Upload
endro-ri-wibowo
View
497
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
KELOID DAN HIPERTROPHI SCAR
BAB I PENGANTAR
Keloid dan hipertrophi scar telah mempengaruhi pasien dan menyebabkan rasa frustasi
para dokter selama berabad-abad. Keloid dan hipertrophi scar timbul sebagai akibat dari
deposisi ( pembentukan ) kolagen yang berlebihan, penyebabnya masih sukar untuk dipahami.
Secara klinik, scar ini dapat mengakibatkan cacat secara fungsional, estetik, ataupun keduanya.
Suatu pengertian patofisiologi yang baik dan gambaran klinik scar dapat membantu
menjelaskan strategi terapi yang paling sesuai.
Walaupun sejumlah artikel dan tulisan telah mempublikasikan mengenai manajemen
scar hipertrophi dan keloid , belum ada sampai saat ini protocol terapi yang diterima secara
umum. Pencegahan terhadap scar hipertrophi dan keloid masih merupakan strategi yang
terbaik; oleh karena itu, pasien-pasien dengan adanya suatu predisposisi terhadap
berkembangnya pembentukan scar yang berlebihan harus dihindari terhadap pembedahan
yang tidak perlu. Sekali terbentuknya scar, ada sejumlah terapi yang dapat dipilih . Keloid dan
scar hipertrophi telah dibuktikan respon terhadap radiasi, terapi tekanan, cryoterapi, injeksi
intralesi kortikosteroid , interferon dan 5-fluorouracyl , silicon topical atau pembalutan lainnya,
dan terapi laser pulsed-dye. Eksisi yang sederhana sering diikuti dengan terjadinya rekurensi
kecuali jika dilakukan terapi tambahan. Bahan biologi yang ditujukan langsung ke proliferasi
kolagen yang menyimpang yang ditandai dengan scar hipertrophi dan keloid dapat merupakan
suatu tambahan yang penting modalitas dimasa yang akan dating.
Walaupun meningkatnya pengetahuan penyembuhan luka dan metabolisme kolagen
pada beberapa tahun terakhir ini, keloid dan scar hipertrophi masih merupakan suatu
tantangan terapi. Keloid telah dikenal selama berabad-abad. Pada tahun 1806 , Alibert
menggambarkan ekspansi ke lateral scar yang berlebihan ke jaringan normal sekitarnya. Scar
hipertrophi dan keloid dapat menimbulkan morbiditas yang bermakna seperti pruritus, nyeri,
terbatasnya gerakan, atau cacat kosmetik.
Bab II.
I. EPIDEMIOLOGI
Keloid lebih sering terjadi pada pasien –pasien dengan phototipes kulit berwarna
dengan insidensi 4,5 – 16 % pada populasi hispanik dan kulit hitam. Walaupun
frekuensi scar dan keloid pada kelompok etnis lainnya tidak diketahui dengan jelas,
pada suatu penelitian yang mengevaluasi sebanyak 175 pasien di Cina, Malaysia, dan
turunan India dan ditunjukkan suatu insiden keloid yang tinggi pada turunan Cina.
Keloid terjadi dengan frekuensi yang sama baik pada wanita maupun pria.
Walaupun keloid dan scar hipertrophi dapat terjadi pada semua umur , pasien
diusia 10 dan 30 tahun merupakan yang paling sering terkena. Satu penelitian
menemukan rata-rata usia pasien saatnya pertama kali diterapi adalah usia 25,8 th
dengan median onset sekitar 22 th baik pada wanita dan pria. Hormon dapat juga
mempengaruhi untuk terbentuknya keloid , karena kadar androgen plasma dan
hormone pertumbuhan yang tinggi pada usia ini. Hipotesis ini didukung oleh data
yang menunjukkan suatu peningkatan androgen pada jaringan keloid . Lebih jauh
lagi, sejumlah laporan menegaskan bahwa keloid terjadi lebih sering pada usia
pubertas , selama kehamilan, dan menurun pada usia menopause.
Definisi Keloid dan Scar hipertrophi
Definisi Klinik telah digunakan untuk membedakan scar hipertrophi dan keloid.
Scar hipertrophi terbentuk masih dalam batas luka aslinya, sedangkan keloid
terbentuknya melebihi batas dari cedera awal kulit.
