11
REFORMASI BIROKRASI PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011 Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan 7 Reformasi Pembangunan Kesehatan yaitu 1) revitalisasi pelayanan kesehatan, 2) ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumberdaya manusia, 3) mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes, 4) Jaminan kesehatan, 5) keberpihakan kepada daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), 6) reformasi birokrasi dan 7) world class health care. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,MPH, DR.PH bersama para menteri di lingkungan Kementerian Kesra pada paparan program prioritas tahun 2011 dengan media massa di Kantor Kemenkokesra, Jakarta tanggal 4 Januari 2011. Menurut Menkes, dalam upaya pelayanan kesehatan pada tahun 2011 diutamakan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dengan menekankan upaya promotif dan preventif. Tidak mungkin melakukan pelayanan kesehatan menunggu orang sampai jatuh sakit, karena hal itu akan menghabiskan biaya yang besar. Selain itu, juga menekankan pencegahan penyakit tidak menular yang disebabkan pola makan dan pola hidup yang tidak sehat, tanpa meninggalkan pengendalian penyakit menular yang masih belum hilang. “Selain itu juga diupayakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan di rumah sakit daerah maupun pusat”, ujar Menkes. Untuk pemerataan kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh daerah akan dilakukan pendataan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara elektronik, sehingga dapat diketahui seberapa besar kebutuhan baik jumlah maupun jenisnya, sehingga untuk memenuhinya dapat dilakukan secara cepat. Sebelumnya, pendidikan dokter spesialis hanya diadakan di Fakultas Kedokteran perguruan tinggi negeri. Nantinya, Fakultas Kedokteran swasta yang mempunyai kualifikasi baik akan diperjuangan dapat melakukan program studi spesialis, kata Menkes.

Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

REFORMASI BIROKRASI PEMBANGUNAN KESEHATAN 2011

Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan menggulirkan 7 Reformasi Pembangunan Kesehatan yaitu 1) revitalisasi pelayanan kesehatan, 2) ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumberdaya manusia, 3) mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas, keterjangkauan obat, vaksin dan alkes, 4) Jaminan kesehatan, 5) keberpihakan kepada daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), 6) reformasi birokrasi dan 7) world class health care.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,MPH, DR.PH bersama para menteri di lingkungan Kementerian Kesra pada paparan program prioritas tahun 2011 dengan media massa di Kantor Kemenkokesra, Jakarta tanggal 4 Januari 2011.

Menurut Menkes, dalam upaya pelayanan kesehatan pada tahun 2011 diutamakan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dengan menekankan upaya promotif dan preventif. Tidak mungkin melakukan pelayanan kesehatan menunggu orang sampai jatuh sakit, karena hal itu akan menghabiskan biaya yang besar. Selain itu, juga menekankan pencegahan penyakit tidak menular yang disebabkan pola makan dan pola hidup yang tidak sehat, tanpa meninggalkan pengendalian penyakit menular yang masih belum hilang.

“Selain itu juga diupayakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan di rumah sakit daerah maupun pusat”, ujar Menkes.

Untuk pemerataan kebutuhan tenaga kesehatan di seluruh daerah akan dilakukan pendataan Sumber Daya Manusia Kesehatan secara elektronik, sehingga dapat diketahui seberapa besar kebutuhan baik jumlah maupun jenisnya, sehingga untuk memenuhinya dapat dilakukan secara cepat. Sebelumnya, pendidikan dokter spesialis hanya diadakan di Fakultas Kedokteran perguruan tinggi negeri. Nantinya, Fakultas Kedokteran swasta yang mempunyai kualifikasi baik akan diperjuangan dapat melakukan program studi spesialis, kata Menkes.

