58
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada sendi-sendi penopang berat badan, terutama articulation genu, coxae, lumbal dan servikal. Pada OA primer/generalisata yang pada umumnya bersifat familial, dapat pula menyerang sendi- sendi tangan, terutama sendi interfalang distal (DIP) dan interfalang proksimal (PIP). Articulatio genu merupakan sendi yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuandibandingkan OA pada bagian sendi lainnya (Maharani,2007). OA merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada 1

Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoartritis (OA) umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada

sendi-sendi penopang berat badan, terutama articulation genu, coxae, lumbal dan

servikal. Pada OA primer/generalisata yang pada umumnya bersifat familial,

dapat pula menyerang sendi-sendi tangan, terutama sendi interfalang distal (DIP)

dan interfalang proksimal (PIP). Articulatio genu merupakan sendi yang paling

sering dijumpai dan merupakan penyebab utama rasa sakit dan

ketidakmampuandibandingkan OA pada bagian sendi lainnya (Maharani,2007).

OA merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di

dunia. Satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA.

OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang

dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang

dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan

kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan,

sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya

pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan

sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7(Rifhan, 2011).

Data Arthritis Research Campaign menunjukkan bahwa lebih dari 550

ribu orang di Inggris menderita OA lutut yang parah dan 2 juta orang

mengunjungi dokter praktek umum maupun rumah sakit karena OA lutut. Lebih

dari 80 ribu operasi replacement sendi lutut dilakukan di Inggris pada tahun 2000

dengan biaya 405 juta Poundsterling (Maharani,2007).

Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak

ditemui dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan

Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia

tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan

pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri.

1

Page 2: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Di Kabupaten Malang dan Kota Malang ditemukan prevalensi OA sebesar 10%

dan 13,5%. Di Jawa Tengah, kejadian penyakit OA sebesar 5,1% dari semua

penduduk (Maharani, 2007).

B. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah agar penyusun dapat mendiagnosis dan

menatalaksana OA sesuai kompetensi dokter umum berdasarkan pemahaman

terhadap definisi, epidemiologi, fisiologi patogenesis, patofisiologi, prosedur

penegakan diagnosis dan penatalaksanaan OA.

2

Page 3: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

BAB II

ISI

A. Definisi

Osteoarthritis (OA) yang disebut sebagai peradangan pada sendi yang

bersifat kronis dan progresif disertai perubahan fungsi dan struktur rawan sendi

seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas,

pembesaran tulang serta gangguan fleksi dan ekstensi (Valderrabano, 2011).

Penyakit OA ini yang merupakan bagian dari arthritis, penyakit ini

menyerang sendi terutama pada tangan, lutut dan pinggul. Orang yang terserang

osteoarthritis biasanya susah menggerakkan sendi-sendinya dan pergerakan nya

menjadi terbatas karena turunnya fungsi tulang rawan untuk menopang badan.

Hal ini dapat mengganggu produktifias seseorang (Price, 2005).

OA merupakan bentuk artitis yang paling umum, dengan jumlah

pasiennya sedikit melampaui separuh jumlah pasien artitis. Gangguan ini lebih

banyak pada perempuan daripada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang

yang berusia lebih dari 45 tahaun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai penuaan

normal,sebab insidens bertambah dengan meningkatnya usia. Osteoartitis dahulu

diberi nama artitis “yang rusak karena dipakai” karena sendi, namun menjadi aus

dengan bertambahnya usia. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang

biokimia dan biomekanik telah menyanggah teori ini (Price, 2005).

B. Anatomi

1. Sendi

Sendi atau articulatio adalah persambungan di antara dua tulang, yang

dapat menimbulkan gerakan jika didorong dengan gaya tertentu. Sendi

sebenarnya dapat diklasifikasikan secara fisiologi dan anatomi penyusunnya.

Akan tetapi, klasifikasi secara fisiologi lebih banyak dipakai karena dapat

menjelaskan mekanisme kerja sendi. Secara fisiologi, sendi dapat dibagi

menjadi (Martini, 2009):

3

Page 4: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

a. Synarthrosis

Synarthrosis yakni sendi yang tidak dapat digerakkan. Synarthrosis terdiri

dari :

1) Sutura

Sutura terletak di os cranium. Ujung-ujung tulang pada sutura

terkunci dan terikat erat oleh jaringan ikat padat.

2) Gomphosis

Gomphosis terletak antara gigi dengan os maxilla dan os mandibula,

dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa yang dinamakan ligamentum

periodontal.

3) Synchondrosis

Synchondrosis terdiri atas lempeng kartilago yang tipis, contohnya

kartilago pada epifisis atau kartilago yang menghubungkan costae

dengan os sternum.

4) Synostosis

Synostosis yaitu gabungan tulang yang tidak dapat digerakkan,

seperti pada os sacrum, portio dari cranium, dan garis epifisis.

b. Amphiarthrosis

Amphiarthrosis adalah sendi yang sebenarnya bisa digerakkan dengan

gaya yang besar. Amphiarthrosis dihubungkan oleh serat kolagen dan

kartilago. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :

1) Syndesmosis

Syndesmosis dihubungkan oleh ligamen. Contohnya pada articulatio

distal antara tibia dan fibula.

2) Symphisis

Symphisis dihubungkan oleh bantalan fibrocartilago. Contohnya

pada discus intervertebralis pada vertebrae dan symphisis pubis.

c. Diarthrosis

Diarhtrosis atau sendi synovial yaitu sendi yang bebas digerakkan.

Struktur dari sendi synovial dapat dilihat pada gambar berikut :

4

Page 5: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Gambar 1.Struktur sendi synovial pada lutut (Martini, 2009).

Struktur sendi synovial yaitu(Marieb, 2011) :

1) Kartilago dan bantalan lemak

Pada beberapa sendi termasuk sendi lutut seperti gambar di atas,

struktur ini terletak berlawanan pada permukaan sendi, termasuk

meniscus dan bantalan lemak.Meniscus yaitu fibrokartilago di antara

tulang, yang mengisi ruang synovial atau memberi variasi bentuk

permukaan sendi.