Scar hipertrophi biasanya terjadi cepat setelah terjadinya cedera ( minggu) dan
berkurang ukurannya dalam waktu kedepan dibandingkan dengan keloid yang akan
terbentuk dalam waktu bulan hingga tahun setelah terjadinya cedera awal dan tidak
menunjukkan kecenderungan untuk mengalami regressi.
Hipertrophi scar mungkin lebih berespon terhadap terapi , dimana keloid sering
resisten terhadap terapi dan memiliki angka lebih tinggi untuk rekurens.
2. HISTOPATOLOGI
Secara histopatologi , perbedaan antara scar hipertrophi dan keloid sulit. Kulit
yang normal mengandung area bundle kolagen yang berjalan parallel menuju epidermis. Pada
scar hipertrophi, bundle kolagen lebih datar , sedikit batas pemisahnya , dan tersusun dalam
suatu pola berbentuk ombak walaupun masih terletak dipermukaan epitel. Pada suatu Keloid,t
bundle kolagen sebenarnya kosong, dan serat terletak pada jaringan longgar , dan terletak pada
lembaran-lembaran yang tak beraturan.
Scar hipertrophi menunjukkan suatu struktur noduler yang mengandung sel-sel
fibroblast dan kolagen. Nodul-nodul ini tidak dapat diamati pada dermis yang normal, scar-scar
lainnya , atau pada kebanyakan keloid. Nodul tersebut mengandung myofibroblast yang
mengandung actin otot polos alpha yang menunjukkan suatu peran yang penting pada
pathogenesis kontraksi.
3. PATOFISIOLOGI
3.1. Penyembuhan Luka
Pada mamalia secara normal akan memberikan respon terhadap defek robekan pada
kulit dalam tiga (3) fase , yaitu :
1. Fase inflamasi , dimana berfungsi untuk memindahkan jaringan yang mati dan
mencegah terjadinya infeksi.
2. Fase kekuatan dan integeritas struktur luka.
2.2. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi terjadinya keloid atau scar hipertrophi tidak diketahui.
Sejumlah penelitian telah mengamati keloid dan scar hipertrophi pada tingkat seluler.
Aktivitas fibroblast , komponen matriks ekstraseluler, factor pertumbuhan , cytokine,
imunologi dan mekanisme lainnya untuk menggambarkan dasar molukuler fibrosis yang
berlebihan yang menyebabkan terbentuknya suatu keloid atau scar hipertrophi.
Fibroblast pada keloid memiliki peranan yang berbeda dibandingkan dengan
pada kulit normal dan scar hipertrophi. Fibroblast pada keloid berespon secara
abnormal terhadap rangsangan, memperlihatkan suatu kapasitas proliferasi yang lebih
besar dan menghasilkan kadar kolagen yang tinggi ( utamanya type I ), elastin,
fibronectin, dan proteoglikan. Sebaliknya , fibroblast pada scar hipertrophi berespon
secara normal terhadap factor pertumbuhan dan menunjukkan suatu peningkatan yang
sedang dalam produksi kolagen. Pada beberapa penelitian menunjukkan keseimbangan
yang abnormal antara proliferasi dan apoptosis pada fibroblast pada keloid dan scar
hipertrophi.
Sejumlah factor pertumbuhan yang berperan dalam penyembuhan luka ,
seperti : transforming growth factor-β ( TGFβ ), platelet-derived growth factor, dan
insulin –like growth factor (IGF). TGF beta dilepaskan oleh platelet pada tempat cedera
dikulit dan memiliki efek kemotaksis yang kuat pada makrophag dan monoccytes untuk
memulai proses produksi protein matriks ekstraseluler. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan hubungan antara TGF beta dengan peningkatan sintesa kolagen atau
fibronectin oleh fiboroblast keloid . IGF -1 meningkatkan ekspresi prokolagen tipe I dan
II , dan reseptor IGF-1 telah ditunjukkan mengalami overekspressi pada fibroblast
keloid. Penyimpangan pada kadar sejumlah cytokine , seperti interleukin 6,13, dan 15
juga memiliki peran terhadap pembentukan scar keloid.
Pada keloid, sintesa kolagen sekitar 20 kali lebih banyal dibandingkan dengan
kulit tanpa scar dan 3 kali lebih banyak dibandingkan scar hipertrophi.
2.3. ETIOLOGI
Berbagai factor meliputi lokasi cedera dan latar belakang etnis dapat merupakan
predisposisi pada seorang pasien untuk terjadinya keloid atau scar hipertrophi.
