33
BAB I PENDAHULUAN Pleksopati merupakan gangguan saraf perifer yang terbatas pada pleksus brakhialis dan lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis. Penyebabnya beragam dimana trauma merupakan penyebab tersering terlebih lagi karena letaknya didaerah leher dan bahu yang sering bergerak. Otot yang lemah dan distribusi daerah kesemutan tergantung bagian pleksus brakhialis yang terlibat. Pemulihan pada lesi ini bervariasi dimana pada lesi yang ringan dapat terjadi pemulihan spontan dan tidak meninggalkan banyak masalah fungsional, namun lesi berat pemulihan fungsional sulit didapatkan. Rehabilitasi medik memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien dengan lesi pleksus brakhialis dimana tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, mengurangi nyeri serta mengembalikan fungsional. Pada pasien yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat memperburuk kondisinya dengan adanya kontraktur sendi, subluksasi sendi bahu, serta bertambahnya kelemahan dan atrofi otot akibat disuse. Program yang diberikan berupa pengurangan nyeri dengan peralatan fisis, latihan dan penyediaan alat ortotik. 1

Referat Cedera Pleksus Brachialis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat Cedera Pleksus Brachialis

BAB IPENDAHULUAN

Pleksopati merupakan gangguan saraf perifer yang terbatas pada pleksus brakhialis

dan lumbosacral. Lesi pleksus brakhialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer dan

kira-kira 14% lesi neurologik di anggota gerak atas adalah akibat lesi pleksus brakhialis.

Penyebabnya beragam dimana trauma merupakan penyebab tersering terlebih lagi karena

letaknya didaerah leher dan bahu yang sering bergerak.

Otot yang lemah dan distribusi daerah kesemutan tergantung bagian pleksus

brakhialis yang terlibat. Pemulihan pada lesi ini bervariasi dimana pada lesi yang ringan

dapat terjadi pemulihan spontan dan tidak meninggalkan banyak masalah fungsional, namun

lesi berat pemulihan fungsional sulit didapatkan.

Rehabilitasi medik memegang peranan penting dalam penatalaksanaan pasien dengan

lesi pleksus brakhialis dimana tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut,

mengurangi nyeri serta mengembalikan fungsional. Pada pasien yang tidak mendapatkan

penanganan yang tepat dapat memperburuk kondisinya dengan adanya kontraktur sendi,

subluksasi sendi bahu, serta bertambahnya kelemahan dan atrofi otot akibat disuse. Program

yang diberikan berupa pengurangan nyeri dengan peralatan fisis, latihan dan penyediaan alat

ortotik.

1

Page 2: Referat Cedera Pleksus Brachialis

BAB IIANATOMI PLEKSUS BRAKHIALIS

Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks

saraf C5-T1. C5 dan C6 bergabung membentuk trunk superior, C7 membentuk trunk medial,

dan C8 dan T1 bergabung membentuk trunk inferior.Trunkus berjalan melewati klavikula

dan disana membentuk divisi anterior dan posterior. Divisi posterior dari masing-masing dari

trunkus tadi akan membentuk fasikulus posterior. Divisi anterior dari trunkus-trunkus

superior dan media membentuk membentuk fasikulus lateral. Divisi anterior dari trunkus

inferior membentuk fasikulus medial. Kemudian fasikulus posterior membentuk n. radialis

dan n. axilaris. Fasikulus lateral terbagi dua dimana cabang yang satu membentuk n.

muskulokutaneus dan cabang lainnya bergabung dengan fasikulus media untuk membentuk

n. medianus. Fasikulus media terbagi dua dimana cabang pertama ikut membentuk n.

medianus dan cabang lainnya menjadi n. ulnaris.

Gambar 1. Anatomi pleksus brakhialis

2

C8

C7

C6

C5

Page 3: Referat Cedera Pleksus Brachialis

BAB IIILESI PLEKSUS BRAKHIALIS

I. Definisi

Lesi pleksus brakhialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang

membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf hingga saraf terminal. Keadaan

ini dapat menimbulkan gangguan fungsi motorik, sensorik atau autonomic pada

ekstremitas atas. Istilah lain yang sering digunakan yaitu neuropati pleksus brakhialis

atau pleksopati brakhialis

II. Penyebab

Penyebab lesi pleksus brakhialis bervariasi, diantaranya :

1. Trauma

Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada orang dewasa maupun

neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera tertutup, cedera terbuka, cedera

iatrogenic.