2) Bantalan lemak

Bantalan lemak menutupi lapisan membrane synovial dan biasanya

terletak superfisial dari capsul sendi.Bantalan lemak ini melindungi

kartilago pada sendi dan bertindak sebagai pembawa material untuk

sendi. Saat sendi bergerak, bantalan lemak akan mengisi ruang sendi

dan mengubah bentuk sendi.

3) Ligamen

Ligamentum accessorium berfungsi untuk menguatkan dan

membatasi perputaran sendi. Ligamentum extracapsuler akan

menghubungkan tulang-tulang antarsendi dan melintas ke luar

5

Page 6: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

capsul sehingga menyokong dinding sendi agar tetap kuat.

Ligamentum intracapsuler terletak di dalam capsul dan mencegah

adanya gerakan yang dapat membahayakan sendi.

4) Tendon

Tendon membatasi gerakan dan menyokong sendi secara mekanik,

meskipun tendon bukan bagian dari sendi.

5) Bursae

Bursae adalah kantong jaringan ikat, mengandung cairan synovial

dan terletak di membrane synovial. Bursae mengurangi gesekan dan

bertindak sebagai shock absorbers.

2. Kartilago

Kartilago terdiri dari jaringan kartilago yang terutama disusun oleh

air.Tingginya kandungan air di dalamnya menjadikan kartilago bersifat lentur

atau mampu kembali ke bentuk semula setelah ditekan.Kartilago tidak

mengandung pembuluh darah atau saraf (Marieb, 2011).

Gambar 2.Letak kartilago dalam tubuh manusia (Marieb, 2011).

6

Page 7: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

C. Histologi

Kartilago terdiri dari sel yang disebut kondrosit dan matriks ekstraseluler

yang menyusun serabut dan substansi dasar. Kondrosit mensintesis dan

mensekresi matriks ekstraseluler. Kondrosit terletak di dalam rongga matriks

yang disebut lakuna. Kolagen, asam hyaluronic, proteoglikan, dan sejumlah

kecil glikoprotein adalah makromolekul penting yang ada di seluruh tipe

matriks kartilago. Berdasarkan komposisinya, ada 3 macam kartilago

(Junquera, 2007) :

1. Kartilago hyalin

Kartilago hyalin terletak di permukaan sendi yang bisa digerakkan, di

dinding tractus respiratorius yang lebar (hidung, laring, trachea, bronchi),

ujung ventral dari costae yang bersambung pada sternum, dan di lempeng

epifisis, yang bertanggung jawab pada pertumbuhan tulang panjang

(Junquera, 2007).

Kartilago hyalin mengandung serat kolagen tipe II dan sejumlah kecil

kolagen tipe IX, X, dan XI. Proteoglikan pada kartilago ini mengandung

kondroitin 4-sulfat, kondroitin 6-sulfat, dan keratin sulfat, yang berikatan

secara kovalen pada inti protein. Sebanyak 200 buah dari proteoglikan ini

berikatan nonkovalen pada molekul panjang asam hialuronik, membentuk

agregasi proteoglikan yang berinteraksi dengan kolagen. Komponen

terpenting matriks kartilago adalah glikoprotein struktural yang disebut

kondronektin, suatu makromolekul yang berikatan spesifik dengan

glikosaminoglikan dan kolagen tipe II, yang memerantarai kondrosit

dengan matriks ekstraseluler. Matriks kartilago mengelilingi masing-

masing kondrosit yang kaya glikosaminoglikan dan miskin kolagen. Zona

perifer ini disebut zona teritorial, atau kapsular (Junquera, 2007).

Selain kartilago di persendian, semua kartilago hyalin ditutupi oleh

selapis jaringan ikat padat, yaitu perikondrium, yang penting untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan kartilago. Jaringan ikat ini kaya akan serat

kolagen tipe I, serat-serat elastin, dan mengandung banyak fibroblas.

7

Page 8: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Bagian perikondrium yang dekat kartilago bersifat lebih seluler dan secara

berangsur beralih, dan menyatu dengan kartilago.Hal ini karena sel-sel

pada lapisan dalam perikondrium meletakkan matriks di sekitarnya,

sehingga menyatu dengan kartilago sebagai kondrosit yang khas (Leeson,

1996).

Sel di lapisan yang dalam dari perikondrium, yakni kondroblas dapat

dengan mudah berdiferensiasi menjadi kondrosit yang terdapat di dalam

lakuna. Di bagian perifer kartilago hyalin, kondrosit muda berbentuk elips

berjajar paralel di permukaan, dapat berkelompok hingga delapan sel.

Kelompok-kelompok ini disebut isogenus atau cell nest.Sel yang letaknya

lebih perifer berbentuk lonjong dan memanjang sejajar

permukaan(Junquera, 2007; Leeson, 1996).

Gambar 3.Bagian-bagian kartilago hyalin (Junquera, 2007).

Gambar 4.Kartilago hyalin (Junquera, 2007).

8

Page 9: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Nutrisi kartilago didapat dari matriks, karena kartilago tidak memiliki

pembuluh darah, limfe, dan saraf.Kandungan cairan yang melimpah di

dalam matriks memungkinkan nutrient, gas-gas terlarut, dan produk sisa

dengan mudah berdifusi antara pembuluh darah kecil pada perikondrium

dan kondrosit-kondrosit yang letaknya lebih ke sentral kartilago.Meskipun

difusi ini prosesnya terbatas, namun sudah cukup memenuhi kebutuhan

kartilago karena kondrosit itu sendiri berfungsi melalui metabolisme

glikolitik (Leeson, 1996).

Seiring meningkatnya usia, kartilago akan semakin keruh dan

berkurang selnya. Jumlah proteoglikan matriks berkurang, sebaliknya

jumlah protein non-kolagennya meningkat, dan lama-kelamaan akan terjadi

proses kalsifikasi. Butiran kalsium fosfat dan kalsium karbonat halus

diendapkan pada substansi interseluler.Awalnya berada di dekat sel,

kemudian ke seluruh matriks.Butiran ini bertambah besar dan menyatu

sehingga kartilago menjadi keras dan rapuh. Pengkapuran pada substansi

interseluler menyebabkan nutrien tidak dapat berdifusi dan lama-kelamaan

sel-sel kondrosit akan mati dan matriks secara berangsur akan diresorpsi

(Leeson, 1996).

