15. Jati Kramat 3.270 21.255 Usaha Perkotaan
16. Ancol 3.650 155.700 Usaha Perkotaan
17. Banjir Kanal Barat 14.250 855.000 Perikanan Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
2.1.4.6 Klimatologi
Dalam hal musim, wilayah Indonesia pada umumnya dikenal dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Untuk wilayah Jakarta yang termasuk dalam
wilayah iklim tropis memiliki karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan
Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga September. Untuk
Jakarta puncak musim penghujan terjadi pada bulan November hingga Januari dengan
curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan hari hujan tertinggi selama 26 hari terjadi
pada bulan Januari18, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Curah Hujan dan Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-201519
No. Bulan 2013 2014 2015
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya HariHujan
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya Hari Hujan
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya Hari Hujan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Januari 621,9 23 1.075 26 412 23 2. Februari 146,6 20 689 22 639 20 3. Maret 184,4 16 174 20 221 19 4. April 204,3 18 168 16 111 17 5. Mei 101,0 12 47 10 79 6 6. Juni 256,7 19 174 12 48 5 7. Juli 256,7 19 214 16 1 1 8. Agustus 61,4 8 39 4 12 4
18 Ibid 19 Ibid
78
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No. Bulan 2013 2014 2015
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya HariHujan
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya Hari Hujan
Curah Hujan (mm2)
Banyaknya Hari Hujan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 9. September 49,5 5 0 1 5 1
10. Oktober 110,1 9 52 4 6 1 11. November 196,6 14 65 11 103 11 12. Desember 338,9 23 211 15 194 16
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016
Dengan posisi yang spesifik, cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin
laut dan darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Dalam hal
temperatur, temperatur Jakarta rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari,
sedangkan tertinggi pada bulan September. Perbedaan suhu antara musim hujan dan
musim kemarau relatif kecil. Kondisi ini dapat dipahami karena perubahan suhu udara
di kawasan Jakarta seperti wilayah lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim,
melainkan oleh perbedaan ketinggian wilayah. Suhu udara harian rata-rata pada
daerah pantai di wilayah Utara Jakarta umumnya relatif tidak berubah, baik pada siang
maupun malam hari. Secara rinci data suhu udara Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-
2015 dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 2.4 Suhu Udara Jakarta Menurut Bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-201520
No. Bulan 2013 2014 2015
Suhu Udara (°C) Suhu Udara (°C) Suhu Udara (°C) Max Min Rata-
rata Max Min Rata- rata Max Min Rata-
rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Januari 32,6 22,6 26,9 33,0 23,0 26,6 33,55 22,98 28,26 2. Februari 34,0 22,8 27,9 32,8 22,8 26,6 32,88 22,65 27,76 3. Maret 35,2 24,0 28,8 34,4 23,9 28,0 34,05 23,55 28,80 4. April 34,6 24,0 28,7 35,2 23,2 28,8 34,33 24,03 29,18 5. Mei 35,0 23,4 28,7 35,2 25,0 29,3 34,20 23,63 29,91 6. Juni 33,5 23,0 27,3 34,4 24,2 28,6 34,88 23,45 29,16 7. Juli 33,5 23,0 27,3 34,2 23,4 28,0 34,55 23,48 29,01 8. Agustus 35,0 22,4 28,6 34,6 24,0 28,7 34,40 22,40 28,40 9. September 35,4 24,2 29,0 37,0 24,0 29,2 34,98 23,75 29,36
10. Oktober 35,8 22,4 29,4 36,8 25,0 29,8 36,00 24,43 30,21 11. November 35,0 23,4 28,5 36,0 23,8 29,4 35,15 24,08 29,61 12. Desember 35,0 23,0 27,7 34,8 24,1 28,1 34,48 23,10 28,79
Sumber : Jakarta Dalam Angka Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016
20 Ibid
79
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.1.4.7 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan terbagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan lindung.
Kawasan budidaya terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, pertanian,
pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, pendidikan tinggi, pesisir dan pulau-
pulau kecil, serta kawasan militer dan kepolisian.
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan fisik wilayah DKI Jakarta
ditandai oleh semakin luasnya lahan terbangun. Perkembangan lahan terbangun
berlangsung dengan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktifitasnya.
Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwasanya ketersediaan lahan menjadi
permasalahan yang penting bagi pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan
fisik di Jakarta terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai
oleh pembangunan gedung perkantoran, sarana ekonomi dan sosial serta infrastruktur
kota lainnya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya
pembangunan dan perekonomian Jakarta. Gambaran penggunaan lahan di DKI
Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut.
Peruntukan lahan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu 48,41 persen
dari luas daratan utama DKI Jakarta. Sedangkan luasan untuk peruntukan bangunan
industri, perkantoran dan perdagangan hanya mencapai 15,68 persen.
80
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gam
bar 2
.10
Peta
Pen
ggun
aan
Laha
n di
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
S
umbe
r: R
TRW
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
203
0
81
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.1.5 Potensi Pengembangan Wilayah
Jakarta merupakan wilayah yang sangat strategis baik dalam lingkup nasional,
regional, maupun internasional. Oleh karena itulah, dalam pengembangan wilayah
memperhatikan lingkungan strategis sekitarnya. Dalam pengembangan wilayah,
rencana struktur ruang DKI Jakarta merupakan perwujudan dan penjabaran dari
struktur ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur.
Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan struktur ruang telah
memperhatikan berbagai aspek lingkungan strategis yang diduga akan mempengaruhi
perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan. Rencana struktur ruang yang
dikembangkan di DKI Jakarta meliputi empat struktur ruang, yaitu sistem pusat
kegiatan, sistem dan jaringan transportasi, sistem prasarana sumber daya air, dan
sistem dan jaringan utilitas perkotaan.
Sistem pusat kegiatan terdiri dari sistem pusat kegiatan primer dan sekunder.
Sistem dan jaringan trasnportasi terdiri dari sistem dan jaringan transportasi darat,
transportasi laut dan transportasi udara. Selanjutnya sistem prasarana sumber daya air
terdiri dari sistem konservasi sumber daya air, sistem pendayagunaan sumber daya
air, dan sistem pengendalian daya rusak air.
Sedangkan sistem dan jaringan utilitas perkotaan terdiri atas sistem dan jaringan
air bersih, sistem prasarana dan sarana pengelolaan air limbah, sistem prasarana dan
sarana pengelolaan sampah, sistem dan jaringan energi, serta sistem dan jaringan
telekomunikasi. Pusat kegiatan di Provinsi DKI Jakarta terlihat pada peta berikut.
82
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gam
bar 2
.11
Pet
a R
enca
na S
truk
tur R
uang
Dar
atan
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
S
umbe
r: R
TRW
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
203
0
83
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.1.6 Wilayah Rawan Bencana
Bencana yang berpotensi melanda wilayah Jakarta adalah banjir dan genangan
air, kebakaran serta gempa bumi. Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi
Jakarta adalah banjir. Banjir dan genangan air di Jakarta utamanya disebabkan oleh
curah hujan lokal yang tinggi, curah hujan yang tinggi di daerah hulu yang berpotensi
menjadi banjir kiriman, dan Rob atau air laut pasang yang tinggi di daerah pantai utara.
Selain itu, terjadinya banjir dan genangan air di Jakarta juga disebabkan oleh sistem
drainase yang tidak berfungsi dengan optimal, tersumbatnya sungai dan saluran air
oleh sampah dan berkurangnya wilayah-wilayah resapan air akibat dibangunnya
hunian pada lahan basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya
pembangunan fisik. Hal lainnya adalah prasarana dan sarana pengendalian banjir
yang belum berfungsi maksimal.
Wilayah terdampak banjir di DKI Jakarta pada tahun 2016 sebagaimana dapat
dilihat pada gambar di bawah ini, di mana terjadi pergeseran wilayah terdampak ke
wilayah selatan Jakarta.
Gambar 2.12 Peta Banjir Tahun 2016 Sumber : BPBD Provinsi DKI Jakarta
84
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Hal lain yang dapat memperparah dampak banjir dan genangan adalah
penurunan permukaan tanah (land subsidence). Secara umum laju penurunan tanah
yang terdeteksi adalah sekitar 1-15 cm per tahun, bervariasi secara spasial maupun
temporal. Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu pengambilan air
tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan (settlement), penurunan
karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisanlapisan tanah, serta penurunan karena
gayagaya tektonik.
Beberapa daerah yang mengalami subsidence cukup besar yaitu Cengkareng
Barat, Pantai Indah Kapuk, sampai dengan Dadap. Nilai subsidence paling besar
terdapat di daerah Muara Baru. Sementara untuk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan
nilai subsidence relatif kecil. Peta penurunan tanah DKI Jakarta dari tahun ke tahun
dapat dilihat pada Gambar berikut.
85
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gam
bar 2
.13
Peta
Pen
urun
an M
uka
Tana
h di
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
S
umbe
r : R
TRW
Pro
vins
i DK
I Jak
arta
203
0
86
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Bencana lain yang sering terjadi di Jakarta adalah kebakaran. Bencana ini
umumnya terjadi di lokasi permukiman padat penduduk dan lingkungan pasar yang
pada umumnya disebabkan oleh arus pendek listrik. Bahaya kebakaran diperkirakan
akan terus menjadi ancaman apabila tidak tumbuh kesadaran masyarakat untuk hidup
dengan budaya perkotaan. Di wilayah DKI Jakarta terdapat 53 Kelurahan rawan
bencana kebakaran. Pada bulan November 2016, terdapat 56 kejadian bencana
kebakaran di Jakarta dengan sebaran sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2.14 Peta Lokasi Kebakaran Bulan November Tahun 2016
Sumber : BPBD Provinsi DKI Jakarta
Terkait dengan potensi gempa bumi, di sekitar Jakarta diperkirakan terdapat 10
sumber gempa dengan potensi terbesar di sekitar Selat Sunda, yang selama ini aktif
dan berpotensi menimbulkan risiko bencana. Berdasarkan data seismik kegempaan
seluruh Indonesia, di selatan Jawa bagian barat terdapat seismic gap (daerah jalur
gempa dengan kejadian gempa yang sedikit dalam jangka waktu lama) yang juga
menyimpan potensi gempa yang tinggi terhadap Jakarta. Kondisi Jakarta Bagian Utara
yang merupakan batuan atau tanah lunak akan lebih rentan terhadap dampak gempa
87
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
dibandingkan wilayah Jakarta bagian selatan. Kawasan rawan bencana di Provinsi DKI
Jakarta dapat dilihat pada Gambar berikut.
Berdasarkan peta kawasan rawan bencana gempa bumi Jawa bagian barat,
potensi gempa bumi di wilayah DKI Jakarta termasuk kategori tingkat menengah
sampai rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah menyusun peta zonasi
gempa Level I – Level II, yaitu sampai dengan peta kondisi kerentanan batuan/tanah
dan respon gempa berdasarkan data sekunder.
88
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gam
bar 2
.15
Peta
Kaw
asan
Raw
an B
enca
na A
lam
di P
rovi
nsi D
KI J
akar
ta
Sum
ber:
RTR
W P
rovi
nsi D
KI J
akar
ta 2
030
89
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.1.7 Demografi
Pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, dan
migrasi. Pada tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mencapai 10.177.924
jiwa. Dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki
Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 sebanyak 5.115.357 jiwa atau 50,25 persen dari
jumlah keseluruhan penduduk, lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk
perempuan yaitu sebanyak 5.062.567 jiwa atau 49,74 persen. Oleh karenanya,
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 memiliki sex ratio sebesar 101,04 penduduk
laki-laki per 100 penduduk perempuan. Rincian perkembangan komposisi penduduk
dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201521
No. Uraian Satuan SP2000 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Laki-laki Jiwa 4.223.125 4.976.100 5.023.400 5.069.900 5.115.357 2. Perempuan Jiwa 4.123.958 4.886.000 4.946.500 5.005.400 5.062.567 3. Jumlah Jiwa 8.347.083 9.862.100 9.969.900 10.075.300 10.177.924 4. Pertumbuhan % 0,78 1,13 1,09 1,06 1,09 5. Densitas Ribu jiwa/
Km2 12,60 14,89 15,05 15,23 15,37
6. Sex Ratio % 102,00 101,80 101,60 101,70 101,04 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta cenderung terus meningkat dari tahun ke
tahun, dengan laju pertumbuhan pada tahun 2012 sebesar 1,13 persen, tahun 2013
sebesar 1,09 persen, tahun 2014 sebesar 1,06 persen, dan tahun 2015 sebesar 1,09
persen. Dengan kepadatan penduduk 15,37 ribu jiwa/Km2, Provinsi DKI Jakarta
merupakan Provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan
Provinsi lainnya di Indonesia.
Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta menunjukkan dominasi penduduk usia
produktif (15-64) sebagaimana terlihat pada Gambar di bawah. Pada tahun 2015,
penduduk usia produktif tercatat sebanyak 7.278.316 jiwa atau sebesar 71,51
persen dari total penduduk, penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) sebanyak
21 Ibid
90
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.523.715 jiwa atau 24,80 persen, dan penduduk yang tidak produktif lagi atau
melewati masa pensiun sebanyak 375.893 atau 3,69 persen. Dengan struktur
penduduk tersebut, angka ketergantungan (dependency ratio) DKI Jakarta pada tahun
2015 sebesar 28,49 persen yang berarti dari 100 penduduk usia produktif DKI Jakarta
akan menanggung secara ekonomi sebesar 28,49 penduduk usia tidak produktif.
Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 dapat dilihat melalui piramida
penduduk pada gambar berikut:
Gambar 2.16 Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 201522
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta Secara umum, komposisi penduduk menurut jenis kelamin memiliki tren yang
hampir sama antar wilayah Kota/Kabupaten Administrasi, yaitu penduduk laki-laki
cenderung berjumlah lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, hanya Kota
Administrasi Jakarta Pusat dan Kota Administrasi Jakarta Utara yang memiliki
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.
Jumlah penduduk tertinggi adalah Kota Administrasi Jakarta Timur yaitu sebanyak
2.843.816 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu yaitu sebanyak 23.340 jiwa. Rincian jumlah penduduk
menurut Kota/Kabupaten Administrasi sebagaimana ditampilkan dalam Tabel berikut:
22 Ibid
91
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.7 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta Tahun 201523
No Kota/Kab. Administrasi
Jumlah Penduduk Rasio Jenis
Kelamin L P Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Jakarta Pusat 457.025 457.157 914.182 99,97 2 Jakarta Utara 867.727 879.588 1.747.315 98.65 3 Jakarta Barat 1.246.288 1.217.272 2.463.560 102,38 4 Jakarta Selatan 1.096.469 1.089.242 2.185.711 100,66 5 Jakarta Timur 1.436.128 1.407.688 2.843.816 102,02 6 Kep. Seribu 11.720 11.620 23.340 100,86
Jumlah 5.115.357 5.062.567 10.177.924 101,04 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Kelahiran dan Kematian Penduduk
Faktor utama yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk di Provinsi DKI
Jakarta yaitu jumlah kelahiran dan kematian. Secara keseluruhan, dari data registrasi
kelahiran kematian perkawinan perceraian dan pengesahan/pengakuan anak BPS
Provinsi DKI Jakarta, jumlah kelahiran dan kematian di Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 2015 tercatat sebanyak 146.284 kelahiran dan 49.710 kematian. Jumlah
kelahiran tertinggi pada tahun 2015 terdapat pada Kota Administrasi Jakarta Timur
sebanyak 42.586 kelahiran, sednagkan jumlah terendah terdapat pada Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu sebanyak 1366 kelahiran. Selanjutnya jumlah kematian
terbanyak di Kota Administrasi Jakarta Timur sebanyak 14.885 kematian. Detil jumlah
registrasi kelahiran dan kematian di masing-masing Kota/Kabupaten Administrasi
adalah sebagai berikut:
23 Ibid
92
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.8 Registrasi Kelahiran dan Kematian Menurut Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta Tahun 201524
No Kota/Kabupaten Administrasi
Kelahiran Kematian
Umum (1) (2) (3) (6) 1 Jakarta Pusat 13.869 6.284 2 Jakarta Utara 26.339 8.186 3 Jakarta Barat 33.134 9.785 4 Jakarta Selatan 29.990 10.476 5 Jakarta Timur 42.586 14.885 6 Kep. Seribu 366 84
Jumlah 146.284 49.710 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
2.2. Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pada bagian ini dijabarkan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah Provinsi DKI Jakarta sesuai amanat Permendagri No.54 Tahun 2010 dan
format urusan sesuai amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
2.2.1. Aspek Kesejahteraan Masyarakat Indikator kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam melihat kemajuan suatu wilayah.
