122
Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011 Kata Pengantar Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinan-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini penyusun laksanakan dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Yang berjudul Infeksi pada Susunan Saraf. Besar harapan penyusun bahwa makalah ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Dini A, SpS 2. Semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan tercipta makalah yang lebih baik lagi. Jakar ta, Juli 2011 1

Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinan-

Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini penyusun laksanakan

dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Krida Wacana. Yang berjudul Infeksi pada Susunan Saraf.

Besar harapan penyusun bahwa makalah ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam

kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Dini A, SpS

2. Semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun

mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan

tercipta makalah yang lebih baik lagi.

Jakarta,

Juli 2011

Penyus

un

1

Page 2: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Daftar Isi

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB I.Pendahuluan 4

BAB II.Isi 5

2.1 Definisi 5

2.2 Klasifikasi 5

2.3 Infeksi Virus pada Susunan Saraf 5

2.3.1 Meningitis viral 5

2.3.2 Ensefalitis Viral 17

2.3.2.1 Ensefalitis Herpes Simpleks 23

2.3.2.2 Ensefalitis Arbo-virus 25

2.3.2.3 Ensefalitis parainfeksiosa 26

2.3.2.4 Rabies 26

2.3.2.5 Poliomielitis Anterior Akuta 27

2.3.2.6 Infeksi “Slow Virus” 31

2.4 Infeksi Bakterial pada Susunan Saraf 32

2.4.1 Meningitis Bakterial Akut 32

2.4.2 Meningitis Tuberkulosa 34

2.4.3 Abses Serebri 36

2.4.4 Abses Epidural Kranial 38

2.4.5 Abses Subdural Kranial 39

2.4.6 Efusi Subdural 39

2.4.7 Tromboflebitis Kranial 40

2.4.8 Abses Epidural Kranial 41

2.4.9 Abses Subdural Spinal 42

2.4.10 Tetanus 42

2.4.11 Lepra 44

2.4.12 Botulisme 46

2.5 Infeksi Spiroketal 49

2.5.1 Leptospirosis 49

2

Page 3: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

2.5.2 Sifilis 49

2.6 Infeksi Fungal 53

2.7 Infeksi Protozoal 54

2.7.1 Tripanosomiasis 54

2.7.2 Malaria 55

2.7.3 Toksoplasmosis 58

2.7.4 Abses Serebri Amebiasis 59

2.8 Infeksi Metazoal 59

2.8.1 Infeksi Nematodal 59

2.8.2 Infeksi Trematodal 59

2.8.3 Infeksi Sestodal 60

2.8.3.1 Sistiserkosis 60

2.8.3.2 Hidatidosis 61

2.9 Infeksi Sistem Saraf pada Pasien Imunokompromais 62

2.9.1 Definisi 62

2.9.2 Penyebab 62

2.9.3 Perjalanan Penyakit 62

2.9.4 Penyakit Infeksi Oportunistik 63

2.9.4.1 Meningitis TBC 63

2.9.4.2 Kandidiasis 67

2.9.4.3 Aspergilosis 69

2.9.4.4 Histoplasmosis 71

2.9.4.5 Kriptokokosis 72

2.9.4.6 Toksoplasmsis 73

2.9.4.7 Cytomegalovirus 75

2.9.4.8 Virus Herpes Simplex 77

3

Page 4: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih

merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup

tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP)

termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis

yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater.

Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak(1).

Penyakit infeksi susunan saraf pusat memiliki angka kematian di atas 50 persen, jika

seseorang selamat dari infeksi otak umumnya mengalami kecacatan mulai dari lumpuh hingga

koma yang tidak bisa bangun lagi.(2)

Susunan saraf pusat merupakan bagian tubuh yang paling terlindungi atau yang paling

terakhir kena, jadi kalau otak sudah terkena infeksi akan sangat mungkin mempengaruhi organ

lainnya di tubuh dan fungsinya menjadi terganggu.(2)

Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum mengalami demam dan

sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan

sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini

memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa

ditangani dengan baik.(2)

Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa

diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri, jamur, parasit atau cacing pita.

Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan progresif maka bisa mengurangi kecacatan yang

timbul. (2)

4

Page 5: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh.

Jadi infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam

susunan saraf.(3)

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan, tidak

memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis, pada

meninges disebit meningitis, pada jaringan medulla spinalis dinamakan mielitis dan pada otak

dikenal sebagai ensefalitis. Sebaliknya pembagian menurut jenis kuman mencakup sekaligus

diagnosis kausal. Maka dari itu, pembahasan mekanisme infeksi susunan saraf akan dilakukan

menurut klasifikasi (3)

1. Infeksi viral

2. Infeksi bakteri

3. Infeksi spiroketa

4. Infeksi fungus

5. Infeksi protozoa dan

6. Infeksi metazoa

2.3 Infeksi Virus pada Susunan Saraf

2.3.1 Meningitis Viral

Anatomi meningea

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh

homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.

Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran

5

Page 6: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak dilindungi oleh Kranium,

Meningea/selaput otak dan LCS (Liquor CerebroSpinal). Meningea terdiri atas 3 lapisan, yaitu(4):

1) Duramater

Luar : melapisi tengkorak

Dalam : membentuk falk serebri, falk serebelli, tentorium serebellin. Membentuk sinus

sagitalis/longitudinalis superior dan inferior.

2) Arakhnoid : Terdapat granulasi arackhnoid, dilalui LCS

3) Piamater : Melekat pada otak / sumsum tulang.

6

Gambar 2 Anatomi lapisan meningea kranium(10)

Gambar 1 Anatomi lapisan meningea kranium(10)

Page 7: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

LCS (Liquor Cerebro Spinal) berada pada rongga-rongga otak (ventrikel) di dalam

ruang subarakhnoid, diproduksi oleh plexus khoroid. Pada sumsum tulang berada di kanalis

sentralis & ruang subarakhnoid. Sifat bening, alkali, tekanan 60 – 140 mm air. Berfungsi sebagai

buffer, bantalan fisik, nutrisi jaringan syaraf. Pemeriksaan LCS dilakukan dengan punksi Lumbal

(VL 1-2) dan punksi fontanel(4).

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala

perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah

leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat

dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang

jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-

minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang

tindih karena etiologinya sangat bervariasi(5).

Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular

nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya

menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit.

Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini

kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus dan Herpes Simplex Virus (HSV).

Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi dari

infeksi SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan

7

Gambar 3 Anatomi lapisan meningea kranium(10)

Page 8: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

meningitis saja mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan medula spinalis. Namun,

patogen virus dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau

meningomielitis.

Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit

pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio; maka, karakteristik

penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio,

dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman untuk negara

berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di

dunia(4).

Epidemiologi ( 6 )

Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya, tetapi insiden

sesungguhnya dapat mencapai hingga 75,000. Kurangnya pelaporan dikarenakan tidak ada hasil

klinis kebanyakan kasus dan ketidakmampuan dari beberapa agen viral untuk tumbuh dalam

kultur. Menurut laporan CDC, perawatan pasien dalam rumah sakit dari meningitis virus

bervariasi dari 25,000-50,0000 setiap tahun. Dalam beberapa laporan insiden diperkirakan 11 per

100,000 populasi pertahun.

Persebaran insiden dari klinis meningitis viral di dunia bervariasi. Penyebab meningitis

viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala meningitis dapat

timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi dari Finlandia memperkirakan

insiden 19 per 100,000 populasi pada anak usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan

hingga 219 kasus per 100,000 yang diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus

encephalitis B Japaneese, patogen tersering pada meningitis virus di dunia, menyebabkan lebih

dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan menyebabkan 200-300 kali

penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan karakteristik penyerangan oleh vector

arthropod, menunjukkan variabilitas geografis yang kuat. Kurangnya aturan vaksinasi yang

efektif pada Negara dunia ketiga memainkan peranan pada ketimpangan geografis dari agen

infeksi lain.

Faktor risiko dan Etiologi ( 6 )

Faktor Risiko

8

Page 9: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Diluar periode neonatal, angka mortalitas dikaitkan dengan meningitis viral kurang dari

1%; angka morbiditas juga rendah. Dokter harus menyadari virus yang dapat menyebabkan

meningitis juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius pada CNS sama halnya dengan

organ lain. Laporan statistik World Health Organization (WHO) dari tahun 1997 melaporkan

meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab ke-5 tersering dari mortalitas pada

neonatus. Komplikasi seperti edema otak, hidrosefalus, dan kejang dapat timbul pada periode

akut.

Ras

Tidak ada predileksi rasial spesifik telah diidentifikasi

Sex

Tergantung dari patogen viral, rasio yang mempengaruhi wanita dan pria dapat

bervariasi. Enterovirus diduga untuk mempengaruhi pria 1.3-1.5 kali lebih sering dibandingkan

wanita. Kebanyakan arbovirus mempunyai karakteristik penyerangan yang beragam,

mempengaruhi kedua gender tetapi pada usia berbagi.

Usia

o Insidensi meningitis viral menurun sesuai dengan usia

o Neonatus berada pada resiko terbesar dan mempunyai resiko signifikan akan morbiditas

dan mortalitas.

o Beberapa serangan arbovirus sangat ekstrem pada beberapa usia, dengan orang yang

lebih tua berada pada resiko terbesar untuk infeksi, sementara puncak campak dan cacar

timbul pada usia remaja akhir.

Etiologi

Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus. Mereka

merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna” untuk asam

ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan

sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering, sama dekat

ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu

Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara

Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama

dari meningitis dan meningoensefalitis.

9

Page 10: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6

secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan HSV-2

menjadi penyerang terbanyak.

Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga arenaviruses.

Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus ditransmisikan ke manusia melalui

kontak dengan tikus atau ekskeresi mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada

pekerja laboratorium, pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non

higienis.

Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada individu

immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien AIDS, Infeksi dapat

timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas atas.

Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.

Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis. Kebanyakan kasus

timbul pada orang usia muda di sekolah dan perkuliahan. Campak tetap merupakan

ancaman kesehatan dunia dengan angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada;

eradikasi dari campak merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari

WHO.

Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial sebagai

kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai contoh, pasien

dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil antibiotic dapat timbul

dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik terhadap meningitis viral.

Patofisiologi Meningitis Viral ( 6 )

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural.

Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang diketahui. Penetrasi neural

menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada herpes viruses (HSV-1,

HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.

Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi signifikan

secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan kulit, dan

blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system organ awal (ie, respiratory atau

gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer

10

Page 11: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika

replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana

dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam CNS. Replikasi viral cepat tampaknya memainkan

peranan dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak sepenuhnya dimengerti.

Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural

(area posttrauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk

pleocytosis; polymorphonuclear leukocytes (PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada

24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit

CSF telag dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam

melawan beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS dengan

transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui

akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan

lobus temporal anterior.

Manifestasi Klinis (6)

Riwayat Penyakit

Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitasm nausea, muntah,

kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.

Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan intensitas yang berat.

Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala terburuk dari hidup saya’, ditujukan

kepada perdarahan sub arachnoid aneurisma, adalah tidak biasa

Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang timbul pada

lebih 50% pasien.

Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating untuk

mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan derajat rendah

pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih tinggi pada saat terdapat

tanda neurologis.

Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara lainnya

bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia, gejala seperti flu, dan

11

Page 12: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

demam derajat rendah yang timbul selama gejala neurologis sekitar 48 jam. Dengan

onset kaku kuduk dan nyeri kepala, demam biasanya kembali.

Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan kontak

kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah endemis penyakit lyme,

riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar terhadap tuberculosis, sama halnya

dengan penggunaan medikasi, penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran

penyakit menular seksual.

Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic sebelumnya, dimana

dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.

Fisik

Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen penyebab,

tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik yang dapat membantu

pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik mengajarkan bahwa trias

meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan perubahan status mental, meskipun

tidak semua pasien mempunyai gejala ini, dan nyeri kepala hamper selalu timbul.

Pemeriksaan menunjukkan tidak ada deficit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.

Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38ºC and 40ºC.

Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski atau Kernig)

dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang berat dibandingkan

dengan meningitis bakterial.

Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.

Nyeri kepala lebih sering dan berat.

12

Gambar 4 Tanda Brudzinski(10) Gambar 5 Tanda Kernig(10)

Page 13: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga dapat

timbul.

Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan dari

parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Encephalopathy global dan deficit

neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks tendon dalam biasanya

normal tetapi dapat berat.

Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal ini meliputi

faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi kulit seperti erupsi

zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular

oleh herpes simpleks, dan herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar

virus didukung oleh faringitis, limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent

penyebab. Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan

infeksi enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.

Pemeriksaan Penunjang ( 6 )

Studi Laboratorium

Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan

Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab

meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda

neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif

sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri

atau piogen dari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari

meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul

aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan untuk mendukung

diagnosis meningitis viral:

o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000 x 109/L darah

telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan

aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung

sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis

viral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana

13

Page 14: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan

sel; hal ini merupakan bukan merupakan atran yang absolute bagaimanapun.

o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari

normal hingga setinggi 200 mg/dL.

Tabel 1. Gambaran LCS pasien dengan meningitis(7)

Studi Pencitraan

o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT

Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.

o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial.

Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang

mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural,

ataulesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium

dapat dilakukan.

o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi

intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal

dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.

Tes Lain

o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam 24-48 jam harus

dilakukan rencana kerja untuk mengetahuo penyebab meningitis.

o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan

visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan.

o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien

yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharges (PLEDs) seringkali

terlihat pada ensefalitis herpetic.

14

Page 15: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Prosedur

o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis

meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan

keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan

drainase ventricular atau shunting.

Penemuan Histologis

o Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral akut, gambaran

patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik dalam CSF secara umum

bukan merupakan bukti. Leptomeningea yang terdapat inflamasi dengan PMN dan

sel mononuklear pada fase akut penyakit. neuronophagia, dan peningkatan jumlah

sel mikroglia telah dicatat pada specimen dari sejumplah pasien yang meninggal

karena enchepalitis virus.

Diagnosis Banding ( 6 )

Acute Disseminated Encephalomyelitis

Aseptic Meningitis

Brucellosis

Cytomegalovirus Encephalitis

Herpes Simplex Encephalitis

Penatalaksanaan ( 6 )

Perawatan Medis

Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi, antipiretik, dan

medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan, Keputusan yang paling

penting adalah baik memberikan terapi antimikroba awal untuk meningitis bakteri

sementara menunggu penyebabnya untuk bias diidentifikasi. Antibiotik intravena harus

diberikan lebih awal jika meningitis bakterial dicurigai. Pasien dengan tanda dan gejala dari

meningoensefalitis harus menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV.

Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR ketika

telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan di critical

15

Page 16: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan pencegahan dari

komplikasi sekunder.

Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral pada bayi baru

lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum antibiotic dan asikloviar harus

diberikan secepatnya ketika diagnosis dicurigai. Perhatian khusus harus diberikan terhadap

cairan dan keseimbangan elektrolit (terutama natrum(, semenjak SIADH telah dilaporkan.

Restriksi cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat digunakan untuk mengatasi

hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus urinarius dan system

pulmoner juga penting untuk dilaksanakan

Perawatan Pembedahan

Tidak ada terapi pembedahan yang biasanya diindikasikan. Pada pasien yang jarang dimana

viral meningitis berkomplikasi pada hidrosefalus, prosedur pemisahan CSF, seperti

ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat dilakukan. Ventriculostomy dengan

system pengumpulan eksternal diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut.

Kadangkala biopsy mening atau parenkim untuk diagnosis definitif dari infeksi viral

dibutuhkan. Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk beberapa kasus ensefalitis,

biasanya dilakukan di tempat tidur.

Medikasi

Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya itu semua yang

dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang tidak komplikasi.

Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan meningitis bakteri adalah

penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen harus dipertimbangkan

dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan

HSV (pasien dengan lesi herpetic), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang

lebih berat yang komplikasinya encephalitis atau sepsis.

Agen Antiemetik: Agen ini digunakan dengan luas untuk mencegah mual dan muntah.

- Ondansetron (Zofran) Antagonis selektif 5-HT3-receptor yang menghentikan

serotonin di perifer dan sentral, Mempunyai efikasi pada pasien yang tidak

berespon baikterhadap anti emetik lain. Dewasa: 4-8 mg IV q8h/q12h. Pediatrik:

0.1 mg/kg IV lambat maximum 4 mg/dosis; dapat diulang q12h

16

Page 17: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

- Droperidol (Inapsine): Agen neuroleptik yang mengurangi muntah dengan

menghentikan stimulasi dopamine dari zona pemicu kemoreseptor. Juga

mempunyai kandungan antipsikotik dan sedative. Dewasa: 2.5-5 mg IV/IM q4-6

prn. Pediatrik: 6 bulan: 0.05-0.06 mg/kg/dose IV/IM q4-6 prn

Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk meningitis viral

dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti tuberculosis tidak dibicarakan

disini, tetapi sebaiknya digunakan jika infeksi ini dengan kuat mendukung secara klinis

atau telah dikonfirmasi dengan pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika

penyebab meningitis viral telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan

- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis herpetic

meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk kedua HSV-1 and

HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/d IV dibagi q8h for 10-14 hari. Pediatrik: 30 mg/kg/d

IV dibagi q8h untuk 10 hari.

