Upload
hilda-indah-ratmelia
View
223
Download
52
Embed Size (px)
Citation preview
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
1/22
MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALAM UPAYA
REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAHAN
Tugas Pra-pasca sarjana
Administrasi Pembangunan
MAKALAHPERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN
KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM UPAYA REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAHAN
A M O S
G1CI 010 074
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010/2011
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
2/22
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul
Perspektif Administrasi Pembangunan Dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Dalam Upaya Reformasi Birokrasi Pemerintahan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat lebih bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
3/22
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..ii
DAFTAR ISI ... iii
PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang .. 1
1.2. Tujuan ... 4
1.3. Metode Penulisan ... 4
PEMBAHASAN ... 5
2.1. Birokrasi Untuk Pembangunan Kualitas Manusia . 5
2.2. Meningkatkan Kualitas Manusia Dalam Birokrasi
Pembangunan 13
2.3. Upaya Meningkatkan Kualitas Manusia Organisasi . 16
PENUTUP . 18
3.1. Kesimpulan . 18
3.2. Saran . 22
DAFTAR PUSTAKA
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
4/22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mulai akhir abad ke-19, sudah muncul adanya kesadaran mengenai pola hubungan
antara rakyat biasa dan priyayi atau antara pangreh praja dengan Binnenlandsch Besturr
(BB) yang lebih baik, dengan lebih memfungsikan pejabat sebagai pemimpin rakyat
Pemuda pribumi pada akhir abad ke-19 tersebut sudah mulai mendapat pendidikan ala
Eropa yang memadai, seperti Diperbolehkannya kaum pribumi sekolah di ELS, HBS, dan
sebagainya. Tujuan kolonial Belanda dengan memberikan kesempatan kepada kaum
pribumi untuk mendapatkan pendidikan ala Eropa adalah agar mulai lebih dapat
membantu kepentingan Belanda dalam penjajahan di Indonesia di mana pada akhirnya
malah memusingkan Hindia Belanda sendiri.
Pada masa kolonial Belanda, tidak terjadi perubahan-perubahan sistem dan
struktur kekuasaan patrimonial. Pemerintah kolonial mengangkat pejabat-pejabat sendiri,
sebagian daerah sepenuhnya di tangan pemerintah kolonial dan sebagian lainnya dalam
pemerintahan ganda, yang selain pengangkatan pejabat birokrasi kolonial juga ada
birokrasi tradisional. Pada umumnya orang-orang peribumi yang diangkat dalam jajaran
birokrasi kolonial disebut priyayi. Pemerintah kolonial membentuk birokrasi untukeksploitasi dan penguasaan politik, sehingga kedudukan birokrasi kolonial tidak lebih dari
kepanjangan tangan kekuasaan kolonial. Priyayi sebagai ambtenaar mempunyai
kekuasaan dan mempunyai kedudukan kuat dalam masyarakat. Keberlanjutan konsep
kenegaraan dan kekuasaan itu juga mempengaruhi kedudukan priyayi sebagai
penyelenggara kekuasaan. Mereka seolah tidak menjadi bagian dari masyarakat umum,
tetapi merupakan bagian dan sebagai kepanjangan tangan kekusaan kolonial Belanda.
Realita ini jika dikaitkan dengan struktur masyarakat Jawa yang dikhotomis, maka
birokrasi pada ambtenaar secara sosiologis termasuk dalam golongan para penggedheyang dalam hubungan sosialnya cenderung di tuankanoleh para kawulo yang terdiri
dari rakyat kebanyakan. Dalam hubungan sosial seperti ini, secara tradisional kawulo
tersebut cenderung patuh pada bendoro atau tuannya
Pada periode kemerdekaan, terjadi perubahan yang mendasar di mana pola
perilaku birokrasi pemerintah dikritik karena dianggap tidak demokrasi atau feodalistik.
Keinginan untuk menduduki jabatan dalam birokrasi pemerintah sebagai sesuatu yang
sangat dihormati sudah mulai berkurang. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan
nasionalisasi perusahaan asing mengalami salah urus dan disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi para birokrat. Birokrasi menekan lembaga atau organisasi non-
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
5/22
pemerintah yang berusaha mengkritiknya. Peran yang kuat dari birokrasi dalam
pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan seperti
misalnya di bidang teknologi baru, perubahan kelembagaan atau sikap pemerintah
menyangkut prioritas pembangunan
Menurut Weber demokrasi tidak sama dengan birokrasi di mana dalam birokrasi
memerlukan persyaratan dalam pengangkatan seseorang/pejabat, sedangkan demokrasi
mensyaratkan pemilihan seseorang/pejabat oleh banyak orang, tidak diangkat.
Batas-batas lingkup sistem-sistem otoritas umumnya dan demokrasi khususnya
dikelompokkan menjadi 5, yaitu kolegialitas, pemisahan kekuasaan, administrasi amatir,
demokrasi langsung, dan representasi (perwakilan).
Peran birokrasi dalam pembangunan merupakan bentuk kajian yang
penting. Ada beberapa segi yang penting dalam praktek birokrasi yang berfungsi untuk
menunjang pembangunan, yaitu adanya birokrasi sebagai alat integrasi nasional, birokrasi
sebagai pelopor pembangunan dan birokrasi sebagai agen sosialisasi politik. Sebagai alat
integrasi nasional, praktek birokrasi mempunyai peran yang berbeda antara negara maju
dan negara berkembang. Selain itu terdapat beberapa faktor penentu yang dapat
mempengaruhi integrasi nasional. Ketiga peran di atas hanyalah sebagian kecil dari peran
birokrasi yang beraneka ragam. Pelaksanaan birokrasi berhubungan erat dengan
perangkat pelaksananya, yaitu para administrator. Mereka memiliki kewenangan untuk
menentukan garis-garis kebijakan birokrasi yang didasarkan atas pertimbangan rasional
dan pengalaman yang dimilikinya. Hal ini bukan berarti mereka bebas menentukankebijakan dengan sebesar-besarnya, tetapi mereka hendaknya berpegang pada segi etika
yang merupakan pedoman bagi administrator untuk menjalankan roda pembangunan
seoptimal mungkin berlandaskan pada nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika
pembangunan
Birokrasi adalah media yang dapat berperan dalam pengembangan demokrasi, ia
mampu menjembatani kebijakan administratif dari penguasa dengan aspirasi rakyat.
