57
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan postmatur (serotinus) adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu.(lebih dari 294 hari). Angka kejadian kehamilan post matur ini antara 3-12%. 2,3,5,6,7 Pada umumnya, kehamilan manusia rata-rata berakhir dalam 280 hari. Kehamilan yang matur biasanya antara 37 minggu sampai 42 minggu. Kehamilan lewat waktu (postdate atau postterm) berakhir lebih dari 42 minggu atau lebih dari 294 hari yang dihitung dari hari pertama mens terakhir. Kira-kira 90% dari seluruh kehamilan akan berakhir pada kurang dari 42 minggu, dengan 50% sesuai kehamilan normal, 40% pada kehamilan minggu ke-42 . 5% sesuai dengan taksiran tanggal persalinannya dan 4% setelah lewat 43%. 5 Menurut beberapa penelitian, peningkatan angka mortalitas perinatal (lahir mati ataupun kematian neonatus) berhubungan dengan memanjangnya waktu kehamilan (serotinus). Pada usia kehamilan 42 minggu, angka mortalitas meningkat 2 kali lipat, sedangkan bila lebih dari 44 minggu, maka angka kematian meningkat 4 sampai 6 kali lipat. Karena itu, sebaiknya usia kehamilan dapat diketahui dengan tepat untuk menurunkan insidensi kematian perinatal ini. 5,9, 1

Referat Kehamilan Lebih Waktu

  • Upload
    bonarz

  • View
    825

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Kehamilan Lebih Waktu

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan postmatur (serotinus) adalah kehamilan yang berlangsung lebih

lama dari 42 minggu.(lebih dari 294 hari). Angka kejadian kehamilan post matur

ini antara 3-12%.2,3,5,6,7 Pada umumnya, kehamilan manusia rata-rata berakhir

dalam 280 hari. Kehamilan yang matur biasanya antara 37 minggu sampai 42

minggu. Kehamilan lewat waktu (postdate atau postterm) berakhir lebih dari 42

minggu atau lebih dari 294 hari yang dihitung dari hari pertama mens terakhir.

Kira-kira 90% dari seluruh kehamilan akan berakhir pada kurang dari 42 minggu,

dengan 50% sesuai kehamilan normal, 40% pada kehamilan minggu ke-42 . 5%

sesuai dengan taksiran tanggal persalinannya dan 4% setelah lewat 43%. 5

Menurut beberapa penelitian, peningkatan angka mortalitas perinatal (lahir

mati ataupun kematian neonatus) berhubungan dengan memanjangnya waktu

kehamilan (serotinus). Pada usia kehamilan 42 minggu, angka mortalitas

meningkat 2 kali lipat, sedangkan bila lebih dari 44 minggu, maka angka kematian

meningkat 4 sampai 6 kali lipat. Karena itu, sebaiknya usia kehamilan dapat

diketahui dengan tepat untuk menurunkan insidensi kematian perinatal ini. 5,9,

Yang menjadi permasalahan, adalah umumnya wanita yang sedang hamil

sering tidak ingat dengan pasti kapan haid terakhirnya. Hal ini penting diketahui

dengan pasti, tanggal pertama haid terakhir pasien, yang tentunya dengan siklus

yang teratur. Saat ini sering digunakan rumus Naegele untuk menentukan umur

kehamilan, tetapi rumusan ini menjadi kacau pada pasien yang haidnya tidak

teratur, ataupun yang fase folikulernya sering memanjang. Karena itu dibutuhkan

beberapa parameter klinik maupun penunjang lainnya untuk mengetahui perkiraan

usia kehamilan.7

Penentuan usia kehamilan penting dilakukan untuk menghindari terjadinya

kehamilan lewat waktu (serotinusyang dapat menyebabkan banyaknya resiko pada

ibu dan bayi, terutama pada bayi. Pada kehamilan diatas 41 minggu, komplikasi

prenatal mulai meingkat. 5,7

1

Page 2: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Pada beberapa pusat kesehatan, kehamilan lewat waktu merupakan

komplikasi antepartun yang paling sering terjadi. Hal tersebut merupakan indikasi

untuk tes kesejahteraan janin sebelum kelahiran dan merupakan indikasi sering

untuk induksi persalinan. Karena meningkatkan resiko pada janin dan

meningkatkan penggunaan alat dan bahan, maka penting untuk melakukan

penatalaksaan yang baik, sehingga hasil akhir ibu dan anak baik,dan penggunaan

alat dan bahan dapat efisien. 5

Pada kehamilan, 10 % nya berlangsung lebih dari 42 minggu. Pada

beberapa kasus, mungkin ada sebab genetic untuk serotinus, tetapi kebanyakan

penyebabnya tidak diketahui. Diagnosisnya biasanya ditegakkan dari riwayat

pemeriksaan kehamilan dan biasanya dikonfirmasi ulang jika diperlukan dengan

pemeriksaan ultrasonografi dengan mengukur lingkar perut janin, panjang femur,

panjang janin dari corona (kepala) sampai tulang ekor, dan ukuran kantung

amnion terpanjang dibandingkan dengan data nomogram. 4,7

Resiko dari kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya angka kematian

janin terutama jika lama kehamilan lebih dari 43 minggu. Setidaknya 1 dari 3 dari

angka kematian yang meningkat berhubungan dengan kelainan bawaan fetus. 4

2

Page 3: Referat Kehamilan Lebih Waktu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Kehamilan postmatur adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari

42 minggu (lebih dari 294 hari). Partusnya disebut partus postmaturus atau

serotinus dan bayinya disebut postmaturitas (serotinus). 2,3,5,6 Salah satu aspek

penting yang harus diketahui oleh seorang ahli kandungan adalah tanggal haid

pertama dari haid terakhir dalam siklus yang normal. Dengan diketahuinya

tanggal ini, dapat dihitung dugaan tanggal persalinan, sehingga dapat mencegah

diagnosis yang berlebihan (over diagnostic) ataupun keadaan under diagnostic

terhadap dugaan kehamilan serotinus. Rumus taksiran persalinan yang saat ini

sering digunakan adalah rumus Naegele, yakni tanggal pertama haid dikurangi 3

(bulan), ditambah 7 (hari). Perhitungan ini berdasarkan asumsi, ovulasi terjadi

pada hari ke 14 dari siklus teratur 28 hari. Bila terjadi variasi pada fase folikuler

pada siklus haid, maka perhitungan taksiran persalinan dengan rumus ini tidak

dapat dipercaya.7

FREKUENSI

Kehamilan lewat waktu tidak dikenali hingga tahun 1902 ketika

Ballantyne menggambarkan masalah pada kehamilan lewat waktu untuk pertama

kalinya. Pada salah satu artikel, McClure Browne melaporkan meningkatnya

kematian perinatal 2 kali lebih tinggi pada kehamilan lebih dari 42 minggu.

Peningkatan angka kematian tidak termasuk preeklampsi, malformasi kongenital,

dan perdarahan antepartum. Banyak juga yang menghubungkan antara angka

kesakitan perinatal dengan angka kematian pada neonatus yang lahir lewat

waktu.5

Menurut beberapa penelitian, peningkatan angka mortalitas perinatal (lahir

mati ataupun kematian neonatus) berhubungan dengan memanjangnya waktu

kehamilan (serotinus). Pada usia kehamilan 42 minggu, angka mortalitas

meningkat 2 kali lipat, sedangkan bila lebih dari 44 minggu, maka angka kematian

3

Page 4: Referat Kehamilan Lebih Waktu

meningkat 4 sampai 6 kali lipat. Karena itu, sebaiknya usia kehamilan dapat

diketahui dengan tepat untuk menurunkan insidensi kematian perinatal ini. 5,9

Grafik 2.1. Hubungan antara angka mortalitas perinatal dengan kehamilan

post matur

(Sumber : Rosa C. 2001 : 388-395)

ETIOLOGI

Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan cukup banyak,

antara lain:

1. Umumnya disebabkan tidak akuratnya penentuan usia kehamilan karena

siklus haid yang tidak teraturdan tidak dilakukannya pemeriksaan dengan

Ultrasound (USG) untuk memperkirakan usia kehamilan pada awal

kehamilan. Menurut penelitian, bila tanggal pertama haid terakhit diketahui

4

Page 5: Referat Kehamilan Lebih Waktu

dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG, maka kehamilan yang benar-

benar serotinus hanya sebanyak 1,1% saja. 7

2. Hormonal, yaitu:

kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,

sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.2

3. Faktor lainnya adalah bila wanita hamil adalah seorang yang putus

pemakaian kontrasepsi oral. Pada pasien-pasien ini sukar ditentukan masa

ovulasinya karena sering terjadi keterlambatan haid 2 minggu atau lebih

(siklus tidak teratur) pada beberapa siklus spontan awal. Dengan demikian

tanggal haid pertama pada haid terakhir merupakan ukuran yang tidak tepat

untuk menentukan taksiran persalinan.7

4. Masalah yang jarang terjadi, tetapi penting dalam kehamilan serotinus adalah

kelainan bawaan, seperti anencephaly tanpa danya kelenjar hipofise,

insufisiensi adrenal, maupun defisiensi sulfatase pada plasenta yang

berhubungan dengan X-linked. Pada janin anencephaly, tidak terdapat

pembentukan kelenjar hipofise, kehamilannya selalu lewat waktu, berlawanan

dengan janin anencephali dengan kelenjar hipofise yang berkembang normal.

