58
RENCANA STRATEGIS PPATK TAHUN 2020 - 2024 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Jalan Ir. H. Djuanda No.35 Jakarta Pusat

RENCANA STRATEGIS PPATK TAHUN 2020-2024

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

STRATEGIS PPATK
TAHUN 2020-2024 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Jalan Ir. H. Djuanda No.35 Jakarta Pusat
2
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah mensejahterakan bangsa
Indonesia. Salah satu aspek yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan suatu
negara adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 mengangkat
tema “Indonesia Berpenghasilan Menengah-Tinggi yang Sejahtera, Adil, dan
Berkesinambungan”.
Sistem keuangan Indonesia merupakan bagian dari sistem perekonomian yang tidak
terlepas dari peran penting lembaga intermediasi sebagai satu elemen utama yang
mengelola pergerakan uang. Lembaga intermediasi tersebut yaitu institusi keuangan,
baik itu bank maupun nonbank. Selain peranan lembaga intermediasi tersebut, dalam
sistem keuangan juga tidak terlepas dari dua komponen utama lainnya, dimulai dari level
yang terkecil atau tataran individu hingga level yang lebih besar, yakni perusahaan.
Individu dan perusahaan tersebut merupakan pengguna jasa keuangan itu sendiri dan
keduanya biasa disebut sebagai sektor riil, sehingga interaksi timbal balik antar pengguna
jasa keuangan dengan Penyedia Jasa keuangan (PJK) membentuk suatu sistem
keuangan.
Sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus
kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi
secara efisien, maka pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik dan cenderung
rentan terhadap berbagai gejolak sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
dan berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang
umumnya akan diikuti dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya dari
Indonesia.
3
keuangan. Apabila terjadi kekacauan dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran,
maka sistem perekonomian juga akan mengalami kekacauan. Sementara stabiltas
sistem keuangan sangat ditentukan oleh integritas para pelaku dalam sistem keuangan
itu sendiri. Jadi untuk mewujudkan stabilitas dalam sistem perekonomian diperlukan
dukungan stabilitas sistem keuangan, sementara stabilitas sistem keuangan sangat
bergantung pada integritas sistem kuangan itu sendiri. Sistem keuangan yang mampu
membentengi dirinya dari masuknya uang haram dalam sistem. Dapat dibayangkan
bagaimana sulitnya mengelola sistem keuangan jika didalamnya tercampur uang haram
yang tidak diketahui jumlah dan pergerakannya, dan kekacauan itu berimbas dalam
sistem perekonomian, begitu sulitnya memprediksi dan memproyeksikan pergerakan
perekonomian jika di dalamnya terdapat invisible factor yang mengacaukan semua
perhitungan, hal yang lain adalah tidak adil jika harus mengadu secara fair pelaku usaha
yang jujur dengan pelaku usaha yang bermodal uang haram yang rugi pun tidak masalah
yang penting uang haramnya masuk dalam sistem sehingga menjadi seolah-olah uang
halal yang diperoleh dari hasil usaha.
Seiring dengan pesatnya perkembangan produk, aktivitas dan teknologi dalam industri
keuangan yang semakin kompleks, industri keuangan secara otomatis akan dihadapkan
pada meningkatnya peluang-peluang dari pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
menggunakan produk/layanan dari institusi keuangan dalam tindak kejahatan keuangan,
dalam hal ini lebih dikenal dengan sebutan “Pencucian Uang (Money Laundering)”.
Di sisi lain, apabila industri keuangan digunakan sebagai sarana pencucian uang, maka
industri keuangan akan memiliki risiko likuiditas. Likuiditas dari lembaga-lembaga
keuangan (financial institutions), misalnya bank, akan menjadi buruk apabila dalam
operasionalnya cenderung mengandalkan dana hasil kejahatan, untuk itu diperlukan
adanya mitigasi risiko yang baik bagi setiap institusi keuangan tersebut terutama risiko
hukum, risiko reputasi, risiko terkonsentrasinya transaksi dan risiko operasional.
Selain menimbulkan dampak buruk bagi reputasi bank, praktik pencucian uang yang
melibatkan perbankan dan juga meningkatkan risiko kegagalan dalam operasional bank.
Risiko kegagalan operasional bank pada akhirnya bermuara pada terganggunya
4
stabilitas sistem keuangan negara. Hal ini dapat menimbulkan kepanikan di kalangan
masyarakat, sedangkan salah satu tugas penting pemerintah adalah menjaga
ketenangan dan kepercayaan masyarakat.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai vocal point
pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di Indonesia harus berperan aktif
untuk membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai
dengan target yang telah dicanangkan pemerintah dengan menjaga integritas sistem
keuangan melalui pembinaan dan pengawasan kepatuhan terhadap Lembaga Keuangan
Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) melalui kerja sama dengan
regulator, Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), maupun instansi terkait lainnya.
Selain itu melalui berbagai riset diantaranya National Risk Assessment, Sectoral Risk
assessment, dan riset terkait financial integrity, PPATK mencoba untuk memetakan risiko
pencucian uang di semua industry keuangan agar dapat menemukan metode yang tepat
untuk pembinaannya, dan menetapkan Financial Integrity Rating sebagai bahan evaluasi
dan ukuran untuk memberikan reward dand punishment sesuai ketentuan UU PP TPPU
sehingga integritas sistem keuangan tetap terjaga.
Pengembangan berbagai platform pertukaran informasi seperti Secure on line
communication (SOC), Sistem Pertukaran Informasi Pendanaan Terorisme (Sipendar),
Sistem Politically Exsposed Persons (PEPs) juga diharapkan mampu menciptakan built
in control agar rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme ini dapat berjalan
secara efektif.
PPATK sebagai bagian dari Pemerintah, mendukung kebijakan Pemerintah yang
tertuang dalam RPJMN 2020-2024 sesuai dengan tugas dan fungsinya yang dalam hal
ini berperan mencegah dan memberantas TPPU dengan menjaga agar dana ilegal atau
dana hasil kejahatan tidak masuk dalam sistem keuangan yang berpotensi mengganggu
stabilitas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dibentuk pada tahun
2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
5
Pidana Pencucian Uang. Dalam rangka memperkuat landasan hukum untuk mencegah
dan memberantas tindak pidana pencucian uang, pada 22 Oktober 2010 diundangkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dalam pelaksanaan tugasnya, PPATK memiliki
fungsi sebagai berikut:
b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi
TPPU dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU
TPPU.
Fungsi pencegahan dan pemberantasan TPPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
huruf a UU TPPU mencerminkan fungsi PPATK sebagai focal point dan juga leading
sector dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT
Selain sebagai lembaga intelijen keungan, PPATK juga memiliki fungsi pengawasan
terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana yang meliputi:
a. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor;
b. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan TPPU;
c. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus;
d. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor;
e. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan;
f. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak
Pelapor; dan
g. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak
Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Didukung dengan tugas, fungsi, dan kewenangan PPATK sebagaimana tersebut di atas,
serta mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-
2024, maka PPATK menetapkan Visi PPATK Tahun 2020-2024. Adapun Visi PPATK
6
royong.
Dalam pelaksanaan Visinya, PPATK melaksanakan memiliki misi yang sejalan dengan
Misi Presiden dan Wakil Presiden ke-2, ke-6 dan ke-8, yakni Struktur Ekonomi yang
Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing, penegakkan sistem hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya, serta pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan
terpercaya. Oleh karena itu, PPATK menetapkan Misi PPATK tahun 2020-2024, meliputi:
a. meningkatkan kemanfaatan hasil analisis, hasil pemeriksaan, hasil riset, dan
rekomendasi kebijakan dalam TPPU dan TPPT;
b. meningkatkan peran serta dan sinergi pemangku kepentingan secara optimal, baik
dalam lingkup nasional maupun internasional;
c. meningkatkan keandalan sistem informasi; dan
d. meningkatkan kapabilitas sumber daya anti pencucian uang dan tata kelola
kelembagaan PPATK.
UU TPPU memberikan gambaran posisi PPATK dan pemangku kepentingan, serta
hubungan kerja antara PPATK dengan Pemangku kepentingan, yang kerap kali disebut
dengan Rezim Anti Pencucian Uang dan TPPT (Rezim APU PPT). Berdasarkan tugas,
fungsi, dan kewenangan PPATK sebagaimana tersebut di atas, PPATK berada dalam
posisi center dari Rezim APU PPT ini, atau memiliki makna bahwa PPATK
mengkoordinasikan dan menjembatani antara pemangku kepentingan pada sektor
keuangan dengan pemangku kepentingan pada sektor penegakkan hukum, yaitu:
a. Pemangku Kepentingan pada Sektor Jasa Keuangan
1) Pihak Pelapor, yang meliputi : penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan
jasa, dan profesi yaitu advokat, notaris, PPAT, akuntan; akuntan publik; dan
perencana keuangan;
2) Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), yaitu: OJK, BI, Kemenkop UKM,
BAPPEPTI, Kemenkumham, dan Kementerian Keuangan.