Sejumlah bentuk cedera kulit termasuk pembedahan , tindika, luka bakar,
laserasi, abrasi, tattoo, vaksinasi, gigitan serangga , dan berbagai proses inflamasi
lainnya seperti jerawat, varicela, atau folikulitis, dapat memacu terjadinya keloid.
Tegangan pada luka juga merupakan suatu factor dalam berkembangnya
pembentukan keloid dan scar hipertrophi. Tension pada luka merupakan akibat
dari usaha untuk menutup luka yang mengalami kehilangan jaringan, dasarnya
struktur tulang, atau mobilitas pada suatu sendi.
Walaupun keloid dapat terjadi pada semua umur , ada kecenderungan
untuk lebih banyak terjadi selama masa pubertas dan setelah pubertas.
Pembentukan keloid utama nya terjadi pada pada bagian tubuh yang
memiliki konsentrasi tinggi melanosyt, dan jarang terjadi pada palmar manus
dan plantar pedis. Pembentukan keloid telah dihubungkan dengan factor
endokrin . Menopause juga mengurangi keloid, dimana , sedangkan wanita
dilaporkan mengalami keloid atau membesar selama kehamilan.
3. PREVENTIF
Faktor yang paling penting pada scar hipertrophi dan pembentukan keloid
adalah pencegahan. Menghindari segala luka yang tidak diperlukan, khususnya
pada pasien-pasien yang memiliki predisposisi keloid , merupakan solusi yang
nyata tapi tidak sempurna.
Seluruh luka pembedahan harus ditutup dengan minimal tension, insisi
diusahakan tidak melewati persendian, incise di pertengahan dada harus
dihindarkan, dan insisi harus mengikuti lipatan kulit dimanapun. Khususnya pada
pembedahan kepala dan leher , tempat insisi harus mempertimbangkan estetik
wajah. Tehnik operasi yang atraumatik hendaknya digunakan, diikuti oleh
tindakan hemostasis yang efisien, dan penutupan luka harus berupa eversi dari
tepi luka. Juga penting untuk secara tepat melakukan debridement luka yang ada
kontaminasi dan membatasi benda asing yang mencakup benang polifilament.
Khususnya pada wajah, jahitan subcutan digunakan hanya ketika dibutuhkan.
Lebih jauh lagi, penyembuhan luka dan hasil estetik dari pembentukan scar
dapat diperbaiki dengan masase atau salep pelumas.
4. GAMBARAN KLINIK
Keloid biasanya terjadi pada individu yang memiliki predisposisi setelah
terjadinya trauma kulit. Memiliki ukuran yang melebihi bentuk awal luka dan tidak
memiliki kecenderungan regressi . Dan sering menyebabkan keluhan yang berarti
seperti : nyeri dan gatal.
Sebaliknya scar hipertrophi ukurannya tidak melebihi ukuran luka awal, dan
sering mengalami regressi spontan dan jarang mengalami rekurens setelah dilakukan
eksisi.
Tampilan morfologis keloid telah dinyatakan bervariasi sesuai daerah anatomi
yang terlibat , umumnya sering di dada, bahu, atau lobus telinga . Tempat-tempat
anatomis dengan tension kulit yang meningkat merupakan daerah yang sering untuk
terbentuknya keloid. Bagaimanapun juga, palmar manus dan plantar pedis , merupakan
tempat yang jarang terjadinya keloid.
Keloid biasanya tampak sebagai suatu nodul luas yang tegas, sering juga
berbentuk erythematosus dan dapat dengan permukaan kulit yang berkilat, dan kadang-
kadang dengan telangiektasis . Jaringan scar biasanya berbentuk seperti cakar yang
melewati batas luka awal.Keloid dapat terbentuk sebagai respon berbagai trauma pada
kulit. Beberapa individu mendapati keloid setelah terjadinya trauma yang kuat , seperti
setelah pembedahan dan luka bakar, tetapi dapat juga timbul akibat dari trauma yang
ringan.
Scar yang timbul dibeberapa bagian tubuh mungkin berkembang kearah scar
hipertrophi atau keloid , seperti di presternal, punggung, telinga dan
leher.Pembentukan keloid jarang terjadi di kelopak mata , penis, dan areola mamae.
5 MANAJEMEN TERAPI KELOID DAN SCAR HIPERTROPHI
Pencegahan keloid dan scar hipertrophi merupakan strategi terapi yang terbaik.
