8
Artikel Jurnal Analisa Sosiologi Oktober 2017, 6(2): 30-37 Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pembelajaran Membatik Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto 1 Abstract Globalization outcome on the decline of the student’s love at local wisdom so that, student’s lack understanding to the significance of the batik’s existence as a heritage which full of life’s wisdom value. The aim of this research is to analyze the character education based on local wisdom representationthrough making batik at Batik 2 Senior High School, Surakarta.The analysis unit in this qualitative research with case study approach is stakeholders of Batik 2 Senior High School, Surakarta that been selected by purposeive sampling. Data collecting by observation, in-depth interview and documentation. Data validation with source triangulation the these data being analyzed by interactive model.The result of this resarch is show that, through making batik lessons in the school can achieve the balance on student’s between their consience, supra-ritual and intellectual related conected with God through philosophy and symbol of batik. Making batik lessons which carried out in the classical way through theory as well as pracctice bring positive impact for student’s character building that fit local wisdom values. Keywords:Batik, Local Wisdom, Character Building, Representation. Abstrak Globalisasi berdampak pada menurunnya kecintaan siswa pada kearifan lokal sehingga siswa kurang memahami makna eksistensi batik sebagai warisan budaya yang kaya nilai-nilai kebijaksanaan hidup.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal melalui pembelajaran membatikdi SMA Batik 2 Surakarta.Unit analisis penelitian kualitatif dengan pendekatanstudi kasus ini adalah stakeholders SMA Batik 2 Surakarta yang dipilih dengan purposive sampling.Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.Validitas data dengan triangulasi sumber lalu dianalisis dengan modelinteraktif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran membatik di sekolah dapat tercapai keseimbangan hati nurani, supra-ritual, dan intelektualitas siswa berkaitan dengan Tuhan melalui kandungan nilai falsafah dalam simbol batik.Pembelajaran membatik yang dilakukan secara klasikal melalui teori maupun praktik berdampak positif bagi pembentukan karakter siswasesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal. Kata Kunci: Batik,Kearifan Lokal, Pendidikan Karakter, Representasi. 1 Program Studi Magister Sosiologi Universitas Sebelas Maret Email: [email protected]

Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Artikel

Jurnal Analisa Sosiologi

Oktober 2017, 6(2): 30-37

Representasi Pendidikan Karakter

Berbasis Kearifan Lokal Melalui

Pembelajaran Membatik Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto1

Abstract

Globalization outcome on the decline of the student’s love at local wisdom so

that, student’s lack understanding to the significance of the batik’s existence

as a heritage which full of life’s wisdom value. The aim of this research is to

analyze the character education based on local wisdom representationthrough

making batik at Batik 2 Senior High School, Surakarta.The analysis unit in

this qualitative research with case study approach is stakeholders of Batik 2

Senior High School, Surakarta that been selected by purposeive sampling.

Data collecting by observation, in-depth interview and documentation. Data

validation with source triangulation the these data being analyzed by

interactive model.The result of this resarch is show that, through making batik

lessons in the school can achieve the balance on student’s between their

consience, supra-ritual and intellectual related conected with God through

philosophy and symbol of batik. Making batik lessons which carried out in the

classical way through theory as well as pracctice bring positive impact for

student’s character building that fit local wisdom values.

Keywords:Batik, Local Wisdom, Character Building, Representation.

Abstrak

Globalisasi berdampak pada menurunnya kecintaan siswa pada kearifan lokal

sehingga siswa kurang memahami makna eksistensi batik sebagai warisan

budaya yang kaya nilai-nilai kebijaksanaan hidup.Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis representasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal

melalui pembelajaran membatikdi SMA Batik 2 Surakarta.Unit analisis

penelitian kualitatif dengan pendekatanstudi kasus ini adalah stakeholders

SMA Batik 2 Surakarta yang dipilih dengan purposive sampling.Teknik

pengumpulan data dengan observasi, wawancara mendalam dan

dokumentasi.Validitas data dengan triangulasi sumber lalu dianalisis dengan

modelinteraktif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran

membatik di sekolah dapat tercapai keseimbangan hati nurani, supra-ritual,

dan intelektualitas siswa berkaitan dengan Tuhan melalui kandungan nilai

falsafah dalam simbol batik.Pembelajaran membatik yang dilakukan secara

klasikal melalui teori maupun praktik berdampak positif bagi pembentukan

karakter siswasesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal.

