36
REFERAT DEMAM BERDARAH DENGUE PEMBIMBING : Dr. Sa’adah, Sp.A PENYUSUN : Hilmi Arif 1102004105

Refrat Dbdwr

Embed Size (px)

DESCRIPTION

swfs

Citation preview

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

PEMBIMBING :

Dr. Saadah, Sp.A

PENYUSUN :

Hilmi Arif1102004105

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRSUD CIBITUNG KAB. BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI PendahuluanDemam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diates hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok.[1] Demam Berdarah Dengue (DBD), satu komplikasi potensial, pertama kali ditemukan pada tahun 1950an dalam epidemi dengue di Filipina dan Thailand. Pada hari ini, DBD ditemukan hampir di seluruh negara Asia dan telah menjadi penyebab utama perawatan di rumah sakit dan kematian anak di daerah tersebut. [1]Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. [1]Terdapat empat tipe virus yang berhubungan erat yang dapat menyebabkan demam dengue. Penyembuhan dari infeksi akan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap tipe virus tersebut tetapi hanya proteksi sebagian dan sementara untuk ketiga tipe lain virus pada infeksi selanjutnya. Terdapat bukti yang menyatakan infeksi sekuensial meningkatkan resiko berkembangnya DBD. [1]Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang dan pengobatan demam berdarah dengue.Epidemiologi

Demam dengue atau demam berdarah dengue adalah penyakit viral arthropod-borne yang paling sering, dapat mengenai berbagai dekade kehidupan. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dengan interval epidemik 3-5 tahun. 50-100 juta kasus demam dengue dan 250-500 ribu kasus demam berdarah dengue terjadi tiap tahunnya.

Di Indonesia, hampir semua propinsi pernah mengalami wabah. Wabah terakhir terjadi tahun 1996-1997. Di RSHS, bulan Januari sampai pertengahan Februari 2001, tercatat 112 kasus demam berdarah dengue ataupun demam dengue, dan 27 kasus dengue shock syndrome.[1]Etiologi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.[1] Patogenesis Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. [2,3]Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. [1,2]Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris. [2,4] Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody response

Kompleks virus-antibody

Aktivasi komplemen

Komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a)

Histamin dalam urin

Permeabilitas kapiler

Ht

> 30% pada

Perembesan plasma

Natrium

kasus syok 24-48 jam

Hipovolemia

Cairan dalam rongga

serosa

Syok

Anoksia

Asidosis

Meninggal

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD[2]Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. [2,4]Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus

Anamnestic antibody

Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit

Aktivasi koagulasiAktivasi komplemen

Penghancuran

Pengeluaran Aktivasi faktor Hageman

trombosit oleh RES platelet faktor III

Anafilatoksin

Trombositopenia

Koagulopati

Sistem kinin

konsumtif

Gangguan

Kinin Peningkatan

fungsi trombosit

penurunan faktor

permeabilitas

pembekuan

kapiler

FDP meningkat

Perdarahan massif

syok

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD[2]Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.[1,2,4]The Immunological Enhancement Hypothesis.

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody . pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu :

1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus

2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.

Perbedaan ini didasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya komplek imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu proses replikasi virus. Teori inipula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah meningkatnya reaksi imunologis (The Immunological Enhancement Hypothesis). Yang berlangsung sebagai berikut:

a. sel fagosit monuklear yaitu : monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.

b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel,bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut aferenc. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi

d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sum sum tulang. Mekanisme ini disebut eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan atau tanpa renjatanialah jumlah sel yang terkena infeksi.

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekenisme ini disebut mekanisme efektor. berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a ( merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler ) sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat dan dapat terjadi kebocoran plasma. Gangguan pada endotel Akan menyebabkan terjadinya agregasi trombosit yang melepaskan ADP, Trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular. Terjadinya aktivasi faktor Hageman ( faktor XII ) akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.Aktivasi Limfosit T

Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. akibat rangsangan monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue ( serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berpfoliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan meng akbitkanmonosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD 8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkankebocoran plasma dan perdarahan.

Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe virus dengue yang paling virulensi.4Manifestasi klinis

Infeksi dengue adalah penyakit sistemik dan dinamis. Ia memiliki spektrum klinis yang luasyang meliputi berat dan non berat manifestasi klinis . Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis utama, yaitu demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis haemorrhagic.

Masa inkubasi antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Setelah inkubasi periode, penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase - demam, kritis dan pemulihan (Gambar 3). Gambaran klinis yang baik dan buruk.