2.2.1.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggi merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap daerah. Namun manfaat tersebut harus juga dirasakan oleh seluruh
lapisan masyarakat. Dengan kata lain, aspek pemerataan juga menjadi pertimbangan
penting dalam keberhasilan pembangunan. Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa
indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan dan pemerataan ekonomi
Provinsi DKI Jakarta.
24 Ibid
93
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.1.1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian secara makro
adalah data produk domestik regional bruto (PDRB). Terdapat 2 (dua) jenis penilaian
PDRB yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Selain menjadi
bahan dalam penyusunan perencanaan, angka PDRB juga bermanfaat untuk bahan
evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan
Tabel 2.9 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta2526
Tahun PDRB
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010
(juta Rupiah)
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
(juta Rupiah)
(1) (2) (3) 2010 1.075.183.481 1.075.183.481 2011 1.147.558.226 1.224.218.485 2012 1.222.527.925 1.369.432.639 2013 1.296.694.573 1.546.876.491 2014 1.373.389.129 1.762.316.399 2015 1.454.345.823 1.989.329.537 2016 1.539.376.654 2.177.119.884
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta dalam Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia 2017
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa PDRB Provinsi DKI Jakarta mengalami
kenaikan yaitu yang semula Rp 1.075 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 2.177 trilun
pada tahun 2016 (ADHB). Sedangkan berdasarkan ADHK tahun 2000 PDRB Provinsi
DKI Jakarta juga mengalami kenaikan yaitu menjadi Rp 1.539 triliun pada tahun 2016.
Apabila dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, walaupun terus mengalami peningkatan
secara nominal laju pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga
konstan mengalami tren yang menurun. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
25 Ibid 26 Bank Indonesia 2017, Statitik Ekonomi Keuangan Daerah, BI, Jakarta
94
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.17 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017
Apabila dilihat dari kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB, terlihat bahwa sektor
pedagang besar dan eceran merupakan kontributor terbesar terhadap PDRB Provinsi
DKI Jakarta dengan nilai kontribusi di atas 16% selama periode 2012-2016 diikuti oleh
sektor konstruksi dan industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
ekonomi Provinsi DKI Jakarta pada saat ini terletak pada ketiga sektor tersebut.
Dengan demikian, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta
dapat diarahkan untuk menunjang kegiatan perekonomian ketiga sektor tersebut.
Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta, berikut
disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku:
Tabel 2.10 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2016 (Juta Rupiah)27 28
No Sektor 2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1.488.288 1.628.412 1.718.556 1.867.250 1.985.307
2 Pertambangan & Penggalian 4.011.417 4.287.998 4.540.965 5.043.042 5.181.434
3 Industri Pengolahan 188.822.070 209.498.625 239.229.099 274.522.770 295.043.440
4 Pengadaan Listrik dan 5.150.905 5.078.079 5.687.253 6.198.598 6.330.691
27 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm 58 28 Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 58
6,53
6,07
5,91 5,89 5,85
5,4
5,6
5,8
6
6,2
6,4
6,6
2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan PDRB (ADHK tahun dasar 2010)
95
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Sektor 2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Gas
5
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
611.522 653.061 702.526 757.206 798.273
6 Konstruksi 188.935.057 210.869.986 235.090.027 261.158.155 280.432.268
7
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
224.375.960 261.040.403 304.598.489 330.319.573 358.898.312
8 Transportasi dan Pergudangan
37.475.327 44.137.977 54.864.148 66.004.497 76.403.054
9
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
69.531.496 79.798.169 91.226.283 101.818.426 109.181.699
10 Informasi dan Komunikasi 102.750.295 115.909.491 128.657.246 141.791.242 157.158.004
11 Jasa Keuangan dan Asuransi
143.347.880 162.990.944 177.838.935 205.724.283 227.482.716
12 Real Estate 90.061.955 98.684.130 111.671.973 125.053.413 134.358.236
13 Jasa Perusahaan 93.199.640 105.903.828 122.924.324 141.772.604 159.379.958
14
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
83.862.784 89.312.049 101.058.724 114.109.574 123.168.685
15 Jasa Pendidikan 69.871.172 79.619.389 92.766.399 109.807.940 124.725.628
16
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
21.759.582 25.065.342 28.737.539 32.675.670 36.721.228
17 Jasa Lainnya 44.177.288 52.398.608 61.003.912 70.705.293 79.870.951
PDRB 1.369.432.639 1.546.876.491 1.762.316.399 1.989.329.537 2.177.119.884
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia 2017
96
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku sebagaimana ditunjukkan pada
tabel diatas, perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.11 Kontribusi Sektor dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201629
No. Sektor 2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.11 0.11 0.10 0.09 0.09
2 Pertambangan & Penggalian 0.29 0.28 0.26 0.25 0.24
3 Industri Pengolahan 13.79 13.54 13.57 13.80 13.55
4 Pengadaan Listrik dan Gas 0.38 0.33 0.32 0.31 0.29
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
6 Konstruksi 13.80 13.63 13.34 13.13 12.88
7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
16.38 16.88 17.28 16.60 16.49
8 Transportasi dan Pergudangan 2.74 2.85 3.11 3.32 3.51
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.08 5.16 5.18 5.12 5.01
10 Informasi dan Komunikasi 7.50 7.49 7.30 7.13 7.22
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 10.47 10.54 10.09 10.34 10.45 12 Real Estat 6.58 6.38 6.34 6.29 6.17
13 Jasa Perusahaan 6.81 6.85 6.98 7.13 7.32
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
6.12 5.77 5.73 5.74 5.66
15 Jasa Pendidikan 5.10 5.15 5.26 5.52 5.73
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.59 1.62 1.63 1.64 1.69
17 Jasa Lainnya 3.23 3.39 3.46 3.55 3.67
PDRB 100,00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
29 Ibid
97
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Untuk dapat melihat lebih lanjut perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta,
berikut disajikan gambaran nilai PDRB sektoral berdasarkan harga konstan tahun
2010:
Tabel 2.12 Nilai Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201630 31
No Sektor 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.319.310 1.353.560 1.359.955 1.375.424 1.387.526
2 Pertambangan & Penggalian 3.009.260 3.002.787 2.976.969 2.956.158 2.911.787
3 Industri Pengolahan 160.011.696 168.558.608 177.774.890 186.808.688 193.610.260 4 Pengadaan Listrik dan Gas 3.642.496 3.668.131 3.826.374 3.923.966 3.904.568
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
588.515 608.343 630.507 651.813 666.203
6 Konstruksi 168.958.210 179.383.475 188.294.710 195.804.652 198.486.331
7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
206.961.971 217.980.309 228.775.732 234.872.712 245.826.853
8 Transportasi dan Pergudangan 34.306.413 36.714.958 41.780.929 45.557.769 50.678.725
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 61.258.499 65.235.431 68.850.609 72.572.089 76.788.426
10 Informasi dan Komunikasi 103.212.678 115.748.680 128.510.625 141.500.796 156.809.056
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 125.417.028 134.744.302 140.160.373 155.189.393 168.374.624
12 Real Estat 84.689.742 88.985.511 93.399.192 97.809.806 102.395.777 13 Jasa Perusahaan 83.916.951 90.835.653 98.965.444 106.646.598 115.619.804
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
62.651.012 60.859.266 61.594.054 62.319.343 64.388.948
15 Jasa Pendidikan 62.220.200 64.427.115 66.842.621 71.210.273 76.173.999
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 19.268.301 20.379.279 21.775.260 23.425.889 25.255.984
17 Jasa Lainnya 41.095.643 44.209.165 47.870.886 51.720.453 56.097.784 PDRB 1.222.527.925 1.296.694.573 1.373.389.129 1.454.345.823 1.539.376.654
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia 2017
30 Ibid 31 Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 59
98
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Dari nilai PDRB sektoral berdasarkan harga konstan sebagaimana ditunjukkan pada
tabel 2.11 diatas, dapat dilihat perkembangan kontribusi PDRB menurut sektor pada
tabel 2.12 berikut:
Tabel 2.13 Kontribusi Sektor PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201632 33
No. Sektor 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.11 0.10 0.10 0.09 0.09
2 Pertambangan & Penggalian 0.25 0.23 0.22 0.20 0.19
3 Industri Pengolahan 13.09 13.00 12.94 12.84 12.58
4 Pengadaan Listrik dan Gas 0.30 0.28 0.28 0.27 0.25
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04
6 Konstruksi 13.82 13.83 13.71 13.46 12.89
7 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
16.93 16.81 16.66 16.15 15.97
8 Transportasi dan Pergudangan 2.81 2.83 3.04 3.13 3.29
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.01 5.03 5.01 4.99 4.99
10 Informasi dan Komunikasi 8.44 8.93 9.36 9.73 10.19
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 10.26 10.39 10.21 10.67 10.94
12 Real Estat 6.93 6.86 6.80 6.73 6.65
13 Jasa Perusahaan 6.86 7.01 7.21 7.33 7.51
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
5.12 4.69 4.48 4.29 4.18
15 Jasa Pendidikan 5.09 4.97 4.87 4.90 4.95
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.58 1.57 1.59 1.61 1.64
17 Jasa Lainnya 3.36 3.41 3.49 3.56 3.64
PDRB 100 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dalam buku Statitik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesia 2017
32 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm 62 33 Bank Indonesia 2017, op. cit. hlm 62
99
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Distribusi kegiatan ekonomi antarkota DKI Jakarta menunjukkan adanya
persebaran yang relatif merata, tetapi kesenjangan yang tinggi terjadi antara kota
dengan Kabupaten Kepulauan Seribu sebagaimana terlihat pada Tabel 2.13. Nilai
PDRB tertinggi tercatat di Jakarta Pusat kemudian diikuti oleh Jakarta Selatan dan
Jakarta Utara.
Tabel 2.14 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kota/Kabupaten Administrasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015 (Juta Rupiah)34
No. Kota/Kabupaten Administrasi 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Jakarta Pusat 333.572.901 378.108.865 428.352.159 483.281.548
2. Jakarta Utara 257.287.531 289.837.979 333.921.789 379.227.915
3. Jakarta Barat 228.382.465 258.677.781 292.816.915 328.439.235
4. Jakarta Selatan 307.189.768 347.102.018 393.289.515 441.447.477
5. Jakarta Timur 237.081.963 267.275.771 305.773.100 345.644.016
6. Kepulauan Seribu 4.866.265 5.253.338 5.633.797 6.245.821 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
2.2.1.1.2. Laju Inflasi
Laju inflasi DKI Jakarta dari tahun ke tahun berfluktuasi nilainya, karena sangat
bergantung pada kondisi perekonomian baik nasional maupun global. Hal tersebut
dapat dilihat pada tabel 2.11, dimana inflasi DKI Jakarta mengikuti fluktuasi inflasi
nasional, dengan nilai yang hanya sedikit berbeda. Data terkini menunjukkan bahwa
inflasi DKI Jakarta tahun 2016 adalah sebesar 2,37 persen. Nilai tersebut merupakan
capaian terendah selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Rincian mengenai nilai
inflasi DKI Jakarta sebagaimana dapat dillihat pada tabel berikut:
34 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, op. cit. hlm 63
100
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.15 Laju Inflasi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201635 No. Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
Inflasi
(1) (2) (4) (5) (6) (7) (8) (8)
1. Inflasi Nasional 4,3 8,38 8,36 3,35 3,02 5,48
2. Inflasi DKI Jakarta
4,52 8,00 8,95 3,30 2,37 5,43
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Laju inflasi Provinsi DKI Jakarta mengalami fluktuasi antara tahun 2012 hingga
2016 (Gambar 2.14). Inflasi terendah di Provinsi DKI Jakarta terjadi pada tahun 2016
yaitu sebesar 2,37% dan tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 8,95%.
Pada Bulan Januari 2017, harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi sebesar
0,99 persen. Selanjutnya pada bulan Februari 2017 inflasi di DKI Jakarta sebesar 0,33
persen dan di bulan Maret 2017 inflasi DKI Jakarta sebesar 0,05 persen. Tekanan
harga di Provinsi DKI Jakarta pada bulan April 2017 kembali turun, bahkan mengalami
deflasi. Pada April 2017 Jakarta mengalami deflasi sebesar 0,02 persen (mtm). Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya yang
mengalami inflasi (0,01% mtm), dan juga dari inflasi nasional (0,09% mtm). Dengan
perkembangan ini, laju inflasi DKI Jakarta sejak awal tahun tercatat sebesar 1,35%
(ytd) atau 3,70% (yoy).
Apabila dibandingkan dengan inflasi nasional, inflasi Provinsi DKI Jakarta
memiliki tren yang hampir sama. Hal tersebut menunjukkan tren kenaikan harga
barang di Provinsi DKI Jakarta cukup dapat menggambarkan kenaikan harga barang
secara nasional. Perbedaan tren inflasi pada periode 2010-2015 terjadi pada tahun
2014, dimana inflasi nasional memiliki tren menurun sementara Provinsi DKI Jakarta
memiliki tren inflasi yang meningkat.
2.2.1.1.3. PDRB Perkapita
Perkembangan nilai PDRB perkapita menunjukkan proporsi nilai tambah yang
dihasilkan dalam satu tahun dibagi jumlah penduduk. Data BPS menunjukkan bahwa
PDRB perkapita DKI Jakarta berdasarkan harga konstan tahun 2010 meningkat dari
Rp.136,31 Juta pada tahun 2014 menjadi Rp147,06 juta pada tahun 2016. Sedangkan
35 Ibid
101
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
untuk PDRB perkapita DKI Jakarta berdasarkan harga berlaku dari Rp. 174,91 juta
pada tahun 2014 menjadu Rp.207,99 juta pada tahun 2016. PDRB per Kapita Provinsi
DKI Jakarta memiliki tren yang cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Provinsi DKI Jakarta sebagaimana terlihat
pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Nilai PDRB Perkapita Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 s.d. 2016 No. Uraian Satuan 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PDB Perkapita Atas Dasar
Harga Berlaku Juta Rupiah 174,91 195,46 207,99
2. PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010
Juta Rupiah 136,31 142,89 147,06
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
2.2.1.1.4. Indeks Gini
Indeks Gini adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh dalam suatu daerah.
Ukuran kesenjangan Indeks Gini berada pada besaran 0 (nol) dan 1 (satu).
Berdasarkan ukuran ini, Gini Ratio dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu rendah jika
nilai Gini Ratio dibawah 0,4; sedang jika angkanya berkisar 0,4 - 0,5, serta dikatakan
tinggi jika nilainya di atas 0,5. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan
ketimpangan yang semakin tinggi. Gini Ratio DKI Jakarta pada September 2015
sebesar 0,421, menurun 0,024 poin menjadi 0,397 pada September 2016. Hal ini
menunjukkan bahwa ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta semakin kecil.
Selain Gini Ratio ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah
persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang
dikenal dengan ukuran ketimpangan Bank Dunia. Berdasarkan ukuran ini tingkat
ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika
persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah
12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12-17 persen, serta
ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen. Pada September 2016,
persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di DKI Jakarta sebesar
16,49 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan sedang. Persentase
pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan September 2016
102
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
menurun 0.08 poin jika dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar
16,57 persen.
Gambar 2.18 Perkembangan Gini Ratio di DKI Jakarta
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017
Salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempersempit
ketimpangan pendapatan antara yang kaya dan yang miskin, adalah dengan
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan penduduk khususnya
penduduk miskin melalui berbagai program serta upaya mengurangi beban
pengeluaran penduduk miskin dengan pemberian Kartu Jakarta Sehat dan Kartu
Jakarta Pintar.
2.3.1.1.5 Persentase Penduduk di Atas Garis Kemiskinan
Selain koefisien gini, indikator kesejahteraan ekonomi diukur dari jumlah
penduduk miskin. Secara makro, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat
dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan minimal makanan dan non makanan, yang merupakan rata-rata
pengeluaran perbulan perkapita. Metode penghitungan penduduk miskin melalui
metode ini dilakukan dengan menghitung komponen Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
103
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.17 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: Susenas Maret 2015, September 2015 dan Maret 2016
2.2.1.2. Fokus Kesejahteraan Sosial
2.2.1.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai
oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, namun juga mencakup kualitas manusianya.