Kata Kunci: Batik,Kearifan Lokal, Pendidikan Karakter, Representasi.

1Program Studi Magister Sosiologi Universitas Sebelas Maret Email: [email protected]

Page 2: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

31 Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto

PENDAHULUAN

Pendidikan karakter menjadi isu populer sebagai sebuah diskursus bagi

perbaikan moral suatu bangsa sehingga penting untuk ditanamkan pada anak

usia dini dalam kaitannya dengan masa tumbuh kembang dan relasi sosial

anak (Cheung and Lee, 2010; Chou et al,2014). Pendidikan karakter

berperandalam mewujudkan terciptanya generasi emas suatu bangsa

sekaligus meningkatkan kompetensi sosial siswa untuk hidup di masyarakat

(Milleret al, 2005; Leming, 2008;Rokhmana et al, 2014).Dalam mendukung

tercapainya tujuan pendidikan karakter,kompetensi pendidikan karakter

guru berperan strategis dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter pada

siswa. Termasuk upaya komprehensif dengan melibatkan stakeholdersdalam

proses pendidikan karakter agar dapat tercapai secara maksimal(Ulger et

al,2013).

Kearifan lokal menjadi sumber alternatif nilai-nilai kebijaksanaan

hidup berisi ide atau gagasan dan perilakubijak yang dapat digunakan

sebagai pedoman aktivitas sehari-hari dalam hubungannya dengan relasi

keluarga, tetangga dan orang lain yang tinggal di sekitarnyamedia

pembentukan karakter bagi institusi pendidikan formal seperti

sekolah(Prihanto dan Haryono, 2018). Peran kearifan lokal secara kritis

mengubah dan membentuk budaya global menjadi bermakna dan sesuai

dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat.Pemuda yang mengetahui

dan mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal lebih awal, akan menggunakannya

sebagai analisis dalam membedah dan memisahkan budaya asing (Talang,

2001; Jenkins et al,2004). Representasi budaya sebagai salah satu praktik

penting memproduksi budaya.suatu makna diproduksi dan dipertukarkan

antar anggota masyarakat (Mulder, 1996; Hall, 1997). SMA Batik 2

Surakarta menerapkan model pendidikan berbasis kearifan lokal sebagai

mata pelajaran wajib yaitu membatik.Batik sebagai warisan budaya luhur

bangsa Indonesia memiliki keragaman estetika motif maupun

warna(Primadata dan Haryono, 2018). Secara filosofis, setiap motif dan

warna batik memiliki kandungan makna nilai kebijaksanaan hidup manusia

(Hoop, 1949; Holt, 1967; Suseno, 1985; Hitchcock, 1991). Melalui

pembelajaran membatik, siswa dapat belajar mengenai makna filosofis batik

Page 3: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto 32

terkait motif yang dibuat, proses keuletan, kesabaran, konsistensi,

tanggungjawab dan berbagai dimensi karakter positif lainnya.