3) Ditjen Bea dan Cukai
7
4) Penyidik TPPU, yaitu: Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksanaan, KPK,
BNN, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea dan Cukai.
5) Penuntut Umum.
c. Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU)
Komite yang dibentuk dengan Peraturan Presiden ini dimaksudkan agar dapat
meningkatkan koordinasi antarlembaga terkait dalam pencegahan dan pemberantasan
TPPU di Indonesia.
Komite ini diketuai oleh Menko Pulhukam dengan Kepala PPATK sebagai Sekretaris,
beranggotakan: Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan
Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kepala Badan
Narkotika Nasional.
Melalui Komite TPPU ini PPATK merekomendasikan setiap kebijakan pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan kebijakan lain yang mendukung rezim anti pencucian uang
untuk dilaksanakan oleh seluruh anggota Komite khususnya dan Pemerintah Indonesia
pada Umumnya, sehingga menjamin pencapaian Visi dan Misi PPATK dalam
mewujudkan stabilitas sistem perekonomian dengan didukung oleh sistem keuangan
yang stabil melalui upaya menjaga integritas sistem keuangan.
8
pekerjaan di bidang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). Kerja tersebut diwujudkan
dalam bentuk pengungkapan perkara TPPU dan kejahatan keuangan lainnya,
membangun platform pertukaran informasi anti-pendanaan terorisme, dan berkontribusi
dalam berbagai Satuan Tugas di Indonesia. Selain itu, PPATK mengukuhkan
penegakkan rezim APU/PPT dengan mengukur indeks Persepsi Publik APU PPT.
PPATK juga memperluas kontribusinya di bidang Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU/ PPT) di skala regional dan internasional (anggota ASIA-
PACIFIC GROUP ON MONEY LAUNDRY (APG) dan Egmont Group on Money
Laundering (Egmont Group), seiring dengan upaya PPATK bersama sejumlah lembaga
terkait untuk menjadikan Indonesia sebagai anggota gugus tugas yang mempunyai tugas
menyusun standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
TPPT, yaitu anggota The Financial Action Task Force (FATF).
Terkait dengan visi Presiden RI Joko Widodo untuk membangun sumber daya manusia
yang unggul, PPATK melalui Indonesian Financial Intelligence Institute (IFII) turut
9
yang kapabel dan berintegritas terkait isu APU/PPT. PPATK juga aktif menyelenggarakan
sosialisasi dan sharing knowledge kepada berbagai perguruan tinggi. Dalam pengelolaan
keuangan PPATK sepanjang 2015-2019, PPATK telah menorehkan sejumlah capaian
positif antara lain dengan memperoleh Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
ketigabelas kali secara beruntun, memperoleh predikat akreditasi A dalam pengelolaan
kearsipan. PPATK juga menjadi satu dari empat lembaga yang memperoleh capaian
100% dalam Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi.
Secara rinci pencapaian PPATK selama kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Indonesia Keluar dari Blacklist FATF
Pada tahun 2015 Indonesia keluar dari blacklist Financial Action Task Force (FATF) dan
dinyatakan bersih dari label tidak patuh terhadap implementasi resolusi Dewan
Keamanan PBB 1267 dan 1373 serta rekomendasi Financial Action Task Force (FATF).
Rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme (AML/CFT) Indonesia juga telah
“lulus uji kepatuhan” oleh Financial Action Task Force (FATF) dan diakui kehandalannya
oleh dunia internasional, dengan itu Indonesia bisa memproklamirkan kepada dunia
tentang terjaganya kualitas integritas sistem keuangan Indonesia sehingga sistem
keuangan Indonesia tidak dapat dijadikan sarana maupun sasaran kejahatan.
Dengan demikian maka dampak positif bagi Indonesia, adalah:
1. Indonesia menjadi sejajar dengan negara-negara lain khususnya selaku anggota G-
20.
2. Status ini diharapkan segera mendorong peningkatan rating investment grade
Indonesia, sehingga berperan dalam mendorong investasi, transaksi bilateral dan
resiprokal.
3. Memberi sinyal yang kuat tentang komitmen Indonesia terhadap upaya pencegahan
dan pemberantasan TPPU dan TPPT, baik di yuridiksi Indonesia maupun dalam
rangka kerjasama regional dan internasional.
10
Sebagai bentuk konkret komitmen Indonesia terhadap implementasi Rekomendasi FATF
terkait penilaian risiko, PPATK bersama stakeholder APU PPT yang tergabung dalam
Inter-Agency Working Group NRA Indonesia telah melaksanakan penilaian risiko
Indonesia terhadap TPPU dan TPPT dalam bentuk kegiatan National Risk Assessment
(NRA).
kelemahan dalam sistem anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta
kerawanan lainnya yang dihadapi yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak
langsung pada negara tertentu yang melaksanakan penilaian.
Proses NRA mencakup identifikasi, penilaian, serta pemahaman terhadap risiko TPPU
baik terkait dengan ancaman, kerentanan, dan dampak dari aspek hukum, regulasi,
penegakkan hukum, maupun aspek lainnya, untuk memitigasi risiko Indonesia terhadap
TPPU.
− untuk mengidentifikasi metode, teknik, dan sarana yang digunakan teroris dan
organisasi teroris untuk menggalang, memindahkan, dan menggunakan dana.
− untuk mengetahui kerentanan dan ancaman pendanaan terorisme yang berpotensi
muncul dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang.
− menghasilkan rencana strategis anti pendanaan terorisme yang bersifat lintas batas
negara.
Ketersediaan dokumen NRA ini menjadi sangat vital dalam penguatan legislasi, regulasi,
dan acuan kebijakan sektoral yang diperlukan Indonesia menghadapi Mutual Evaluation
(ME) FATF.
Penilaian Risiko Sektoral (Sectoral Risk Assessment / SRA) dalam rangka memenuhi
Rekomendasi Nomor 1 FATF yang menyatakan bahwa setiap negara harus
mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko TPPU (TPPU) dan tindak pidana
pendanaan terorisme (TPPT). SRA sangat dibutuhkan dalam memetakan peta risiko
TPPU dan TPPT yang ada di sektor masing-masing, sehingga fokus perhatian LPP atau
Asia-Pacific Group on Money Laundry (APG)akum lebih tertuju pada area yang berisiko
tinggi.
Sejumlah 10 SRA telah diselesaikan pada tahun 2017 dengan rincian untuk LPP terdiri
atas (i) SRA Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (untuk perusahaan
yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi), (ii) SRA Bank Indonesia
(untuk Pedagang Valuta Asing dan penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang), (iii)
SRA Otoritas Jasa Keuangan (untuk Pasar Modal, Industri Keuangan Non Bank, dan
Bank), (iv) SRA PPATK (untuk Penyedia Barang dan Jasa), dan (v) SRA KPK (untuk
transparansi Kepemilikan Perusahaan Penerima Manfaat/Beneficial Ownership).
Sedangkan SRA Asia-Pacific Group on Money Laundry (APG)akum terdiri atas SRA
Narkotika, SRA Korupsi, SRA Perpajakan, SRA Bea dan Cukai, dan SRA Narkotika di
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan.
Stranas PP TPPU disusun guna mendukung perwujudan NAWACITA keempat melalui
penyusunan strategi dan rencana aksi guna meningkatkan kualitas penegakkan hukum
dalam rangka penanganan berbagai tindak pidana termasuk tindak pidana perbankan
dan pencucian uang.
Stranas PP TPPU tahun 2017-2019 meliputi 7 strategi, yaitu :
1. Menurunkan tingkat tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika, dan tindak pidana
perbankan melalui optimalisasi penegakkan hukum tindak pidana pecucian uang;
12
2. Mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah terjadinya TPPU dan TPPT
di Indonesia;
terorisme;
swasta;
6. Meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia dalam forum internasional di bidang
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan PT;
7. Penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang tunai dan
instrument pembayaran lalu lintas batas negara sebagai media pendanaan
terorisme.
Pelaku Kejahatan Pencucian Uang Dan Pendanaan Terorisme
Dalam rangka mendukung pencegahan dan pemberantasan TPPU dan PT yang
terstruktur dan sistemik, pada kurun waktu 2015 -2019 telah diterbitkan pertauran
perundang-undangan untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan TPPU dan PT,
antara lain :
− Penetapan Perpres Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyampaian Data
Dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah Dan/Atau Lembaga Swasta Dalam
Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU.
intelijen keuangan tidak hanya membutuhkan laporan dari pihak pelapor sebagai sumber
utama proses analisis dan pemeriksaan, tetapi juga memerlukan data dan informasi
lainnya yang dapat memberikan nilai lebih (value added) terhadap hasil analisis dan hasil
pemeriksaan PPATK.