Menurut Menkes, untuk memenuhi kebutuhan SDM jangka pendek dilaksanakan program Sister hospitals, yaitu program kerja sama antara rumah sakit yang lemah dengan rumah sakit yang lebih maju, sehingga terjadi proses pembelajaran tenaga kesehatan. Sedangkan dalam jangka menengah, dilakukan program dokter plus yaitu dokter umum diberi keterampilan tambahan spesialis. Program dokter plus ini diutamakan di Wilayah Indonesia Timur yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada. Sedangkan program jangka panjang dengan memberikan biasiswa dokter dari daerah untuk mengikuti pendidikan spesialis.

Dalam memantapkan posisi obat generik akan diupayakan peningkatan pengawasan agar mutu tetap terjaga, harga terjangkau dan distribusi merata. Untuk mendukung monitoring penggunaan obat generik akan digulirkan E-logistic. Selain itu, juga diselenggarakan E-prescription untuk mengawasi penulisan resep obat generik oleh dokter di pelayanan kesehatan pemerintah, ujar Menkes.

Page 2: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

Menkes menambahkan, untuk memantapkan program jaminan kesehatan dasar, diupayakan sistem pembiayaan menjadi satu sistem nasional, dengan menerapkan paket benefit dasar, perhitungan biaya dan besaran premi yang sama, baik yang dibayar PT Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan PT Jamsostek, sehingga tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan. Untuk mendukung program tersebut, RUU tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sedang dibahas pemerintah besama DPR, serta menyiapkan kelengkapan dasar hukum dan pedomannya. Selain itu, akan diupayakan adanya rumah sakit jamkes, yaitu rumah sakit yang hanya menyediakan pelayanan kesehatan kelas tiga.

“Khusus rumah sakit jamkes, pemerintah akan melibatkan peran serta swasta”, ujar Menkes.

Menurut Menkes, tahun ini akan diberlakukan program jaminan persalinan (Jampersal ) yang merupakan pelayanan paket kesehatan berupa kontrol terhadap ibu hamil (antenatal), persalinan, kontrol setelah melahiran (postnatal) dan pelayanan keluarga berencana. Paket ini berlaku untuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, mulai dari Polindes, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah di kelas tiga tanpa ada pembatasan. Sedangkan pada tahun 2012 diutamakan persalinan untuk kehamilan pertama dan kedua saja.

Untuk mewujudkan keberpihakan kepada Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dalam pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan kementerian terkait seperti Kementerian Sosial, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Pekerjaan Umum, Tentara Nasional Indonesia dan lembaga terkait  lainnya, ujar Menkes.

Temu media massa yang dipimpin Menkokesra H.R. Agung Laksono ini dihadiri 13 Menteri  dan ketua Lembaga yaitu Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH, Menteri Lingkungan Hidup Ir. Gusti Muhammad Hatta, Menteri  Agama, Surya Darma Ali, Menteri Sosial, Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Pendidikan Nasional, Muh. Nuh, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari, Menteri Pemuda dan Olah Raga, Andi Malarangeng, Kepala BKKBN, dr.Sugiri Syarif,  Kepada Badan POM, Dra. Kustantinah  dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), Syamsul Muarif.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center : 021-500567 begin_of_the_skype_highlighting              021-500567      end_of_the_skype_highlighting, 30413700, atau alamat e-mail [email protected] , [email protected] , [email protected] .

Page 3: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

MENKES LANTIK PEJABAT BARU ESELON II

Hari ini (3/1) Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melantik para pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan struktur organisasi yang baru berdasarkan Permenkes No. 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Kesehatan.

Para pejabat yang dilantik sebagian besar adalah pejabat lama, ada yang mutasi dan ada pula yang promosi. Para pejabat yang dilantik di lingkungan Sekretariat Jenderal, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran, dr. H. Abdul Rival, M.Kes, sebagai Kepala Biro Kepegawaian, Achmad Djohari, SKM, MM sebagai Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara, Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K), Sp.KP sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Sukendar Adam, DIM, M.Kes sebagai Kepala Biro Umum, dr. Elizabeth jane Soepardi, MPH, DSC sebagai Kepala Pusat Data dan Informasi, Dra. Niniek Kun Naryatie sebagai Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri, Mudjiharto, SKM, MM sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, drg. Usman Sumantri, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, drg. Murti Utami, MPH sebagai Kepala Pusat Komunikasi Publik, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM sebagai Kepala Pusat Promosi Kesehatan, dr. H. Kemas M. Akib Aman, Sp.R, MARS sebagai Kepala Pusat Intelegensia Kesehatan, dr. H. Taufik Tjahjadi, Sp. S sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji.

