Upload
riyan-wira-pratama
View
132
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis difusa yang mengenai ruang
sublingual dan submandibular dan merupakan salah satu bentuk abses leher
dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher
dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Infeksi odontogenik
merupakan penyebab utama terjadinya Angina Ludwig terutama berasal dari gigi
molar kedua atau ketiga. Gejala dan tanda klinis biasanya berupa nyeri dan
pembengkakkan di ruang leher dalam yang terlibat.1,2 Secara anatomi daerah
potensial leher dalam merupakan daerah yang sangat komplek. Pengetahuan
anatomi fasia dan ruang-ruang potensial leher secara baik, serta penyebab abses
leher dalam mutlak diperlukan untuk dapat memperkirakan perjalanan penyebaran
infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat.2,3,4
Angina Ludwig merupakan abses leher dalam yang potensial mengancam
nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan
menyebabkan obstruksi progresif dari jalan nafas. Wilhelm Frederick von
Ludwig, pertama kali mendeskripsikan kondisi ini pada tahun 1836 sebagai
infeksi ruang fasial yang hampir selalu fatal.3,4 Kebanyakan kasus angina ludwig
terjadi pada orang sehat secara dini dengan beberapa faktor predisposisi, berupa
karies dentis, perawatan gigi terakhir, tindikan pada frenulum lidah, diabetes
mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis,
dermatomyositis, dan sistemik lupus eritematous. Umumnya penderita terbanyak
berkisar antara umur 20-60 tahun, kasus ini dominan terjadi pada laki-laki. Ada
yang melaporkan kasus ini terjadi pada usia 12 hari sampai 84 tahun.2,3
Penderita angina ludwig umumnya menunjukkan keadaan leher yang dikenal
dengan istilah bull neck akibat peradangan yang terjadi di area submandibula serta
memberikan suatu kesan tampilan seperti mempunyai dagu yang lebar atau double
chin. Ciri khas lainnya yang lebih spesifik lagi yaitu, hot potato voice akibat
1
edema pada pita suara. Hal ini perlu diwaspadai klinisi karena berpotensi
menimbulkan masalah pernafasan.4,5,6 Angka kematian akibat angina ludwig
sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang
dilaporkan. Sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang
baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya
8%.7,8
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca terutama mengenai bagaimana
cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Angina Ludwig.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua, yaitu fasia superfisialis dan fasia
profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh muskulus plastima yang tipis dan
meluas ke anterior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia
servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di
bagian inferior mandibula.9,10 Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang
melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid, dan ruang infrahioid.
Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang
bahaya (danger space), dan ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang
submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang
temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian anterior dari leher mulai dari
kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat dekat
arkus aorta.9,10 Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang
submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh m.
mylohyoid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan
ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.
Ruang submandibula memiliki batas inferior yaitu lapisan superficial fascia
leher dalam memanjang dari hyoid ke mandibula. Batas lateral dibentuk oleh
mandibula itu sendiri dan batas superior yaitu mukosa dari dasar mulut.2,3 Di
dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula
beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta
duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. mylohyoid kemudian masuk ke
ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke
ruang lainnya.9,10
3
Gambar 1. Potongan lateral kepala dan leher4
Gambar 2. Anatomi dari ruang submandibular4
2.2 Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat
dan potensial yang menyebabkan kematian. Angina ludwig mengenai ruang
potensial, yaitu ruang sublingual dan submandibular. Umumnya, infeksi dimulai
dengan selulitis. Infeksi ini kemudian dapat berkembang menjadi fascitis dan
dapat juga menjadi abses yang menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan
pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan letak lidah ke posterior.4,6,7 Wilhelm
Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina ludwig ini pada tahun
1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif yang berasal dari region
kelenjar submandibula.3,4,7,8
2.3 Epidemiologi
Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang sehat. Dari
berbagai literatur, terdapat beberapa kondisi yang menjadi faktor resiko angina
ludwig. Kondisi yang menjadi faktor risiko yaitu diabetes mellitus, neutropenia,
alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomiositis, dan lupus
eritematosus sistemik. Pasien Angina Ludwig berkisar usia antara 20-60 tahun,
4
tetapi ada yang melaporkan kasus ini terjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84
tahun. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan dengan
perbandingan 3:1 atau 4:1.4
2.4 Etiologi
Infeksi merupakan penyebab utama terjadinya Angina Ludwig. Pertama
ialah infeksi odontogenik terutama berasal dari gigi molar kedua atau ketiga. Gigi
ini mempunyai akar yang berada di atas otot mylohioid dan abses di lokasi ini
dapat menyebar ke ruang submandibular. Kedua ialah infeksi saluran napas atas
yang menyebabkan limfadenitis retrofaring. Penyebab umum lainnya yang
dilaporkan meliputi abses peritonsil, fraktur terbuka mandibular, kista duktus
tiroglosus, epiglotitis, trauma bronkoskopi, intubasi endotrakeal dan trauma pada