Selain dimiliki atau dikelola oleh instansi pemerintah, data dan informasi yang diperlukan
tersebut juga dimiliki dan dikelola oleh lembaga swasta, sehingga diperlukan adanya
13
akses yang diberikan kepada PPATK dalam hal ini berupa Perpres Nomor 2 tahun 2016.
Akses ini diharapkan dapat diberikan baik secara langsung maupun tidak untuk PPATK
dapat melakukan penghimpunan data dan informasi tersebut guna menjalankan fungsi
analisis, pemeriksaan dan pengawasan kepatuhan.
− Penetapan Perpres Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penerimaan Dan
Pemberian Sumbangan Oleh Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pencegahan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Perpres nomor 18 tahun 2017 menjadi bukti nyata komitmen kuat pemerintah Indonesia
dalam memenuhi rekomendasi FATF. Penerapan perpres ini dimaksudkan untuk
melindungi ormas dari upaya-upaya pendanaan terorisme yang dilakukan melalui
penerimaan dan pemberian sumbangan khususnya yang berasal dari luar negeri.
Perpres ini mengamanatkan agar ormas mengenali pihak yang memberikan sumbangan
dengan menerapkan prinsip “know your donors”, begitu pula dalam penyaluran atau
pemberian sumbangan dengan menerapkan “know your beneficiaries”. Sehingga dengan
melaksanakan Perpres ini berarti ormas telah berusaha ikut secara aktif memproteksi diri
dari jerat hukum.
− Perpres Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik
Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU
Dan TPPT
korporasi (Beneficial Owner/BO) telah menjadi kebutuhan di seluruh dunia. Tidak adanya
informasi yang memadai, akurat, dan terkini mengenai korporasi dan pemilik manfaat dari
korporasi, serta sulitnya instansi berwenang mengakses informasi dimaksud telah
dimanfaatkan oleh para pelaku untuk melakukan menyembunyikan atau menyamarkan
identitas pelaku kejahatan, tujuan transaksi, serta sumber dana.
PerPres ini memuat ketentuan mengenai Identifikasi Pemilik Manfaat, Verifikasi Informasi
Pemilik Manfaat, Pelaporan atau Penyampaian Informasi Pemilik Manfaat, Pengkinian
Informasi Pemilik Manfaat, Penatausahaan Dokumen Informasi Pemilik Manfaat,
Pengawasan, Penegakkan Hukum atas Penerapan PerPres ini, dan Kerja Sama
Domestik dan Internasional.
berdampak pada menurunnya tingkat penyalahgunaan korporasi sebagai media
pencucian uang dan akan meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
6. Berdirinya Pusdiklat Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme
Tujuan pembentukan Unit Pendidikan dan Pelatihan pada PPATK adalah dalam
rangka membangun rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia serta
memenuhi tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja yang secara terus
menerus harus ditingkatkan, khususnya dalam rangka membantu menjaga stabilitas
keuangan serta membantu penegakkan hukum di Indonesia. PPATK berusaha untuk
tetap konsisten mengembangkan sumber daya manusia baik yang ada di lingkungan
PPATK maupun para stakeholder lainnya dalam upaya memecahkan masalah-
masalah yang krusial yang terus berkembang. Keberadaan diklat anti pencucian uang
diperuntukkan bagi aparat penegak hukum, pihak pelapor, akademisi, instansi terkait,
FIU negara lain, maupun bagi SDM PPATK.
Selain deretan capaian keberhasilan tersebut di atas, ada beberapa hal yang belum
memenuhi harapan, diantaranya :
Pembatasan transaksi dengan menggunakan uang kartal dalam batas jumlah tertentu
diyakini dalam menekan terjadinya tindak pidana penyuapan, oleh karena itu PPATK
melaui Komita TPPU merekomendasikan untuk diberlakukan aturan perundang-
undangan yang membatasi pembayaran dengan cara tunai dalam batas jumlah
tertentu, karena pembayaran secara tunai akan sulit terlacak oleh sistem anti
pencucian uang.
15
RUU ini sempat masuk dalam Prolegnas 2019 akan tetapi gagal dibahas di parlemen,
sehingga diperlukan untuk memasukkan kembali RUU PTUK ini dalam kerangka
regulasi Renstra tahun 2020-2024.
Beberapa hal ditengarai sebagai penyebab masih rendahnya tindak lanjut hasil
analisis dan hasil pemeriksaan (HA dan HP) PPATK, diantaranya:
a. Kualitas Para Penyidik
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman para penyidik tentang prinsip-prinsip
anti pencucian uang dan follow the money ditengarai sebagai salah satu penyebab
rendahnya tindak lanjut HA dan HP. Oleh karena itu maka dalam Renstra 2020-
2024 ini peran Pusdiklat APU PPT akan semakin ditingkatkan.
b. Kecukupan Anggaran Instansi Penyidik
Rendahnya anggaran penyidikan TPPU dan TPPT pada instansi penyidik juga
diduga sebagai penyebab rendahnya tindak lanjut HA dan HP, untuk itu melalui
restrukturisasi program diharapkan dapat menjamin kecukupan anggaran
penangan kasus TPPU dan TPPT pada instansi penyidik.
2.1. Potensi dan Permasalahan
independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Lembaga
ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan
pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang dan
kontra pendanaan terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam
upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal
(predicate crimes). PPATK, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI, dalam
16
melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur
tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun.
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan TPPU PPATK berwenang:
1. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau
lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk
dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari
profesi tertentu;
3. Mengoordinasikan upaya pencegahan TPPU dengan instansi terkait;
4. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan TPPU;
5. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional
yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU;
6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang;
7. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU
Penelusuran transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan PPATK merupakan
perwujudan dari metode Follow the Money dalam pengungkapan suatu kejahatan. Dalam
proses penegakkan hukum, metode Follow the Money selain dapat menelusuri aliran
dana dalam suatu transaksi keuangan yang menghubungkan suatu kejahatan dengan
pelaku utamanya, juga dapat menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk kepentingan
negara (asset recovery).
PPATK tidak memiliki kewenangan penyelidikan, maka dalam menjalankan tugasnya
PPATK melakukan analisis terhadap transaksi keuangan, untuk selanjutnya hasil analisis
tersebut diserahkan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti. Sejak tahun 2003, PPATK
telah menghasilkan 4.616 Hasil Analisis dan 128 Hasil Pemeriksaan Keseluruhan HA
tersebut telah disampaikan kepada penyidik, baik kepada Kepolisian, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Direktorat Jenderal
Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
17
Pemanfaatan HA dan HP diprioritaskan untuk membantu aparat penegak hukum dalam
penanganan TPPU, TPPT, maupun tindak pidana lainnya. Disamping itu dalam rangka
mendukung pemerintahan yang bersih dari korupsi, HA PPATK juga digunakan dalam
rangka memastikan rekam jejak calon pejabat publik bebas dari korupsi.
Pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2017 tentang optimalisasi
pemanfaatan laporan hasil analisis dan laporan hasil pemeriksaan PPATK, Presiden
menginstruksikan kepada Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNN
untuk memanfaatkan secara optimal LHA dan LHP yang disampaikan oleh PPATK, serta
melihat potensi penerimaan negara dari LHA dan LHP yang tidak dapat ditindaklanjuti
proses hukumnya. Namun hingga saat ini tindak lanjut (feedback) atas hasil analisis
PPATK dinilai masih belum optimal, sehingga diperlukan koordinasi dan sinergi yang
lebih baik untuk mendorong pemanfaatan produk PPATK dalam menyelesaikan kasus
TPPU, PT, dan TP lainnya.
Opportunity (Peluang)
a. Menuju Angota Penuh FATF
Upaya pengajuan Indonesia menjadi anggota FATF telah dimulai sejak tahun 2017,
yang ditandai dengan dijalaninya proses Mutual Evaluation Review (MER) oleh asesor
dari organisasi regional Asia/ Pacific Groups on Money Laundering (ASIA-PACIFIC
GROUP ON MONEY LAUNDRY (APG)). MER merupakan mekanisme penilaian
kepatuhan rezim APUPPT Indonesia terhadap 40 Rekomendasi FATF. Proses
penilaian MER berlangsung selama periode bulan Agustus 2017 hingga Mei 2018,
yang bermuara pada diraihnya predikat memuaskan (satisfactory) dalam pertemuan
tahunan ASIA-PACIFIC GROUP ON MONEY LAUNDRY (APG) di Nepal, Juli 2018.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia memperoleh rating penilaian MER terbaik di
kawasan setelah Makau. Predikat memuaskan di MER, disertai dengan kunjungan
tingkat tinggi (high-level visit) oleh Presiden FATF beserta jajaran ke Indonesia pada
Mei 2018, membawa proses keanggotaan Indonesia di FATF maju selangkah. Dalam
Pertemuan Tahunan Gabungan FATF dan Middle East Asia Financial Action Task
Force (MENAFATF) di Paris, Juni 2018, secara aklamasi Indonesia disetujui sebagai
18
Observer FATF. Predikat Observer merupakan salah satu tahapan proses Indonesia
untuk dapat diterima menjadi anggota FATF. Setelah ini, Indonesia akan kembali
menjalani proses MER dengan asesor langsung dari FATF, yang prosesnya dimulai
sejak Agustus 2019 hingga pembacaan putusan pada saat kegiatan Pertemuan
Tahunan FATF di Paris tahun 2020.
b. PPATK Terpilih Sebagai Regional Representative Kawasan Asia Pasifik The
Egmont Group on Money Laundering (Egmont Group)
The Egmont Group on Money Laundering (Egmont Group) merupakan suatu
organisasi internasional yang menghimpun FIU di seluruh dunia. Dengan kata lain,
terpilihnya FIU Indonesia sebagai Regional Representatives di kawasan Asia Pasifik,
yang merupakan salah satu posisi strategis di The Egmont Group, menunjukkan peran
aktif Indonesia pada umumnya dan PPATK pada khususnya dalam menegakkan
komitmen anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APUPPT).