Dalam praktek birokrasi dapat menimbulkan keadaan yang demokratis maupun anti
demokrasi, tergantung kepada sifat keterbukaan atau ketertutupan birokrasi itu sendiri.Semakin terbuka birokrasi maka kadar demokrasi semakin meningkat, demikian
sebaliknya
Pembinaan karier dalam birokrasi pemerintahan ditujukan guna menjamin
terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna
dan berhasil guna dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Oleh karena itu, diperlukan pembinaan aparat birokrasi sebagai unsur aparatur
negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945, bersih, berwibawa, bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya. Dalam
hubungan ini Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, telah meletakkan landasan yang
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
6/22
kokoh untuk mewujudkan pegawai negeri seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur
kedudukan, kewajiban, hak pembinaan pegawai negeri sebagai salah satu kebijaksanaan
dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang pemerintahan.
Untuk mendorong prestasi pegawai negeri, mereka diberi penghargaan dalam bentuk
kenaikan pangkat, penempatan pada jabatan tertentu dan kesempatan belajar untuk
meningkatkan pengalaman maupun kemampuan seorang pegawai negeri
Gejala umum yang terjadi di negara sedang berkembang termasuk
Indonesia adalah besarnya aparatur birokrasi tetapi kurang memiliki keahlian yang
memadai, bekerja kurang produktif dan tidak efisien. Sebenarnya luasnya tugas birokrasi
pada pemerintah sebagai hal yang wajar, hanya perlu diimbangi dengan kemampuan yang
memadai dari aparatur birokrasi.
Dalam era globalisasi saat ini semua dituntut serba cepat, begitu pula dengan
pelayan pemerintah kepada masyarakat. Sehingga diperlukan suatu sistem admnistrasi
yang efektif dan efisien dalam pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang efektif dan
efisien tersebut tentunya tidak hanya ditunjang oleh perkembangan teknologi yang ada
saat ini tetapi factor kualitas sumber daya manusia juga berperan penting dalam
pelaksanaan pembangunan. Karena tanpa didukungnya kualitas sumber daya manusia
yang maju, teknologi-teknologi yang digunakan dalam pelayanan masyarakat akan
kurang atau bahkan tidak befungsi secara baik yang secara langsung mengakibatkan tidak
efisien dan efektifnya pelayanan kepada masyarakat.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makaslah ini adalah sebagai bahan referensi bagi
perkembangan birokrasi di Indonesia dalam kaitannya dengan admisistrasi pembangunan
dan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dalam birokrasi
pembangunan Indonesia
1.3. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaandengan membaca buku-buku sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan birokrasi
pemmerintahan.
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
7/22
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Birokrasi Untuk Pembangunan Kualitas Manusia
Kita sudah sering mendengar dari kalangan praktisi dan ilmuwan bahwa administrasi
negara kita memiliki berbagai kelemahan birokrasi transisional, misalnya, inefisiensi,
produktivitas rendah, kurang mampu melaksanakan tugas pemba-ngunan dan sebagainya.
Para ahli seperti Tjokrowinoto (1989), Effendi (1990), Evers (1988), Bintoro (1987),
Mustopadidjaja (1988), Abdullah (1985), Brett (1988) dan Bryant dan White (1987) sudah
sering mensinyalir bahwa salah satu hambatan yang besar dalam pembangunan di negara
berkembang, termasuk Indonesia, adalah sistem administrasi negara yang belum memiliki
kemampuan yang cukup memadai buat melaksanakan berbagai tugas pembangunan yang
semakin kompleks. Hambatan ini akan menjadi semakin nyata pada Tahap Pembangunan
Jangka Panjang Kedua (1993/94 - 2018/2019) karena, berbeda dengan Pembangunan Jangka
Panjang Pertama, tujuan pembangunan nasional masa masa tersebut akan lebih menitik
beratkan pada peningkatan kualitas manusia dan kualitas masyarakat sebagai upaya
meningkatkan martabat manusia. Orientasi pembangunan yang telah berubah ini memerlukan
sistem administrasi yang berbeda dari sistem yang ada sekarang ini.
Max Weber, sosiolog Jerman yang merumuskan konsep birokrasi untuk pertama kali,
mempunyai pemikiran yang amat ber-beda dari para sarjana yang dibicarakan di atas tentang
hu-bungan antara birokrasi dan pembangunan ekonomi. Menurut Weber, birokratisasi adalah
prasyarat bagi pembangunan eko-nomi dan upaya penciptaan industri modern. Tanpa
birokrasi tidak mungkin dicapai ekonomi modern yang berkelanjutan, industrialisasi yang
cepat dan "take-off into selfsustained growth" (Giddens, 1985:195).
Teori birokratisasi Weber tadi menimbulkan satu pertanyaan yang selalu mengusik di benak
para sarjana adminis-trasi pembangunan: "Apakah birokratisasi di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia, sudah sampai ke tingkat yang cukup tinggi sebagai
prasarana pembangunan ekonomi?" Atau, sebaliknya, sudahkah birokratisasi yang terlalu
berlebihan (overbureaucratization) justru telah menjadi beban yang menghambat kemajuan
ekonomi negara ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dibahas proses birokratisasi secara lebih mendalam
agar kita dapat membandingkan tingkat birokratisasi di Indonesiadengan di beberapa negara
di kawasan ini. Evers (1987) dalam analisisnya tentang birokratisasi Asia Tenggara membedakan
tiga pola birokratisasi berikut:
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
8/22
(a) Pola pertama adalah birokratisasi sebagai proses rasionalisasi prosedur pemerintahan
dan aparat administrasi negara. Proses ini menjadi fokus dan dibahas secara luas da-
lam teori Weber dan oleh Evers dinamakan birokratisasi ala Weber atau Weberisasi
atau (Bw).
(b) Pola kedua adalah proses birokratisasi dalam bentuk peningkatan jumlah pegawai
negeri dan pembesaran organisasi pemerintah. Dalam literatur ilmu sosial sering
disebut nama Parkinson, tokoh ilmu sosial dari Universitas Singapura men-jadi
terkenal karena "Parkinson's Law" yang telah diciptakannya. Hukum Parkinson ini
menyatakan: (1) tiap pegawai negeri akan berusaha sekuat tenaga meningkatkan
jumlah pegawai bawahannya, dan (2) tiap pegawai akan selalu menciptakan tugas
baru bagi dirinya sendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya. Karena itu laju
birokratisasi akan meningkat dan jumlah pegawai negeri akan naik secara otomatis
tidak tergantung dari beban tugas yang diperlukan. Pola semacam ini disebut Evers
birokratisasi Parkinson
(c) Pola ketiga adalah birokratisasi sebagai proses perluasan kekuasaan pemerintah
dengan maksud mengontrol ke-giatan ekonomi, politik dan sosial masyarakat dengan
pera-turan, regulasi, dan bila perlu pemaksaan. Proses ini di-sebut Evers birokratisasi
Orwell atau Orwellisasi sesuai dengan gambaran masyarakat yang digambarkan oleh
penulis George Orwell dalam novelnya yang berjudul "1984".