Regenerasi kartilago yang hilang atau rusak sebagian sangatlah

rendah. Kerusakan tulang diperbaiki melalui proses yang lambat. Jaringan

perikondrium berproliferasi dan mengisi kembali bagian yang

rusak.Jaringan ini secara berangsur diubah menjadi kartilago, mirip

pertumbuhan aposisional (Leeson, 1996).

2. Kartilago elastin

Kartilago elastin dijumpai pada aurikula telinga, dinding kalanis

auditorius externus, tuba eustachius, epiglotis, dan kartilago cuneiform

pada laring. Kartilago elastin mengandung serat elastin yang banyak dan

serat kolagen tipe II. Kartilago elastin yang masih segar berwarna kuning

karena adanya elastin dalam serat elastin dan lebih keruh jika dibandingkan

dengan kartilago hyalin (Junquera, 2007; Leeson, 1996).

9

Page 10: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Kartilago elastin merupakan modifikasi kartilago hyalin.Namun, sel-

selnya sedikit mengandung lemak dan glikogen.Matriksnya mengandung

serat-serat kolagen dan serat elastin yang luas.Penyebaran serat-serat ini

umumnya lebih padat di bagian tengah kartilago, dibungkus perikondrium,

dan pertumbuhannya terjadi secara interstisial dan aposisional dari

perikondrium.Tidak seperti kartilago hyalin, kartilago elastin jarang

mengalami kalsifikasi (Leeson, 1996).

Gambar 5.Bagian-bagian kartilago elastin (Junquera, 2007).

Gambar 6.Kartilago elastin (Junquera, 2007).

3. Fibrokartilago

Fibrokartilago adalah jaringan intermediet di antara jaringan ikat

padat dan kartilago hyalin. Fibrokartilago dapat ditemukan pada discus

intervertebralis, perlekatan ligamen tertentu pada permukaan kartilago

tulang, dan simfisis pubis. Fibrokartilago selalu dihubungkan dengan

10

Page 11: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

jaringan ikat padat, dan batas wilayah antara dua jaringan ini tidak jelas

(Junquera, 2007).

Fibrokartilago mengandung kondrosit, baik itu tunggal maupun

isogen, biasanya tersusun berbaris, dipisahkan oleh serat kolagen tipe I

yang di antaranya terdapat daerah-daerah kecil dengan matriks tulang

rawan hyalin. Karena kaya akan serat kolagen tipe I, matriks

fibrokartilago ini bersifat asidofilik dan tidak memiliki perikondrium.

Pembentukan fibrokartilago menyerupai jaringan ikat biasa, yakni dari

fibroblast yang dipisahkan oleh bahan fibrilair.Sel-sel tersebut kemudian

berubah menjadi kondrosit (Junquera, 2007; Leeson, 1996).

Gambar 7.Bagian-bagian fibrokartilago (Junquera, 2007).

Gambar 8. Fibrokartilago (Junquera, 2007).

11

Page 12: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

D. Fisiologi Persendian

Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur dan fungsi persendian

sebagai berikut (Sloane, 2003) :

1. Klasifikasi Struktural Persendian

a. Persendian fibrosa

Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan

jaringan ikat fibrosa.

b. Persendian kartilago

Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan

jaringan ikat kartilago.

c. Persendian sinovial

Persendian sinovial memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan

kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnya.

2. Klasifikasi Fungsional Persendian

a. Sendi sinartrosis atau sendi mati

Secara struktural, sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau

kartilago, seperti :

1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa

rapat dan hanya dapat ditemukan pada tulang cranium. Contoh

sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.

2) Sinkondrosis sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan

kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis

sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang

anak. Saat sinkrondosis sementara berosifikasi, maka bagian

tersebut dinamakan sinostosis.

b. Amfiartrosis

Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang

memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap

torsi dan kompresi. Klasifikasinya adalah :

12

Page 13: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

1) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan

diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan

terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis

antara tulang-tulang pubis dan diskus vertebralis antar badan

vertebra yang berdekatan.

2) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan

dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh

sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian

dan dihubungkan dengan membran interosesus, seperti pada tulang

radius dan ulna, serta tibia dan fibula.

3) Gomposis adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk

dengan pas dalam kantong tulang, seperti gigi yang tertanam pada

alveoli tulang rahang. Pada contoh tersebut, jaringan ikat fibrosa

yang terlibat adalah ligamen peridontal.

c. Diartrosis

Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi

sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,

suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang

pada sendi sinovial dilapisi kartilago aurikular. Sendi ini memiliki

lapisan (Sloane, 2003):

1) Lapisan terluar

Terbentuk dari jaringan ikat fibrosa rapat berwarna putih yang

memanjang sampai bagian periosteum tulang yang menyatu pada

sendi.

2) Lapisan terdalam

Terbentuk dari membran sinovial yang melapisi keseluruhan sendi,

kecuali pada kartilago aurikular.

3. Klasifikasi persendian sinovial

Persendian ini didasarkan pada bentuk permukaan yang berartikulasi.

a. Sendi sferodial

13

Page 14: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Sendi sferodial terdiri dari sebuah tulang dengan kepala beberntuk bulat

yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuj cangkir pada tulang

lain. Sendi ini memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke

tiga arah. Contohnya adalah articulatio coxae dan glenohumeral.

b. Sendi engsel

Sendi engsel merupakan permukaan convex sebuah tulang masuk dengan

pas pada permukaan konkaf tulang kedua. Sendi ini memungkinkan

gerak ke satu arah. Contohnya adalah articulatio genue dan cubiti.

c. Sendi kisar (pivot joint)

Tulang yang berbentuk kerucut yang masuk dengan pas ke dalam

ekungan tulang kedua, dan dapat berputar ke segala arah. Contohnya

adalah persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus

odontoid os axis, dan persendian antara bagian kepala proksimal tulang

radius dan ulna.

d. Persendian kondiloid

Terdiri dari sebuah kondilus oval suatu tulang yang masuk dengan pas ke

dalam rongga berbentuk elips di tulang kedua. Sendi ini memungkinkan

gerak ke dua arah. Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan

tulang karpal serta sendi antara kondilus oksipital tengkorak dan atlas.

e. Sendi pelana

Sendi ini memiliki permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk

konkaf di satu sisi dan konveks pada sisi lainnya; sehingga tulang

tersebut akan masuk dengan pas ke dalam permukaan tulang kedua yang

bentuk konveks dan konkafnya berada pada sisi yang berlawanan. Satu-

satunya sendi pelana sejati yang ada pada tubuh adalah persendian antara

tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.

f. Sendi peluru

Salah satu sendi yang permukaan kedua tulang yang berartikulasi

berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu

tulang dengan tulang lainnya. Contohnya adalah persendian intervertebra,

14

Page 15: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

dan persendian antara tulang-tulang karpal dan tulang-tulang

tarsal(Sloane, 2003).