Inspektorat Jenderal, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Drs. Wijono Budihardjo, MM sebagai Inspektur I, dr. Zusy Arini Widyati, MM sebagai Inspektur II, Arsil Rusli, SH, MH sebagai Inspektur III, Drs. Mulyanto, MM sebagai Inspektur IV, Drs. Wayan Rai Suarthana, MM sebagai Inspektur Investigasi.

Direktorat Bina Upaya Kesehatan, dr. H. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Bambang Sardjono, MPH sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar, dr. H. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes sebagai Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Suhartati, S.Kp, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik, dr. Zamrud Ewita Aldy, Sp.PK, MM sebagai Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, dr. Irmansyah, Sp.KJ(K) sebagai Direktur Bina Kesehatan Jiwa, dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp.PD sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Ayi Djembarsari, MARS sebagai Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. MohammadAli Toha, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dr. Tri Wisesa Soetisna, Sp.B(K) BTKV sebagai Direktur Pelayanan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, drg. Dience Erwina Indriyani, MARS sebagai Direktur Umum dan Operasional RS Kanker Dharmais Jakarta, dr. Andi Wahyuningsih Attas, Sp.An sebagai Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta, drg. RR. Poppy Mariani Julianti, MARS sebagai Direktur Keuangan RSUP Persahabatan Jakarta, dr. Rochman Arif, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, drg. Tri Putro Nugroho, M.Kes sebagai Direktur SDM dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar, dr. Elzarita Arbain, M.Kes sebagai Direktur Umum dan Operasional RSUP Sanglah Denpasar, dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp.KK sebagai Direktur medik dan Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan,

Page 4: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

Agustinus Pasalli, SE, MM sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, dr. Iwan Sovani, Sp.M, M.Kes sebagai Direktur Medik dan Keperawatan RS Mata Cicendo Bandung, drg. Liliana Lazuardy, M.Kessebagai Direktur RS Kusta Sitanala Tangerang, dr. Ali Muchtar, Sp.Pk, MARS sebagai Kepala Balai Besar Labkes Jakarta.

Di lingkungan Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dr. Wistianto Wisnu, MPH sebagai Sekretaris Direktorat jenderal, Dr. Minarto, MPS sebagai Direktur Bina Gizi, dr. Ina Hernawati, MPH sebagai Direktur Bina Kesehatan Ibu, dr. Kirana Pritasari, MQIH sebagai Direktur Bina Kesehatan Anak, dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes sebagai Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, dr. Kuwat Sri Hudoyo, MS sebagai Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.

Di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Drs. Prwadi, Apt., MM, ME sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. Setiawan Soeparan, MPH sebagai Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Bio.Med. sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Dra. Nasirah Bahaudin, Apt., MM sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Drs. T. Bahdar Johan Hamid, M.Pharm sebagai Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Di lingkungan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. Yusharmen, D.Comm.H, M.Sc sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal, dr. H. Andi Muhadir, MPH sebagai Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, dr. H. M. Subuh, MPPM sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Rita Kusriastuti, M.Sc sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dr. H. Azimal, M.Kes sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, drh. Wilfred Hasiholan Purba, MM, M.Kes sebagai Direktur Penyehatan Lingkungan, Hary Purwanto, SKM, M.Epid sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Umum RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, dr. Slamet, MHP sebagai Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Makassar.