2. Tumor

Dapat berupa tumor neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant

peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ; jinak

(desmoid, lipoma), malignant ( kanker payudara dan kanker paru)

3. Radiation-induced

Frekuensi cedera pleksus brachialis yang dipicu oleh radiasi diperkirakan sebanyak

1,8 – 4,9% dari lesi dan paling sering pada pasien kangker mammae dan paru.

4. Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada thoracic outlet

syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan dada yang kolaps

menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga menekan struktur neurovaskuler.

Adanya iga accessory atau jaringan fibrous juga berperan menyempitkan thoracic

outlet. Faktor lain yaitu payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada

ke depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung dengan hilangnya gejala setelah

operasi mammoplasti reduksi. Implantasi mammae juga dikatakan dapat

3

Page 4: Referat Cedera Pleksus Brachialis

menyebabkan cedera pleksus brakhialis karena dapat meningkatkan tegangan

dibawah otot dinding dada dan mengiritasi jaringan neurovaskuler.

5. Idiopatik

Pada Parsonage Turner Syndrome terjadi pleksitis tanpa diketahui penyebab yang

jelas namun diduga terdapat infeksi virus yang mendahului. Presentasi klasik adalah

nyeri dengan onset akut yang berlangsung selama 1 – 2 minggu dan kelemahan otot

timbul lebih lambat. Nyeri biasanya hilang secara spontan dan pemulihan komplit

terjadi dalam 2 tahun.

III. Patofisiologi

Bagian cord akar saraf dapat terjadi avulsi atau pleksus mengalami traksi atau

kompresi. Setiap trauma yang meningkatkan jarak antara titik yang relatif fixed pada

prevertebral fascia dan mid fore arm akan melukai pleksus.

Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak

pembuluh darah. Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural,

dimana akan menjepit jaringan saraf sekitarnya.

Gambar 2. Patofisiologi lesi pleksus brakhialis

4

Page 5: Referat Cedera Pleksus Brachialis

IV. Derajat Kerusakan

Derajat Kerusakan pada lesi saraf perifer dapat dilihat dari klasifikasi Sheddon (1943)

dan Sunderland (1951).

Klasifikasi Sheddon, yaitu :

a. Neuropraksia

Pada atipe ini terjadi kerusakan mielin namun akson tetap intak. Dengan adanya

kerusakan mielin dapat menyebabkan hambatan konduksi saraf. Pada tipe cedera

seperti ini tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan

lebih cepat dan merupakan derajat kerusakan paling ringan.

b. Aksonotmesis

Terjadi kerusakan akson namun semua struktur selubung saraf termasuk endoneural

masih tetap intak. Terjadi degenerasi aksonal segmen saraf distal dari lesi (degenerasi

Wallerian). Regenerasi saraf tergantung dari jarak lesi mencapai serabut otot yang

denervasi tersebut. Pemulihan sensorik cukup baik bila dibandingkan motorik.

c. Neurotmesis

Terjadi ruptur saraf dimana proses pemulihan sangat sulit terjadi meskipun dengan

penanganan bedah. Bila terjadi pemulihan biasanya tidak sempurna dan dibutuhkan

waktu serta observasi yang lama. Merupakan derajat kerusakan paling berat.

Klasifikasi Sunderland lebih merinci kerusakan saraf yang terjadi dan membaginya dalam 5

tingkat, yaitu : 15

1. Tipe I : hambatan dalam konduksi (neuropraksia)

2. Tipe II : cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)

3. Tipe III : aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan

epineural masih intak.

4. Tipe IV : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural

masih baik.

5. Tipe V : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural

(neurotmesis).

5

Page 6: Referat Cedera Pleksus Brachialis

3. Klasifikasi cedera saraf

V. Gambaran Klinis

Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan motorik, sensorik dan

bahkan autonomik pada bahu dan/atau ekstremitas atas. Gambaran klinisnya mempunyai

banyak variasi tergantung dari letak dan derajat kerusakan lesi. Lesi pleksus brakhialis dapat

dibagi atas pleksopati supraklavikular dan pleksopati infraklavikular.