Oleh karena itu, konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus
berorientasi kepada manusia atau masyarakatnya, yaitu bagaimana pertumbuhan
ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas
masyarakat sebagai manusia. Pembangunan manusia yang mencakup tiga dimensi
pokok yaitu kesehatan (umur panjang), pendidikan (pengetahuan) dan daya beli
(standar kehidupan layak) dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di suatu wilayah. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
pada tahun 2012 s.d. 2015 dapat dilihat pada Tabel berikut:
104
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.18 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 201536
No. Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. IPM Jakarta Pusat 78,44 78,81 79,03 79,69 80,22
2. IPM Jakarta Utara 76,89 77,16 77,29 78,30 78,78
3. IPM Jakarta Barat 78,05 78,79 79,38 79,72 80,34
4. IPM Jakarta Selatan 81,72 82,72 82,94 83,37 83,94
5. IPM Jakarta Timur 79,52 79,88 80,40 80,73 81,28
IPM DKI Jakarta 77,53 78,08 78,39 78,99 79,60
IPM Nasional 67,70 68,31 68,90 69.55 70,18 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan data yang ada, Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki capaian IPM
tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di Provinsi DKI Jakarta. Capaian tersebut diikuti
oleh wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Selain itu, dari data tersebut dapat dilihat
juga bahwa IPM Provinsi DKI Jakarta selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan peningkatan kualitas manusia yang ada di Jakarta, yang selanjutnya
menjadi barometer bagi kualitas pembangunan manusia di Indonesia.
2.2.1.2.2. Pendidikan
Aspek yang dilihat dari fokus kesejahteraan masyarakat untuk bidang pendidikan
adalah Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Kasar
(APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).
Angka Melek Huruf Angka Melek Huruf (AMH) adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang
dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Perkembangan Angka
Melek Huruf Provinsi DKI Jakarta dan perkembangan Angka Melek Huruf Nasional
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
36 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2017, Berita Resmi Statistik : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 Terus Meningkat, No. 19/04/31/Thn.XIX, 17 April 2017, BPS, Jakarta
105
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.19 Perkembangan Angka Melek Huruf DKI Jakarta dan Nasional Tahun
2011-2015 Sumber : Statistik Nasional, BPS 2016
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa capaian Angka Melek Huruf Provinsi DKI
Jakarta tahun 2011 hingga 2015 telah melampaui capaian Nasional. Perkembangan
Angka Melek Huruf DKI Jakarta selama kurun waktu 2011-2015 selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir sebagian
besar penduduk Provinsi DKI Jakarta mampu untuk membaca dan menulis serta
menyerap informasi dengan baik. Persentase angka melek huruf yang tinggi di Provinsi
DKI Jakarta ini juga mengindikasikan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
yang cukup memadai. Meskipun demikian, capaian Angka Melek Huruf tersebut masih
belum mencapai target MDG’s, yakni 100% pada tahun 2015.
Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk
usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal. Perkembangan Rata-rata
Lama Sekolah di Provinsi DKI Jakarta dan Nasional dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
98,83% 99,07% 99,13% 99,54% 99,59%
92,80% 93,10%93,90%
95,90%95,20%
90,00%
92,00%
94,00%
96,00%
98,00%
100,00%
102,00%
2011 2012 2013 2014 2015
Angka Melek Huruf DKI Jakarta Angka Melek Huruf Nasional
106
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.20 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah DKI Jakarta dan Nasional
Tahun 2012-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik 2016
Berdasarkan gambar di atas, angka Rata-Rata Lama Sekolah di DKI Jakarta
Tahun 2012-2015 telah melampaui capaian nasional. Pada tahun 2015 Rata-Rata
Lama Sekolah nasional mencapai 7,84 tahun, sedangkan Rata-Rata Lama Sekolah di
DKI Jakarta mencapai 10,7 tahun.
Penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya memberikan stimulus baik di
tingkat pusat maupun daerah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
pencapaian ini. Kebijakan tersebut diantaranya kebijakan pelaksanaan program wajib
belajar 12 tahun, pemberian Bantuan Operasonal Sekolah (BOS), Biaya Operasional
Pendidikan (BOP), serta Kartu Jakarta Pintar, disamping meningkatnya sarana dan
prasarana pendidikan di Jakarta.
Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni
Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi anak sekolah pada suatu
jenjang tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.
APK digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang
sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu
tanpa melihat berapa usianya. Pada gambar di bawah disajikan perkembangan APK
TK (PAUD), SD/MI/Paket A, SMP/MTs dan APK SMA/SMK/MA di DKI Jakarta.
10,37 10,4 10,43 10,47 10,54 10,7
7,92 7,947,59 7,61 7,73 7,84
6
7
8
9
10
11
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Ratarata Lama Sekolah DKI Jakarta
Ratarata Lama Sekolah Nasional
107
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.21 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar di DKI Jakarta Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2015 Angka partisipasi kasar
untuk SD/MI yaitu sebesar 105.26 , untuk tingkat SMP/MTs sebesar 88.35 dan untuk
tingkat SMA/SMK/MA sebesar 76.35.
Angka Partisipasi Murni
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase jumlah anak pada kelompok usia
sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan
usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang
bersangkutan. Angka Partisipasi Murni (APM) digunakan untuk mengukur proporsi
anak yang bersekolah tepat waktu. Perkembangan APM di Provinsi DKI Jakarta
disajikan pada gambar di bawah ini.
45,38% 51,53%57,55% 58,78%
110,45%
98,03% 100,91% 103,28%96,84%
105,26%
91,42% 90,78% 94,04%86,60%
79,61%88,35%
63,14%71,76%
74,37%71,09%
58,79%
76,35%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
110,00%
120,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
APK PAUD APK SD APK SMP APK SMA
108
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.22 Perkembangan Angka Partisipasi Murni di DKI Jakarta Tahun 2013-
2015 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016
Gambar 2.16 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 Angka partisipasi murni untuk
SD/MI yaitu sebesar 96.91, untuk tingkat SMP/MTs sebesar 80.20 dan untuk tingkat
SMA/SMK/MA sebesar 59.04
2.2.1.2.3. Kesehatan
Kinerja fokus kesejahteraan masyarakat untuk bidang kesehatan ditunjukkan oleh
indikator angka usia harapan hidup, persentase balita gizi buruk, dan angka kematian
bayi (AKB).
Angka Usia Harapan Hidup
Angka usia harapan hidup penduduk di Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu 2012
hingga 2015 telah melampaui angka usia harapan hidup nasional. Pada tahun 2015
angka usia harapan hidup di DKI Jakarta mencapai 72,43, sedangkan angka usia
harapan hidup nasional pada tahun 2015 sebesar 70,78 tahun. Hal ini bermakna
kesehatan penduduk di DKI Jakarta telah melampaui standar nasional. Lebih lanjut,
perkembangan usia harapan hidup di DKI Jakarta dapat dilihat dalam gambar di bawah
ini.
94,59% 92,27% 90,14%95,79% 96,84% 96,91%
71,96%68,85% 70,40%
75,56%79,61% 80,20%
50,57% 49,27%53,61% 54,99%
58,79% 59,04%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
APM SD APM SMP APM SMA
109
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.23 Perkembangan Usia Harapan Hidup DKI Jakarta dan Nasional
Tahun 2010-2015 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2016
Persentase Balita Gizi Buruk
Persentase balita gizi buruk di DKI Jakarta pada tahun 2013 tercatat sebesar 0,07%
kemudian menjadi 0,23% pada tahun 2015. Meskipun demikian, pencapaian indikator
ini telah melampaui target yang ditetapkan dalam MDG’s yaitu sebesar 3,60%. Dengan
demikian pencapaian Balita Gizi Buruk di DKI Jakarta berdasarkan target MDG’s
tergolong berhasil. Uraian lebih rinci disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.19 Persentase Balita Gizi Buruk No.
Uraian Tahun 2013 2014 2015
(1) (2) (5) (6) (7) 1. Jumlah balita gizi buruk 598 677 1088 2. Jumlah balita 843.773 875.558 481928 3. Persentase balita gizi buruk 0,07% 0,08% 0,23%
Sumber : Dinas Kesehatan DKI Jakarta
Angka Kematian Bayi (Per 1000 Kelahiran Hidup)
Angka kematian bayi di DKI Jakarta mengalami penurunan, semula sebesar 7 Per
1000 Kelahiran Hidup pada tahun 2012, menjadi 4,61 Per 1000 Kelahiran Hidup pada
tahun 2015. Secara keseluruhan, pencapaian indikator ini selama tahun 2012 hingga
2015 telah melampaui target RPJMD DKI Jakarta 2013-2017 dan juga melampaui
71,71 71,87 72,03 72,19 72,27 72,43
69,8170,01
70,2070,40
70,5970,78
68,5
69
69,5
70
70,5
71
71,5
72
72,5
73
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Usia Harapan Hidup DKI Jakarta Usia Harapan Hidup Nasional
110
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
target MDG’s yang sebesar 32 Per 1000 Kelahiran Hidup. Lebih lanjut dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.24 Perkembangan Target dan Realisasi Angka Kematian Bayi DKI
Jakarta 2012-2015 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.1.2.4. Ketenagakerjaan
Rasio penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2010 hingga tahun
2015 mengalami peningkatan. Data tenaga kerja menunjukkan bahwa pada tahun
2010 sebesar 89% dari angkatan kerja yang ada memperoleh pekerjaan (Tabel 2.20),
atau dengan kata lain terdapat 11% angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan.
Pada tahun 2015 naik menjadi sebesar 93% dari angkatan kerja yang ada memperoleh
pekerjaan atau sebesar 7% angkatan kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Data
tersebut menunjukkan tren jumlah pengagguran berkurang. Penjelasan lebih lanjut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2012 2013 2014 2015
7,007,50 7,40 7,307,00 6,88
4,184,61 Angka Kematian Bayi (bayi
per 1000 kelahiran hidup)Target RPJMD 20132017
Angka Kematian Bayi (bayiper 1000 kelahiran hidup)Realisasi
111
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.20 Rasio Penduduk yang Bekerja di Provinsi DKI Jakarta
No. Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Penduduk
yang bekerja (ribu orang)
4.689,80 4.588,40 4.838,60 4.712,84 4.634,37 4.724,03
2. Angkatan kerja (ribu orang)
5.272,60 5.143,80 5.368,60 5.180,00 5.063,50 5.092,22
3. Rasio penduduk yang bekerja (%)
89% 89% 90% 91% 92% 93%
Sumber: Badan Pusat Statistik,2016.
2.2.1.3. Fokus Seni Budaya dan Olah Raga Pengembangan seni budaya, kepemudaan, dan olahraga menjadi kegiatan
penting. Beberapa prestasi kinerja yang dilakukan di bidang kepemudaan antara lain
melalui pengiriman 2 (dua) orang Paskibraka yang bertugas di tingkat Nasional, dan
keikutsertaan Jakarta Youth Choir ke Paduan Suara Lanna di Bangkok, Thailand
dengan perolehan medali emas.
Kinerja pembinaan bidang olahraga tahun 2016 selain diukur dari penyediaan
fasilitas dan sarana olahraga juga prestasi olahraga yang berhasil diraih. Penyediaan
fasilitas olahraga dilakukan antara lain dengan rehabilitasi lapangan-lapangan olahraga
pada skala komunitas, pengadaan perlengkapan kontingen POPWIL, pengadaan
peralatan olahraga permainan untuk masyarakat Provinsi DKI Jakarta, Pengadaan
peralatan olahraga PON XIX 2016, Persiapan dan pelaksanaan the 6th World Sport
For All Games (TAFISA Games 2016) di Jakarta yang diikuti oleh 108 negara,
Pengiriman kontingen PEPARNAS DKI Jakarta pada PEPARNAS XV 2016 di Jawa
Barat yang memperoleh peringkat ke 11 dengan 15 emas, 5 perak, dan 15 perunggu, serta Pengiriman kontingen POSPENAS DKI Jakarta pada POSPENAS VII 2016 di
Banten yang memperoleh peringkat ke 7 dengan 4 emas, dan 1 perak.
Selain itu, Prestasi olahraga yang diraih DKI Jakarta pada single event dan multi
event antara lain pada Kejuaraan Bulutangkis (Disabilitas) Junior Sport Exchange di
Tokyo Jepang dengan perolehan medali 1 medali emas, 1 medali perak, Kejuaraan
Nasional Judo antar PPLP/ PPLPD di Padang, Sumatera Barat dengan perolehan
112
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
medali 9 medali emas, 1 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Nasional Atletik
Remaja dan Junior dengan perolehan medali 4 medali emas, 5 medali perak, 3 medali
perunggu, Kejuaraan Nasional UGM Swimming Championship di Jogjakarta dengan
perolehan medali 15 medali emas, 4 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan
Dayung antar PPLP/PPLPD di Riau dengan perolehan medali 3 medali emas, 3 medali
perak, Kejuaraan Nasional Panahan antar PPLP/PPLPD dengan perolehan medali 2
medali emas, 3 medali perak, 3 medali perunggu, Kejuaraan Nasional Atletik antar
PPLP/PPLPD dengan perolehan medali 2 medali emas, 3 medali perak, 7 medali
perunggu, Kejuaraan Senam 13th Singapore Rhythmic Gymnastic Open
Championship di Singapura dengan perolehan medali 1 medali perunggu, Peringkat 3
pada PON XIX di Jawa Barat dengan perolehan 132 medali emas, 125 medali perak,
120 medali perunggu, kegiatan multi cabang olahraga Pekan Olahraga Wilayah II
dengan perolehan medali 15 medali emas, 13 medali perak, 4 medali perunggu,
Kejuaraan Bulutangkis Junior Sport Exchange di Tokyo Jepang dengan hasil peringkat
5 dari 19 negara, Kejuaraan Atletik Asia Junior di Ho Chi Min, Vietnam dengan hasil
peringkat 5 dari 45 negara, dan Kejuaraan Atletik Sea Youth di Thamasat, Thailand
dengan hasil peringkat 5 dari 11 negara.
Berkaitan dengan aktivitas seni budaya di Provinsi DKI Jakarta, terlihat bahwa
dalam kurun waktu 2010 – 2015 jumlah grup kesenian meningkat dari 889 menjadi 921
grup kesenian. Lebih lanjut perkembangan grup kesenian tertera pada tabel 2.21
dibawah ini.
Tabel 2.21 Grup Kesenian per 10.000 Penduduk No.
Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Jumlah
grup kesenian
889 896 912 916 916 921
2. Jumlah Penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
3. Jumlah grup kesenian per 10.000 penduduk
0,92 0,92 0,92 0,92 0,91 0,91
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2016
113
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.2. Aspek Pelayanan Umum
2.2.2.1. Fokus Urusan Wajib Pelayanan Dasar
2.2.2.1.1. Urusan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan di DKI Jakarta diarahkan untuk mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh masyarakat Provinsi DKI Jakarta, mewujudkan pendidikan yang kompetitif
untuk menghadapi perubahan, meningkatkan standar kualitas layanan pendidikan,
meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib yang terkait
dengan pelayanan dasar yakni pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan
dasar warga negara. Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan atas
pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan usia dini, dan pendidikan non formal.
Sedangkan Daerah Provinsi memiiliki kewenangan atas pengelolaan pendidikan
menengah dan pendidikan khusus. Provinsi DKI Jakarta memiliki otonomi khusus
dimana kewenangan pemerintahan berada terpusat di tingkat provinsi, sehingga
pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan usia dini, pendidikan
non formal, dan pendidikan khusus dilakukan di tingkat Provinsi.
Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pembangunan
pendidikan Provinsi DKI Jakarta di arahkan pada perluasan dan pemerataan
pendidikan. Hal tersebut diketahui melalui indikator Angka Partisipasi Sekolah (APS),
Rasio guru terhadap murid, Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia
sekolah, Angka Kelulusan (AL), Angka Melanjutkan (AM) dan Angka Putus Sekolah
(APS). Secara rinci perkembangan indikator pendidikan di DKI Jakarta periode 2013-
2015 disampaikan dalam tabel di bawah ini.