4. Pergerakan pada sendi sinovial

Pergerakan ini merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada

tulang-tulang yang membentuk artikulasi. Otot tersebut memberikan tenaga,

tulang sebagai pengungkit, dan sendi sebagai penumpu. Gerakan yang dapat

dihasilkan sendi sinovial (Sloane, 2003):

a. Fleksi

Gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang atau dua bagian

tubuh. Seperti saat menekuk siku (menggerakkan lengan ke arah depan),

menekuk lutut (menggerakan tungkai ke arah belakang), atau juga

menekuk torso ke arah samping. Gerakan tersebut terdiri dari:

1) Dorsofleksi adalah gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan ke

arah depan

2) Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada

pergelangan kaki.

b. Ekstensi

Gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian

tubuh, terdiri dari:

1) Ekstensi bagian tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak

meluruskan persendian pada siku dan dan lutut setelah fleksi.

2) Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada

bagian-bagian tubuh melebihi 180°, seperti gerakan menekuk torso

atau kepala ke arah belakang.

c. Abduksi

Gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, atau menjauhi aksis

longitudinal tungkai. Seperti gerakan abduksi jari tangan dan jari kaki.

d. Adduksi

Kebalikan dari abduksi, adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke

aksis utama tubuh atau aksis longitudinal tungkai.

15

Page 16: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

e. Rotasi

Gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri

tanpa mengalami dislokasi lateral. Gerakan rotasi terdiri dari :

1) Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis,

yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke belakang.

2) Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan

telapak tangan menghadap ke depan.

f. Sirkumduksi

Kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk membuat

ruang berbentuk kerucut. Gerakan seperti ini berlangsung pada

persendian panggul, bahu, trunkus, pergelangan tangan, dan persendian

lutut.

g. Inversi

Gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki

menghadap ke dalam atau ke arah medial.

h. Eversi

Gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki

menghadap ke arah luar.

i. Protraksi

Memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah ke

depan, atau memfleksi girdel pektoral ke arah depan.

j. Retraksi

Gerakan menarik bagian tubuh ke arah belakang, seperti saat meretraksi

mandibula, atau meretraksi girdel pektoral untuk membusungkan dada.

k. Elevasi

Pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat mengatupkan mulut

atau mengangkat bahu.

l. Depresi

Menggerakkan suatu struktur ke arah inferior, seperti saat membuka

mulut.

16

Page 17: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

E. Patogenesis

OA adalah penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan

kartilago sendi dan paling sering menyerang bagian vertebra, panggul, lutut dan

pergelangan kaki. Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua,

yaitu OA primer dan OA sekunder.OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu

OA yang penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan

penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi, serta lebih

banyak ditemukan dibandingkan OA sekunder. OA idiopatik memiliki dasar

genetik yang kuat dengan pola penurunan secara dominan pada wanita dan pola

resesif pada pria. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan

endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan herediter, jejas mikro dan makro

serta imobilisasi yang terlalu lama. OA sekunder biasanya timbul pada keadaan

trauma, termasuk penggunaan sendi yang berulang-ulang (terbukti hanya pada

penggunaan berlebihan dalam bekerja bukan pada penggunaan atletik/olahraga)

(Davey, 2005; Sudoyo, 2009).

Gambar 9.Bagan patogenesis OA (Sudoyo, 2009)

17

Usia, stress mekanis (penggunaan sendi berlebihan), obesitas, genetik, humoral, defek anatomikerusakan molekul matriks ekstraseluler dan produk degradasi kartilago di cairan synovial sendiInflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeriPeningkatan terbatas sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit (kompensasi perbaikan)Hipertrofi kartilagoOA

Page 18: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak

dapat dihindari. Namun setelah dilakukan penelitian terhadap penyakit ini, para

pakar berpendapat bahwa ternyata OA merupakan penyakit gangguan

homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan

kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi

pada sinovial sendi yang terjadi akibat multifaktorial antara lain karena faktor

usia, stress mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomi,

obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan, diduga merupakan faktor

penting yang merangsang kerusakan molekul matriks esktraseluler dan produk

degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi

inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri. OA ditandai dengan fase

hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari

sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi

perbaikan.OA merupakan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi,

remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Marks,et al, 2000; Sudoyo,

2009).

Gambar 10.Bagan patogenesis inflamasi sendi (Marks,et all, 2000; Sudoyo, 2009)

18

Kartilago sendi dapat perbaikan sendiri Kondrosit replikasiProduksi matriks baruInduksi kondrosit sintesis DNA dan protein kolagenDegradasi kolagen ubah keseimbangan metabolisme kartilago sendiKelebihan produk terakumulasi di sendiHambat fungsi kartilago sendiRespon imunInflamasi sendi

Page 19: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Rawan sendi ternyata dapat melakukan perbaikan sendiri dimana

kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru. Proses ini

dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipetida yaitu insulin-like growth

faktor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor β (TGF- β) dan

coloni stimulating factors (CSFs). Faktor-faktor tersebut menginduksi kondrosit

untuk mensintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen

serta proteoglikan. Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah

keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi

matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat

fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan

inflamasi sendi (Sudoyo, 2009).

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas

fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan

terjadinya penumpukan thrombus dan komplek lipid pada pembuluh darah

subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan

subkondral tersebut. Hal ini mengakibatkan dilepasnya mediator kimiawi

seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone

angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensible yang

dapat menghantarkan rasa sakit (Sudoyo, 2009).