Gambar 4. Pleksus supraclavikular dan infraklavikular

6

C8

C5

C6

C7

C8

C7

C6

C5

Page 7: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Pleksopati supraklavikuler

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf atau

kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dibanding lesi

infraklavikuler.

1. Lesi tingkat radiks

Pada lesi pleksus brakhialis ini berkaitan dengan avulsi radiks. Gambaran klinis sesuai

dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat terjadi partial paralisis dan

hilangnya sensorik inkomplit, karena otot-otot tangan dan lengan biasanya dipersyarafi

oleh beberapa radiks.

Presentasi klinis pada lesi radiks :

Radiks saraf Penurunan Refleks Kelemahan Hipestesi/kesemutan

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku

Presentasi klinis diatas adalah untuk membantu penentuan level lesi radiks,

sedangkan kelemahan otot yang lebih lengkap terjadi sesuai miotom servikal berikut ini :

C5 : Rhomboideus, deltoid, biseps brachii, supraspinatus, infraspinatus, brachialis,

brachioradialis, supinator dan paraspinal

C6 : Deltoid, biseps brachii, brachioradialis, supraspinatus, infraspinatus, supinator,

pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis dan paraspinal

C7 : Pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis, triceps brachii

dan paraspinal

C8/T1 : Triceps brachii, fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum profundus, abduktor digiti

minimi, pronator kuardatus, abduktor pollicis brevis dan parapinal

7

Page 8: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Gambar 5. Gambar miotom servikal

2. Sindroma Erb-Duchenne

Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi akibat

trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan penyulit

distokia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan

kepala terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip

position dimana lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan

supraspinatus), rotasi internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus),

pronasi (kelemahan otot supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi

(kelemahan otot ekstensor karpi radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula

kelemahan pada otot biseps brakhialis, brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis,

rhomboid, levator scapula dan teres mayor. Refleks bisep biasanya menghilang,

sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral) dari lengan atas dan tangan.

3. Sindroma Klumpke’s Paralysis

Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi

baru dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan

pada orang dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu

kemudian bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot

lumbrikalis) sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan

8

Page 9: Referat Cedera Pleksus Brachialis

pada otot fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga

tangan terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan

ulnaris. Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan

tangan.

4. Lesi di trunkus superior

Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun

pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus

anterior, levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Trdapat gangguan sensorik di

lateral deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.2,7,18

5. Lesi di trunkus media

Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior

dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot

yang dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi

pada dorsal lengan dan tangan.

6. Lesi di trunkus inferior

Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat

kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu

juga kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek

medial dari lengan dan tangan.

7. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus)

Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas

pada seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus

anterior dan otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal

(radiks) atau lebih ke distal (trunkus).

Pleksopati Infraklavikuler

Pada pleksopati infraklavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal.

Lesi infraklavikuler ini jarang terjadi dibanding supraklavikuler namun umumnya

mempunyai prognosis lebih baik. Penyebab utama terjadi pleksopati infraklavikuler biasanya

adalah trauma dapat tertutup (kecelakaan lalu lintas) maupun terbuka (luka tembak).

9

Page 10: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Mayoritas disertai oleh kerusakan struktur didekatnya (dislokasi kaput humerus, fraktur

klavikula, scapula atau humerus).

Gambaran klinis sesuai dengan lesinya :

1. Lesi di fasikulus lateral

Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang

dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala

klinisnya yaitu kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah,

sedangkan otot-otot intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral

lengan bawah dan jari 1 – III tangan.

2. Lesi di fasikulus medial

Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik

terjadi dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh

fungsi otot intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan,

juga fleksor ulnar pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelaianan hampir

menyerupai lesi di trunkus inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan

bawah medial, tangan dan 2 jari tangan bagian medial.

3. Lesi di fasikulus posterior

Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik

dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor

lengan, tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi

pada daerah posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-

jari tangan.

VI. Pemeriksaan Penunjang

Radiografi

Adanya cedera saraf tepi biasanya disertai dengan cedera tulang dan jaringan iikat

sekitar yang dapat dinilai dengan pemeriksaan radiografi. Pada kasus cedera

traumatik, penggunaan X-foto dapat membantu menilai adanya dislokasi,

subluksasi atau fraktur yang dapat berhubungan dengan cedera pleksus tersebut.