114
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.22 Hasil Kinerja Indikator Bidang Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 2013-2015
No. Indikator Tahun
2013 2014 2015 (1) (2) (6) (7) (8) 1 Pendidikan Dasar (SD/MI) i. Angka partisipasi sekolah 99,35% 99,47% 99,56% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk
usia sekolah 35,06 34,24 29,66
iii. Rasio guru terhadap murid 547,89 540,15 557,20 2 Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs) i. Angka partisipasi sekolah 95,28% 96,69% 97,19% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk
usia sekolah 28,88 30,84 31,84
iii. Rasio guru terhadap murid 746,32 646,08 748,91 3 Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA) i. Angka partisipasi sekolah 65,54% 70,23% 70,73% ii. Rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk
usia sekolah 24,79 25,87 29,46
iii. Rasio guru terhadap murid 892,95 1001,88 914,53 iv. Rasio guru terhadap murid per kelas rata- rata 58,94 79,83 55,92 4 Jumlah Siswa Pada jenjang Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) (%) 243.857 301.574 332.346
5 Angka Putus Sekolah i. Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI (%) 0,02 0,01 0,01 ii. Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs (%) 0,13 0,07 0,18 iii. Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA (%) 0,04 0,33 0,42 6 Angka Kelulusan i. Angka Kelulusan (AL) SD/MI 100% 99,32% 100% ii. Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs 99,99% 99,94% 99,99% iii. Angka Kelulusan (AL) SMA/MA 99,99% 98,41% 99,99 iv. Angka Kelulusan (AL) SMK 99,99% 98,74% n/a 7 Angka Melanjutkan (AM) i. Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke
SMP/MTs 99,13% 83,01% 81,10%
ii. Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA
98,47% 97,78% 95,88%
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.2.1.2. Urusan Kesehatan
Pembangunan kesehatan berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia agar dapat mencapai derajat kesehatan yang lebih baik
sehingga tercapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan
115
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
tujuan pembangunan kesehatan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Rasio Posyandu Per Satuan Balita
Perkembangan Posyandu di Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu tahun 2011
hingga tahun 2015 mengalami tren peningkatan jumlah. Pada tahun 2011 rasio
posyandu per satuan balita sebesar 5,11, yang bermakna 5 posyandu dapat
menampung 1.000 balita (5:1.000), atau dengan kata lain satu posyandu dapat
menampung 200 balita (1:200). Pada tahun 2015 rasio posyandu per satuan balita
mengalami peningkatan menjadi 9,32, yang berarti 9 posyandu dapat menampung
1.000 balita (9:1.000) atau dengan kata lain satu posyandu dapat menampung 111
balita (1:111).
Tabel 2.23 Rasio Posyandu Per Satuan Balita di DKI Jakarta Tahun 2011-2015
No Uraian Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jumlah Posyandu 4.241 4.297 4.330 4.362 4.490 2. Jumlah Balita 829.889 908784 843773 875558 481928 3. Rasio Posyandu per satuan balita 5,11 4,99 5,13 4,98 9,32
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016
Rasio Puskesmas, Poliklinik, per Satuan Penduduk
Rasio puskesmas di DKI Jakarta pada tahun 2015 sebesar 1:231.316 jiwa. Kondisi
tersebut diimbangi dengan adanya poliklinik dan puskesmas pembantu yang pada
tahun 2015 masing-masing memiliki rasio 1:12.247 jiwa untuk poliklinik dan 1:231.316
jiwa untuk puskesmas pembantu, sehingga dapat dikatakan mencukupi untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat DKI Jakarta. Penjelasan lebih
lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
116
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.24 Rasio Puskesmas, Poliklinik Per Satuan Penduduk di DKI Jakarta 2013-2015
No Indikator Tahun
2013 2014 2015 (1) (2) (5) (6) (7) 1 Jumlah puskesmas
Kecamatan 44 44 44
1.1 Rasio Puskesmas Kecamatan 1:226.588 1:224.868 1:231.316
2 Jumlah Puskesmas Kelurahan 303 303 288 2.2 Rasio Puskesmas
Kelurahan 1:32.903 1:32.654 1:231.316 3 Jumlah poliklinik 1.050 1.050 831
3.3 Rasio poliklinik 1:9.495 1: 9.423 1:12.247 Jumlah Penduduk 9.969.948 10.075.310 10.177.924
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk
Pembangunan prasarana kesehatan pada tahun 2015 dilakukan dengan
menambah 1 unit Rumah Sakit Umum Daerah sehingga setiap wilayah
Kota/Kabupaten memiliki sekurang-kurangnya 1 unit Rumah Sakit Umum Daerah.
Selain Sumah Sakit Umum Daerah, pada tahun 2015 telah dilaksanakan peningkatan
status Puskesmas Kecamatan menjadi Rumah Sakit Umum tingkat Kecamatan yang
merupakan Rumah Sakit Tipe D yaitu sebanyak 15 Puskesmas dari total 26
Puskesmas. Kedepannya, peningkatan status Puskesmas Kecamatan menjadi Rumah
Sakit Umum tingkat Kecamatan akan dilaksanakan pada seluruh Puskesmas
Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta. Berikut adalah gambaran rumah sakit di Provinsi
DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 2012 sampai dengan 2015:
Tabel 2.25 Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2015
No. Uraian 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Jumlah Rumah Sakit 158 159 159 182
2. Jumlah Penduduk 9.862.100 9.969.900 10.075.300 10.177.924
Rasio 62,42 62,70 63,36 55,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2016
117
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Cakupan Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
Perkembangan cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI) di DKI
Jakarta tahun 2013-2015 telah mencapai 100%. Hal ini bermakna seluruh bayi telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Dengan demikian, sejak tahun 2013 hingga
tahun 2105 indikator ini telah melampaui SPM Kementerian Kesehatan yakni >95%.
Lebih lanjut dijabarkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.26 Perkembangan Cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
Indikator Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) Jumlah Kelurahan UCI 267 267 267 267 267 Jumlah Seluruh Kelurahan 267 267 267 267 267 Cakupan kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Cakupan Puskesmas Kecamatan
Apabila dilihat dari perbandingan jumlah Puskesmas dengan jumlah Kecamatan yang
ada di Provinsi DKI Jakarta, maka diperoleh persentase cakupan puskesmas DKI
Jakarta. Dari data di Tabel 2.27 dapat diketahui bahwa jumlah puskesmas tidak
mengalami penambahan sejak tahun 2010 hingga tahun 2015. Penjelasan lebih lanjut
disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.27 Cakupan Puskesmas 2010-2015
No. Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1. Jumlah puskesmas
kecamatan 44 44 44 44 44 44
2. Jumlah seluruh kecamatan
44 44 44 44 44 44
3. Cakupan puskesmas (%)
100 100 100 100 100 100
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016
Cakupan Puskesmas Kelurahan
Perkembangan cakupan puskesmas pembantu di kelurahan pada periode 2013-2015
telah menunjukkan capaian yang positif. Pada tahun 2015 tercatat cakupan pembantu
118
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
puskesmas sebesar 107,87 persen, artinya terdapat kelurahan yang memiliki lebih dari
satu puskesmas pembantu. Penjelasan lebih lanjut disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.28 Cakupan Pembantu Puskesmas 2013-2015
Indikator Tahun 2013 2014 2015
(1) (4) (5) (6) Jumlah pembantu puskesmas 303 303 288 Jumlah seluruh kelurahan 267 267 267 Cakupan pembantu puskesmas (%) 113,48 113,48 107,87 Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.2.1.3. Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR)
Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik
Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik adalah panjang jalan dalam kondisi
baik dibagi dengan panjang jalan secara keseluruhan (nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota). Hal ini mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan.
Secara umum tren panjang jaringan jalan dalam kondisi baik di DKI Jakarta mengalami
penurunan (lihat Gambar di bawah). Pada tahun 2013 proporsi panjang jaringan jalan
dengan kondisi baik sebesar 99,92% dari total panjang jalan keseluruhan, kemudian
mengalami penurunan menjadi 97, 56% di tahun 2015.
Gambar 2.25 Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik di DKI Jakarta
Sumber:Dinas Bina Marga, 2016
Rasio Tempat Pembuangan Sampah Per 1000 Penduduk
Mengacu pada Tabel 2.29 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rasio tempat
pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk di DKI Jakarta. Pada tahun 2010
99,92
9797,56
95
96
97
98
99
100
101
2013 2014 2015
Proporsi panjang jaringanjalan dalam kondisi baik
Linear (Proporsi panjangjaringan jalan dalamkondisi baik)
119
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
rasio TPS per satuan penduduk tercatat 1.373,88 M3 per 1.000 penduduk, kemudian di
tahun 2015 menurun menjadi 1.296,93 M3 per 1.000 penduduk. Hal ini dikarenakan
jumlah daya tapung TPS yang tidak bertambah sejak tahun 2010 hingga 2015,
sementara jumlah penduduk selalu meningkat setiap tahunnya.
Tabel 2.29 Rasio TPS per Satuan Penduduk
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah daya tampung TPS (M3)
13.200.000 13.200.000 13.200.000 13.200.000 13.200.000 13.200.000
Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
Rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk
1.373,88 1.353,55 1.338,46 1.323,99 1.310,13 1.296,93
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta
2.2.2.1.4. Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Rumah Tangga Pengguna Listrik Ketersediaan listrik dapat menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di suatu
wilayah. Rumah tangga yang sudah tersedia fasilitas listrik dianggap sudah mampu.
Pada tahun 2015, hampir seluruh rumah tangga di DKI Jakarta atau sebanyak 99,40
persen rumah tangga menggunakan listrik PLN dan sisanya 0,54 persen rumah tangga
di DKI Jakarta menggunakan listrik non PLN, yang dapat diartikan program
pembangunan sudah menjangkau semua penduduknya, namun rumah tangga
pengguna listrik Non PLN masih di temui di semua wilayah (lihat tabel di bawah)
Tabel 2.30 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama dan
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2014-2015 Sumber
Penerangan Utama Sumber Penerangan Utama Jumlah
Rumah Tangga Listrik PLN Listrik Non PLN Bukan Listrik
(1) (2) (3) (4) (5) Kepulauan Seribu
2014 100,00 0,00 0,00 5.575 2015 97,23 2,77 0,00 5.873
Jakarta Selatan
120
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Sumber Penerangan Utama
Sumber Penerangan Utama Jumlah Rumah Tangga Listrik PLN Listrik Non PLN Bukan Listrik
2014 100,00 0,00 0,00 542.495 2015 99,69 0,31 0,00 568.148
Jakarta Timur 2014 100,00 0,00 0,00 731.435 2015 99,68 0,17 0,15 745.136
Jakarta Pusat 2014 100,00 0,00 0,00 240.654 2015 99,61 0,39 0,00 246.346
Jakarta Barat 2014 99,80 0,20 0,00 656.467 2015 99,86 0,14 0,00 666.575
Jakarta Utara 2014 99,94 0,06 0,00 455.317 2015 97,86 2,03 0,10 468.232
DKI Jakarta 2014 99,94 0,06 0,00 2.631.943 2015 99,40 0,54 0,06 2.700.310
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta 2016
Rasio Tempat Pemakaman Umum Per 1.000 Penduduk Rasio tempat pemakaman umum per 1.000 penduduk di DKI Jakarta selama tahun
2010 hingga tahun 2015 mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2010
terdapat 103 m2 tempat pemakaman umum untuk 1.000 penduduk, kemudian pada
tahun 2015 menjadi 97 m2 untuk 1.000 penduduk. Kondisi ini terjadi dikarenakan
jumlah daya tampung tempat pemakaman umum dalam enam tahun terakhir tidak
mengalami peningkatan, sementara jumlah penduduk mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.31 Rasio Tempat Pemakaman Umum per 1.000 Penduduk
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah daya tampung tempat pemakaman umum (m2)
986.771 986.771 986.771 986.771 986.771 986.771
121
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
Rasio tempat pemakaman umum per satuan penduduk
103 101 100 99 98 97
Sumber : Dinas Kehutanan, 2016
2.2.2.1.5. Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum Dan Perlindungan Masyarakat
Dengan mengacu pada Tabel 2.32 dapat diketahui bahwa rasio jumlah Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol PP) per 10.000 penduduk mengalami tren peningkatan
selama tahun 2010 hingga tahun 2014, namun memasuki tahun 2015 mengalami
penurunan. Pada tahun 2010 tercatat terdapat 3,82 Satpol PP untuk melayani 10.000
penduduk, menurun menjadi 3,39 Satpol PP untuk melayani 10.000 penduduk pada
tahun 2015.
Sedangkan untuk cakupan patroli petugas Satpol PP selama tahun 2010
hingga tahun 2015 telah melebihi SPM (3x dalam 24 jam). Pada tahun 2015 cakupan
patroli Satpol PP di DKI Jakarta adalah 35 kali patroli dalam 24 jam.
Sementara itu, jumlah linmas per 10.000 penduduk di DKI Jakarta selama
tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami tren yang menurun. Pada tahun 2010
tercatat 18,67 per 10.000 penduduk, sementara pada tahun 2015 tercatat 17,76 per
10.000 penduduk. Hal ini dipengaruhi adanya penurunan jumlah linmas di tahun 2013
hingga tahun 2015 disertai dengan peningkatan jumlah penduduk di tahun yang sama.
Untuk cakupan penegakan perda di DKI Jakarta selama tahun 2010 hingga
tahun 2015 menunjukkan angka yang berfluktuasi, yakni 89,52% pada tahun 2010,
menjadi 84,42% di tahun 2011, kemudian mengalami penurunan signifikan pada tahun
2012 dan 2013 yakni menjadi 42,46 dan 41,57%. Memasuki tahun 2014 mengalami
peningkatan menjadi 58,49% dan kembali meningkat menjadi 89,49% di tahun 2015.
Jika dilihat dari jumlah pelanggaran Perda terbanyak yang tidak terselesaikan berada
di tahun 2013, dengan jumlah pelanggaran sebesar 664 kasus dan hanya 276 kasus
yang terselesaikan.
122
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Frekuensi kebakaran sesuai waktu tanggap (response time) di DKI Jakarta
telah menunjukkan hasil kinerja yang positif. Menurut SPM dalam Permendagri No.
69/2012 disebutkan bahwa waktu tanggap (respon rate) sebesar 75%, sementara itu
sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 waktu tanggap di DKI Jakarta telah mencapai
lebih dari 95%. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.32 Kinerja Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk
A Jumlah polisi pamong praja
3.670 4.416 4.353 4.100 4.091 3.452
B Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
C
Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk
3,82 4,53 4,41 4,11 4,06 3,39
2
Cakupan patroli petugas Satpol PP
31,3 31,36 31,3 34,36 34,98 35,93
3 Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 Penduduk (%)
A Jumlah linmas 17.933 18.138 22.909 22.906 19.795 18.074
B Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
C
Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 Penduduk
18,67 18,60 23,23 22,98 19,65 17,76
4 Penegakan PERDA
A
Jumlah penyelesaian penegakan PERDA
111 130 76 276 403 332
B Jumlah pelanggaran perda
124 154 179 664 689 371
C Penegakan PERDA 89,52% 84,42% 42,46% 41,57% 58,49% 89,49%
123
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 5 Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, keindahan) (%)
A
Jumlah penyelesaian pelanggaran K3
111 130 76 276 403 332
B Jumlah pelanggaran K3
124 154 179 664 689 371
C
Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, keindahan) (%)
89,52% 84,42% 42,46% 41,57% 58,49% 89,49%
7 Cakupan pelayanan bencana kebakaran(%)
A Jumlah mobil pemadam kebakaran
4 22 46 67 82 121
Mobil Pompa 2.500 L 1 1 16 28 32 49
Mobil Pompa 4.000 L 2 2 11 20 31 46
Mobil Pompa 10.000 L 1 19 19 19 19 26
B Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
C
Cakupan pelayanan bencana kebakaran
0,0000416% 0,0002256% 0,0004664% 0,0006720% 0,0008193% 0,0011889%
8 Frekuensi kebakaran sesuai response time
A
Jumlah kasus kebakaran di Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) yang tertangani dalam tingkat waktu tanggap
690 909 1018 984 1088 1547
B Jumlah kasus kebakaran
708 953 1039 997 1094 1569
C
Frekuensi kebakaran sesuai response
97,46% 95,38% 97,98% 98,70% 99,45% 98,60%
124
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 time
Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta
2.2.2.1.6. Urusan Sosial
Sarana Sosial
Sarana sosial meliputi panti asuhan, panti jompo, panti rehabilitasi, rumah singgah dan
sarana sejenis lainnya. Secara umum, tren jumlah sarana sosial di DKI Jakarta sejak
tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami penurunan. Tahun 2011 dan 2012
merupakan tahun dengan sarana sosial terbanyak, yakni 606 sarana sosial. Memasuki
tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 537, hingga tahun 2015 kembali mengalami
penurunan menjadi 427 sarana sosial. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada
Gambar di bawah ini.
Gambar 2.26 Perkembangan Jumlah Sarana Sosial di DKI Jakarta
Sumber : Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
PMKS Yang Memperoleh Bantuan Sosial (Orang)
Sasaran pelayanan urusan sosial adalah para PMKS yang merupakan seseorang,
keluarga, atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau
gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat
menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan
wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,
0100200300400500600700
2010 2011 2012 2013 2014 2015
499
606 606537
427 427Sarana Sosial (Panti Asuhan,Panti Jompo dan PantiRehabilitasi)
125
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, atau keterasingan dan
kondisi atau perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung atau
menguntungkan.
Secara umum jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang
tertangani mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 10.088 orang,
kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 15.113 orang, memasuki tahun 2015
menurun menjadi 11.650.