Kegiatan (triase dan keputusan manajemen) di tingkat perawatan primer dan sekunder (di mana pasien pertama dilihat dan dievaluasi) sangat penting dalam menentukan klinis hasil berdarah.3

Gambar 3 Jalannya penyakit demam berdarah[3] Fase Demam

Pasien biasanya demam tinggi tiba-tiba. fase demam akut biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah, kulit eritema, tubuh sakit, mialgia, artralgia dan sakit kepala . Beberapa pasien mungkin memiliki sakit tenggorokan faring. Anoreksia, mual dan muntah yang umum. Perdarahan

Sebuah tes tourniquet positif dalam fase ini meningkatkan kemungkinan demam dengue . dengan mempertahankan manset manset tensimeter pada tekanan antara sistole dan diastole selama 5 menit, kemudian dilihat apakah timbul petechie atau tidak didaerah voler lengan bawah. Kriteria : (+) bila jumlah petechia > 20

() bila jumlah petechia > 10-20

(-) bila jumlah petechie < 10

Selain itu, gambaran klinis yang bisa dibedakan antara kasus demam berdarah yang berat dan tidak berat. Oleh karena itu pemantauan tanda-tanda peringatan dan parameter klinis lainnya.2

Penting untuk mengenali perkembangan ke fase kritis. DBD Ringan manifestasi perdarahan seperti membran mukosa dan petechiae (Misalnya hidung dan gusi) atau Banyak perdarahan vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini tetapi tidak umum .3 Pembesaran hepar

Hepar sering membesar dan melunak setelah beberapa hari demam .Itu paling awal kelainan pada hitung darah lengkap adalah penurunan progresif dalam jumlah sel darah putih, yang harus waspada dokter untuk probabilitas tinggi dengue .6,8 Fase Kritis

Sekitar waktu penurunan suhu badan sampai yg normal, saat suhu turun menjadi 37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3-7 sakit, peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel dengan tingkat kenaikan hematokrit dapat terjadi .Ini tanda awal fase kritis. Periode kebocoran plasma klinis yang signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. Leukopenia progresif diikuti oleh penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya mendahului plasma kebocoran. Pada pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan meningkatkan permeabilitas kapiler, sementara mereka dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai hasil dari volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena x-ray dada dan USG abdomen dapat bermanfaat alat untuk diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit dasar di atas sering mencerminkan keparahan kebocoran plasma. Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering didahului oleh tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh di bawah normal ketika mungkin terjadi syok. Dengan syok berkepanjangan,terjadi hipoperfusi organ progresif organ, asidosis metabolik dan koagulasi intravaskular diseminata. Ini pada gilirannya menyebabkan perdarahan yang berat menyebabkan penurunan hematokrit dan shock berat. Alih-alih leukopenia biasanya terlihat selama fase DBD, total jumlah sel putih dapat meningkatkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Selain itu, hipoperfusi organ berat seperti hepatitis berat, ensefalitis atau miokarditis pendarahan berat juga dapat tanpa kebocoran plasma jelas atau shock . Perubahan dalam hitung Hb, Hematokrit, Trombosit Dan Lekosit harus digunakan untuk memandu terjadinya fase kritis dan kebocoran plasma. Hematokrit meningkat sama atau 20% lebih. Ht = 3x Hb

Trombosit menurun, sama atau kurang dari 100.000/mm

Lekopeni kadang kadang lekositosis ringan

Waktu perdarahan memanjang

Waktu protombin memanjang

Mereka yang memburuk akan dengan tanda-tanda peringatan. Ini disebut dengan DBD warning sign. Kasus DBD dengan warning sign mungkin akan pulih dengan rehidrasi intravena awal. Beberapa kasus akan memburuk dengan severe dengue.3 fase Pemulihan Jika pasien bertahan 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. kesejahteraan Umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal membaik, Status hemodinamik stabil dan diuresis terjadi. Beberapa pasien mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi yang umum selama tahap ini. Hematokrit stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran dari diserap kembali cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya kemudian dibandingkan dengan jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura dan asites masif akan terjadi setiap waktu bilamana cairan intravena yang berlebihan telah diberikan. Selama dan kritis / atau pemulihan fase, terapi cairan berlebihan berhubungan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif. Masalah klinis selama berbagai fase yang berbeda dari demam berdarah dapat diringkas seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 demam, kritis dan pemulihan fase dalam berdarah[3]Severe Dengue didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut:

Plasma kebocoran yang mungkin menyebabkan shock (shock dengue) dan / atau Akumulasi cairan, dengan atau tanpa pernapasan kesusahan, dan / atau Pendarahan berat Hipoperfusi organ berat.