Dengan ketiga pola ini kita dapat mengukur tingkat birokratisasi diIndonesia sertamembandingkannya dengan ting-kat yang sama di beberapa negara Asia Tenggara. Evers,
menggunakan pola Parkinson, mengukur tingkat birokratisasi tersebut dengan memakai rasio
pegawai negeri dan penduduk sebagai tolak ukur. Dia menyimpulkan bahwa proses
birokratisasi relatif berjalan dengan cepat di negara Asia Tenggara. Tingkat birokratisasi yang
tertinggi adalah di Malaysia dengan 40 pegawai per 1000 pada tahun 1986 diikuti oleh
Indonesia dengan 19 pegawai per 1000 penduduk dan Thailand dengan 10 pegawai per 1000
penduduk. Walau pun Indonesia mempunyai tingkat birokratisasi yang terendah tetapi
pertumbuhannya adalah yang tercepat karena antara 1950 dan 1988 jumlah pegawai negeritelah meningkat sebanyak lebih dari sepuluh kali lipat, dari 303 ribu menjadi 3,4 juta. Evers
menamakan pertumbuhan yang cepat ini "runaway bureaucratization". Menurutnya, proses
ini dapat dibandingkan dengan inflasi mata uang. Bila peredaran mata uang ditambah terus
maka nilainya akan merosot. Bila jumlah pegawai negeri ditambah terus secara cepat tanpa
mengingat keseimbangannya dengan beban tugas pemerintahan, maka "nilai" pegawai negeri
akan semakin menurun dan terjadilah inefisiensi. Dengan kata lain, inflasi pegawai negeri
tadi akan menghambat tercapainya birokratisasi seperti yang diinginkan oleh Weber.
Seperti sudah disinggung di atas, tesis utama teori birokratisasi Weber adalah sebagai
berikut: birokrasi modern yang rasional diperlukan untuk ekonomi modern. Apa ciri-ciri
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
9/22
birokrasi modern ini? Weber menggunakan konsep tipe ideal (idealtyp) untuk menjawab
pertanyaan ini. Menurut pemikiran Weber suatu birokrasi modern mempunyai ciri-ciri
berikut:
(a) kegiatan birokrasi dilaksanakan secara teratur dengan batas-batas otoritas yang jelas,
(b) ada hirarki kewenangan,
(c) ada aturan yang jelas tentang perilaku, otoritas dan tanggung-jawab pegawai, dan
(d) pegawai diterima atas dasar merit bukan ikatan kekrabatan.
Salah satu ciri yang penting dari birokrasi rasional ala Weber ini adalah suatu sistem
penggajian bagi pegawai se-bagai alat untuk meningkatkan produktivitas birokrasi tadi.
Dalam hal ini, birokrasi Indonesia mempunyai pola yang agak "unik" menurut pola
pemikiran Weber dan lebih mendekati pola imbalan dalam suatu birokrasi patrimonial yang
lebih menyan-darkan pada hubungan antar patron dan client atau yang seca-ra populaer
dikenal sebagai "bapakisme". Selama sistem penggajian dan honor seperti ini seimbang
dengan beban tugas maka dia dapat memacu produktivitas pegawai.
Cara lain yang telah ditempuh oleh Pemerintah untuk meningkatkan prestasi pegawai
adalah dengan menaikkan gaji me-reka. Anggaran pemerintah untuk gaji pegawai memang
mening-kat sebesar 48 persen selama PELITA IV, tetapi pendapatan riil pegawai negeri
sebenarnya menurun sebesar 24 persen (BIES, Survey of Recent Development, 23:2, 1987).
Gaji pega-wai negeri golongan I misalnya hanya mencapai 30 persen dari Kebutuhan Fisik
Minimal keluarga dengan 2 anak (Effendi, dkk, 1989). Tingkat gaji pegawai yang rendah iniakhirnya telah menciptakan birokrasi tidak produktif dan tingkat efisiensi yang rendah.
Dengan kata lain, sistem remunerasi yang dipakai oleh Indonesia telah menyimpang dari
prinsip yang difikirkan oleh Weber, dan karenanya sistem tersebut tidak akan mampu
menumbuhkan birokrasi yang rasional dan memiliki tingkat produktivitas dan efektivitas
yang diperlukan untuk menopang pembangunan yang sedang meningkat.
Peranan birokrasi pemerintah dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia, Thailand dan Singapura dapat dikatakan cukup besar. Bahkan ada sebagian
penulis yang menganggap bahwa peranan birokrasi dalam kehidupan ekonomi dan duniausaha Indonesia termasuk yang tertinggi di ASEAN. Sistem birokrasi Indonesia ini
dinamakan masyarakat politik
Birokratik (bureaucratic polity) oleh Jackson (1978), atau kapitalisme birokratik
(bureaucratic capitalism) oleh Robison (1986) untuk menggambarkan suatu sistem ekonomi
dan politik dimana kegiatan ekonomi yang utama dimiliki oleh pemerintah dan sangat
dikendalikan oleh peraturan-peratutan pemerintah. Sistem seperti ini menggambarkan pola
birokrasi Orwell dan seperti yang kita lihat keadaan ini amat menghambat proses
pembangunan, terutama buat jangka panjang.
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
10/22
Untuk sementara masyarakat birokratis seperti ini memang mampu menunjukkan
hasil yang cukup memuaskan. Studi yang diadakan oleh Muhaimin (1986), misalnya,
menyimpulkan bahwa dari berbagai tolok ukur nampak bahwa Pemerintah Orde Baru telah
mampu mencapai hasil-hasil yang cukup besar dalam memperkuat kehidupan bernegara.