Prognosis ( 6 )

Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuele

atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode meningitis merupakan faktor resiko

adanya sekuele neurologis atau mortalitas.

2.3.2 Ensefalitis Viral

Gambar 6. Axial FLAIR (A), coronal T2WI (C) dan

contrast-enhanced axial (B), coronal (D) pada pasien

dengan viral ensefalitis, nonenhancing pada lobus

temporal12

17

Page 18: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme.

Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Dalam prakteknya di

klinik, diagnosis sering dibuat berdasarkan manifestasi-manifestasi neurologis dan temuan-

temuan epidemiologis, tanpa bahan histologis.(3)

Adapun etiologi dari ensefalitis ini bermacam-macam, seperti disebutkan sebagai berikut (3,8)

I. Infeksi-infeksi Virus

A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia

1. Gondongan Sering, kadang-kadang bersifat ringan.

2. Campak Dapat memberikan sekuele berat.

3. Kelompok virus entero

Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.

4. Rubela Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital

5. Kelompok Virus Herpes

a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada

neonatus menimbulkan kematian.

b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.

c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat

pada CMV congenital

d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang

e. Kelompok virus poks

Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.

B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda

-Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk

-Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.

C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.

-Rabies : saliva mamalia jinak dan liar

-Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera

-Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat

II. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi

18

Page 19: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau salah satu komponennya berperan

sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro

dari susunan syaraf. Diduga pada kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai

oleh sel dan komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan kerusakan jaringan.

III. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat.

Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai virus yang didapatkan pada

awal masa kehidupan, yang tidak harus disertai dengan penyakit akut, sedikit banyak ikut

berperan sebagian pada penyakit neurologis kronis di kemudian hari :

- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubella

- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)

- Leukoensefalopati multifokal progresif

IV. Kelompok kompleks yang tidak diketahui

Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo, dan lain-lain.

V. Infeksi-infeksi Non virus

Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung

menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Sesuai dengan jenis virus, ensefalitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: (3)

1. Ensefalitis virus sporadic

Virus yangbersifat sporadik adalah virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes Zoster,

mumps, limfogranuloma dan limphocytic choriomeningitis yang ditularkan melalui gigitan tupai

dan tikus.

2. Ensefalitis virus epidemic

Golongan virus ini adalah virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus ECHO, serta

golongan virus ARBO.

3. Ensefalitis pasca infeksi

Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi, dan jenis-jenis virus yang

mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

19

Page 20: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Karena terdapat banyak penyebab ensefalitis, maka tidak terdapat pola epidemiologi yang sama.

Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi pada musim panas dan musim gugur, mencerminkan

adanya virus arbo dan virus entero sebagai etiologi. Ensefalitis yang disebabkan karena virus

arbo terjadi dalam bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan oleh batas vektor

nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah. Kasus-kasus enesefalitis yang sporadis

dapat terjadi setiap musim, pertimbangan epidemiologis yang harus ditinjau ulang dalam usaha

mencari agen penyebab meliputi wilayah geografis, iklim, pemaparan oleh binatang, air,

manusia, dan bahan makanan, tanah, manusia, dan faktor-faktor hospes.

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Dari penderita yang hidup, 20-40%

mempunyai komplikasi atau gejala sisa.

Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak.

Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.

Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah: (8)

1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala-gejala

kerusakan SSP.

2. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit peningkatan

protein (normal pada ESL).

3. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)

4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4 minggu

secara terpisah.

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan : (8)

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan,

kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal serebral/serebelar,

adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak,

pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain (Nelson, 1992)

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya

anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

- Gangguan kesadaran

- Hemiparesis

- Tonus otot meninggi

- Reflek patologis positif

20

Page 21: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

- Reflek fiisiologis meningkat

- Klonus

- Gangguan nervus kranialis

- Ataksia

c. Pemeriksaan laboratorium

- Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan memberikan

respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus umumnya cairan serebro spinal

jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter kubik, seringkali

sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna (Nelson, 1992). Kadar protein meningkat

sedang atau normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus

herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan

virus 80% positif.

Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai

menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi

organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau

parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.

Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut: (8)

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.

Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan

Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur)

dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri

dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan

dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga

dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari

jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

5. Pengobatan kausatif.

Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis bakterial), maka

harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi

21

Page 22: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

virus herpes simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari

selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga

ketika terjadi kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian

penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simplek, maka

pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan untuk

mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang. Efektivitas

berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif.

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh

7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi

kebutuhan pernapasan buatan

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat

dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem

kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap.

Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus

maupun gangguan mental sering terjadi Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus,

epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat.(8)

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu

dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan.

Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.(8)

22

Page 23: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

2.3.2.1 Ensefalitis Herpes simpleks (3,9)

Gambar 7. Axial T2WI (A-C) dan coronal FLAIR (D) pada pasien herpes ensefalitis menunjukkan typical

cortical/subcortical high signal di kedua lobus temporal, insula kanan.12

Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus varisela, dan

sitomegalovirus. Secara serologik memang dapat dibedakan dengan tegas. Neonatus masih

mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi

dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan

berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi

tersebut jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap

virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari

ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia.

Ensefalitis merupakan sebagian dari manifestasi viremia yang juga menimbulkan peradangan

dan nekrosis di hepar dan glandula adrenalis.

Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan

manifestasi reaktivitasi dari infeksi yang latent. Dalam hal tersebut virus herpes simpleks

berdiam didalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin digangglion Gasseri dan

hanya ensefalitis saja yang bangkit.

23

Page 24: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang pernah

disebut diatas, yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet

dapat terjadi secara iatrogenik atau sewaktu berpergian ke tempat-tempat yang tinggi

letaknya.

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta

infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Didalam

nukleus sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes simpleks.

Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak berbeda dengan

ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes

simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan

muntah-muntah. Kemudian timbul “acute organic brain syndrome’ yang cepat memburuk

sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik

dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada fungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer

dengan eritrosit.

Ada 2 type dari herpes simplex virus (HSV) infections HSV type 1 (HSV-1)

menyebabkan cold sores ( menyerupai jagung atau gandum semacam tetes) atau fever blisters

di sekitar mulut. HSV type 2 (HSV-2) menyebabkan genital herpes. HSV 1 adalah sangat

penting menyebabkan ensefalitis sporadic yang fatal di united states tetapi ini juga sangat

jarang kira-kira 2 kasus terjadi tiap juta orang setiap tahunnya.

Ensefalitis herpes simpleks (EHS) disebabkan oleh virus herpes simpleks dan

merupakan ensefalitis yang paling sering menimbulkan kematian. Angka kematian 70% bila

tidak diobati. Keberhasilan pengobatan ensefalitis herpes simpleks tergantung pada diagnosis

dini dan waktu memulai pengobatan. Virus herpes simpleks tipe I umumnya ditemukan pada

anak, sedangkan tipe II banyak ditemukan pada neonatus.

Asiklovir harus diberikan sesegera mungkin walaupun hanya secara empirik, bila ada

dugaan ensefalitis herpes simpleks berdasarkan penampilan klinis dan gambaran

laboratorium. Asiklovir memiliki toksisitas minimal.

Manifestasi Klinis

24

Page 25: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Ensefalitis herpes simpleks dapat bersifat akut atau subakut. Fase prodromal menyerupai

influenza, kemudian diikuti dengan gambaran khas ensefalitis. Empat puluh persen kasus

datang dalam keadaan komat atau semi-koma. Manifestasi klinis juga dapat menyerupai

meningitis aseptik

Manifestasi klinis tidak spesifik, karena itu diperlukan ketrampilan klinis yang tinggi.

Umumnya dipertimbangkan EHS bila dijumpai demam, kejang fokal, dan tanda neurologis

seperti hemiparesis dengan penurunan kesadaran yang progresif.

Pemeriksaan laboratorium

Gambaran daerah tepi tidak spesifik

Pemeriksaan cairan likuor memperlihatkan jumlah sel meningklat (90%) yang berkisar

antara 10-1000 sel/mm3. awalnya sel polimorfonuklear dominan, tetapi kemudian

berubah menjadi limfositosis. Protein dapat meningkat sampai 50-2000 mg/l dan

glukosa dapat normal atau menurun

EEG memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu periodic lateralizing epileptiform

discharge atau perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal

Sering juga EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik,

mirip gambaran disfungsi umum otak

CT kepala tetap normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologis,

kemudian lesi hipodens muncul di regio frontotemporal

T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi hiperdens di regio temporal paling cepat dua

hari setelah munculnya gejala

PCR likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat.

PCR menjadi positif segera setelah timbulnya gejala dan pada sebagian besar kasus tetap

positif selama dua minggu atau lebih.

2.3.2.2 Ensefalitis Arbo-virus (3)

Arbovirus atau lengkapnya “arthropod-borne virus” merupakan penyebab penyakit

demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar diseluruh dunia. Kutu dan

nyamuk dimana virus itu “berbiak” menjadi penyebarannya.

25

Page 26: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus ialah perjalanan penyakit yang bifasik. Pada

gelombang pertama gambaran penyakitnya menyerupai influensa yang dapat berlangsung 4-5

hari. Sesudahnya penderita mereka sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul

kembali. Dan demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti

sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi dan “acute organic brain syndrome”.

2.3.2.3 Ensefalitis Parainfeksiosa (3)

Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika,

mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zooster dinamakan ensefalitis para-infeksiosa.

Tetapi ensefalitis ini sebenarnya tidak murni. Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis

kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandeng dengan gambaran penyakit ensefalitis.

Bahkan tidak jarang komplikasi utamanya berupa radikulitis jenis Guillain Barre atau meilitis

transversa sedangkan manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti. Maka untuk

beberapa jenis ensefalitis para-infeksiosa, diagnosis mielo- ensefalitis lebih tepat daripada

ensefalitis. Salah satu jenis- ensefalitis viral yang fatal perlu disinggung dibawah ini, yaitu

rabies.

2.3.2.4 Rabies (3)

Rabies disebabkan oleh virus neurotrop yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan

anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus rabies melakukan

penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui seranut saraf perifer ke susunan

saraf pusat. Sel-sel saraf (neuron) sangta peka terhadap virus tersebut. Dan sekali neuron terkena

infeksi virus rabies, proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi. Dan tahp viremia tidak perlu

dilewati untuk memperluas infeksi dan memperburuk keadaan. Neuron-neuron di seluruh

susunan saraf pusat dari mendula spinalis sampai di korteks tidak akan luput dari daya destruksi

virus rabies. Masa inkubasi rabies ialah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Jika dalam

masa itu dapat diselenggarakan pencegahan supaya virus rabies tidak tiba di neuron-neuron maka

kematian dapat dihindarkan. Jika gejala-gejala prodromal sudah bangkit tidak ada cara

pengobatan yang dapat mengelakan progresivitas perjalanan penyakit yang fatal ini.

26

Page 27: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu, dan letih badan, anoreksia, demam, cepat marah-

marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik dan sinar terang sangta

menggagu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gejala-gejala hipereksitasi. Penderita menjadi

gelisah, mengacau, berhalusinasi, meronta-ronta, kejang opistotonus, dan hidrofobia. Tiap kali

melihat air otot pernafasan dan larings berkejang, sehingga menjadi sianotik dan apnoe. Air liur

tertimbun didalam mulut oleh karena penderita tidak dapat menelan. Angin juga mempunyai

efek yang sama dengan air. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa

penyakit dari mula timbulnya prodom sampai mati adalah 3-4 hari saja.

2.3.2.5 Poliomyelitis anterior akuta (8)

Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh

virus. Polio telah disebut dengan banyak nama-nama yang berbeda, termasuk kelumpuhan anak-

anak, kelemahan dari anggota-anggota tubuh bagian bawah (kaki-kaki dan tangan-tangan), dan

spinal paralytic paralysis. Kita sekarang merujuk pada virus dan penyakit sebagai polio, yang

adalah kependekan untuk poliomyelitis dan mempunyai asal usul Yunani: polios (abu-abu),

myelos (sumsum), dan itis (peradangan).

Polio disebbkan oleh enterovirus, poliovirus (PV) yang sangat infeksius, yang terutama

mempengaruhi anak-anak muda dan disebarkan melalui kontak langsung orang ke orang, dengan

lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau oleh kontak dengan makanan dan air ang terkontaminasi

oleh feces dari individu lain yang terinfeksi. Virus berlipatganda dalam sistim pencernaan

dimana ia dapat juga menyerang sistim syaraf, menyebabkan kerusakan syaraf yang permanen

pada beberapa individu-individu.

Kebanyakan individu-individu yang terinfeksi dengan polio tetap asymptomatic atau

mengembangkan hanya gejala-gejala mirip flu yang ringan, termasuk kelelahan, malaise,

demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah. Faktanya, gejala-gejala, jika hadir,

mungkin hanya berlangsung 48-72 jam; bagaimanapun, individu-individu itu akan terus menerus

melepaskan virus dalam feces mereka untuk periode yang berkepanjangan, melayani sebagai

reservoir (gudang) untuk infeksi-infeksi berikut. Kira-kira 2%-5% dari individu-individu yang

terinfeksi terus mengembangkan gejala-geala yang lebih serius yang mungkin termasuk

persoalan-persoalan pernapasan dan kelumpuhan. Sekarang ini, tidak ada penyembuhan untuk

27

Page 28: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

polio; hanya vaksinasi dapat mencegah penyebaran dari penyakit, dan meskipun di dunia yang

telah berkembang (negara maju) hampir tidak terdengar, secara global, polio tetap penyakit yang

cukup umum. Mulanya, organisasi-organisasi internasional percaya mampu untuk membasmi

polio pada tahun 2000, namun ini telah menjadi lebih sulit daripada waktu awal diharapkan.

Gejala-gejala dari polio disebabkan oleh poliovirus, yang adalah virus RNA kecil yang

menyebar melalui kontak dengan lendir oral (mulut, hidung, dll). Paling umum, virus melekat

pada dan menginfeksi sel-sel usus, berlipatganda, dan dikeluarkan dalam feces dari individu

yang terinfeksi. Jarang, pada 2% dari kasus-kasus, virus menyebar dari sistim percernaan ke

sistim syaraf dan menyebabkan penyakit kelumpuhan.

Polio disebar dalam cara "oral-fecal". Infeksi dari orang ke orang terjadi dengan kontak

lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau dengan makanan dan air yang terkontaminasi oleh feces

dari individu lain yang terinfeksi.

Tanda-tanda dan gejala-gejala dari polio berbeda tergantung pada luas infeksi. Tanda-

tanda dan gejala-gejala dapat dibagi kedalam polio yang melumpuhkan (paralytic) dan polio

yang tidak melumpuhkan (non-paralytic).

Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab untuk kebanyakan individu-individu

yang terinfeksi dengan polio, pasien-pasien tetap asymptomatic atau mengembangkan hanya

gejala-gejala seperti flu yang ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit

tenggorokan, dan muntah. Gejala-gejala, jika hadir, mungkin hanya bertahan 48-72 jam,

meskipun biasanya mereka bertahan untuk satu sampai dua minggu.

Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi dengan virus

polio dan adalah penyakit yang jauh lebih serius. Gejala-gejala terjadi sebagai akibat dari sistim

syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord). Gejala-gejala dapat

termasuk:

sensasi yang abnormal,

kesulitan bernapas,

kesulitan menelan,

28

Page 29: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

retensi urin,

sembelit,

mengeluarkan air liur (ileran),

sakit kepala,

turun naik suasana hati,

nyeri dan kejang-kejang otot, dan

kelumpuhan.

Kira-kira 5%-10% dari pasien-pasien yang mengembangkan polio yang melumpuhkan

seringkali meninggal dari kegagalan pernapasan, karena mereka tidak mampu untuk bernapas

sendiri. Itulah sebabya mengapa sangat mendesak bahwa pasien-pasien menerima evaluasi dan

perawatan medis yang tepat. Sebelum era vaksinasi dan penggunaan dari ventilator-ventilator

modern, pasien-pasien akan ditempatkan dalam "iron lung" (ventilator bertekanan negatif, yang

digunakan untuk mendukung pernapasan pada pasien-pasien yang menderita polio yang

melumpuhkan).

Diagnosis dari polio adalah secara klinik. Sejarah dari paparan dengan tidak ada sejarah

vaksinasi sebelumnya adalah petunjuk awal. Sering, penyadapan tulang belakang untuk cairan

CSF dilakukan untuk membantu membedakan polio dari penyakit-penyakit lain yang awalnya

mempunyai gejala-gejala yang serupa (contohnya, meningitis). Setelah itu, pembiakan-

pembiakan virus (diambil dari tenggorokan, feces, atau cairan CSF) dan pengukuran dari

antibodi-antibodi polio mendukung diagnosis.

Tidak ada penyembuhan untuk polio, jadi pencegahan adalah sangat penting. Pasien-

pasien dengan polio non-paralytic perlu dimonitor untuk kemajuan pada polio paralytic. Pasien-

pasien dengan polio paralytic perlu dimonitor untuk tanda-tanda dan gejala-gejala dari kegagalan

pernapasan, yang mungkin memerlukan terapi-terapi penyelamatan nyawa seperti dukungan

pernapasan. Sebagai tambahan, sejumlah perawatan-perawatan tersedia untuk mengurangi

beberapa dari gejala-gejala yang kurang parah. Ada obat-obat untuk merawat infeksi-infeksi urin

dan retensi urin dan rencana-rencana manajemen nyeri untuk kejang-kejang otot. Sayangnya,

hanya ada tindakan-tindakan pendukung yang tersedia untuk merawat gejala-gejala dari polio

29

Page 30: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

paralytic. Pasien-pasien yang pulih dari polio mungkin memerlukan terapi fisik, penunjang-

penunjang tungkai, atau bahkan operasi orthopedic untuk memperbaiki fungsi fisik.