Sebagai permeabilitas vaskular berdarah berlangsung memperburuk hipovolemia, dan dalam shock. Biasanya terjadi di sekitar penurunan suhu badan sampai yg normal, biasanya pada hari ke-4 atau 5 (kisaran hari 3-7) penyakit, didahului oleh tanda-tanda peringatan. Selama tahap awal syok, kompensasi mekanisme yang mempertahankan tekanan darah sistolik normal juga menghasilkan takikardia dan vasokonstriksi perifer dengan perfusi kulit berkurang, mengakibatkan ekstremitas dingin dan waktu isi ulang kapiler tertunda. Uniknya, diastolik tekanan naik menuju tekanan sistolik dan tekanan nadi menyempit sebagai perifer meningkat resistensi pembuluh darah. Pasien shock dengue sering tetap sadar dan jernih. Dokter yang berpengalaman dapat mengukur tekanan sistolik normal dan salah menilai keadaan kritis pasien. Akhirnya, ada dekompensasi dan keduanya tekanan menghilang tiba-tiba. Syok hipotensi dan hipoksia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multi-organ dan perjalanan klinis sangat sulit.Pasien dianggap memiliki syok jika tekanan nadi (yaitu perbedaan antara sistolik dan tekanan diastolik) adalah 20 mm Hg pada anak memiliki tanda-tanda perfusi kapiler sedikit (ekstremitas dingin, pengisian kapiler tertunda, atau denyut nadi cepat rate). Pada orang dewasa, tekanan nadi 20 mm Hg dapat menunjukkan syok lebih parah. Hipotensi biasanya berhubungan dengan syok berkepanjangan yang sering oleh perdarahan. Pasien dengan DBD berat mungkin memiliki kelainan koagulasi, tetapi ini biasanya tidak cukup untuk menyebabkan pendarahan besar. Bila pendarahan besar terjadi, hampir selalu berhubungan dengan syok mendalam karena kombinasi dengan thrombocytopaenia, hipoksia dan asidosis, dapat menyebabkan kegagalan multiple organ. Perdarahan masif dapat terjadi tanpa syok berkepanjangan di contoh ketika asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid telah diambil. Manifestasi yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan ensefalopati, mungkin ini, bahkan tanpa adanya kebocoran plasma berat atau syok. Cardiomyopathy dan ensefalitis juga dilaporkan dalam kasus demam berdarah beberapa. Namun, sebagian besar kematian akibat dengue terjadi pada pasien dengan syok mendalam, terutama jika situasi rumit dengan overload cairan. DBD yang berat harus dipertimbangkan jika pasien dari daerah risiko DBD yang mengalami demam 2-7 hari ditambah dari fitur berikut : Ada bukti kebocoran plasma, seperti :- Tinggi atau semakin meningkatnya hematokrit- Efusi pleura atau ascites - Shock (takikardia, ekstremitas dingin dan basah, waktu pengisian kapiler lebih dari tiga detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, pulsa tekanan atau sempit, shock Ada perdarahan yang signifikan. Ada tingkat kesadaran yang berubah (letargi atau gelisah, koma, kejang-kejang). Ada gangguan pencernaan berat (muntah terus-menerus, meningkatkan atau intens nyeri perut, jaundice). Ada kerusakan organ berat (kegagalan hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati atau ensefalitis, atau manifestasi yang tidak biasa lainnya, kardiomiopati) atau manifestasi yang tidak biasa lainnya.3Diagnosis Diagnosa demam Dengue ditegakkan berdasarkan :Demam akut selama 2-7 hari, bifasikDitandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sbb :

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retroorbital

3. Myalgia / arthralgia

4. Ruam kulit

5. Manifestasi perdarahan ( petekie atau uji bendung positif )

6. LeukopeniaDemam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bendung positif Petekie, ekimosis atau purpura

Perdarahan mukosa(tersering epistaksis atau perdarahan gusi).

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (Trombosit < 100.000/UI)

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage atau kebocoran plasma sebagai berikut :

peningkatan Hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

Penurunan HT > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinnemia.

Sindrom syok dengueSeluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.Klasifikasi Untuk menentukan tatalaksana yang adekuat, maka pasien DBD perlu diklasifikasikan menurut derajat berat ringan penyakit. Dengan demikian, dapat direncanakan apakah seorang pasien dapat berobat jalan, perlu observasi di Puskesmas atau harus segera dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat

DerajatGejalaLaboratorium

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positifTrombositopenia

(< 100.000) bukti ada kebocoran plasma

Derajat II Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lainTrombositopenia

(< 100.000) bukti ada kebocoran plasma

Derajat III Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaiu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun, (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisahTrombositopenia

(< 100.000) bukti ada kebocoran plasma

Derajat IV Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukurTrombositopenia

(< 100.000) bukti ada kebocoran plasma

DBD derajat III dan IV disebut juga Sindrom Syok Dengue (SSD)