10 dari 19 fetus lewat waktu meninggal karena hipoplasia kelenjar adrenal. 5

Kelainan defisiensi sulfatase terjadi 1:2000 sampai 1:6000 kelahiran. Janin

terkena ichtiosis, kelainan kulit seperti hiperkeratosis, juga dihubungkan

dengan kornea yang opak, stenosis pilorus dan criptorchism. Plasenta tidak

mampu untuk menghidrolisis prekursor estrogen dihydroepiandrosterone

sulfate (DHEA-S) atau 16 α-hydroxy-DHEA-S; konsentrasi estrogen ibu

biasanya rendah dan abnormal. Kebanyakan kehamilan dengan defisiensi

sulfatse plasenta biasanya terdeteksi dengan kadar estriol yang terlalu rendah

baik pada urine ibu maupun dalam darah ketika kita evaluasi fungsi plasenta

yang berubungan dengan kehamilan leat waktu. Kebanyakan pasien ini gagal

untuk persalinan normal dan banyak dilakukan persalinan dengan Sectio

Caesarea.Lebih sering diberikan serum estriol unconjugated untuk identifikasi

Down syndrome dan defisiensi sulfatase plasenta pada awal kehamilan. 5,7

5

Page 6: Referat Kehamilan Lebih Waktu

5. Defisiensi produksi prostaglandin ataupun cervix yang refrakter terhadap

prostaglandin endogen, sehingga cervix sukar berdilatasi.7

6. Faktor lain adalah faktor herediter, karena postmaturitas sering dijumpai

pada suatu keluarga tertentu. 2,5

KOMPLIKASI-KOMPLIKASI MATERNAL DAN FETAL

Komplikasi ibu dan anak meningkat secara kuadrat dengan bertambahnya

usia kehamilan, dengan angka kematian perinatal yang mulai meningkat antara

minggu ke-41 hingga ke-42, meningkat 2 kali lipat pada minggu ke-43, dan

menjadi 4-6 kali lipat pada minggu ke-44.6

Karena insidensi makosomia janin yang tinggi, maka ibu akan lebih

sering dilakukannya persalinan secara Sectio Caesarean dan induksi persalinan

buatan pervaginam. Laserasi dinding vagina, cervix, dan perineum meningkat

karena persalinan buatan pervaginam. Wanita dengan kehamilan lewat waktu,

biasanya juga memiliki skor Bishop yang rendah, sehingga induksi persalinan

sering gagal. Dan insidensi bunyi jantung janin tidak teratur, sehingga persalinan

secara Sectio Caesarean sering juga atas indikasi fetal distress. 5

Resiko persalinan secara Sectio Caesarean lebih tinggi pada nulipara.

Selain itu, kehamilan post matur ini juga meningkatkan resiko infeksi postpartum,

perdarahan dan komplikasi luka, emboli pulmonal, dan memanjangnya masa

rawat di rumah sakit serta turut memegang peranan dalam menambah angka

kematian maternal. Masalah tekanan emosi pada ibu juga patut diperhatikan,

dalam menantikan kelahiran bayi, kecemasan terhadap biaya yang meningkat

akibat intervensi medis dan sejumlah tes yang harus dilakukan ibu.5,7

Komplikasi pada janin jauh lebih serius lagi dan meyebabkan insidensi

gawat janin yang tinggi pada antenatal dan intrapartum. Ada 4 masalah serius

yang dihadapi bayi yaitu:

1. Oligohydramnion dengan kompresi tali pusat akut

Pada kehamlan post matur, terjadi pengurangan volume cairan amnion

(hanya tinggal 250-300ml), sehingga mudah terjadi kompresi tali pusat.

Kompresi tali pusat menyebabkan refleks pengeluaran mekonium, sehingga

insidensi aspirasi mekonium semakin meningkat, dan juga menyebabkan

6

Page 7: Referat Kehamilan Lebih Waktu

hipoglikemia. Komplikasi lain yang timbul pada neonatus bisa juga berupa

kejang-kejang, dan insufisiensi pernafasan.

Grafik 2.2. Volume cairan amnion pada minggu-minggu terakhir kehamilan.

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 729 )

Menurut Levano (1984), oligohidramnion berhubungan erat dengan

gawat janin pada antepartum dan intrapartum. Keadaan ini, dapat dilihat

dengan kardiotokografi, dimana tampak gambaran:

a. Deselerasi denyut jantung janin yang memanjang.

b. Deselerasi variabel

c. Ossilasi-ossilasi yang lebih dari 20 denyut per menit. 1,7

Kompresi tali pusat sukar diprediksi kejadiannya, sehingga semua

kehamilan post matur seharusnya dilakukan pemeriksaan terhadap kejadian

oligohydramnion.1,5,7

2. Makrosomia (berat lahir > 4500 gr)

Insidensi maksosomia mencapai 25%. Makrosomia muncul sebagai

akibat berlanjutnya pertumbuhan in utero pada kehamilan serotinus, terutama

pada ibu yang obesitas dan DM. Akibat makrosomia ini dapat terjadi

7

Page 8: Referat Kehamilan Lebih Waktu

kemacetan pada persalinan dan meningkatkan insidensi trauma lahir, terutama

distosia bahu, trauma nervus brachialis dan hipoksia. Kemungkinan terjadinya

distosia bahu pada janin dengan berat badan > 4000 gr meningkat 11x lipat

daripada rata-rata. Pada penelitian di California tentang janin makrosomia

dengan berat diatas 4500 gr, insidensi distosia bahu sebesar 18,5%. Lebih dari

20% bayi ini mengalami trauma syaraf, dan dapat menyebabkan kecacatan

permanen. Angka kematian perinatal yang mengalami distosia bahu bervariasi

dari 21 dalam 1000 sampai 290 dalam 1000. 5,7

Makrosomia dapat diprediksi dengan mengukur lingkar abdomen

dengan USG (Abdominal Circumference (AC) > 36 cm dan juga dengan

mengukur tinggi fundus > 40 cm pada wanita yang tidak obesitas.6,7

Gambar 2.1. Deselerasi denyut jantung janin memanjang, sering menyebabkan

persalinan operatif SC.

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 733)

3. Aspirasi mekonium

Kejadian aspirasi mekononium pada kehamilan post matur, meningkat

2 kali lipat dibandingkan dengan aterm atau insidensinya lebih dari 25%.

Aspirasi mekonium ini berhubungan dengan sindrom aspirasi mekonium,

hipertensi pulmonal, dan meningkatnya resiko gagal ventilasi pada neonatus.

Mekonium jarang keluar sebelum minggu ke 32. Mekonium sendiri keluar,

8

Page 9: Referat Kehamilan Lebih Waktu

diduga karena hipoksia janin. Pada kehamilan post matur, volume cairan

amnion telah mengalami penurunan drastis, sehingga bila mekonium keluar

tidak lagi dapat diencerkan dengan baik. Akibatnya mekonium yang keluar,

jauh lebih tebal dan akan menyumbat pernafasan, menghambat surfaktan

alveoli sehingga tegangan permukaan berkurang dan mengganggu fungsi

paru-paru. Bayi sendiri akan tampak terwarna mekonium pada saat lahir 5,7

Gambar 2.2. Deselerasi variabel berat, dengan denyut jantung kurang dari 70

denyut per menit selama 60 detik atau lebih, dan merupakan indikasi SC.

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 733)

9

Page 10: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Gambar 2.3. Ossilasi-ossilasi lebih dari 20 denyut per menit

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 734)

4. Insufisiensi plasenta

Plasenta mencapai fungsi dan ukuran maksimal pada minggu 37

kehamilan. Sesu- dah itu, terjadi penurunan fungsi dan luas permukaannya.