Posisi strategis RR ini juga secara mutatis mutandis menjadi bagian dari keanggotaan
Egmont Group Committee (EC) yang memiliki fungsi untuk mengkoordinasikan urusan
internal hingga urusan terkait forum internasional lainnya, dan juga mengawasi
pelaksanaan tugas-tugas Egmont Group on Money Laundering (Egmont Group)
Sekretariat. Peran sebagai Regional Representatives dan anggota Egmont Committee
ini akan juga membantu peningkatan persepsi positif Indonesia sebagai negara yang
menjaga integritas sistem keuangan dan perekonomiannya secara konsisten.
Sebagai Regional Representatives the Egmont Group di kawasan Asia Pasifik,
Indonesia bertugas menyuarakan kebijakan The Egmont Group kepada Regional
Group kawasan Asia Pasifik, sekaligus mengkomunikasikan dan merepresentasikan
pandangan dan kepentingan Regional Group kawasan Asia Pasifik kepada the
Egmont Group dalam proses diskusi dan penetapan kebijakan.
c. Menuju Pengesahan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal
dalam rangka memudahkan instansi terkait melakukan penelusuran aset, khususnya
aset yang diduga berasal dari tindak pidana, mengharuskan PPATK menginisiasi
19
penyusunan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal (RUU PTUK). Adapun
urgensi utama RUU PTUK meliputi (a) mendorong masyarakat melakukan kegiatan
perekonomian yang efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; (b) menyediakan transaksi keuangan yang lancar dan
aman yang sejalan dengan kebijakan nontunai dan strategi nasional keuangan inklusif;
(c) mendorong penggunaan transaksi keuangan nontunai yang bermaksud untuk
mengurangi risiko masyarakat dalam bertransaksi, dan mengurangi ketergantungan
masyarakat terhadap uang kartal; dan (d) mendukung program pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan tindak pidana lainnya.
d. Implementasi Go AML
Aplikasi goAML dikembangkan oleh the Information Technology Service (ITS) dari
UNODC bekerjasama dengan UNODC Global Program Against Money Laundering,
Proceeds of Crime and the Financing of Terrorism (GPML).
Aplikasi goamL merupakan solusi perangkat lunak terpadu yang dikembangkan
secara khusus untuk digunakan oleh Financial Intelligence Units (FIU) dan merupakan
salah satu respons strategis UNODC terhadap kejahatan pencucian uang dan
pendanaan teroris.
intelijen, namun juga memenuhi persyaratan bisnis FIU terkait pengumpulan data,
validasi data, pengelolaan alur kerja, penugasan dan pelacakan, pelaporan statistik,
pengelolaan sumber daya, pengelolaan dokumen, pembuatan dan pengelolaan file
intelijen, dan diseminasi output intelijen dari FIU.
UNODC mengembangkan goAML karena beberapa alasan termasuk:
• tidak ada solusi perangkat lunak portabel yang dirancang khusus untuk memenuhi
bisnis proses FIU, baik di sektor komersial maupun non-komersial;
• Ada beberapa FIU di dunia yang benar-benar memiliki sistem TI yang sepenuhnya
memenuhi kebutuhan mereka, namun sangat sedikit yang memiliki sistem
terintegrasi;
• Ada beberapa FIU yang memiliki kapasitas TI internal untuk membangun solusi TI
yang komprehensif;
• Hanya ada sedikit negara di dunia yang mampu menginvestasikan jumlah uang
yang dibutuhkan untuk mengembangkan jenis sistem TI yang dibutuhkan oleh FIU,
20
terutama yang menangani data dalam jumlah tinggi yang memerlukan pelaporan
otomatis.
pembiayaan sistem, dengan mengintegrasikan semua komponen yang dibutuhkan ke
dalam satu sistem. FIU yang menggunakan goAML hanya membayar biaya satu kali
untuk instalasi dan pelatihan awal, kemudian biaya perawatan tahunan ke UNODC.
Paket perangkat lunak awal goAML sendiri diberikan secara cuma-cuma.
goAML mengintegrasikan 14 fungsi terpisah menjadi satu paket yang dapat memenuhi
kebutuhan TI dan bisnis FIU, yang prosesnya dijalankan dalam tiga tahapan:
• Pengumpulan data. Pengumpulan data dari pihak pelapor dapat dilakukan
melalui upload data yang sepenuhnya otomatis melalui portal web FIU,
menggunakan formulir berbasis web, atau media offline,
• Analisis. Untuk tujuan analisis, goAML menyediakan fasilitas analisis berbasis
aturan, penilaian risiko dan pembuatan profil, serta pembuatan diagram,
• Diseminasi. goAML menyediakan fasilitas untuk melakukan diseminasi laporan
maupun pertukaran informasi dengan pihak pelapor, penegak hukum dan lembaga
pengawas dan pengatur.
e. Rencana Implementasi Aplikasi PEP’s dan Pengembangan Aplikasi SIPENDAR
Tujuan pembentukan aplikasi PEP’s adalah mengurangi risiko korupsi di sektor
penerimaan negara, menekan kejahatan pencucian uang, penggelapan pajak, dan
tindak pidana korupsi serta pajak dari wajib pajak yang belum terjaring. Penyusunan
PEP juga bertujuan mempermudah pengamatan dan pengawasan pejabat negara,
serta meningkatkan validitas data keuangan wajib pajak.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan peran PPATK dalam pencegahan dan
pemberantasan pendanaan terorisme tersebut, PPATK tengah melakukan
pengembangan Terrorist Financing Information Sharing Platform yang disebut Sistem
Informasi Terduga Terorisme (SIPENDAR) yang direncanakan akan mulai digunakan
pada tahun 2021. Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR)
merupakan aplikasi yang mengelola secara elektronis dan terintegrasi atas informasi
21
dan PJK dengan Pemangku kepentingan terkait tindak pidana pendanaan terorisme.
Threats (Ancaman)
Berdasarkan hasil National Risk Assessment (NRA), Regional Risk Assessment
(RRA) serta kajian riset analisis strategis dan tipologi maupun proses analisis dan
pemeriksaan, diketahui bahwa perkembangan pencucian uang dan pendanaan
terorisme dewasa ini semakin kompleks dan dinamis.
Seiiring dengan perkembangan teknologi informasi, transaksi keuangan telah
memanfaatkan kemajuan teknologi dalam upaya meningkatkan kecepatan waktu
transaksi, daya jangkau transaksi tidak mengenal batas yudiksi suatu negara, serta
upaya menghindari otoritas negara manapun juga.
Perkembangan transaksi konvensional yang memanfaatkan rekening perbankan
antara pemilik rekening individu (person to person), kemudian bertransformasi
memanfaatkan rekening badan hukum (person to business) yang dikaburkan dalam
hubungan bisnis baik dalam wilayah hukum/yuridiksi yang sama saat ini sudah
mengalami perkembangan drastis seiring dengan masuknya era revolusi industri 4.0.
Transaksi diluar wilayah hukum Indonesia oleh orang Indonesia, menggunakan
instrumen keuangan dalam ekosistem fintech yang dilakukan secara clouding oleh
para pelaku tindak pidana transnational organized crimes memberikan konsekuensi
logis bagi PPATK sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) untuk terus berinovasi serta
mampu mengikuti perkembangan trend saat ini dalam rangka menjaga dan melindungi
integritas sistem keuangan Indonesia.
Penanganan secara masif, sistemik, dan terintegrasi antara pemangku kepentingan
baik dalam maupun luar negeri sangat diperlukan. Dengan demikian diharapkan pola
penanganan terpadu pencucian uang dan pendanaan terorisme antara PPATK
22
dengan pihak pelapor, apparat penegak hukum, regulator, dan Lembaga Pengawas
dan Pengatur (LPP) dapat berjalan dengan baik.
