Upload
lewi-martha-furi
View
27
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bedah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan
struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011).
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik
adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli,
Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus
influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen (Robbins,
2007)
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah
atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung
pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga
kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut (Randall, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan
(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia,
radius, humerus, ulna, dan fibula (Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1
kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1
kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari. (Randall, 2011)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik
(Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis
adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun
berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap
terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum,
korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. (Dorland, 2002).
2. Gejala
Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih
terlokalisasi dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari
osteomielitis meliputi :
a. Osteomielitis hematogenus tulang panjang
Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi
Kelelahan
Rasa tidak nyaman
Irritabilitas
Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates)
Edema lokal, eritema dan nyeri.
b. Osteomielitis hematogenus vertebral
Onset cepat
Adanya riwayat episode bakterimia akut
Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah
disampingnya
Edema lokal, eritema dan nyeri
2
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
c. Osteomielitis kronik
Ulkus yang tidak sembuh
Drainase saluran sinus
Kelelahan kronik
Rasa tidak nyaman
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Demam (terdapat pada 50% dari neonates)
Edema
Teraba hangat
Fluktuasi Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan
dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat
pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau
jika terjadi infeksi kronis) (Randall, 2011).
3. Etiologi
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering
disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri.
Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus
(89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada
periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok
B streptokokus seringkali bersifat patogen (Robbins 2007).
Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:
a. Osteomielitis hematogenus akut
3
i. Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan
kelompok Streptococcus α dan β.
ii. Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan
β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.
iii. Remaja (usia 4 tahunsampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok
Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter
iv. Dewasa: S. aureusdan kadang-kadang Enterobacter dan Streptoco
ccus.
b. Osteomielitis langsung
S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas.
Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies
pseudomonas.
Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. (Randall, 2011)
4. Patogenesis
Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan
percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat
tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan
oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing. (Daniel, 1997).
Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara
dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi
saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah
di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang
lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang
panjang pada lengan dan kaki.
4
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika
luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung
tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi
kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk
mengganti sendi atau memperbaiki fraktur. (anonym, 2011).
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada
tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk
komponen tulang matriks (fibronektin,
laminin,kolagen, dan sialoglycoprotein tulang);Ekspresi kolagen-binding a
dhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan.
Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan
dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan
dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan (Daniel, 1997).
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan
hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara
intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di
mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat
menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme
melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip
yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin
dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek.
(Daniel, 1997).
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang
baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL
11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel
tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan
tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih
belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang
5
mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan
radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim
proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen
bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor
yang memodulasi tulang (bone modulating factors) (Daniel,1997).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang
merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah
tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk
menghasilkan infeksi(Daniel,1997).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan
intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang
pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut
sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis
pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis
akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis
adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak
adanya osteosit yang hidup (Daniel, 1997).
5. Insiden
a. Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian
pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi
osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien
dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus
per 100.000 penduduk (Randall, 2011).
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi
kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas
yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan
osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis
atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan
osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena
6
dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya
penyebarluasan infeksi. (Randall, 2011).
Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai
dengan StaphylococcusAureus yang resiten terhadap methacilin yang
didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant
Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya
diakui. (Randall, 2011).
b. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau
keberadaan kondisi medis berat yang mendasari (Randall, 2011).
c. Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan
ras(Randall, 2011).
d. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa
kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada
orang dewasa (Randall, 2011).
e. Usia
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal.
Osteomielitis akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada
anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering
terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada
anak. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun
(Randall, 2011).
6. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
7
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut
diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut
umumnya berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada
dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah
pemasangan prosthesa dan sebagainya (David,1987).
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.
Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan
klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus
involukrum (David,1987).
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang
mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan
kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa
penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu
dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan
adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya
seperti ulkus diabetikum. (Randall, 2011)
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis
yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan
status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 – medular, stadium 2 – korteks
superfisial, stadium 3 – medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium
4 – medular dan kortikal difus. (Randall,2011)
A. Osteomielitis hematogenik akut.
Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya
terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai
osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh
secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi,
atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer,
infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan
yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen
ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi
berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.
(Adam,2004)
8
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi
akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi
aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut
mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis
akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke
sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke
arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses
yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian
tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut
sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara
perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk
mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini
disebut involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).
Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering
adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus,
radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran
infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah
pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2)
dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran
infeksi secara hematogen juga meningkat; 3) pembuluh darah di
metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di daerah ini
melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.
(Sjamsuhidajat, 2004).
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian
tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita
mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi
akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari
menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering
adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. .
(Sjamsuhidajat, 2004).
Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri
lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan
9
dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang
disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik
berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus
menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi
yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan
selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya,
setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai
osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).
Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan
predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C
(CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk
memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di
metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak
2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti
dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah tulang
kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi
osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga
fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada
osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan
menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium.
(Sjamsuhidajat, 2004).
Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi
osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas
berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik
untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan
kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi
guna mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran
kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi intensif 24 jam tidak ada
perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di beberapa tempat
untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat
dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat,
2004).
Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan
selulitis biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik
10
sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar.
Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah
metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran
rongent dan klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor
Ewing, dan osteosarkoma. Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu
berupa abses, atritis septik, hingga sepsis, sedangkan komplikasi
lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan
pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)
B. Osteomielitis Subakut.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik.
Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi
rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki
gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut
dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya
osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka
ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila
osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan
sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau Ewing’s
Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)
Brodie Abses.
Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832,
merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar
40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien
laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi
sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya
terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan
dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya
sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari
11
lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke
lempeng epifisis namun jarang terlokalisir.(Adam, 2004)
C. Osteomielitis Kronik.
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan
subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara
hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis
seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif
atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang
mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat
melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan
implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah
infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak
kunjung sembuh, adanya drainase pus atau fistel, malaise, dan fatigue.
Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang
timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka
pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent
memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru.
(Hidiyaningsih, 2012)
Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan
jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien
juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum
belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur
menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi
oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement
serta sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat.
(Hidiyaningsih, 2012)
D. Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis.
Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa orang
yang sudah terkena penyakit osteomielitis akan sulit untuk sembuh.
Walaupun sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini dikaitkan
dari pathogenesis osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke
dalam tubuh melalui hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk
12
mempredisposisikan bakteri bermigras melalui celah endotel dan
melekat pada matriks tulang. Selain itu rendahnya tekanan oksigen
pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel
darah putih. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya
thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan
suatu area nekrosis avaskular yang kemudian akan menjadi abses.
Pada awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisi tulang panjang.
Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan
menyebabkan peningkatan intraoseus yang menghalangi aliran darah
lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami nekrosis
dan iskemi. Sehingga akan terbentuknya sekuster. Sekuester yang
berada di lingkungan yang avaskular dan nekrotik akan menjadi
tempat yang menguntungkan untuk berkembangbiak bakteri. Dimana
tempat avaskular tersebut tidak mampu dijangkau oleh antibiotik dan
sel-sel fagositik. Setelah fase akut terlewati, tidak menutup
kemungkinan untuk muncul sequelae infeksi di tulang dari
sequestrumnya yang belum tuntas.Karena orang yang terkena penyakit
osteomielitis biasanya pada orang-orang yang memiliki
immunokompremise. (Song, 2001).
7. Pemeriksaan penunjang (Randall, 2011):
Studi laboratorium
Penelitian berikut diindikasikan pada pasien dengan osteomielitis:
1. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya
pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah
leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya
tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna
daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya
13
peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya
meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik.
CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan
osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
2. Kultur :
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak
berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan
memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada
sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen.
Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi
kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi
organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil
diagnostik sekitar 77% pada semua studi.
Studi pencitraan
1. Radiografi
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh
adanya edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi.
Perubahan tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada
awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh
lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien
menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus
tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
2. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan
radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan
dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar
14
antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning
memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.
3. Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah
putih menjadi pertimbangan pada pasien yang tidak
mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah fase tiga scan
tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang
dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara
dramatis menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau
trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat
diperoleh dari pemindaian lebih lanjut
dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111.
4. CT scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan,
dan kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering
menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.
5. Ultrasonografi
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada
anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan
perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan
termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan
dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk
petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi
korteks tulang.
8. Diagnosis banding pada osteomielitis
15
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian,
seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan
yang lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama
seperti pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan
pada setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis,
jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel
langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan
jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan
lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan
peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6
bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan
histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari (Adam, 2004).
9. Terapi
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan.
Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka
antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika
biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi
intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring,
keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila
demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis
biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak
ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah (Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan
CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang
direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana
secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut
yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau
kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan
respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat
16
setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik
berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda
untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian,
pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien
anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup
untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur
dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam.
Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-
nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh
keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada
keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65
mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan
kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan
penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara
berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit
seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat
menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang
menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
(Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik
dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam
setelah inflamasi)
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai
efikasi terapi antibiotika.
17
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik,
antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan
sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang
dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan
mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada
beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya
tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut
telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan
diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah
tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan
grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk
mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan
salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan
pemberian irigasi ini (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
18
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi
infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna
atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat
yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum
telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan (Canale,
2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih,
2012):
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme
penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokempremaise
10. Komplikasi
Komplikasi dari osteomielitis antara lain (Anonim, 2012) :
1. Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.
2. Arthritis septic
19
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam
sendi di dekatnya.
3. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada
daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang
panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada
tulang yang terinfeksi.
4. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang
menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi
terkeba karsinoma sel skuamosa.
Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis juga dapat
menimbulkan komplikasi berikut ini (Hidiyaningsih, 2012) :
1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis
20
BAB III
KESIMPULAN
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan
struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik.
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik
adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli,
Pseudomonas, dan Klebsiella. Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan
perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya.
Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera
yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka
tersebut.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan
(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia,
radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.
Tingkat mortalitas ost
eomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari.
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,
pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang.
21