Pemeriksaan radiografi :

10

Page 11: Referat Cedera Pleksus Brachialis

1. Foto vertebra servikal untuk mengetahui apakah ada fraktur pada vertebra

servikal

2. Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur skapula, klavikula atau

humerus.

3. Foto thorak untuk melihat disosiasi skapulothorak serta tinggi diafragma pada

kasus paralisa saraf phrenicus.

Adanya benda asing seperti peluru juga dapat terlihat. Sedangkan pada kasus

cedera pleksus brakhialis traumatik yang berat. Narakas, melaporkan bahwa

umumnya terdapat trauma multipel pada kepala atau muskuloskletal lainnya.

CT scan dapat digunakan untuk menilai adanya fraktur tersembunyi yang tidak

dapat dinilai oleh x-foto. Sedangkan myelografi digunakan pada lesi

supraklavikular berat, yang berguna untuk membedakan lesi preganglionik dan

postganglionik. Kombinasi CT dan myelografi lebih sensitif dan akurat terutama

untuk menilai lesi proksimal (avulsi radiks). MRI dapat memberikan gambaran

yang lebih jelas mengenai jaringan ikat sekitar lesi dan penilaian pleksus

brakhialis ekstraforaminal normal atau tidak normal.

Elektrofisiologi

Hasil pemeriksaan kecepatan hantar syaraf untuk Compound Muscle Action

Potentials (CMAP) didapatkan amplitudo yang rendah setelah hari ke-9.

SNAPs (Sensory Nerve Action Potentials) berguna untuk membedakan lesi

preganglionic atau lesi postganglionic. Pada lesi postganglionic, SNAPs tidak

didapatkan tetapi positif pada lesi preganglionic.

EMG (Elektromiografi) dengan jarum pada otot dapat tampak fibrilasi, positive

sharp wave (pada lesi axonal), amplitudo dan durasi. Dimana denervasi terlihat

setelah minggu ke-2.

VII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pleksus brakhialis menjadi tantangan, terutama karena

beberapa penyebab tidak ada terapi yg spesifik. Penatalaksanaan suportif, dengan

berfokus pada kontrol nyeri dan disertai dengan penatalaksanaan aspek rehabilitasi

dan tindakan operasi, operasi diindikasikan pada lesi pleksus brakhialis berat dan

11

Page 12: Referat Cedera Pleksus Brachialis

umumnya dilakukan 3-4 bulan setelah trauma dan tidak dianjurkan jika telah lebih

dari 6 bulan karena hasil kesembuhan tidak optimal. Jika lesi sangat luas dan

perbaikan keseluruhan tidak memungkinkan maka tujuan utama perbaikan bedah

adalah mengembalikan fungsi fleksi siku, kemudian dapat dilanjutkan dengan fungsi

ekstensi pergelangan tangan dan fleksi jari-jari.

Beberapa tindakan operasi yang dilakukan pada lesi pleksus brakhialis adalah :

1. Pembedahan primer

Pembedahan dengan standart microsurgery dengan tujuan memperbaiki

injury pada plexus serta membantu reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung

berat ringan lesi.

Neurolysis : Melepaskan constrictive scar tissue disekitar saraf

Neuroma excision: Bila neuroma besar, harus dieksisi dan saraf dilekatkan

kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts

Nerve grafting : Bila “gap” antara saraf terlalu besar, sehingga tidak mungkin

dilakukan tarikan. Saraf yang sering dipakai adalah n suralis, n lateral dan

medial antebrachial cutaneous, dan cabang terminal sensoris pada n interosseus

posterior

Neurotization : Neurotization pleksus brachialis digunakan umumnya pada

kasus avulsi pada akar saraf spinal cord. Saraf donor yang dapat digunakan :

hypoglossal nerve, spinal accessory nerve, phrenic nerve, intercostal nerve, long

thoracic nerve dan ipsilateral C7 nerve. Intraplexual neurotization menggunakan

bagian dari root yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf

yang avulsi.

Perbaikan primer yang segera biasanya direkomendasikan bila laserasi saraf

bersih dari benda tajam.