Upaya yang telah dilakukan pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara lain adalah
meningkatkan kualitas pelayanan sarpras rehabilitasi sosial, pelatihan keterampilan
dan pembinaan bagi lansia, peningkatan kualitas SDM keluarga miskin dan pembinaan
mental bagi PMKS. Lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.33 Penanganan PMKS
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah PMKS yang diberikan bantuan 6.245 12.127 12.513 16.400 19.741 18.585
PMKS yg memperoleh bantuan sosial 16,12% 31,31% 32,31% 42,34% 50,97% 47,98%
Jumlah PMKS yang ada 38.732 38.732 38.732 38.732 38.732 38.732 Jumlah PMKS yang tertangani 10.088 10.777 9.692 12.287 15.113 11.650
Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial
26,05% 27,82% 25,02% 31,72% 39,02% 30,08%
Sumber : Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
2.2.2.2. Fokus Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar
2.2.2.2.1. Urusan Tenaga Kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang
memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan
sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Salah satu indikator yang
dapat menggambarkan partisipasi angkatan kerja adalah Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) yang merupakan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap
penduduk usia kerja. Pada tahun 2016, TPAK DKI Jakarta mencapai 68,79 persen. Hal
126
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
ini memberikan informasi bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja, hampir 69 orang
diantaranya adalah angkatan kerja, sedangkan sekitar 31 persen adalah bukan
angkatan kerja. Bila dibandingkan tahun 2015, TPAK DKI Jakarta mengalami
penurunan sebesar 3,81 poin.
Tabel 2.34 Persentase Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2014-2016
2014 2015 2016
Angkatan Kerja 68,49 72,60 68,79
Bukan Angkatan Kerja 31,51 27,40 31,21
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta 2016, BPS
Selanjutnya indikator yang memberikan informasi tentang jumlah angkatan
kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran yaitu tingkat pengangguran
terbuka yang merupakan perbandingan antara pencari kerja dengan jumlah angkatan
kerja. Tingkat pengangguran terbuka cenderung mengalami penurunan dari tahun ke
tahun. TPT tahun 2014 tercatat 9,84 persen, angka tersebut menurun menjadi 8,36
persen pada tahun 2015, kemudian menurun lagi menjadi 5,77 persen pada tahun
2016.
Tabel 2.35 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Tahun 2014-2016
Tahun Laki-laki Perempuan Total
2014 9,63 10,17 9,84
2015 7,77 9,25 8,36
2016 6,80 4,20 5,77
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta 2016, BPS
2.2.2.2.2. Urusan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Dalam konteks ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita pada
umumnya dipengaruhi oleh perubahan dalam struktur ekonomi yang terjadi dalam
proses pembangunan.
127
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan Partisipasi angkatan kerja perempuan selain digunakan untuk melihat labour supply,
juga digunakan untuk melihat kesejajaran perempuan dan laki-laki yang dapat
menyebabkan penghapusan ketidaksamaan peran dalam masyarakat terutama dalam
pasar tenaga kerja. Jika dicermati menurut jenis kelamin, selama periode 2015-2016,
TPAK perempuan mengalami penurunan sebesar 3,53 poin (58,11 persen tahun 2015
menjadi 54,58 persen pada tahun 2016). Dalam perspektif kedepan, Pemerintah DKI
Jakarta perlu mengupayakan agar persentase partisipasi angkatan kerja perempuan
dapat meningkat, sehingga peran perempuan dalam pasar tenaga kerja mendapat
kesejajaran dengan laki-laki.
Tabel 2.36 Partisipasi angkatan kerja perempuan di DKI Jakarta Tahun 2014-2016 Kegiatan Utama 2014 2015 2016
Angkatan Kerja 51,85 58,11 54,58 - Bekerja 89,83 90,75 95,80
- Mencari Kerja 10,17 9,25 4,20
Bukan Angkatan Kerja 48,15 41,89 45,42 - Sekolah 18,00 22,41 18,65
- Mengurus Rumah Tangga 78,32 72,29 77,67
- Lainnya 3,68 5,30 3,68
Jumlah (AK + BAK) 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Februari 2014-2016, dalam Indikator Kesejahteraan Rakyat BPS 2016
Rasio Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (%) Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan Rasio KDRT adalah jumlah
KDRT yang dilaporkan dalam periode 1 (satu) tahun per 1.000 rumah tangga. Rasio
KDRT di DKI Jakarta mengalami peningkatan sejak tahun 2010 hingga 2014.
128
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.37 Rasio Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jumlah KDRT
543 768 818 825 966 897
Jumlah rumah tangga
2.518.502 2.547.733 2.576.518 2.604.752 2.632.338 2.659.205
Rasio KDRT 0,02% 0,03% 0,03% 0,03% 0,04% 0,03% Sumber : Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta
Penyelesaian Pengaduan Perlindungan Perempuan Dan Anak Dari Tindakan Kekerasan
Penanganan pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan
di DKI Jakarta sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 telah diselesaikan seluruhnya. Hal
ini menunjukkan besarnya komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada isu
kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penjelasan secara numerik disajikkan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.38 Persentase Penyelesaian Pengaduan Perlindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah pengaduan perlindungan perempuan dan anak yang terselesaikan 935 1.381 1.429 1.517 1.612 1.736
Jumlah pengaduan perlindungan perempuan dan anak 935 1.381 1.429 1.517 1.612 1.736
Persentase penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan (%)
100 100 100 100 100 100
Sumber : Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta
2.2.2.2.3. Urusan Pangan
Berdasarkan Tabel 2.39 dapat diketahui bahwa Indikator kinerja urusan pangan di DKI
Jakarta sudah menunjukkan arah yang positif. Tahun 2014 telah dikeluarkan Peraturan
Gubernur tentang ketahanan pangan. Sementara itu ketersediaan pangan utama sejak
tahun 2012 hingga tahun 2015 telah mencapai lebih dari 100%, yang artinya
129
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
ketersediaan pangan utama selama empat tahun terakhir telah melebihi angka jumlah
penduduk DKI Jakarta. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.39 Indikator Kinerja Urusan Pangan
No Indikator Tahun
2012 2013 2014 2015 1. Regulasi
Ketahanan Pangan
- - 1 Pergub -
2. Ketersediaan Pangan Utama
A Rata-rata jumlah ketersediaan pangan utama per Tahun (kg)
1.427.400.000 1.228.989.924 1.226.297.700 1.162.728.156
B Jumlah penduduk 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
C Ketersediaan pangan utama 144,74 % 123,27 % 121,71 % 114,24 %
Sumber : Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan,dan Pertanian DKI Jakarta, 2016
Ketersediaan sumber bahan pangan yang tersedia di Jakarta hanya padi.
Untuk jagung dan kedelai produksi yang dihasilkan sangat kecil, bahkan beberapa kali
hasil produksinya 0. Dilhat dari data produksi padi DKI Jakarta, tren produksi dari
2012-2015 memiliki tren yang cenderung menurun. Meskipun bahan makanan utama
penduduk DKI Jakarta adalah dari padi namun jarang terlihat secara langsug
bagaimana proses budidaya tanaman padi di sawah. Kegiatan pertanian di Jakarta
tidak dilakukan dengan basis lahan namun dengan teknologi. Salah satu contohnya
adalah pertanian hidroponik yang dikemas dalam produk wisata atau agro wisata.
Hal tersebut ditunjukkan dengan kembali meningkatnya produktivitas padi pada tahun
2015.
Terdapat beberapa kelemahan dalam mewujudkan ketahanan pangan di DKI
Jakarta antara lain keterbatasan lahan pertanian, ketergantungan pasokan pangan dari
daerah lain, semakin meningkatnya jumlah penduduk, terbatasnya akses informasi
ketahanan pangan; serta pola konsumsi beras. Salah satu usaha untuk
mengembangkan ketahanan pangan di DKI Jakarta adalah melalui kebijakan impor
beras. Strategi yang dapat dikembangkan meliputi pengembangan dan peningkatan
intensitas jaringan kerjasama, peningkatan kapasitas distribusi pangan, pembangunan
sistem cadangan pangan, serta pengembangan diversifikasi dan konsumsi. Berikut
data dari produksi dan produktivitas padi di DKI Jakarta.
130
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.2.2.4. Urusan Lingkungan Hidup
Pencemaran Status Mutu Air
Terkait indikator pencemaran status mutu air yang merupakan tolok ukur kinerja
pemantauan pencemaran status mutu air di seluruh kawasan permukiman atau industri
dan sumber mata air tercatat mengalami peningkatan setiap tahunnya sepanjang
tahun 2010-2015. Pada tahun 2010 pemantauan hanya terlaksana sebanyak 23% dari
keseluruhan kawasan permukiman atau industri dan sumber mata air. Kemudian pada
tahun 2015 pelaksanaan pemantauan meningkat signifikan menjadi 86% dari
keseluruhan kawasan permukiman atau industri dan sumber mata air. Kondisi tersebut
menunjukkan adanya pengendalian terhadap pencemaran sumber air yang lebih baik
dibandingkan dengan tahun 2010. Namun demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
perlu terus meningkatkan kinerja cakupan pemantauan, sehingga seluruh kawasan
permukiman atau industri dan sumber mata air dapat dipantau status mutu air-nya. Hal
ini sejalan dengan amanah Permen LH No.19/2008 tentang SPM, bahwa indikator
SPM yang menunjukkan prosentase jumlah usaha dan/atau kegiatan yang mentaati
persyaratan administrasi dan teknis pencegahan pencemaran air, nilai pencapaian
secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan batas waktu pencapaian secara
bertahap sampai dengan tahun 2013. Adapun data pencemaran status mutu air
disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.40 Pencemaran Status Mutu Air
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah kawasan permukiman atau industri dan sumber daya air yang dipantau mutu airnya 75 161 221 226 231 287
Jumlah kawasan permukiman atau industri dan sumber mata air 332 332 332 332 332 332
Pencemaran status mutu air 23% 48% 67% 68% 70% 86% Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, 2016
Cakupan Periode Pemantauan Status Mutu Air
Data cakupan periode pemantauain status mutu air sepanjang tahun 2010-2015
menunjukkan bahwa hanya pada tahun 2012 dan tahun 2014 telah dilakukan seluruh
periode pemantauan badan air sesuai jumlah periode pemantauain badan air yang
harus dipantau. Sementara tahun 2010, 2011, 2013 dan 2015 jumlah periode
131
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
pemantauan badan air masih belum dilakukan sesuai jumlah periode yang harus
dipantau. Penjelasan secara numerik dapat disimak pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.41 Pemantauan Badan Air Indikator
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah periode pemantauan badan air (13 sungai, 40 situ, 267 titik air tanah, 45 titik air laut)
7 10 12 11 12 8
Jumlah periode pemantauan badan air yang harus dipantau (sungai, situ, air tanah, air laut)
12 12 12 12 12 12
Pemantauan badan air 58% 83% 100% 92% 100% 67% Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta
Cakupan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Amdal (Jumlah Perusahaan yang di Awasi)
Pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL di Provinsi DKI Jakarta masih belum
terlaksana 100%. Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL pada tahun
2015 sebanyak 47% dari seluruh perusahaan wajib AMDAL (Tabel 2.42). Meski
demikian, capaian tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2010 yang hanya
sebanyak 38% dari seluruh perusahaan wajib AMDAL.
Tabel 2.42 Pengawasan Terhadap Amdal
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah kegiatan usaha yang mempunyai dokumen lingkungan (AMDAL dan UKL/UPL) yang diawasi
1.064 1.152 1.234 1.827 1.674 2.302
Jumlah kegiatan usaha yang mempunyai dokumen lingkungan (AMDAL dan UKL/UPL) 2.811 3.338 3.651 3.982 4.415 4.899
Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Dokumen Lingkungan (AMDAL) 38% 35% 34% 46% 38% 47%
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta
Persentase Luas Permukiman Yang Tertata
Berdasarkan Tabel 2.43 dapat diketahui bawah persentase luas permukiman yang
tertata di DKI Jakarta sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 mengalami penurunan.
Pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,29% menjadi 0,14% pada tahun 2015. Sehingga
dalam perspektif kedepan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih perlu
menitikberatkan penyelesaian persoalan penataan permukiman.
132
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.43 Luas Permukiman yang Tertata
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Luas area permukiman tertata (ha) (Perhitungan SIPPT Perumahan & Apartemen)
89,67 251,96 175,07 950,91 128,87 39,48
Luas area permukiman keseluruhan (ha) (Sumber: Zona Kuning RDTR)
30.594,00 30.594,00 30.594,00 30.594,00 28.911,00 28.911,00
Persentase Luas permukiman yang tertata 0,29 0,82 0,57 3,11 0,45 0,14
Sumber : Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta
Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan hukum lingkungan di Provinsi DKI Jakarta pada periode 2010-2015 telah
menunjukkan capaian kinerja yang positif. Selama lima tahun, persentase penanganan
penegakan hukum lingkungan telah mencapai angka 100%, kecuali pada tahun 2014
yang mencapai 94% (Tabel 2.44). Hal ini bermakna Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
berhasil menyelesaikan setiap kasus lingkungan yang terjadi.
Tabel 2.44 Penegakan Hukum Lingkungan
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah kasus lingkungan yang ditangani pemda 87 61 59 70 271 147
Jumlah kasus lingkungan yang ada 87 61 59 70 288 147 Penanganan Penegakan hukum lingkungan 100% 100% 100% 100% 94,00% 100% Sumber Dinas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, 2016
Persentase Penanganan Sampah
Indikator kinerja penanganan sampah di Provinsi DKI Jakarta selama tahun 2010-2015
telah menunjukkan capaian yang positif. Hal ini terlihat dari meningkatnya persentase
penanganan sampah seiring dengan peningkatan volume produksi sampah setiap
tahunnya. Tahun 2010 persentse penanganan sampah tercatat 79,83% dari 6.341 ton
produksi sampah, kemudian di tahun 2015 penanganan sampah meningkat menjadi
91,10% dari 7.046 ton produksi sampah. Penjelasan lebih lanjut disajikan dalam grafik
di bawah ini.
133
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Gambar 2.27 Persentase Penanganan Sampah Sumber : Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, 2016
2.2.2.2.5. Urusan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil
Secara umum, capaian kinerja indikator urusan administrasi kependudukan dan
catatan sipil di DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2015
mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan Indikator cakupan penerbitan kartu
keluarga yang meningkat signifikan sejak tahun 2011 sebesar 76,37% menjadi 96,26%
di tahun 2015. Begitu pula dengan cakupan penerbitan kartu tanda penduduk yang
semula tercatat 66,92% pada tahun 2011, menjadi 98,52% di tahun 2015. Kedua
indikator tersebut telah mendekati SPM yakni sebesar 100%. Adapun indikator
penerapan KTP Nasional berbasis NIK dan indikator ketersediaan data base
kependudukan skala provinsi telah terpenuhi selama tahun 2011 hingga tahun 2015.
Meskipun secara numerik mengalami peningkatan setiap tahun, kinerja urusan
administrasi kependudukan dan catatan sipil masih perlu terus menerus melakukan
perbaikan-perbaikan kinerja. Pada indikator rasio pasangan berakte nikah tahun 2015
tercatat hanya sebesar 1,68%, sehingga masih terdapat 94,2% pasangan nikah yang
belum memiliki akte nikah. Sementara itu jumlah penerbitan akte kelahiran pada tahun
2015 sebesar 89,24%. Kondisi demikian menggambarkan pada tahun 2015 terdapat
89% kelahiran dari pasangan yang belum memiliki akte nikah. Untuk indikator cakupan
penerbitan kutipan angka kematian selama periode 2011 hingga 2015 jumlah kematian
yang terjadi selalu lebih tinggi dari kutipan akta kematian yang diterbitkan. Pada tahun
2011 cakupan penerbitan kutipan angka kematian tercatat 18,52%, kemudian menjadi
18,48% di tahun 2015. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak pada tabel di bawah ini.