Sejarah dari vaksin polio adalah benar-benar sejarah sukses kedokteran. Ia masih belum

selesai karena polio masih menyebabkan penyakit yang signifikan pada area-area yang kurang

berkembang dari dunia seperti di India and Afrika.

Selama paruh terakhir dari abad ke 19 dan kedalam paruh pertama dari abad ke 20, polio

adalah epidemik global. Bahkan presiden masa depan Amerika, Franklin D. Roosevelt, mendapat

polio paralytic pada tahun 1921. Presiden Franklin D. Roosevelt adalah cukup berpengaruh

dalam meningkatkan keduanya kesadaran publik dan penelitian ilmiah yang berdedikasi pada

pembasmian penyakit. Pada tahun 1938, setelah mendirikan National Foundation for Infantile

Paralysis (March of Dimes), ada usaha yang signifikan untuk mengembangkan vaksin untuk

mencegah polio. Ini membuahkan hasil pada tahun 1955 ketika Dr. Jonas Salk mengembangkan

vaksin polio yang tidak diaktifkan yang dapat disuntikan atau injectable inactivated polio vaccine

(IVP) yang segera didistribusikan dan disuntikan pada anak-anak diseluruh Amerika dan

Kanada. Vaksin polio yang tidak diaktifkan sekarang ini telah ditingkatkan melalui waktu,

namun sejak tahun 1999, ia telah menjadi bentuk dari vaksin polio yang direkomendasikan di

negara-negara maju.

Pada tahun 1961, vaksin oral virus yang hidup terhadap polio (OVP) dikembangkan oleh

Albert Sabin yang menjadi tersedia dan digunakan secara luas dari tahun 1963 ke tahun 1999 di

negara-negara maju dan pada saat ini di negara-negara berkembang. Vaksin oral virus ini masih

direkomendasikan untuk mengontrol pandemik polio diseluruh dunia disebabkan oleh

pemasukannya yang mudah (tidak ada jarum-jarum yang diperlukan).

Kedua vaksin-vaksin telah dikembangkan untuk anak-anak karena mereka adalah

kelompok yang umumnya nampak berada pada risiko yang paling tinggi. Bagaimanapun, vaksin

oral (OVP) harus tidak diberikan pada anak-anak yang adalah immunodepressed karena mereka

dapat mengembangkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis (VAPP).

30

Page 31: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Vaksin yang disuntikan yang paling baru adalah vaksin polio yang tidak diaktifkan yang

ditingkatkan yang adalah lebih immunogenic (menghasilkan respon sistim imun yang kuat)

daripada IVP sebelumnya dan digunakan di Amerika; ia tidak menyebabkan VAPP. Original

OVP (juga diistilahkan tOVP) adalah vaksin oral trivalent (virus-virus polio tipe-tipe 1-3) namun

menyebabkan respon imun yang dapat diukur pada hanya kira-kira 40%-50% dari rang-orang

yang memperolehnya. Sayangnya, vaksin oral trivalent ini seringkali adalah tidak cukup cepat

immunogenic untuk menahan pelemahan atau pengeluaran dari sitim pencernaan oleh diare

kronis yang ada pada banyak pasien-pasien. OVP dimodifikasi pada tahun 2005 ke monovalent

(hanya virus polio tipe 1) yang diistilahkan mOVP1. Perubahan ini menyebabkan vaksin menjadi

tiga kali lebih immunogenic daripada original trivalent OVP dan menghasilkan respon imun pada

lebih dari 80% dari orang-orang yang memperoleh vaksin oral ini. Vaksin oral yang lebih baru

ini digunakan pada banyak negara-negara berkembang dimana tidak ada jarum-jarum atau

personal yang terlatih tersedia dan dimana diare kronis lebih jauh mengurangi keefektifan dari

original trivalent OVP. Monovalent OVP lain (contohnya, mOVP3, yang digunakan untuk

perjangkitan-perjangkitan yang jarang dari polio tipe 3) adakalanya digunakan.

Sekarang ini, empat dosis-dosis dari vaksin polio yang tidak diaktifkan atau inactivated

polio vaccine (IPV) direkomendasikan untuk anak-anak ketika mereka berumur 2 bulan, 4 bulan,

6-18 bulan, dan akhirnya pada umur 4-6 tahun.

Karena program-program vaksinasi, telah ada sangat sedikit kasus-kasus dari polio di

negara-negara barat sejak tahun 1970an, dan meskipun program-program pembasmian sekarang

ini diseluruh dunia terus menerus sukses, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk

membasmi polio di negara-negara yang sedang berkembang.

2.3.2.6 Infeksi “Slow Virus” (3)

Beberapa penyakit yang hingga kini dianggap sebagai penyakit degenerative akibat faktor

yang belum diketahui, telah diselidiki sehubungan dengan infeksi “slow virus”. Penyakit

demensia Jakob-Creutzfeldt yang dahulu dianggap sebagai penyakit degenerative yang

mempunyai sifat familial, telah terbukti disebabkan oleh infeksi “slow virus” ialah kuru.

Penyakit ini dijumpai pada beberapa penduduk di Nugini. Jauh sebelum itu pada binatang sudah

31

Page 32: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

ditemukan infeksi “slow virus”, yaitu penyakit yang dikenal sebagai “scarpie” dan “visna” pada

domba-domba.

2.4 Infeksi Bakteri pada Susunan Saraf

2.4.1 Meningitis Bakterial Akut (3,8)

Meningitis bakterial adalah infeksi purulen ruang subarakhnoid. Biasanya akut,

fulminan, khas dengan demam, nyeri kepala, mual, muntah, dan kaku nukhal. Koma terjadi

pada 5-10 % kasus dan berakibat prognosis yang buruk. Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus,

dan palsi saraf kranial pada 5 %. Meningitis bakterial yang tidak ditindak hampir selalu fatal.

CSS secara klasik memperlihatkan leukositosis polimorfonuklir, peninggian protein, dan

penurunan glukosa; pewarnaan Gram dari CSS memperlihatkan organisme penyebab pada 75

% kasus. Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 % kasus dan perlu untuk melakukan tes

sensitifitas antibiotika terhadap mikroba. Penurunan kesadaran, terutama bila berhubungan

dengan edema papil atau defisit neurologis fokal, mengharuskan dilakukannya CT scan

sebelum melakukan pungsi lumbar untuk menyingkirkan lesi massa atau hidrosefalus.

Hipertensi intrakranial difusa, tanpa adanya lesi massa pada CT scan bukan kontraindikasi

pungsi lumbar, tentunya dengan pengetahuan yang baik tentang herniasi serta

penanggulangannya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan teliti daerah inflamasi

berdekatan seperti otitis dan sinusitis dan mencari etiologi bakteremia seperti endokarditis.

Kultur darah mungkin positif.

Penelitian binatang memperlihatkan etiologi primer meningitis bakterial adalah invasi

leptomeningeal bakteri malalui darah yang berkoloni dimukosa naso-faring. Patogen

meningeal tersering adalah bakteria yang berkapsul. Setelah membentuk koloni dinasofaring,

bakteri berkapsul melintas epitel dan membuat jalan kealiran darah. Kapsul menghambat

fagositosis oleh neutrofil, jadi patogen meningeal memperlihatkan kemampuan

mempertahankan bakteremia transien. Mekanisme selanjutnya dimana bakteri dalam darah

mencapai lepto-mening dan ruang subarakhnoid belum begitu diketahui.

Sumber lain meningitis bakterial adalah perluasan langsung dari infeksi otorinologis, walau

kejadiannya jelas dikurangi oleh terapi dini antibiotic yang efektif terhadap otitis atau

sinusitis. Jarang, meningitis disebabkan inokulasi langsung pada cedera penetrating.

32

Page 33: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Tindakan terhadap meningitis akut, tergantung sumber primer, usia pasien, organism

penyebab, dan sensitifitas antibiotik. Tindakan harus diarahkan pada infeksi CSS maupun

sumber primer. Meningitis yang terjadi sekunder terhadap bakteremia dan perluasan langsung

otorinal cenderung disebabkan organisme yang biasa berkembang dinasofaring. Terdapat

pengaruh usia yang jelas pada meningitis oleh organism tersebut. Meningitis setelah cedera

otak traumatika serta fraktura tengkorak, dengan atau tanpa otorinorea CSS, paling sering

diakibatkan oleh S.pneumoniae. Meningitis yang terjadi setelah luka penetrasi biasanya

disebabkan stafolikokal, streptokokal, atau organism gram negatif.

Terapi empiris harus diperbaiki bila organism penyebab sudah dikenal. Penisilin G dan

ampisilin diketahui mempunyai manfaat yang sama pada kebanyakan infeksi S.pneumoniae dan

N.meningitidis. Dengan meningkatnya H.influenzae yang membentuk beta-laktamase, saat ini

sekitar 25 %, menyebabkan pemakaian ampisilin dan kloramfenikol sebagai terapi empiris.

Seftriakson atau sefotaksim memperlihatkan manfaat dan sekarang dipakai sebagai terapi

terpilih pada neonatus dan anak-anak. Walau sefuroksim, sefalo-sporin generasi kedua, pernah

umum digunakan untuk H.influenzae, tidak lagi dianjurkan untuk infeksi SSP karena

lambatnya sterilisasi CSS serta dilaporkan terjadinya meningitis H. influenzae pada saat terapi

sistemik. L. monocytogenes tidak sensitive sefalosporin dan terapi yang dianjurkan adalah

ampisilin atau penisilin G. Pilihan lain adalah trimetoprim sulfa-metoksazol. Pasien dengan

meningitis S. aureus harus ditindak dengan nafsilin atau oksasilin, dengan vankomisin

dicadangkan untuk strain resisten metisilin dan S. epidermidis. Lamanya terapi meningitis,

umumnya berdasar empiris dan tradisi; biasanya 7-14 hari untuk patogen meningeal utama, dan

21 hari untuk infeksi basil gram negatif. Tindakan terhadap meningitis basiler gram negative

mengalami revolusi dengan adanya sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim, seftazidim, dan

seftriakson dapat menembus CSS dan mecapai konsentrasi terapeutik hingga memungkinkan

terapi terhadap meningitis yang sebelumnya memerlukan terapi secara intratekal; 78-94 %

tingkat kesembuhan telah dilaporkan. Seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim terbukti

bermanfaat. Sefalosporin generasi ketiga lainnya, seftizoksim dan sefoperazon, belum dinilai

dengan baik. Dianjurkan seftazidim dicadangkan untuk pengobatan P.aeruginosa dalam

kombinasi dengan aminoglikosida. Kegagalan regimen ini mengharuskan pemberian

aminoglikosida intratekal atau intraventrikuler untuk memperkuat terapi.

33

Page 34: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Modifikasi inflamasi ruang subarachnoid dengan agen anti inflamatori mungkin

memperkecil akibat meningitis bakterial. Penelitian mutakhir terapi tambahan deksametason

pada bayi dan anak-anak dengan meningitis bakterial memperlihatkan bahwa sekuele

neurologis jangka panjang, terutama retardasi mental dan kehilangan pendengaran, menurun

pada pemberian deksametason 0.15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama terapi, dan

tidak memperberat efek eradikasi infeksi. Saat ini penggunaan deksametason dianjurkan pada

pasien pediatrik berusia lebih dari 2 bulan.

2.4.2 Meningitis Tuberkulosa (8)

Penyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut atau kronis dengan angka kematian

dan kecacadan yang cukup tinggi. Menurut pengamatan, meningitis tuberkulosis merupakan

38,5% dari seluruh penderita dengan infeksi susunan saraf pusat yang dirawat di bagian Saraf RS

Dr Soetomo.

34

Gambar 9. MR scans shows TB granuloma with

profoundly hypointense center with T2WI (A,B,panah

hitam), peripheral enhancement (C,D, panah putih)12

Gambar 8. Two cases of TB mimicking brain tumors.

(A,B) Ring enhancing mass resembles GBM. (C,D) Dural

based mass resembles meningioma12

Page 35: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Manifestasi klinis :

Penulis menemukan adanya panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah muntah, kejang dan

pemeriksaan neurologik menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan saraf kranial (terutama

N III, IV, VI, VII) (30%), edema papil dan kelumpuhan ekstremitas (20%) serta gangguan

kesadaran.

Diagnosis :

Diagnosis Meningitis tuberkulosis ditegakkan atas dasar :

1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig dan Brudzinski.

2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :

-- peningkatan sel darah putih terutama limfosit

-- peningkatan kadar protein

-- penurunan kadar glukosa

3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :

-- ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS

-- kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis

-- pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif

Stadium : Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :

-- Stadium I : kesadaran penderita baik disertai rangsangan selaput otak tanpa tanda neurologik

fokal atau tanda hidrosefalus.

-- Stadium II : didapatkan kebingungan dengan atau tanpa disertai tanda neurologis fokal

misalnya kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya hemiparesis.

-- Stadium III : penderita dengan stupor atau delirium dengan hemiparesis/ paraparesis.

Pengobatan :

Beberapa kombinasi obat pernah diberikan untuk menanggulangi penyakit ini namun pada

dasarnya obat tersebut harus dapat menembus barrier darah otak, berada dalam CSS dengan

kadar yang cukup efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi, resistensi dan kerja samping obat

yang minimal.

Di RS Dr Soetomo dipakai kombinasi :

35

Page 36: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

-- Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu kemudian dijarangkan 3 kali/minggu hingga

klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6 minggu).

-- INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400 mg/hari pada dewasa selama 18 bulan.

-- Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan serebrospinal normal, kemudian diturunkan 15

mg/kg/hari selama 18 bulan.

-- Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu. Kortikosteroid hanya dianjurkan bila

ditemukan tanda edema otak.

2.4.3 Abses Serebri (8)

Gambar 10. Sagital (A) dan Coronal (B) menunjukkan solitary ring-enhancing mass.

(C,D) menunjukkan restricted diffusion.12

Abses otak adalah koleksi infeksi purulen berbatas tegas didalam parenkhima otak.

Perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi selama pembentukan abses pada anjing

dikemukan oleh Britt. Sel inflamatori akut tampak pada pusat meterial yang nekrotik,

dikelilingi zona serebritis. Dengan maturasi, timbul neovaskularisasi periferal dan lambat

laun terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan makrofag, berakhir sebagai

kapsul berbentuk tegas. Apakah serebritis menjadi abses yang berkapsul tergantung pada

interaksi pasien-organisme dan pengaruh terapi. Pada manusia dengan sitema imun baik,

proses sejak infiltrasi bakterial hingga abses berkapsul memerlukan sekitar 2 minggu. Daerah

terlemah dari kapsul cenderung merupakan daerah yang kurang vaskuler yang menghadap

36

Page 37: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

ventrikel; karenanya migrasi sentrifugal proses inflamatori dengan ruptur ventrikuler dan

kematian merupakan sekuele yang umum pada masa prabedah dahulu kala.

Tanda dan gejala abses otak umumnya berhubungan dengan efek massa. Nyeri kepala,

defisit neurologis fokal, dan gangguan mentasi sering tampak. Demam terjadi pada 50 %

dari waktu, namun mungkin tidak ada atau sedikit bukti infeksi sistemik. Kejang terjadi pada

25-60 % pasien. Edema otak, efek massa, dan pergeseran garis tengah umum terjadi;

karenanya pungsi lumbar kontraindikasi dan mempunyai nilai klinis yang 10 % kasus.

Abses otak umumnya terjadi sekunder terhadap infeksi ditempat lain, dan

bakteriologi sering menunjukkan sumber primer. Seperti empiema subdural, perluasan

intrakranial langsung dari sinus paranasal atau infeksi telinga adalah etiologi tersering. Lesi

ini adalah khas soliter dan ditemukan dilobus frontal pada sinusitis frontoetmoid, dilobus

temporal pada sinusitis maksiler, dan serebelum atau lobus temporal pada infeksi otologis.

Abses otak multipel menunjukkan penyebaran hematogen dari sumber jauh dan infeksi

sistemik yang umum seperti endokarditis bakterial, kelainan jantung kongenital sianotik,

pneumonia, dan divertikulitis harus dicari. Penyebaran hematogen, terutama dari

endokarditis, mungkin berhubungan dengan aneurisma intrakranial piogenik.

Kontaminasi otak langsung melalui cedera otak penetrating adalah penyebab lain dari

abses. Fragmen tulang yang belum dibuang serta debris lainnya umum dijumpai pada pasien

dengan infeksi otak traumatika.

Pembentukan abses jarang terjadi selama perjalanan meningitis bakterial, namun

merupakan faktor predisposisi pada 25 % abses otak pediatrik yang biasanya berkaitan

dengan meningitis Sitrobakter atau Proteus neonatal. Sebaliknya abses otak sering dijumpai

pada pasien dengan immunitas yang terganggu sekunder atas penggunaan steroid, kelainan

limfoproliferatif, dan transplantasi organ, dan absesnya cenderung multipel.

