20
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal Jantung Kongestif (CHF) III.1 Definisi Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Beberapa istilah dalam gagal jantung : 1.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik : Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

REFERAT CHF

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT CHF

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Jantung Kongestif (CHF)

III.1 Definisi

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak

mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

Beberapa istilah dalam gagal jantung :

1.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan

fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga

curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun

dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari

50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe

restriktif.

Page 2: REFERAT CHF

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan

katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular

sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri, dan Penyakit

Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3.Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan

terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal

primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang

menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena

perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan

pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba

menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular

yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah

masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir selalu

disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena

ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini

menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan

tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal

jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

III. 2 Etiologi

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan

defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta

Page 3: REFERAT CHF

dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium

dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-

paru dan emboli paru.

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup

mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer.

Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan

kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat

terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau

pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis

atau trikuspid.

III. 3 Patofisiologi

Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka kemampuan

pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul dua efek utama

penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang menimbulkan kenaikan tekanan

vena jugularis.

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu dalam

upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan aktivitas

adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-

aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk

mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal

perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan

menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal

jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah

peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla

adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik

positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer

untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran

Page 4: REFERAT CHF

darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik

vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan

hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung,

terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar

dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons

miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang

pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air

oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem

renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun

mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

-Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

-Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus

-Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI

-Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

-Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

-Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.

3. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebalnya

dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi

ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan; namun

akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung,

dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan

kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan

Page 5: REFERAT CHF

sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi

terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.

Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi

miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen

miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia

miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling

berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal

jantung.

Gambar Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

Page 6: REFERAT CHF

III. 4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat

latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya

muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi

terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang

lebih ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai

dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah

gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala

yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan

seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan

keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi

kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling

umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti

vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara

juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari

kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,

maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan

gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama

disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke

arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan

menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal

Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan

manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea

atau ortopnea.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi

berbaring.

Page 7: REFERAT CHF

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari

gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena

pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat

distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.

Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami

bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama

inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap

peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula

hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat

disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-

mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari;

dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia

disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga

berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.

Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik

dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari

bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung

kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami

sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat

iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi

dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

Page 8: REFERAT CHF

III. 5 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan

penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,

ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis :

Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Major :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekana vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1. Edema eksremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi(>120/menit)

Page 9: REFERAT CHF

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major dan 2

kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman

untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas fisik,

antara lain:

NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik

serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak

napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.

NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka

tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat

menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,

sesak napas atau nyeri dada.

NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam

kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan

fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi

jantung seperti yang tersebut di atas.

NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa

menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik

meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan penunjang

sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin

serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk

menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada

Page 10: REFERAT CHF

atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya

disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan

bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi pleura. begitu

pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada

gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan

menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler,

dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu

pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding

regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy

LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan

oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.

Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan

tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor

pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan

sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling

berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic

volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah

dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki

beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh

perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada

regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.

Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya

adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

III. 6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non

farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun

Page 11: REFERAT CHF

kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun

penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.

Non –farmakologi :

a. Anjuran Umum

- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.

Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.

- Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pneumokokus bila mampu.

- Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan

hormone dosis rendah masih dapat dianjurkan.

b. Tindakan Umum

- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g

pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan

1,5 liter pada gagal jantung ringan).

- Hentikan rokok

- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.

- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit

atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%

denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

Farmakologi

- Diuretic : kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

sedikit diuretic regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan

vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan

loop diuretic atau tiazid. Bila respom tidak cukup baik, dosis dapat dinaikan,

Page 12: REFERAT CHF

berikan diuretic intravena atau kombinasi loop diuretic dengan tiazid. Diuretic

hemat kalium, spironolakton dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi

mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas

fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

- Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan

pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu

sampai dosis yang efektif.

- Penyekat beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai

dengan dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol

ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil.

Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat beta yang digunakan

carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan

penghambat ACE dan diuretic.

- Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi

penggunaan penghambat ACE.

- Kombinasi hidralazin dengan ISDN memberi hasil yang baik pada pasien yang

intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.

- Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi

sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan

bersama-sama diuretic, penghambat ACE, penyekat beta.

- Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli

serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang

buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun

dengan riwayat emboli, thrombosis dan transient ischemis attack, thrombus

intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

- Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau

aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindarkan

kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama

Page 13: REFERAT CHF

amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan

untuk mencegah kematian mendadak.

- Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk

mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

III. 7 Prognosis

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,

tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%

pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan

progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi

ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen

maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin

plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.

Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan

akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya

adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami

gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif

yang sangat cermat. .

Page 14: REFERAT CHF

DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria. Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from : http://circ.ahajournals.org

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta

4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology

5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis & Treatment 47th

Edition. Mc Graw Hill

7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan & Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta

9. Lelosutan S A R. 2009. Kapita Selekta Gastroentero-Hepatologi Ilmu Penyakit Dalam. Sub SMF Gastrentero-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. JC Institute. Jakarta