Antara 1969/70 dan 1985/86 pengeluaran pembangunan pemerintah telah meningkat hampir
80 kali sebelum menurun mencapai titik terendah pada tahun 1988/89. Seiring dengan itu
telah terjadi peningkatan penerimaan dalam negeri sebesar hampir 90 kali termasuk pe-
ningkatan penerimaan pajak sebesar 67 kali lipat pada kurun waktu yang sama. Dalam pada
itu volume APBN yang merupakan salah satu tolok ukur kegiatan pembangunan pemerintah
juga telah mengalami pertumbuhan yang amat pesat seiring dengan bertambahnya proyek-
proyek pembangunan yang dilaksanakan. Pada PELITA I, besarnya dana yang disediakan
melalui APBN adalah Rp. 3.283,23 milyar, pada PELITA II meningkat menjadi Rp. 18.019,4
milyar, pada PELITA III meningkat lagi menjadi Rp. 66.393,7 milyar dan pada PELITA IV
telah meningkat lagi menjadi Rp. 91.063 milyar.
Peningkatan APBN ini telah memperkuat daya beli dalam negeri sehingga ekonomi
dapat tumbuh dengan pesat. Tetapi seperti dugaan Weber, birokrasi patrimonial terbukti tidak
mampu bertahan buat usaha pembangunan ekonomi jangka pan-jang. Kenyataan ini mulai
nampak pada pertengahan PELITA IV. Gejolak-gejolak ekternal yang diakibatkan oleh resesi
ekonomi dunia yang berkepanjangan telah menimbulkan penurunan permintaan terhadap
minyak, bahan tambang serta komoditi pertanian yang menjadi andalan Indonesia dalam
pencarian devisa. Keadaan ini lebih diperburuk lagi oleh berbagai tindakan protektif yangdiadakan oleh negara-negara maju untuk menghambat serangan ekspor dari negara
berkembang.
Keadaan ini membawa dampak langsung bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Sampai
dengan pertengahan PELITA IV laju pertumbuhan ekonomi hanya mencapai sekitar 4 persen
bila diukur dari Produk Domestik Bruto. Dengan demikian tingkat pertumbuhan riil kurang
dari 2 persen karena tingkat pertumbuhan penduduk adalah 2,1 persen. Keadaan ini sedikit
membaik pada tahun-tahun berikutnya karena ekonomi dunia lebih sehat keadaannya.
Kebijaksanaan debirokratisasi dan deregulasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah selamaini memang nampaknya mampu memperbaiki kinerja ekonomi nasional. Selain dapat
mengurangi kerentanan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi internasional tindakan-
tindakan tadi nampaknya telah dapat meningkatkan daya-saing berbagai produk
buatan Indonesia di pasar internasional. Lebih penting lagi tindakan deregulasi yang telah
dilaksanakan secara sistematis oleh Pemerintah nampaknya telah menyebabkan perubahan
struktur yang cukup besar pada ekonomiIndonesia.
Menurut perkiraan staf Bank Dunia tindakan-tindakan debirokratisasi dan deregulasi
dalam bidang ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia telah menurunkan secara
drastis peranan BBM sebagai sumber pendapatan dari ekspor dari hampir 81 persen pada
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
11/22
1981/82 menjadi 66.6 persen pada 1985/86 dan turun lagi menjadi 35.8 pada 1988/89.
Akibatnya, terjadi juga penurunan pada kontribusi penghasilan dari BBM terhadap
penghasilan total dari hampir 71 persen pada 1981/82 menjadi 57.5 persen pada 1985/86 dan
hanya 41.3 persen pada 1988/89. Perubahan struktur ekonomi ini nampak juga dari
perbandingan antara hasil ekspor Non-BBM terhadap impor non-BBM yang telah meningkat
dari hanya 28.8 persen pada 1981/82 menjadi 55.4 pada 1985/86 dan meningkat menjadi 90.3
persen pada 1988/89. Namun, belum semua bidang kegiatan rupanya tersentuh oleh berbagai
tindakandebirokratisasi dan deregulasi tadi. Misalnya, arus barang antar daerah masih terhalang
oleh berbagai peraturan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang akhirnya akan merugikan
masyrakat banyak.
Sampai saat ini memang sebagian besar kebijaksanaan debirokratisasi dan deregulasi
yang ditempuh oleh Pemerintah masih dipusatkan pada upaya mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Tindakan deregulasi yang ditempuh adalah menyangkut pemberian peluang yang lebih
besar kepada swasta dalam memobilisasi dana masyarakat dan penghapusan ekonomi biaya tinggi
dengan memperlancar arus barang serta menyederhanakan sistem perizinan. Namun masih
banyak aspek pengelolaan pembangunan yang belum disentuh dan karenanya memerlukan
tindakan debirokratisasi dan deregulasi lebih lanjut. Misalnya, Pembangunan Jangka Panjang
Kedua (1994/95 -2019/20) yang menekankan pembangunan kualitas manusia dan kualitas
masyarakat dalam rangka pembangunan berkelanjutan juga memerlukan peninjauan yang kritis
terhadap bentuk serta peranan birokrasi pemerintah.
Agar dapat melaksanakan pembangunan kualitas manusia yang mencakup dimensi-dimensi kapasitas (capacity), pemerataan (equity), pemberian kewenangan dan kekuasaan kepada
masyarakat (empowerment), keberlanjutan (sustainability) dan kesadaran akan saling-
ketergantungan (interdependency), diperlukan pemberian kesempatan yang lebih besar kepada
parti-sipasi masyarakat melalui LSM mau pun lembaga perwakilan rakyat. Dengan kata lain
diperlukan peninjauan kembali ten-tang peranan birokrasi dalam usaha pembangunan nasional.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama Repelita III dan IV dan di masa-masa yang akan datang
menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi semata-mata tidak lagi memadai untuk
meningkatkan taraf kemakmuran kita serta untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negaramaju.
Kapasitas administrasi negara untuk melaksanakan pembangunan relatif masih rendah
dan belum mampu memecahkan masalah-masalah nasional yang besar seperti pemerataan hasil
pembangunan, pening-katan produktivitas nasional, penyediaan kesempatan kerja dan
penyelenggaraan pelayanan publik. Masalah-masalah tersebut tidak mungkin dapat dipecahkan
melalui upaya pemba-ngunan yang unidimensional atau sektoral seperti yang kita ikuti selama ini
dengan semata-mata mengandalkan kemampuan administrasi negara. Untuk mengatasi masalah-
masalah nasio-nal tadi kualitas manusia dan masyarakat perlu ditingkatkan agar potensi penduduk
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
12/22
dapat diarahkan pada upaya pembangunan nasional. Dalam kerangka pemikiran ini lah,
pembangunan kualitas manusia mendapatkan penekanan pada GBHN 1988.
