Upload
stefani
View
244
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat anak
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Demam merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak. Balita khususnya, kerap mengalami demam karena pada dasamya, balita memang rentan terhadap infeksi virus seperti infeksi saluran pernapasan atas/ISPA (common coldlfln). Di lain pihak demam merupakan alasan terbanyak dari orangtua untuk membawa anak ke dokter. Demam juga kerap identik dengan peresepan polifarmasi dan peresepan antibiotik yang berlebihan. Demam sering menimbulkan kepanikan, bukan hanya orangtua tetapi juga tenaga medis.
Dahulu kala, demam dianggap sebagai penyakit dan harus diatasi seketika. Penggunaan termometer dalam dunia klinis diperkenalkan pertama kali oleh Sanctorius pada abadke-17. Dua ratus tahun kemudian, Wunderlich memulai penelitian termometri medikal. Sejak saat itu, berakhirlah anggapan bahwa demam merupakan suatu penyakit; demam hanyalah bagian atau gejala dari suatu penyakit.
Overmedikasi yang dialami anak ketika demam disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kepanikan dan tuntutan pasien, yang sebenarnya disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan demam. Kedua, keinginan dokter untuk sesegera mungkin melenyapkan demam sehingga seringkali.tata laksana demam tidak berdasarkan proses pengaturan suhu tubuh di otak dan patogenesis demam itu sendiri. Ketiga, iklan obat demam yang tidak sepenuhnya benar.
Demam menurut American of Pediatric adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal. Bila diukur pada rektal >38 ºC (100,4 ºF), diukur pada oral >37,8 ºC dan bila diukur melalui aksila > 37,2 ºC (99 ºF). Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C.
1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Regulasi Suhu TubuhManusia mempunyai kemampuan untuk memelihara suhu tubuh relatif
konstan dan berlawanan dengan suhu lingkungan. Kepentingan
dipertahankan suhu tubuh pada manusia adalah berhubungan dengan reaksi
kimia didalam tubuh kita. Misalnya kenaikan suhu 10 ºC bisa mempercepat
proses biologis 2-3 kalinya. Suhu inti manusia berfluktuasi +1 ºC dalam
kegiatan sehari-hari.
Konsep core temperature yaitu dianggap merupakan dua bagian
dalam soal pegaturan suhu yaitu: Bagian dalam inti suhu tubuh, yang benar-
benar mempunyai suhu rata-rata 37ºC, yaitu diukur pada daerah (mulut, otot,
membrane tympani,vagina, esophagus).
1. Organ Pengatur Suhu Tubuh
Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hipothalamus,
hipothalamus ini dikenal sebagai thermostat yang berada dibawah otak.
Hipothalamus anterior berfungsi mengatur pembuangan panas.
Hipothalamus posterior berfungsi mengatur upaya penyimpanan panas
2. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh
Kulit –> Reseptor ferifer –> hipotalamus (posterior dan anterior) –>
Preoptikahypotalamus –> Nervus eferent –> kehilangan/pembentukan
panas.
3. Sumber Panas
a. MetabolismeKegiatan metabolisme tubuh adalah sumber utama dan
pembentukan/pemberian panas tubuh. Pembentukan panas dari
metabolisme dalam keadaan basal (BMR) + 70kcal/jam sedang
pada waktu kerja (kegiatan otot) naik sampai 20%.
b. Bila dalam keadaan dingin seseorang menggigil maka produksi
panas akan bertambah 5 kalinya.
2
4. Pelepasan Panas
Sebagian besar pembentukan panas di dalam tubuh dihasilkan di
organ dalam, terutama di hati, otak, jantung dan otot rangka selama
berolahraga. Kemudian panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan
yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian dibuang ke udara dan
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu laju hilangnya panas hampir
seluruhnya ditentukan oleh faktor:
a. Seberapa cepat panas dapat dikonduksi dari tempat adal panas
dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit.
b. Seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke
lingkungan.
Beberapa cara yang menjelaskan mengenai panas yang hilang dari
kulit ke lingkungan meliputi:
a. Radiasi. 60% dari kehilangan panas total adalah melalui radiasi.
Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk
gelombang panas inframerah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik. Semua benda yang tidak berada pada suhu nol
absolut memancarkan panas seperti gelombang tersebut. Tubuh
manusia menyebarkan panas ke segala penjuru. Gelombang
panas juga dipancarkan dari dinding ruangan dan benda-benda
lain ke tubuh. Bila suhu tubuh lebih besar dari suhu lingkungan
jumlah panas yang lebih besar akan dipancarkan keluar tubuh dari
pada dipancarkan ke tubuh.
b. Konduksi. Hanya sekitar 3% panas tubuh yang hilang melalui
konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda padat
seperti kursi dan tempat tidur. Sebaliknya kehilangan panas melalui
konduksi ke udara mencerminkan kehilangan panas tubuh yaang
cukup besar (kira-kira 15%) walaupun dalam keadaan normal.
c. Konveksi. Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan
molekul, gas atau cairan. Misalnya pada waktu dingin udara yang
3
diikat/dilekat menjadi pada tubuh akan dipanaskan (dengan melalui
konduksi dan radiasi) kurang padat, naik dan diganti udara yang
lebih dingin. Biasanya ini kurang berperan dalam pertukaran
panas.
d. Evaporasi. Penguapan dari tubuh merupakan salah satu jalan
melepaskan panas. Walau tidak berkeringat, melalui kulit selalu
ada air berdifusi sehingga penguapan dari permukaan tubuh kita
selalu terjadi disebut inspiration perspiration (berkeringat tidak
terasa) atau biasa disebut IWL (insensible water loss). Inspiration
perspiration melepaskan panas + 10 kcal/jam dari permukaan
panas dari metabolisme dikeluarkan kulit. Dari jalan pernafasan + 7
kcal/jam dengan cara evaporasi 20 - 25%.
2.2 Definisi DemamDemam adalah peningkatan suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hipotalamus. Demam menurut American of Pediatric adalah kenaikan suhu
tubuh diatas normal. Bila diukur pada rektal >38 ºC (100,4 ºF), diukur pada
oral >37,8 ºC dan bila diukur melalui aksila > 37,2 ºC (99 ºF).
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia.
Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang
dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering
terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat.
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu sirkardian (variasi
diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00-06.00 dan
tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00-18.00. Kurva demam biasanya
juga mengikuti pola diurnal ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor
individu dan lingkungan meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu
udara. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh
normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat
pengukuran
4
2.3 Lokasi Pengukuran Suhu Tubuha. Oral
Termometer dimasukkan ke dalam mulut anak. Cara ini membutuhkan
kerjasama dengan anak yang sulit dilakukan sehingga jarang sekali
digunakan. Hasil pengukuran sering kali terganggu karena dipengaruhi oleh
suhu makanan/minuman yang ada dalam mulut. suhu tubuh normal dengan
pengukuran oral, menurut metode pengukuran canadian paediatric society
(2004) adalah 35,5 - 37,5 C.
b. Membran timpani
Suhu tubuh anak diukur dengan menggunakan termometer inframerah
yang dimasukkan ke dalam lubang telinga. membran timpani merupakan
tempat yang ideal untuk pengukuran suhu inti karena terdapat arteri yang
berhubungan dengan pusat termoregulasi (kemampuan tubuh
mempertahankan suhu dalam batas sehat tertentu). akan tetapi ada
beberapa kekurangan , yaitu perbedaan model termometer inframerah bisa
menyebabkan hasil yang bervariasi, lekukan lubang telinga juga memberikan
kesulitan untuk mencapai membran timpani, terutama pada bayi baru lahir.
Suhu tubuh normal dengan pengukuran membran timpani menurut metode
pengukuran canadian paediatric society (2004) adalah 35,8 - 38 C.
c. Rektal
Termometer dimasukkan ke dalam rektum anak. Cara ini dianggap
paling mendekati suhu sentral, namun ketika suhu sentral meningkat atau
menurun secara tiba-tiba , maka temperatur rektal berubah lebih lama dan
dapat berbeda dari temperatur sentral. Hasil pemeriksaan melalui rektal tidak
direkomendasikan pada pasien baru lahir ataupun pasien diare. Suhu tubuh
normal dengan pengukuran rektal menurut metode pengukuran canadian
paediatric society (2004) adalah 36,6 - 38 C.
d. Aksila
Cara ini adalah dengan termometer diselipkan di ketiak anak. Cara ini
mudah dilakukan dan nyaman bagi anak, hanya saja memiliki sensitivitas
5
yang bervariasi. pemeriksaan dengan cara aksila dipengaruhi oleh jenis
termometer, lama pengukuran dan suhu lingkungan. Biasanya suhu aksila
lebih rendah 0,5 derajat selcius daripada suhu rektal ataupun membran
timpani. suhu tubuh normal dengan pengukuran aksila menurut metode
pengukuran canadian paediatric society (2004) adalah 34,7 - 37,3 C.