Jika janin terus tumbuh, maka akan berakibat rasio plasenta-janin semakin

mengecil, dan akan menyebab kan hipoksia janin. Fetal erythropoetin plasma

akan dilepaskan akibat hipoksia, sehingga akan ditemukan meningkat secara

signifikan pada kehamilan serotinus. Sebenarnya erythropoetin ini sendiri

sudah meningkat setelah minggu 41. 1,7

Untuk mempertahankan hidupnya dan mencukupi kebutuhan energi,

maka janin akan beradaptasi dengan keadaan plasenta dengan 2 cara, yaitu:

a. Mengurangi pertumbuhan dengan mengurangi deposit lemak subkutan dan

glikogen, sehingga terjadi retardasi pertumbuhan dan dismaturitas janin.

Kulitnya tampak mengkerut, tanpa vernix, dan terkelupas, kuku-kuku jari

juga panjang. Akibat berkurangnya lemak subkutan dan glikogen, bayi

sering rentan terhadap hipotermi juga. Sebenarnya pertumbuhan janin

sendiri maksimal sampai usia kehamilan 42 minggu.1,7

10

Page 11: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Grafik 2.2. Kadar erythropoetin plasma tali pusat pada minggu 37 sampai 43.

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 737)

b. Menghentikan pergerakan in utero, tampak sebagai hipoksia saat istirahat.

Pada saat persalinan sering muncul bradikardia setelah kontraksi uterus

dan juga asidosis.

Jadi insufisiensi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin

yang jelek, kehilangan lemak subkutan dan glikogen, aspirasi mekonium,

penurunan gerakan janin, oligohidramnion, non reaktif denyut jantung janin,

deselerasi lambat setelah kontraksi uterus, hipoksia dan asidosis, skor APGAR

yang rendah, kerusakan sistem saraf pusat, dan kematian. 5,7

Adanya ahli yang berpendapat bahwa gawat janin pada kehamilan

lewat waktu, lebih sering disebabkan oligohidramnion yang menyebabkan

kompresi tali pusat daripada insufisiensi uteroplasental. 5

Berikut ini adalah tanda – tanda bayi postmatur :

1. Biasanya lebih berat dari bayi matur

2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur

3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang

4. Verniks kaseosa di badan kurang

5. Kuku – kuku panjang

6. Rambut kepala agak tebal

7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.

8. Kulit keriput

9. Wajahnya tampak lebih tua dan terlihat sakit 1,2,3,6

Tabel 2.1. Perbandingan hasil akhir kehamilan lewat waktu (> 42 minggu) dibandingkan dengan kehamilan yang berakhir pada usia 40

minggu.

Minggu 40 Post matur

Masalah (n=8135) % (n=3457) %

11

Page 12: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Mekonium 19 27

Induksi oksitosin 3 14

Distosia bahu 8 18

Sectio 0.7 1.3

Makrosomia (>4500g) 0.8 2.8

Aspirasi mekonium 0.6 1.6

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 739)

PENATALAKSANAAN

Karena insidensi komplikasi kehamilan post matur lebih dari 42 minggu

meningkat secara signifikan, maka setiap kehamilan sebaiknya telah diidentifikasi

pada minggu ke 41, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat sejak

awal minggu ke 42. 7

Jika pasien seorang primigravida tua mempunyai riwayat susah hamil,

radang panggul, diabetes mellitus dan komplikasi kehamilan yang lain, kehamilan

harus diakhiri sebelum lewat waktu. Pada kasus lain ada 3 pilihan yang harus

didiskusikan dengan pasien dan suaminya. Pilihannya yaitu induksi persalinan,

melanjutkan kehamilan atau menjadwalkan operasi Sectio Caesarean elektif. 4

1. Menentukan usia kehamilan

Seperti yang telah diuraikan sedari awal, bahwa untuk menghindari

overdignosis ataupun under diagnosis, perlu diketahui usia kehamilan secara

pasti. Tetapi hal ini sering tidak diketahui oleh ibu, sehingga membutuhkan

parameter-parameter klinik, dan pemeriksaan penunjang lainnya yang sebaiknya

dilakukan pada saat masih trimester awal. Parameter-parameter klinik yang dapat

digunakan untuk melihat usia kehamilan adalah ukuran uterus dan pemeriksaan

pelvis. Untuk ukuran uterus, yang diukur adalah tinggi fundus dari symphisis

pubis. Bila uterus setinggi umbilicus, maka diperkirakan sekitar 17 minggu, atau

jika fundus sekitar 20 cm, diperkirakan usia kehamilan 20 minggu. 7

Selain itu dapat ditentukan dari permulaan ibu merasakan gerakan janin,

dimana rata-rata gerakan janin dapat dirasakan ibu pada usia kehamilan 17

12

Page 13: Referat Kehamilan Lebih Waktu

minggu (12-21 minggu). Biasanya multigravida lebih tanggap merasakan gerakan

janin daripada primigravida. 7

Denyut jantung janin juga dapat dipakai sebagai parameter klinik, dimana

bunyi jantung janin pertama sekali dapat didengat dengan stetoskop rata-rata pada

minggu 17 (14-19 minggu). Bunyi jantung janin yang dapat didokumentasikan

dengan alat elektronik (Doppler) pada kehamilan 10 minggu. Sebaiknya pasien

dianjurkan untuk lebih sering berkunjung selama minggu-minggu awal ini bila

usia kehamilan sukar ditentukan, sehingga dapat dibuat pencatatan parameter

klinik dengan cermat. 7

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu untuk menentukan usia

kehamilan, adalah:

1. Hormon-hormon plasenta seperti human chorionic gonadotropin (hCG) dan

human Placental lactogen (hPL). Hormon-hormon ini meningkat pada

kehamilan dini. Pengukuran hCG pada kehamilan dini memiliki keakuratan ±

3.2 hari antara hari ke 29-60 kehamilan.

2. Protein-protein spesifik pada kehamlan, seperti protein SP1 yang lebih baik

daripada hPL walaupun tidak signifikan. Pemeriksaan ini jarang dilakukan.

3. Saat ini yang sering digunakan dan lebih diterima adalah ultrasound.

Walaupun demikian penggunaan USG ini masih memiliki keterbatasan-

keterbatasan seperti:

Biasanya tabel bagian janin yang diukur dengan usia kehamilan

dikembangkan dari penelitian-penelitian para wanita yang tidak tahu

dengan tepat tanggal ovulasinya, dan justru dari kesalahan inilah dibuat

tabel tersebut.

Tidak semua janin memiliki ukuran dan pertumbuhan yang sama

Janin perempuan dan laki-laki memiliki gerak pertumbuhan yang berbeda,

tetapi tabel-tabel yang ada tidak membuat perbedaan untuk kedua jenis

seks ini.

Tergantung pada ketepatan peletakan kursor USG, yang tentunya

bervariasi dari setiap ahli USG.

13

Page 14: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Untuk USG, pada kehamlan dini (5-10 minggu) dapat digunakan

pengukuran diameter kantung gestasional. Pengukuran ini memiliki kesalahan ±

0.64 minggu. Dari minggu 12-23, diameter biparietal kepala janin dianggap akurat

untuk menentukan usia kehamilan dengan prediksi kesalahan ± 6.3 hari, atau ada

juga yang mengatakan 7-10 hari. Setelah 24 minggu kehamilan, perbedaannya

bisa mencapai 2 minggu, sehingga kehilangan keakuratannya sebagai salah satu

metode untuk mengukur usia kehamilan. 5,7

Ada juga yang mengukur panjang femur janin yang memiliki kesalahan ±

6.7 hari. Ada juga yang mengukur panjang janin dari corona (kepala) sampai ekor

(Crown Rump Length=CRL). Pengukuran inilah yang umumnya akurat untuk usia

kurang dari 12 minggu, dimana keakuratannya mencapai 95%. CRL mulai dapat

digunakan pada usia kehamilan 5 hari. Sejalan dengan bertambahnya usia

kehamilan, keakuratan penggunaan USG semakin berkurang, karena pertumbuhan

janin yang lebih bervariasi. USG hanya dilakukan sebelum usia kehamilan 25

minggu.5,7

Tabel 2.2. Prediksi usia kehamilan (minggu) berdasarkan panjang corona (kepala)

sampai ekor (CRL).

14

Page 15: Referat Kehamilan Lebih Waktu

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 740)

Karena insidensi komplikasi kehamilan post matur lebih dari 42 minggu

meningkat secara signifikan, maka setiap kehamilan sebaiknya telah diidentifikasi

pada minggu ke 41, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat sejak

awal minggu ke 42. 7

Tabel 2.3.Prediksi usia kehamilan (HPHT) berdasarkan ukuran bagian janin.