Setiap motif batik Surakarta mengandung makna filosofis misalnya

Raden Rama(ajaran yang harus dimiliki putra mahkota (pemimpin)yang

dikenal dengan istilah Hasta Brata).Babon Angrem (suatu harapan untuk

diberi keturunan sebagai penyambung sejarah).Semen Kingkin(menunjukkan

suasana prihatin dalam kehidupan yang dijalani dan permohonan supaya

diberi jalan yang terang).Semen Kipasdalam bahasa Jawa diartikan paring

seseger atau bisa membuat ketentraman dalam rumah tangga (diharapkan

bisa menghilangkan segala residu yang datang dalam kehidupannya).Semen

Kukila atau bermotif burung (gambaran oceh-ocehan dianalogikan manusia

dalam bertutur kata hendaknya tidak membuat sakit hati orang lain). Motif

batikSemen Sida Raja (harapan untuk bisa terlaksanannya cita-cita

pemimpin).Semen Buntal (penolak bala sekaligus menggambarkan

keanekaragaman tumbuhan di bumi).Semen Remeng(memberikan petunjuk

kepada kita untuk tidak berbuat berlebihan).Semen Kakrasana(keteguhan

hati berjiwa merakyat).Semen Naga Raja(nasehat bagi pemimpin di dalam

menjalankan kekuasaan, memberikan perlindungan kepada rakyat atas dasar

cinta kasih).Semen Candra(piwulang sebagai seorang yang mempunyai

kedudukan tinggi harus bisa memberikan perlindungan kepada yang berada

di bawah atau menunjukkan sikap kumawula dan tidak kumuwasa.Semen

Gendhong(supaya bisa mengangkat tinggi derajat keluarga).Ratu

Ratih(kemuliaan, keagungan pribadi yang bisa menyesuaikan dengan alam

lingkungannya.Bokor Kencana(diharapkan akan mendatangkan kewibawaan

dan keagungan sehingga disegani di dalam lingkungan masyarakat), serta

Wirasat(supaya dikabulkan semua permohonan dan bisa mencapai

kedudukan tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi) (Honggopuro,

2002).

Pada batik tradisional yang bernafaskan Islam pada etnik Melayu,

Sunda, Jawa dan Madura terkandung makna simbolik berupa pesan spiritual

dan esensial melalui bahasa rupa dengan kelugasan simbolismenya,

sepertidzikir dan rasa syukur hasil perpaduan bentuk simbol konstruktif,

evaluatif, kognitif dan ekspresifserta kesaksian Lailahaillallah,

Muhammadan rosul Allah(Rizali, 2000). Pada masa Mataram, batik yang

Page 4: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Jurnal Analisa Sosiologi 6 (2) 33

telah berkembang dengan baik dan menjadi bagian hidup

masyarakat.Simbol batik menandakan strata sosial di Keraton, bahkan

terdapat motif batik yang hanya boleh dikenakan khusus untuk raja dan

keluarganya yang dikenal sebagai batik larangan.Motif batik klasik di

Surakarta dan sekitarnya memiliki banyak variasinya disesuaikan dengan

adat istiadat yang berlaku dalam pemakaiannya karena motif batik

mempunyai makna tertentuyang erat hubungannya dengan falsafah hidup

masyarakatnya (Hoop,1949; Harjonagoro, 2008). Selain pada motif, makna

filosofis terdapat pada warna batik yang dalam kosmologi Jawa dikenal

dengan konsep keblat papat lima pancer. Tiap mata anginmemiliki nilai

warna simbolik misalnya arah timur (hitam), arah selatan (merah), arah

barat (kuning) dan arah utara (putih). Warna lain merupakan perpaduan dari

empat warna di atas dan berada di tengah sebagai bagian yang kelima atau

lima pancer. Masing-masing warna memiliki nilai perwatakan sendiri yang

dijabarkan dalam ajaran tasawuf Jawa sederek sekawan gangsal pancer,

seperti bumi (warna hitam yang memiliki watak lawamah), api(warna

merah yang memiliki watak amarah), angin (warna kuning yang memiliki

watak supiyah), air (warna putih yang memiliki watak mutmainahpusatnya

adalah manusia yang dilambangkan banyak warna atau watak (Soetarno,

2002; Harjonagoro, 2008). Penelitian ini bertujuan menganalisis

representasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal melalui

pembelajaran membatik di SMA Batik 2 Surakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian kualitatif ini dilakukan di SMA Batik 2 Surakarta dengan