2.4 Klasifikasi DemamMenurut World Health Organization terdapat empat kategori utama
bagi anak demam, yaitu:
Demam karena infeksi tanpa tanda lokal
Demam karena infeksi disertai tanda lokal
Demam disertai ruam
Demam lebih dari tujuh hari
Beberapa demam hanya ditemukan di beberapa daerah endemis
(misalnya malaria)
Tabel 2.1 Demam yang diserta tanda lokal
6
Tabel 2.2 Demam tanpa disertai tanda lokal
Tabel 2.3 Demam dengan ruam
7
Tabel 2.4 Demam > 7 hari
Persistent Pyrexia of Unknown Origin, istilah ini digunakan bila demam
tanpa localizing sign bertahan selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu
tersebut evaluasi di Rumah Sakit gagal mendeteksi penyebabnya.
Persistent Pyrexia of Unknown Origin atau lebih dikenal sebagai fever
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung
selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah
investigasi 1 minggu di Rumah sakit.
Kelompok usia anak dengan demam
Kelompok bayi muda, 0 – 48 hari.
Demam pada anak usia < 28 hari (neonatus) dapat menyulitkan
dokter, karena tiga perempat dari yang menderita infeksi bakterial
klinisnya baik pada saat pemeriksaan. Infeksi bakteri terjadi pada 10 %
anak dengan demam pada usia 1-2 bulan, 13 % pada anak dibawah 1
bulan. Pada bayi dibawah 3 bulan, Infeksi saluran kemih merupakan
8
sepertiga dari seluruh kasus. Prevalensi bakteremia sekitar 2-3 %
pada semua bayi demam dengan usia dibawah 2 bulan.
Kelompok 2 – 36 bulan
Bayi demam pada usia ini tampilan klinisnya berada didaerah yang
‘abu – abu’ antara demam berarti SBI (seriuous bacterial illness) dan
demam berarti infeksi bila ada fokus yang jelas. Semua setuju pada
penderita dengan risiko tinggi harus MRS dan mendapat antibiotik
empiris.
Kelompok lebih dari 36 bulan
Anak diatas usia 3 tahun dapat memberikan gejala klinis yang lebih
jelas, seperti adanya kelainan anatomik ( mis, fokus pada paru) atau
kelainan fungsional seperti syok pada DHF. Anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang bermanfaat untuk mengambil
keputusan diberikan antibiotik atau tidak. Masalah khusus pada FUO
(Fever unknown origin), yaitu demam yang tidak diketahui
2.5Pola DemamPola Demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar,arthritis gonococcal , juvenile
rheumathoid arthritis,beberapa drug fever
(contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever
Tabel 2.5 Pola demam
9
1. Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu
tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 ºC selama periode
24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak
signifikan.
Gambar 2.1 Demam kontinyu
2. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 ºC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal
biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses
infeksi.
Gambar 2.2 Demam remiten
3. Demam intermiten, peningkatan suhunya terjadi pada waktu
tertentu dan kemudian kembali ke suhu normal, kemudian meningkat
kembali. Siklus tersebur berulang-ulang hingga akhirnya demam
10
teratasi, dengan variasi suhu diurnal >10 C. Ada beberapa subtype dari
demam intermiten, antara lain :
Demam quotidian : demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam,
khas pada malaria falciparum dan demam tifoid.
Gambar 2.3 Pola demam quotidian
Demam tertian : demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas
pada malaria tertian (Plasmodium vivax).
Gambar 2.4 Demam remiten
Demam quartan : demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam,
khas pada malaria kuartana (Plasmodium malariae).
11
Gambar 2.5 Demam remiten
4. Demam septik, tipe demam ini suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam Hektik.
5. Demam bifasik, menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode
demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback
fever). Gambaran bifasik didapatkan pada beberapa penyakit, yaitu
leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, dan
infeksi virus seperti influenza, poliomyelitis.