2. Pembedahan sekunder

Tujuan untuk meningkatkan seluruh fungsi extremitas yang terkena. Ini

tergantung saraf yang terkena. Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled

muscle transfers, free muscle transfers, joint fusions and rotational, wedge or

sliding osteotomies.

12

Page 13: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Perbaikan operatif sekunder setelah 2-4 minggu secara umum

direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan kerusakan jaringan

lunak yang luas dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau

grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf

dengan yang lain dapat menjadi pilihan lainnya.

VIII. Prognosis

Prognosis lesi pleksus brakhialis bervariasi tergantung pada patofisiologi yang

mendasari, meliputi tempat dan derajat kerusakan saraf dan kecepatan mendapat

terapi. Proses regenerasi saraf terjadi kira-kira 1-2 mm/hari atau 1 inci/bulan,

sehingga mungkin diperlukan beberapa bulan sebelum tanda pemulihan dapat

dilihat.1,2,4,5,16

Neuropraksia merupakan tipe kerusakan yang paling ringan dan mempunyai

prognosis yang paling baik, dimana perbaikan spontan dapat terjadi beberapa minggu

hingga bulan (3-4 bulan setelah cedera).Pada tipe aksonotmesis, perbaikan

diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan dan biasanya komplit kecuali terjadi

atrofi motor endplate dan reseptor sensorik sebelum pertumbuhan akson mencapai

organ-organ ini. Perbaikan fungsi sensorik mempunyai prognosis lebih baik

dibandingkan motorik karena reseptor sensorik dapat bertahan lebih lama

dibandingkan motor endplate (kira-kira 18 bulan). Sedangkan neurotmesis, regenerasi

dapat terjadi namun fungsional sulit kembali sempurna. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keluaran yaitu luasnya lesi jaringan saraf, usia (dimana usia tua

mengurangi proses pertumbuhan akson), status medis pasien, kepatuhan dan motivasi

pasien dalam menjalani terapi.

Untuk lesi pleksus brakhialis yang berat, hasil yang memuaskan dapat terjadi

pada lebih dari 70% pasien postoperatif setelah perbaikan primer dan 48% setelah

graft saraf. Kira-kira 50-85% pasien dengan TOS non-neurogenik mengalami

perbaikan dengan latihan.

Prognosis lesi pleksus brakhialis pada daerah supraklavikular kurang

memuaskan dibanding daerah infraklavikular, oleh karena biasanya disertai dengan

adanya avulsi radiks.

13

Page 14: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Pada neonatus dengan lesi pleksus brakhialis bila terdapat sedikit kontraksi

pada bulan pertama dan kontraksi pada bulan kedua maka kita dapat mengharapkan

pemulihan spontan yang komplit. Jika kontraksi belum terlihat pada bulan ketiga

biasanya pemulihan tidak akan mencapai fungsi normal sepenuhnya.

14

Page 15: Referat Cedera Pleksus Brachialis

BAB IV

REHABILITASI MEDIK PADA LESI PLEKSUS BRAKHIALIS

Rehabilitasi medik (WHO,1981) adalah segala upaya yang bertujuan untuk

mengurangi dampak dari semua keadaan yang dapat menimbulkan disabilitas dan handicap

serta memungkinkan penderita cacat berpartisipasi serta secara aktif dalam lingkuangan

keluarga dan masyarakat. Pada pasien dengan cedera pleksus brakhialis dapat terjadi

impairment kelumpuhan otot-otot ekstremitas atas yang bervariasi dan disabilitas berupa

ketidakmampuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut lagi, berakibat handicap

pada penderita dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya.

Program rehabilitasi secara individual meliputi modifikasi dari faktor resiko,

perubahan gaya hidup, dan edukasi pada kesadaran tentang kesehatan dan kebugaran, juga

pendekatan yang mengkombinasi teknik restorasi dan adaptasi. Pendekatan restorasi

mencoba untuk mempengaruhi selama proses perbaikan dan memperoleh kembali fungsi

yang hilang, meliputi therapeutic exercise (terapi latihan), aplikasi stimulasi elektrik (ES:

electrical stimulation), atau pasien menyelesaikan gerakan tanpa gravitasi dengan atau tanpa

bantuan terapis. Tenik adaptasi meliputi pembelajaran cara baru dalam melakukan tugas,

penggunaan brace untuk menyokong otot yang lemah atau memberikan posisi yang benar,

serta peralatan khusus untuk memungkinkan seseorang melakukan tugas dengan adanya

defisit.