pendekatan studi kasus(Yin, 2014) dan pengambilan sample

secarapurposive.Unit analisis penelitianadalah stakeholdersyangterdiri dari

Ibu Triyanti selakuguru mata pelajaran membatik, Bapak Misron prakarya

dan Agus serta Yesi sebagai siswa.Teknik pengumpulan datadengan

observasi, wawancara mendalamdan studi pustaka.Validitas data

menggunakan triangulasi sumber dan analisis data dengan analisis model

interaktif(Milles dan Huberman, 1984).

Page 5: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto 34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran membatik termasuk dalam mata pelajaran prakarya di SMA

Batik 2 Surakarta sudah berlangsung tahun 1990. Membatik menjadi

pembelajaran khas atau identitas khusus SMA Batik 2 Surakarta diantara

Sekolah Menengah Atas (SMA) lain di Surakarta. Secara teknis,

pembelajaran membatik disekolah ini dilakukan dengan berbagai metode

pembelajaran seperti ceramah dan diskusi teori membatik di kelas, metode

pendampingan pada saat praktik di studio membatik dan metode proyek

atau penugasan. Dalam pelaksanaan metode ceramah, penyampaian teori

pembelajaran membatik dilakukan secara lisan kepada siswa di kelas. Guru

menyampaikan teori dan konsep umum tentang teknis membatik dan

internalisasi pengetahuan tentang sejarah, kegunaan, jenis-jenis motif batik

serta nilai-nilai karakter dalam kandungan makna filosofis setiap goresan

motif maupun warna batik. Pembelajaran klasikal dilakukan dengan model

diskusi kelompok dengan melibatkan siswa dalam topik diskusi yang

dibahas.Metode pendampingan dilakukan pada saat siswa praktik membatik

di studio batik. Proses pendampingannya adalah guru memberi pengarahan

cara membatik yang benar, kemudian membantu siswa yang mengalami

kesulitan ketika siswa sedang dalam proses membatik. Dalam proses

pendampingan ini guru dapat memberikan pembelajaran pendidikan

karakter kepada siswa dimana siswa belajar tentang kesabaran, keuletan,

konsistensi, tanggungjawab dan kegigihan dari proses awal sampai akhir

kajian (Honggopuro, 2002; Rizali, 2000; Harjonagoro, 2008;

Kartosoedjono, 1950; Soetarno, 2002).

Secara umum proses membatik dimulai dari siswa mencari inspirasi

motif batik yang akan dibuat dalam kertas kosong disebut dengan istilah

molani. Setelah itu siswa memindahkan pola lalu klowong (memberi

malam) dilanjutkan dengan nerusi.Setelah itu memberikan warna pada motif

yang telah dibuat kemudian mengunci warna dengan HCL dan natrium yang

disebut dengan istilah nemboki. Proses berikutnya yaitu memberikan

pewarna alami dari alam dilanjutkan dengan mencelup ke dalam warna yang

telah disediakan. Proses terakhirnya adalah nglorot (memberikan

lilin/malam pada kain batik).Metode pembelajaran yang diterapkan dalam

pembelajaran membatik oleh guru adalah metode penugasan.Pada tahap ini

Page 6: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Jurnal Analisa Sosiologi 6 (2) 35

siswa ditugaskan untuk membuat prakarya dan kewirausahaan batik.