79,83%76,62%
76,88%
80,99%
81,21%
91,10%
65,00%
70,00%
75,00%
80,00%
85,00%
90,00%
95,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Persentasepenanganansampah
134
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.45 Indikator Kinerja Urusan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil
Indikator Tahun 2013 2014 2015
A. Cakupan Penerbitan Kartu Keluarga Jumlah KK yang diterbitkan 2.887.614 2.988.723 3.155.973
Jumlah kepala keluarga 3.066.183 3.126.634 3.278.665
Cakupan penerbitan kartu keluarga 94,18% 95,59% 96,26%
B. Rasio Pasangan Berakte Nikah
Jumlah pasangan nikah berakte nikah 70.848 69.362 82.173
Jumlah keseluruhan pasangan nikah 4.789.741 4.800.219 4.891.137
Rasio pasangan berakte nikah 1,48% 1,44% 1,68%
C. Cakupan Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Jumlah KTP diterbitkan 6.814.295 6.906.736 7.056.064
Jumlah penduduk wajib KTP 7.161.915 7.132.512 7.162.212
Cakupan penerbitan kartu tanda penduduk 95,15% 96,83% 98,52%
D. Cakupan Penerbitan Akta Kelahiran dan Akta Kematian Jumlah kutipan akta kelahiran yang telah
diterbitkan 249.050 127.962 130.544
Jumlah kelahiran yang terjadi 146.280 156.539 146.284
Cakupan penerbitan kutipan akta kelahiran 170,26% 81,74% 89,24%
Jumlah kutipan akta kematian yang telah
diterbitkan
7.414 7.734 9.185
Jumlah kematian yang terjadi 41.616 49.941 49.710
Cakupan penerbitan kutipan akta kematian 17,82% 15,49% 18,48%
E. Ketersediaan Data Base Skala Provinsi Ketersediaan database kependudukan skala
provinsi ada ada ada
F. Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Sudah Sudah Sudah
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta
2.2.2.2.6. Urusan Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa
Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM)
selama kurun waktu 2014 hingga 2015 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014
tercatat 0,019, kemudian meningkat menjadi 0,146 di tahun 2015. Namun angka
135
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
tersebut masih menunjukkan kecilnya kelompok binaan dibandingkan dengan jumlah
LPM yang ada.
Untuk rata-rata jumlah kelompok binaan PKK mengalami penurunan tren dalam
dua tahun terakhir. Pada tahun 2014 tercatat 36.672 kemudian menurun menjadi
30.003 pada tahun 2015. Sedangkan Jumlah LPM berprestasi selama tahun 2011
hingga tahun 2015 menunjukkan peningkatan tren. Pada tahun 2011 tercatat 4,49
kemudian menjadi 13,48 pada tahun 2015. Capaian kinerja posyandu aktif sejak tahun 2011 hingga 2014 mengalami
penurunan tren, pada tahun 2011 tercatat 86,18, kemudian meningkat menjadi 92,79 di
tahun 2012. Memasuki tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 92,08 dan kembali
menurun di tahun 2014 menjadi 87,69.
Jumlah swadaya masyarakat terhadap program pemberdayaan masyarakat
mengalami peningkatan siginifikan dari tahun 2011 hingga 2013, tercatat tahun 2011
sebesar 1,65 menjadi 18,94 di tahun 2013. Namun kemudian kembali menurun
menjadi 13,81 di tahun 2014 dan meningkat 0,32 poin menjadi 14,13.
Pemeliharaan program pasca program pemberdayaan masyarakat mengalami
penurunan signifikan, tahun 2013 tercatat sebesar 99,17, kemudian tahun 2015
menurun menjadi 1,49. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.46 Indikator Kinerja Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
No Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 1 Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) Jumlah kelompok
binaan LPM - - - 5 39
Jumlah LPM 267 267 267 267 267 Rata-rata jumlah
kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM)
0 0 0 0,019 0,146
2 Rata-rata jumlah kelompok binaan PKK Jumlah kelompok
binaan PKK 877.448 86.394 96.566 97.914 95.409
Jumlah PKK 311 311 315 267 318 Rata-rata jumlah
kelompok binaan PKK
282.138 27.779 30.656 36.672 30.003
3 LPM Berprestasi Jumlah LPM
berprestasi 12 18 24 30 36
136
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah LPM 267 267 267 267 267 LPM Berprestasi 4,49 6,74 8,99 11,24 13,48 4 PKK Aktif Jumlah PKK aktif 87.448 86.394 96.566 97.914 95.409 Jumlah PKK 311 311 315 267 318 PKK aktif 28.118 27.779 30.656 36.672 30.003 5 Posyandu Aktif Jumlah
Posyandu aktif 3.655 3.987 3.987 3.825
Total Posyandu 4.241 4.297 4.330 4.362 Posyandu aktif 86,18% 92,79% 92,08% 87,69% 6 Swadaya Masyarakat Terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat Jumlah Swadaya
masyarakat mendukung Program Pemberdayaan Masyarakat
27.839.500 1.096.324.750 5.132.686.103 5.958.115.035 2.265.728.595
Total Program Pemberdayaan Masyarakat
1.686.495.000 51.961.350.000 27.105.233.000 43.137.514.550 16.029.459.019
Swadaya Masyarakat terhadap Program pemberdayaan masyarakat
1,65 2,11 18,94 13,81 14,13
7 Pemeliharaan Pasca Program Pemberdayaan Masyarakat Program
pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan dan dipelihara masyarakat
4.005 3.928 1.670 0 39
Total pasca program pemberdayaan masyarakat
5.340 4.909 1.684 0 2.612
Pemeliharaan Pasca Program pemberdayaan masyarakat
75,00 80,02 99,17 0 1,49
Sumber : Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk
137
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.2.2.7. Urusan Pengendalian Penduduk Dan Keluaga Berencana
Rasio Akseptor KB Per 1000 Pasangan Usia Subur
Tren perkembangan Rasio Akseptor KB per 1.000 Pasangan Usia Subur (PUS)
menunjukkan angka penurunan. Pada tahun 2010 tercatat sebesar 35,87, yang
bermakna terdapat 35 PUS yang menggunakan KB dari 1.000 PUS, mengalami
peningkatan menjadi 42,86 di tahun 2011. Memasuki tahun 2012 mengalami
penurunan setiap tahun, hingga pada tahun 2015 tercatat 31,14 atau terdapat 31 PUS
yang menggunakan KB dari 1.000 PUS. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.47 Rasio Akseptor KB
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah akseptor KB
439.723 545.181 462.574 440.694 440.694 423.874
Jumlah pasangan usia subur
1.225.738 1.271.940 1.311.842 1.331.804 1.376.384 1.361.094
Rasio akseptor KB
35,87% 42,86% 35,26% 33,09% 32,02% 31,14%
Sumber : Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk
Cakupan Peserta KB Aktif
Perkembangan cakupan peserta KB aktif di DKI Jakarta telah menunjukkan capaian
yang positif. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) SPM
cakupan peserta KB Aktif ditetapkan sebesar 65% dari total pasangan usia subur.
Dengan demikian, sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 cakupan peserta KB aktif di
DKI Jakarta telah melampaui SPM. Penjelasan secara numerik dapat disimak dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 2.48 Cakupan Peserta KB Aktif
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah peserta program KB aktif
1.225.738 1.034.121 1.067.522 1.050.086 1.108.841 1.082.195
Jumlah pasangan 1.009.579 1.271.940 1.311.842 1.331.804 1.376.384 1.361.094
138
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 usia subur Cakupan peserta KB aktif
121,41% 81,30% 81,38% 78,85% 80,56% 79,51%
Sumber : Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk
2.2.2.2.8. Urusan Perhubungan
Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum
Arus kedatangan dan keberangkatan penumpang angkutan umum ke DKI Jakarta
dapat dibagi menjadi 4 transportasi utama, yaitu: i) bis; ii) kereta api; iii) kapal laut; dan
iv) pesawat udara.
Arus keberangkatan penumpang melalui angkutan umum dari DKI Jakarta didominasi
oleh angkutan umum jenis bis. Sementara itu arus penumpang yang menggunakan
angkutan umum kapal laut terus menurun jumlahnya sejak 2010 dengan rata-rata
penurunan hingga tahun 2015 sebesar 8,64%. Sebaliknya dengan keberangkatan
melalui pesawat udara, jumlah penumpang pesawat udara mengalami tren
peningkatan dari tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan hingga tahun 2015 sebesar
36%.
Tabel 2.49 Arus Kedatangan dan Arus Keberangkatan Angkutan Umum
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Arus Kedatangan Penumpang Angkutan Umum Jumlah arus kedatangan penumpang angkutan kereta api (jumlah penumpang ke Jabodetabek dan dalam kota)
148.755.926 128.158.499 152.847.697 175.203.781 224.243.608 270.756.043
Jumlah arus kedatangan penumpang angkutan kapal laut (Tanjung Priok)
200.146 224.259 210.159 211.131 174.345 158.255
139
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah arus kedatangan penumpang angkutan pesawat udara (Halim Perdana Kusuma)
83.785 85.466 79.173 16.710 825.295 1.810.896
Arus Keberangkatan Penumpang Angkutan Umum Jumlah arus keberangkatan penumpang angkutan bis
86.937.488 114.783.824 111.251.687 112.522.624 111.969.896 102.950.384
Jumlah arus keberangkatan penumpang angkutan kereta api (luar kota)
9.136.030 8.325.805 6.501.315 7.356.024 8.624.481 8.977.797
Jumlah arus keberangkatan penumpang angkutan kapal laut (Tanjung Priok)
205.532 202.961 186.853 175.259 141.904 129.456
Jumlah arus keberangkatan penumpang angkutan pesawat udara(Halim Perdana Kusuma)
89.059 92.114 81.359 22.443 824.569 1.586.445
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2016
Jumlah orang/barang yang terangkut angkutan umum di DKI Jakarta nilainya
berfluktuatif dalam periode 2010-2015. Pada periode 2010-2011 dan 2012-2013 jumlah
orang/barang yang terangkut mengalami peningkatan. Sementara itu dalam periode
2011-2012 dan 2013-2015 jumlah orang/barang yang terangkut mengalami penurunan
hingga pada tahun 2015 mencapai 102, 95 juta.
Pada indikator orang/barang yang melalui dermaga/pelabuhan/ bandara/ terminal
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun dalam periode 2010-2015. Hal tersebut
menunjukkan semakin meningkatnya aktivitas dermaga/pelabuhan/ bandara/ terminal
di dalam Provinsi DKI Jakarta. Pada periode 2010-2015, jumlah orang/barang yang
melalui dermaga/pelabuhan/ bandara/ terminal rata-rata meningkat 9,25%.
140
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.50 Jumlah Arus orang dan Barang
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah orang/ barang yang terangkut angkutan umum (Jumlah penumpang Transjakarta)
86.937.487 114.769.431 111.260.869 112.522.638 111.630.305 102.950.384
Jumlah orang/barang melalui dermaga/bandara/ terminal pertahun
287.160.026 300.788.852 324.381.622 352.512.991 401.402.743 446.086.968
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Rasio Ijin Trayek Per Jumlah Penduduk
Untuk mendukung tingginya mobilitas masyarakat DKI Jakarta perlu adanya trayek
angkutan umum yang dapat menjangkau akses ke berbagai tempat. Perkembangan
rasio ijin trayek dengan jumlah penduduk sempat mengalami penurunan dari tahun
2010 hingga tahun 2012. Sejak tahun 2013, rasio ijin trayek terus mengalami
peningkatan dengan ditambahnya jumlah trayek-trayek baru dimana pada tahun 2015
telah mencapai 1.083 trayek. Dengan penambahan trayek tersebut, pada tahun 2015
rasio trayek per jumlah penduduk mencapai 1:9.398.
Tabel 2.51 Rasio Ijin Trayek
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah ijin trayek yang dikeluarkan
472 478 371 387 415 1.083
Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
Rasio ijin trayek 1:20.425 1:20.402 1:26.582 1:25.762 1:24.278 1:9.398 Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Jumlah Pelabuhan Udara, Jumlah Terminal Bus dan Jumlah Stasiun Kereta Api
Keberadaan infrastruktur transportasi merupakan salah satu komponen utama untuk
mendukung kelancaran sektor transportasi di DKI Jakarta. Jumlah infrastruktur
transportasi sejak tahun 2010 hingga 2015 tidak mengalami perubahan baik untuk
141
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan terminal bis barang. Khusus untuk terminal bis
penumpang mengalami penurunan, hal ini disebabkan pembebasan aset Terminal
Lebak Bulus dalam rangka pembangunan stasiun MRT di Lebak Bulus.
Tabel 2.52 Jumlah Pelabuhan
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah Pelabuhan Laut 12 12 12 12 12 12
Jumlah Pelabuhan Udara 1 1 1 1 1 1
Jumlah Pelabuhan Terminal Bis Penumpang 18 18 18 18 17 17
Jumlah Pelabuhan Terminal Bis Barang 2 2 2 2 2 2
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Kepemilikan KIR Angkutan Umum, Jumlah Uji KIR Angkutan Umum, Lama Pengujian Kelayakan Angkutan Umum (KIR) dan Biaya Pengujian Kelayakan Angkutan Umum (KIR)
Jumlah kendaraan yang menguji KIR Angkutan Umum didominasi oleh mobil barang
dengan jumlah kendaraan yang mengikuti uji KIR pada tahun 2015 sebanyak 342.109
kendaraan. Jenis kendaraan dengan jumlah terbesar kedua yang mengikuti uji KIR
adalah mobil bus dengan jumlah kendaraan yang mengikuti uji KIR pada tahun 2015
sebanyak 54.150. Jumlah total kendaraan yang mengikuti uji KIR sendiri berfluktuatif
sejak tahun 2010 hingga 2015. Pada periode tersebut jumlah kendaraan yang
mengikuti uji KIR terbanyak tercatat pada tahun 2013.
Untuk biaya uji KIR telah mengalami penyesuaian biaya pada tahun 2013 untuk
seluruh angkutan umum. Penyesuaian biaya tersebut mencapai lebih dari dua kali lipat
dibandingkan dengan biaya pada tahun 2012.
Tabel 2.53 Perkembangan Indikator Pengujian Kendaraan Bermotor (KIR)
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1. Jumlah Uji KIR Angkutan Umum a Kendaraan Kanjen
IV 2.085 20.348 28.463 27.033 24.461 20390
b Kendaraan
Penumpang Umum 8.266 10.543 23.850 34.233 42.948 48239
c Mobil Barang 150.689 228.966 328.381 357.878 325.600 342109
d Mobil Bus 21.186 37.677 52.429 53.254 53.914 54150
142
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 e Kereta Gandengan - 0 30 11 18 0
f Kereta Tempelan 2.317 19.534 23.586 24.101 31.712 15015
g Kendaraan Khusus 3.462 23.483 29.262 31.417 30.128 20185
h Total 188.005 340.551 486.001 527.927 508.781 500.088
2. Biaya Pengujian Kelayakan Angkutan Umum (Rp) a Mobil Barang, mobil
bus, dan kendaraan
khusus (per
kendaraan per 6
bulan)
40.000 40.000 40.000 87.000 87.000 87.000
b Kereta
tempelan/gandengan
(per kendaraan per 6
bulan)
35.000 35.000 35.000 87.000 87.000 87.000
c Kendaraan jenis
IV/kendaraan
bermotor roda 3
25.000 25.000 25.000 71.000 71.000 71.000
d Mobil penumpang
umum 30.000 30.000 30.000 62.000 62.000 62.000
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta
Rasio Panjang Jalan Per Jumlah Kendaraan
Panjang Jalan di Provinsi DKI Jakarta mengalami tren yang terus meningkat walaupun
sempat mengalami penurunan di tahun 2013. Penambahan panjang jalan di DKI
Jakarta dalam periode 2010-2015 mencapai 2% per tahun. Sementara itu
pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta mencapai 9% per tahun. Dilihat dari
rasio penjang jalan terhadap kendaraan juga mengalami penurunan dari tahun 2010
sampai dengan 2015.
143
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.54 Rasio Panjang Jalan per Jumlah Kendaraan
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Panjang jalan 6.543.997 6.866.041 6.955.842 6.875.963 6.955.842 n/a
a) Tol 112.960 123.481 123.731 123.481 123.731 n/a
b) Negara 163.780 142.647 152.516 152.517 152.576 n/a
c) Provinsi 6.267.257 6.599.913 6.681.445 6.599.965 6.681.446 n/a
Jumlah
kendaraan 11.997.519 13.347.802 14.618.313 16.072.869 17.523.967 18.668.056
Rasio panjang
jalan per jumlah
kendaraan
0,55 0,51 0,48 0,43 0,40 -
Rasio panjang
jalan per jumlah
kendaraan
0,57 0,52 0,48 0,43 0,4 0,36
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta
2.2.2.2.9. Urusan Komunikasi Dan Informatika
Sesuai dengan arah pembangunan teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Nasional 2010-2014, penyediaan infrastruktur TIK ditujukan antara lain untuk
memastikan tersedianya konektivitas di seluruh pelosok Indonesia. Upaya ini dilakukan
melalui penyediaan layanan telepon dan internet di seluruh wilayah, yang menjadi
bagian dari Program Universal Service Obligation (USO) atau kewajiban pelayanan
universal.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat pesat
saat ini memungkinkan hampir setiap orang untuk mendapatkan informasi dalam waktu
sesaat (realtime). Dalam konteks ini, penggunaan internet sehat oleh masyarakat
(rumah tangga) perlu didorong dalam rangka menciptakan masyarakat yang melek
informasi, sehingga terbukanya akses informasi dapat menciptakan masyarakat yang
lebih tanggap dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Adapun jumlah
rumah tangga yang menggunakan internet baik di warnet, kantor, sekolah dan tempat
lainnya mengalami peningkatan sejak tahun 2010 hingga 2015. Penjelasan lebih rinci
dapat disimak dalam tabel di bawah ini.