15

Page 16: Referat Kehamilan Lebih Waktu

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 740)

2. Pematangan Cerviks

16

Page 17: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Umumnya intervensi antepartum diindikasikan sebagai penatalaksanaan

kehamilan post matur. Jenis-jenis intervensi dan kapan dilakukan, juga masih

kontroversial. Di satu sisi, ada yang berpendapat untuk mengintervensi kehamilan

pada minggu 41 atau 42, sementara di pihak lain mempertanyakan apakah induksi

persalinan lebih terjamin daripada menunggu persalinan sambil mengawasi janin

dengan pemantauan-pemantuan antepartum.1

Sering induksi persalinan dilakukan tanpa melakukan pemeriksaan skor

Bishop, sehingga justru angka persalinan operatif (Sectio Cesarean) meningkat.

Skor Bishop merupakan klasifikasi objektif untuk memilih penderita-penderita

yang kemungkinan besar berhasil bila dilakukan induksi persalinan. Hal-hal yang

dinilai adalah pembukaan cervix (cm), pendataran cervix (%), kedudukan kepala

terendah (station), konsistensi cervix, dan arah cervix. Sebenarnya, baik

penatalaksanaan dengan menginduksi persalinan ataupun dengan hanya

menunggu kelahiran, pada keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan skor

Bishop unutk melihat kematangan cervix dan segmen bawah rahim. Angka

keberhasilan persalinan menjadi tinggi bila skor Bishop di atas 6, dan

keberhasilan rendah bila skor kurang dari 6.1,8

Tabel 2.4. Skor Bishop

Skor Dilatasi Pendataran Station Konsistensi Posisi

(cm) cervix (%) cervix cervix

0 tertutup 0-30 -3 kaku posterior

1 1-2 40-50 -2 medium midposisi

2 3-4 60-70 -1 lunak anterior

3 ≥5 ≥80 0 - -

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 730)

Supaya terjadi induksi persalinan yang berhasil, jelas sekali kalau keadaan

cervix harus menguntungkan. Karena itu, pasien harus dilakukan pemeriksaan

vaginal secara mingguan untuk menilai dilatasi dan pendataran cervix. Jika vertex

telah berada di station 0, induksi persalinan dapat dimulai dengan amniotomi. Ada

17

Page 18: Referat Kehamilan Lebih Waktu

beberapa cara dan obat yang dapat digunakan untuk membantu pematangan cervix

(skor Bishop < 4), yaitu:

a. Hygroscopic osmotic cervical dilators dan Foley kateter yang dimasukan ke

canalis cervicalis.

Keefektifan cara ini sebanding dengan penggunaan gel prostaglandin E2

intracervical. Salah satu metode yang sering digunakan adalah dilatasi cervical

dengan balon kateter 30ml yang ditempatkan transcervical,baik tanpa ataupun

dengan infus ekstraamnion dengan garam fisiologis sebanyak 1000ml. 1

b. Menggunakan preparat prostaglandin.

Terdapat 2 preparat prostaglandin yang digunakan untuk induksi persalinan,

yaitu : Prepidil (gel cervical dinoprostone, Upjohn, Kalamazoo, MI), yakni suatu

gel prostaglandin E2 dengan sediaan semprotan 2,5 ml, diberikan secara

intracervical dengan dosis 0,5 mg tiap 6 jam, dan Cervidil (dinoprostone 10 mg),

yang dimasukkan dalam vagina, dan dirancang untuk melepaskan dinoprostone

0,3 mg per jam selama 12 jam. Banyak rumah sakit yang menyiapkan gel

prostaglandin supositoria E2 dengan dosis 20 mg. Penggunaan prostaglandin E2

pada dosis rendah, akan meningkatkan keberhasilan induksi, menurunkan

insidensi persalinan memanjang, dan mengurangi dosis total pemakaian oksitosin.

Pada penggunaan preparat prostaglandin ini, harus dilakukan pengawasan

kontraksi uterus dan denyut jantung janin. Pasien harus berbaring paling sedikit

30 menit setelah pemberian obat dan dilakukan observasi antara 30 menit sampai

2 jam. Jika tidak terdapat perubahan aktivitas uterus ataupun denyut jantung janin,

maka pasien boleh dipindahkan. Jika timbul kontraksi-kontraksi pada jam pertama

dan menunjukkan puncak aktivitasnya dalam 4 jam pertama dan terus menetap,

maka pengawasan denyut jantung janin harus diteruskan dan tanda-tanda vital

juga harus dicatat.1,5

Tidak ada ketentuan yang pasti jarak pemberian prostaglandin E2 dengan

pemberian awal oksitosin. Tetapi ada yang berpendapat bahwa induksi oksitosin

sebaiknya ditunda dulu selama 6 sampai 12 jam.1

Walaupun dari penelitian unit ibu dan anak diketahui bahwa gel

prostaglandin E2 tidak lebih efektif daripada placebo dalam induksi persalinan,

18

Page 19: Referat Kehamilan Lebih Waktu

penelitian lain pada wanita dengan kehamilan lewat waktu (post matur) ternyata

efektif dengan gel prostaglandin. Analisis data yang membandingkan terapi

prostaglandin dengan placebo dan tanpa terapi serta membandingkan preparat

prostaglandin yang berbeda dan cara pemberiannya, memperlihatkan bahwa cara

pemberian intracervical merupakan yang paling efektif dan aman. Prostaglandin

E2 merupakan yang paling dianjurkan karena paling efektif pada dosis yang

rendah. 5

Efek samping penggunaan obat ini adalah ditemukannya hiperstimulasi

sebanyak 6 atau lebih kontraksi dalam 10 menit dalam waktu 20 menit pada 1%

penggunaan gel intracervical (0.5 mg) dan sebanyak 5% paad penggunaan gel

intravaginal (2-5mg) seperti yang dikemukakan oleh Brindley dan Sokol 1988;

Rayburn, 1989. Karena itu preparat ini tidak diterima secara umum.1

Misoprostol (Cytotec), merupakan sintetis analog prostaglandin E1 yang

dipasarkan di Amerika Serikat, untuk melindungi mukosa gaster pada pasien yang

menggunakan anti inflamasi nonsteroid. Obat ini telah dipromosikan untuk

pematangan cervix dan menginduksi persalinan. Berbagai penelitian

membandingkan misoprostol intravagina dengan dosis yang bervariasi dengan gel

prostaglandin E2 intracervical, dimana hasil yang ada menunjukkan bahwa

Misoprostol efektif untuk menginduksi persalinan. Analisis data dari 8 penelitian

yang mencakup 488 pasien yang mendapat misoprostol dan 478 sebagai kontrol,

menyebutkan bahwa wanita yang menerima Misoprostol kemungkinan persalinan

secara Sectio Caesarean rendah dan insidensi untuk persalinan pervaginam dalam

24 jam tinggi. Penggunaan Misoprostol juga dihubungkan dengan insidensi

tachysistol tetapi tidak hiperstimulasi, dan rata-rata interval dari permulaan

induksi persalinan sampai persalinan lebih pendek.5

Dosis yang dianjurkan bila digunakan secara intravaginal adalah 25-50µg,

dimana menurut beberapa penelitian, penggunaan dosis 25µg setiap 3 jam telah

cukup efektif dan efek samping yang timbul lebih sedikit dibanding penggunaan

dosis 50µg.5

Karena insidensi poli sistol yang tinggi, maka Misoprostol harus diberikan

dengan hati-hati. Dosis optimal antara 25-50 μg tiap 3 jam per vaginam.

19

Page 20: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Kemudian sediaan lainnya tablet 100 μg yang dapat digunakan secara per oral

langsung dengan keefektivitasannya sama dengan penggunaan dosis 25 µg

intraveginal. Sedian 100 µg ini juga dapat dibagi menjadi 2 atau 4 bagian untuk

dosis 50 atau 25 μg. Potongan tablet tersebut harus di tempatkan di fornix

posterior vagina dengan jari tangan. Jika fetus tidak dapat mentoleransi selama

persalinan, potongan tablet tersebut harus dikeluarkan dari vagina, kemudian

vagina diirigasi dengan saline dan 0,25 mg terbutaline diberikan subcutan. Cara

ini akan memperbaiki poli sistol uterus pada sebagian besar pasien. Selama

pemberian misoprostol, keadaan janin harus diperhatikan. Sebagai tambahan,

Misoprostol tidak mahal bila dibandingkan dengan preparat prostaglandin E2 yang

lain dan tidak membutuhkan lemari es untuk penyimpanan. 1,5

Beberapa komplikasi serius telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan

Misoprostol. Penelitian yang dilakukan Wing, dkk yang membandingkan

Misoprostol dan Oksitosin untuk menginduksi persalinan pada wanita yang

pernah melahirkan secara Sectio Caesarean. 2 pasien yang menggunakan

Misoprostol mengalami kesulitan saat incisi uterus, sehingga untuk keamanan,

penelitian ini dihentikan setelah 38 pasien. Sebagai tambahan, Bennett

menjabarkan seorang pasien yang mendapat 25 μg Misoprostol setiap 3 jam untuk

induksi persalinan dan dia mengalami ruptur uterus posterior dan harus dilakukan

histerektomi untuk menyelamatkan hidupnya. Menurut Plaut dkk, Misoprostol

dapat meningkatkan resiko ruptur uterus pada pasien dengan luka bekas operasi di

uterus. Mereka menemukan kasus ruptur uterus sebanyak 5 pasien dari 89 pasien

yang pernah melahirkan secara Sectio Caesarean dan diberikan Misoprostol untuk

menginduksi persalinan. Pada penelitian mereka, tingkat kejadian ruptur uterus

pada pasien yang melahirkan per vaginal setelah persalinan Sectio Caesarean

lebih tinggi pada pasien yang mendapat Misoprostol, 5,6% dibandingkan dengan

0,2% pada yang tidak mendapat Misoprostol. 5

3. Melepaskan selaput amnion

Melepaskan selaput amnion dari lapisan dalam segmen bawah uterus dapat

membantu untuk induksi persalinan dengan menyebabkan pelepasan

20

Page 21: Referat Kehamilan Lebih Waktu

prostaglandin. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Swann tahun 1958. Dia

menjabarkan tehnik ini sebagai alternatif dari metode pemecahan ketuban untuk

menginduksi persalinan. 5

Ada sepuluh artikel yang melaporkan tentang efektifnya melepaskan selaput

amnion sebagai salah satu metode untuk mempercepat timbulnya persalinan dan

menurunkan angka kejadian kehamilan lewat waktu. Dari 7 laporan, 6 laporan

melaporkan, bahwa melepaskan membran amnion efektif untuk mempercepat

timbulnya persalinan dibandingkan dengan grup kontrol. Dalam tujuh penelitian,

4 penelitian mencakup pemeriksaan dalam dan pelepasan membran

direkomendasikan pada minggu ke-38, dua mencakup pemeriksaan tunggal

dengan pelepasan membran diatas minggu ke 40, satu mencakup pemeriksaan

tunggal pada minggu ke-41. Tidak ada kenaikan tingkat infeksi, ketuban pecah

sebelum waktu, dan komplikasi lain pada grup yang dilakukan pelepasan selaput

amnion. 5

Berikut ini adalah prosedur yang disarankan untuk melakukan pelepasan

membran untuk menginduksi persalinan dan untuk mengurangi insidensi

kehamilan lewat waktu. Pertama, dokter harus yakin bahwa usia kehamilannya >

39 minggu dan ditentukan oleh data yang akurat. Pada pemeriksaan sonography

harus didapatkan plasenta yang normal. Fetus harus presentasi kepala, atau jika

bokong, pasien harus sudah dievaluasi dan dikonsulkan untuk persalinan

pervaginam. Harus tidak ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam. Setelah

pasien dikonsulkan, prosedur harus dilakukan dengan sarung tangan steril. Jika

jari pemeriksa masuk ke rongga cervix, jari pemeriksa kemudian masuk kedalam

ostium interna dan selaput amnion dilepaskan dari decidua sekurang-kurangnya 2

cm dengan gerakan sirkuler. Jika jari pemeriksa tidak dapat masuk ke rongga

cervix, kemudian pemijatan cervix dapat dilakukan, prosedur ini pasti

menyakitkan. Pasien harus diberi informasi tentang prosedur ini, dan pasien

berhak untuk menghentikan prosedur ini bila dirasakan oleh pasien terlalu

menyakitkan. Pasien juga harus diberi tahu tentang kemungkinan terjadinya

perdarahan pervaginam dan spotting. Prosedur ini dapat diulang pada waktu

pemeriksaan antenatal selanjutnya jika persalinan secara spontan tidak terjadi.5

21

Page 22: Referat Kehamilan Lebih Waktu

4. Induksi persalinan atau menunggu persalinan dengan pengawasan

antepartum/antenatal

Walaupun secara per definisi, kehamilan tidak dikatakan lewat waktu (post

matur) bila tidak mencapai usia 42 minggu, namun dengan tingginya angka

kematian perinatal setelah 41 minggu, maka harus dilakukan tes antenatal pada

minggu ke-41. Data klinik yang ada mendukung untuk dilakukannya tes antenatal

pada minggu ke-41, dimana menunjukkan erythtropetin plasma dari tali pusat

janin meningkat paad minggu 41 dibandingkan dengan neonatus yang lahir pada

minggu ke 37 – 40. Erytropoetin pusat merupakan indikator turunnya oksigenasi

fetus, dan erytropoetin ini meningkat sekali pada kehamilan diatas minggu 41. 1,5,7

Saat ini terdapat sejumlah penelitian untuk penatalaksanaan kehamilan post

matur. Salah satu strategi penatalaksanaan adalah dengan induksi persalinan pada

semua pasien bila usia kehamilan sudah mencapai 41 minggu. Kerugiannya

adalah pasien dengan kehamilan lewat waktu mempunyai cervix yang belum

matang. Hal ini menimbulkan masalah : Apakah sebaiknya pasien dengan

kehamilan lewat waktu dilakukan induksi persalinan walaupun cervix belum

matang? Akibatnya dapat meningkatkan resiko persalinan secara Sectio

Caesarean. Ataukah sebaiknya pasien dengan kehamilan lewat waktu dilakukan

pengawasan antepartum sampai terjadi persalinan spontan atau cervixnya matang

untuk dilakukan induksi persalinan? 5,10

Terdapat 2 penelitian, pertama dilakukan di Canada. Penelitian ini

mengevaluasi 3407 wanita dengan kehamilan >41 minggu tanpa komplikasi.

Wanita-wanita ini dilakukan induksi persalinan pada minggu ke-41

(menggunakan gel prostaglandin intracervical saat cervix belum matang),

dibandingkan dengan tes antenatal dengan fetal kick counts setiap hari dan NST 3

kali per minggu. Tingkat persalinan secara Sectio Caesarean secara signifikan

lebih rendah pada yang diinduksi persalinannya (21,2% vs 24,5%, p=0,03).

Tingkat persalinan secara Sectio Caesarean ini lebih rendah karena frekuensi

gawat janin rendah pada grup yang diinduksi. Terjadi 2 kasus lahir mati pada grup

yang menunggu kelahiran spontan, hal ini tidak terjadi pada grup yang diinduksi,

22

Page 23: Referat Kehamilan Lebih Waktu

tapi ini merupakan perbedaan yang tidak signifikan. Ling,dkk menyimpulkan

bahwa induksi persalinan menghasilkan tingkat persalinan secara Sectio

Caesarean lebih rendah dan angka kematian dan kesakitan neonatal pada kedua

grup sama. 5

Penelitian kedua disponsori oleh National Institute of Child Health and

Human Development Network of Maternal – Fetal Units, mengevaluasi 440

wanita dengan kehamilan >41 minggu tanpa komplikasi. Pasien secara random

dilakukan induksi persalinan (n=265) sebagian lagi ditunggu untuk persalinan

spontan dan dipantau dengan NST dan penentuan cairan amnion 2 kali per

minggu. Pada grup yang dilakukan induksi persalinan dibagi lagi menjadi 2 grup,

yang pertama mendapat gel prostaglandin E2 intracervical dan yang kedua

mendapat gel placebo. Insidensi yang buruk antara 2 grup mirip (1,5% vs 1%,

p=>005). Tidak ada kematian fetus pada kedua grup. Gel prostaglandin tidak lebih

efektif daripada plasebo dalam mematangkan cervix, tingkat persalinan secara

Sectio Caesarean mirip pada semua grup (18% pada grup yang menunggu

persalinan spontan, 23% pada grup yang diinduksi persalinan dengan gel

prostaglandin, 18% pada grup yang diinduksi persalinan dengan gel plasebo).

Ling, dkk menyimpulkan dengan hasil akhir yang mirip, berbagai management

strategi dapat diterima. 5

Pada evaluasi dari 11 penelitian tentang kebijakan induksi persalinan pada

minggu 41, Grant menyimpulkan bahwa induksi persalinan pada minggu 41

menghasilkan penurunan tingkat persalinan secara Sectio Caesarean (14%) dan

angka kematian perinatal yang lebih rendah (0,3 vs 2,5 per 1000) dibandingkan

dengan menunggu persalinan spontan. Ling, dkk menyimpulkan bahwa induksi

persalinan sebaiknya disarankan pada wanita dengan usia kehamilan > 41 minggu.