Gambar 4 Disarankan dengue klasifikasi kasus dan tingkat keparahan

Pemeriksaan penunjangLaboratorium

Pemeriksaan darah rutin yaitu : Hemoglobin, Hematokrit, Jumlah Trombosit dan Hapusan darah tepi untuk melihat adanya Leukositosis disertai gambaran Limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (Cel Culture) ataupun deteksi antigen virus RNA Dengue dengan tehnik RT-PCR ( Reverse Transkriptase Polymerase Chain Reaction ), namun karena tekhnik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.Parameter Laboratoris :

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif ( > 45% dari total leukosit ) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% hemtokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3 demam

Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. Protein atau albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. SGOT/ SGPT ( Serum Alanin Amino Transferase ): dapat meningkat. Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan Golongan darah dan cross match ( uji cocok serasi ): bila akan di berikan transfusi darah atau komponen darah. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan Ig M dan Ig G terhadap dengue.Ig M : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. Ig G: pada infeksi primer, Ig G mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder Ig G mulai terdeteksi hari ke 2. Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini di gunakan untuk kepentingan surveilance.

Diagnosis bandingDemam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas.pada hari hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan Idiopathic trombositiphenia purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4 ,kemungkinan diagnosis DBD jauh lebih besar,apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan kadang kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis, dalam hal ini trombositopenia dan hemokonsentrasi disamping penilaian gejala klinis lain seperti tipe lama demam dapat membantu. Pada awal perjalanan penyakit dapat mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi protozoa, seperti demam typhoid, campak, influenza, hepatitis demam chikungunya, leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas dengan atau tanpa hemokosentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.

Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan masa demam lebih pendek, hampir selalu sering di jumpai artralgia, sedangkan manifestasi pendarahan sama dengan DBD, tetapi pada DC tidak pernah ditemukan pendarahan gastrointestinal dan syok.

Pendarahan seperti petekie dan ekimosis juga ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis meningtokokus. Pendarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.

Pada sepsis penderita tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi.

Idiopatic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dari DBD derajat II, tetap pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai homokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.

Pada leukemia demam tidak teratur, kalenjer limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Demam dengue : tidak terdapat perembesan plasma (hemokonsentrasi), dan tidak terdapat penumpukan cairan di rongga tubuh Demam chikungunya : lumpuh mendadak, lemas

Penatalaksanaan

Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:[2]

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. 2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar hematokrit. 3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV.

Gambar 5. Tatalaksana kasus tersangka DBD[8]

Gambar 6. Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

tanpa peningkatan hematokrit[8]

Gambar 7. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan

hematokrit >20%[8]

Gambar 8. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD) [8]Komplikasi Komplikasi pada DBD biasanya merupakan suatu manifestasi yang tidak lazim, yaitu :

Ensefalopati dengue

Terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD ang tidak di sertai syok. Gangguan metabolic seperti hipoksemua, hiponatremia atau pendarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati.

Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.

Udema paru

Udema adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan

Pencegahan Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk. Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:1. Kewaspadaan dini penyakit DBD, guna mencegah dan membatasi terjadinya KLB/wabah penyakit dengan kegiatan 3M, yaitu

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya (seperti : bak mandi/WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.

Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan, seperti kaleng bekas, plastik dll. agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya.

Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap disitu.2. Pemberantasan vektor

Penyemprotan (fogging) difokuskan pada lokasi ditemukannya kasus

Penyuluhan gerakan masyarakat

Abatisasi selektif (sweeping jentik) di seluruh wilayah/kota

Kerja bakti melakukan 3M.

Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.5

Ringkasan

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral.

Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah penemuan, diagnosis, pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan kasus dan penyuluhan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengetahuan patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis/laboratoris DBD, pengenalan vektor dan pemberantasannya adalah sangat penting.

Daftar Pustaka1. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Edisi 3. Jakarta. 2004.

2. RampenganT. H.Prof.Dr.Sp A. Penyakit Infeksi tropik pada anak,Edisi keduaEGC,2008: 122-1473. Guidelines for diagnosis,treatment,prevention and control,WHO,pdf, 2009: page 3-484. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis,nilai penerbit FKUI, jakarta 2008 : hal; 155- 1805. Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid l, edisi Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1993: hal;16-24

6. Ilmu Kesehatan Anak 2. Balai Penerbit Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal; 607-621.

7. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Media Aesculapius FKUI, Jakarta 2000, hal; 419 427.

8. Sutarya, Djajadiman Gatot, Hariarti S. Pramuljo. Demam Berdarah Dengue. Dalam Sri Rezeki H. Hadinegoro, Hindra Irawan satari (penyunting). Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999: hal; 32 124.

12