Pasien-pasien dengan predisposisi untuk berkembangnya pembentukan scar yang berlebihan
hendaknya menghindari tindakan pembedahan yang tidak penting, khususnya pada bagian
tubuh yang beresiko tinggi untuk terjadinya keloid. Sekali scar muncul , terdapat sejumlah
terapi yang dapat dipilih ; bagaimanapun juga , tidak ada modalitas terapi yang dapat diterima
secara universal yang dapat menyembuhkan scar hipertrophi dan keloid secara permanen.
Adapun modalitas terapi terdiri dari :
5.1. Pembedahan
Eksisi bedah biasanya diikuti dengan rekurrens, kecuali jika terapi tambahan dilakukan
karena luka pembedahan yang baru merupakan subyek mekanisme yang sama dan kekuatan
biokimia pada lesi awal. Angka rekurensi telah dilaporkan sekitar 45-100% ketika eksisi bedah
dilakukan sebagai terapi tunggal. Lebih jauh lagi, keloid yang telah rekurens setelah eksisi lebih
mungkin untuk rekurens jika kembali di eksisi.
Untuk pasien-pasien dengan scar hipertrophi akibat luka yang komplikasi( seperti
infeksi ) atau delayed suture, eksisi simple merupakan terapi pilihan. Revisi Scar sebagai suatu
terapi mempunyai 2 tujuan : eksisi dan menyempitkan sudut scar pada scar yang menyebar luas
dan disain Z atau W plasty untuk mengubah arah scar.
Simpel total eksisi keloid memacu untuk terjadinya sintesa kolagen tambahan, yang
kadang-kadang akan memacu rekurensi yang lebih cepat dari yang luka yang awal. Untuk alas
an ini, eksisi bedah intramarginal jaringan keloid direkomendasikan agar tidak memacu
terbentuknya sintesa kolagen tambahan.
5.2 Pressure
Penggunaan pressure untuk terapi keloid awalnya dilakukan pada tahun 1835, walaupun
terapi pressure tidak popular hingga tahun 1970, ketika seorang dokter memperhatikan bahwa
stoking pressure yang digunakan pada luka bakar di ekstremitas menghasilkan maturasi scar
yang lebih cepat, dengan sedikit erythema dan sedikit ketebalan.Fenomena kompresi tidak
diketahui secara pasti, tetapi secara teoritis diterangkan dibawah ini :
1. Penurunan aliran darah dengan suatu penurunan hasil α2 –macroglobulin dan
peningkatan pemecahan kolagen yang dimediasi kolagenase, secara normal dihambat
oleh α2 –macroglobulin
2. Hypoksia memicu untuk degenerasi fibroblast dan degradasi kolagen
3. Kadar yang lebih rendah chondroitin 4-sulphate , dengan setelah itu peningkatan
degradasi kolage.
4. Menurunkan hidrasi scar , menghasilkan stabilisasi mast sel dan setelah itu dan setelah
itu penurunan neo-vaskularisasi dan produksi matriks.
Walaupun terapi dengan pressure telah dibuktikan efektif , terdapat sejumlah
kerugian . Dibutuhkan pemakain balutan tekan sedikitnya selama 6 bulan selama
18 jam sehari. Scar yang lebih dari 6-12 bulan sering memberikan respon jelek
dan sukar untuk mendapatkan tekanan sekitar 24-40 mmHg pada lokasi yang
melewati sendi karena gerakan kulit yang berlebihan. Pembekuan memacu
kerusakan vaskuler dan stasis sirkulasi yang menimbulkan anoksia yang akan
menyebabkan nekrosis.
5.3 Cryoterapi
Mekanisme terapi dengan cryoterapi menggunakan efek terapinya bergantung
pada kerusakan iskhemiknya yang dipicu –pembekuan pada microsirkulasi. Pembekuan
memacu kerusakan vaskuler dan stasis sirkulasi yang menimbulkan anoksia yang akan
menyebabkan nekrosis.Tapi pada sejumlah penelitian, menunjukkan scar hipertrophi dan keloid
diwajah menunjukkan hasil yang jelek. Cryoterapi lebih efektif ketika dikombinasikan dengan
modalitas lainnya. Hypopigmentasi akibat dari sensitivitas dingin melanocytes sering permanen.
5.4 Silikon Gel Sheeting dan Balutan lainnya.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan penurunan penghalusan scar dan berkurangnya
rasa gatal setelah pemakaian lembaran gel silicon topical sedikitnya 12 jam sehari selama 2-4
bulan. Lembaran silicon juga telah digunakan untuk mencegah scar hipertrophi. Mekanismenya
tidak diketahui, tetapi telah dianjurkan bahwa hidrasi , bukan tekanan atau silicon , dapat
memodifikasi fibroblast.