Gejala-gejala yang muncul pada pasien OA adalah nyeri yang telah ada

bertahun-tahun pada satu atau lebih sendi dan intensitasnya hilang timbul sesuai

dengan cuaca dan beban kerja, pembengkakan dan deformitas terutama pada

lutut dan jari-jari, instabilitas tangan saat memegang sesuatu atau menyisir

rambut, jalan terbatas dan kelebihan. Faktor resiko dari OA adalah adanya

riwayat keluarga yang menderita OA, riwayat trauma sendi, penambahan berat

badan, pekerjaan yang memerlukan gerakan yang berulang terutama pada lutut

(jongkok), siku dan punggung (angkat beban) dan tangan (jalur perakitan dan

pekerjaan pabrik) (Brashers, 2008).

19

Page 20: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

F. Patofisiologi

Gambar 11.Bagan patofisiologi OA(Kasper et al,2008)

20

Page 21: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Gambar 12.Bagan patofisiologi OA(Arend, 2007)

Setelah terjadi luka pada kartilago, biasanya terjadi mitosis. Ketika

aktivitas metabolik dari khondrosit cluster sini tinggi, efeknya adalah aktivitas

proteoglikan mengalami deplesi di matrix yang mengelilingi kondrosit. Hal ini

dikarenakan aktivitas katabolik lebih besar dari pada sintesisnya. Seiring

dengan perkembangannya, matrix kolagen menjadi terluka dan proteoglikan

keluar, serta pembengkakan kartilago terjadi dari atraksi molekul ion air.

Karena proteoglikan pada kartilago yang rusak tadi tidak dapat lagi memaksa

proksimitas, kartilago tidak lagi dapat kembali ketempat asalnya seperti orang

sehat, dan kartilago menjadi lebih beresiko untuk kerusakan lainnya. Kondrosit

di sel basal kartilago juga mengalami apoptosis( Kasper, et al, 2008).

Hilangnya alterasi di kartilago pada tulang subchondral dan stimulasi

oleh GH dan sitokin, maka osteoklast dan osteoblast di tulang subchondral

menjadi aktif. Produksi dalam formasi tulang juga menebal dan kaku pada

lempeng subchondral yang terjadi ketika kartilago ulseratif. Trauma terhadap

21

Page 22: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

sendi menjadi faktor primer terhadap respon ini, dengan penyembuhan yang

malah menghasilkan kekakuan. Area kecil dari osteonekrosis biasanya ada di

sendi dengan penyakit ini. Kematian tulang jugadapat terjadi karena trauma

dengan pengikisan dari mikrovaskuler yang berefek turunnya suplai darah.

Pada batas sendi, dekat area kartilago yang hilang, terbentuk osteophyte.

Hal ini memunculkan pertumbuhan kartilago baru, dengan invasi neurovascular

dari tulang, kartilago ini ossifikasi. Osteophyt penanda penting pada

pemerikasaan radiografi, dan pada keganasan osteophyte tumbuh lebih

besar(Kasper, et al, 2008).

Synovium memproduksi cairan pelumas untuk meminimalisir stres ketika

gerakan. Pada sendi orang sehat, synovium terdiri dari satu lapisan tidak

terputus berisilemak dan terdiri dari 2 jenis sel, makrofag dan fibroblast, tetapi

pada OA, hal ini dapat menyebabkan edema dan inflamasi. Ada migrasi

makrofag dari perifer kejaringan, dan sel synovial berploriferasi(Brashers,

2008).

Karena kartilago tidak mempunyai saraf maka kehilangan kartilago

tidak akan menimbulkan rasa sakit. Tetapi pada OA, sakit datang dari

struktur diluar kartilago. Menurut penelitian sumber sakitdapatdisebabkan

oleh peradangan synovial, efusi sendi, dan edema bone narrow. Peradangan

synovial atau synovitis dapat terjadi pada sebagian kasus OA. Sakit juga

dapat disebabkan hal diluarsendi yaitu bursa dekat sendi, contohnya yang

biasanya terjadi adalah anserine bursitis dan illiotibial band

syndrome(Brashers, 2008).

G. Tanda dan Gejala OA

1. Predileksi Sendi pada OA

Predileksi OA yaitu pada sendi – sendi carpometacarpal I.

Sendi carpometacarpal (Putz & Pabzt, 2006) :

a) Sendi karpometakarpal ibu jari / articulatio carpometacarpal pollicis

b) Sendi karpometacarpal II – V / articulatio carpometacarpales II-V,

22

Page 23: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

sendi metatarsophalangeal I (Putz & Pabzt, 2006) :

a) Sendi metatarsophalangea : articulatio metatarsophalangea

b) Sendi lutut : articulatio genus

c) Sendi panggul : articulatio coxae,

sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Sebagai perbandingan

OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang

sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif

seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori

mengatakan bahwa sendi – sendi yang sering terkena OA adalah sendi –

sendi yang paling akhir mengalami perubahan – perubahan evolusi,

khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencekeram dan berdiri dua

kaki. Sendi – sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang

sub optimal untuk gerakan – gerakan yang mereka lakukan, mempunyai

cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering

gagal daripada sendi – sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama

(Sudoyo, 2009).

2. Riwayat Penyakit

a. Nyeri sendi

Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang

dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang – kadang

menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain. Nyeri

pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,

misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal menimbulkan

stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang

biasa disebut dengan claudicatio intermitten (Sudoyo, 2009).

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan – pelan

sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri (Sudoyo, 2009).

23

Page 24: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

c. Kekakuan sendi setelah sendi tersebut digerakkan beberapa lama,

tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah sendi digerakkan,

misalnya kaku setelah duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Price, 2005).

d. Pembesaran sendi (deformitas)

Pasien mungkin menunjukkan bahwa pada salah satu sendinya

(seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara pelan – pelan membesar

(Sudoyo, 2006).

e. Krepitasi tulang, rasa gemeretak (kadang – kadang dapat terdengar)

pada sendi yang sakit (Sudoyo, 2009).

f. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua

pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul menjadi

pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain

merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang

umumnya tua (Sudoyo, 2009).

3. Pemeriksaan Fisik

a. Hambatan gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini

(secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin

beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi

kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)

maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (Sudoyo, 2009).

b. Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada

awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau

remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah

beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.

Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang

24

Page 25: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi

(Sudoyo, 2009).

c. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi

yang biasanya tak banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya

osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Sudoyo, 2009).

d. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin

dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda – tanda ini

tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut,

pergelangan kaki dan sendi – sendi kecil tangan dan kaki (Sudoyo,

2009).

e. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan

perubahan pada tulang dan permukaan sendi (Sudoyo, 2009).

f. Perubahan gaya berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi

tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha

dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi – sendi

lain, seperti tangan, bahu, siku dan pergelangan tangan, OA juga

menimbulkan gangguan fungsi (Sudoyo, 2009).

b. Diagnosis

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan

radiografis.Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA

ialah (Sudoyo, 2009):

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada

bagian yang menanggung beban)

b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral

25

Page 26: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

c. Kista tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiogragrafi di atas, secara

radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (criteria

Kellgren dan Lawrance). Derajat OA dinilai menjadi lima derajat oleh

Kellgren dan Lawrence. Pada derajat 0, tidak ada gambaran OA. Pada

derajat 1, OA meragukan dengan gambaran sendi normal, tetapi terdapat

osteofit minimal. Pada derajat 2, OA minimal dengan osteofit pada 2

tempat, tidak terdapat sklerosis dan kista subkondral, serta celah sendi

baik. Pada derajat 3, OA moderat dengan osteofit moderat, deformitas

ujung tulang, dan celah sendi sempit. Pada derajat 4, OA berat dengan

osteofit besar, deformitas ujung tulang, celah sendi hilang, serta adanya

sklerosis dan kista subkondral (Milne, et al dalam Hartono, 2007). Harus

diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih

normal (Sudoyo, 2009).

Pemeriksaan penginderaan dan radiografi sendi lain (Sudoyo, 2006):

a. Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetic

mungkin diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila OA pada

pasien dicurigai berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik

seperti alkaptonuria, oochronosis, dysplasia epifisis,

hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau hemokromatosis (terutama

pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang belakang).

b. Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang

mempunyai keluhan banyak sendi (OA generalisata).

c. Pasien – pasien yang dicurigai mempunyai penyakit – penyakit yang

meskipun jarang tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot,

pigmented sinovitis) perlu pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk

diagnosis pasti penyakit – penyakit tersebut seringkali diperlukan

diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang,

26

Page 27: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

penginderaan dengan resonansi magnetic (MRI), atroskopi dan

artrografi.

d. Pemeriksaan lebih lanjut (khususnya MRI) dan mielografi mungkin

juga diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk

menetapkan sebab – sebab gejala dan keluhan – keluhan kompresi

radikular atau medulla spinalis.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak

berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas

– batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan

arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid

dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan,

mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai

sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<2000/µL) dan peningakatan

protein (Kasper, 2008; Sudoyo, 2009).

d. Pemeriksaan Penunjang

Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi

yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA

adalah(Soeroso, 2009):

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada

bagian yang menanggung beban seperti lutut).

b. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).

c. Kista pada tulang

d. Osteofit pada pinggir sendi

e. Perubahan struktur anatomi sendi.

27

Page 28: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Gambar 12. Gambaran X-Ray lutut pada OA medial (Kasper, et al, 2008)

Keterangan gambar :

1) Panah putih menunjukkan penyempitan celah sendi

2) Panah hitam : sklerosis tulang yang menyebabkan penebalan

3) Baji putih : osteofit pada medial femur

H. Diagnosis

Diagnosis (OA) biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan

radiografis. Pada sebagian besar kasus, radiologis pada sendi yang terkena

osteoartritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih.

Gambar 13. X-Ray OA lutut (Buccini, 2005)

Diagnosis osteoartritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta

klinis dan laboratories (Klippel, 2001) :

1. Klinis : Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini :

a. Umur > 50 tahun

28

Page 29: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

b. Kaku sendi < 30 menit

c. Krepitasi

d. Nyeri tekan tepi tulang

e. Pembesaran tulang sendi lutut

f. Tidak teraba hangat pada sendi

Catatan : Sensitivitas 90% dan spesifitas 69%

2. Klinis dan radiologis :

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini :

a. Umur > 50 tahun

b. Kaku sendi < 30 menit

c. Krepitasi disertai osteofit

Catatan : Sensitivitas 91% dan spesifitas 86%

3. Klinis dan laboratoris :

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini :

a. Usia > 50 tahun

b. Kaku sendi < 30 menit

c. Krepitasi

d. Nyeri tekan tepi tulang

e. Pembesaran tulang

f. Tidak teraba hangat pada sendi terkena

g. LED < 40 mm/jam

h. RF < 1:409. Analisis cairan sinovium sesuar osteoartritis

Catatan : Sensitivitas 92% dan spesifitas 75%

Kriteria diagnosis osteoartritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau

kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut (Milne AD, et al.2007):

1. Pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

2. Pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

3. Pembengkakan <3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

4. Deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan

29

Page 30: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Catatan : 10 sendi yang dimaksud adalah : DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC

1 masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifitas 87%.

I. Penatalaksanaan

1. Terapi non-medikamentosa

a. Edukasi atau penerangan

Terapi ini bertujuan agar pasien mengetahui sedikit tentang

penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakit tidak bertambah

parah, serta agar persendiannya tetap dapat dipakai (Sudoyo, 2009).

b. Terapi fisik dan rehabilitasi

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendian ini tetap dapat

dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit

(Sudoyo, 2009).

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan faktor yang akan

memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus selalu dijaga agar

tidak berlebihan (Sudoyo, 2009).

Menurut penelitian berdasarkan populasi yang diikuti dengan follow up

selama 22 tahun, dicari hubungan OA pada lutut dengan tingkat obesitas,

stress fisik saat kerja, dan luka trauma pada sendi lutut. Penelitian yang

dimulai dari tahun 1980an dan menggunakan sebanyak 8000 subjek penelitian

ini diperiksa oleh klinisi dengan menggunakan riwayat, gejala dan

pemeriksaan klinis yang terstandarisasi. Hasilnya cukup mengejutkan, yaitu

orang dengan bmi antara 25 – 29 lebih mudah 1,7 kali terkena OA daripada

orang normal(BMI<25), dan orang dengan BMI lebih dari 30 kemungkinan

terkena OA adalah 7 kali lebih besar dari orang normal(BMI<25).Sedangkan

orang yang mempunyai strees fisik yang berat saat kerja dapat terkena 18,3

kali lebih mudah daripada orang yang bekerja ringan atau tanpa stress fisik.