Saat ini pun masih terdapat berbagai kontroversial apakah kehamilan akan

diakhiri sebelum berusia 42 minggu dengan induksi persalinan, ataukah

kehamilan dapat dipertahankan dan hanya menanti sampai tanda persalinan

muncul. The Society of Obstetricians and Gynecologists of Canada (SOGC)

mengeluarkan panduan untuk melakukan induksi persalinan pada kehamilan

minggu 41 (1997). Sementara itu, the Amerocan College of Obstetricians and

23

Page 24: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Gynecologists (ACOG) merekomendasikan persalinan dapat ditunda hingga

minggu 43 pada kehamilan yang beresiko rendah (1989). Yang menarik lagi, pada

panduan ACOG tahun 1997 malahan tidak menentukan batas atas usia kehamilan

yang boleh ditunggu, asalkan keadaan janin terus dipantau mulai usia kehamilan

minggu 42.9,10

Saat dokter dan pasien memilih menunggu persalinan (tentunya pada

kehamilan dengan resiko rendah), maka pengawasan janin dengan ketat sangat

diharuskan. Pengawasan tersebut adalah:

a) Non Stress Tests (NSTs) 2 kali seminggu

b) Contraction Stress Test (CSTs)

c) Pemeriksaan indeks cairan amnion (Amnion Fluid Index=AFI)

d) Biophysical profiles (BPP)

e) Doppler

Yang perlu diingat, tidak ada satu pun penelitian yang mengatakan bahwa salah

satu dari tes-tes tersebut diatas lebih unggul dari tes lainnya. Semua tes yang ada

harus saling melengkapi. 1,9

Mula-mula diperkirakan dulu usia kehamilan, minimal harus ditemukan

kriteria maturitas janin sebelum persalinan diinduksi, misalnya dengan taksiran

berat badan. Segala resiko dan keuntungan bila melakukan induksi persalinan atau

menunggu kelahiran, harus dikomunikasikan dengan pasien. Jika psien

menginginkan untuk dilakukan induksi persalinan, dan memang tidak ada

kontraindikasinya, maka proses induksi dapat dijadwalkan dengan segera. Jika

pasien memilih untuk menunggu saja, maka pemantauan janin antepartum

sebaiknya segera dimulai.9

24

Page 25: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Gambar 2.4. Alogaritma penatalaksanaan kehamilan di atas 40 minggu dengan

resiko rendah

(Sumber : Briscoe D., et al. 2005 : www.aafp.org/afp )

Kontraindikasi pematangan cervix dan induksi persalinan adalah:

A. Kontraindikasi absolut:

Plasenta previa komplit

Pernah dilakukan bedah uterus transfundal

Janin letak lintang

Prolaps tali pusat

Vasa previa

B. Yang membutuhkan perhatian ketat adalah:

Denyut jantung janin abnormal, tetapi tidak termasuk kelahiran yang

emegensi

Letak bokong

25

Page 26: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Penyakit jantung maternal ataupun hipertensi berat

Kehamilan ganda

Polihidramnion

Letak terendah janin masih tinggi

Kelahiran SC sebelumnya. 9

Pada pengawasan antenatal, bila ditemukan NSTs yang non reaktif disertai

dengan BPP modifikasi yang abnormal juga, maka harus dilakukan tes

selanjutnya, yaitu CSTs ataupun full BPP.

CSTs dengan perangsangan puting ataupun oksitosin intra vena dapat

digunakan untuk melihat adanya/tidaknya deselerasi lambat pada jantung janin.

CSTs disebut positif, jika terdapat deselerasi lambat, dan negatif bila tidak terjadi

deselerasi. Bila hasil CSTs positif setelah NSTs non reaktif, maka janin dalam

keadaan asidosis akibat hipoksia. Selanjutnya dilakukan penilaian ulang terhadap

janin. Bila ternyata dapat menjamin keadaan janin, maka kehamilan boleh

dilanjutkan hingga awal minggu 43, selanjutnya kehamilan harus diakhiri. Tetapi

bila CSTs negatif setelah NSTs non reaktif, mungkin janin dalam siklus tidur,

terpapar dengan obat-obat tertentu, atapun adanya kelainan neurologis.Kehamilan

masih boleh dilanjutkan.9

Bagaimana pun juga, dari beberapa penelitian ditemukan, bahwa resiko

terhadap ibu dan janin meningkat pada kehamilan lewat waktu. Karena itu

komunikasi yang baik antara dokter dan pasien sangat dibutuhkan.9

A. Non Stress Test (NST)

Freeman dan Lea memperkenalkan tes ini dengan menunjukkan adanya

aselerasi denyut jantung janin yang merupakan respon dari pergerakan janin.

Sekitar tahun 70 an, NST pernah menjadi tes yang utama dalam menilai kesehatan

janin. Pada kehamilan lanjut, terutama pada minggu ke 34, aselerasi sangat sering

terjadi, hampir setiap jam. Rata-rata amplitudo aselerasi ini 20 sampai 25 denyut

permenit dan berlangsung selama kira-kira 40 detik. Hal ini mencerminkan

keadaan neurologi janin yang baik. Aselerasi mungkin tidak ada bila janin sedang

26

Page 27: Referat Kehamilan Lebih Waktu

dalam keadaan tidur tenang. Tetapi keadaan ini masih dianggap normal sampai 80

menit.1

Pada umumnya hasil tes ini sudah dapat diperoleh dalam 10-15 menit. Tes

ini tidak memiliki kontraindikasi seperti CSTs. Pasien berada dalam posisi

setengah berbaring (semi fowler) dan miring ke kiri untuk menghindarkan

sindrom hipotensi supine. Kemudian tekanan darah harus diukur dulu dan diulang

dengan interval 5-10 menit. Jumlah denyut jantung janin direkan dengan USG

Doppler dan tocodynamometer digunakan untuk mendeteksi kontraksi uterus

ataupun pergerakan janin dalam 10 menit pertama. Pemantauan dilakukan selama

20-30 menit. Umumnya suatu tes disebut reaktif bila terdapat paling sedikit 2 kali

aselerasi dengan peningkatan amplitudo 15 denyut per menit, dan berlangsung

selama 15 detik dalam 20 menit.Hasil disebut non reaktif bila gerak janin tidak

ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit, dan tidak tampak aselerasi denyut

nadi setelah kontraksi uterus ataupun justru muncul deselerasi lambat setelah

kontraksi uterus.1,8

Bila ditemukan keadaan non reaktif, mungkin sekali janin berada pada

keadaan tidur tenang. Beberapa ahli melakukan perangsangan manual terhadap

janin, misalnya dengan meningkatkan kadar glukosa janin dengan memberikan jus

jeruk pada ibu. Tetapi hal ini tidak terbukti meningkatkan aktivitas janin. Jika tes

ini diperpanjang hingga 40 menit, tetapi masih saja non reaktif, CSTs ataupun

biophysical profile dapat digunakan. Cara lain yang dilakukan para ahli adalah

dengan memberikan perangsangan vibroakustik untuk mengubah fase tidur tenang

janin menjadi aktif. Biasanya mereka menggunakan suatu alat larynx elektonik

dengan kekuatan 82 dB pada frekuensi 80 Hz dan dengan suatu harmonisasi

dengan frekuensi 20-9000 Hz. Tes vibroakustik ini dapat membantu setelah

minggu ke 26 kehamilan, sebab otak yang mengatur bagian auditorik mulai

berfungsi pada minggu ke 26.8

Bila menggunakan perangsangan vibroakustik, denyut jantung janini diamati

dulu selama 5 menit. Jika masih non reaktif, maka dapat diberikan stimulus lagi,

selama <3 detik di dekat kepala janin. Jika denyut jantung masih menunjukkan

non reaktif, maka dapat diberikan lagi stimulus dengan interval waktu semenit

27

Page 28: Referat Kehamilan Lebih Waktu

sebanyak 3 kali. Jika masih saja non reaktif, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

dengan CSTs ataupun biophysical profile. Menurut data statistik, bila hasil NSTs

non reaktif dan hasil CSTs positif, maka insidensi kematian perinatal lebih dari 10

persen, mungkin juga didapatkan keadaan gawat janin pada saat persalinan,

ataupun janin ternyata menderita IUGR.

Gambar 2.5. NSTs reaktif, dengan peningkatan denyut jantung lebih 15 denyut

per menit selama lebih dari 15 detik diikuti dengan gerakan janin.

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 736)

Sebaliknya jika didapatkan hasil NSTs non reaktif dan CST negatif, maka

kehamilan dapat diterminasi bila hasil ratio lecithin/ sphingomyelin (L/S) matur.