Fisioterapi

1. Fase akut

RICE (rest, ice, compression and elevation)

a.Istirahat

b. Terapi dingin : digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan dengan

modalitas sederhana seperti cold pack atau dengan cryojet air yang mengluarkan

uap air dingin bersuhu -40oC selama 20 menit dan dapat diulang tiap 2 jam.

c.Kompresi : dilakukan pada ekstremitas yang edema.

15

Page 16: Referat Cedera Pleksus Brachialis

d. Elevation : pada cedera pleksus brakhialis berat (adanya avulsi radiks), dapat terjadi

edema yang signifikan pada ekstremitas yang terkena. Ini dikarenakan oleh pompa

aliran darah balik abnormal yang biasanya dilakukan oleh otot yang lumpuh diatas

batas jantung. Pada malam hari dapat dilakukan dengan cara diganjal dengan bantal

dan pada beberapa kasus dimodifikasi menggunakan splint.

Preventatif 5

Dilakukan untuk mempertahankan ROM dan mencegah kelemahan lebih lanjut,

meliputi :

- Proper positioning

- Splinting

- Latihan ROM

- Latihan penguatan pada otot yang terkena

- Pemeriksaan rutin dan perlindungan terhadap daerah yang mengalami gangguan

sensorik.

2. Fase subakut dan kronik

Manajemen Nyeri

- Ultrasound : merupakan modalitas thermal (diathermy: deep heating modalities)

dengan frekuensi 1-3MHz, diberikan selama 5-10 menit dilakukan 1-2 kali per

hari selama 6-8 hari atau 14 kali pemberian. Penggunaannya dalam mengurangi

nyeri menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan

pembuangan metabolit yang menyebabkan nyeri sehingga menurunkan spasme

otot dan meningkatkan ambang nyeri.

- Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) : merupakan stimulasi listrik

yang telah digunakan untuk mengelola nyeri lebih dari 2 dekade, berdasarkan

teori gate control menurut Melzack dan Wall (1965). TENS mengaktivasi serabut

saraf diameter besar (A-beta) yang menginhibisi interneuron (substantia

gelatinosa) pada medulla spinalis. Pada giliranya menghasilkan inhibisi pada

serabut saraf diameter kecil (A-delta) dan C (serabut saraf nyeri), bersama dengan

inhibisi presinaps dari T-cells untuk menutup gerbang dan mengatur nyeri. TENS

diberikan dengan implus frekuensi tinggi (50-100Hz) selama 30 menit sampai 1

16

Page 17: Referat Cedera Pleksus Brachialis

jam per sesi, maksimal 2 jam per sesi, dengan total 8 jam perhari. Terapi

dilanjutkan selama 3 minggu dan dikurangi bertahap setelah 8 – 12 minggu.

Latihan

- Latihan pada ekstremitas yang lumpuh pada awal terapi bertujuan untuk

memelihara lingkup gerak sendi (LGS) dan mencegah atrofi otot, dimana

umumnya sering menjadi masalah pada masa penyembuhan. Latihan LGS yang

diberikan dapat pasif, aktif maupun aktif dibantu (active assited). Latihan

peninkatan kekuatan/ stregthening exercise dapat diberikan bilamana terdapat

kontraksi otot secara aktif.

- Latihan penguatan otot leher, diberikan secara isometrik dimana penderita

diintruksikan untuk mengkontraksikan otot leher tanpa menggerakan sendi.