Upaya untuk memperkuat langkah-langkah dalam kerangka pencegahan dan
pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme dirasakan sangat penting,
mengingat kondisi di Indonesia yang memiliki keunikan, baik dalam hal letak geografis,
luas wilayah, serta dinamika masyarakatnya yang sangat rentan atas segala kejahatan
yang bersifat transnasional (transnational crime) yang tidak mengenal batas negara
(cross border crime), dengan modus pelaku yang semakin kompleks, sehingga
memerlukan penanganan dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak, baik
dengan pihak regulator, aparat penegak hukum, maupun dengan pihak pelapor
sebagai pemberi data, serta lembaga nasional dan internasional.
b. Pendanaan Terorisme
keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak
asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang
terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya
nyawa tanpa memandang korban, ketakutan masyarakat secara luas, dan kerugian
harta benda sehingga berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik,
dan hubungan internasional.
Upaya pemberantasan tindak pidana terorisme tidak dapat lagi dilakukan hanya
secara konvensional, yakni dengan menghukum para pelaku tindak pidana terorisme
saja, akan tetapi perlu diikuti upaya lain dengan menggunakan sistem dan mekanisme
penelusuran aliran dana, karena tindak pidana terorisme tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa didukung oleh tersedianya dana untuk kegiatan terorisme tersebut.
Salah satu tren kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilakukan
secara lintas batas adalah dengan menggunakan teknologi digital. Sehingga,
23
Jasa Keuangan, aparat penegak hukum, serta kerja sama internasional untuk
mendeteksi adanya suatu aliran dana yang digunakan atau diduga digunakan untuk
pendanaan kegiatan terorisme.
Pendeteksian dan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan (TKM) yang
berindikasi TPPT merupakan tantangan tersendiri di Indonesia sehingga sosialisasi
dan koordinasi oleh PPATK dan Lembaga yang berwenang, khususnya Densus 88 AT
Polri dan BNPT, kepada Penyedia Jasa Keuangan menjadi sangat penting. Dalam
kurun waktu tahun 2018-2019, terdapat 1.682 LTKM berindikasi TPPT yang dilaporkan
PPATK untuk kemudian dianalisis disampaikan dalam bentuk Hasil Analisis/Informasi
kepada Densus 88 AT Polri, BIN, dan BNPT sebanyak 88 Laporan. PPATK melakukan
kegiatan analisis dalam rangka mendukung proses intelijen (pencegahan) dan
penegakkan hukum, termasuk upaya quick response jika terjadi insiden terorisme,
misalnya Insiden Terorisme di Surabaya pada tanggal 13-14 Mei 2018 dan Insiden
Terorisme di Medan tanggal 13 November 2019. Disamping itu, mengingat TPPT
bersifat transnasional, PPATK juga terus meningkatkan kolaborasinya dengan mitra
kerja di luar negeri (FIU Negara Lain) dengan melakukan pertukaran informasi
sebanyak 82 kali baik secara proaktif maupun berdasarkan permintaan informasi.
Dalam rangka memitigasi risiko secara regional, PPATK juga memprioritaskan
kerjasama pertukaran informasi khususnya dengan FIU Malaysia (Unit Perisikan
Kewangan Bank Negara Malaysia) dan FIU Filipina (Anti-Money Laundering Council),
dimana ketiga FIU ini secara paralel berkoordinasi dengan otoritas yang berwenang di
masing-masing negara.
Inovasi perkembangan teknologi yang sedang menjadi perbincangan hangat saat ini
adalah perkembangan FinTech (Financial Technology). Menurut Financial Stability
Board (FSB), FinTech adalah suatu bentuk inovasi finansial berbasis teknologi yang
dapat dapat menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses atau produk baru dengan
24
efek material terkait pada pasar keuangan, institusi, dan penyedia layanan keuangan.
Sedangkan menurut The National Digital Research Centre (NDRC), fintech
merupakan innovation in financial services (inovasi pada sektor finansial).
Adapun contoh teknologi dibidang keuangan adalah mobile banking, big data dan
jaringan transfer “peer-to-peer”. Teknologi tersebut berhasil memperluas jangkauan
layanan keuangan kepada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki rekening bank
atau tidak terjangkau bank sehingga meningkatkan pendapatan atau standar hidup.
Hal ini sesuai dengan tujuan FinTech sendiri yaitu untuk memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan, mempermudah
transaksi, dan juga meningkatkan literasi keuangan.
Industri FinTech di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat, meskipun
perkembangannya masih dibawah negara-negara seperti China, Hongkong dan India.
Menurut data dari OJK hingga bulan Januari 2019, penyaluran pinjaman untuk FinTech
mencapai Rp25,92 Triliun. Jumlah penyaluran pinjaman ini mengalami kenaikan
sebesar 14,36 % dibandingkan dengan tahun 2018. Jumlah perusahaan FinTech juga
terus bertambah setiap tahunnya, berdasarkan data statistik OJK per tanggal 1
Februari 2019 sudah terdapat 99 perusahaan fintech lending yang terdaftar di OJK
dengan pengguna yang tercatat sebanyak 5,16 juta entitas dan 54 perusahaan fintech
sistem pembayaran yang terdaftar di Bank Indonesia. Dengan demikian tidak
dipungkiri lagi bahwa FinTech telah menjadi pilihan lain bagi masyarakat untuk
mengakses layanan keuangan selain perbankan.
Para investor melihat Indonesia merupakan pasar yang bagus di Asia Tenggara untuk
FinTech. Namun pemerintah dan masyarakat juga harus menyadari resiko yang akan
ditimbulkan oleh FinTech diantaranya adalah penipuan cyber, keamanan data dan
pembobolan privasi. Presiden ADB Takehiko Nakao mengatakan teknologi keuangan
baru yang menyebar dengan begitu cepat adalah teknologi yang sangat menjanjikan
untuk inklusi keuangan. Oleh sebab itu Bank Indonesia memandang inklusi keuangan
dapat ditingkatkan melalui kebijakan yang mendorong inovasi keuangan, dengan
25
infrastruktur dan jaringan digital.
Perlunya peran seluruh stakeholder agar perkembangan Fintech ini tidak dijadikan
sarana bagi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
d. Peredaran Gelap Narkotika dan Obat-obat Terlarang
Narkoba merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena menjadi salah
satu senjata proxy war untuk melumpuhkan kekuatan bangsa. Narkoba menyasar
semua kalangan masyarakat, dan peredarannya bisa melibatkan banyak profesi, mulai
dari petani hingga pesohor. Apalagi, daya rusak narkoba lebih besar daripada tindak
pidana korupsi maupun terorisme. Untuk itu, ancaman narkoba harus ditangani secara
intensif dengan mengoptimalkan seluruh komponen, terutama unsur pemerintah dan
lembaga negara.
Kerugian negara akibat narkoba jauh lebih besar daripada korupsi. Kerugian akibat
korupsi Rp 31 triliun per tahun, sedangkan kasus narkoba bisa menghabiskan dana
Rp 72 triliun per tahun. Tidak hanya itu, dari sisi korban jiwa, narkoba merenggut
nyawa 30-40 orang per hari di Indonesia. Sedangkan korban jiwa akibat terorisme 80
orang per hari di seluruh dunia.
e. Belum dibahasnya usulan PPATK terkait RUU pembatasan transaksi tunai
Penggunaan transaksi tunai cenderung dilakukan oleh para pelaku TPPU sebagai
upaya untuk menghindari pelacakan. Berbagai kasus TPPU di Indonesia khususnya
yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sebagian besar menggunakan transaksi
keuangan tunai.
PPATK sebagai institusi yang mempunyai tugas menganalisis transaksi keuangan
mengusulkan transaksi tunai dibatasi sampai jumlah tertentu. Pembatasan ini
diperlukan agar upaya pencucian uang yang mengarah pada tindak pidana korupsi
dapat dicegah lebih dini.
PPATK berharap ketentuan mengenai pembatasan transaksi tunai ini dapat tertuang
dalam peraturan perundang-undangan. Adanya pembatasan transaksi dalam bentuk
tunai juga akan melindungi masyarakat dari uang palsu dalam transaski yang bersifat
tunai dan mendorong penyelesaian transaksi melalui perbankan. Kebijakan ini
berimplikasi pada perekonomian dalam beberapa aspek seperti meningkatnya jumlah
dan aliran uang masuk ke sistem perbankan. Sebagai akibatnya supply dana yang
dapat disalurkan dan digunakan oleh perbankan baik untuk aktivitas di pasar
keuangan maupun sektor riil akan lebih banyak. Kegiatan ini di satu sisi dapat
meningkatkan aktivitas perekonomian serta meningkatkan kecepatan peredaran uang
(velocity of money).
f. Pandemi COVID-19
Memasuki awal tahun 2020 dunia digemparkan dengan merebaknya virus corona
yang telah menjadi pandemi global. Berawal dari kota Wuhan, China, virus yang
kemudian dikenal dengan nama covid-19 ini menyebar tidak hanya ke seantero negeri,
tetapi seluruh penjuru dunia. Tidak ada satu pun negara yang terbebas dari ganasnya
virus corona ini.