Organisme yang paling sering dijumpai pada abses otak adalah Streptokokus, Stafilokokus,

dan Bakteroides, dengan organisme multipel pada 10-20 % kasus. Terapi antibiotik empiris

berdasar lokasi lesi dan sumber infeksi yang sudah dikenal, namun beratnya penyakit serta

sering terjadinya infeksi yang tidak terduga menyebabkan dianjurkannya antibiotik jangkauan

luas atas gram positif, gram negatif, dan anaerob sebagai terapi empiris pada semua kasus.

CT scan mempunyai akurasi tinggi dalam melacak abses otak. Karena memberikan

deteksi yang dini dan memberikan lokalisasi yang akurat, CT scan paling bertanggungjawab

37

Page 38: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

atas penurunan angka kematian dari 30-50 % kasus menjadi kurang dari 15 % dalam dua

decade terakhir.

Tujuan terapi adalah memastikan segera mikroba yang bertanggung-jawab serta

sensitifitas antibiotik, pensterilan SSP dan infeksi primer, menyingkirkan efek massa segera,

dan mengurangi edema otak. Pemberian kortikosteroid kontroversial. Selama serebritis dan

tahap awal kapsulisasi, atau pada pasien dengan risiko bedah tinggi dengan abses kecil dan

organisme penyebab diketahui, terapi medikal dengan antibiotika parenteral mungkin cukup.

Diluar itu harus dilakukan drainasi bedah terhadap material purulen baik dengan aspirasi

maupun eksisi disertai antibiotika paling tidak 4 minggu. Operasi akan mengurangi efek

massa dan karenanya mengurangi aspek paling kritis dan berbahaya jenis infeksi ini. Operasi

juga akan menunjukan organisme penyebab pada 60-80 % kasus, memungkinkan biakan

dapat dilakukan dengan teliti baik untuk organisme aerob maupun anaerob. Dianjurkan

tidak memberikan antibiotik prabedah bila operasi dapat dilakukan segera karena kultur

steril bisa terjadi. Walau eksisi bedah memperlihatkan penurunan angka rekurensi,

sekarang banyak yang menganjurkan aspirasi abses otak stereotaktik yang dituntun

ultrasonografi atau CT scan, dan mencadangkan eksisi untuk lesi soliter dan superfisial, lesi

yang mengandung benda asing, atau gagal dengan aspirasi.

2.4.4 Abses Epidural Kranial (8)

Infeksi intrakranial terbatas diruang epidural adalah komplikasi yang jarang dari

kontaminasi jaringan epi dural baik traumatika atau operatif. Lebih sering diakibatkan oleh

perluasan osteomielitis berdekatan. Bila dura intak, infeksi jarang meluas secara transdural.

Tindakannya adalah drainasi, debridemen dan antibiotik sistemik.

Abses epidural tulang belakang lebih sering dan biasanya memerlukan bedah gawat

darurat. Khas dengan demam, nyeri tulang belakang lokal, dan progresi yang cepat dari defisit

neurologis. Nyeri radikuler serta mielopati sering terjadi dalam beberapa hari sejak gejala

awal. Kebanyakan abses epidural disebabkan perluasan lokal dari osteomielitis tulang

belakang dan jarang melalui penyebaran hematogen dari infeksi jauh. CSS memperlihatkan

peninggian kadar protein yang jelas dan pleositosis ringan. Mielogram atau MRI menampilkan

perluasan massa epidural. Organisme penyebab tersering adalah S. aureus dan terkadang

38

Page 39: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Streptococcus sp. Basil gram negatif sering diisolasi dari pecandu obat intravena.

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab berupa laminektomi segera serta drainasi

abses diikuti terapi antibiotika spesifik jangka panjang. Pemulihan fungsi neurologi langsung

berhubungan dengan lama dan beratnya gangguan sebelum operasi.

2.4.5 Abses Subdural Kranial (8)

Empiema subdural, infeksi purulen ruang subdural, terjadi karena perluasan langsung

melalui mening saat meningitis pada neonatus dan bayi, atau sebagai komplikasi sinusitis

paranasal atau otitis pada anak dan dewasa muda. Jarang secara hematogen dari infeksi jauh,

dan kontaminasi langsung dari trauma pernah dilaporkan. Diagnosis didasarkan pada temuan

klinis dan radiografis. Nyeri kepala, demam, dan meningismus merupakan keluhan yang

umum dan dapat timbul sejak 1-8 minggu sebelumnya. Kejang dan defisit fokal juga biasa

terjadi. CT scan dan MRI memperlihatkan koleksi subdural; namun massa mungkin isodens

pada CT scan, hingga memerlukan penguatan zat kontras agar jelas terlihat. Pencitraan juga

berguna dalam mendiagnosis infeksi sinus atau mastoid penyebab. Risiko pungsi lumbar pada

penderita yang diduga memiliki massa intracranial mengharuskan dibatalkankannya

tindakan ini hingga CT scan memastikan tidak adanya efek massa intrakranial. Analisis CSS

jarang sebagai diagnostik, namun bisa menampakkan perubahan inflamatori nonspesifik.

Sumber otorinologis empiema subdural biasanya disebabkan streptokoki, stafilokoki dan

koki anaerob. Kelainan sinus paranasal adalah faktor etiologi yang paling sering pada literatur

barat. Sekali ruang subdural terkena, infeksi akan menyebar diatas konveksitas otak serta

kefisura interhemisferik dan fisura Sylvian. Penyebaran infratentorial terjadi pada 3-10 %

infeksi, selalu sekunder dari perluasan otitis. Akumulasi pus sering cukup untuk

menimbulkan massa intrakranial. Reaksi inflamasi hebat memacu pembengkakan dan edema

otak. Tampilan klinisnya adalah perburukan neurologis cepat, sering dengan defisit fokal, koma

dan mati.

Empiema subdural sekunder terhadap meningitis umumnya bilateral dan kurang fulminan

dibanding yang sekunder terhadap infeksi otorinologis. H.influenza adalah organisme utama;

namun empiema S.pneumonia juga sering dilaporkan. Hidrosefalus komunikating bisa terjadi

karena resorpsi diatas konveksitas otak terganggu oleh infeksi.

39

Page 40: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Sebelum ditemukan penisilin, empiema subdural selalu fatal. Dengan antibiotika sistemik

dan drainasi bedah, tingkat mortalitas 25 %, dengan outcome buruk sangat tergantung pada

tingkat kesadaran sebelum tindakan dan ketidakmampuan mengetahui organism patogenik.

Bannister menganjurkan kraniotomi primer dengan bukaan luas, eksplorasi subdural agresif,

dan debridemen yang baik dari material purulen material dari permukaan otak. Laporan

mutakhir memperlihatkan pengurangan outcome yang buruk dan mortalitas secara bermakna

pada tindakan kraniotomi dibanding dengan drainasi bur hole.

Sumber infeksi harus ditindak agresif, drainasi sinus dan mastoid sering diperlukan.

Antikonvulsan profilaktik dianjurkan karena insidens yang tinggi dari kejang. Keberhasilan

tindakan nonbedah pernah dilaporkan dengan mencoba terapi antibiotik saja pada pasien

dengan status neurologis utuh; pemeriksaan neurologis normal; dan lesi tunggal dan terbatas

pada CT scan.

Empiema subdural tulang belakang jarang. Biasanya timbul dari ekstensi transdural lokal

dari osteomielitis tulang belakang, atau melalui arakhnoid pada meningitis. Kompresi kord

tulang belakang dan mielitis transversa mungkin terjadi. Tindakan berupa drainasi emergensi

melalui laminektomi serta pemberian antibiotik jangka lama.

2.4.6 Efusi Subdural (3)

Transudat yang tertimbun dibawah dura dinamakan efusi subdural. Transudat ini merupakan

komplikasi dari meningitis, terutama meningitis H.Influenza. keadaan tersebut harus dicurigai

apabila demam dan kaku kuduk sudah mereda tetapi penderita tetap memperlihatkan kesadaran

dan keadaan umum yang belum membaik. Karena lokalisasinya, korteks serebri dapat terangsang

oleh efusi itu dan menimbulkan epilepsy fokal. Disamping itu tentunya gejala-gejala tekanan

intracranial yang mininggi dapat ditemukan juga.

2.4.7 Tromboflebitis Kranial (3)

Tromboflebitis dapat merupakan komplikasi dari osteomielitis tulang tengkorak, mastoiditis,

sinusitis, abses subdural ataupun infeksi pada daerah wajah yang menggunakan system venous

intracranial untuk darah baliknya. Salah satu jenis tromboflebitis yang memperlihatkan

gambaran penyakit yang kompleks ialah tromboflebitis sinus kavernosus, yang lebih sering

dinamakan thrombosis sinus kavernosus. Infeksi primernya ialah sinusitis frontalis atau

40

Page 41: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

sfenoiditis ataupun etmoiditis. Infeksi sinus tranversus atau vena jugularis dapat juga menjalar ke

sinus kavernosus melalui sinus petrosus. Kemungkinan lain, ialah emboli septic dari bisul didahi,

karena aliran venous darid ahi bermuara di sinus kavernosus. Infeksi sinus kavernosus cepat

membentuk thrombus, sehingga menyumbat aliran darah balik. Gejala0gejala akibat

penyumbatan timbul pada salah satu sisi, tetapi kemudian secara bilateral. Pada tahap

penyebaran kuman didapati gejala-gejala : demam, sakit kepala, muntah dan mual. Obstruksi

vena oftalmika yang menghantarkan darah ke sinus kavernosus mengakibatkan timbulnya edema

diruang orbita serta kelopak mata. Karena itu ptosis, kemosis dan eksoftalmus dapat terlihat.

Gerakan bola mata keseluruh jurusa terbatas karena edema orbital juga. Tetapi kemudian saraf

otak ke 3, 4, dan 6 mengalami gangguan akibat distensi dinding sinus kavernosus. Pada tahap ini

retina memperlihatkan hemoragi dan papiledema dengan gangguan daya penglihatan.

Sebelum gejala-gejala sinus kavernosus timbul secara lengkap pada salah satu orbita, pada

sisi lain sudah berkembang juga manifestasi thrombosis sinus kavernosus yang tunggal. Dengan

pengobatan antibiotika penyakit terlukis diatas dapat disembuhkan, tetapi sebelum zaman

antibiotika selalu diakhiri dengan kematian.

2.4.8 Abses Epidural Spinal (3)

Duramater tulang belakang terpisah dari arkus vertebra oleh jaringan pengikat yang longggar.

Jaringan tersebut seolah-olah menyediakan ruang untuk kuman yang dapat membentuk abses.

Karena itu, manifestasi abses epidural spinalis yang mencerminkan efek proses desak ruang dari

sisi posterior.

Factor etiologi dan presipitasi yang penting bagi abses epidural yang akut ialah diabetes

mellitus dan infeksi Staphylococcus aureus yang berupa bisul di kulit atau osteomyelitis pada

korpus, lamina atau pedikel tulang belakang. Yang paling sering terkena adalah bagian torakal.

Bagi jenis yang kronik, spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit primernya.

Tergantung pada lokasi abses epidural, maka paraplegi dengan deficit sensorik akan

berkembang secara berangsur-angsur. Kompresi medula spinalis mulai dengan nyeri tulang

belakang, kemudian nyeri radikuler, dan paraplegia akan tibul sedikit demi sedikit dengan

gangguan perasaan getar, gerak, dan posisi sebagai gejala dininya. Pemeriksaan penunjang untuk

menentukan diagnosis yang penting meliputi kultur darah dan MRI medulla spinalis. Bila MRI

tidak memungkinkan maka bisa dilakukan CT myelography. Lumbal punksi dikontraindikasikan

41

Page 42: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

pada pasien dengan kecurigaan abses epidiral spinal ini karena dikhawatirkan dapat

menyebarkan materi purulen kedalam ruang subarachnoid.

Penatalaksanaan penyakit ini meliputi pengobatan medis dan pengobatan bedah. Terapi

medis meliputi pemberian antibiotic yang adekuat dan harus diberikan sedini mungkin. Durasi

dari pengobatan ini biasanya mencapai 3-4 minggu. Karena agen yang biasa menginfeksi ialah

S.aureus, maka terapi yang diberikan ialah dari golongan penicillin, cephalosporin, atau

vancomycin. Contoh-contoh preparat yang digunakan ialah Ceftriaxone (Rocephin), Nafcillin

(Unipen), Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef), Vancomycin (Vancocin).

Terapi bedah yang biasa digunakan ialah dekompresi pada tulang belakang dan drainase

abses, indikasi terapi pembedahan ini ialah adanya peningkatan deficit neurologik, rasa sakit

menjadi-jadi dan demam yang menetap, serta leukositosis. Keberhasilan terapi dilaporkan

dengan menggunakan kombinasi antara aspirasi abses dan terapi antibiotic yang adekuat.

Komplikasi yang biasa terjadi pada cedera spinal meliputi disfungsi kandung kemih,

decubiti, supine hypertension, sepsis berulang, dan lain sebagainya. Prognosis pada pasien

dengan penyakit ini bervariasi, bergantung pada onset dan derajat penyakit pada saat pertama

kali ditemukan.

2.4.9 Abses Subdural Spinal (3)

Abses ini jarang dijumpai. Bila ada, gejala-gejalanya juga sukar dibedakan dari abses

epidural spinal. Orang-orang yang mendapatkannya biasanya juga penderita diabetes mellitus

yang mempunyai bisul atau infeksi fokal lainnya.

2.4.10 Tetanus (8)

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.

Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan

toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah

42

Page 43: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut

menghasilkan pencegahan dari tetanus.

Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena

terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b. Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu

fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.

d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan

gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung,

peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari

arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot

masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap

afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi

agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu

anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk

kedalam susunan syaraf pusat.

43

Page 44: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara

sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari

sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui

darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa

minggu ).

Karekteristik dari tetanus

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot

masetter.

Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )

Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.

Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

Selama eksotosin masih diproduksi terapi untuk memberantas manifestasi tetanus tidak

bermanfaat. Maka eksisi tempat klostridium tetani masuk kedalam tubuh harus dilakukan,

supaya kumanya ikut terbuang dan produksi eksotoksin tidak ada lagi.

2.4.11 Lepra (8)

Lepra (penyakit Hansen) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya

kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah

zakar (testis) dan mata. Penyebab bakteri Mycobacterium leprae.

Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat dan

tidak diobati bersin, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita kemungkinan

44

Page 45: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin

ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk.

Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem

kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid)

atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan penyakitnya

kepada orang lain.

Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi oleh kuman ini. Lepra paling banyak

terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra Pasifik. Infeksi dapat terjadi

pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20an dan 30an. Bentuk lepromatosa 2 kali lebih

sering ditemukan pada pria.

Bakteri penyebab lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul

minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Gejala dan tanda yang

muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.

Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan

kebutuhan akan antibiotik.

Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang

datar.

Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya.

Pada lepra lepromatosa muncul benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan

berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata.

Lepra perbatasan merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua

bentuk lepra. Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra tuberkuloid; jika

kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa.

Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi

kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan

kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan yang diberikan

tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan kortikosteroid atau talidomid.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir

semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi.

Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis. Kemampuan untuk merasakan sentuhan,

nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak

45

Page 46: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf

tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang

mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan.

Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di hidung

bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan. Penderita

lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan

kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Selain serabut saraf sensorik, juga serabut saraf autonom ikut terkena, maka gejala

manifestasi lepra saraf tepi berupa neuritis, terutama neuritis trofosensorik, dimana deficit

sensorik dan gangguan trofik menonjol sekali.

2.4.12 Botulisme (8)

Botulism adalah jarang terjadi, racun yang mengancam nyawa disebabkan oleh racun-racun

yang dihasilkan oleh bakteri clostridium botulinum.

Racun botulism, biasanya dikonsumsi dalam makanan, bisa melemahkan atau melumpuhkan

otot.

Botulism bisa mulai dengan mulut kering, penglihatan ganda, dan ketidakmampuan untuk

fokus pada mata atau dengan gangguan lambung.

Dokter meneliti contoh darah, kotoran, atau jaringan luka, dan electromyography

kemungkinan dilakukan.

Penyiapan dan penyimpanan makanan dengan hati-hati membantu mencegah botulism.

Antitoksin digunakan untuk mencegah atau memperlambat efek racun.

Botulism biasanya merupakan jenis makanan beracun.

Racun yang menyebabkan botulism, yang sangat berpotensi racun, bisa sangat merusak

fungsi syaraf. Karena racun ini merusak syaraf, mereka disebut neurotoxin. Racun botulism

melumpuhkan otot dengan menghambat pelepasan pada neurotransmitter acetycholine dari

syaraf. Pada dosis yang sangat kecil, racun bisa digunakan untuk menghilangkan kejang otot dan

untuk mengurangi kerutan.

46

Page 47: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Bakteri clostridium botulinum membentuk sel reproduksi yang disebut spora. Seperti biji,

spora bisa hidup di bagian yang tidak aktif untuk beberapa tahun, dan mereka sangat bersifat

melawan terhadap kerusakan. Ketika kelembaban dan bahan bergizi ada dan oksigen tidak ada

(seperti pada usus atau botol atau kaleng bersegel), spora tersebut mulai bertumbuh dan

menghasilkan racun. Beberapa racun dihasilkan oleh clostridium botulinum tidak dihancurkan

oleh enzim pelindung usus.