Membatik sebagai salah satu pelajaran wajib di SMA Batik 2 Surakarta

memliki manfaat penting disamping pembentukan karakter juga

mengembangkan kearifan lokal agar batik terus dikenal sebagai warisan asli

Indonesia.Hal ini dinyatakan oleh Agus siswa kelas XII IPS dengan Yesi

siswi kelas XI IPA yang berpendapat bahwa selain bermanfaat bagi

peningkatan kapasitas individual, pelajaran membatik dapat membentuk

sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai dan norma yang berlaku di

masyarakat. Maksud dan tujuan pembelajaran membatik sebagai bagian dari

pembelajaran mauatan lokal sangat penting diajarkan bagi peserta didik

sesuai daerah dimana siswa tinggal. Pembelajaran muatan lokal membatik

juga sebagai usaha pengenalan, pemahaman, dan pewarisan nilai

karakteristik daerah kepada peserta didik serta penanaman nilai-nilai budaya

sesuai dengan lingkungan peserta didik berada.Sistem representasi berarti

berpikir dan merasa berfungsi untuk memaknai sesuatu(Primadata dan

Haryono, 2018).Untuk dapat melakukan hal tersebut diperlukan latar

belakang pemahaman yang sama terhadap konsep, gambar, dan ide (cultural

codes). Makna tidak lain adalah suatu konstruksi. Manusia mengkonstruksi

maknadengan sangat tegas sehingga suatu makna terlihat seolah-olah

alamiah dan tidakdapatdiubah(Prihanto dan Haryono, 2018). Makna

dikonstruksi melalui sistem representasi dan difiksasi melalui kode. Kode

inilah yang membuat masyarakat yang berada dalam suatu kelompok

budaya yang sama mengerti dan menggunakan nama yang sama, yang telah

melewati proses konvensi secara sosial (Hall, 1997; Mulder, 1996). Dalam

pembelajaran membatik, guru melakukan transfer pengetahuan mengenai

batik mulai dari filosofi, jenis-jenis, karakter batik, motif sampai pada teknis

pembuatan batik.Melalui aktivitas demikian, secara tidak langsung guru

telah melakukan produksi makna batik sebagai sebuah representasi. Siswa

mengetahui ide atau gagasan membatik yang dapat membentuk karakter

siswa melalui proses berpikir dan refleksi dalam diri siswa itu sendiri.

Pemaknaan atas kandungan nilai-nilai filosofi kebaikan yang ada dalam

batik dapat menjadi sumber alternatif bagi pembentukan karakter

siswa.Representasi nilai kearifan lokal melalui pembelajaran membatik

merepresentasikan adanya keseimbangan antara hati nurani yang

Page 7: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Ghufronudin, Ahmad Zuber, Argyo Demartoto 36

berinteraksi dengan alam dan Sang Hyang Pencipta yang dilandasi

penalaran yang timbul dari intelektual dalam materi ngélmu.hati nurani,

supra-ritual manusia, dan intelektualitas bersambungan dengan Sang Hyang

Pencipta.

Selain melalui proses pembelajaran secara teori, pembelajaran

membatik yang dilakukan dengan model praktik turut memberikan dampak

yang baik bagi pembentukan dan penguatan karakter siswa. Proses

membatik yang tidak mudah membutuhkan keterampilan, ketekunan,

ketelitian, kesabaran, kegigihan dan konsistensi hal ini menjadi tantangan

sendiri bagi siswa untuk menyelesaikan hingga tahap akhir. Melalui proses

membatik inilah siswa dapat lebih mengkonstruksi sebuah makna dengan

lebih tegas. Setiap goresan melalui canting yang digoreskan pada selember

kain putih memberikan bekal pengalaman akan sebuah kode atau tanda yang

memberikan makna filosofi kehidupan manusia.

KESIMPULAN

Pembelajaran membatik melalui teori dan praktik merepresentasikan

pendidikan karakter berbasis pada karakter kearifan lokal. Siswa dapat

melakukan internalisasi makna nilai filosofis yang sarat akan nilai

kebijaksanaan hidup yang terkandung dalam motif dan warna batik atas

penjelasan guru maupun studi literatur. Selain itu, siswa dapat belajar

praktik membatik melalui bimbingan guru siswa dapat menjujkkan nilai

kesabaran, konsistensi, keuletan, tanggungjawab, percaya diri dan

ketekunan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Chau-kiu, C dan Lee, T. 2010. Improving Social Competence Through

Character Education. Evaluation and Program Planning.255–263.