dasar mulut. Angina Ludwig dapat dianggap sebagai selulitis dari ruang
submandibula yang menyebar ke struktur dari leher anterior dan seterusnya
melalui jaringan ikat, otot, dan fasia bukan oleh limfatik sistem.1,4
Terdapat beberapa organisme yang berperan dalam proses terjadinya Angina
Ludwig. Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Angina
Ludwig melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus
aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides,
peptostreptococci dan peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah
Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, Spirochetes, Vellonella,
Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri gram negative yang
diisolasi antara lain spesies Neisseria, E. Coli, spesies Pseudomonas,
Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.4,11
2.5 Patogenesis
Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan
submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat
dan dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan napas. Pada
pemeriksaan bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan
flora normal pada mulut.4 Infeksi merupakan penyebab utama terjadinya Angina
Ludwig. Pertama ialah infeksi odontogenik terutama berasal dari gigi molar kedua
atau ketiga karena gigi tersebut mempunyai akar yang mengarah ke otot
mylohyoid sehingga dapat menyebar ke ruang submandibula. Penyebaran infeksi
5
odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitam), pembuluh darah
(hematogen) dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi adalah
penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah atau ruang di antara
jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.12
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses
fasial. Sedangkan penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses
sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina
ludwig.4,12 Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. Mylohyoideus) dalam ruang submandibula.
Hal ini menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk
abses dan pusnya menyebar ke ruang submandibula, bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi dan rasa nyeri. 4,12
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di
bagian superior dan posterior. Edema pada bagian ini akan mendorong supraglotik
laring dan lidah ke belakang yang akhirnya mempersempit saluran dan
menghambat jalan napas.4,12 Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu
mandibula dan dibagian inferior yaitu m. Mylohyoid. Proses infeksi kemudian
berjalan di bagian superior dan posterior meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan
bentuk dan gambaran bull neck. 4,12
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum Angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu,
malnutrisi dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan
bernafas. Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam,
takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala klinis
intraoral yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut, peninggian
lidah, disfagia, disfagia, odinofagia, hipersalivasi, trismus, nyeri pada gigi, dan
disarthria. Gejala klinis ekstraoral ialah eritema, pembengkakan, perabaan yang
6
keras seperti papan (boardlike), distress pernafasan, penurunan air movement,
sniffing position, stridor, kesulitan mengeluarkan sekret, kecemasan, sianosis, dan
posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas yang lama
dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan. 4,11,12
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi
dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar
bawah biasanya dapat dijumpai. Dapat pula ditemui indurasi dan pembengkakan
ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas.
Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Pasien
dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur vokalis.
Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada
jalan nafas.4,13
Gambar 3. Pembengkakan pada area submandibular14
2.7 Penegakkan Diagnosis
Cara penegakkan diagnosis Angina Ludwig adalah dimulai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang :1,15,16
Anamnesis :
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang teinfeksi.
Dagu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah
7
Penderita akan sulit membuka mulut, berbicara, dan menelan yang
mengakibatkan keluarnya air liur terus menerus serta kesulitan bernapas.
Penderita juga mengalami kesulitan makan dan minum.
Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil
Riwayat kebersihan gigi yang buruk
Riwayat sakit gigi
Riwayat cabut gigi
Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda Angina Ludwig sangat penting
dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang serius ini.4,17 Terdapat 4 tanda
cardinal dari angina Ludwig, yaitu :4
Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam
Gangrene yang disertai dengan pus serosanguinous, putrid infiltration
tetapi sedikit atau tidak ada pus
Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur
kelenjar
Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui sistem
limfatik
Pemeriksaan fisik :
Secara umum gejala abses berupa : nyeri, bengkak, eritema pada jaringan,
trismus dan demam. Sedangkan pembengkakan pada abses biasanya akan terasa
nyeri, panas yang kurang dari 2 minggu, berkembang sangat cepat dan disertai
sakit gigi atau terlihat karies gigi. Pada pemeriksaan oral didapatkan elevasi dari
lidah, indurasi besar di dasar mulut dan di anterior lidah, pembengkakan
suprahioid, edema submandibular bilateral, pembengkakan pada jaringan anterior
leher diatas tulang hyoid (bull’s neck appearance).
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : Pemeriksaan darah akan tampak leukositosis (infeksi akut).
Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan bakteri
yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemeilihan
antibiotik dalam terapi.