Dan untuk orang yang pernah mengalami trauma pada sendi lutut dapat

mengalami OA 5,1 kali lebih mudah daripada orang yang tidak pernah terkena

trauma(Toivane, 2010).

30

Page 31: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

1. Terapi medikamentosa

a. Oral

i. Acetaminophen

Acetaminophen atau parasetamol dapat menghilangkan atau

mengurangi nyeri ringan sampai sedang.Parasetamol dijadikan

pilihan analgesik pertama pada pasien dengan OA lutut, pangul,

atau tangan.Dosis maksimal untuk dewasa yaitu 500-1000 mg,

empat kali sehari (Kasper et al, 2008; FKUI, 2009).

ii. NSAID

NSAID yang digunakan umumnya bersifat anti-inflamasi,

analgesic, dan antipiretik.Efek antipiretiknya baru terlihat pada

dosis yang lebih besar daripada efek analgesiknya.NSAID harus

diminum bersama dengan makanan.Efek sampingnya dapat

menimbulkan ulkus dan perdarahan pada saluran gastrointestinal.

Macam-macam NSAID yang dapat digunakan yaitu (Kasper, et al,

2008; FKUI, 2009) :

a) Naproksen : 2 kali 375-500 mg sehari.

b) Salisilat : 2 kali 1500 mg sehari

c) Ibuprofen : 3-4 kali 600-800 mg sehari

iii. COX2-selective inhibitor

Obat-obatan ini contohnya selekoksib.Obat golongan ini

dikembangkan untuk dapat menghindari efek samping pada

saluran gastrointestinal.Dosisnya yaitu 100-200 mg/hari (Kasper,

et al, 2008; FKUI, 2009).

iv. Opioid

Opioid juga dipakai untuk analgesik. Terdiri menjadi analgesic

opioid kuat dan lemah, yaitu (Neal, 2006) :

i) Analgesic opioid kuat : Morfin, Buprenorfin, Petidin,

Metadom, Fentanil, Fenazosin dan Diarmofin.

ii) Analgesik opioid lemah : Kodein dan Dekstropropoksifen

31

Page 32: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

b. Topikal

Dapat diberikan krim capsaicin 0.025-0.075% 3-4 kali sehari

(Kasper, et al, 2008).

c. Injeksi intra-artikular hialuronan dan steroid

Injeksi dapat diberikan untuk mengurangi nyeri.Tetapi setelah

diteliti lebih lanjut tidak menunjukkan keuntungan yang nyata pada

pasien OA, sehingga pemakaiannya masih kontroversial.Injeksi asam

hialuronik dapat diberikan untuk mengurangi gejala pada OA lutut dan

panggul.Injeksi dapat diberikan 3-5 kali perminggu, tergantung dari

persiapan pasien (Kasper, et al, 2008).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan terapi

kortikosteroid pada pasien OA (khususnya OA genue) lebih efektif

daripada asam hyaluronat dalam jangka pendek (sekitar 4 minggu),

sedangkan penggunaan asam hyaluronat lebih efektif untuk jangka

panjang. Dengan menyadari tentang pola respon ini, karena hal tersebut

sangat berguna bagi klinisi dalam menentukan rencana terapi yang akan

diberikan kepada pasien OA. Hal ini juga bermanfaat dalam menentukan

studi masa depan apakah dengan penggabungan 2 agent tersebut dapat

memberikan efek sinergis yang bermanfaat untuk praktik klinis. Uji

meta – analisis tersebut membandingkan asam hyaluronic dengan

kortikosteroid yang menunjukkan pola efikasi atau kemanjuran yang

relative bervariasi dari waktu ke waktu. Dalam jangka pendek (sampai 4

minggu) kortikosteroid tampaknya lebih efektif untuk nyeri. Pada

pendekatan pengobatan yang kedua, memiliki khasiat yang sama dengan

4 minggu setelah memulai pengobatan, akan tetapi dalam 8 minggu dan

seterusnya, produk asam hyaluronat memiliki efek yang lebih besar.

Dalam hal ini asam hyaluronat konsentrasi tinggi mengganti cairan

synovial pada daerah OA sehingga meningkatkan viskositas. Pemberian

terapi ini juga mengembalikan mekanisme penyerapan shock dan

32

Page 33: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

kemampuan melumas dari cairan synovial yang sebelumnya habis, serta

mengurangi induksi nyeri (Bannuru, et al., 2009).

d. Injeksi Tanezumab

Dua injeksi tanezumab –antibodi monoclonal yang menghambat

faktor pertumbuhan saraf—selama 8 minggu pada rentang dosis antara

10-200 μg per kilogram menunjukkan pengurangan yang signifikan pada

nyeri di lutut, kekakuan, dan keterbatasan fungsi fisiologis pada pasien

dengan OA lutut. Pengurangan nyeri terjadi pada pasien yang

mengonsumsi tanezumab dosis tinggi (100 atau 200 µg per kilogram)

dibandingkan dengan pasien yang mengkonsumsi dosis lebih rendah

karena tidak tampak keuntungan yang jelas. Secara klinis, keringanan

nyeri sering dideskripsikan sebagai pengurangan intensitas nyeri sekitar

30% dari garis dasar. Pada pemakaian tanezumab, pengurangan nyeri

dapat mencapai 45-62% (Lane, 2010).

e. Terapi bedah

Terapi ini diberikan apabila terapi medikamentosa tidak berhasil

untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila

terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

i. Osteotomi

ii. Artroplasti sendi total

iii. Arthroscospik debridement dan joint lavager(Sudoyo, 2006)

Ada 2 tipe terapi pembedahan :

i. Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan

merubah sudut dari weightbearing. Tujuannya itu untuk membuat

kartilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh.