Jika ratio L/S menunjukkan immatur, maka janin sebaiknya dipertahankan sambil

terus dipantau dengan NSTs setiap hari, dimana janin dapat dipertahankan

sepanjang NSTs masih reaktif.1,8

Pada kehamilan lewat waktu/ yang beresiko tinggi, dianjurkan untuk

melakukan tes NSTs 2 kali dalam seminggu. NSTs terbukti sebagai tes yang ideal

untuk melakukan evaluasi terhadap keadaan janin selama masa antepartum. NSTs

dapat memberikan informasi dengan cepat dan dapat diinterpretasikan dengan

mudah.

28

Page 29: Referat Kehamilan Lebih Waktu

B. Biophysical Profile Janin

Biophysical profile terdiri dari 5 parameter, yaitu :

1. Gerak pernafasan janin

2. Gerak tubuh janin yang kuat

3. Tonus otot janin

4. Denyut jantung janin yang reaktif

5. Volume cairan amnion secara kualitatif

Gerak pernafasan janin merupakan parameter pertama dalam penilaian

biophysical profile. Gerak ini dapat diamati dengan menggunakan USG. Gerakan

ini dianggap sebagai latihan otot pernafasan janin untuk persiapan pernafasan

sendiri setelah lahir. Dengan USG, dapat dilihat adanya gerakan diafragma yang

turun, abdomen yang mengembang, dan dinding dada yang mengempis. Gerakan

ini sudah harus teratur pada minggu ke 20-21 kehamilan.Jika gerakan ini tidak

terlihat, mungkin janin sedang dalam keadaan tidur tenang ataupun mungkin

asfiksia. Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi gerakan ini adalah kadar

glukosa ibu, rokok, ataupun narkotik.1

Nilainya disebut normal bila didapatkan paling sedikit satu episode gerakan

selama minimal 60 detik dalam pengamatan selama 30 menit. Gerakan pernafasan

janin ini dapat dipakai untuk membedakan antara CSTs dengan nilai yang benar-

benar positif dan CSTs dengan hasil false positif. Janin dengan hasil CSTs positif

tetapi menunjukkan gerak pernafasan yang baik, tidak mungkin terjadi pada

gawat janin. Tetapi jika hasil CSTs positif (deselerasi lambat) dan ternyata juga

tidak menunjukkan adanya gerak pernafasan, maka kemungkinan terjadinya gawat

janin cukup besar.1,8

Pusat tonus otot janin di korteks, mulai berfungsi pada minggu ke 7,5 – 8,5

kehamilan. Pusat gerak tubuh janin di nukleus korteks mulai berfungsi pada

minggu ke 9 kehamilan, gerak pernafasan pada minggu ke 20, dan akhirnya pusat

denyut jantung janin di hipotalamus posterior mulai berfungsi pada akhir trimester

kedua atau pada awal trimester ketiga. Secara teoritis, denyut jantung merupakan

parameter yang pertama sekali terganggu bila terjadi asfiksia janin dan tonus otot

merupakan parameter yang paling akhir terganggu.

29

Page 30: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Sebaiknya biophysical profile digunakan sedini mungkin pada minggu ke

26-28 kehamilan. Setiap parameter mempunyai nilai 2 bila hasilnya baik/normal.

Nilai biophysical profile disebut baik bila ≥ 8. Tes ini dianjurkan untuk dilakukan

seminggu sekali bila hasilnya normal, dan pada kehamilan dengan resiko tinggi

dianjurkan dilakukan 2 kali seminggu.

Tabel 2.5. Nilai-nilai untuk biophysical profile

Parameter Normal (skor =2) Abnormal (skor = 0)

Gerak

pernafasan janin

Minimal 1 episode > 30 detik

dalam pengamatan selama 30

menit

Tidak ada atau 1 episode ≤ 30

detik dalam 30 menit

Gerak tubuh Minimal 3 gerakan dalam 30

menit

≤ 2 episode gerakan dalam 30

menit

Tonus otot Minimal 1 episode ekstensi

aktif yang diikuti oleh gerak

fleksi ; gerakan membuka dan

menutup tangan

Baik ekstensi dan fleksi

berlangsung lambat atau

sebagian saja ataupun gerakan

ekstensi penuh ataupu tidak

adanya gerakan sama sekali

Denyut jantung

janin reaktif

(NSTs)

Minimal 2 episode aselerasi ≥

15 bpm selama 15 detik

berhubungan dengan gerakan

janin dalam 30 menit

< 2 aselerasi ataupun aselerasi

< 15 bpm dalam 30 menit.

Volume cairan

amnion (AFI)

secara kualitatif

Minimal cairan amnion dalam

kantong amnion setinggi 2 cm

dalam 2 bidang tegak lurus

Tidak adanya cairan amnion

atapun < 2 cm dalam 2 bidang

tegak lurus

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 735)

30

Page 31: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Tabel 2.6. Penatalaksanaan kehamilan berdasarkan hasil biophysical profile

Skor Interpretasi Penatalaksanaan

10 Normal; resiko rendah

asfiksia kronis

Tes diulang dengan interval 1 minggu; 2 kali

seminggu bila kehamilan beresiko tinggi dan

pada kehamilan ≥ 42 minggu

8 Normal; resiko rendah

asfiksia kronis

Tes diulang dengan interval 1 minggu; 2 kali

seminggu bila kehamilan beresiko tinggi dan

pada kehamilan ≥ 42 minggu; bila oligo-

hidramnion, merupakan indikasi untuk

mengakhiri kehamilan

6 Suspek asfiksia kronis Jika kehamilan ≥ 36 minggu, dapat

dilahirkan; jika < 36 minggu dan L/S < 2.0,

ulangi tes ini dalam 4-6 jam; kehamilan

harus diakhiri bila terdapat oligohidramnion

4 Suspek asfiksia kronis Jika ≥ 32 minggu; lahirkan ; bila < 32

minggu, ulangi penghitungan.

0-2 Dugaan kuat asfiksia kronis Perpanjang tes sampai 120 menit; jika skor

bertahan terus (persisten) ≥ 4, lahirkan tanpa

memandang usia kehamilan

(Sumber : Cunningham, F.G., et al. 2001 : 735)

Modified Biophysical profile (mBPP) mulai diperkenalkan tahun 1982,

dengan NSTs dan penentuan volume cairan amnion. Ketika dilakukan 2 kali

seminggu pada grup dengan 8038 pasien yang hamil lewat waktu, terdapat

negative palsu 1,12 dalam 1000. Karena pada pasien dengan kehamilan lewat

waktu, oligohidramnion dapat terjadi dengan cepat setelah pencatatan Amniotic

Fluid Index (AFI) yang normal (3 – 4 hari), sehingga penting untuk melakukan

penentuan volume cairan amnion 2 kali seminggu pada kehamilan lewat waktu.

Tes mBPP banyak digunakan sebagai pilihan dalam tes antenatal. 5

31

Page 32: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Masih terdapat kontroversi tentang tingkat volume amnion yang

menunjukkan oligohidramnion dan pada tingkat berapa volume amnion akan

memberikan hasil janin yang jelek. Volume cairan amnion didasarkan pada

kantong amnion vertikal terdalam dan ambang batas 1-3 cm digunakan. Sekarang,

banyak dokter yang menggunakan AFI untuk pemeriksaan tingkat cairan amnion.

AFI > 8 cm adalah normal, 5 – 8 cm adalah perbatasan, < 5 cm adalah

oligohidramnion. 5

C. Contraction Stress Test (CST)

Akibat adanya kontraksi uterus, maka tekanan miometrium sendiri akan

menyebabkan kolapsnya pembuluh darah yang melalui otot-otot uterus dan

meningkatkan tekanan cairan amnion, sehingga pada akhirnya akan mengisolasi

ruangan intervili dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran oksigen

dalam waktu singkat. Bila terdapat keadaan insufisiensi plasenta, maka kontraksi

uterus ini berakibat terjadinya deselarasi lambat ataupun deselerasi variabel pada

denyut jantung janin.1

Berdasarkan prinsip yang dditimbulkan akibat kontraksi uterus inilah

maka dibuat suatu tes yang dulu disebut oxytocin challenge test, yang sekarang

disebut contraction stress test (CSTs). Kontraksi uterus diinduksi dengan

menggunakan oksitosin IV melalui infus. Bagaimana respon denyut jantung janin

terhadap kontraksi uterus, itulah yang direkam dan dinilai. Hasil tes disebut positif

(abnormal), bila ditemukannya gambaran deselerasi lambat berulang. Tes ini

disebut negatif (normal) bila tidak ada deselerasi lambat pada tes sekarang dan

minggu depan.

Jika terdapat ≥ 3 kontraksi uterus spontan selama ≥ 40 detik sampai 60

detik dalam 10 menit maka tidak perlu diberikan stimulasi terhadap uterus.