8
Radiografi : walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan
dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, pada foto polos
dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Foto polos
leher dan dada sering menunjukkan pembengkakan soft-tissue, adanya
udara, dan adanya penyempitan saluran nafas. Radiografi dada dapat
menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto
panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau
abses serta tulang rahang yang terinfeksi.
Gambar 4. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik (tanda panah)4
Sonografi : USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus serta
metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena
bersifat noninvasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan
aspirasi jarum untuk menentukan letak abses.
CT scan : CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-Scan
dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat
obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan
kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.
9
Gambar 5. CT scan menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik dan adanya
udara dalam soft-tissue4
MRI : MRI menyediakan resolusi yang lebih baik untuk jaringan lunak
dibandingkan dengan CT-Scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam
lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat
berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Angina Ludwig yaitu edema angioneurotik,
karsinoma lingual, hematoma sublingual, abses kelanjer saliva, limfadenitis,
selulitis, dan abses peritonsil.4
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Angina Ludwig memerlukan 3 fokus utama, yaitu :
1. Pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas
2. Kedua, terapi antibiotik secara progresif, dibutuhkan untuk mengobati dan
membatasi penyebaran infeksi
3. Ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental
Penanganan yang utama adalah menjamin jalan nafas yang stabil melalui
trakeostomi yang dilakukan dengan anestesia lokal. Trakeostomi dilakukan tanpa
harus menunggu terjadinya dispneu atau sianosis karena tanda-tanda obstruksi
10
jalan nafas yang sudah lanjut. Jika terjadi sumbatan jalan nafas maka pasien dalam
keadaan gawat darurat.1,15 Diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas
secara intravena atau organisme gram positif dan gram negatif serta kuman aerob
dan anaerob. Pemberian beberapa antibiotik harus dilakukan, yaitu penisilin G
dosis tinggi dan metronidazol, klindamisin, sefoksitin, piperasilin-tazobaktam,
amoksisilin klavulanat, dan tikarsilin klavulanat.4 Meskipun masih menjadi
kontroversi, pemberian deksametason untuk mengurangi edema dan
meningkatkan penetrasi antibiotik dapat membantu.4,6 Pemberian deksametason
intravena dan nebul adrenalin telah dilakukan untuk mengurangi edema saluran
nafas bagian atas pada beberapa kasus.17
Drainase surgikal diindikasikan jika terdapat infeksi supuratif, bukti
radiologis adanya penumpukan cairan didalam soft-tissue, krepitus, atau aspirasi
jarum purulen. Drainase juga diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian terapi antibiotik.4 Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal
setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan
paralel dengan korpus mandibula melalui fasia dalam sampai kedalaman kelenjar
submaksilar. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas
atas dagu. Perlu juga dilakukan pengobatan terhadap infeksi gigi untuk mencegah
kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.1,15,16
11
Gambar 6. Algoritma tatalaksana Ludwig’s Angina4
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dari Angina Ludwig yaitu asfiksia yang
disebabkan oleh edema pada soft-tissue leher.17 Pada infeksi lanjut dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus dan abses serebri. Komplikasi lainnya yang telah
dilaporkan yaitu infeksi dinding karotis dan ruptur arteri, tromboflebitis supuratif
dari vena jugularis, mediastinitis, empiema, efusi perikard atau efusi pleura,
osteomielitis mandibula, abses subfrenikus, dan aspirasi pneumonia.4,17
2.11 Prognosis
Prognosis Angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan
napas dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian
pada era sebelum adanya antibiotik sebesar 50% tetapi dengan adanya antibiotik
tingkat mortalitas berkurang menjadi 8%.4
12
BAB III
KESIMPULAN
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan
cepat, potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang sublingual dan
submandibular.
13
Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya
dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh
bakteri streptokokus, stafilokokus, atau bakteroides. Namun, 50% kasus
disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh gram positif ataupun gram
negatif, aerob ataupun anaerob.
Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis yaitu demam,
takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi. Gejala lainnya
yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan bagian anterior
leher, demam, disfagia, odinofagia, drooling, trismus, nyeri pada gigi, dan fetid
breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement,
sianosis, dan sniffing position.
Penegakkan diagnosis dapat dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
THT, dan pemeriksaan penunjang berupa foto polos leher dan dada, sonografi,
foto panorama, CT scan, dan MRI.
Proteksi dari jalan nafas merupakan prioritas utama dalam tatalaksana
awal pasien ini. Apabila jalan nafas telah diamankan, pemberian antibiotik
intravena secara agresif harus dilakukan. Drainase surgikal diindikasikan jika
terdapat infeksi supuratif, bukti radilogis adanya penumpukan cairan didalam
soft-tissue, krepitus, atau aspirasi jarum purulen. Drainase juga diindikasikan
jika tidak ada perbaikan setelah pemberian terapi antibiotik.
14