Dapat pula dikombinasikan dengan ligament (Thomas, 2003)

ii. Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan , dan permukaan sendi

yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dati

33

Page 34: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

logam yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas,

2003)

J. Prognosis

OA tidak dapat diprediksi, tergantung pada sendi yang terlibat dan laju

perkembangan penyakit. Individu dengan OA sering mengalami periode ketika

gejala yang ringan dan periode ketika mereka lebih parah. Jadi untuk prognosis

penyakit OA dapat dibedakan menjadi 2 yaitu (Moskowitz, 2007) :

1. OA memiliki prognosis dubia ad bonam jika :

a. Pola hidup sehat yang diterapkan pada pasien OA,yang meliputi pola

makan dan olahraga kemudian dibantu oleh obat-obat konservatif

untuk mengatasi nyeri dan pada kasus-kasus berat memerlukan

operasi.

b. Prognosis baik untuk pasien dengan OA yang telah menjalani

penggantian sendi, dengan tingkat keberhasilan untuk pinggul dan

lutut artroplasti yang umumnya lebih dari 90%. Namun, prostesis sendi

mungkin perlu revisi 10-15 tahun setelah instalasi, tergantung pada

tingkat aktivitas pasien.

2. OA memiliki prognosis dubia ad malam jika :

a. Problem utama yang sering dijumpai adalah nyeri apabila sendi

tersebut dipakai dan meningkatnya ketidakstabilan bila harus

menanggung beban,terutama pada lutut

b. Pasien OA lutut dengan obesitas mengalami peningkatan rasa nyeri

pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang tidak

obesitas.

c. Pasien tidak menerapkan pola hidup sehat dan menjaga aktivitasnya.

34

Page 35: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

BAB III

KESIMPULAN

1. OA adalah penyakit yang menyerang sendi terutama pada tangan, lutut dan

pinggul

2. Tanda dan gejala pada OA dilihat dari pemeriksaan fisik yaitu adanya hambatan

gerak, krepitasi, pembengkakan sendi, tanda-tanda peradangan, perubahan bentuk

sendi permanen, dan perubahan gaya berjalan.

3. Pemeriksaan radiologi OA ditemukan penyempitan celah sendi yang seringkali

asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban), peningkatan densitas

(sklerosis) tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi, perubahan

struktur anatomi sendi

4. Pemeriksaan laboratorium kebanyakan tidak ditemukan kelainan, hanya padaOA

yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis

ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<2000/µL) dan

peningakatan protein.

5. Penatalaksaanan medika mentosa dengan pemberian obat yang bertujuan untuk

mengurangi rasa sakit yang bersifat anti inflamasi dan non medika mentosa yang

berupa edukasi dan terapi fisik untuk mengurangi rasa sakit.

6. Prognosis OA bersifat kronik, berjalan progesif lambat, tidak meradang, ditandai

dengan deteriorasi, abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada

permukaan persendiaan. Pola hidup sehat yang harus diterapkan pada pasien

osteoartitis,yang meliputi pola makan dan olahraga kemudian dibantu oleh obat-

obat konservatif untuk mengatasi nyeri.

35

Page 36: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

DAFTAR PUSTAKA

Bannuru, et al., 2009. Therapeutic Trajectory of Hyaluronic Acid Versus

Corticosteroids in the Treatment of Knee Osteoarthritis: A Systematic

Review and Meta-Analysis. Arthritis & Rheumatism (Arthritis Care &

Research). 61 (12) : 1704 – 1711.

Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi & Pemeriksaan

Manajemen. Jakarta : EGC.

Buccini, Cynthia K. 2005. Your Aching Knee. (online) Boston : Boston University

Alumni. Diakses di :http://www.bu.edu/bostonia/fall05/knee/ (Diakses

tanggal 22 November 2011).

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

FKUI. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Junquera, Luiz Carlos. Jose Carneiro. 2007. Basic Histology : Text and Atlas 11th

Edition. USA :McGraw Hills.

Kasper, DL, Braunwald E. Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J.

2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17thEdition. New York :

McGraw-Hill Medical Publishing.

Klippel, JH. 2001. Primer on the rheumatic disease. 12ed. Atlanta:

Arthritisfoundation.

Lane, Nancy E., Thomas J. Schnitzer; Charles A. Birbara; Masoud Mokhtarani;

David L. Shelton; Mike D. Smith; Mark T. Brown. 2010. Tanezumab for the

Treatment of Pain from Osteoarthritis of the Knee. The New England

Journal of Medicine. 363 : 1528-1529

Leeson, C. Roland. Thomas S Leeson. Anthony A Paparo. 1996. Textbook of

Histology. W.B. Saunders Company

Maharani, Eka Pratiwi. 2007. Faktor-faktor Resiko Osteoarthritis Lutut. Tesis,

Program pasca sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang

Marieb, Elaine N. Katjha Hoehn. 2011. Human Anatomy and Physiology 7th Edition.

USA : Pearson-Benjamin Cummings.

36

Page 37: Referat Isi 2_oa_klmpk 8

Marks, Dawn B, et all. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan

Klinis. Jakarta : EGC.

Martini, Frederic, Nath. 2009. Fundamentals Of Anatomy & Physiology. USA :

Pearson-Benjamin Cummings.

Moskowitz, Roland; Altmand D. Roy; Hocberg, March; Buck Walter, Joseph.2007.

Osteoarthitis Diagnosis and Medical / Surgical Management.USA : Wolters

Kluwe

Neal J, Michael. 2006. Medical Pharmacology at a Glance. jakarta .Erlangga

Rifhan, Zanurul.2011.Hubungan Antara Waist-Hip Ratio Dengan Derajat Nyeri

Penyakit Osteoartritis Lutut Pada Pasien Di Rsup.H.Adam Malik Medan.

Tesis.Program pasca sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klini Proses –

Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 1380 – 1383.

Putz, R., Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta: Tabel Otot, Sendi dan

Saraf Edisi 22. Jakarta: EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Ed.

Joewono Soeroso. Jakarta : Interna Publishing.

Toivane, Arto T. Heliovaara, Markku. Impivaara, Olli. Arokoski, Jari P. A. Knekt,

Paul. Lauren, Hanna. Kroger, Heikki. 2010. Rheumatology. 49:308–314.

Valderrabano, Victor; ChristinaSteiger.2011. Treatment and Prevention of

Osteoarthritis through Exercise and Sports. Journal of Aging Research.2011

: 1-6.

Thomas RH, Daniel TR : Ankle arthritis. J Bone Joint surg Am 85-A;923-936. 2003

Arend, William P, MD.2007.Goldman: Cecil Medicine, 23rd ed.Philadelphia :

Elsevier Saunders

37