144
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.55 Indikator Kinerja Urusan Komunikasi dan Informatika
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah jaringan komunikasi
Telepon Rumah
a Jumlah rumah tangga yang
memiliki telepon rumah 705.163 674.065 546.852 499.889 494.177 495.860
b Jumlah rumah tangga 2.578.357 2.525.159
2.526.784
2.616.392
2.631.943 2.700.310
c Persentase Rumah tangga
yang memiliki telpon rumah 27,35% 26,69 21,64 19,19 18,78 18,36
HP
a Jumlah rumah tangga yang
menguasai HP 2.389.379 2.425.299 2.444.936 2.561.753 2.559.346 2.235.996
b Jumlah rumah tangga 2.578.357 2.525.159 2.526.784 2.616.392 2.631.943 2.700.310
c Persentase Rumah tangga
yang menguasai HP 92,69 96,05 96,76 97,91 97,24 82,81
2 Rumah Tangga yang Memiliki Komputer/desktop/notebook a Jumlah Rumah Tangga yang
memiliki
komputer/desktop/notebook
663.883 761.690 834.182 842.183 910.800 997.721
b Jumlah rumah tangga 2.578.357 2.525.159
2.526.784
2.616.392
2.640.000 2.700.310
c Rumah Tangga yang memiliki
komputer/desktop/notebook 25,75 30,16 33,01 32,19 34,5 36,95
3 Penggunaan Internet a Jumlah rumah tangga yang
menggunakan internet di
warnet (%)
33,02 40,18 39,95 29,54 25,05 n/a
b Jumlah rumah tangga yang
menggunakan internet di
kantor (%)
28,91 28,72 33,40 29,87 33,01 n/a
c Jumlah rumah tangga yang
menggunakan internet di
sekolah (%)
7,64 9,19 12,84 9,00 10,67 n/a
d Jumlah rumah tangga yang 4,24 78,69 85,55 11,44 15,24 n/a
145
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 menggunakan internet di
tempat lainnya (%)
Sumber : Jakarta Dalam Angka dan Indikator Kesejahteraan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta
2.2.2.2.10. Urusan Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah
Pembangunan urusan koperasi dan usaha kecil dan menengah ditujukkan untuk
memberdayakan koperasi dan usaha kecil menengah dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Urusan ini memiliki peran strategis dalam kontribusinya
bagi peningkatan perekonomian daerah dan memberikan peluang yang sangat besar
dalam penyerapan tenaga kerja.
Secara umum persentase koperasi aktif di Provinsi DKI Jakarta dalam kurun waktu
2010 hingga 2015 menunjukkan capaian yang positif. Pada tahun 2010 tercatat
sebesar 66,75%, meningkat menjadi 74,98% di tahun 2015. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan manajemen koperasi dan meningkatnya minat
masyarakat untuk menggunakan hasil produksi koperasi
Selain koperasi, usaha mikro dan kecil merupakan potensi ekonomi yang besar karena
dapat menyerap tenaga kerjanya yang cukup banyak, serta memiliki resistensi
terhadap gejolak eksternal. Persentase Usaha Mikro dan Kecil terhadap seluruh UKM
di DKI Jakarta selama kurun waktu 2010 hingga 2015 tercatat sebesar 92,67%.
Penjelasan lebih lanjut dijabarkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.56 Indikator Kinerja Urusan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Persentase Koperasi Aktif a Jumlah koperasi aktif 4.990 5.129 5.289 5.579 5.645 6.016
b Jumlah seluruh koperasi 7.476 7.612 7.775 7.775 7.928 8.024
c Persentase koperasi aktif 66,75% 67,38% 68,03% 71,76% 71,20% 74,98%
2 Persentase Usaha Mikro dan Kecil terhadap seluruh UKM a Jumlah Usaha Mikro 92.715 92.715 92.715 92.715 92.715 92.715
b Jumlah Usaha Kecil 683.741 683.741 683.741 683.741 683.741 683.741
146
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 c Jumlah seluruh UKM (mikro,
kecil dan menengah) 837.905 837.905 837.905 837.905 837.905 837.905
d Persentase Usaha Mikro dan
Kecil terhadap seluruh UKM 92,67% 92,67% 92,67% 92,67% 92,67% 92,67%
Sumber : Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan DKI Jakarta
2.2.2.2.11. Urusan Penanaman Modal
Jumlah nilai investasi PMDN berskala nasional di DKI Jakarta pada tahun 2010
tercatat sebesar Rp 4,589 triliun. Nilai investasi tersebut mengalami peningkatan
hingga mencapai Rp 9,256 triliun pada tahun 2011. Pada tahun 2012 dan 2013 nilai
investasi PMDN berskala nasional mengalami penurunan hingga mencapai Rp 5,754
triliun. Nilai investasi PMDN berskala nasional di tahun 2014 kembali mengalami
kenaikan, namun kembali kembali turun di tahun 2015 dengan nilai investasi PMDN
berskala nasional sebesar Rp. 15,512 triliun.
Nilai investasi PMA berskala nasional di DKI Jakarta juga mengalami fluktuasi
dalam periode 2010-2015. Nilai investasi terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan
nilai investasi mencapai Rp. 57,863 triliun. Sementara nilai investasi terendah tercatat
pada tahun 2013 dengan nilai investasi mencapai Rp. 24,443 triliun.
Apabila dilihat dari rasio daya serap tenaga kerja, maka dapat dilihat bahwa
penyerapan tenaga kerja asing lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja lokal.
Walaupun demikian pada tahun 2011 terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
lokal sehingga melampaui jumlah tenaga kerja asing. Meski demikian, apabila melihat
trennya penyerapan tenaga kerja lokal cenderung lebih berfluktuatif dibandingkan
dengan penyerapan tenaga kerja asing yang trennya cenderung positif.
147
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Tabel 2.57 Indikator Kinerja Penanaman Modal
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA) a Jumlah
PMDN 82 67 50 98 109 186
b Jumlah PMA 859 950 1.071 2.148 2.870 3.096
2 Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) a PMDN 4.598.516.500.000 9.256.403.400.000 8.540.071.000.000 5.754.462.700.000 17.811.427.900.000 15.512.725.000.000 b PMA 57.863.427.700.000 43.416.709.200.000 36.969.487.200.000 24.443.386.830.000 48.363.513.040.000 45.242.406.250.000 3 Jumlah daya serap tenaga kerja dari PMA dan PMDN a Tenaga
kerja lokal 631 38.909 4.415 13.451 7.065 9.631
b Tenaga kerja asing 21.011 30.814 41.935 57.040 52.227 82.059
4 Kenaikan / penurunan Nilai Realisasi PMDN (milyar rupiah)
n/a 4.657.886.900.000 -716.332.400.000 -2.785.608.300.000 12.056.965.200.000 -2.298.702.900.000
Sumber : Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi DKI Jakarta
148
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.2.12. Urusan Kepemudaan Dan Olah Raga
Perkembangan indikator yang digunakan untuk merepresentasikan kinerja
urusan Kepemudaan dan Olah Raga periode 2010-2015 dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.58 Indikator Kinerja Urusan Kepemudaan dan Olahraga
No Indikator Tahun
2013 2014 2015 (1) (2) (6) (7) (8) 1 Jumlah kegiatan kepemudaan 82 107 6
2 Jumlah kegiatan olahraga 99 101 9
3 Lapangan olahraga (selain milik swasta)
Jumlah lapangan olahraga 52 52 51
Sumber : Dinas Olah raga dan Pemuda Provinsi DKI Jakarta
2.2.2.2.13. Urusan Statistik
Buku Provinsi dalam angka dan Kota Dalam Angka selama periode 2009-2016
selalu tersedia setiap tahunnya. Jenis data yang ditampilkan meliputi sektor
pemerintahan, kependudukan, dan tenaga kerja, kesejahteraan, pertanian, industri
serta ekonomi dan keuangan. Buku ini merupakan sumber data dan informasi terkait
Provinsi DKI Jakarta serta Kota/Kabupaten yang ada di DKI Jakarta, yang dapat
digunakan baik oleh pemerintah maupun swasta dan masyarakat sebagai bahan
informasi yang akurat atau acuan dalam perencanaan pembangunan. Demikian juga
ketersediaan Buku PDRB kabupaten/kota dan Buku PDRB Provinsi DKI Jakarta
selama periode 2009-2014 yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi makro
hasil pembangunan ekonomi di seluruh kabupaten/kota dan tingkat provinsi. Informasi
lebih lanjut dapat disimak dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.59 Indikator Kinerja Urusan Statistik
Indikator Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Buku ”kabupaten/kota dalam angka” Ada Ada Ada Ada Ada Ada Buku ”PDRB kabupaten/kota” Ada Ada Ada Ada Ada Ada Buku ”Provinsi dalam angka” Ada Ada Ada Ada Ada Ada Buku ”PDRB Provinsi” Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Sumber : Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta
149
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.2.14. Urusan Kebudayaan
Selama kurun waktu 2010 hingga 2015 indikator kebudayaan cenderung menunjukkan
capaian yang positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase pelestarian benda, situs dan
kawasan cagar budaya yang dilestarikan telah mencapai 100% selama tahun 2010-
2015. Namun demikian, untuk capaian indikator penyelenggaraan fastival seni dan
budaya mengalami fluktuasi setiap tahunnya, jumlah penylenggaraan tertinggi pada
tahun 2013 sebanyak 481 festival, kemudian jumlah penyelenggaraan terendah pada
tahun 2015 sebanyak 254 festival. Lebih lanjut disampaikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.60 Indikator Kinerja Urusan Kebudayaan
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Penyelenggaraan
festival seni dan budaya
381 342 287 481 397 254
2 Sarana penyelenggaraan seni dan budaya
18 18 18 18 18 18
3 Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan a Jumlah benda, situs
dan kawasan cagar budaya yang dilestarikan
19.342 19.342 19.342 19.342 19.342 19.342
b Total benda, situs dan kawasan yang dimiliki daerah
19.342 19.342 19.342 19.342 19.342 19.342
c Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan
100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber : BPS DKI Jakarta
2.2.2.2.15. Urusan Perpustakaan
Urusan perpustakaan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam meningkatkan
minat dan budaya gemar membaca masyarakat DKI Jakarta. Upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan perpustakaan senantiasa terus dilakukan dengan
menambah jumlah perpustakaan di lokasi yang mendekati permukiman masyarakat.
Sementara itu, total jumlah buku yang tersedia di seluruh perpustakaan selama tahun
2012-2015 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 tercatat 945.943 koleksi,
150
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH meningkat menjadi 2.131.649 di tahun 2015. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
2.2.2.3. Fokus Urusan Pilihan
2.2.2.3.1. Urusan Kelautan Dan Perikanan
Tren produksi ikan (tangkap dan budidaya) DKI Jakarta selama periode 2010-
2015 mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 tercatat 188.442,46 ton, meningkat
menjadi 297.173,39 ton pada tahun 2015.
Selain itu, jumlah konsumsi ikan masyarakat DKI Jakarta per kapita sudah
menunjukkan capaian yang baik pada tahun 2012-2014 dengan jumlah konsumsi ikan
yang terus meningkat tiap tahunnya. Namun pada tahun 2015, target konsumsi ikan
per kapita DKI Jakarta belum mencapai target. Hal tersebut dikarenakan peningkatan
jumlah konsumsi ikan per kapita masyarakat DKI Jakarta lebih rendah dibandingkan
dengan peningkatan target daerah.
Untuk indikator cakupan bina kelompok nelayan masih perlu ditingkatkan
cakupannya. Pada tahun 2014 hanya 13,48 persen nelayan yang dibina, kemudian
mengalami penurunan menjadi 7,87 persen pada tahun 2015.
2.2.2.3.2. Urusan Pariwasta
Jumlah kunjungan wisata di DKI Jakarta menunjukkan kenaikan jumlah setiap
tahunnya dalam periode 2010-2015. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011-
2012 dengan peningkatan kunjungan wisata sebesar 8,85%. Apabila dirata-rata
selama periode 2010-2015 kenaikan kunjungan wisata sebesar 4,66% per tahun.
Tabel 2.61 Kunjungan Wisata
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kunjungan wisata 1.892,9 2.003,9 2.125,5 2.313,7 2.319,3 2.372,4 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
151
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.3.3. Urusan Pertanian
Nilai tukar petani (NTP) adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima
petani (It) dengan Indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang dinyatakan dalam
persentase. Secara konsep NTP menyatakan tingkat kemampuan tukar atas barang-
barang (produk) yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang dibutuhkan untuk
konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam proses produksi pertanian. Adapun
makna besaran nilai tukar petani yakni :
• NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar
dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya.
• NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga
produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang
konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
• NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif
lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
Mengacu pada Tabel di bawah dapat diketahui bahwa NTP di DKI Jakarta pada tahun
2013 tercatat sebesar 100,81, hal ini bermakna pada tahun 2013 petani di DKI Jakarta
mengalami surplus. Namun angka tersebut mengalami penurunan di tahun 2014
menjadi 97,22 dan mengalami peningkatan sebesar 1,55 di tahun 2015 menjadi 98,77.
Sehingga pada tahun 2015 nilai tukar petani mengalami defisit 1,23.
Tabel 2.62 Rasio Nilai Tukar Petani
Indikator Tahun
2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4)
Indeks yang diterima petani (lt) 109,46 114,1 118,5 Indeks yang dibayar petani (lb) 108,58 117,37 119,97 Rasio Nilai tukar petani 100,81 97,22 98,77
Sumber : Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta
2.2.2.3.4. Urusan Perdagangan
Sektor perdagangan merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar di DKI
Jakarta. Kontribusi sektor perdagangan sendiri dalam periode 2010-2015 terhadap
152
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH PDRB DKI Jakarta selalu bernilai di atas 16%. Nilai tambah dari sektor perdagangan
jumlahnya terus meningkat dari Rp. 180,82 triliun menjadi Rp. 330,32 triliun pada tahun
2015. Walaupun demikian persentase kenaikan nilai tambah dari sektor perdagangan
mengalami penurunan sejak 2012 hingga 2015, persentase kenaikan nilai tambah
turun dari 16,93% menjadi 16,15%.
153
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH Tabel 2.63 Indikator Kinerja Urusan Perdagangan
No Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Kontribusi sektor Perdagangan besar terhadap PDRB (juta Rp.)
a Atas dasar harga berlaku 180.815.085,9 207.488.863,0 224.375.960,0 261.040.403,0 304.598.489,0 330.319.573,0
b Atas dasar harga konstan 180.815.085,9 193.770.456,0 206.961.971,0 217.980.309,0 228.775.732,0 234.872.712,0
2 Ekspor Bersih Perdagangan (berat bersih)
-30.420.828.460 -42.216.567.299 -48.801.557.241
-42.710.378.151 -36.525.327.633 -
24.741.852.191
3 Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal
a
Jumlah kelompok pedagang/usaha informal yang mendapatkan bantuan binaan pemda tahun n
- - - - - 100
b
Jumlah kelompok pedagang/usaha informal
14.413 11.116 10.379 10.540 11.161 11.651
c
Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal
0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,86%
Sumber : BPS dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan
154
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.3.5. Urusan Perindustrian
Sektor perindustrian merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar kedua di
DKI Jakarta setelah sektor perdagangan. Kontribusi sektor perindustrian sendiri dalam
periode 2010-2015 terhadap PDRB DKI Jakarta selalu bernilai di atas 12%. Nilai
tambah dari sektor perindustrian jumlahnya terus meningkat dari Rp. 152,65 triliun
menjadi Rp. 186,80 triliun pada tahun 2015. Walaupun demikian persentase kenaikan
nilai tambah dari sektor perindustrian terus mengalami penurunan dalam jangka waktu
2010-2015, persentase kenaikan nilai tambah turun dari 14,20% menjadi 12,85%.
Secara total, jumlah industri di DKI Jakarta dalam periode 2010-2015 selalu mengalami
peningkatan, jumlah industri meningkat sebanyak 4.006 industri selama periode
tersebut. Namun apabila dilihat dari jenis indutri, industri besar sempat mengalami
penurunan jumlah industri pada periode 2010-2013 dengan kata lain terdapat 346
industri yang gulung tikar pada masa itu. Lain halnya dengan industri kecil dan
menengah yang selalu bertumbuh setiap tahunnya dalam periode 2010-2015. Total
industri kecil dan menengah baru dalam periode 2010-2015 sebanyak 4.343 industri.
