Upload
nikken-rima-oktavia
View
31
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dm
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kompleks yang dapat mengenai
hampir semua organ tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American
Diabetic Association sendiri, saat ini 347 miliar orang di dunia didiagnosis dengan
Diabetes Mellitus dan dan sebagian besar kasus merupakan Diabetes Mellitus
tipe-2. 1
Diabetes Mellitus menjadi salah satu penyakit yang diketahui memiliki
berbagai komplikasi akut dan kronik. Salah satu komplikasi kronik Diabetes
Mellitus adalah Ulkus Diabetikum. Ulkus diabetikum pada penderita diabetes
melitus merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena diabetes mellitus.
Ulkus diabetikum mengenai 15% orang dengan Diabetes dan 12-24% dari
individu dengan ulkus kaki berujung pada amputasi. Di Indonesia sendiri pada
tahun 2003 di RSUPN Cipto Mangoenkoesoemo, angka amputasi akibat ulkus
diabetikum sebesar 25% dan angka kematian akibat ulkus diabetikum sebesar
16%.1,2
Ulkus diabetikum ditandai oleh trias klasik yaitu neuropati, iskemia, dan
infeksi. Hal ini diakibatkan oleh adanya impaired mekanisme metabolik pada
diabetes mellitus yang menyebabkan peningkatan risiko infeksi dan penyembuhan
luka yang buruk akibat beberapa mekanisme, termasuk berkurangnya respon sel
dan faktor pertumbuhan, berkurangnya aliran darah perifer, dan berkurangnya
angiogenesis lokal.1
Keberhasilan strategi penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi
pencegahan primer dan pencegahan sekunder dengan pengelolaan holistik yang
terdiri dari kontrol mekanik, kontrol luka, kontrol infeksi, kontrol vaskular,
control metabolik, dan kontrol edukasi.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulserasi pada kaki yang
berkaitan dengan neuropati dan atau penyakit arteri perifer pada tungkai
bawah pasien dengan diabtetes mellitus.
2.2 Epidemiologi
American Diabetes Association (ADA) melaporkan dari total
populasi dengan diabetes mellitus, terdapat sekitar 15% populasi
mengalami ulkus diabetikum. ADA juga menyebutkan bahwa sebanyak
14-24% populasi dengan ulkus diabetikum memerlukan amputasi. Di
Amerika Serikat sendiri, sekitar 15-20% populasi dengan diabetes dirawat
inap akibat komplikasi ulkus diabetikum. Di Indonesia, berdasarkan data
yang dilaporkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003,
angka kematian akibat ulkus diabetikum sebesar 16%, sedangkan angka
amputasi akibat ulkus diabetikum sebesar 25%. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% meninggal 3
tahun pasca amputasi. Sebagian besar penderita diabetes mellitus dirawat
karena mengalami ulkus diabetikum.Berdasarkan suvey yang dilakukan di
Rumah Sakit Puri Hijau, Medan persentase pasien diabetes mellitus yang
dirawat inap periode Januari sampai Maret 2012 akibat ulkus diabetikum
sebesar 20% dengan angka amputasi mencapai 15% dan angka kematian
sebesar 9%.
Berdasarkan demografi usia, persoalan ulkus diabetikum jarang
ditemukan pada populasi usia <40 tahun dan sering dijumpai pada pasien
berusia 50 tahun keatas. Meskipun demikian, lamanya seseorang
menderita diabetes mellitus dan pengendalian diabetes adalah prediktor
yang lebih akurat masalah ulkus diabetikum daripada usia kronologis.
Berdasarkan status sosialekonomi, kejadian ulkus diabetikum
memiliki angka kejadian yang lebih tinggi pada populasi dengan status
sosialekonomi yang rendah dengan tingkat edukasi yang rendah.
2.3 Faktor Risiko
Terjadinya ulkus diabetikum merupakan hasil kombinasi antara
penyakit vaskular perifer, neuropati perifer, dan infeksi. Faktor-faktor lain
yang telah diidentifikasi berperan dalam terjadinya ulkus diabetikum yaitu
stress berulang dan tekanan pada kaki yang tidak sensitive, control
glikemik yang buruk.
1. Neuropati diabetikum
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes
mellitus yang sering terjadi. Beberapa studi menunjukkan bahwa
neuropati perifer merupakan faktor terkuat yang pencetuskan
terjadinya ulkus diabetikum.
2. Neuropati sensorimotor kronik
Neuropati sensorimotor kronik mengenai setidaknya satu pertiga
pasien diabetes mellitus di inggris. Onset nya tersembunyi dan
menyebabkan berkurangnya sensasi, nyeri,dan stimulus termal. Pada
beberapa kasus, proprioseptif ikut terlibat sehingga berkembang
menjadi ataxia sensorik. Neuropati motoric menyebabkan atrofi pada
otot intrinsik pada kaki. Hal ini menyebabkan tidak adaknya tahanan
tarikan saat ekstensi dan fleksi yang menyebabkan clawing pada jari-
jari kaki dan penonjolan pada metatarsal. Perubahan anatomis ini
menyebabkan titik tekanan abnormal yang merupakan faktor
predisposisi ulkus diabetikum.