Sekarang sema-kin disadarioleh Pemerintah mau pun oleh para ilmuwan bahwa
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia Indonesia, baru
dapat dilaksanakan secara berhasil bila upaya pembangunan tersebut dapat meningkatkan
kualitas manusia dan masyarakatIndonesia sebagai sumberdaya pembangunan. Untuk
melaksanakan pembangunan seperti itu diperlukan suatu sistem administrasi yang baru yang
lebih berkemampuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.
Konsep pembangunan kualitas manusia sebenarnya cukup sederhana, yakni suatu
upaya yang terencana untuk mening-katkan kapasitas individu dan masyarakat suatu bangsa
untuk dapat secara aktif menentukan masa depannya. Kapasitas ini mencakup 5 aspek yakni:
kapasitas untuk berproduksi, pemera-taan, pemberian kekuasaan dan wewenang yang lebih
besar kepada masyarakat, keberlanjutan (sustainable), dan kesada-ran akan interdependensi
antar manusia, antar manusia dan lingkungannya, dan antar negara. Bila di difinisikan seperti
ini, pembangunan kualitas manusia pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan
inisiatif dan kreativitas penduduk sebagai sumberdaya pembangunan yang utama dalam
rangka mencapai kesejahteraan material dan spiritual. Dalam konteks Indonesia, konsep
pembangunan kualitas manusia ini perlu diperkaya dengan dimensi-dimensi yang khas buat
bangsa kita yakni, ketaatan pada prinsip-prinsip moral dan agama, kesetiakawanan sosial
dalam hubungan antar manusia, pengembangan rasionalitas, dan kemampuan menegakkan
kemandirian (Salim, 1990:12).Pergeseran titik berat pembangunan dari Trilogi yang lebih memprioritaskan
pertumbuhan ekonomi yang cepat, ke yang menekankan pemerataan, dan ke pembangunan
kualitas manusia dan kualitas masyarakat pada Pelita-Pelita yang akan datang, membawa
implikasi pada sistem administrasi yang digunakan buat mencapai tujuan yang berbeda ini.
Untuk melaksanakan pembangunan sumberdaya manusia sebagai upaya untuk meningkatkan
martabat mereka diperlukan suatu rona birokrasi yang tidak sama dengan yang kita miliki
sekarang ini. Beberapa penulis, misalnya Riggs (1976) dan Brett (1988), meramalkan bahwa
sistem administrasi Indonesia sekarang ini memiliki struktur organisasi, prosedur kerja,orientasi petugas, serta lingkungan birokrasi yang lebih mendekati gambaran suatu
masyarakat birokrasi politik ala Jackson (1978) atau kapitalisme birokratik ala Robison
(1986).
Seperti administrasi pemerintahan di NIB lainnya, administrasi negara
Indonesia menduduki tempat yang masih sentral walau pun dengan kadar yang sedang
menuju perubahan. Dimensi pembangunan yang semakin luas dan kompleks telah
menimbulkan perubahan yang drastis pada fungsi pemerintahan di negara-negara tersebut.
Perubahan-perubahan yang cepat di tingkat global dan nasional serta tuntutan masyarakat
akan pelayanan publik yang bertambah baik adalah faktor pendorong yang amat kuat bagi
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
13/22
perubahan-perubahan pada sistem administrasi agar sistem tersebut lebih mampu untuk
mendukung pembangunan yang bertambah kompleks tadi.
Seperti sudah disinggung di atas, pembangunan kualitas manusia itu sebenarnya
mencakup lima dimensi yakni kapasitas untuk berproduksi, pemerataan, pemberian
kewenangan yang lebih besar kepada rakyat, kesadaran yang lebih tinggi tentang
interdependensi antar manusia dan lingkungannya mau pun hubungan antar daerah dan antar
bangsa, dan juga penekanan pada azas keberlanjutan (sustainability). Untuk itu perlu
dikembangkan suatu sistem administrasi baru yang lebih cocok untuk pembangunan kualitas
manusia, yakni sistem administrasi yang memiliki struktur yang lebih terbuka atau organis
adaptif (Bennis, 1969, dan Saxena, 1985), prosedur yang lebih sederhana dan cepat, petugas
yang berorientasi fasilitator dan memiliki budaya pelayan publik serta lingkungan politik-
birokratis yang mampu menciptakan "pengawasan" yang fungsional dan effektif terhadap
birokrasi pemerintah.
2.2. Meningkatkan Kualitas Manusia dalam Birokrasi Pembangunan
Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Pemerintah, khususnya sistem
administrasinya, pada akhirnya merupakan salah satu faktor penentu yang utama yang akan
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembangunan kualitas manusia. Para kritikus
birokrasi pada umumnya masih sepakat bahwa peranan birokrasi dalam pembangunan
nasional tidak mungkin dapat digantikan sepenuhnya oleh lembaga swasta (Mathur, 1986:9).
Namun, di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, sistem administrasi
pembangunan menghadapi banyak hambatan yang amat mempengaruhi kemampuan sistem
tersebut buat melaksanakan pembangunan kualitas manusia secara baik dan dengan amat
memperhatikan martabat manusia.
Secara garis besar hambatan-hambatan pada birokrasi pembangunan dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni: hamba-tan proses dan hambatan orientasi (Saxena,
1986:49). Hambatan proses mencakup baik aspek struktur dan prosedur. Hingga kini struktur
organisasi modern tetap dipandang sebagai model birokrasi yang tepat buat melaksanakan
pembangunan. Oleh para ahli sering kekurang berhasilan yang terjadi di banyak negeri
dihubungkan dengan bentuk birokrasi ini. Tetapi, yang menyebabkan model tersebut kurang
berhasil bukanlah bentuknya itu tetapi adalah karena adanya nilai-nilai dan struktur
organisasi yang tradisional yang menyebabkan tumbuhnya distorsi bentuk organisasi modern
menjadi sistem yang patrimonial. Pada sistem ini prinsip-prinsip nepotisme dan
partikularistik berlaku. Kalau pada sistem ekonomi kita mengenal adanya dualisme antara
ekonomi tradisional-agraris dan ekonomi modern-industrial, maka dalam sistem adminis-trasi
kita dikenal adanya dualisme antara sistem adminis-trasi tradisional yang menekankan
ritualisme administratif yang tidak efisien dan sistem administrasi modern yang menekankanrasionalisme administratif yang efisien (Riggs, 1957:59). Dualisme administratif ini yang
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
14/22
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan budaya pelayan publik dalam birokrasi kita
merupakan salah satu sebab kekurang-mampuan administrasi pembangunan Indonesia.