Tak bisa dipungkiri virus corona mengguncang peradaban manusia di dunia. Setiap
negara melalui otoritasnya meminta rakyatnya untuk tetap di rumah, menjaga jarak
baik secara fisik (physical distancing) maupun sosial (social distancing) bahkan
melakukan lockdown (karantina wilayah) untuk menghambat penyebaran virus corona.
Bukan hanya sekadar imbauan tetapi peraturan dan larangan keras untuk melakukan
aktivitas di luar rumah.
Virus corona yang mewabah di berbagai penjuru dunia dan langkah-langkah preventif
yang dilakukan tentu menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan
masyarakat dunia. Lantas, bagaimana dampak dari pandemi corona ini yang tentu
27
membekas dalam kehidupan masyarakat, atau bahkan menimbulkan kondisi yang tak
lagi sama dengan sebelumnya.
distancing) mendorong meningkatnya penggunaan transaksi non tunai mendorong
PPATK untuk lebih mewaspadai pola transaksi yang memanfaatkan perkembangan
Fintech. Begitu pula dengan besarnya dana pemerintah (APBN) yang digunakan untuk
penanganan dampak covid-19 berupa pengadaan barang dan jasa yang yang rawan
diselewengkan atau dikorupsi menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga keuangan
negara dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penerapan sistem kerja Work From Home (WFH) juga memberikan dampak dan
perubahan yang signifikan terhadap pola kerja di PPATK, secara otomatis pandemi
Covid-19 dapat mengurangi produktivitas HA dan HP, dikarenakan adanya sifat
kerahasiaan data terkait dalam proses analisis dan pemeriksaan PPATK. Pelaksanaan
wfh ini menjadi tantangan tersediri dalam mempertahankan kinerja PPATK dengan
memanfaatkan tekhnologi informasi yang ada di PPATK antara lain dengan
memfasilitasi akses aplikasi yang dapat dijalankan secara online dari rumah dengan
tetap terjaga kerahasiaan dan keamanan data.
28
Untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai dalam RPJMN 2020-2024, PPATK
menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahun 2020-2024 dengan berpedoman pada visi
Presiden dan tema RPJMN 2020-2024. Renstra PPATK disusun sesuai tugas dan fungsi
PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dengan fokus pada
meningkatkan pemanfaatan produk-produk utama PPATK dalam mendukung
penegakkan hukum dan Good Governance, serta secara tidak langsung menjaga sistem
keuangan dari dana ilegal sehingga stabilitas ekonomi dan integritas sistem keuangan
tetap terjaga sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia
sebagaimana arah kebijakan pada RPJP dan RPJMN.
2.1. Visi
29
Visi adalah pandangan jauh ke depan tentang ke arah mana sebuah organisasi akan
dibawa atau gambaran cita-cita apa yang ingin dicapai oleh organisasi. Visi akan
menunjukan suatu kondisi ideal tentang masa depan organisasi yang realistis,
meyakinkan, serta mengandung daya tarik.
Tujuan penetapan visi, yaitu Mencerminkan sesuatu yang akan dicapai organisasi,
memiliki orientasi pada masa depan, menimbulkan komitmen tinggi dari seluruh jajaran
dan lingkungan organisasi, menentukan arah dan fokus strategi organisasi yang jelas,
menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi.
eksternal, maka Visi PPATK tahun 2020-2024 adalah:
Mewujudkan stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia melalui
pencegahan dan pemberantasan TPPU guna mewujudkan Indonesia maju yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong.
Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan
kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas
pertumbuhan. Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian
berusaha bagi para pelaku ekonomi yang juga mempengaruhi tingkat investasi di
Indonesia. Tingkat investasi dapat meningkat di suatu negara apabila adanya
kepercayaan dari investor bahwa iklim insvestasi yang baik di dalam negeri diantaranya
adalah integritas sistem keuangan yang bebas dari praktek pencucian uang maupun luar
negeri. Kepercayaan ini dapat muncul apabila suatu negara memiliki tatanan regulasi dan
pengawasan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dunia internasional, sehingga
rasa aman dalam berinvestasi dapat dirasakan oleh para investor. Terwujudnya
efektifitas pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia dijadikan
sebagai sasaran strategis PPATK, dimana dengan terciptanya keefektifan pencegahan
dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia dapat menimbulkan rasa aman dan
percaya para inverstor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Terwujudnya iklim
investasi yang baik sehingga terjadi peningkatan investasi merupakan salah satu hal
yang mendukung terwujudnya struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya
saing, dimana hal ini merupakan salah satu misi presiden tahun 2020-2024 yang terdapat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Commented [PK1]: Dengan memberikan pengertian dari masing-masing kata penting dalam visi seperti apa yang dimaksud stabilitas perekonomian dan integritas system keuangan…dan bagaimana dapat dilakukan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU..dengan pembaca akan mudah mengerti yang dimaksud
30
Selain dapat mendorong meningkatkan investasi visi PPATK melindungi negara dari
pemanfaatan sistem keuangan dari tindak pidana asal. Dimana Hasil TPPU diperoleh
berasal dari 26 tindak pidana asal yaitu : (korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang
pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di
bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak pidana lain yang
diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia), sehingga apabila visi PPATK dapat terwujud maka PPATK turut mendukung
misi presiden dan wakil presiden nomor 6 yaitu penegakkan sistem hukum yang bebas
korupsi, bermartabat dan terpercaya dan juga misi nomor 8 yaitu pengelolaan
pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya.
2.2. Misi
Sedangkan misi adalah segala sesuatu (strategi, tindakan) yang harus dilakukan untuk
mewujudkan visi. Misi organisasi merupakan tujuan dan alasan berdirinya sebuah
organisasi dan menjadi pedoman dan arahan dalam mencapai tujuan organisasi.
Dengan memperhatikan isu-isu strategis serta pemetaan lingkungan internal dan
eksternal, maka Misi PPATK tahun 2020-2024 adalah:
PPATK melaksanakan misi Presiden dan Wakil Presiden ke-2, ke-6 dan ke-8, yaitu
yakni Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing, penegakkan
sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, serta pengelolaan
pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya dengan uraian sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemanfaatan hasil analisis, hasil pemeriksaan, hasil riset, dan
rekomendasi kebijakan dalam TPPU dan TPPT.
2. Meningkatkan peran serta dan sinergi pemangku kepentingan secara optimal
di lingkup nasional maupun internasional.
3. Meningkatkan keandalan sistem informasi dalam mencegah dan
memberantas TPPU dan TPPT.
4. Meningkatkan kapabilitas sumber daya anti pencucian uang serta tata kelola
kelembagaan PPATK.
2.3. Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran dan operasionalisasi atas pernyataan misi yang akan
dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu satu sampai dengan lima tahun. Tujuan ini
disusun berdasarkan hasil identifikasi potensi dan permasalahan yang akan dihadapi
dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi PPATK.
Tujuan PPATK tahun 2020-2024 adalah :
Memperkuat rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.
2.4. Sasaran Strategis
Sasaran strategis merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan, yang dirumuskan
secara spesifik dan terukur untuk dapat dicapai dalam kurun waktu lebih pendek dari
32
tujuan. Sasaran strategis merupakan ukuran pencapaian dari tujuan serta bagian integral
dari proses perencanaan strategis dan ditetapkan untuk dapat menjamin suksesnya
pelaksanaan jangka menengah yang bersifat menyeluruh, serta untuk memudahkan
pengendalian dan pemantauan kinerja organisasi.
TUJUAN PPATK SASARAN STRATEGIS
NO. SASARAN STRATEGIS
Financial Integrity Index.
Commented [PK2]: Struktur organisasi pada PPATK dapat diberikan di bagian ini untuk memberi gambaran kepada pembaca bagaimana struktur PPATK, dan bagaimana sasaran strategis diturunkan pada program dan kegiatan berdasarkan es 1 dan es 2 Pada program, unit kerja yang bertanggung jawab adalah es 2 seperti pusdatin, biro umum dll. Apakah ada level es 1?
33
NO. SASARAN STRATEGIS
1. Meningkatnya
pemberantasan TPPU
dan TPPT.
layanan hukum PPATK.
3. Meningkatnya peran
pihak pelapor dalam
Analisis.
pemberantasan TPPU
3. Meningkatnya
manajemen organisasi
dan ketatalaksanaan
Indonesia).