3. Neuropati autonom
Neuropati saraf simpatis memnyebabkan penurunan produksi kelenjar
keringat, menyebabkan kaki menjadi kering yang memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya fisura yang akan menjadi tempat infeksi dan
atau ulserasi. Efek lainnya yaitu kegagalan respon vasoregulator untuk
merubah temperatur.
4. Penyakit vaskular perifer
Pasien diabetes mellitus memiliki risiko aterosklerosis. Penyakit
vaskular perifer itu sendiri jarang menyebabkan ulserasi namun
biasanya bersamaan dengan neuropati perifer dan trauma minor
menyebabkan kerusakan jaringan. Penyakit vaskular perifer juga
memiliki peran yang besar dalam penyembuhan luka yang lambat dan
terbentuknya gangren.
Penurunan tekanan oksigen transkutan pada tungkai bawah (TcPO2)
dan penurunan perfusi pembuluh darah besar berkaitan dengan
peningkatan risiko ulkus diabetikum. TcPO2 < 30 Hg merupakan
presiktor kuat untuk ulkus diabetikum.
5. Faktor biomekanik
Faktor mekanik berperan penting dalam berkembangnya ulkus
neuropatik. Glikosilasi non-enzimatik pada kolagen menyebabkan
kekakuan jaringan ikat disekitar sendi yang menyebabkan mobilisasi
sendi terbatas. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan plantar
selama proses berjalan. Tekanan yang tinggi ini berkaitan dengan
kejadian ulkus diabetikum.
6. Ulkus kaki sebelumnya
Beberapa studi menyimpulkan bahwa ulkus diabetikum sering terjadi
pada pasien dengan riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya.
7. Kontrol glikemik yang buruk
Kontrol diabetes intensif mengurangi perkembangan beberapa
komplikasi diabetes mellitus termasuk neuropati. Hiperglikemia berat
berkaitan dengan risiko tinggi terjadinya ulkus diabetikum. Terbukti
bahwa terdapat kegagalan fungsi leukosit diabetes yang tidak
terkontrol, meliputi abnormalitas migrasi, fagositosis, intracellular
killing, dan kemotaksis. Hal ini mengganggu proses penyembuhan
luka.
8. Durasi diabetes mellitus
Pasien diabetes mellitus yang mengalami ulkus diabetikum telah
menderita diabetes mellitus yang cukup lama.
9. Ras
Ras kaukasia memiliki risiko lebih tinggi mengalami ulkus diabetikum
dibandingkan Asia, hal ini kemungkinan terkait dengan hipermobilitas
sendi dan perbedaan kultur dalam perawatan diri.
10. Merokok
Beberapa studi menunjukan baha merokok tidak menjadi faktor risiko
terjadinya ulkus diabetikum secara langsung. Di lain sisi, menunjukkan
bahwa kejadian ulkus diabetikum umumnya terjadi pada pasien usia
muda yang merokok dengan odds rasio 2.3. merokok adalah faktor
risiko terjadinya penyakit arteri perifer, dimana penyakit arteri perifer
berkaitan dengan ulkus diabetikum.
11. Usia dan jenis kelamin
Berdasarkan data dari National Hospital Discharge Survey (NHDS) di
Amerika Serikat pada tahun 1987-1990 menunjukkan bahwa
persentase tertinggi ulkus diabetikum terjadi pada pasien berusia 45-64
tahun dan rendah pada pasien berusia kurang dari 45 tahun.
Berdasarkan studi cross-sectional dengan 251 pasien, 70% subjek
dengan ulkus diabetikum adalah laki-laki.
2.4 Klasifikasi
Terdapat beberapa sistem klasifikasi yang digunakan untuk ulkus
diabetikum, namun yang paling sering digunakan terutama di Amerika
Serikat yaitu klasifikasi Wagner (tabel 2.1) dan klasifikasi Texas (tabel
2.2). Klasifikasi Texas mengacu pada grade ulkus berdasarkan kedalaman
ulus dan stage berdasarkan ada atau tidaknya infeksi dan iskemik. Grade
terdiri dari grade 0 (lesi pre- atau post- ulkus yang tertutup epitel secara
sempurna) sampai III (keterlibatan tulang atau sendi) dan stage terdiri dari
A (tidak adanya infeksi dan iskemik), B (infeksi) ,C (iskemik), dan D
(infeksi dan iskemik). Kombinasi grade dan stage merupakan klasifikasi
akhir. Pada kedua klasifikasi tersebut, semakin tinggi derajatnya, semakin
besar risiko amputasi dengan masa penyembuhan yang panjang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samson, et al mengatakan
bahwa klasifikasi Texas merupakan prediktor outcome yang baik.
Meskipun demikian, kedua sistem klasifikasi tersebut tidak menunjukan
derajat keparahan infeksi.Sistem klasifikasi lain untuk ulkus diabetikum
yang meliputi derajat keparahan infeksi yaitu PEDIS.
Saat ini klasifikasi terbaru yang digunakan adalah klasifikasi
PEDIS yang dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic
Foot pada tahun 2003. Klasifikasi ini mengacu pada beberapa aspek
penilaian seperti Perfusion (Perfusi), Extent (luas), Depth (kedalaman),
Infection (infeksi), dan Sensation (sensasi) yang dapat menentukan
kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati
sehingga sasaran pengelolaan dapat tercapai dengan baik. Contohnya,
suatu ulkus dengan tanda-tanda adanya critical limb ischemic dengan skor
P3 memerlukan evaluasi untuk memperbaiki keadaan vaskular nya
teerlebih dahulu. Sedangkan, jika suatu ulkus menunjukan infeksi dengan
skor I4 maka infeksi nya harus segera ditangani dengan pemberian
antibiotik yang adekuat. Berikut ini adalah kriteria PEDIS yang dikutip
dari International Working Group on The Diabetic Foot.
P-Perfusion (Perfusi) :
Derajat 1 : Tidak ada gejala maupun tanda penyakit arteri perifer
pada kaki yang terkena, dikombinasi dengan :
Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior yang teraba, atau
ABI 0,9-1,0, atau
Toe Brachial Index (TBI)>0,6, atau
Tekanan Oksigen Transkutan (TcPO2)>60 mmHg
Derajat 2 : Gejala atau tanda penyakit arteri perifer, namun belum
mencapai critical limb ischaemia (CLI)
Adanya klaudikasio intermitten
ABI<0,9, namun tekanan ankle > 50mmHg, atau
TBI < 0,6, namun tekanan darah sistolik ibu jari > 30
mmHg, atau
TcPO2 30-60 mmHg, atau
Ada kelainan lain pada uji noninvasive yang sesuai dengan
penyakit arteri perifer tapi bukan merupakan suatu CLI
Derajat 3: CLI
Tekanan sistolik ankle <50 mmHg, atau
Tekanan sistolik ibu jari <30 mmHg, atau
TcPO2<30 mmHg
E-Extent (Ukuran) :
Ukuran luka dalam sentimeter persegi.
D-Depth (Kedalaman) :
Derajat 1 :Ulkus tebal superfisial yang tidak menembus jaringan
dibawah dermis.
Derajat 2 : Ulkus dalam, menembus lapisan dibawah dermis hingga
subkutan, fascia, otot, atau tendon.
Derajat 3 : Meliputi seluruh lapisan jaringan pada kaki, termasuk
tulang dan/atau sendi (tulang terpapar, probing mencapai tulang).
I-Infection (Infeksi) :
Derajat 1 : Tidak ada tanda atau gejala infeksi
Derajat 2 : Infeksi hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan
(tanpa keterlibatan jaringan yang terletak lebih dalam dan tanpa
disertai tanda sistemik di bawah ini). Setidaknya terdapat dua
temuan dibawah ini :
Pembengkakan atau indurasi lokal
Eritema 0,5-2 cm disekitar ulkus
Nyeri lokal
Hangat pada perabaan lokal
Duh purulen. Penyebab inflamasi lain seperti trauma, gout,
charcot neuro-osteoartropati akut, fraktur, thrombosis,
stasis vena harus disingkirkan.
Derajat 3 : Eritema > 2cm ditambah salah satu temuan diatas, atau
adanya infeksi yang melibatkan struktur dibawah kulit dan jaringan
subkutan, misalnya abses, osteomyelitis, artritis septik maupun
fasciitis. Tidak ditemukan respon inflamasi sistemik.
Derajat 4 : Infeksi kaki dengan tanda sindrom respon inflamasi
sistemik (SIRS), yaitu dua atau lebih dari keadaan dibawah ini :
Suhu < 36 atau > 38 derajat celcius.
Frekuensi denyut jantung >90x/menit
Frekuensi pernapasan >20x/menit
PaCO2 < 32mmHg
Hitung leukosit <4000 atau >12000 sel/mm3
10% bentuk imatur
S-Sensation (Sensasi) :
Derajat 1 : Tidak ada kehilangan sensasi protektif pada kaki
yang terkena.
Derajat 2 : Terdapat kehilangan sensasi protektif pada kaki
yang terkena. Dalam hal ini berarti terdapat kehilangan
persepsi pada salah satu pemeriksaan dibawah ini :
Tidak adanya sensasi tekanan pada pemeriksaan
monofilament 10 g pada 2 dari 3 titik plantar penis.
Tidak adanya sensasi getar pada pemeriksaan garpu tala
128 Hz atau ambang vibrasi > 25 V. Pemeriksaan
dilakukan pada region hallux.
Grade 0 No ulcer in high risk foot.
Grade 1 Superficial ulcer involving the full skin thickness but not
underlying tissues.
Grade 2 Deep ulcer, penetrating down to ligament and muscle, but no
bone involvement or abcess formation.
Grade 3 Deep ulcer with cellulitis or abces formation, often ith
osteomyelitis.
Grade 4 Localized gangrene.
Grade 5 Extensive gangrene involving the hole foot.
Tabel 2.1 Klasifikasi Wagner
Stag
e
Grade
0 I II III
A Pre- or post-
ulcerative completely
epithelized lesion
Superficial
wound
Wound
penetration
upto tendon
or capsule
Wound
penetration
upto bone or
joint
B Infection Infection Infection Infection
C Ischaemia Ischaemia Ischaemia Ischaemia
D Infection and
ischaemia
Infection
and
icchaemia
Infection
and
ischaemia
Infection and
ischaemia
Tabel 2.2 Klasifikasi Texas
2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang tepat sangat dibutuhkan pada semua pasien
dengan diabetes. Pada anamnesis yang sangat penting adalah mengetahui
lamanya pasien mengalami diabetes mellitus, gejala-gejala neuropati dan
penyakit vaskular perifer, riwayat ulkus sebelumnya atau amputasi, dan
komplikasi lainnya dari diabetes mellitus seperti retinopati. Gejala-gejala
neuropatik diabetik yang sering ditemukan adalah sering kesemutan, rasa
panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua terutama malam hari.
Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya rasa nyeri
dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh
darah dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak
tertentu akibat aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio
intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri
hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika luka yang sukar
sembuh.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah
akibat berkurangnya produksi keringat. Tampak pula hilangnya rambut
kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami
penekanan seperti pada tumit. Adanya deformitas berupa claw toe
sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut
merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-
ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu
digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat,
edema, kalus, kedalaman ulkus.
Gambar 2.1 Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi
2) Palpasi
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya
pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa
sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena
sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan.
Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus
sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi
dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit,
otot, tendon serta tulang yang terlibat.
3) Pemeriksaan Sensorik
Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak
adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses
pembentukan ulkus dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian
nilon monofilamen 10 gauge. Uji monofilamen merupakan
pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk
mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah
mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan
tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon
monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen
adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara
metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
4) Pemeriksaan Vaskular
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa
dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen
transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic
pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik lengan
yang terbesar dengan tekanan sistolik ankle kanan dan kiri.
Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri
Gambar 2.1 Pemeriksaan sensorik
5) Pemeriksaan
Pada kasus ulkus diabetikum, sangat sulit untuk menilai kedalaman
ulkus terutama ketika terdapat pus yang produktif yang menutupi
ulkus. X-ray membantu menentukan kedalaman ulkus dan menilai
adanya infeksi tulang atau neuroartropati. MRI merupakan
pemeriksaan yang banyak dilakukan untuk mengetahui adanya
masalah pada kaki. Pada pasien diabetes, sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya infeksi dan charcot neuroartropati. Digunakan juga
sebagai evaluasi luasnya infeksi berdasarkan kedalaman ulkus, edema,
akumulasi local cairan pada jaringan lunak, sendi, dan tendon.
2.6 Diagnosis Banding
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,
biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma,
hygiene yang kurang, gizi kurang dan infeksi oleh Bacillus fusiformis.
Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan masuknya kuman apalagi
dengan status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma yang kecil
dapat berkembang menjadi suatu ulkus.
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula
yang dengan cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan
terbentuklah ulkus kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas
ke samping dan ke dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum.
2. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan
aliran darah vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat
disebabkan karena kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan
vena dan bendungan pada pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah.
Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung
timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas sampai tungkai
atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah
berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
menimbul, dan berbenjol-benjol. Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan
insufisiensi vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh
bengkak pada kaki yang semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan
akan berkurang bila dilakukan elevasi tungkai. Ulkus biasanya memilki
tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan dapat menjadi luas. Di
dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga
terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan
akibat hemosiderin.
DAFTAR PUSTAKA
Singh Simerjit, Pai R Dinker, et al. Diabetic Foot Ulcer – Diagnosis and Management. Clinical Research of Foot and Ankle. Malaysia. 2013.
Malik Abida, Ahmad Jamal, et al. Diabetic Foot Ulcer: A Review. American Journal of Internal Medicine. 2015.
Boulton AJ, Krisner RS, et al. Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. N Engl J Med. 2004.
AruW Sudoyo, dkk. Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarte:Interna Publishing.2010.