Induksi kontraksi uterus dapat dilakukan dengan oksitosin ataupun dengan

perangsangan nipple ibu bila kontraksi < 3 dalam 10 menit. Dosis awal oksitosin

yang dibutuhkan adalah 0,5mU/menit IV dan dinaikkan 2 kali setiap 20 menit

sampai didapatkan kontraksi yang memuaskan. Tes ini membutuhkan waktu kira-

kira 90 menit. 1,8

32

Page 33: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Perangsangan nipple ibu juga dapat dilakukan untuk menginduksi

kontraksi uterus. Cara ini merupakan salah satu metode yang direkomendasikan

oleh the American College of Obstetricians and Gynecologists. Caranya adalah,

salah satu nipple ibu digosok selama kira-kira 2 menit atau sampai muncul 1

kontraksi. Bila tidak muncul kontraksi, ataupun kontraksi tidak adekuat, maka

penggosokan dapat dihentikan selama 5 menit, lalu diulang lagi. CSTs dengan

induksi kontraksi cara ini membutuhkan waktu kira-kira 30 menit.1,8

Kontraindikasi dilakukannya CSTs adalah bila ditemukannya keadaan-

keadaan dengan resiko tinggi terjadinya persalinan prematur, seperti ruptur

membran prematur, multi gravida, dan cervix inkompeten. CST juga sebaiknya

tidak dilakukan bila terdapat riwayat sectio cesarea klasik, operasi uterus karena

berbagai sebab, maupun pada plasenta previa.8 Tabel 2.7. Interpretasi CSTs

Interpretasi Deskripsi Insiden (%)

Negatif Tidak ada deselerasi lambat pada kontraksi

uterus adekuat 80

Positif Deselerasi lambat yang bersifat konsisten dan

persisten (terdapat >50% dari seluruh kontraksi) 3-5

tanpa kontraksi berlebihan; jika deselerasi

lambat persisten muncul sebelum sejumlah

kontraksi yang adekuat,maka interpretasinya juga positif

Meragukan Deselerasi lambat yang inkonsisten 5

Hiperstimulasi Interval antara 2 kontraksi uterus ≤ 2 menit dan

setiap kontraksi berlangsung > 90 detik, ataupun

terjadi 5 kontraksi uterus dalam waktu 10 menit ; 5

jika tidak ada deselerasi lambat, maka tes ini

diinterpretasikan negatif

Tidak Kualitas interpretasi inadekuat ataupun tidak

Memuaskan tercapainya kontraksi uterus yang adekuat 5

33

Page 34: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Deselerasi variabel yang terjadi selama CST mungkin mengindikasikan

adanya oligohidramnion. Pada banyak kasus, USG digunakan untuk menilai

volume cairan amnion. 8

Hasil CST negatif berhubungan dengan keadaan janin yang baik. Bahkan

angka kematian perinatal pada kehamilan dengan resiko tinggi pun dapat

terkendali dengan baik sekali bila hasil CST negatif.. Hasil CST normal biasanya

menjamin keadaan janin dalam seminggu, karena itu sangat dianjurkan untuk

menilai lagi kesehatan janin 1 minggu kemudian8

Hasil CST positif berhubungan dengan meningkatnya insidensi kematian

intrauterin, terjadinya deselerasi lambat pada persalinan, rendahnya APGAR 5

menit, IUGR, maupun mekonium. Jadi jika nilai CST positif, mungkin

berhubungan dengan terganggunya kesehatan janin yang bisa berakibat gawat

janin.1,8

Kerugian tes ini adalah masih tingginya insiden false positif. Sebab-sebab

terjadinya false positif adalah, mungkin akibat kesalahan interpretasi, keadaan

hipotensi sehingga menurunkan perfusi uterus, hiperstimulasi uterus, dan

sebagainya. Tingginya insiden false positif menunjukkan tidak selalu diperlukan

tindakan sectio cesarea. Jika hasil CST meragukan, sebaiknya dilakukan tes ulang

dalam 24 jam. 1,8

D. Doppler Velocimetry

Prinsip penggunaan USG Doppler ini adalah dengan mengukur aliran

darah dalam uterus dan pembuluh darah janin.

Fd = 2 f0 V cos Ө

C

Fd = perubahan frekuensi doppler

F0 = frekuensi yang ditransmisikan

V = kecepatan sel darah merah

Ө = sudut antara arah suara dengan gerakan sel darah merah

C = kecepatan suara dalam medium

34

Page 35: Referat Kehamilan Lebih Waktu

Biasanya dilakukan pengukuran terhadap ratio antara puncak sistolik dengan

diastolik (S/D ratio) yang juga dikenal sebagai ratio A/B. Jika tahanan perifer

meningkat, maka aliran diatolik menurun, dan ratio S/D meningkat. Indeks

pulsatil dihitung dengan mengurangi nilai sistolik dengan nilai diastolik, dibagi

dengan kecepatan rata-rata (S-D/mean). Sebagai ratio tambahan, indeks resistensi

atau ratio Pourcelot dinyatakan dengan S-D/ S. Kedua perbandingan terakhir ini

sangat berguna bila aliran diastolik tidak ada atau terbalik.1

Bila resistensi plasenta meningkat di atas timester II, mungkin berhubungan

dengan keadaan IUGR, dimana terdapat pengurangan aliran diastolik akhir.

Dengan demikian akan meningkatkan ratio S/D. Sedangkan pada arteri

umbilicalis normal, terdapat penurunan pulsatil yang progresif, disertai

meningkatnya aliran diastolik. Aliran arteri umbilicalis yang abnormal

memperlihatkan adanya penurunan aliran diastolik akhir, atau pada keadaan

ekstrim, aliran diastolik akhir bisa tidak ada ataupun terjadi aliran terbalik.

Keadaan-keadaan di atas ini menjadi sangat berarti bila didapatkan paling sedikit

3 sampai 5 gelombang yang diperoleh dari sudut-sudut yang berbeda.1

Hal yang harus diingat adalah keabnormalitasan yang didapat pada

penggunaan Doppler ini hanya mencerminkan keadaan patologis pada plasenta

dan sirkulasi janin, bukan menunjukkan adanya hipoksia pada janin. Ratio S/D

pada arteri umbilicalis bisa saja normal, sementara sedang terjadi asidosis janin.

Karena itu sebaiknya dilakukan kombinasi pemeriksaan dengan tes lainnya untuk

menilai kesehatan janin ante partum.1

35

Page 36: Referat Kehamilan Lebih Waktu

BAB III

KESIMPULAN

Untuk mengetahui kehamilan lewat waktu atau tidak, maka penentuan usia

kehamilan penting diketahui. Bila ibu tidak mengetahui tanggal pertama haid

terakhirnya dalam siklus normal, maka penting unutk memperkirakan usia

kehamilan dengan berbagai pemeriksaan. Bila tetap sulit ditentukan, maka

dilakukan pemeriksaan berulang.

Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu, dapat langsung diinduksi ataupun

ditunggu dulu dengan syarat kehamilan termasuk resiko rendah dan harus selalu

dilakukan pengawasan janin antenatal.

Pencegahan kehamilan lewat waktu dimulai dengan mengukur usia

kehamilan dengan akurat. Pada usia kehamilan ke-39, dan lokasi plasenta normal,

dan pelepasan membran amnion dilakukan setiap minggunya telah

memperlihatkan penurunan insidensi kehamilan lewat waktu.

36

Page 37: Referat Kehamilan Lebih Waktu

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Postterm Pregnancy, Antepartum

Assessment, In : Williams Obstetrics. Edisi 21. Mc Graw Hill. New York:

729 – 742. 1095-1108.

2. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri

Patologi). Edisi 2. EGC. Jakarta.

3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas

Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset.

Bandung

4. Derek, et al. 2001. Obstetrics and Gynaecology, edisi 6. Mosby.

Barcelona. Spain

5. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gyecology Principles

for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395

6. Asrat T.,Quilligan E.J., 2000. Postterm Pregnancy in: Current Therapy in

Obstetrics and Gynecology, edisi 5. WB. Saunders Company. Philadelphia

America:321-322

7. Spellacy W.N., 1999.Postdate Pregnancy in:Danforth’s Obstetrics and

Gynecology. Edisi 8. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia:287-

291.

8. Puder K.S., Sokol R.J., 1995. Clinical use of Antepartum Fetal monitoring

techniques in:John J.Sciarra Gynecology and Obstetrics vol 2.edisi revisi.

Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia

9. Briscoe D., et al. 2005. Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks’

Gestation in: www.aafp.org/afp

10. Singal P., et al. 2001. Fetomaternal Outcome Following Postdate

Pregnancy-A Prospective Study in:

www.journal-obgyn-india.com/articles/issue_sep_oct2001/o_papers_89.as

p

37