Di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes sebagai Sekretaris Badan, Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt. sebagai Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, dr. Siswanto, MHP, DTM sebagai Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Dede Anwar Musadad, SKM, M.Kes sebagai Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, drg. Agus Suprapto, M.Kes sebagai Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Di lingkungan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Suhardjono, SE, MM sebagai Sekretaris Badan, drg. Tritarayati, SH sebagai Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, Drs. Sulistiono, SKM, M.Sc sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Ir. Ace Yati Hayati, MS sebagai Kepala Pusat Standardisasi, Sertifikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kesehatan, serta Dra. Meinarwati, Apt., M.Kes sebagai Kepala Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta.

Page 5: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

PEMBANGUNAN KESEHATAN BERGESER DARI MEDICAL CARE KE HEALTH CARE

Hal yang mendasar dalam pembangunan kesehatan saat ini adalah pergeseran dari pelayanan medis (medical care) ke pemeliharaan kesehatan (health care) sehingga setiap upaya penanggulangan masalah kesehatan lebih menonjolkan aspek peningkatan (promotive) dan pencegahan (preventive); pergeseran dari pemerintah ke swasta dan penekanan pada aspek mutu pelayanan. Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS pada Peringatan HUT ke- 51 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Kamis 30 Desember 2010. Dalam acara tersebut juga hadir Kepala Pusat Komunikasi Publik, drg. Tritarayati, SH.

”Tantangan dan permasalahan pembangunan kesehatan kedepan bertambah berat, kompleks, bahkan terkadang tidak terduga. Beberapa isu pelayanan kesehatan yang terangkat dan telah membentuk pola pikir masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang belum memenuhi standar, pelayanan yang kurang profesional, belum optimalnya penerapan standar mutu pelayanan kesehatan rujukan, dan pembiayaan kesehatan yang sulit dijangkau”, ujar Menkes.

Sedangkan, tantangan pelayanan kesehatan kedepan adalah globalisasi (pelayanan kesehatan yang melampaui batas negara), teknologi kesehatan yang semakin maju, dan kompetisi dari tenaga kesehatan asing. Untuk mengatasi hal itu harus diupayakan melalui pemenuhan kualitas dan kuantitas SDM Rumah Sakit yang memadai.

Menkes menegaskan, dalam upaya menghadapi persaingan global, Kemenkes menyiapkan beberapa Rumah Sakit Pemerintah yang memiliki potensi dengan dukungan tenaga kesehatan yang profesional dan kompoten dalam berbagai disiplin ilmu yang mampu bersaing secara global. Salah satu RS Pemerintah yang dipersiapkan menjadi RS yang mampu memberikan pelayanan sesuai standar rumah sakit kelas dunia adalah RSUP Sanglah.

Menkes berharap, RSUP Sanglah senatiasa menjadi jejaring institusi Pendidikan Kedokteran dan digunakan sebagai wahana pembelajaran klinik bagi calon dokter/dokter spesialis dalam hal pengetahuan, kemampuan psikomotor dan prilaku sesuai kompetensi berdasarkan standar pendidikan profesi kedokteran sekaligus menjamin mutu pelayanan medik di RS Pendidikan.

RSUP Sanglah mulai dibangun pada tahun 1956 dan diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 bekerjasama dengan FK Unud sebagai RS Pendidikan. Pada tahun 1978 menjadi rumah sakit pendidikan tipe B dan sebagai Rumah Sakit Rujukan untuk Bali, NTB, dan NTT.

Dalam perkembangannya RSUP Sanglah mengalami beberapa kali perubahan status, pada tahun 1993 menjadi rumah sakit swadana. Kemudian tahun 1997 menjadi Rumah Sakit Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada tahun 2000 berubah status menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) sesuai Peraturan Pemerintah tahun 2000. Terakhir pada tahun 2005 berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) dan ditetapkan sebagai RS

Page 6: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

Pendidikan Tipe A sesuai Permenkes No. 1636 tahun 2005 tertanggal 12 Desember 2005.

RSUP Sanglah Denpasar memiliki luas tanah : 13,5 Ha, dengan luas bangunan : 54.683,55 m2, luas Fasilitas lain : 70.114,50 m2. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 167 /Menkes/ Per /XII 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat, maka RSUP Sanglah Denpasar adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan dan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut Direktur Utama.