Chou, Mei-Ju, Yang, Chen-Hsin, Huang, Pin-Chen. 2014. The Beauty of

Character Education on Preschool Children’s Parent-Child

Relationship. Procedia–Social and Behavioral Sciences 143 p 527–

533.

Hall, S. 1997. Representation: Cultural Representation and Signifying

Practises. London: Sage Publication.

Harjonagoro. 2008. Batik Indonesia & Sang Empu. Surakarta: Tim Buku

Srihana.

Page 8: Representasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal

Jurnal Analisa Sosiologi 6 (2) 37

Hitchcock, M. 1991. Indonesian Textiles.Berkeley, Singapore: Periplus

Education.

Holt, C. 1967. Art in Indonesia: Continuities and Change. Ithaca, New

York: Cornell University Press.

Honggopuro, K. 2002. Bathik Sebagai Busana dalam Tatanan dan

Tuntunan. Surakarta: Yayasan Peduli Karaton Surakarta Hadiningrat.

Hoop, V.D. 1949. Indonesische Siermotieven. Bandoeng: Gedrukt Door NV

& Co.

Jenkins, H, Suárez-Orozco, M and Qin-Hilliard, D. B. 2004. Pop

Cosmopolitanism: Mapping Cultural Flows in an Age of Media

Convergence in the New Millennium (edeteds). Los Angeles,

California: University of California Press Berkeley.

Kartosoedjono. 1950. Kitab Wali Sepuluh, Kediri: Bukhandel Tan Khoen

Swie.

Leming, J. 2008. Research and practice in moral and character education:

Loosely Coupled Phenomena. In L. P. Nucci & D. Narvaez (Eds.),

Handbook of moral and character education. New York:

Routledge134–157.

Miles, M. B and Huberman, A. M .1984. Qualitative Data Analysis: A

Sourcebook of NewMethods. Michigan University: Sage Publications.

Miller, T. W., Kraus, R. F and Veltkamp, L. J. 2005.Character education as

a prevention strategy in school-related violence.Journal of Primary

Prevention, 26, 455–466.

Mulder, N. 1996.Pribadi dan Masyarakat Jawa. Jakarta: Sinar Harapan.

Prihanto, P., Soemanto, R. B., & Haryono, B. (2018). Keputusan Orang Tua

Dalam Menentukan Pendidikan Dasar Bagi Anak Di Desa Pandeyan,

Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Jurnal Analisa

Sosiologi, 2(1).

Primadata, A. P., Soemanto, R. B., & Haryono, B. (2018). Tindakan

Orangtua Dalam Menyekolahkan Anak Berkebutuhan Khusus Pada

Layanan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung,

Kecamatan Purwokerto Selatan, Kota Purwokerto. Jurnal Analisa

Sosiologi, 4(1).

Rizali, Nanang. 2013. Nafas Islam Dalam Batik Nusantara. Surakarta:

Sebelas Maret University Press.

Rokhamana, Syaifudin dan Yuliati. 2014. Character Education For Golden

Generation 2045 (National Character Building for Indonesian Golden

Years). Procedia-Social and Behavioral Sciences 141 1161 – 1165.

Soetarno. 2002. Pakeliran Pujosumarto (Periode 1996 – 2001). Surakarta:

STSI Press.

Suseno, F. M. 1985. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa (Cetakan 2). Jakarta : PT. Gramedia.

Talang N. E. 2001. Local Wisdom in the Process and Adaptation of Thai

People, 2nd ed. Bangkok: Amarin.

Ulger, Yigittir dan Ercan .2014. Secondary School Teachers Beliefs On

Character Education Competency. Procedia-Social and Behavioral

Sciences 131 442 – 449.

Yin, R. 2014.Case Study Research: Design and Methods. (5th Edition).

Thousand Oaks, CA: Sage Publications.