Clostridium botulinum adalah banyak di lingkungan sekitar, dan spora bisa ditransportasikan

oleh udara. Kebanyakan kasus pada botulism dihasilkan dari pencernaan atau penghisapan pada

kotoran dan debu dalam jumlah kecil. Spora bisa juga memasuki tubuh melalui mata atau luka di

kulit.

Terdapat beberapa bentuk berbeda pada botulism.

Foodborne botulism terjadi ketika makanan terkontaminasi dengan racun dimakan. Sumber

yang paling umum pada foodborne botulism adalah makanan kaleng rumahan, terutama makanan

berisi asam rendah, seperti asparagus, kacang hijau, bit, dan jagung. Sumber lainnya termasuk

irisan bawang putih dalam minyak, lada cabe rawit, tomat, kentang bakar dibungkus kertas perak

yang tengah dibiarkan pada suhu ruangan terlalu lama, ikan kaleng rumahan dan fermentasi.

Meskipun begitu, sekitar 10% penguraian terjadi dari makan makanan cepat saji, sangat sering

terjadi, sayuran, ikan, buah-buahan, dan rempah-rempah (seperti salsa). Jarang terjadi, daging,

produk susu, daging babi, unggas, dan makanan lain yang menyebabkan botulism.

Luka botulism terjadi ketika clostridium botulinum mengkontaminasi luka atau masuk ke

dalam jaringan lain. Di dalam luka, bakteri menghasilkan racun yang diserap ke dalam aliran

darah. Obat-obatan suntik dengan jarum yang tidak disterilisasi bisa menyebabkan botulism jenis

ini, sebagaimana bisa disuntikkan mengandung heroin ke dalam otot atau di bawah kulit (kulit

melepuh).

Botulism bayi terjadi pada bayi yang makan makanan mengandung spora pada bakteri

dibanding racun. Spora tersebut kemudian berkembang di dalam usus bayi, dimana mereka

menghasilkan racun, penyebab pada kebanyakan kasus tidak diketahui, tetapi beberapa kasus

47

Page 48: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

telah dihubungkan dengan pencernaan pada madu. Botulism bayi terjadi paling umum diantara

bayi yang lebih muda dari usia 6 bulan.

Gejala-gejala pada foodborne botulism terjadi tiba-tiba, biasanya 18 sampai 36 jam setelah

racun memasuki tubuh, meskipun gejala-gejala bisa mulai lebih cepat selama 4 jam atau

selambat-lambatnya 8 hari setelah mencerna racun. Racun yang lebih banyak diserap, lebih cepat

orang menjadi sakit. Biasanya, orang menjadi sakit dalam waktu 24 jam makan makanan

terkontaminasi adalah yang sangat parah terkena.

Gejala-gejala pertama pada foodborne atau luka botulism biasanya termasuk mulut kering,

penglihatan ganda, kelopak mata layu, dan ketidakmampuan untuk fokus pada benda di

sekitarnya. Pupil pada mata tidak mengkerut dengan normal ketika terkena sinar selama

pemeriksaan mata. Bagaimanapun, pada foodborne botulism, gejala-gejala pertama seringkali

mual, muntah, kram perut, dan diare. Orang yang memiliki luka botulism tidak mengalami

gejala-gejala pencernaan apapun.

Kerusakan syaraf oleh racun mempengaruhi kekuatan otot tetapi bukan indra perasa. Nada

otot pada wajah kemungkinan hilang. Berbicara dan menelan menjadi sulit. Karena kesulitan

menelan maka, makanan atau ludah seringkali terhisap (asoirated) ke dalam paru-paru,

menyebabkan cekikan atau sumbatan dan meningkatkan resiko pneumonia. Beberapa orang

menjadi sembelit. Otot pada lengan dan kaki dan otot yang berhubungan dalam pernafasan

menjadi lemah secara progresif sebagaimana gejala-gejala secara bertahap menurunkan tubuh.

Masalah pernafasan kemungkinan mengancam nyawa. Pikiran biasanya tetap jernih.

Pada sekitar 90% bayi dengan infant botulism, sembelit adalah gejala awal. Kemudian otot

menjadi lumpuh, dimulai dari wajah dan kepala dan segera menuju lengan, kaki dan otot yang

berhubungan dengan pernafasan. Kelopak mata layu, menangis lemah, bayi tidak bisa

menghisap, dan wajah mereka kehilangan ekspresi. Kisaran masalah dari menjadi lemah dan

lambat makan sampai kehilangan nada otot dalam jumlah besar dan mengalami kesulitan

bernafas. Ketika bayi kehilangan nada otot, mereka bisa merasa timpang yang abnormal.

48

Page 49: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

2.5 Infeksi Spiroketa pada Susunan Saraf

2.5.1 Leptospirosis (8)

Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan kuman

Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.

Penularan leptospirosis melalui air minum yang terkontaminasi dengan kencing host

leptospira seperti tikus, kelinci, marmot. Penularan antar manusia tidak pernah terjadi karena

leptospira tidak dapat hidup dalam urine manusia yang keasamannya rendah.

Kuman masuk kedalam traktus digestivus menyebar melalui pembuluh darah ke organ-organ

tubuh terutama ke hati dan ginjal kemudian menimbulkan reaksi peradangan, oedema akhirnya

terjadi hepatic failure dengan ikterus obstruktif, renal failure.

Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot, merah,

muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala penyakit lain seperti selesma, jadi

menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita yang tidak mendapat semua gejala itu.

Gejala lain yang menyertainya : myalgia, konjunctivitis perikorneal, uveitis, hemorhagi,

meningitis leptospirosis (paling sering ± 50%), hemorhagi serebri. Meningitis leptospirosis

menyerupai meningitis serosa / meningitis aseptic.

Ada penderita Leptospirosis yang lebih lanjut mendapat penyakit parah, termasuk penyakit

Weil yakni kegagalan ginjal, sakit kuning (menguningnya kulit yang menandakan penyakit hati)

dan perdarahan masuk ke kulit dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau Meningitis

dan perdarahan di paru-paru pun dapat terjadi. Kebanyakan penderita yang sakit parah

memerlukan rawat inap dan Leptospirosis yang parah malah ada kalanya merenggut nyawa.

2.5.2 Sifilis (3,8)

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di vagina atau mulut)

atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat,

kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin

selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat bawaan.

49

Page 50: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Seseorang yang pernah terinfeksi oleh sifilis tidak akan menjadi kebal dan bisa terinfeksi

kembali. Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rara 3-4

minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan

jantung, kerusakan otak maupun kematian.

Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:

1. Fase Primer.

Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang

tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,

bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya

penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker

berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu

ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika

digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat

biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.

Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.

Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat

secara keseluruhan.

2. Fase Sekunder.

Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12

minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa

bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan

kemudian akan muncul ruam yang baru.

Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran

kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata.

Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf

mata sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada

tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke

50

Page 51: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil

penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan

sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.

Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk

daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali

mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan

dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala

lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam

dan anemia.

3. Fase Laten.

Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana

tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh

tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius

kembali muncul . dan apabila penyebab manifestasi sifilis tahap kedua itu tidak dikenal maka

infeksi treponema palidum akan terus berjalan tanpa halangan, sehingga susunan saraf pusat juga

akan mengalami invasi kuman tersebut. Dalam hal ini kuman akan tersebar secara difus

dikorteks serebri dan bagian-bagian susunan safar pusat lainnya. Gambaran penyakit berupa

organic brain syndrome. Prodromnya bersifat umum seperti sakit kepala, insomnia, cepat lupa,

daya konsentrasi mengurang dan letih badan. Tetapi selanjutnya akan timbul demensia dengan

perubahan watak bahkan psikosis.

4. Fase Tersier.

Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai

ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :

- Sifilis tersier jinak. Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma

muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan

jaringan parut. Benjolan ini bias ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling

sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang

juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin

memburuk di malam hari.

51

Page 52: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

- Sifilis kardiovaskuler. Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi

aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bias menyebabkan nyeri dada, gagal

jantung atau kematian.

- Neurosifilis. Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak

diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik

dan neurosifilis tabetik.

Neurosifilis meningovaskuler. Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang

terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla

spinalis:

Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan

dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang,

pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan

kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.

Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan

dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot

(paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan

sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung

kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa

flasid).

Neurosifilis paretik. Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal

secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka

mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan

separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi,

kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan

kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan

kebesaran dan penurunan persepsi.

Neurosifilis tabetik. Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla

spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang

sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan

goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh,

kadang sambil mengentakkan kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya

52

Page 53: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi

saluran kemih. Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita

gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan

kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian

tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga

terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga

bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya

sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa

mengalami cedera.

Kini sifilis sudah dapat diberantas dengan sempurna oleh antibiotika, sehingga kasus

neurosifilis atau sifilis tahap ketiga jarang dijumpai.

2.6 Infeksi Fungus pada Susunan Saraf (8)

Fungi adalah organisme yang terdapat dimana-mana dengan virulensi rendah yang menjadi

patogenik pada lingkungan tertentu seperti depresi immunitas bermedia sel, neutropenia, dan

terapi antibiotika sistemik jangka lama. Tidak jarang menginvasi otak.

Infeksi fungal kini didiagnosis lebih sering karena bertambahnya kewaspadaan atas setiap

infeksi, biopsy dan tehnik diagnostik lebih baik, bertambahnya pasien yang mendapat

antibiotika jangka lama, dan bertambahnya perjalanan ke, dan immigrasi dari, daerah infeksi

endemic. Misdiagnosis dan terlambatnya diagnosis umum dilakukan. Masalah ini secara umum

berperan atas kegagalan mengejar diagnosis laboratori dan jaringan. Kompetensi sistema

immun adalah faktor yang penting dalam preseleksi patogen fungal spesifik: Cryptococcus,

Coccidioides, Histoplasma, dan Blastomyces dapat menginfeksi orang sehat, sedang infeksi

fungal lain terjadi hampir selalu pada pasien dengan immunitas seluler yang terganggu.

Terkenanya SSP mungkin disseminate, menyebabkan meningitis atau meningoensefalitis atau

fokal, menyebabkan abses granulomatosa.

Berbeda dengan infeksi bakterial, meningitis fungal cenderung dimulai ringan dengan

perburukan bertahap. Nyeri kepala, kaku kuduk, demam, letargi, status mental depresi, dan

palsi saraf kranial mungkin tampak. Cryptococcus, Coccidioides, Candida, dan Aspergillus

umum tampil sebagai meningitis atau meningoensefalitis. Tanda dan gejala klinis tak bias

dibedakan dari semua bentuk meningitis kronik lain. Pleositosis CSS adalah limfositik, protein

53

Page 54: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

CSS sedikit meninggi, dan glukosa CSS biasanya berkurang. Umumnya fungi sulit dibiak

dari darah dan CSS, serta tes serologis kurang sensitif, sebagian karena terganggunya

immunitas seluler umum terjadi pada pasien ini. CT scan tidak selalu membantu pada

meningitis fungal, tapi mungkin memperlihatkan hidrosefalus, komplikasi dari meningitis

kronik. MRI dapat efektif memperlihatkan penguatan basiler dan inflamasi.

Abses otak tunggal atau multipel mungkin tampil dengan kejang, nyeri kepala, status

mental depresi, atau defisit neurologis fokal, sering bersamaan dengan pneumonia. Patogen

yang umum adalah Cryptococcus, Aspergillus, Nocardia, Blastomyces, Actinomyces, dan

Histoplasma.

2.7 Infeksi Protozoa pada Susunan Saraf

2.7.1 Tripanosomiasis (8)

Penyakit tidur atau tripanosomiasis afrika disebabkan oleh parasit protozoa berflagela yang

tergolong ke dalam kompleks Trypanosoma brucei yang ditularkan kepada manusia melalui

lalat tsetse. Pada pasien yaang tidak diobati, tripanosoma tersebut pertama-tama menyebabkan

penyakit demam yangsetelah beberapa bulan atau tahun kemudian diikuti oleh gangguan

neurologi yang progresif dan kematian.

Bentuk penyakit tidur di afrika timur (rhodesiense) dan afrika barat (gambiense) masing-

masing Disebabkan oleh dua subspesies tripanosoma, yaitu T. Brucei rhodesiense dan T. Brucei

gambiense. Kedua subspesies ini Secara morfotologis tidak dapat dibedakan tetapi menyebabkan

dua macam penyakit yang secara epidemiologis dan klinis berlainan. Parasit ditularkan oleh lalat

tse-tse penghisap darah dan genus Glossina. Serangga tersebut mendapatkan infeksi ketika

menghisap darah dari pejamu mamalia yang terinfeksi.setelah melalui sejumlah Siklus

multiplikasi di dalam usus tengah (midgut) vektor, parasit bermigrasi ke glandula salivarius dan

penularan terjadi ketika parasit tersebut diinokulasukan pada saat menghisap darah

berikutnya.tripanosoma yang terinjeksi akan Memperbanyak diri di dalam darah pejamu serta

rongga ekstrasel lainnya dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh mamalia untuk waktu yang

lama dengan menjalani variasi antigenik, yaitu suatu proses saat stuktur antigenik selubung

permukaan parasit yang berupa glikoprotein mengalami perubahan berkala.

Lesi inflamasi (panosomal) dapat terlihat 1 minggu atau lebih setelah gigitan lalat tse-tse

yang terinfeksi. Keadaan demam yang sistematik kemudian terjadi pada saat parasit menyebar

54

Page 55: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

lewat sistem limfatik dan aliran darah. Tripanosomiasis sistemik afrika tanpa kelainan pada

sistem saraf pusat umumnya disebut sebagai penyakit stadium I. dalam stadium ini terjadi

limfadenopati yang menyebar luas dan splenomegali, yang mencerminkan adanya proliferasi

limfositik serta histiositik yang mencolok dan invasi sel-sel morula yang merupakan plasmasit

yang mungkin terlibat dalam produksi igM. Endarteritis dengan infiltrasi perivaskuler baik oleh

parasit maupun oleh limfosit dapat terjadi didalam kelenjar limfe dan lien. Miokarditis sering

dijumpai pada pasien yang menderita penyakit stadium I, khususnya pada infeksi T. Brucei

rhodesiense.

Manifestasi hematologi yang menyertai tripanomiasis stadium I mencakup leukositosis

sedang, trombositopenia, dan anemia. Kadar imunoglobulin yang tinggi dan terutama terdiri atas

igM poliklonal merupakan gambaran konstan, dan anti bodi heterofil, antibodi anti-DNA, serta

faktor rematoid sering ditemukan. Kadar komplek antigen-antibodi yang tinggi dapat memainkan

peranan dalam perusakan jaringan dan peningkatan permeabilitas vaskuler yang mempercepat

penyebarluasan parasit.

Tripanosomiasis stadium II meliputi invasi ke sistem saraf pusat. Keberadaan tripanosoma

dalam daerah perivaskuler disertai dengan infiltrasi intensif sel mononuklear. Abnormalitas pada

cairan serebrospinal mencakup peningkatan tekanan, kenaikan konsentrasi total protein, dan

pleositositosis. Tripanosoma sering ditemukan pula dalam cairan serebrospinal.

2.7.2 Malaria (8)

Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang

eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria

memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung

akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami

komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi malaria serebral

memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap >30

menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain

dari akut ensefalopati telah disingkirkan.

55

Page 56: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira lebih

dua milyar atau lebih 40 % penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria. Jumlah

kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian 100.000/ tahun.

Di Pakistan, selama 5 tahun dari tahun 1991-1995 terdapat 1620 pasien koma, 505 pasien

dengan malaria serebral. Dimana didapatkan, kasus malaria serebral pada anak 64 % dan orang

dewasa 36 %. Mortalitas pada anak 41 % dan orang dewasa 25 %.6 Di Nigeria, didapati 78 anak

yang menderita malaria serebral, 16 penderita (20,5 %) meninggal dan 62 penderita (79,5 %)

sembuh.

Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi

komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab

paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah

malaria serebral

Malaria serebral disebabkan oleh infeksi plasmodium falsiparum. Penularannya dilakukan

oleh nyamuk anopheles. Plasmodium falsiparum berbeda dengan jenis lain protozoa malaria

dalam hal – hal berikut :

a. Multiplikasi plasmodium falsiparum tidak dapat dihambat karena kebanyakan berada di

dalam eritrosit.

b. Eritrosit inang mempunyai kecenderungan untuk melekat pada intima pembuluh kapiler

sehingga menimbulkan penyumbatan aliran darah kapiler.

Simptom neurologik dari infeksi ini adalah efek sumbatan atau oklusi dari kapiler dan

venula karena adanya kumpulan eritrosit yang mengandung p. Falciparum. Hal ini menimbulkan

gejala anoxia. Tidak hanya sumbatan, simptom juga muncul akibat adanya pendarahan di

jaringan. Hal ini menimbulkan reaksi inflamasi dari limfosit, mononuclear perivascular cell, dan

mikroglia. Kalo otak inflamasi akibatnya permeabilitas BBB meningkat sehingga menimbulkan

cerebral edema. Akan tetapi dua hal tersebut (oklusi dan cerebral edema) jarang ditemui. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa perubahan patologik pada sistem saraf akibat infeksi ini bersifat

reversible.

