21
IV. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 1, 4 Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit. 1, 4, 9 Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea 1

referat-CHF (adib)

  • Upload
    dika316

  • View
    11

  • Download
    5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat CHF adib sadsakdnsdsakdaslkdnsandasdlsadnklsakldklsndkldsadsad

Citation preview

IV. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 1, 4

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2, 10

Kriteria Diagnosis : 11

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea deffort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan. 12

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna ( 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt. 13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt. 13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik. 13

VII. PROGNOSA

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012.The relationship between left ventricular systolic functionand congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of TheAmerican Heart Association. Available from :http://circ.ahajournals.org

2. SudoyoAWdkk.2006. BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilidIIIed.IV , PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

3. SudoyoAWdkk.2006. BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilidIed.IV , PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia ,PracticeParametersCommitteeoftheAmericanCollegeofGastroenterology.American Journal of Gastroenterology

5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi(RespiratoryMedicine) . Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta

6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47 th Edition . Mc Graw Hill

7. BrashersVL.2008. AplikasiKlinisPatofisiologiPemeriksaan&Manajemen .Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

8. Rani A A, dkk. 2009. PanduanPelayananMedikPerhimpunanDokterSpesialisPenyakit Dalam Indonesia . Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta

9. LelosutanS A R. 2009. KapitaSelektaGastroentero-HepatologiIlmuPenyakitDalam . Sub SMF Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RSPAD GatotSoebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta

14