Jumlah tempat tidur  : 698 TT, dengan kompisisi : VIP : 122 TT  (17.48 %), Kelas I : 99 TT  (14.18 %), Kelas II : 142 TT (20.34 %), Kelas III : 292 TT (41.83 %), Kelas Khusus : 43 TT (6.16 %), Bed Occupancy Ratio (BOR) : 78.36 %, Average Length of Stay (ALOS) : 5.82 %, Turn Over Interval (TOI) : 1.53 %, Bed Turn Over (BTO) : 47.07 %, Gross Death Rate (GDR) : 7.10 %, Nett Death Rate (NDR) : 5.25 %.

REFORMASI BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Reformasi Birokrasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah untuk mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang baik (Good Governance) dalam mengemban amanat rakyat, yaitu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional khususnya pembangunan di bidang kesehatan.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, ketika melantik pejabat eselon II sesuai struktur organisasi baru Kemenkes di Jakarta, 3 Januari 2011.

Menurut Menkes, sebagai langkah strategis telah ditetapkan Permenkes Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, sebagai dasar untuk menata kembali sumber daya manusia (SDM) kesehatan dalam mengisi jabatan-jabatan pada struktur organisasi yang baru sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya.

“Dengan struktur yang baru, Kemenkes diharapkan bergerak lebih dinamis dan responsif, lebih efisien dan efektif, serta lebih tepat dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya”, ujar Menkes.

Menkes menegaskan, perubahan organisasi selain bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja, juga dimaksudkan untuk menyelesaikan secara komprehensif berbagai permasalahan mendesak yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan, guna mendukung pencapaian sasaran prioritas pembangunan kesehatan yaitu :

Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan KB Perbaikan status gizi masyarakat

Page 7: Reformasi Birokrasi Pembangunan Kesehatan 2011

Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, keamanan, mutu dan penggunaan obat serta pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan

Pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan

Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier

Percepatan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGS)

Kepada pejabat yang baru dilantik, Menkes minta agar menjadi birokrat yang memiliki karakter baik, semangat patriotisme dan nasionalisme yang tinggi, serta dapat berperan sebagai perekat bangsa dalam NKRI.

Menkes juga minta para pejabat mengembangkan kemampuan diri, baik manajerial maupun leadership sehingga dapat menjadi panutan terkemuka atau Out Standing Role Model for Leadership Character. Sanggup bekerja keras dan cerdas serta mampu melakukan terobosan yang positif melalui pikiran yang kreatif, inovatif, dan sistemik untuk kepentingan Nasional. Melakukan review Rencana Aksi masing-masing, sesuai dengan Renstra Kementerian Kesehatan dan Road Map Reformasi Kesehatan. Juga berjiwa dan bersemangat mewujudkan Good Governance.

“Dalam menilai keberhasilan pencapaian program kerja/kegiatan, bukan saja berdasarkan pada penyerapan anggaran yang baik, (budget oriented) tetapi juga dengan azas manfaat dan dampak positif (output dan outcome oriented) yang dirasakan oleh masyarakat”, tegas Menkes.

Menurut Menkes, untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tidak cukup dengan adanya struktur organisasi yang baik dan memadai, tetapi perlu didukung oleh berbagai faktor, seperti SDM Kesehatan yang memiliki karakter yang baik, serta memiliki jiwa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi, sehingga mampu berpikir cerdas dan bekerja keras serta fokus terhadap pencapaian pembangunan kesehatan secara nasional; Terselenggaranya ketatalaksanaan Administrasi dan Keuangan yang dinamis, transparan dan akuntabel serta didukung Standar Prosedur Operasional yang jelas. Sistem pembinaan dan pengawasan yang terukur. Mempunyai budaya organisasi/kerja yang efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

Dalam struktur organisasi yang baru dua direktorat jenderal (Ditjen) mengalami perubahan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat berubah menjadi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik berubah menjadi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.