Pasien meletakkan tangannya ddikepala untuk menahan gerakan leher. Kontraksi

dipertahankan selama lima hitungan (lima detik) diikuti relaksasi selama tiga

hitungan dan kemudian diulang lagi, umumnya sebanyak tiga kali. Latihan ini

diulangi untuk semua arah gerak. Alternatif lain adalah pasien berbaring

terlentang/telungkup dengan kepala beralaskan bantal kemudian menekan kepala

kearah bantal. Dalam melakukan latihan ini harus diperhatikan agar tidak terjadi

gerakan leher.27 Cedera pleksus brakhialis menyebabkan kelemahan dan

immobilisasi yang membatasi perenggangan normal dari otot dan jaringan

penyokong. Kontraktur berakibat, perubahan biomekanik dan peningkatan usaha

yang diperlukan untuk pergerakan lebih lanjut membatasi aktivitas. Saat

istirahat/tidak aktif keterbatasan kontraksi otot kurang dari 20% dari tegangan

maksimal, terjadi disuse atrofi, yang berlanjut dengan perburukan dari kelemahan.

17

Gambar 6. Direct current stimulation of motor points of effected musculature. A twitch response was noted and repeated 8 times at each point.

Page 18: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Gambar 7. Latihan fisik pada cedera pleksus brakhialis

Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) : merupakan stimulasi listrik yang

lebih kuat dari pada TENS. Alat ini digunakan untuk menambah kekuatan dan

memelihara massa otot walaupun tanpa usaha volunter dari subyek. Pada penderita

cedera pleksus brakhialis berat dengan adanya denervasi otot, terapi NMES berguna

untuk mencegah terjadinya atrofi otot.5,25 Diberikan minimal 10 kontraksi/repetisi

sebanyak 3 set per hari dengan waktu istirahat antar set selama 2 menit, 3 kali per

minggu.

Okupasi Terapi

Setelah kekuatan dan ROM yang cukup pada lengan, terapi okupasi dimulai untuk

meningkatkan koordinasi dan ketahanan melalui repetisi dari gerakan-gerakan stereotipik

dasar yang meliputi pergerakan yang diperlukan untuk menullis, makan, berhias. Pada tahap

rehabilitasi ini, pasien dievaluasi seputar kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-

hari. Bila pasien direpkan ortosis, maka diberikan latihan dengan menggunakan orthosis

tersebut yang disesuaikan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) pasien. Strategi lain

dalam meningkatkan AKS termasuk latihan penggunaan satu tangan pada penderita dengan

18

Page 19: Referat Cedera Pleksus Brachialis

monoplegia serta edukasi penggunaan alat-alat bantu dirumah. Latihan yang diberikan

sehubungan dengan AKS vokasional adalah peningkatan kemampuan penderita dalam

menulis atau mengetik bila terganggu. Pada penderita dengan defisit sensorik, dapat

diberikan latihan sensibilitas dengan obyek material yang bervariasi.

Orthotik

Ortosis secara umum mempunyai tujuan sebagai berikut :

- Proteksi atau immobilisasi ; ortosis ini secara umum digunakan untuk stabilisasi setelah

tindakan operatif atau situasi dimana stabilisasi diperlukan untuk otot yang lemah dalam

melakukan aktivitas.

- Koreksi ; baik splint statis atau dinamis dapat diterapkan pada sendi untuk mencegah dan

bahkan memperbaiki subluksasi atau deformitas.

- Bantuan fungsional ; ortosis dapat membantu fungsi otot yang lemah atau deformitas

Ortosis atau alat bantu memegang peranan penting dalam penatalaksanaan rehabilitasi

cedera pleksus brakhialis lebih lanjut. Peresepan alat bantu pada penderita ini sangat

bervariasi dan tergantung disabilitas yang terjadi.

Tujuan pemberian ortosis pada lesi pleksus brakhialis, adalah untuk :

- Mencegah nyeri sendi bahu dan subluksasi

- Mencegah atau mengurangi kontraktur (kekakuan sendi)

- Memperbaiki tampilan kosmetik dari anggota gerak yang terkena

- Membantu positioning tangan untuk meningkatkan fungsi

Splint mungkin diperlukan selama tahap penyembuhan untuk mencegah kontraktur dan

rengangan berlebih dari otot atau untuk menyokong anggota gerak pada posisi fungsi yang

maksimal.1

19

Gambar 8. Cock-up

splint

Page 20: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Beberapa contoh pertimbangan pemberian ortosis pada lesi pleksus brakhialis misalnya :