155
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH Tabel 2.64 Indikator Kinerja Urusan Perindustrian
No Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Kontribusi sektor Industri pengolahan terhadap PDRB
a Atas dasar harga berlaku
152.651.051,6 170.047.904,0 188.822.070,0 209.498.625,0 239.229.099,0 274.522.770,0
b Atas dasar harga konstan
152.651.051,6 156.240.345,0 160.011.696,0 168.558.608,0 177.774.890,0 186.808.688,0
2 Pertumbuhan Industri
a
Jumlah industri tahun n- jumlah industri tahun (n-1)
288 429 830 824 1.007 916
b Jumlah industri s.d. tahun n
29.331 29.760 30.590 31.414 32.421 33.337
b1 Industri besar 1.588 1.451 1.410 1.242 1.246 1.251
b2 Industri kecil dan menengah
27.743 28.309 29.180 30.172 31.175 32.086
c Pertumbuhan Industri 0,98% 1,44% 2,71% 2,62% 3,11% 2,75%
3 Cakupan bina kelompok pengrajin a Jumlah kelompok pengrajin yang mendapatkan bantuan binaan pemda Tahun n
a1 Jumlah sentra yang dibina
4 4 5 6 7 12
156
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
No Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
a2 Jumlah pengrajin yang dibina
140 160 418 489 4.528 1.102
b Jumlah kelompok pengrajin
75 75 78 80 82 89
c
Cakupan bina kelompok pengrajin
5,33% 5,33% 6,41% 7,50% 8,54% 13,48%
Sumber : Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta
157
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.4. Fokus Fungsi Penunjang
2.2.2.4.1. Perencanaan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi DKI Jakarta
telah disahkan menjadi Perda, yaitu melalui Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2012
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2005-2025. Kemudian RPJMD Provinsi DKI Jakarta juga telah ditetapkan
menjadi Perda melalui Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2013 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017. Hal
ini bermakna selama periode 2010-2015 telah ada dokumen perencanaan
pembangunan jangka panjang dan menengah yang menjadi acuan dan terlegitimasi.
Selain itu, selama periode 2010-2015 dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) setiap tahunnya telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Penjelasan lebih lanjut dapat disimak pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.65 Indikator Kinerja Fokus Fungsi Penunjang Bidang Perencanaan
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Sumber: Bappeda Provinsi DKI Jakarta, 2016
158
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.2.4.2. Keuangan
Realisasi PAD DKI Jakarta terhadap total pendapan daerah DKI Jakarta
selama tahun 2010 hingga tahun 2015 terus meningkat. Secara rata-rata realisasi PAD
DKI Jakarta terhadap realisasi total pendapatan daerah naik 4,04% per tahun. Hal
tersebut menunjukkan kinerja yang baik dari dinas-dinas yang menghasilkan uang bagi
Provinsi DKI Jakarta.
Gambar 2.28 Persentase realisasi PAD terhadap realisasi pendapatan daerah
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.2.4.3. Fungsi Lain Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundangan-Undangan
Opini BPK terhadap Laporan Kinerja Pemerintah Daerah DKI Jakarta sempat
mangalami pernbaikan pada tahun 2011 dan 2012. Namun sejak tahun 2013 hingga
2015, opini BPK terhadap LKPD DKI Jakarta selalu dalam Wajar Dengan
Pengencualian.
Tabel 2.66 Opini BPK Atas LKPD
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Opini BPK atas LKPD DKI Jakarta WDP WTP
DPP WTP DPP WDP WDP WDP
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta, 2016
55,99%
63,00% 62,30%
67,95%
71,36%
76,20%
50,00%
55,00%
60,00%
65,00%
70,00%
75,00%
80,00%
2010 2011 2012 2013 2014 2015
159
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.2.5. Fokus Urusan Pemerintahan Umum
Urusan Pemerintahan umum merupakan indikator-indikator yang terdapat dalam
Bakesbangpol DKI Jakarta. Untuk kegiatan pembinaan terhadap LSM, Ormas, dan
OKP jumlah pembinaannya terus menurun dari tahun 2011 hingga 2014. Pada tahun
2015 jumlah pembinaan terhadap LSM, Ormas, dan OKP meningkat walupun hanya
1dibandingkan dengan tahun 2014. Pelaksanaan kegiatan pembinaan politik daerah
berfluktuatif jumlahnya. Pada tahun 2012 kegiatan pembinaan politk daerah berkurang
sebanyak 4 pembinaan dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2013 kegiatan
pembinaan politik daerah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 38 pembinaan.
Hingga tahun 2015, kegiatan pembinaan politik daerah terus mengalami penurunan
hingga mencapai 15 pembinaan.
Tabel 2.67 Indikator Urusan Pemerintahan Umum
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kegiatan pembinaan terhadap LSM, Ormas dan OKP
41 32 12 9 10
Kegiatan pembinaan politik daerah 17 13 38 18 15
Sumber: Badan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta
2.2.3. ASPEK DAYA SAING DAERAH
2.2.3.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah
Kemampuan ekonomi daerah terkait dengan daya saing daerah adalah kapasitas
ekonomi daerah harus memiliki daya tarik (attractiveness) bagi pelaku ekonomi yang
telah berada didalam dan akan masuk ke suatu daerah untuk menciptakan nilai
tambah bagi peningkatan daya saing daerah.
160
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.3.1.1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita
Salah satu indikator yang dapat menggambarkan aspek kemampuan ekonomi
daerah dalam peranannya sebagai pendorong daya saing daerah adalah indikator
pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita. Indikator ini menggambarkan tingkat
konsumsi rumah tangga yang menjelaskan seberapa atraktif tingkat pengeluaran
rumah tangga. Semakin besar rasio atau angka konsumsi RT semakin atraktif bagi
peningkatan kemampuan ekonomi daerah. Adapun rasio pengeluaran konsumsi rumah
tangga per kapita Provinsi DKI Jakarta pada periode 2010-2015 menunjukan tren yang
meningkat.
Tabel 2.68 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita per bulan(Rupiah)
1.047.996 1.223.946 1.415.312 1.542.121 1.661.175 n/a
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.3.1.2. Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Rumah Tangga Per Kapita
Salah satu komponen pengeluaran Rumah Tangga adalah pengeluaran Rumah
Tangga non makanan. Dari indikator ini dapat dilihat bagaimana kecenderungan
masyarakat untuk membelanjakan pendapatannya selain makanan. Masyarakat DKI
Jakarta sendiri dalam periode 2010-2014 menunjukkan kecenderungan peningkatan
konsumsi non makanan.
Tabel 2.69 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga non Makanan
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Total pengeluaran Rumah Tangga Non Makanan per Kapita per Bulan (Rp)
654.838 777.033 898.262 963.305 1.057.520 n/a
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016
161
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH 2.2.3.2. Fokus Fasilitas wilayah/infrastruktur
Fasilitas wilayah dan infrastruktur menunjang daya saing daerah dalam
mendukung aktivitas ekonomi daerah di berbagai sektor di suatu daerah dan antar-
wilayah. Semakin lengkap ketersediaan wilayah/infrastruktur, semakin kuat dalam
menghadapi daya saing daerah.
2.2.3.2.1. Fasilitas Listrik Dan Telepon
Salah satu perangkat yang memudahkan masyarakat DKI Jakarta untuk
melakukan komunikasi adalah telepon rumah dan telepon seluler (HP). Tren
persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah di DKI Jakarta terus menurun
dari 27,35% pada tahun 2010 menjadi 18,36% pada tahun 2015. Hal dimungkinkan
dengan semakin banyaknya pengguna telepon seluler dan meninggalkan telepon
rumah.
Tabel 2.69 Penggunaan Telepon Rumah dan Seluler
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Persentase Rumah tangga yang memiliki telpon rumah
27,35% 26,69% 21,64% 19,11% 18,78% 18,36%
Persentase Rumah tangga yang menguasai HP
92,69% 96,05% 96,76% 97,91% 97,24% 82,81%
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2016
Ketersediaan daya listrik di Jakarta sudah melebihi dibandingkan dengan yang
dibutuhkan oleh masyarakat sejak tahun 2010. Pada tahun 2015 rasio ketersediaan
listrik di DKI Jakarta sudah mencapai 107,05%. Sementara itu, persentase rumah
tangga yang menggunakan listrik di DKI Jakarta sudah mencapai 100% sejak tahun
2011.
162
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH Tabel 2.70 Ketersediaan dan Penggunaan Listrik
Indikator Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Rasio ketersediaan daya listrik 109,80% 109,56% 108,56% 107,25% 107,08% 107,05% Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik 97,36% 100,75% 102,10% 100,28% n/a n/a
Sumber: Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta, 2016
2.2.3.2.2. Ketersediaan Fasilitas Perdagangan Dan Jasa
Sebagai kota perdagangan dan jasa, DKI Jakarta memiliki berbagai fasilitas
penunjang yang menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi, serta bagi para
wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke DKI Jakarta,
adapun fasilitas tersebut secara rinci dapat dilihat pada Tabel-tabel berikut.
Tabel 2.71 Jumlah Usaha Restoran
No Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) a Usaha Restoran
Golongan tertinggi
1.588 1.647 1.656 1.668 1.678 1.893
b Usaha Restoran Golongan menengah
1752 1.817 1.841 1.852 1.860 2.009
c Usaha Restoran Golongan terendah
35 97 108 122 141 189
d Jumlah Seluruh Usaha Restoran (penjumlahan a+b+c)
3.375 3.561 3.605 3.642 3.679 4.091
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2016
163
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH Tabel 2.72 Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Hotel
Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Hotel
Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Hotel
Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Hotel
Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Hotel
Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
Hotel Bintang 5
24 9.353 11.864 23 9368 11936 26 10.411 13.383 26 9.881 12.571 27 10.447 13.232
Hotel Bintang 4
32 7.993 11.968 33 8307 12427 34 8.572 12.859 39 10.241 14.953 41 10.675 15.212
Hotel Bintang 3
48 6.430 8.821 59 7521 10202 60 7.767 11.025 72 9.365 13.570 77 9.924 14.510
Hotel Bintang 2
35 3.458 4.846 37 3378 4860 40 3.631 5.223 46 4.200 6.309 54 5.146 7.212
Hotel Bintang 1
23 1.549 2.228 23 1561 2319 25 1.916 2.671 22 1.817 2.556 29 2.819 3.833
Hotel MElati 163 6.562 8.881 175 7145 9654 180 7.096 9.100 191 7825 10352 183 7877 9948 Pondok Wisata
20 210 256 19 252 303 17 180 231 20 261 766 19 417 486
Penginapan Remaja
4 119 293 2 75 75 2 76 76 1 48 304 3 123 341
Villa - - - - - - - - - - - - - - - Jasa akomodasi lainnya
16 640 1.146 12 509 809 22 716 1.157 4 98 141 7 235 274
Jumlah 365 36.314 50.302 383 38116 52585 406 40.365 55.725 421 43.737 61.522 440 47663 65048
Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
164
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.3.3. Fokus Iklim Berinvestasi
Daya tarik investor untuk memanamkan modalnya sangat dipengaruhi faktor-
faktor seperti tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan dan regulasi perbankan. Iklim
investasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mendorong
berkembangnya investasi antara lain faktor keamanan dan ketertiban suatu wilayah
dan kemudahan proses perijinan. Penjelasan lebih lanjut dijabarkan pada sub bab di
bawah ini.
2.2.3.3.1. Keamanan dan Ketertiban
Angka kriminalitas selama periode 2010-2013 menunjukkan capaian yang
fluktuatif, pada tahun 2010 angka kriminalitas sebesar 24,31, kemudian menurun
menjadi 22,90 di tahun 2012, namun kembali mengalami peningkatan di tahun 2013
menjadi 23,33. Secara umum kondisi tersebut relatif kondusif bagi berlangsungnya
aktivitas sosial masyarakat maupun kegiatan investasi. Meskipun demikian, tetap
diperlukan adanya upaya untuk menekan meningkatnya angka kriminalitas, melalui
pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melibatkan partisipasi
masyarakat untuk turut menjaga keamanan lingkungannya. Deskripsi secara numerik
angka kriminalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.73 Angka Kriminalitas
Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Total Jumlah Tindak Kriminal Selama 1 Tahun
23.433 22.457
22.586
23.260
N/A N/A
Jumlah Penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924 Angka Kriminalitas 24,31 23,03 22,90 23,33 N/A N/A
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
2.2.3.3.2. Kemudahan Perijinan
Kemudahan Prosedur dan tata cara memperoleh perijinan atau pengurusan ijin
untuk berinvestasi merupakan salah satu faktor pendukung minat investor untuk
berinvestasi di DKI Jakarta. Kecepatan birokrasi dalam melayani permohonan perijinan
165
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
untuk beberapa jenis ijin/surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
adalah < 7 hari, terkecuali Ijin untuk mendirikan bangunan.
Dalam perspektif kedepan, pelayanan perijinan ini akan terus disempunakan dan
diperbaiki sehingga terjamin kepastian prosedur, waktu dan keamanan perijinan serta
pada akhirnya akan memberi kenyamanan dan kemudahan investor untuk berinvestasi
di Jakarta. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.74 Lama Proses PerijinanProvinsi DKI Jakarta Tahun 2016
Uraian Lama
Mengurus (hari)
Jumlah Persyaratan (dokumen)
Biaya resmi (rata-rata
maksimum Rupiah)
(1) (2) (3) (4) Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) 1 7 0 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 1 7 0 Ijin Usaha Industri (IUI) 7 18 0 Tanda Daftar Industri (TDI) 7 14 0 Ijin Mendirikan Bangunan 42 20 N/A Ijin Gangguan (HO) 7 11 N/A Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta
2.2.3.4. Fokus Sumberdaya Manusia
2.2.3.4.1. Kualitas Tenaga Kerja
Jumlah lulusan perguruan tinggi yang bekerja di DKI Jakarta rasionya terus
mengalami penigkatan sejak tahun 2012. Pada tahun 2010 terdapat seorang lulusan
perguruan tinggi yang bekerja dari 15 orang penduduk. Semenatara itu pada 2015
sudah jauh mengalami perbaikan, dalam 10 penduduk DKI Jakarta terdapat satu orang
yang memiliki ijazah perguruan tinggi.
Tabel 2.75 Rasio Penduduk yang Bekerja Menurut Pendidikan yang ditamatkan
Indikator Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah lulusan S1/S2/S3
640.428 627.982 777.380 795.473 920.552 1.099.571
Jumlah penduduk 9.640.406 9.752.101 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924
Rasio Lulusan S1/S2/S3 1:15,00 1:15,53 1:12,78 1:12,53 1:10,94 1:9,26
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
166
RANCANGAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2018 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
2.2.3.4.2. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan untuk melihat
apakah suatu daerah merupakan kategori daerah maju dengan produktivitas penduduk
yang tinggi atau daerah berkembang dengan produktivitas penduduk yang masih
rendah. Rasio ini merupakan indikator demografi yang sangat penting. Semakin tinggi
angka rasio ketergantungan menunjukkan semakin tinggi beban yang harus
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum
produktif/tidak produktif lagi. Sementara itu semakin rendah angka rasio menunjukkan
semakin rendah beban yang ditanggung penduduk produktif untuk membiayai
penduduk yang belum produktif/tidak produktif lagi.
Sejak tahun 2010 hingga 2015, angka rasio ketergantungan di DKI Jakarta mengalami
peningkatan. Secara numerik dapat dilihat dengan angka ketergantungan yang berada
di bawah 50. Artinya penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung sedikit
penduduk usia non produktif (<15 dan >64 tahun), dimana kualitas penduduk (baik
tingkat pendidikan, skill, profesionalitas dan kreativitas) mampu menekan beban
ketergantungan sampai tingkat terendah yang berguna untuk mendongkrak
pembangunan ekonomi. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.76 Rasio Ketergantungan
Tahun Uraian 2012 2013 2014 2015
(1) (4) (5) (6) (7) Jumlah Penduduk Usia < 15 tahun
2.395.064 2.445.814 2.486.850 2.523.715
Jumlah Penduduk Usia > 64 tahun
564.025 584.801 620.712 375.893
Jumlah Penduduk Usia Tidak Produktif (Usia <15 tahun + usia >64 tahun)
2.959.089 3.030.615 3.107.514 2.899.608
Penduduk Usia 15-64 7.032.699 6.939.333 6.967.796 7.28.316 Rasio ketergantungan
37,23 43,67 44,60 39,84
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta