27
TUGAS REFRAT KELOID Pembimbing : dr. BUDI YUWONO Sp.B Diajukan oleh : Retno Ageng Cahyaningtyas, S.Ked (J5000 800 53) KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH DI RSUD SUKOHARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

Refrat Keloid 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keloid

Citation preview

Page 1: Refrat Keloid 2

TUGAS REFRAT

KELOID

Pembimbing :

dr. BUDI YUWONO Sp.B

Diajukan oleh :

Retno Ageng Cahyaningtyas, S.Ked

(J5000 800 53)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU BEDAH DI RSUD SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SURAKARTA

2012

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: Refrat Keloid 2

A. Latar Belakang

Keloid adalah pertumbuhan jaringan ikat padat hiperproliferatif

jinak akibat respon penyembuhan luka abnormal. Keloid terjadi karena

sintesis dan penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol

pada kulit yang sebelumnya terjadi trauma dan mengalami

penyembuhan luka.1

Keloid berbeda dengan skar hipertrofik karena keloid menyebar

melewati garis batas luka awal, menginvasi kulit normal di sekitarnya,

tumbuh mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi.2

Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog,

terutama karena respon terhadap pengobatan yang bervariasi.

Berbagai metoda terapi telah dilakukan untuk mengobati keloid.

Metoda terapi keloid yang banyak digunakan saat ini adalah

kortikosteroid, pembedahan, radiasi, laser dan silicone gel sheets.3

Keloid sering timbul kembali walaupun telah diterapi dengan berbagai

teknik. Sampai saat ini pun, belum ada baku emas penanganan keloid.4

Oleh karena itu, pemahaman mendasar tentang patogenesis, berbagai

metoda penanganan dan pencegahan kekambuhan keloid penting

untuk dimiliki oleh dokter yang akan menangani kondisi ini.

Bekas luka keloid dan hipertrofik adalah proliferasi jinak dan

fibrosis yang menunjukkan respon penyembuhan luka abnormal pada

individu yang rentan.5 Scar hipertrofi mengikuti sternotomy garis

tengah untuk operasi jantung jarang terjadi, terjadilebih dalam

pigmentasi kulit. Diperkirakan bahwa sampai dengan 4,5% dari

populasi umum menderita hipertrofi jaringan parut.6

Harus dibedakan antara istilah keloid dan parut hipertropik. Pada

parut hipertropik, besar parut masih sesuai dengan lukanya, tidak

pernah melewati batas tepi luka dan pada suatu saat akan mengalami

fase maturasi.7

B. Tujuan Penelitian

Page 3: Refrat Keloid 2

Tujuan pada referat ini adalah pengetahuan tentang patogenesis,

manifestasi klinis, gambaran histopatologis, pencegahan dan terutama

berbagai metode penanganan keloid.

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

Page 4: Refrat Keloid 2

A. Definisi

Keloid merupakan jaringan parut akibat luka atau trauma yang

berkembang berlebihan, menimbul dan melebihi ukuran luka atau

trauma yang terjadi.8 Keloid merupakan tumor jaringan ikat kulit yang

umumnya timbul akibat trauma dan bakat.9

B. Anatomi dan Fisiologi

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan

membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang

dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit

merupakan organ yang paling esensial dan vital serta merupakan

cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga

bergantung pada lokasi tubuh. Pembagian kulit secara garis besar

tersusun atas tiga lapisan utama,10 yaitu :

1. Lapisan epidermis atau kutikel, terdiri atas : stratum korneum,

stratum lusidum,stratum granulosum, stratum spinosum dan

stratum basale (terdiri atas dua jenis sel :sel-sel kolumner dan sel

pembentuk melanin).

2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin). Secara garis besar

dibagi menjadi dua bagian, yakni : pars papillare dan pars

retikulare.

3. Lapisan subkutis (hipodermis) adalah kelanjutan dermis, terdiri atas

jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.

Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang

terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di

subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas

mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang disubkutis dan

di pars papillare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini

pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan

pembuluh darah terdapat saluran getah bening.10

Ada tujuh fungsi utama kulit adalah fungsi proteksi (pelindung

terhadap cedera fisik,kekeringan, zat kimia, kuman penyakit dan

Page 5: Refrat Keloid 2

radiasi), absorpsi, ekskresi, persepsi (faal perasa dan peraba yang

dijalankan oleh ujung saraf sensoris Vater paccini, Meisner,Krause, dan

Ruffini yang terdapat di dermis), pengatura suhu tubuh

(termoregulasiakibat adanya jaringan kapiler yang luas di dermis,

adanya lemak subkutan, dan kelenjar keringat), pembentukan pigmen,

pembentukan vitamin D, dankeratinisasi).10

Gb. Tiga Lapisan Kulit.11

C. Etiologi

Faktor-faktor yang memainkan peran utama dalam pembentukan

keloid adalah predisposisi genetik dan beberapa bentuk trauma kulit.

Kulit atau luka akan menimbulkan ketegangan dan menjadi penyebab

penting dalam pembentukan bekas luka hipertrofik dan keloid. Scar

yang melalui sendi atau lipatan kulit di sudut kanan cenderung untuk

membentuk bekas luka hipertrofik,karena kekuatan disebabkan oleh

ketegangan konstan yang terjadi. Meskipun keloid dapat terjadi pada

semua usia,namun cenderung dialami pada usia pubertas. Bahwa

individu yang lebih muda lebih sering mengalami trauma dan kulit

mereka lebih elastis dibandingkan kulit seseorang yang usianya lebih

tua.

Page 6: Refrat Keloid 2

Kebanyakan keloid dialami seseorang yang berkulit hitam dan itu

disebabkan oleh faktor genetik. Terbentuknya keloid terutama terjadi

pada bagian tubuh dengan konsentrasi melanosit yang tinggi, dan

sangat jarang pada telapak kaki dan telapak tangan. Terbentuknya

keloid juga telah dikaitkan dengan faktor endokrin. Menopause juga

mendorong resesi keloid, sedangkan wanita melaporkan pembesaran

onset keloid selama kehamilan 12

D. Patogenesis

Pemahaman tentang penyembuhan luka normal sangat penting

dalam upaya memahami mekanisme pembentukan keloid. Secara

klasik, penyembuhan luka terbagi dalam tiga fase, yaitu: inflamasi,

fibroblastik dan maturasi.2

Secara umum, keloid timbul setelah cedera atau inflamasi kulit

pada individu yang beresiko. Keloid dapat terjadi dalam jangka waktu

satu bulan sampai satu tahun setelah trauma atau inflamasi. Trauma

kulit pada dermis retikuler atau lapisan kulit lebih dalam lagi

cenderung berpotensi menjadi skar hipertrofik dan keloid. Beberapa

penyebab keloid yang sering dilaporkan adalah: akne, folikulitis,

varicella, vaksinasi, tindik telinga, luka robek dan luka operasi. Luka

kecil sekalipun, bahkan bintil bekas gigitan serangga dapat menjadi

keloid. Injeksi menggunakan jarum ukuran kecil, seperti injeksi

anestesi lokal, biasanya tidak menimbulkan keloid. Keloid dapat terjadi

pada injeksi yang memprovokasi inflamasi, seperti vaksinasi.

Penelitian di Taiwan mendapatkan bahwa 10% remaja mendapat

keloid pada tempat bekas injeksi vaksin Bacil Calmette Guerin (BCG).1

Setelah terjadi trauma/luka, pada lokasi luka terjadi degranulasi

platelet, aktifasi faktor pembekuan dan komplemen, mengakibatkan

pembentukan bekuan fibrin untuk hemostasis. Bekuan ini selanjutnya

Gambar: Keloid linear lateral leher

dekstra.13

Page 7: Refrat Keloid 2

berperan sebagai rangka untuk penyembuhan luka. Degranulasi

platelet menyebabkan pelepasan dan aktifasi sitokin poten termasuk

transforming growth factor-β (TGF-β), epidermal growth factor (EGF),

insulin like growth factor-1 (IGF-1) dan platelet-derived growth factor

(PDGF). Growth factor berfungsi merekrut dan mengaktifkan sel

netrofil, epitel, endotel makrofag, sel mast dan fibroblas.2

Pembentukan jaringan granulasi dan maturasi skar membutuhkan

keseimbangan antara biosintesis kolagen dan degradasi matriks

hingga dicapai penyembuhan luka optimal. Makrofag, fibroblas dan

pembuluh darah bergerak ke tempat luka untuk mengembalikan

integritas dermal yang rusak. Makrofag merupakan sumber sitokin

yang berfungsi untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas

berfungsi membangun komponen matriks ekstraseluler baru, memulai

sintesis kolagen dan menciptakan regangan tepi luka melalui protein

yang kontraktil seperti aktin dan desmin. Pembuluh darah menyuplai

oksigen dan nutrisi untuk mempertahankan pertumbuhan sel.

Degradasi matrik dikoordinasikan melalui aksi kolagenase,

proteoglikanase, metalloproteinase dan protease.14

Seiring dengan proses diatas, faktor antifibrotik juga dilepaskan,

termasuk interferon-α dan interferon-β yang diproduksi oleh leukosit

dan fibroblas, sedangkan interferon-γ diproduksi oleh limfosit T.

Interferon berfungsi menghambat sintesis kolagen dan fibronektin oleh

fibroblas. Interferon juga menghambat diferensiasi fibroblas. Maturasi

skar berakhir dengan dengan regresi stimulasi sitokin dan stimuli

angiogenik, menghasilkan skar yang hiperemis dan contracted. Scar

remodelling terjadi pada 6-12 bulan selanjutnya, dengan skar yang

terbentuk mendekati 70-80% tensile strength kulit normal. Fase

inflamasi yang memanjang mengakibatkan peningkatan aktifitas

sitokin. Resiko pembentukan keloid meningkat seiring dengan aktifitas

sitokin yang berkepanjangan.15

Penelitian lain tentang patogenesis keloid mendapatkan bahwa

pada keloid terjadi down-regulation gen yang terkait apoptosis. Selain

itu pada biakan fibroblas keloid didapatkan produksi kolagen dan

Page 8: Refrat Keloid 2

matriks metalloproteinase lebih besar dibandingkan fibroblas dermal

normal.16

E. Gejala klinis

Manifestasi klinis keloid berupa plak atau nodul kenyal, berwarna

merah atau merah muda (sering disertai telangiektasis), biasanya

gatal dan nyeri, yang tidak dapat pulih secara spontan dan ukurannya

makin lebar seiring dengan waktu.17 Tanda karakteristik keloid adalah

skar tebal berwarna merah di area sternal.18 Lee dkk melaporkan

bahwa dari 28 pasien keloid; 86% mengeluh gatal dan 46% mengeluh

nyeri, gatal terutama pada tepi lesi sedangkan nyeri pada bagian

tengah lesi.19

Gambar: Dua buah keloid di regio presternal, lokasi yang

sering terkena.17

Karena sebab yang belum jelas, keloid sering terjadi pada dada,

bahu, punggung atas, leher belakang dan lobus telinga. Beberapa

peneliti berpendapat bahwa keloid terjadi secara primer pada area

kulit dengan high skin tension. Peneliti lain tidak sependapat dengan

pendapat tersebut karena keloid jarang dijumpai pada telapak tangan

atau kaki, daerah dengan skin tension cukup tinggi. Selain itu keloid

juga sering terjadi pada lobus telinga, daerah dengan skin tension

minimal. Beberapa penulis juga melaporkan kejadian keloid di genital,

dan sudah ada 70 kasus keloid pada kornea yang dilaporkan.1

Page 9: Refrat Keloid 2

F. Histopatolgi

Karakteristik histologis keloid adalah peningkatan kolagen dan

glikosaminoglikan. Terdapat banyak serabut kolagen berhyalin tebal

yang tersusun secara tidak teratur, disebut sebagai keloidal collagen.1

Susunan kolagen yang tidak beraturan ini berbeda dari serabut

kolagen normal yang tersusun secara paralel terhadap epidermis.

Selain itu pada keloid terdapat beberapa gambaran histologis,

diantaranya: tidak adanya pembuluh darah yang tersusun vertikal,

adanya gambaran seperti ujung lidah di bawah epidermis dan papiler

dermis yang tampak normal, gambaran horizontal fibrous band dan

fascia like band di dermis retikuler bagian atas.20

Gambar. Pewarnaan hematoksilin eosin pada paraffin sections jaringan

keloid. Tampak penebalan epidermis dan gambaran seperti ujung lidah

di bawah epidermis dan papiler dermis yang tampak normal. E,

epidermis; D, dermis.20

G. Penatalaksanaan.

Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada

saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan:

Keloid pada wajah

Page 10: Refrat Keloid 2

manipulasi terhadap aspek mekanis penyembuhan luka, koreksi

terhadap ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen,

dan perubahan respon imun/inflamasi.2

Penanganan keloid merupakan masalah yang sulit, karena

rendahnya respon penyembuhan terhadap berbagai terapi dan

cenderung kambuh. Keloid yang hanya diterapi dengan pembedahan

memiliki angka kekambuhan sampai 80%.1

Pada ukuran dan jumlah lesi keloid harus diukur untuk

merencanakan penanganan keloid. Penggolongan ini penting karena

lesi yang kecil (dini) dapat diterapi secara radikal dengan cara

pembedahan dan terapi ajuvan. Terapi laser sebagai monoterapi juga

efektif untuk terapi radikal keloid dini. Terapi konservatif non bedah,

tidak efektif jika digunakan sebagai monoterapi.21

Pasien dengan keloid berukuran besar biasanya disertai infeksi dan

nyeri, sehingga pengurangan ukuran masa keloid dan terapi

simtomatik dengan berbagai modalitas terapi harus dipertimbangkan

kasus per kasus.21

Penanganan keloid yang paling sering digunakan dan paling sering

dilaporkan efikasinya adalah injeksi kortikosteroid intralesi, bedah

eksisi, cryotherapy, laser, radiasi dan silicone gel sheeting. Beberapa

metode penanganan keloid lain lebih jarang digunakan namun secara

efikasi cukup efektif adalah: imiquimod topikal dan antimetabolit (5-

fluorouracil dan bleomisin).

1. Injeksi Kortikosteroid Intralesi

Injeksi kortikosteroid intralesi (KIL) merupakan metoda

penanganan keloid yang paling banyak dilakukan karena mudah

dikerjakan, dapat diterima dengan baik dan efektif mengurangi

gejala. (Hochman dkk, 2008) Triamsinolon asetonid dengan

konsentrasi 10-40 mg/ml, merupakan jenis steroid yang sering

digunakan.15

Secara in vitro triamsinolon asetonid bekerja dengan cara

menghambat pertumbuhan fibroblas. Efek negatif terhadap

mitogenesis fibroblas dan sintesis kolagen mungkin disebabkan oleh

Page 11: Refrat Keloid 2

penurunan produksi TGF-β1 dan peningkatan produksi beta

fibroblast growth factor (bFGF) yang terjadi pada fibroblas yang

diterapi dengan triamsinolon asetonid. Efek antimitotik

kortikosteroid terhadap keratinosit dan fibroblas mengakibatkan

perlambatan proses re-epitelialisasi dan pembentukan kolagen baru.

Kortikosteroid juga menekan inflamasi dengan menghambat migrasi

leukosit, monosit dan fagositosis.

Dosis triamsinolon asetonid yang diperlukan untuk terapi keloid

lebih tinggi daripada untuk penyakit lain. Robles menganjurkan

dosis awal sebesar 40 mg/ml. Injeksi dapat diulang tiap 4-6 pekan

tergantung respons keloid. Injeksi KIL menyebabkan keloid jadi

mendatar, lebih lunak dan meringankan gejala nyeri dan gatal.

Namun injeksi KIL jarang sekali menghasilkan perbaikan komplit dan

bertahan lama.1

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KIL adalah telangiektasis,

atrofi kulit dan hipo atau hiperpigmentasi. Selain itu tindakan injeksi

KIL sendiri merupakan tindakan yang cukup menyakitkan bagi

pasien. Untuk mengurangi nyeri saat injeksi KIL, sebelum injeksi

digunakan salap anestetik eutectic mixture of local anesthetics

(EMLA), dapat juga dengan cara triamsinolon diencerkan dengan

lidokain, atau anestesi dengan cara infiltrasi menggunakan lidokain.

Cara yang terakhir disebutkan lebih efektif dalam mengurangi nyeri

saat injeksi KIL. Karena nyeri saat injeksi dan kekhawatiran terhadap

penggunaan kortikosteroid dosis tinggi secara berulang maka injeksi

KIL sulit digunakan untuk keloid yang berukuran besar atau

berjumlah banyak.22

Page 12: Refrat Keloid 2

2. Bedah Eksisi

Bedah eksisi merupakan cara penanganan keloid yang pertama

kali dikenal. Pertama kali dilakukan oleh Druit di tahun 1844 dan

disempurnakan oleh De Costa pada tahun 1903. Secara umum

pembedahan diperlukan sebagai terapi lini kedua untuk lesi yang

tidak berespon terhadap terapi lain. Selain itu bedah eksisi juga

dilakukan pada lesi keloid yang luas sehingga membutuhkan

debulking lebih dahulu sebelum terapi lain dilakukan.2

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada bedah

eksisi keloid. Semua sumber yang dapat menyebabkan inflamasi,

termasuk folikel rambut yang terperangkap, kista epitelial dan sinus

tract harus dibuang, karena hal tersebut dapat berpotensi menjadi

sumber fibrogenic growthstimuli. Rekonstruksi bedah sedapat

mungkin didesain untuk mengurangi trauma jaringan dan wound

tension, serta mencegah terjadinya dead space, hematom dan

infeksi. Reorientasi skar harus sejajar dengan garis skin tension.2

Jika kulit sekitar eksisi tidak dalam kondisi tension yang

berlebihan, keloid berukuran kecil dapat dieksisi dan luka ditutup

secara primer. Namun jika penutupan primer tidak mungkin

dilakukan dan memerlukan tandur kulit, maka dilakukan eksisi

Page 13: Refrat Keloid 2

keloid dengan meninggalkan daerah berbentuk elips yang akan

ditanamkan tandur kulit. Daerah berbentuk elips ini berfungsi untuk

menurunkan central tensile forces, dan diharapkan dapat

menurunkan kemungkinan untuk kambuh. Tandur kulit full thickness

lebih baik dibanding tandur kulit split thickness, karena

memungkinkan penutupan luka lebih baik dan menyediakan

struktur mikrovaskuler yang cukup untuk meyakinkan terjadi

anastomosis dengan struktur mikrovaskuler host sehingga

mengurangi angiogenesis dan proliferasi fibroblast.2

Bedah eksisi pada kebanyakan kasus keloid bukanlah tindakan

kuratif. Rekurensi setelah tindakan berkisar antara 45% sampai

100%. Karena rekurensi yang tinggi ini, bedah eksisi saja tanpa

terapi tambahan bukanlah terapi terbaik. Eksisi sering

menyebabkan skar yang lebih panjang dari keloid asalnya dan bila

kambuh dapat terjadi keloid yang lebih besar lagi. Injeksi

kortikosteroid intralesi untuk menurunkan angka rekurensi dapat

dilakukan intraoperatif atau pasca eksisi. Umumnya digunakan

triamsinolon asetonid intralesi, dimulai dua minggu setelah eksisi,

dilanjutkan sampai satu tahun atau sampai wound bed tetap sejajar

dengan kulit sekitar selama. Alternatif monoterapi tambahan lain

adalah imiquimod topikal dan terapi radiasi.21

Beberapa peneliti menyebutkan bahwa wound tension yang

berlebihan mungkin menyebabkan pembentukan keloid, oleh karena

itu disarankan penyatuan tepi luka didesain untuk meminimalisir

wound tension. Perawatan seksama harus dilakukan untuk menjaga

wound tension di garis luka supaya tetap relaks, hal ini dicapai

dengan teknik aseptik dan dengan mempertahankan wound

eversion secara optimal.21

3. Radiasi

Mekanisme terapi radiasi dalam mencegah keloid masih sangat

kurang dimengerti. Radiasi diduga mengontrol sintesis kolagen

dengan cara mengeliminasi fibroblas abnormal dan meningkatkan

fibroblas normal yang telah ada. Radioterapi juga dihubungkan

Page 14: Refrat Keloid 2

dengan penghambatan pembentukan neovascular buds dan

proliferating young fibroblasts sehingga menurunkan produksi

kolagen pada fase awal penyembuhan luka. Analisis in vitro terapi

radiasi terhadap fibroblas keloid menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan apoptosis sel tersebut akibat radiasi. Kombinasi

pembedahan dengan radiasi pascaoperasi merupakan metoda yang

lebih efektif untuk mengatasi keloid dibandingkan dengan terapi

radiasi saja. Tingkat keberhasilan kombinasi ini bervariasi antara 67

sampai 98% dengan angka rekurensi turun sampai dibawah 20%.

Radiasi biasanya dimulai segera setelah pembedahan dengan dosis

total tidak lebih dari 20 Gy selama beberapa kali pemberian. Guix

dkk menyimpulkan bahwa terapi radiasi dengan menggunakan high-

dose-rate brachyterapy lebih efektif dibanding superficial x-ray atau

low-energy electron beam.23

Efek samping yang sering terjadi adalah transient erythema

dan hiperpigmentasi. Terapi radiasi memiliki resiko karsinogenesis,

sehingga walaupun resiko ini kemungkinan kecil terjadi pada keloid,

pasien harus tetap diberitahu agar waspada karena secara teori hal

itu mungkin terjadi.1

4. Cryotherapy

Cryotherapy menggunakan refrigerant, sebagai terapi tunggal

atau dikombinasi dengan injeksi KIL telah lama digunakan sebagai

terapi keloid. Metoda aplikasi cryotherapy adalah dengan cara

ditempelkan, disemprotkan, dan disuntikkan intralesi. Dalam sebuah

penelitian randomized clinical trial, Layton dkk mendapatkan bahwa

lesi vaskuler dini berespon lebih baik secara signifikan dibanding lesi

yang lebih besar, sehingga disimpulkan cara ini efektif untuk keloid

berukuran kecil.15

Bahwa kerusakan sel dan mikrovaskuler yang diakibatkan oleh

cryotherapy, secara langsung menyebabkan stasis dan

pembentukan trombus sehingga terjadi nekrosis serta perlunakan

dan pendataran keloid. Secara in vitro, cryotherapy mampu

mengubah sintesis kolagen dan differensiasi keloidal collagen

Page 15: Refrat Keloid 2

menjadi normal. Kelemahan cryotherapy adalah nyeri yang

ditimbulkan cukup berat dan waktu penyembuhan yang lama,

sehingga pasien sering tidak datang kembali. Metoda ini

memerlukan kombinasi dengan cara pengobatan lain. Pada pasien

dengan warna kulit gelap dapat terjadi efek hipopigmentasi, yang

dapat menimbulkan masalah baru.24,1

5. Laser

Mekanisme yang mendasari efek terapi laser pada keloid,

masih belum jelas sepenuhnya. Coagulation necrosis pembuluh

darah akibat efek selective photothermolysis dan efek panas yang

dihasilkan oleh energi laser menyebabkan penghancuran kolagen,

perbaikan susunan serat kolagen, sintesis kolagen baru dan

pelepasan histamin. Nekrosis pembuluh darah juga menyebabkan

penurunan aliran darah kapiler di papila dermis. Kolagen yang baru

terbentuk, bukanlah keloidal collagen melainkan kolagen normal.25

Laser karbondioksida (CO2) merupakan salah satu jenis laser

yang pertama kali digunakan untuk terapi keloid. Pada tahun 1982

continous wave CO2 laser sukses dalam eksisi keloid. Keuntungan

laser adalah bersifat non traumatik dan memiliki efek anti inflamasi.

Namun selanjutnya didapat bahwa eksisi keloid menggunakan

Page 16: Refrat Keloid 2

continous wave CO2 laser yang dilanjutkan dengan penyembuhan

luka sekunder, gagal menekan pertumbuhan dan mencegah

rekurensi keloid. Saat ini laser CO2 digunakan untuk debulking

keloid berukuran besar, sebelum terapi lain dimulai.2

6. Silicone gel sheeting

Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru

dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan skar hipertrofik. Silicone

gel sheet tersebut berupa gel like transparent, flexible, inert sheet

dengan ketebalan 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan

pencegahan keloid ataupun jaringan skar hipertrofik. Lapisan

tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer

polydimethylsiloxane)dan diperkuat dengan silicon

membranebacking. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah

pada jaringan skar atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat

dicuci setiap hari dan dipakai kembali, maksimal sampai 12 hari.

Silicone gel sheet didesain untuk digunakan pada kulit yang intak.

Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka

terbuka atau pada kulit dengan kelainan dermatologi yang

mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet

diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan skar mulai

menunjukkan tanda ke arah berkembangnya jaringan skar

hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk

menderita jaringan skar abnormal, seperti pasien berumur di bawah

40 tahun, riwayat skar hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit

gelap dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera

setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada

luka).1

Pembalutan dengan gel silikon efektif untuk keloid bila

digunakan setelah bedah eksisi, hal ini bertujuan untuk

mencegah kambuhnya keloid. Gel sheets dilaporkan dapat

melembutkan skar dan menurunkan ukuran skar, mengurangi

eritem dan gejala gatal dan nyeri. Silicone gel sheeting sebaiknya

diaplikasikan segera setelah eksisi dan dilanjutkan selama 12 jam

Page 17: Refrat Keloid 2

per hari untuk 1 bulan. Lamanya pemakaian membutuhkan tingkat

kepatuhan pasien yang baik.15

Sebuah penelitian yang membandingkan penggunaan silicone

gel sheeting dengan non silicone gel sheets mendapatkan efektifitas

yang sama antara keduanya dalam mengurangi ukuran skar,

mengurangi indurasi dan mengurangi gejala. Hal ini menyiratkan

bahwa efek yang menguntungkan dari metoda ini sebenarnya

adalah sifat oklusif dari lapisan gel yang dipercaya meningkatkan

hidrasi keloid, bukanlah materi silikonnya.24

7. 5-Fluorouracil

5-Fluorouracil (5-FU), merupakan analog pirimidin yang banyak

digunakan dalam pengobatan kanker dan glaukoma. Dalam sel 5-FU

dikonversikan menjadi substrat aktif yang menghambat sintesis

DNA dengan cara kompetitif terhadap penggabungan urasil.

Penelitian terbaru mendapatkan bahwa 5-FU memiliki efikasi yang

baik untuk menangani keloid. Kemampuan 5-FU untuk untuk

mengganggu TGF-b signaling merupakan dasar penggunaan 5-FU

untuk menghambat pembentukan keloid. Teknik yang digunakan

dalam penelitian efikasi 5-FU terhadap keloid adalah dengan injeksi

intralesi atau menempatkan kain yang sebelumnya direndam

dengan 5-FU selama 5 menit sebelum luka ditutup.

Efek samping yang sering terjadi adalah nyeri di lokasi

injeksi, ulserasi dan rasa terbakar.1

Beberapa terapi baru yang potensial adalah:

1. Panjang gelombang ultraviolet A(340-400 nm, UVA1), dapat

membantu mencegah kekambuhan setelah eksisi keloid

melalui kemampuannya untuk mengurangi sel mast.

2. Quercetin, flavonol, telah berhasil ditemukan untuk

menghambat proliferasi dan kontraksi fibroblas dari bekas

luka yang berlebihan.

3. Sedangkan Prostaglandin E2 (Dinoprostone) berfungsi

untuk mengembalikan perbaikan luka yang normal.

Page 18: Refrat Keloid 2

4. Pada Zat pemutih yang kuat karena keloid belum

ditemukan dialbinos dan mengalami penurunan ketika

vitiligo berkembang pada kulitas keloid.

5. Sebuah selmast inhibitor ampuh karena sel mast tidak

hanya meningkat pada keloid, tetapi juga memiliki

hubungan yang kuat dengan fibroblas diantara inflamasi

dan stabil keloid. Daerah regresi contral dari keloid tidak

memiliki keintiman sel fibroblast-mast.

6. Terapi gen.26

Krioterapi digunakan nitroge liquid yang mempengaruhi

mikrovaskularisasi dan menyebabkan kerusakan sel melalui kristal

intrasel yang mengakibatkan anoksia sel. Penggunaan krioterapi

tanpa modalitas tanpa modalitas terapi yang lain menghasilkan

resolusi tanpa rekurensi pada 51 74% pasien setelah 30 bulan

observasi. Eksisi Rekurensi dapat terjadi sekitar 45-100% pada

pasien dengan terapi eksisi tanpamodalitas terapi lain seperti

radioterapi atau injeksi kortikosteroid post eksisi.

Terapi laser dapat digunakan laser karbon dioksida, laser argon

atau YAG laser. Dengan laser karbon dioksida, lesi dapat terpotong

dan terbakar dengan trauma jaringan yang minimal.

H. Pencegahan

Pencegahan pembentukan keloid merupakan faktor penting yang

harus diperhatikan dalam penanganan keloid. Klinisi harus waspada

terhadap faktor resiko keloid, termasuk riwayat keloid, riwayat keloid

dalam keluarga, tension di lokasi trauma dan warna kulit gelap. Keloid

timbul jika sebelumnya terjadi cedera kulit walaupun cedera tersebut

ringan sekali. Keloid juga dapat berasal dari proses inflamasi yang

lemah, termasuk akne dan injeksi. Perhatian khusus harus diberikan

ketika mengobati pasien dengan riwayat keloid. Faktor yang dapat

dikelola untuk mencegah terjadinya keloid adalah daya mekanik luka

(stretching tension), pencegahan infeksi luka dan reaksi benda asing.21

Beberapa hal penting untuk mencegah keloid adalah:

Page 19: Refrat Keloid 2

1. Hindari gerakan berlebihan yang dapat meregangkan luka

2. Gunakan perban dan kain pembalut luka dengan tepat.

3. Hindarkan luka dari daya mekanis langsung (misalnya gesekan dan

garukan)

4. Gunakan gel sheeting dan plester perekat.

5. Untuk pasien dengan luka di telinga, kurangi kontak dengan bantal

ketika tidur, untuk mencegah gesekan.

6. Untuk pasien wanita dengan luka di dada, gunakan bra dan

pakaian dalam ketat untuk mencegah regangan kulit yang

disebabkan oleh berat payudara.

7. Untuk pasien dengan luka di supra pubik, dianjurkan untuk

memakai korset.

8. Setelah pembedahan dan trauma, luka yang terjadi harus dijaga

tetap bersih dengan cara melakukan irrigasi dan mengoleskan obat

antibakteri atau anti jamur.

9. Setelah pembedahan dan trauma, hindari kontak antara dermis

daerah luka (termasuk lubang tindik telinga) dengan benda

asing.27,21

BAB III

KESIMPULAN

Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog.

Beberapa metoda terapi telah digunakan dengan tingkat keberhasilan

bervariasi. Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada

saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan

manipulasi terhadap aspek mekanis penyembuhan luka, koreksi terhadap

ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen, dan perubahan

respon imun/inflamasi. Berbagai metoda terbaru, seperti penggunaan

antineoplastic agent, hasilnya cukup baik dan menjanjikan. Terdapat

algoritma penanganan yang cukup baik, namun diskusi dengan pasien

Page 20: Refrat Keloid 2

untuk menentukan tujuan akhir terapi merupakan hal penting yang harus

dilakukan dalam menangani keloid.