5,5 Interferron
Didasarkan pada premis bahwa interferon dapat menurunkan produksi kolagen type I
dan III dari fibroblast. Walaupun perbaikan meninkat hingga 50 % , efektifitas interferon untuk
terapi keloid masih dipertanyakan.
5.6 Flourouracyl
Pada 2 penelitian telah menunjukkan penggunan intralesi flourouracyl .Fitzpatrick telah
melaporkan adanya perbaikan pada 1000 pasien yang diterapi dengan cara ini.
5.7 Laser
Tehnologi laser lanjutan dan perbaikannya telah membuat laser sebagai salah satu
terapi yang menguntungkan untuk terapi keloid dan scar hipertrophi. Pada tahun 1980 muncul
kontroversi besar diantara para ahli bedah laser tentang keuntungan vaporization keloid
dengan berbagai laser ( carbon dioxide, argon, dan neodymium : yttrium-aluminum-garnet )
5.9 Intralesi Kortikosteroid.
Intralesi kortikosteroid telah menjadi tonggak baik pada terapi keloid dan scar
hipertrophi. Ketika digunakan sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan, angka
rekurensinya berkurang dibawah 50%. Obat yang paling sering digunakan intralesi adalah
triamcinolone acetonide, yang dapat diencerkan dengan lidocain untuk mengurangi
ketaknyamanan saat injeksi. Mekanisme kerja kortikosteroid berhubungan dengan supressi
sintesa kolagen dengan menurunkan ekspressi gen dalam keloid dan scar hipertrophi. Efek
samping yang didapatkan berupa supressi adrenal, nekrosis avaskuler tulangosteoporosis,
intoleransi glukosa, katanolisme protein, peningkatan tekanan intra okuler,
glukoma,pembentukan katarak,perdaraan gastrointestinal ,nyeri saat injeksi, dan perubahan
kulit berupa atrophi, telengiectasis.parastesia , thinning.
5.9 Terapi Lainnya
Terapi dengan modalitas lainnya telah digunakan pada terapi scar hiperttrophi dan
keloid . Bagaimanapun juga efektifitas sejumlah terapi ini dibatasi oleh kurangnya penelitian
yang dilakukan. Bleomycin, Tamoksifen, tretinoin, tacrolimus, pentoxyfiline, colchocin, calcium
antagonist , tranilast, zinc, dan Vitamin E telah diuji coba dengan berbagai tingkat keberhasilan.
Satu topical agent yang paling menjanjikan untuk terapi keloid adalah imunomodulator
local, imiquimod. Dengan menginduksi interferon local pada tempat aplikasi . downregulasi
sintesa kolagen dapat dicapai.
Tinjauan Pustaka
SCAR HIPERTROPHI
DAN
KELOID
Oleh
Dr Y U S R I
Pembimbing
Dr Najatullah, SpBP
SUB. BAGIAN BEDAH PLASTIK
SMF/BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT dr. KARIADI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
Daftar Pustaka
1. Gauglitz G G, C Korting H, Papivic T, Ruzicka T, G Jesck G M, Hpertrophic Scarring and
keloid : Pathomechanisms and Current and emerging Treatment Strategies, in Mel Mod
17, 2011, p 113-16
2. G. Marneros A, Keloids –Clinical diagnosis, pathogenesis, and treatment options, in
JDJG , 2004,p 905-12
3. C Gurtner G, Chapter 2 ; Wound Healing :normal and abnormal, in Grab and Smith’s
Plastic Surgery, sixth edition, 2007, p 15-22
4. Jalali M, Bayat A, Current use of steroids in managemet of abnormal raised skin scar, in
RoyaL colleges of surgeons of Edinburgh and Irelend
5. Wolfram D, Tzankov A, Pulzi Petra, et al Hypertrophi Scar and Keloid –Areview of their
pathofisiology, risk factor , and therapeutic management, in American Socieety for
dermatology surgery,2009; p 171-80
6. O’Sullivan T S, Shaugnessy O M, Aetiology and management of hypertrophic scras and
keloids, in Ann R coll Surg Engl, 1996 ; p 168-175
7. Alster S T, L Tanzi E, Hyperttrophi Scars and Keloids, in American Journal Dermatology,
2003, p;235-240