Birokratisasi dan sentralisasi yang kuat dalam pengelolaan pembangunan telah
menimbulkan struktur birokrasi yang amat hirarkis dan legalistis, sehingga prosedur lebih
bertujuan untuk memenuhi tuntutan struktur daripada manfaat. Fleksibilitas dan arus
komunikasi yang lancar yang amat diperlukan dalam penyelenggaraan program
pembangunan menjadi terhambat, dan dalam birokrasi pembangunan yang luar biasa
besarnya di Indonesia, prosedur menjadi amat kakudan lamban. Yanglebih parah
adalahprosedur yang mencekik ini ditumpangi lagi oleh kepentingan pribadi dan dijadikan
komoditi yang diperdagangkan untuk keuntungan pribadi mau pun kelompok.
Perananbirokrasi pemerintah yang kuat dan dominan da-lam pengelolaan program
pembangunan selama 25 tahun ini telah menimbulkan mental penguasa yang amat kuat di kala-
ngan pejabat birokrasi dan ini menjadi penghambat yang cukup besar dalam upaya penciptakan
aparatur pemerintahan yang terbuka dan mampu menggalang partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Dalam birokrasi seperti itu prestasi seorang pejabat bawahan akan diukur dari
kemampuannya mencapai target-target yang telah ditentukan dan oleh "kepuasan" atasan
terhadap prestasi bawahan tadi. Karena itu sifat yang paling menonjol adalah semangat untuk
menjaga keseimbangan dan keselarasan serta kurang mementingkan perubahan dan kemajuan
yang identik dengan pembangunan. Dengan kata lain, tumbuhlah dengan subur etos kerja status
quo yang mendorong para pejabat untuk lebih mempertahankan keharmonisan dalam segala hal.
Perubahan-perubahanpada birokrasi pemerintah itu sen-diri sebenarnya tidak akanterjadi terlepas dari kondisi lingkungannya. Karena itu dalam pelaksanaan pembangunan kualitas
manusia ini diperlukan suatu persyaratan mutlak yakni kemungkinan setiap anggota masyarakat
untuk berpartisipasi dalam upaya untuk meningkatkan kapasitasnya (Bryant dan White, Ibid; dan
Korten dan Klaus, Ibid). Partisipasi masyarakat ini akan memungkinkan mereka untuk membantu
menentukan masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam pembangunan. Partisipasi ini juga
akan memungkinkan masuknya informasi yang lebih banyak dari lapangan yang berguna bagi
penentuan strategi pembangunan yang lebih tepat. Dukungan masyarakat yang lebih besar dalam
pelaksanaan program pembangunan pun akan dapat digerakkan dengan parptisipasi. Disampingitu partisipasi masyarakat dalam pengawasan akan memungkinkan pengawasan yang lebih
effektif.
Dalam melaksanakantugas-tugas pembangunan sebagai upaya peningkatan kapasitas,
sifat-sifat birokrasi peme-rintah yang stabil-mekanistis tidak mungkin dihilangkan secara
keseluruhan. Sifat tersebut hanya dapat dikurangi dan diganti dengan organisasi yang lebih
bersifat organis-adaptif (Saxena, Ibid; dan Bennis, 1969), yaitu organisasi yang selalu tumbuh
dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak dicapai dan dengan dinamika lingkungannya,
yang lebih terbuka terhadap gagasan peningkatan kapasitas, serta yang mampu melaksanakannya.
Struktur birokrasi yang organis-adaptif ini mempunyai pola hubungan yang lebih longgar dan
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
15/22
terbuka terhadap pengaruh positif dari luar. Partisipasi dalam perumusan tujuan menjadi lebih
lebar sehingga terbuka kesempatan yang luas untuk keterlibatan dari bawah (bottom-up) mau pun
dari atas (top-down).
Selain strukturorganisasi yang organis-adaptif, dalam pengembangan partisipasi ini perlu
diadakan distribusi kekuasaan dan sumberdaya. Dengan kata lain, suatu peringkat desentralisasi
yang memadai adalah prasyarat lain yang diperlukan buat pelaksanaan pembangunan kualitas
manusia agarberhasil. Dalam hal ini ada perbedaan yang jelas antara pem-bangunan dan nation-
building. Dalam nation-building memang diperlukan sentralisasi kekuasaan. Bagi Indonesia,
tahap ini sudah dapat kita lewati dengan berhasil. Dalam tahap pem-bangunan untuk
meningkatkan kualitas manusia dan kualitas masyarakat, sentralisasi yang berlebih-lebihan ini
harus segera ditinggalkan untuk diganti dengan desentralisasi, yakni pemberian kewenangan yang
lebih besar kepada daerah dan masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan, dan menga-wasi
pembangunan.
Untuk melaksanakanpembangunan seperti ini diperlukan desentralisasi sebanyak
mungkin urusan kepada daerah. Hanya daerah yang tahu secara lebih baik aspirasi daerah serta
dapat menilai apa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang mereka miliki serta untuk apa
kekayaan tersebut akan digunakan. Karena itu hambatan paling besar dalam pelaksa-naan
kebijaksanaan semacam itu adalah sentralisasi yang amat besar dalam sistem administrasi kita.
Hambatanyang ketiga adalah karena kelemahan yang ter-kandung dalam sistem politik
kita yang kurang mampu mengem-bangkan pengawasan oleh DPR dan DPRD. Salah satu sebab
utama kekurang berhasilan pembangunan di negara sosialis dan Dunia Ketiga menurut kajianyang diadakan oleh Institute of Devel-opmentStudies, Universitas Sussex, adalah karena
lemahnya sistem pengawasan demokratis di negara-negara ini. Sampai saat ini DPR dan DPRD,
dengan berbagai cara, masih diperla-kukan sebagai kepanjangan dari lembaga eksekutif. Karena
itu tidak ada kekuatan politik yang berarti yang mengontrol lem-baga eksekutif. Dominasi
birokrasi dalam kehidupan politik, karena amat sukar membedakan antara birokrasi dengan
Golkar sebagai kekuatan politik yang sedang berkuasa, telah memper-buruk keadaan ini dan telah
amat melemahkan efektivitas pe-ngawasan terhadap lembaga eksekutif.