Patogenesis dari malaria serebral masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan

baik Patogenesis dari malaria serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit yang

mengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah perifer tetapi EP

matang menghilang dalam sirkulasi dan terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut

56

Page 57: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

sekuester. Eritrosit matang lengket pada sel endotel vaskular melalui knob yang terdapat pada

permukaan eritrosit sehingga EP matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang disebut

sitoadherens. Kira-kira sepuluh atau lebih eritrosit yang tidak terinfeksi menyelubungi 1 EP

matang membentuk roset. Adanya sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan

menurunnya deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya hipolsia

jaringan.

Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan terapi,

absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat

menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat dengan nyeri kepala yang

bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran

menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai

skor dari Balantere <>somnolen atau delir disertai disfungsi serebral.

Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih

pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan anak-anak pulih

kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan.

Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi,

opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian tinggi. Pada

penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus disingkirkan kemungkinan hipoglikemik

syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram negatif atau radang otak yang dapat

terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang

dewasa jarang.

Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesa,

cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan meningeal jarang. Kejang

biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada anak. Hipoglikemi sering terjadi pada

anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria sangat berat dan sementara dalam pengobatan

kina. Hipoglikemi dapat terjadi pada penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5

%. Hipoglikemi disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan

metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.

Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering terjadi

hipoglikemi, kejang, dan anemi berat. Pada orang dewasa sering terjadi gagal ginjal akut, ikterus,

dan udema paru. Biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan kulit dan intestinal jarang. Sepsis

57

Page 58: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi nosokomial atau kemungkinan bakteremia.

Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru,

metabolik asidosis, perdarahn gastrointestinal, hipovolemi dan ruptur limpa.

2.7.3 Toksoplasmosis (3)

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul karena memperoleh

sendiri atau keran penularan ibu-fetus. Yang pertama dinamakan infeksi akuisital dan yang

kedua kongenital. Mekanisme infeksi akuisital belum diketahui. Pada binatang telah ditemukan

cara transmisinya, yaitu melalui makan daging binatang yang mengandung toksoplasma.

Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang.

Toksoplasmosis akuisital pada umumnya asimptomatik, tetapi toksoplasma congenital

selalusimptomatik. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista,

terutama otot dan jaringan susunan saraf. Sebagaimana halnya dengan infeksi tuberculosis yang

dapat berlalu asimptomatik, demikian pula infeksi toksoplasmosis pada orang dewasa sering

tidak menimbulkan manifestasi yang mengganggu. Jika terlalu simptomatik, maka gejala-gejala

lokalisatorik dapat timbul, seperti pneumonia, eksantema, polimiositis, hepatitis, limfadenopati,

korioretinitis, miokarditis, bahkan meningitis, ensefalitis, dan mielitis.

Pada fetus yang mendapat toksoplasma dalam tubuhnya melalui penularan ibu-fetus, dapat

timbul bernagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan berbagai

organ lainnya. Hal itu dapat dimengerti mengingat saat penularannya dapat terjadi pada tahp dini

dari pertumbuhan mudigah sampai fetus. Maka dari itu manifestasi toksoplamosis congenital

dapat berupa :

1. Fetus meninggal dalam kandungan

2. Neonates menunjukan kelainan congenital yang nyata

3. Neonates tampaknya sehat, tetapi kemudian menunjukan disfungsi atau perkembangan yang

tidak normal

Pada umumnya manifestasi neurologic dari toksoplasmosis pada neonates yang tampak sehat

ialah ensefalomielitis subakut atau kronik. Kelainan congenital yang sudah jelas pada weaktu

partus berupa mikrosefalus, mikroftalmia, dan endoftalmia. Pada masa perkembangan

selanjutnya dapat timbul hidrosefalus, konvulsi, tremor, opistotonus, hemiplegia, paraplegia, dan

nistagmus. Disamping itu terdapat gangguan-gangguan non-neurologik yang dapat berupa

58

Page 59: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

miokarditis, pneumonia interstitialis, poliomiositis, ikterus, hepatosplenomegali, trombositopenia

“arenal failure” dan eksantema.

2.7.4 Abses Serebri Amebiasis (8)

Sebenarnya dahulu diketahui bahwa hanya entamoeba histolytica yang dapat menginvasi

otak dan mengakibatkan abses serebri. Tetapi, ternyata penelitian baru-baru ini menemukan

bahwa free living amebae adalah spesies utama yang menyebabkan meningoensefalitis.

Naegleria fowleri menyebabkan acute meningoencephalitis, primary amebic

meningoencephalitis, sedangkan Acanthamoeba species bisa menyebabkan baik acute maupun

granulomatous amebic meningoencephalitis. Spesies lainnya, Leptomyxid amoeba, hanya

ditemukan pada beberapa kasus meningoensefalitis.

2.8 Infeksi Metazoa (3)

Metazoa yang patogen bagi manusia dapat dibagi : nematoda, trematoda, dan cestoda.

Walaupun ukuran cacing-cacing itu besar sehingga tidak mungkin aliran darah dapat

menyebarluaskan mereka ke organ-organ, tetapi karena mereka mempunyai siklus kehidupan

yang dimana terdapat tahap mereka berukuran kecil. Hal ini mengakibatkan mereka dapat masuk

ke organ termasuk susunan saraf.

2.8.1 Infeksi Nematodal (trichinella spiralis) (8)

Patogenesis invasi ke dalam susunan saraf adalah sebagai berikut. Kista trichinella spiralis

masuk ke traktus gastrointestinal. Di situ ia berkembang menjadi dewasa dan dapat menyebar

secara hematogen. Terutama otot skeletal menjadi sasaran penyebaran tersebut. Kadang

miokardium dan otak juga mendapat kista tersebut. Otak memperlihatkan mikrogranulatom yang

mengandung kista. Otak dan meninges bengkak dan pendarahan kecil tersebar di seluruh otak.

Lesi – lesi vaskular di otak disebabkan oleh vaskulitis kapiler. Gejala – gejala neurologik perifer

disebabkan juga oleh adanya granulom kecil yang menimubulkan infiltrasi terhadap bekas saraf

perifer.

2.8.2 Infeksi Trematodal (8)

Golongan cacing yang dapat menyebabkan komplikasi neurologik ialah skistosoma dan

paragonimus. Pada sikstomiasis perjalanannya sebagai berikut. Serkaria dikandung oleh jenis

59

Page 60: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

siput tertentu. Melalui minum dari kali yang banyak mengandung siput tersebut, atau mandi di

kali itu maka serkaria dapat menembus permukaan tubuh luar dan dalam, lalu tiba di venula.

Melalui vena , serkaria menuju ke paru-paru. Yang disebar mmelalui peredaran darah ke organ-

organ lain berikut susunan saraf ialah telur cacing yang berkembang biak di paru-paru. Lesi yang

ditemukan di susunan saraf pusat berupa granuloma yang mengandung telur cacing, abses,

fibrosis, dan gliosis.

2.8.3 Infeksi Sestodal (3)

Dari cacing golongan sestoda, ada 3 yang dapat tersebar ke dalam susunan saraf pusat.

Ketiga jenis itu ialah tenia solium, ekinokokus granularis, multiseps-multiseps. Tenia solium

menimbulkan penyakit yang dinamakan sistiserkosis. Ekinokokus adalah penyebab penyakit

hidatidosis.

2.8.3.1 Sistiserkosis (3)

Pada sistiserkosis terdapat dua sindrom yang berbeda oleh sebab siklus kehidupan cacing pita

memungkinkan dua macam perkembangan yang berbeda.

60

Gambar 11. Sistiserkosis dengan multiple

intraventrikuler kista ( A,B, panah), parenkimal kista

( C,D).12

Gambar 12. CECT SCAN dengan multpel parasit

amoeba ditunjukkan sebagai focus pungtat dan ring

enhancing kista dengan nodul12

Page 61: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

a. Bilamana sistiserkus tiba di traktus digestivus manusia misalnya karena makin babi kurang

matang yang mengandung sistiserkus. Di dalam usus ia dapat tumbuh menjadi dewasa dan

menetap di situ.

b. bilamana manusia makan telur tania sollium lalu mudigahnya dapat menembus mukosa

traktus digestivus dan tiba di saluran darah melalui penyebaran hematogen sehingga berbagai

organ dapat menerima nya.

Setibanya di otak, tempayak lalu hidup di situ sebagai sistiserkus. Lesi – lesi otak berupa

kista-kista di ventrikel, ganglia basal, atau batang otak. Manifestasi yang timbul ialah akibat

kompresi, desak ruang, edema, dan reaksi peradangan karena adanya kista-kista tersebut.

2.8.3.2 Penyakit Hidatidosis (3)

Kambing dan anjing merupakan sumber cacing ekinokokus. Telur cacing yang keluar

dengan tinja anjing dapat mengotori air minum atau makanan. Jika manusia menelan telur itu,

didalam duodenum telur itu menetas dan mudigah menembus mukosa untuk tiba didalam vena.

Setalah itu terjadilah penyebaran hematogen. Hepar dan paru-paru merupakan tempat tujuan

utama. Banyak diantara mudigahyang tiba dihepar dan paru-paru mati, tetapi sedikit yang dapat

melanjutkan penghidupannya dengan membentuk kista. 5% dari orang-orang yang menjadi tuan

rumah ekinokokus, dapat memperoleh kista didalm otak. Biasanya terdapat hanya satu kista,

tetapi dapat juga berkembang beberapa kista. Hamper semua kista terletak subkortikal dan

biasanya didaerah oksipital dan parietal. Ukuran kista itu berkisar antara bola pingpong sampai

bola tenis. Maka dari itu manifestasinya terdiri dari gejala-gejala proses desak ruang intracranial

yang berlangsung lambat. Kebanyakan penderita adalah anak-anak dan orang dewasa muda.

2.9 Infeksi Sistem Saraf pada Pasien Imunokompromais11

2.9.1 Definisi

Imunokompromais ialah fungsi sistem imun yang menurun. Sistem imun terdiri atas

komponen nonspesifik dan spesifik. Fungsi masing-masing komponen atau keduanya dapat

terganggu baik oleh sebab kongenital maupun sebab yang didapat. Pada hal yang akhir, sistem

61

Page 62: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

imun tersebut sebelumnya berfungsi baik. Hal inilah yang dalam praktek sehari-hari

dimaksudkan dengan imunokompromais.

2.9.2 Penyebab

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai

akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Keadaan

imunokompromais yang sering ditemukan di dalam klinik dapat terjadi oleh infeksi (AIDS, virus

mononukleosis, rubela dan campak), tindakan pengobatan (steroid, penyinaran, kemoterapi,

imunosupresi, serum anti-limfosit), neoplasma dan penyakit hematologik (limfoma/Hodgkin,

leukemi, mieloma, (enteropati neutropenia, anemi aplastik, anemi sel sabit), penyakit metabolic

dengan kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes melitus, malnutrisi), trauma dan tindakan

bedah (luka bakar, splenektomi, anestesi) dan lainnya (lupus eritematosus sistemik, hepatitis

kronis).

2.9.3 Perjalanan Penyakit

Berbagai mikroorganisme (kuman, virus, parasit, jamur) yang ada di lingkungan maupun

yang sudah ada dalam badan penderita, yang dalam keadaan normal tidak patogenik atau

memiliki patogenesitas rendah, dalam keadaan imunokompromais dapat menjadi invasif dan

menimbulkan berbagai penyakit. Oleh karena itu penderita yang imunokompromais mempunyai

risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari badan sendiri maupun yang

nosokomial dibanding dengan yang tidak imunokompromais. Infeksi yang timbul akibat

penurunan kekebalan tubuh disebut infeksi oportunistik. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba

(bakteri, jamur, virus) yang berasal dari luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh

manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh kekebalan tubuh. Daftar penyakit yang

digolongkan dalam infeksi oportunistik ditetapkan oleh CDC (Center for Disease Control).

Infeksi oportunistik dapat terjadi pada CD4 < 200 sel/uL maupun CD4 > 200 sel/uL. Infeksi

oportunistik perlu dikenal dan diobati karena infeksi oportunistik yang berat dapat menimbulkan

kematian. Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati. Namun jika kekebalan tubuh tetap

rendah, infeksi oportunistik mudah kambuh kembali atau juga dapat timbul oportunistik yang

lain. Penegakan diagnosis infeksi oportunistik dapat dilakukan secara diagnosis presumptif dan

diagnosis definitif. Pada diagnosis definitif penyebab infeksi oportunistik dapat ditemukan,

62

Page 63: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

sedangkan pada diagnosis presumptif penyebab infeksi tak ditemukan akan tetapi kriteria klinis

dan penunjang menjurus ke suatu diagnosis.

2.9.4 Penyakit Infeksi Oportunistik

2.9.4.1 Meningitis TBC Tuberkulosis (TBC)

Merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering pada ODHA di Indonesia. Infeksi

HIV akan mempermudahkan terjadinya infeksi Mycobacterium tuberculosis. ODHA mempunyai

resiko lebih besar menderita TBC dibandingkan non-HIV.Resiko ODHA untuk penderita TBC

adalah 10% per tahun, sedangkan pada non ODHA resiko menderita TBC hanya 10% seumur

hidup. Sementara laporan Raviglione, dkk menyebutkan bahwa TBC merupakan penyebab

kematian tersering pada ODHA. TBC paru merupakan jenis TBC yang paling sering di jumpai

pada ODHA dan TBC dapat muncul pada infeksi HIV awal dengan CD4 median > 300 sel/uL.

Sedangkan TBC ekstra paru atau diseminata lebih sering dijumpai pada ODHA dengan CD4

lebih rendah.

Jenis-jenis TBC

- TBC paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologist

- TBC paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologist

- TBC pada sistem saraf

- TBC pada organ-organ lainnya

- TBC millier Meningitis

Definisi

TBC adalah infeksi mycobacterium tuberculosis pada system saraf yang mengenai arachnoid,

piameter dan cairan cerebrospinal di dalam sistem ventrikel, akibatnya akan terjadi infiltrasi sel

radang disertai reaksi radang dari jaringan dan pembuluh darah didalamnya. Selain itu, juga

terjadi eksudasi dari fibrinogen yang sesudah beberapa waktu akan menjadi fibrin. Hal diatas

yang disebabkan oleh toksin yang dibuat bakteri akan memberikan gejala sindroma meningitis.

Gejala Penyakit

Demam , nyeri kepala hebat, Gangguan kesadaran, kejang – kejang, dan adanya tanda

rangsangan meningeal, berupa : Kaku kuduk, Tes brudzinsky positif , Tes kernig yang positif.

63

Page 64: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari :

1. Stadium Prodromal Stadium ini berlangsung selama 1 – 3 minggu dan terdiri dari keluhan

umum seperti : Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C, Nyeri kepala, Mual

dan muntah ,Tidak ada nafsu makan, Penurunan berat badan , Apati dan malaise, Kaku kuduk

dengan brudzinsky dan kernig tes positif, Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan

saraf otak, Gejala TIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran sampai koma,

posisi dekortikasi atau deserebrasi.

2. Stadium perangsangan meningen

3. Stadium kerusakan otak setempat

4. Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus

Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great Britain

( 1948 ) :

Stadium I Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. Tidak didapatkan

kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.

Stadium II Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal

Stadium III Gejala diatas disertai penurunan kesadaran.

Patogenesis

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat reaktivasi lambat suatu infeksi pada daerah otak sendiri

dan paru-paru. Akibat reaktivasi terjadi penjalaran kuman tuberkulosis ke susunan saraf pusat

melalui bakteremia. Kuman tuberkulosis yang dorman di dalam paru-paru akan aktif kembali

jika terdapat infeksi dan imunitas yang menurun. Terbentuk FOKUS RICH oleh kuman

tuberkulosis pada ruang subarachnoid di hemisfer serebri. Kuman tuberkulosis menyebar secara

hematogen ke Fokus Rich yang berada di ruang subarachnoid. Meningitis tuberkulosis baru

terjadi setelah kuman tuberkulosis menyebar langsung dalam ruang subarachnoid akibat ruptur

dari fokus rich. Keadaan dan luas lesi pada meningitis tuberkulosis tergantung dari jumlah dan

virulensi kuman serta keadaan kekebalan atau alergi penderita. Bilamana jumlah kuman sedikit

dan daya tahan tubuh penderita cukup baik, maka reaksi peradangan terbatas pada daerah sekitar

tuberkel perkijuan. Pada penderita imunokompromais dapat terjadi meningitis tuberkulosis yang

64

Page 65: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

luas disertai peradangan hebat dan nekrosis akibat daya tahan tubuhnya yang menurun/lemah.

Gejala Klinis Meningitis TBC Gejala klinis meningitis tuberculosa disebabkan 4 macam efek

terhadap sistem saraf pusat yaitu : 1. Iritasi mekanik akibat eksudat meningen, menyebabkan

gejala perangsangan meningens, gangguan saraf otak dan hidrosefalus. 2. Perluasan infeksi ke

dalam parenkim otak, menyebabkan gejala penurunan kesadaran, kejang epileptik serta gejala

defisit neurologi fokal. 3. Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit

neurologi fokal. 4. Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan

tekanan tinggi intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.

Pemeriksaan Penunjang Meningitis TBC

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal ( CSS ) Pemeriksaan CSS merupakan kunci diagnostik

untuk meningitis TBC. Pemeriksaan CSS akan memberikan gambaran jernih/ opalesen,

kekuningan sampai dengan xantokrom, tekanan meninggi. Tes Nonne dan Pandy positif kuat

menunjukkan peningkatan kadar protein. Hitung sel meningkat 100 – 500, terutama limfositik

mononuklear. Kadar glukosa menurun < 40mg% tetapi tidak sampai 0 mg%. Pada pengecatan

dengan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman mycobacterium tuberkulosis. Bila

beberapa cc CSS dibiarkan dalam tabung reaksi selama 24 jam akan terbentuk endapan fibrin

berupa sarang laba – laba.

2. Pemeriksaan darah Terdapat kenaikan laju endap darah ( LED ) Jumlah leukosit dapat

meningkat sampai 20.000

3. Tes tuberkulin Tes tuberkulin seringkali positif tetapi dapat negatif bila keadaan umum

penderita buruk.

4. Foto roentgen thoraks Umumnya menunjukkan tanda infeksi tuberkulosis aktif (infiltrat

terutama di apex paru)

Kriteria diagnosis

Menurut Medical Research Council of Great Britain (1984 ) :

1. Penderita dengan pemeriksaan klinik yang sesuai pembagian klinik Medical Research Council

( 1984 ) disertai dengan : Kelainan CSS seperti pleositosis dengan dominan limposit, peninggian

kadar protein dan penurunan kadar gula serta natrium klorida. Pada isolasi dapat ditemukan

65

Page 66: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

kuman tuberkulosis. Kontak dengan penderita tuberkulosis positif Tes mountox positif Pada

pemeriksaan fundus ditemukan tuberkel koroid.

2. Penderita dengan diagnosis tuberkulosis dan disertai demam, iritabilitas, penurunan kesadaran

sampai muntah, maka perlu dipikirkan kearah kemungkinan suatu meningitis TBC.

Penatalaksanaan Meningitis TBC

Pada penderita HIV, efek samping antituberkulosis (OAT) lebih sering terjadi dibandingkan

kelompok non HIV. Oleh karena itu pada kasus ini, OAT sebaiknya tidak dimulai bersama-sama

dengan ARV untuk mengurangi kemungkinan interaksi obat, ketidakpatuhan minum obat, dan

reaksi paradox. Namun, jika ODHA sudah dalam terapi ARV, ARV tetap diteruskan.

Penatalaksanaan menurut WHO :

Rekomendasi WHO untuk memulai terapi ARV Kadar CD4 (sel/uL) <200

Rekomendasi Mulai ARV segera setelah obat TBC ditoleransi (2 minggu-2 bulan).

Rekomendasi regimen : AZT + 3TC + 200-350 EFV Mulai ARV setelah 2 bulan fase >350

intensif terapi TBC.

Rekomendasi regimen : AZT + 3TC+ EFV Obati TBC sampai selesai. Monitor CD4. Tunda

pemberian ARV

Keterangan : AZT = zidovudin; 3TC=lamivudine; EFV = efavirenz

Regimen pengobatan TBC sendiri tidak berbeda dengan regimen pengobatan TBC pada kasus

non-HIV dengan lama pengobatan 6 bulan. Kecuali pada artritis TBC dan osteomyelitis TBC

yang pada pengobatannya mencapai 6-9 bulan dan meningitis TBC yang mencapai 9-12 bulan.

Hingga kini, belum diketahui berapa lama sebenarnya terapi yang optimal pada ODHA dengan

TBC. Kortikosteroid tetap direkomendasikan pada meningitis TBC dengan deksametason 12

mg/hari selama 3 minggu pertama, kemudian diturunkan bertahap selama 3 minggu kemudian.

Demikian juga dengan pericarditis TBC, menggunakan prednisone 60 mg/hari (atau

prednisolone setara) selama 4 minggu, dilanjutkan 30mg/hari selama 4 minggu, dan 5 mg/hari

hingga genap 11 minggu. Regimen ARV yang di anjurkan pada rekomendasi untuk TBC pada

HIV adalah menggunakan kombinasi efavirenz. Rifampisin dan nevirapin (NVP) sama-sama

66

Page 67: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

menginduksi enzim sitokrom P 450, sehingga akan menurunkan konsentrasi nevirapin dalam

darah.

2.9.4.2 Kandidiasis

Jarang menginfeksi individu sehat karena merupakan flora normal di daerah mulut dan

merupakan jamur pathogen oportunistik. Manifestasi infeksi jamur pada susunan saraf pusat

cenderung berupa meningitis kronis atau abses otak. Pengelolaan disesuaikan dengan keadaan

misalnya pemberian anti jamur, drainase atau shunting untuk komplikasi hidrosefalus. Pada

ODHA kandidiasis mukokutan dapat muncul dalam tiga bentuk, yaitu kandidiasis orofaring,

esophagus, dan vulvovagina. Kandidiasis mukokutan muncul berbulan-bulan sebelum

munculnya infeksi oportunistik yang lebih berat dan merupakan salah satu indicator progresivitas

HIV. Infeksi ini belum digolongkan infeksi oportunistik kecuali sudah mengenai esophagus

(kandidiasis esophagus). Strain kandida yang menginfeksi ODHA tidak berbeda dengan pasien

imunokompromais lainnya, yang tersering adalah kandida albicans. Strain lain yang pernah

dilaporkan adalah C. Glabrata, C. Parapsilosis, C. Tropicalis, C. Kruseii, dan C. Dubliniesis

rekurens yang dapat disebabkan oleh strain yang sama atau strain yang berbeda. Strain jamur ini

juga dapat menyerang sistem saraf dan menghasilkan gejala-gejala yang tidak menyenangkan

seperti kelelahan, depresi, gelisah dan tidak normal mood swings. Pasien juga melaporkan

pusing dan kehilangan memori. kasus berat bahkan mungkin episode kekerasan dan halusinasi.

Bila tidak diobati, dapat meningkat dengan autisme dan hiperaktivitas pada anak-anak.

Patogenesis Kandidiasis

Infeksi kandidiasis adalah melalui saluran cerna, saluran kemih, saluran pernapasan daan masuk

ke aliran darah langsung melalui pemasangan kateter. Infeksi pada susunan saraf pusat terjadi

pada 50% dari infeksi candidiasis sistemik dan mencapai 80% pada kasus candida endokarditis

dengan distribusi yang sama pada semua kelompok umur.

Manifestasi Klinis Kandidiasis

Manifestasi klinis tergantung usia, meningitis biasanya ditemukan pada neonatus dan anak

sedangkan pada orang dewasa berbentuk mikro atau makro abses.

67

Page 68: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Kandidiasis orofaring terdiri dari 3 bentuk yaitu pseudomembran, eritematous, dan cheilitis

angularis. Gejalanya berupa rasa terbakar, gangguan mengecapa dan sulit menelan makanan cair

atau padat. Pada beberapa kasus dapat juga asimptomatik. Kandidiasis pseudomembran

membentuk plak putih 1-2 cm atau lebih luas dimukosa mulut. Jika dilepaskan, pseudomembran

tersebut akan meninggalkan bercak kemerahan atau perdarahan. Kandidiasis eritematous berupa

flak kemerahan halus di palatum , mukosa bukal, atau dorsal lidah. Cheilitis angularis tampak

berupa kemerahan, fisura, atau keretakan di sudut bibir. Kandidiasis esofagus biasanya muncul

disertai kandidiasis orofaring (80%), dengan gejala klinis berupa disfagia, odinofagia, atau nyeri

retrosternum. Namun pada 40% kasus tidak menunjukkan gejala. Untuk membedakannya dengan

esofagitis CMV atau HSV, pasien kandidiasis esofagus biasanya mengeluh nyeri seperti ada

makanan terhambat di kerongkongan, sedangkan esofagitis CMV atau HSV lebih sering

mengeluhkan nyeri yang hebat ketika menelan. Kandidiasis vulvovagina biasanya menyebabkan

keluhan gatal, keputihan , kemerahan di vagina, disparenia, disuria, dan pembengkakan di vulva

dan labia dengan lesi pustulopapuler diskrit. Gejala biasanya memburuk seminggu sebelum

menstruasi.

Diagnosis Kandidiasis

Diagnosis definitif kandidiasis adalah ditemukannya candida dengan pemeriksaan langsung

specimen jaringan (termasuk kerokan) dengan larutan KOH, bukan dengan kultur. Identifikasi

spesies dapat dilakukan dengan uji morfologi dan kultur jamur. Kultur merupakan alat bantu

yang baik untuk spesifikasi dan uji sensititas namun tidak digunakan untuk diagnosis karena

tingginya kolonisasi Diagnosis kandidiasis orofaring biasanya gambaran klinis. Sedangkan

diagnosis presumtif kandidiasis esophagus adalah didapatnya keluhan nyeri restrosternum dan

ditemukannya kandidiasis oral berdasarkan gambaran membrane atau plak putih dengan dasar

eritema pada mulut atau ditemukannya filament jamur pada kerokan jaringan. Pemeriksaan

endoskopi hanya diindikasikan jika tidak terdapat perbaikan dengan pemberian fluconazole oral.

Diagnosis kandidiasis vulvovagina berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan secret vagina

dengan larutan KOH. Oleh karena angka kejadian infeksi susunan saraf pusat cukup tinggi, maka

pada kasus kandidiasis sistemik harus dilakukan pemeriksaan CT Scan dan lumbal pungsi

segera. Pada CT scan nampak daerah dengan densitas rendah tanpa penyangatan dan ini

ditemukan pada individu yang immunokompromais. Gambaran liquor sama dengan meningitis

68

Page 69: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

bakteri lain, tetapi pada abses otak ec. Candida gambaran liquornya normal. Pemeriksaan lain

dengan tes serologi dan kultur.

Penatalaksanaan Kandidiasis

Tidak seperti infeksi jamur lain, pada candidiasis dapat terjadi keadaan sembuh sendiri secara

spontan. Obat pilihan pertama tetap ampoterisisn B, kemudian obat gabungan antara ampoterisin

B (0,3 mg/ koagulan) dengan flusitosin oral 100-150 mg/ koagulan/ hari, terbagi dalam 4 kali

pemberian.

2.9.4.3 Aspergillosis

Aspergilosis disebabkan oleh Aspergillus fumigatus, A. niger, A. flavus, A. clavatus, A.

nodulans. Aspergillus sp, hidup di dalam tanah dan sporanya yang berukuran kecil mudah

berhamburan di udara, sehingga mudah terhirup. Aspergillus sp dapat berkoloni di bronkus,

kista, dan kavitas pasca tuberculosis. Kejadian aspergilosis pada ODHA tidak sebanyak infeksi

jamur lain, namun dengan angka kematian yang tinggi (median survival 3 bulan). Aspergilosis

invasif biasanya terjadi pada ODHA dengan CD4 < 50 sel/uL. Pada ODHA, Aspergilosis sp

umumnya menginfeksi paru dengan berbagai manifestasi, juga dapat menjadi diseminata.

Kadangkala juga menginfeksi darah, sinus, telinga, tulang, otak, dan jantung. Aspergillus

fumigates dan kelompok Mucor paling sering mencapai susunan saraf pusat melalui paru (50%).

Gejala Aspergilosis

Infeksi aspergilosis yang umumnya terjadi pada ODHA adalah aspergilosis invasif dengan gejala

infeksi paru akut dengan gejala demam tinggi., dyspnea, batuk, nyeri dada, dan hemoptysis.

Sedangkan allergic bronchopulmonary aspergilosis dan aspergiloma hampir tidak pernah

ditemukan pada ODHA. Aspergillosis sp yang menginvasi mukosa dan tulang rawan bronkus

dapat membentuk pseudomembran dan mengakibatkan sindroma obstruksi trakeobronkiolitis

pseudomembranosa. Bentuk aspergilosis invasif yang lebih banyak terlihat pada ODHA ini dapat

menyebabkan perdarahan bronkus massif karena menginvasi pembuluh darah dan dinding

bronkus. Gambaran klinis aspergillosis otak biasanya berupa proses desak ruang, jarang

berbentuk meningitis. Manifestasi aspergillosis biasanya berbentuk abses tunggal dengan kapsul

yang tegas (single-well-capsulated abcess). Pada pasien yang imunokompromais abses bias

tunggal bias multiple dan Nampak di daerah sirkulasi anterior dan posterior, pada keadaan lain

69

Page 70: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

pada pasien yang imunokompromais bias ditemukan thrombosis vaskuler dan infark, selain itu

juga pernah dilaporkan adanya aneurisma mikolitik yang lokasinya berbeda dengan bacterial

aneurisma yaitu bahwa mikolitik aneurisma terletak lebih kearah proksimal dari cabang

pembuluh darah besar.

Diagnosis Aspergilosis

Gambaran radiologis aspergilosis paru invasif 30% berupa kavitas berdinding tebal, terutama di

lobus bawah, 20% berupa infiltrate difus atau nodular di salah satu atau kedua sisi paru.

Sedangkan pada sindroma obstruksi trakeobronkiolitis pseudomembranosa gambaran radiologis

berupa infiltrate yang samar-samar segmental atau atelectasis lobaris. Diagnosis definitif infeksi

aspergilosis adalah dengan ditemukannya Aspergillus sp pada jaringan dan kultur. Tumbuhnya

Aspergillus sp pada kultur saja belum dapat menegakkan diagnosis, walaupun hanya 10-30%

pasien aspergilosis invasif harus dicurigai jika terdapat gejala respiratorik pada ODHA stadium

lanjut dan tumbuh Aspergillus sp pada kultur sputum, terutama Aspergillus fumigatus.

Aspergilosis invasif perlu dipikirkan pada ODHA dengan gambaran klinis pneumonia, namun

tudak berespon terhadap antibiotika. Aspergilosis juga dapat menginfeksi otak, sinus, telinga,

mata, endocarditis, esophagitis, limfadenitis, menyebabkan abses kulit, abses ginjal dan

pancreas. Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibody tidak banyak membantu diagnosis

karena sebagian besar pasien pernah mengalami paparan asimptomatik dengan Aspergillus sp.

Pada CT Scan nampak sebagai masa soliter, hipodens dengan penyangatan berupa cincin. Pada

CT Scan Nampak masa hipodens dengan sedikit penyangatan sehingga menyulitkan pengukuran

secara tepat. Pada beberapa keadaan ditemukan perdarahan. Gambaran liquor serebrospinal tidak

khas, protein sedikit meninggi, kadar gula seringkali normal, leukositosis ringan. Hasil kultur

umumnya negatif.

Penatalaksanaan Aspergilosis

Terapi yang di anjurkan untuk aspergilosis invasif adalah vorikonazole intravena dengan dosis 6

mg/kg BB tiap 12 jam selama > 1 minggu, selanjutnya 2 x 200 mg/kg BB. Namun obat ini belum

tersedia di Indonesia. Terapi alternative yang dapat digunakan adalah amfoterisin B iv 1,0 mg/kg

BB/hari hingga terjadi perbaikan klinis. Alternative lain adalah itrakonazole 600 mg/ hari selama

70

Page 71: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

4 hari, diteruskan 400 mg /hari. Infeksi aspergillus pada susunan saraf pusat sulit diobati, kadang

diperlukan dosis ampoterisin B yang lebih tinggi dari biasanya.

2.9.4.4 Histoplasmosis

Jamur ini bersifat dimorfik, di tanah, tumbuh sebagai konidia, sedangkan jika sporanya

terhisap masuk kedalam paru berubah menjadi bentuk ragi. Ragi tersebut kemudian masuk ke

dalam makrofage alveolar, bermultiplikasi, kemudian menyebar ke kelenjar getah bening hilus

dan mediastinum, lalu masuk sirkulasi. Imunitas seluler berperan penting dalam perjalanan

infeksi selanjutnya selain inokulum. Pada pasien imunokompeten, jamur ini dapat hidup

intraseluler seumur hidup, pada pasien imunocompromais seperti ODHA, kemungkinan

reaktivasi menjadi lebih besar, demikian juga dengan kemungkinan menjadi diseminata. Selain

itu, ternyata ditemukan defek makrofage alveolar pada ODHA sehingga mengurangi

kemampuannya mengikat H. capsulatum dan mempermudah multiplikasi.

Gejala Histoplasmosis

Histoplasmosis dapat memberikam 4 gambaran klinis, yaitu histoplasmosis asimtomatik,

histoplasmosis akut, histoplasmosis kronik, dan histoplasmosis diseminata. Namun pada ODHA

gambaran yang sering terjadi adalah histoplasmosis akut dan histoplasmosis diseminata. 1.

Gambaran klinis dari histoplasmosis akut sangat bervariasi, mulai dari malaise ringan hingga

gejala yang lebih berat. Gejala yang tersering adalah demam, sakit kepala, batuk non-produktif,

menggigil, nyeri dada pleuritik, penurunan berat badan, malaise, dan mialgia. Nyeri retrosternal

merupakan gambaran predominan dan mungkin berhubungan dengan limfadenopati

mediastinum. Pada paparan ragi histoplasmosis dalam jumlah yang banyak dapat terjadi

manifestasi yang berat berupa sesak napas yang hebat. Granuloma mediastinum sekuele yang

dapat terjadi pasca histoplasmosis akut. 2. Histoplasmosis diseminata dianggap berat jika

memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut; temperature > 39 derajat celcius, tekanan

sistolik <90 mmHg, PO2 < 70 torr, kehilangan berat badan >5%, skor karnofsky < 70,

hemoglobin <10 g/dl, neutrofil < 1000/ml, peningkatan kreatinin >2 kali normal, peningkatan

SGOT > 2,5 kali normal, albumin < 3,5 g/ml, atau disfungsi organ lain.