DAFTAR PUSTAKA

.1. Robles, D.T., Berg, D. 2007. Abnormal wound healing: keloids.

Clinics in Dermatology 25:26-32.2. Urioste, S.S., Arndt, K.A., Dover, J.S. 1999. Keloids and

hypertrophic scars: Review and treatment strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery 18(2):159-71

3. Durani, P., Bayat, A. 2008 Level of evidence for the treatment of keloid disease. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery 61:4-17

4. Sridharani, S.M., Magarakis, M., Manson, P.N., Singh, N.K., Basdag, B., Rosson, G.D. 2010. The emerging role of antineoplastic agents in the treatment of keloids and hypertrophic scars. Annals of Plastic Surgery 64:355-61

Page 21: Refrat Keloid 2

5. Kose O, Waseem A: Keloids and Hypertrophic Scars: Are They Two Different Sides of the Same Coin? Dermatol Surg 2008. http://www.cardiothoracicsurgery.org.

6. Atiyeh BS: Nonsurgical Management of Hypertrophic Scars: Evidence Based Therapies, Standard Practices, and Emerging Methods. Aesthetic Plast Surg 2007, 31(5):468-92. http://www.cardiothoracicsurgery.org.

7. Sjamsuhidayat R & Wim de jong. 20012.Buku Ajar Ilmu bedah edisi III. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

8. Sjamsoe Daili. E,dkk. 2005. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia.

9. Siregar, RS, Dr. SpKK . 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.

10.Moore, KL. 2002. Anataomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates11. Tedd woods. 2012. www.skinlayer.net/3-layers-of-skin12. DOLORES WOLFRAM, MD, .2009.Hypertrophic Scars and

KeloidsFA Review of Their Pathophysiology, Risk Factors, and Therapeutic Management . www.theaaams.com/wp.../12/Kelloids-rx.pdf

13. Paul A.K . 2004. Medical and surgical therapies for keloids. http://www.ncbi.nlm.nih.gov.

14. Ulrich, D., Ulrich, F., Unglaub, F., Piatkowski, A., Pallua, N. 2010. Matrix metalloproteinases and tissue inhibitors of metalloproteinases in patients with different types of scars and keloids. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery 63:1015-21

15. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P. 2008. Current progress in keloid research and treatment. J Am Coll Surg 206:731-41.

16. Steifert, O., Mrowietz, U. 2009. Keloid scarring: bench and bedside. Arch Dermatol Res 301:259-72

17. Harting, M., Hicks, M.J., Levy, M.L. 2008. Dermal hypertrophies. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fizpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7thed. New York: The McGraw-Hill Companies, 553-4

18. Shelley, B.W., Shelley, E.D. 1992. Scar. Dalam: Advanced dermatologic diagnosis. 1st ed. Philadelphia:WB Saunders Company, 1153-6

19. Lee, S., Yosipovitch, G., Chan, Y., Goh, C. 2004. Pruritus, pain, and small nerve fiber function in keloids: A controlled study. J Am Acad Dermatol 51:1002-6.

Page 22: Refrat Keloid 2

20. Ong, C.T., Khoo, Y.T., Mukhopadhyay, A., Masilamani, J., Do, D.V., Lim, J., dkk. 2010. Comparative proteomic analysis between normal skin and keloid scar. British Journal of Dermatology 162:1302-15.

21. Ogawa, R. 2010. The most current algorithms for the treatment and prevention of hypertrophic scars and keloids. Plast Reconstr Surg 125:557-68.

22. Hochman, B., Locali R.F., Matsuoka, P.K., Ferreira, L.M. 2008. Intralesional Triamcinolone Acetonide for Keloid Treatment:A Systematic Review. Aesth Plast Surg 32:705-9

23. Speranza, G., Sultanem, K., Muanza, T. 2008. Descriptive study of patients receiving excision and radiotherapy for keloids. Int J Radiation Oncology Biol Phys 71:1465-9

24. Berman, B., Villa A.M., Ramirez, C.C. 2005. Novel opportunities in the treatment and prevention of scarring. J Cutan Med Surg 32-6

25. Cho, S.B., Lee, J.H., Lee, S.H., Lee, S.J., Bang, D., Oh S.H. 2010. Efficacy and safety of 1064-nm Q-switched Nd:YAG laser with low fluence for keloids and hypertrophic scars. JEADV24:1070-4

26.Staff pengajar Bagian Ilmu bedah FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

27.Kelly, A.P. 2009. Update on the management of the keloids. Semin Cutan Med Surg. 28:71-6.