2.3. Upaya Meningkatkan Kualitas Manusia Organisasi
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kemampuan administrasi pemerintah
untuk melaksanakan pembangunan martabat manusia tidak mungkin dapat ditingkat-kan
tanpa peningkatan kualitas manusia dalam birokrasi pembangunan itu sendiri. Kualitas yang
diperlukan oleh petugas birokrasi pembangunan itu antara lain mencakup ketaatan pada
prinsip-prinsip moral dan agama yang tinggi, rasa kesetiaka-wanan sosial dalam hubungan
sebagai pejabat dan masyarakat, rasionalitas sebagai pejabat yang merupakan individu
organisasi dan institusi yang lebih mementingkan tujuan organisasi daripada tujuan individu
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
16/22
serta tingkat kemandirian yang juga tinggi. Karena itu perlu didukung upaya yang sedang
dirintis oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk me-ningkatkan kualitas
aparat dalam birokrasi seperti yang dilontarkan beberapa waktu yang lalu pada Seminar
Nasional Pembangunan Kualitas Manusia dalam Era Tinggal Landas di Universitas Widya
Mataram, Yogyakarta (Kusumaatmadja, 1990).
Ada beberapa pilihan upaya yang dapat ditempuh oleh para perumus kebijaksanaan
kita, khususnya dalam bidang pem-bangunan administrasi. Semua upaya ini dilandasi oleh
suatu asumsi bahwa dalam pelaksanaan pembangunan kualitas manusia ini organisasi modern
adalah satu-satunya wadah implementasi yang tersedia sampai saat ini. Dalam upaya untuk
menghasilkan organisasi yang memiliki effisiensi dan otonomi yang diperlukan buat
melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan martabat manusia, disadari bahwa hirarhi
yang terlalu panjang dan compartmentalized akana menghasilkan ke-kakuan dan subordinasi
yang berlebihan. Karena itu inti dari upaya untuk meningkatkan kualitas manusia dalam
birokrasi pembangunan meliputi upaya meningkatkan produktivitas mereka melalui sistem
insentif, baik finansial dan non-finansial, yang lebih baik, serta merubah tata nilai serta
lingkungan birokrasi melalui:
1. Pelatihan Tehnis dan Moral
Sudah disinggungdi atas bahwa birokrasi kita belum di- landasi oleh budaya pelayanan
publik serta ra-sionalitas organisasi yang memadai. Karena itu program pelatihan yang tepat
untuk menanamkan budaya tersebut serta rasionalitas sebagai manusia organisasi dan manusia
institusi haruslah mendapatkan penekanan dalam upaya reformasi administrasi di Indonesia.Program pelatihan yang baik dan tepat tidak akan dapat digantikan oleh upaya restrukturisasi
bentuk organi-sasi yang telah ditempuh selama ini.2. Desentralisasidan Reintegrasi
Pembangunan kualitas manusia dan kualitas masyarakat amat memerlukan
desentralisasi kewenangan kepada daerah dan kepada masyarakat. Hanya daerah yang tahu
dengan lebih baik potensi yang dimilikinya serta bagaimana menggunakan potensi tersebut
untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Hambatan-hambatan antar kantor dan dinas di
pusat dan di daerah perlu dikurangi dengan mengadakan reintegrasi tugas-tugas oleh berbagai
kantor tadi. Pembicaraan mengenai reintegrasi ini sudah pernah dilontarkan oleh Menteri
Rudini beberapa waktu yang lalu sehubungan dengan pengaturan kembali tugas kantor-kantor
perwakilan Departemen di daerah atau oleh Menteri Sarwono sehubungan dengan
perampingan birokrasi.
3. Demokratisasi
Studi-studi yang diadakan oleh para sarjana adminis-trasi semakin menunjukkan
bahwa kinerja sistem administrasi yang kurang memuaskan di negara selalu lebih menonjol
di negara yang tidak demokratis. Dengan kata lain, tanpa pengawasan politik yang effektif
birokrasi pembangunan cenderung untuk kurang berprestasi. Karena itu, sejalan denganupaya reformasi administrasi, harus diadakan transformasi politik untuk menciptakan
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
17/22
pengawasan demokratis yang efektif terhadap birokrasi. Transformasi ini harus lebih luas dari
transformasi yang kita kenal selama ini yang bertujuan untuk memperbaiki accountability dan
partisipasi. Yang diperlukan adalah pemberian keleluasaan kepada masyarakat untuk
mengembangkan basis-basis organisasi sosial yang bebas dalam suatu masyarakat sipil (civil
society).
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
18/22
BAB II
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berbagai upaya reformasi birokrasi yang telah dilakukan melalui kegiatan yang
rasional dan realistis masih memerlukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut terkait
dengan banyaknya permasalahan yang belum sepenuhnya teratasi. Dari sisi internal, berbagai
sektor seperti demiokrasi, desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, berdampak pada
tingkat kompleksitas permasalahan dan upaya mencari solusi ke depan. Sedangkan dari sisi
eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi teknologi juga berpengaruh kuat
terhadap pencarian-pencarian alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara.
Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentaralisasi telah membawa dampak
pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan makin
meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya
tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi,
akuntabilitas, dan kualitas kinerja publik serta taat padan hukum, meningkatnya tuntutan
dalam penyerahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan.
Permasalahan secara khusus dari sisi internal birokrasi tersebut antara lain adalah;
pelanggaran displin, penyalahgunaan dan penyimpangan kewenangan, rendahnya sumber
daya aparatur, sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)pemerintahan yang belum memadai, rendahnya efisisensi dan efektifitas kerja, rendahnya
kualitas pelayanan umum, rendahnya kesejahteraan PNS, dan banyaknya peraturan-
perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan.
Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi
merupakan tantangan sendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan
faktor lingkungan politik, ekonimi dan osial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arusinformasi dan mancanegara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya
kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital devide). Perubahan-perubahan ini,
membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan poengetahuan dan keterampilan
yang handal untuk melakukan antisipasi, menggalai potensi dan cara baru dalam menghadapi
tuntutan perubahan. Disampaing itu para aparatur negara harus mampu meningkatkan daya
saing, dengan melakukan aliansi strategis untuk menjaga keutuhan bangsa.