*)Untuk unit kerja inspektorat, pusdiklat dan PTI tidak memiliki Eselon 1 sehingga salah satu sasaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan ada yg
dijadikan sebagai sasaran program dan indikator kinerja program.
Struktur Organisasi PPATK
KERANGKA KELEMBAGAAN PPATK
Dalam RPJMN 2020-2024 yang memiliki tema “Terwujudnya Indonesia Maju yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, pemerintah
menyusun 7 (tujuh) agenda pembangunan RPJMN IV tahun 2020-2024, salah satunya
adalah dengan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas.
Pembangunan ekonomi dalam lima tahun ke depan diarahkan untuk meningkatkan
ketahanan ekonomi yang ditunjukkan oleh kemampuan dalam pengelolaan sumber daya
ekonomi, dan dalam menggunakan sumber daya tersebut untuk memproduksi barang
dan jasa bernilai tambah tinggi untuk memenuhi pasar dalam negeri dan ekspor. Hasilnya
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan yang berkualitas yang ditunjukkan dengan
keberlanjutan daya dukung sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk peningkatan
kesejahteraan secara adil dan merata.
Selain itu terdapat beberapa tantangan perekonomian yang akan dihadapi tahun 2020-
2024 antara lain ketidakpastian global, pertumbuhan ekonomi yang stagnan, defisit
transaksi berjalan yang meningkat, revolusi industry 4.0 dan ekonomi digital.
Menghadapi tantangan tersebut peningkatan inovasi dan kualitas investasi merupakan
modal utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, berkelanjutan
dan mensejahterakan secara adil dan merata.
Pembangunan ekonomi akan dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu: (1)
pengelolaan sumber daya ekonomi, dan (2) peningkatan nilai tambah ekonomi.
Arah kebijakan dalam rangka peningkatan nilai tambah ekonomi pada tahun 2020-2024
salah satunya adalah penguatan pilar dan daya saing ekonomi yang dilaksanakan
dengan strategi pendalaman sektor keuangan. Pendalaman sektor keuangan, baik
konvensional maupun syariah dilaksanakan dengan harmonisasi dan penguatan
41
keuangan, prinsip kehati-hatian, serta pencegahan dan pemberantasan TPPU.
PPATK sebagai bagian dari Pemerintah, mendukung kebijakan Pemerintah yang
tertuang dalam RPJMN 2020-2024 sesuai dengan tugas dan fungsinya yang dalam hal
ini ikut berperan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas
dengan cara mencegah dan memberantas TPPU dengan menjaga agar dana ilegal atau
dana hasil kejahatan tidak masuk dalam sistem keuangan yang berpotensi mengganggu
stabilitas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia.
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi PPATK
NO. ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
terorisme.
tipologi.
Pemeriksaan untuk advisory role PPATK
terhadap pemerintah dan Lembaga
pengembangan tematik, mutakhir, strategis,
Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU dalam
pencegahan dan pemberantasan
TPPU dan TPPT
TPPT yang efektif dan kolaboratif antar
instansi.
pendanaan terorisme melalui Komite
Koordinasi Nasional Pencegahan dan
memberikan rekomendasi pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan TPPT.
dan pemberantasan TPPU dan TPPT tahun
2024-2044.
Pencucian Uang dan Pencegahan
relevan dengan perkembangan pencegahan
nasional maupun global.
aparat penegak hukum, pihak pelapor
maupun instansi lainnya.
uang dan pendanaan terorisme 2024-2044.
4. Peningkatan pemahaman
masyarakat terhadap kerentanan
1. Penguatan dukungan pemangku
kepentingan dan masyarakat dalam
TPPT.
kampanye pencegahan dan pemberantasan
outreach dengan memperhatikan segmentasi
pencegahan dan pemberantasan
TPPU dan TPPT
berkualitas dan memiliki daya ungkit dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan
TPPT yang berkualitas dan mudah diakses.
6. Peningkatan kualitas layanan
pemberantasan TPPU dan TPPT
pemberantasan TPPU dan TPPT.
ahli PPATK.
strategi pembinaan pihak pelapor
1. Penguatan database pelaporan.
pelaporan pihak pelapor.
pengawasan kepatuhan terhadap pihak
pelapor.
mitigasi risiko TPPU dan TPPT pada pihak
pelapor.
sebagai focal point dalam
1. Perluasan kerjasama dengan instansi terkait
dalam rangka ekstensifikasi data untuk
mendukung proses analisis, pemeriksaan,
terkait dalam rangka pemenuhan
membangun sinergi antar-instansi dalam
pendanaan terorisme.
Indonesia/PPATK dalam hubungan
regional dan internasional
internasional untuk membuka akses
dengan FIU/Negara lain.
untuk kepentingan Indonesia.
Pemeriksaan PPATK.
analisis dan pemeriksaan berbasis risiko.
3. Pelaksanaan analisis dan pemeriksaan
sistemik dan tematik.
Pemeriksaan PPATK
aparat penegak hukum.
perkara TPPU, tindak pidana terorisme, dan
tindak pidana lainnya.
lanjut atas produk intelijen PPATK yang telah
disampaikan aparat penegak hukum maupun
instansi terkait.
keamanan teknologi informasi PPATK.
informasi PPATK.
informasi PPATK.
13. Transformasi kelembagaan PPATK 1. Pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
yang berkelanjutan.
Pemerintah dalam mendukung kualitas
4. Penguatan kapabilitas sumber daya manusia
PPATK.
anggaran, dan aset PPATK.
proses bisnis.
rerangka regulasi yang akan dibentuk dan diarahkan untuk mendukung tercapainya
sasaran pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2020-2024.
Kerangka regulasi disusun sebagai instrumen untuk memecahkan permasalahan yang
penting, mendesak, dan berdampak besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan
nasional. Kerangka regulasi PPATK tahun 2020-2024 disusun dan diarahkan untuk
memfasilitasi, mendorong, dan/atau mengatur seluruh pemangku kepentingan terkait
dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia.
Dalam kurun waktu tahun 2020-2024, PPATK akan menyusun beberapa peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
TPPT, meliputi :
3. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU.
Diharapkan dalam kurun waktu lima tahun kedepan, semua usulan rancangan
peraturan perundang-undangan diatas dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
pengelolaan sumber daya manusia secara kualitas maupun kuantitas.
Pengembangan organisasi merupakan salah satu pilihan kebijakan yang diambil dalam
lima tahun mendatang. Pengembangan organisasi dimaksudkan untuk menyelaraskan
antara sasaran strategis yang akan dicapai dengan organisasi PPATK.
PPATK akan melakukan langkah-langkah prioritas dalam penyempurnaan organisasi
yang mencakup antara lain:
1. Melakukan peninjauan kembali terhadap kedudukan, tugas dan fungsi unit-unit
organisasi. Melalui peninjauan ulang ini, dapat diidentifikasi tugas dan fungsi unit-
unit kerja yang perlu dipertajam, ditambahkan, dikurangi atau dialihkan ke unit kerja
lainnya.
2. Pembentukan unit-unit kerja yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan
efektifitas pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Kebutuhan terhadap
pembentukan unit kerja baru ini mencakup antara lain unit, unit penelitian dan
pengembangan dan kemungkinan adanya kantor-kantor perwakilan di daerah.
3. Pemisahan satu unit kerja menjadi dua unit yang terpisah dalam rangka
mempertegas ruang lingkup tugas dan fungsi. Pemisahan ini juga dimaksudkan
47
untuk meningkatkan efektifitas dari unit kerja tersebut.
4. Penggabungan unit kerja dalam rangka efektivitas tugas dan fungsi. Hal ini juga
dengan mempertimbangkan hasil kajian terlebih dahulu, sehingga upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dapat berhasil dengan lebih
efektif dan efisien.
Seiring dengan perkembangan organisasi PPATK, maka dalam lima tahun kedepan juga
akan diperhatikan adanya peningkatan kebutuhan kualitas dan jumlah sumber daya
manusia. Langkah-langkah prioritas yang dijalankan dalam rangka memenuhi kebutuhan
SDM ini antara lain adalah :
1. Implementasi jabatan fungsional pada seluruh fungsi PPATK.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kompetensi individu Sumber Daya Manusia sesuai standar kompetensi jabatan
yang didudukinya.
3. Melakukan analisis beban kerja (ABK) dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan
peningkatan jumlah sumber daya manusia PPATK.
Untuk dapat mewujudkan visi dan misi serta orientasi dari ketatalaksanaan, maka
penyempurnaan tatakelola ini harus terus dilakukan dan dilengkapi. Kerangka
kelembagaan yang dibutuhkan dalam rangka mendukung pelaksanaan visi dan misi
serta menerapkan reformasi birokrasi mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. Peningkatan koordinasi antara pemangku kepentingan dalam rangka mencegah dan
memberantas TPPU yang melibatkan Kementerian/Lembaga yang yang berkaitan
dengan penegakkan hukum.
masyarakat dan pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan
memberantas TPPU dan TPPT. Skema restrukturisasi dan reorganisasi sebagai
antisipasi dan penanganan terhadap berkembangnya modus dan jumlah pelaku
TPPU.
3. Mengembangkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme termasuk sertifikasi.
2. Meningkatnya kapasitas struktur dan tata kerja unit-unit organisasi dengan postur
organisasi yang right sizing untuk mewujudkan PPATK yang lebih profesional,
efektif, efisien, dan adaptif terhadap perubahan.
3. Terwujudnya penguatan kelembagaan dalam merespon dinamika kebutuhan
masyarakat dan pemangku kepentingan.
4.1. Target Kinerja Level Program
NO. SASARAN PROGRAM INDIKATOR KINERJA
PROGRAM
TARGET
I Program Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT
1 Meningkatnya
2 Penguatan regulasi serta
49
PROGRAM
TARGET
layanan hukum di bidang
3 Meningkatnya peran
pihak pelapor dalam
4 Meningkatnya kapabilitas
2. Indeks kepuasan
5 Meningkatnya kerjasama
2. Persentase rekomendasi
6 Meningkatnya
kemanfaatan produk
intelijen keuangan
50
PROGRAM
TARGET
PPATK dalam
pencegahan dan
pemberantasan TPPU,
7 Meningkatnya kualitas
sistem teknologi informasi
II Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
1 Meningkatnya kapabilitas
2 Meningkatnya peran
Aparat Pengawas Internal
3 3 3 4 4
*) Untuk unit kerja inspektorat, pusdiklat dan PTI tidak memiliki Eselon 1 sehingga salah satu sasaran kegiatan dan indikator ki nerja kegiatan ada yg
dijadikan sebagai sasaran program dan indikator kinerja program.
4.2. Target Kinerja Level Kegiatan
NO. KEGIATAN SASARAN
I Program Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT
1 Pengelolaan Bidang
2. Meningkatnya
kualitas layanan
hukum PPATK.
2 Pelaksanaan
Kerjasama dan
Humas PPATK
1. Meningkatnya
2. Meningkatnya
3. Meningkatnya
4. Meningkatnya
52
5. Meningkatnya
3 Pengelolaan
Teknologi Informasi
2. Indeks kualitas
2. Meningkatnya
kualitas sistem
4 Pengawasan
Kepatuhan Pihak
5 Pengawasan
6 Analisis Transaksi
7 Pemeriksaan dan
2. Meningkatnya
53
8 Pendidikan dan
2. Indeks
2. Meningkatnya
II Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
1 Pengawasan Internal PPATK
Persentase pemenuhan standar AAIPI (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia).
70 75 80 90 90
2. Meningkatnya peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah dalam mendukung peningkatan kinerja PPATK
Nilai Internal Audit Capability Model (IA-CM) internal audit PPATK. *)
3 3 3 4 4
2 Pengelolaan
Perencanaan dan
Keuangan PPATK
Meningkatnya kualitas
pengelolaan kinerja
dan keuangan
2. Nilai Sistem
3 Pengelolaan SDM,
2. Meningkatnya
4 Pengelolaan
2. Indeks tata
3. Indeks
3.50 3.75 4.00 4.50 4.75
*)Untuk unit kerja inspektorat, pusdiklat dan PTI tidak memiliki Eselon 1 sehingga salah satu sasaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan ada yg
dijadikan sebagai sasaran program dan indikator kinerja program.
55
KEMENTERIAN LEMBAGA : PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
KODE PROGRAM/ KEGIATAN
Belanja Operasional
14.147.591.000
3379 Pengelolaan Bidang Hukum
11.621.105.000
10.150.000.000
10.856.689.750
11.639.520.000
12.346.209.750
41.200.000.000
59.199.621.000
59.199.621.000
59.199.621.000
59.199.621.000
1.600.000.000
1.600.000.000
1.600.000.000
1.600.000.000
1.600.000.000
3383
3.000.000.000
2.500.000.000
2.500.000.000
2.345.309.100
2.345.309.100
3384
2.250.000.000
2.250.000.000
2.333.142.586
2.333.142.586
2.418.730.541
12.000.000.000
10.000.000.000
9.008.096.000
9.225.452.278
9.283.597.849
56
3365
Pendidikan dan Pelatihan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
14.147.591.000
11.149.385.000
20.523.270.000
6.600.000.000
20.784.804.390
7.462.371.562
21.054.184.812
8.595.653.439
21.331.646.646
7.111.845.282
3374 Pengawasan Internal PPATK
64.546.870.000
744.544.000
128.508.512.000
800.000.000
132.363.767.360
800.000.000
136.334.680.381
800.000.000
140.424.720.792
800.000.000
3376
13.200.000.000
11.300.000.000
11.577.533.333
11.855.066.667
12.132.600.000
3377
19.919.608.000
18.462.311.000
25.915.142.000
18.327.000.000
25.915.142.000
18.327.000.000
25.915.142.000
18.327.000.000
25.915.142.000
18.327.000.000
98.614.069.000 118.027.345.000 174.946.924.000 126.326.621.000 179.063.713.750
127.264.454.231 183.304.007.193 129.520.765.069 187.671.509.438 129.164.913.522
Jumlah kerangka pendanaan 2020- 2024 pada Program 078.01.06
99.168.081.000 115.822.891.000 116.744.725.288 118.992.883.214 118.636.960.168
Jumlah kerangka pendanaan 2020- 2024 pada Program 078.01.01
117.473.333.000 185.450.654.000 189.583.442.693 193.831.889.047 198.199.462.792
Jumlah total kerangka pendanaan 2020-2024
216.641.414.000 301.273.545.000 306.328.167.981 312.824.772.262 316.836.422.960
57
Risiko yang ditimbulkan oleh pencucian uang terhadap reputasi dan integritas sistem
keuangan suatu negara sangat signifikan. Oleh karena itu, seluruh instansi pemerintah
dan lembaga keuangan harus bekerja sama untuk mengembangkan program-program
dan sistem pengendalian internal di bidang anti pencucian uang dan memerangi
pendanaan terorisme. Program-program tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga unsur,
yaitu pencegahan, pemberantasan, dan kerja sama antarinstansi dalam negeri maupun
luar negeri. Unsur-unsur pencegahan dalam efektivitas rezim AML terlihat dari penerapan
Prinsip Mengenal Pengguna Jasa (PMPJ) oleh Pihak Pelapor, pelaporan transaksi
keuangan yang mencurigakan, dan pengawasan kepatuhan.
Tantangan yang dihadapi oleh PPATK pada masa mendatang semakin besar karena
pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat transnasional (transnational crime)
dan tidak mengenal batas negara (cross border crime) yang diakibatkan oleh berbagai
kejahatan, antara lain korupsi, terorisme, kejahatan perpajakan, kejahatan pasar modal,
kejahatan perbankan, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, perusakan
lingkungan, maupun kejahatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) UU
Nomor 8 Tahun 2010.
Selain itu, harapan masyarakat terhadap upaya penegakkan hukum di Indonesia untuk
mengungkap kasus-kasus TPPU relatif sangat tinggi. Dengan demikian, diperlukan
strategi, kebijakan, dan langkah-langkah konkrit dalam upaya menjawab tantangan dan
harapan masyarakat tersebut melalui pelaksanaan program dan kegiatan yang berbasis
kinerja, serta berorientasi pada capaian hasil (outcome) maupun dampak (impact) bagi
pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia.
Renstra PPATK Tahun 2020-2024 disusun dengan memperhatikan kondisi lingkungan
dan sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui RPJMN 2020-2024.
1. Renstra PPATK Tahun 2020-2024 merupakan panduan pelaksanaan tugas dan
58
fungsi PPATK untuk lima tahun mendatang yang berfungsi sebagai berikut:
2. Menjadi dasar dalam penyusunan rencana kerja dan kinerja seluruh unit kerja
di lingkungan PPATK;
3. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar unit kerja di
lingkungan PPATK;
5. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dengan
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
berkelanjutan; dan
7. Menjadi dasar dalam penilaian kinerja seluruh jenjang jabatan/unit struktural
PPATK sampai dengan level individu.
Keberhasilan pelaksanaan Renstra PPATK Tahun 2020-2024 sangat ditentukan oleh
kesiapan kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia, sumber pendanaan,
dan komitmen seluruh pimpinan dan pegawai PPATK.
Oleh karena itu, semua unit kerja diharapkan dapat melaksanakannya secara akuntabel
dan selalu berorientasi pada peningkatan akuntabilitas kinerja PPATK. Selain hal
tersebut, untuk menjamin pelaksanaan keberhasilan pelaksanaan Renstra PPATK Tahun
2020-2024, PPATK akan melakukan evaluasi setiap tahun dan apabila diperlukan dapat
dilakukan revisi muatan Renstra PPATK Tahun 2020-2024.