Diagnosis Histoplasmosis

71

Page 72: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Kultur merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis histoplasmosis. Namun karena jamur

ini tumbuh dengan lambat, dibutuhkan waktu 2 sampai 6 minggu untuk mendapatkan hasil

kultur. Kultur dapat diambil dari biopsi sumsum tulang, darah perifer, biopsy kelenjar getah

bening, lavase broncoalveolar, ataupun biopsy. Tes kulit dengan histoplasmin dan pemeriksaan

histopatologis jaringan kurang sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnose histoplasmosis,

kecuali dari pemeriksaan sumsum tulang. Ditemukan antigen H. capsulatum di urin dan serum

dapat membantu diagnosis histoplasmosis. Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibody juga

dapat membantu diagnosis. Peningkatan titer lebih dari 4 kali atau > 1:32 mengindikasikan

histoplasmosis akut. Namun, hasil negatif palsu dapat terjadi pada pasien imunocompromais dan

selama 6 minggu pertama sebelum antibody terbentuk. Perkecualian pada meningitis

histoplasmosis, ditemukannya antibody pada cairan cerebrospinal yang didukung gejala klinis

cukup untuk menunjang diagnosis.

Penatalaksanaan Histoplasmosis

Amfoterisin B iv 0,7 mg/kg BB/hari

2.9.4.5 Kriptokokokis

Kriptokokosis adalah infeksi jamur sistemik yang disebabkan Cryptococcus neoformans.

Spora jamur ini dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama di lingkungan yang sesuai,

ditemukan di tanah dan dilaporkan banyak terdapat di tinja burung merpati. Ada 4 serotipe dari

neoformans C, yang ditunjuk A, B, C, dan D berdasarkan determinan antigenik pada kapsul

polisakarida. Serotipe A dan D (C neoformans var. neoformans) adalah penyebab paling umum

infeksi, dan 90 % dari infeksi tersebut terjadi pada immunocompromised host.

Gejala Kriptokokosis

Sebenarnya istilah yang lebih tepat adalah meningoensefalitis karena pada sebagian besar kasus

dijumpai patologi dan manifestasi ensefalitis. Pada AIDS gejala klinis MK seringkali tidak jelas

atau samar-samar. Biasanya dijumpai gejala prodromal selama 2-4 minggu. Gejala awal berupa

demam, sakit kepala, dan malaise terjadi pada 65-80% kasus. Bahkan demam dapat merupakan

satu-satunya manifestasi klinis yang ada. Mual dan muntah terjadi pada 50%. Tanda klasik

meningitis berupa kaku kuduk dijumpai hanya 30%. Sekitar 10-30% pasien datang dengan

72

Page 73: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

keluhan gangguan kesadaran dan perilaku. Gejala neurologis fokal hanya dilaporkan 10%.

Peningkatan tekanan intracranial didapatkan pada 75% kasus MK pada ODHA, walaupun

demikian edema papil hanya didapatkan pada 26% kasus. Pada kriptokokosis paru dapat

dijumpai batuk dan demam dengan sputum yang tidak terlalu produktif.

Terapi kriptokokosis pada ODHA

Meningitis kriptokokosis Pilihan pertama Induksi: amfoterisin B IV 0,7 – 1 mg/kgBB/ hari dan 5

flourositosin oral 100 mg/kg BB/hari selama 2 minggu. Konsolidasi: flukonazol oral 400

mg/hari. Pilihan kedua 8 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril Induksi: amfoterisisn B

IV 0,7-1mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Konsolidasi: flukonazol oral 400 mg/hari Pilihan ketiga

selama 10 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril Flukonazol oral 400-800 mg/hari dan

fluorositosin oral 100 mg/kgBB/hari selama 6-10 minggu.

2.9.4.6 Toksoplasmosis

Gambar 13. (A,B) Axial CECT Scans in A HIV+ patient show ring enhancing masses in the cerebellum, basal

ganglia. Lessions regressed after anti toxo treatment. (C,D) new lesions appeared 1 year later12

Toxoplasma gondii merupakan parasit intraseluler yang menyebabkan infeksi

asimptomatik pada 80% manusia sehat, tetapi menjadi berbahaya pada ODHA. Toxoplasmosis

pada ODHA terbanyak disebabkan oleh reaktivasi laten. Siklus hidup T. gondii sangat kompleks.

73

Page 74: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Inang definitifnya adalah kucing. Sedangkan inang perantaranya adalah tikus, kambing, sapi,

babi, unggas, dan hewan ternak lainnya. Pada manusia infeksi T. gondii melalui makanan dapat

terjadi melalui dua mekanisme, yaitu makanan yang tercemar ookista yang berasal dari tinja

kucing dan mealalui daging yang mengandung kista jaringan akibat kurang matang dimasak.

Serangga seperti kecoa dan lalat juga dapat mencemari makanan dengan ookista. Siklus hidup

Toksoplasma ada 5 tingkat : Fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni dan gametogoni dan

fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista.

Gejala Toksoplasmosis

Perjalanan penyakit ET biasanya berlangsung subakut. Keluhan dan gejala klinis berkembang

secara progresif dalam kurun waktu 1-4 minggu. Pada sepertiga kasus ditemukan awitan akut.

Seringkali secara klinis dapat diduga diagnosis ET pada ODHA, walaupun tidak ada tanda yang

patognomonik. Demam, sakit kepala, deficit neurologis fokal, dan penurunan kesadaran

merupakan manifestasi klinis utama dari ET. Sakit kepala, penurunan kesadaran, dan gangguan

perilaku dijumpai pada 50-75% kasus. Demam dijumpai pada 4050% kasus. Deficit neurologis

fokal dijumpai sebanyak 80%. Hemeiparese merupakan deficit local yang paling serinh

dijumpai, ditemukan sebanyak 4050%. Kejang sebagai gejala utama dijumpai pada 15-30%

kasus. Gejala lain adalah ataksia, parese saraf cranial, afasia, parkinsonism, korea-atetosis, dan

gangguan lapang pandang. 2.6.2. Diagnosis Toksoplasmosis Diagnosis presumtif berdasarkan

gejala klinis neurologi yang progresif pada ODHA dengan nilai CD 4 < 200 sel per mikroliter

dan disertai gambaran neuroimajing (CT/MRI) yang sesuai. Diagnosis definitif ET hanya dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis jaringan otak. Pemeriksaan MRI lebuh sensitive

daripada CT scan dalam menemukan lesi ET. Pada ET biasanya dijumpai IgG yang

positif ,sedangkan IgM negative. Beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam menilai hasil

serologi : 1. Infeksi primer akut dapat dicurigai bila a. Terdapat serokonversi IgG atau

peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval 2-3 minggu. b. Terdapatnya IgA dan IgM positif

menunjukkan infeksi 1-3 minggu yang lalu c. IgG avidity yang rendah d. Hasil Sabin-Feldman /

IFA > 300 IU/ml atau 1 : 1000 e. IgM-IFA 1 : 80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml 2. IgG yang

rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan merupakan infeksi lampau.

Profilaksis Toksoplasmosis

74

Page 75: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Profilaksis primer TMP-SMZ DS (960mg) 1x1 tab diberikan pada ODHA dengan CD 4 < 100

sel per mikroliter dengan alternative: 1. Dapson oral 1x50 mg + pirimetamin 50 mg/minggu +

leukovorin 25 mg/minggu. 2. Dapson oral 200 mg/minggu + pirimetamin 75 mg/minggu +

leukoverin 25 mg/minggu. 3. Atovaquone oral 1 x 1500 mg + pirimetamin 25 mg/hari +

leukovorin 10 mg/hari. Profilaksis primer dihentikan bila CD 4 >200 sel per liter stabil selama <

3 bulan. Terapi profilaksis primer dimulai kembali bila CD 4 < 100 sel per mikro liter. Terapi

rumatan dapat dihentikan bila telah terjadi perbaikan system imun, yaitu bila nila CD4 > 200 sel

per mikroliter selama lebih dari 6 bulan. Terapi profilaksis diberika kembali jika CD4 turun < 200

sel per mikroliter sesuai dengan profilaksis toksoplasmosis.

2.9.4.7 Cytomegalovirus

Cytomegalovirus (CMV) merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan utama

pada ODHA, terutama sebelum era ARV. Infeksi ini biasanya muncul pada ODHA dengan CD4

<50-100 sel/ L. Sebenarnya virus ini dapat menginfeksi hampir semua organ tubuh. Namun,

yang sering terkena pada ODHA adalah mata (korioretinitis), saluran cerna (esofagitis, enteritis,

colitis), Paru (penumonitis), serta sistem saraf (ventrikuloensefalitis, poliradikulopati).

Gejala Cytomegalovirus

Gambaran yang tipikal pada korioretinitis CMV adalah keluhan gangguan penglihatan unilateral,

berupa penurunan visus, penglihatan floater, fotopsia, skotoma, atau gangguan lapangan pandang

unilateral. CMV dapat menyebabkan gangguan sepanjang saluran cerna dan sistem bilier dengan

gejala sesuai tempat lesi. Infeksi pada saluran cerna bagian atas paling sering menyebabkan

ulkus di sfingter esophagus selain menyebabkan esofagitis difus, gastritis, ulkus gaster/

duodenum, dan enteritis. Sedangkan pada saluran cerna bagian bawah lebih sering mengenai

kolon, atau dapat menyebabkan perforasi ileum dan ulkus rectum. Pneumonitis CMV tidak

menyebabkan gejala spesifik, hanya gejala sesak napas yang memburuk perlahan, sesak pada

saat aktivitas, dan batuk nonproduktif. Pemeriksaan auskultasi seringkali tidak menemukan

kelainan atau ronki minimal. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis toraks tampak infiltrate

difus interstisialis yang menyerupai PCP. Ventrikuloensefalopati CMV biasanya muncul

bersamaan manifestasi CMV di tempat lain. Gejalanya berupa letargi, gangguan mental, delirium

dan demam. Pasien serigkali mengeluhkan kesulitan bekonsentrasi, sakit kepala, dan somnolen.

75

Page 76: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Dapat juga disertai dengan gangguan saraf cranial. CMV dapat menginfeksi dan menghancurkan

akar saraf di sekitar saraf tulang belakang yang mengakibatkan poliradikulopati CMV.

Diagnosis Cytomegalovirus

Kriteria diagnosis definitif pneumonitis CMV minimal harus memenuhi semua dari: Infiltrat

paru Deteksi CMV dengan kultur, antigen, atau asam nukleat dari sputum CMV inclusion body

intraseluler pada jaringan paru atau makrofag dari bilasan bronkoalveoler Tidak ditemukan

pathogen lain.

Penatalaksanaan

Pendekatan utama adalah memperbaiki imunitas dengan pemberian antiretrovirus. Sedangkan

terapi antivirus yang dianjurkan adalah: Manifestasi Mata Regimen pilihan Gansikloir iv 2 x 5

mg/ kgBB diberikan dalam infuse 1 jam selama 2-3 minggu. Dilanjutkan dengan dosis rumatan

gansiklovir iv 5 mg/ kgBB/ hari sekali sehari Valgansikloir oral 2 x 900 mg selama 21 hari,

dilanjutkan dosis rumatan 1 x 900 mg Foscarnet iv 3 x 60 mg/ kg atau 2 x 90 mg/ kg selama 2-3

minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan foscarnet iv 2 x 90-120 mg/ kg. Saluran cerna

Gansikloir iv 2 x 5 mg/kg selama 2-3 minggu Valgansikloir oral 2 x 900 mg selama 2-3 minggu

Foscarnet iv 3 x 60 mg/ kg atau 2 x 90 mg/ kg selama 2-3 minggu. Terapi rumatan tidak

diperlukan kecuali terjadi relaps selama atau setelah terapi. Paru : Gansikloir iv 2 x 5 mg/kg

selama >21 hari Valgansikloir oral 2 x 900 mg selama 21 hari Foscarnet iv 3 x 60 mg/ kg atau 2

x 90 mg/ kg selama >21 hari. Sistem saraf: Gansikloir iv 2 x 5 mg/kg selama 3-6 minggu

dikombinasi dengan foscarnet iv 3 x 60 mg/ kg atau 2 x 90 mg/ kg selama 3-6 minggu,

dilanjutkan dengan terapi rumatan dengan gansiklovir/ valgansiklovir dan foscarnet dengan dosis

seperti retinitis CMV Gansiklovir iv 2 x 5 mg/kg selama 3-6 minggu, dilanjutkan terapi rumatan

dengan gansiklovir iv dan valgansiklovir dengan dosis seperti retinitis CMV.

2.9.4.8 Virus Herpes Simplex

Virus Herpes Simplex (HSV) tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan penyakit pada orang yang

kekebalannya normal maupun menurun. Pada AIDS, infeksi HSV sering dijumpai. Pemeriksaan

serologi sekitar 70% positif untuk HSV-1 dan 22% untuk HSV-2. Karena itu, sebagian besar

76

Page 77: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

infeksi Herpes Simplex yang terjadi merupakan infeksi rekurens. Infeksi HSV sendiri diketahui

memudahkan terjadinya infeksi HIV dan reaktivasi HSV akan meningkatkan replikasi HIV.

Gejala HSV

Manifestasi klinis infeksi HSV pada ODHA bervariasi dan dapat berbeda dibandingkan

manifestasi pada pasien imunokompeten. Masa inkubasi umumnya berkisar 3-7 hari atau lebih

lama. Gejala yang timbul dapat menjadi berat, namun sebagian asimtomatik. Beberapa jam

sebelum timbulnya lesi biasanya didahului rasa terbakar dan gatas di daerah tersebut. Timbulnya

lesi seringkali disertai dengan gejala konstitusi seperti demam, malaise, dan nyeri otot. Sebagian

besar lesi berupa erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritema yang khas di bibir, lidah,

faring, atau genitalia. Infeksi di daerah orofaring biasanya sangat parah dengan ulserasi hebat di

seluruh mukosa mulut, orofaring, dan esofagus. Sering dijumpai demam, faringitis seta

pembengkakan kelenjar limfe leher. Gejala klinis HSV biasanya akan hilang setelah 7-10 hari.

Ensefalitis HSV pada ODHA menunjukkan gejala yang tidak khas, dapat timbul tiba-tiba atau

perlahan, dengan keluhan mulai dari sakit kepala, meningismus, perubahan kepribadian, kejang,

sampai penurunan kesadaran.

Diagnosis HSV

Diagnosis ensefalitis HSV berdasarkan gambaran klinis, CT-scan/ MRI, dan PCR HSV di cairan

serebrospinal. Tidak ada diagnosis presumtif infeksi HSV pada ODHA.

Penatalaksanaan

Manifestasi klinis Infeksi mukokutan, ringan Terapi antivirus Asklovir 3 x 400 mg oral selama

7-10 hari, atau Valasiklovir 2 x 1000 mg oral selama 710 hari, atau Valasiklovir 2 x 2000 mg

oral perhari Infeksi mukokutan berat Asiklovir iv 5-10 mg/kg BB tiap 8 jam sampai lesi

membaik, dilanjutkan asiklovir oral 2x1000 mg sampai lesi menghilang Infeksi visceral

(Esofagitis proktitis) Asiklovir iv 5-10 mg/ kg BB tiap 8 jam selama 2-7 hari atau perbaikan,

dilanjutkan asiklovir oral 4-5 x 400 mg atau valasiklovir oral 2 x 1000 hingga penyembuhan

Infeksi mukokutans rekurens Asiklovir oral 3 x 400 mg atau asklovir oral 2 x 1000 mg selama 5-

10 hari Ensefalitis HSV Asklovir iv 10 mg/ kg BB tiap 8 jam selama 14-21 hari.

77

Page 78: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

78

Page 79: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

Daftar Pustaka

1. Ritarwan K. Diagnosis dan penatalaksanaan meningitis otogenik. Majalah Kedokteran

Nusantara 2006 Sep; 39 (3): 253.

2. Wahyu. Bagaimana Mencegah Infeksi Otak. Kesehatan. [serial online] 2011 [cited 2011

Jan 25]. Available from: URL: http://indonews.org/bagaimana-mencegah-infeksi-otak/

3. Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna, 2008, mekanisme infeksi

susunan saraf, hal 303-331, Dian Rakyat, Jakarta.

4. Sugiri B. Sistem saraf. Kumpulan Materi Kuliah [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27];

Available from: URL: http://hmkuliah.wordpress.com/2010/12/03/sistem-saraf/

5. Anonym. Meningitis Bakterial. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from:

URL: http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html

6. Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from: URL:

http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-viral/

7. Anonym. Meningitis Bakterial. Medan. Universitas Sumatera Utara. 2010.

8. www.fk.uwks.ac.id/.../IlmuPenyakitSaraf/iNFEKSICEREBRA.pdf

9. http://www.kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html

10. http://t1.gstatic.com/images?

q=tbn:ANd9GcSSKX55FlJ3HRfS9ybFK5mXxU_iPUZ05f4pszSV5f100NJilW_R

11. Ario Eddy K. Infeksi Sistem Saraf pada Pasien Imunoompromais. [serial online] 2010

[cited 2010 Feb 23]; Available from: URL: http://wwww.google.com.

12. Osborn.Anne, Blaser, Salzman. 2002. Pocket Radiologist, hal 34-52. WB Saunders

Company. Salt Lake City, Utah.

79

Page 80: Referat Infeksi Susunan Saraf (Recovered)

Referat Infeksi pada Susunan saraf 2011

80