Jika fungsi tangan distal masih baik namun gerakan bahu dan fleksi siku terganggu,

maka ortosis dibuat dengan untuk menstabilkan bahu dan siku serta memberikan

posisi fungsional pada tangan. Pemakaian ortosis yang paling tepat dapat berupa

elbow and shoulder articulated arthoses dilengkapi dengan elbow ratchet lock untuk

memberikan posisi fungsional pada tangan penderita. Wilmer Orthosis merupakan

contoh ortosis yang banyak dipakai untuk pasien lesi pleksus brakhialis seperti ini. Ini

merupakan ortosis bahu yang sangat efektif dalam mencegah subluksasi bahu dan

memegang siku dalam posisi fleksi sehingga tangan berada dalam posisi yang dapat

dipakai untuk aktivitas contohnya mengetik. Namun kekurangannya adalah pada

penggunaan jangka lama dapat menyebabkan kontraktur siku. Di Inggris Stanmore

Brachial Plexus Orthosis merupakan ortosis yang paling sering diresepkan. Ortosis ini

dikatakan dapat memenuhi semua kebutuhan pasien dimana terdapat bagian forearm

yang menyokong pergelangan tangan dan tangan, kemudian terdapat batang besi

disamping yang menghubungkannya dengan bagian siku. Bagian siku ini dapat diatur

dalam 6 posisi. Dari bagian siku kemudian terdapat batang besi yang

menghubungkannya dengan socket bahu. Beban lengan dijaga oleh socket bahu ini.

Gambar 9. Macam-macam Wilmer orthosis

Sebaliknya pada fungsi tangan yang terganggu namun fungsi otot ekstremitas proksimal

yang masih baik, maka pemberian ortosis dapat berupa wrist driven flexor tenodesis

splint, untuk mengembalikan fungsional tangan penderita.

20

Page 21: Referat Cedera Pleksus Brachialis

Gambar 10. Wrist driven flexor tenodesis splint

Pada kelumpuhan seluruh otot ekstremitas atas (monoplegia), pemberian ortosis

bertujuan uuntuk posisitioning dan mencegah terjadinya subluksasi bahu. Ortosis yang

diberikan hanya berupa shoulder/ arm sling.

Gambar 11. Macam-macam shoulder/arm sling

Psikologis

Masalah psikologis pada penderita lesi pleksus brachialis dapat muncul terutama pada

penderita dengan disabilitas yang berat. Subbagian psikologi dari rehabilitasi medik berupaya

memberikan dukungan mental kepada penderita dalam menghadapi keterbatasannya dan

memberikan motivasi dalam menjalankan terapi.

Sosial Worker

Sosial medik membantu penyelesaian masalah sosial-ekonomi yang dapat timbul,

diantaranya masalah biaya dalam menjalani terapi atau penderita tidak dapat melanjutkan

pekerjaannya sehubungan dengan kecacatannya. Petugas sosial medik mengevaluasi

kemungkinan alih pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimiliki penderita.

21

Page 22: Referat Cedera Pleksus Brachialis

DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku

Kedokteran.

2. Ganong. 2003. Review of Medical Physiology 23th Edition. Philadelphia: McGraw

Hill.

3. Tortora, Gerrard J. 2007. Human Anatomy and Physiology. Philadelphia: Wiley.

4. Moore, K. L. 2006. Clinical Oriented Anatomy 5th Edition. Philadelphia: Lippincott

William and Willkins.

5. Anderson MK, Hall SJ, Martin, M: Sports Injury Management, 2nd ed. Baltimore,

Lippincott Williams & Wilkins, 2000.

6. Anatomic Variation: Text, Atlas and World Literature. Baltimore, Urban &

Schwarzenberg, 1988.

7. Ger R, Abrahams P, Olson T: Essentials of Clinical Anatomy, 3rd ed. New York,

Parthenon, 1996.

8. Halpern BC: Shoulder injuries. In Birrer RB, O'Connor FG (eds): Sports Medicine for

the Primary Care Physician, 3rd ed. Boca Raton, FL, CRC Press, 2004.

9. Keegan JJ, Garrett FD: The segmental distribution of the cutaneous nerves in the

limbs of man. Anat Rec 102:409, 1948.

10. Salter RB: Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System, 3rd ed.

Baltimore, Lippincott Williams & Wilkins, 1999.

11. Fergusson MWJ (eds): Gray's Anatomy, 38th ed. Edinburgh, UK, Churchill

Livingstone, 1995.

22