Pelaksanaan informasi birokrasi saat ini masih kurang berjalan sesuai tuntutan
reformasi, hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas permaslahan dalam upaya
mencari solusi perbaikan. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
19/22
praktek KKN dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur negara merupakan
cerminan kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam upaya mendorong
peningkatan kinerjabirokrasi aparatur negara. Tuntutan untuk menciptakan pemerintahan yang
bersih dan akuntabel merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia.Sasaran Reformasi Birokrasi
Secara umum sasaran reformasi yaitu mewujudkan aparatur negara yang bersih,
profesional, dan bertanggungjawab serta dapat menciptakan birokrasi yang efisien, efektif
dan dapat memberikan pelayanan yeng bermutu kepada seluruh masyarakat.
Secara umum sasaran yang ingin dicapai adalah
1) Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi dan dimulai dari tataran
jajaran pejabat yang paling atas,
2) Treciptanya sistem pemerintahan dan birikrasi yang bersih, akuntabel,transparan, efisien dan berwibawa,
3) Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap
warga negaa, kolompok, atau golongan masyarakat,
4) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik,
5) Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan dan perundangan di atasnya.
Arah Kebijakan Reformasi Borokrasi
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelanggaraan negara dalam
upaya mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka kebijakan
penyelanggraan negara 2005-2009 dirahkan untuk :Pertama,Menuntaskan penyalahgunaan
kewenangan dalam bentuk praktek-praktek KKN dengan cara: a) Penerapan prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat / lini pemerintahan pada
semua kegiatan, b) Pemberian sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku KKN seuai dengan
ketentuan yan berlaku, c) Penigkatan efektifitas pengawasan aparatur negara melalui
koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan masyarakat, d) Peningkatan budaya
kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan bertanggungjawab, e) Peningkatan
pemberdayaan penyelenggaraan negara, dunia usaha, dan masyarakat madani dalam
pemberantasan KKN.Kedua,meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara
melalui: a) Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan agar lebih memadai, efektif,
proporsional, ramping, luwes, dan responsif, b) Peningkatan efektifitas dan efisiensi
ketatatlaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan, c) Penataan dan
peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan
fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; serta, d) Peningkatan
kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan
prestasi.Ketiga, Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan dengan; a) Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar,umum, dan unggulan, b) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
20/22
kebutuhan dirinya, berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya
pemerintahan.
Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik
Bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, responsif dan
bertanggungjawab. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain, meliputi; 1) membangun
pemahaman, penghayatan dan pelaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik, antara lain; keterbukaan, kebertanggungjawaban atau akuntabilitas
dan akuntabilitas, dan ketaatan hukum, serta membuka partisipasi publik seluas-luasnya pada
semua kegiatan pembangunan dan 2) menerapkan nilai-nilai aparatur guna membanguan budaya
kerja yang mendukung produktifitas kerja yang tinggi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan negara, khususnya dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada
masyarakat.
Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur NegaraBertujuan untuk menyempurnakan dan mengefetifkan sistem pengawasan dan audit
serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel,
dan bebas KKN. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi; 1) Meningkatkan
intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit internal, eksternal, dan pengawasan
masyarakat, 2) Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan
prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan, dan terakunkan, 3)
Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum, 4) Meningkatkan koordinasi
pengawasan yang lebih komprehensif, 5) Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis
kinerja dan mendorong peningkatan implementasinya pada seluruh instansi, 8)
Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP dan perbaikan kualitas informasi
hasil pengawasan, serta 9) Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil
pengawasan.
Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Bertjuan unuk menatadan menyempurnakan sistem organisasi dan menejemen
pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota agar lebih
proporsional, efisien dan efekif. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: 1)
Menyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif, ramping, fleksibel berdasarkan prinsipgood governance, 2) Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan
NKRI dan mempercepat proses desentralisasi, 3) Menyempurnakan struktur jabatan negara
dan jabatan negeri, 4) Menyempurnakan tatalaksana dan hubungan kerja antar lembaga di
pusat dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten / kota, serta 5) Menciptakan
sistem administrasi pendukung dan kearsipan yang efektif dan efisien.
3.2. Saran
Karena birokrasi ditempatkan pada posisi yang dominan maka lembaga lain diluar
birokrasi menjadi lemah. Dalam posisi yang demikian birokrasi menjadi tidak fungsional
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
21/22
dalam melayani masyarakat. Agar fungsi birokrasi sebagai alat pemerintah yang bekerja
untuk kepentingan rakyat, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi
ini tidak dapat sepenuhnya dicapai, namun birokrasi semestinya mempunyai kemandirian
sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum. Lebih meningkatkan diri
sebagai abdi masyarkat dari pada sebagai abdi Negara atau setidaknya ada keseimbangan
diantara keduanya.
5/19/2018 MAKALAH PERSPEKTIF ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DALA
22/22
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukur. Birokrasi dan Pembangunan Nasional: Studi tentang Peranan Birokrasi
Lokal dalam Implementasi Program-program Pembangunan di Sulawesi Selatan.Disertasi Universitas Hasanuddin, 1985.
Effendi, S.Debirokratisasi dan Deregulasi: Meningkatkan Kemampuan Administrasi Untuk
Melaksanakan Pembangunan. Makalah pada Seminar DAAD-UGM, Yogyakarta, 19
Desember 1987.
___________, "Pelayanan Publik, Pemerataan, dan Administrasi Negara Baru," Prisma, XV:12,
1986.
___________, Debirokratisasi dan Deregulasi: Meningkatkan Kemampuan Administrasi untuk
Melaksanakan Pembangunan Nasional. Makalah pada Seminar UGM-DAAD di
Yogyakarta, 19 Desember 1987.
___________, Birokrasi, Pembangunan Kualitas Manusia dan Produktivitas Nasional. Makalah
pada Seminar Kualitas Manusia dan Produktivitas Nasional diselenggarakan oleh Panitia Dies
Natalis ke 38 Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, 17 Desember 1987.
MODELREFORMASI BIROKRASI
INDONESIAWWW.BPKP.GO.ID/UNIT/SULTRA/REFORMASI.PDF
REFORMASI BIROKRASI: TANTANGAN DAN PELUANG ERRY RIYANA
...WWW.LFIP.ORG/.../REFORMASI%20BIROKRASI%20-
%20ERRY%20RIANA%20HARDJAPAMEKAS.PDF
http://www.bpkp.go.id/unit/Sultra/reformasi.pdfhttp://www.bpkp.go.id/unit/Sultra/reformasi.pdfhttp://www.bpkp.go.id/unit/Sultra/reformasi.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi%20birokrasi%20-%20erry%20riana%20hardjapamekas.pdfhttp://www.bpkp.go.id/unit/Sultra/reformasi.pdfhttp://www.bpkp.go.id/unit/Sultra/reformasi.pdf