Gambar 2.6 Pola demam pada demam dengue
6. Relapsing fever dan demam periodik:
12
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan
interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai
beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu
normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana
digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila
demam terjadi setiap hari ke-4).
Gambar 2.7 Pola demam malaria
7. Demam Belum TerdiagnosisYang diartikan dengan demam belum terdiagnosis (Fever of
Undiagnosed Origin) adalah suatu keadaan dimana seorang pasien
mengalami demam terus-menerus selama 3 minggu dengan suhu
badan diatas 38,30C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun
telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan
sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya. FUO dapat dibagi
dalam 4 kelompok :
a) FUO Klasik
Penderita telah diperiksa di RS atau klinik selam 3 hari berturut-turut
tanpa dapat ditetapkan penyebab demam.
b) FUO Nosokomial
13
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di RS dan
kemudian menderita demam > 38,30 C dan sudah diperiksa secara
intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
c) FUO Neutropenik
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil < 500 ul dengan demam
> 38,30 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari
tanpa hasil yang jelas.
d) FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam > 38,30 C selama 4 minggu
pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau
penderita dirawat di RS yang mengalami demam selama lebih dari 3
hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.
2.6Etiologi Demam Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan
demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,
appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis,
meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan
lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara
lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam
chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang
pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan
helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi,
14
keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma
non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu anak-anak juga dapat
mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi
selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi
penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau
gangguan lainnya.
2.7Patofisiologi DemamDemam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen
endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien.
Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi. Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi
sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen
baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah
putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
15
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru
tersebut
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan
fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh
darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi
panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase
kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang
ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat sehingga
tubuh berwarna kemerahan
16
Gambar 2.8 Patogenesis Demam
2.8Diagnosis Demam1. Anamnesis
Pada tiap keluhan demam perlu ditanya berapa lama demam
berlangsung, karakteristik demam juga perlu ditanyakan. Apakah timbulnya
mendadak, remiten, intermitten atau kontinyu. Apakah terutama terjadi pada
malam hari atau berlangsung beberapa hari. Apakah pasien menggigil,
kejang, kesadaran menurun, sesak nafas, meracau, mengigau, mencret,
muntah atau terdapat manifestasi pendarahan. Serta juga perlu ditanyakan
riwayat imunisasi dan riwayat terpapar infeksi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan secara regular. Semua
tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Suhu tubuh dapat diukur
dengan menempatkan termometer ke dalam rektal, mulut, telinga dan ketiak.
17
Penggunaan termometer kaca berisi merkuri tidak lagi dianjurkan karena
dapat berbahaya dan juga meracuni lingkungan.
Pengukuran suhu mulut aman untuk dilakukan. Pengukuran ini
lebih akurat dibandingkan dengan suhu ketiak (aksila). Pengukuran suhu
aksila mudah dilakukan, namun hanya menggambarkan suhu perifer tubuh
yang sangat dipengeruhi oleh vasokonstriksi pembuluh darah dan keringat
sehingga kurang akurat. Pengukuran suhu tubuh melalui anus atau rektal
cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan paling
sedikit terpengaruh suhu lingkungan, namun pemeriksaannya tidak nyaman
bagi penderita. Pengukuran suhu melalui telinga ( infrared tympanic)
tidak dianjurkan karena dapat memberikan hasil yang tidak akurat sebab
liang telinga sempit dan basah.
Pemeriksaan fisik juga harus diperhatikan pada kulit, kelenjar
limfe, mata,dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem
muskuloskletal dan sistem saraf. Pemeriksaan rektal membreikan manfaat
yang cukup mengesankan untuk kasus-kasus tertentu.13
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Salah satu pengukuran yang dapat dilakukan dalam tahap awal adalah
pemeriksaan hematologi, pada infeksi bakteri akut dapat menunjukkan
pergeseran hitung jenis ke kiri, dengan atau tanpa leukositosis.
Pemeriksaan mencakup hitung darah lengkap, hitung jenis yang
dilakukan secara manual atau dengan menggunakan alat yang sensitif untuk
mengenali sel-sel eosinofil, bentuk sel darah yang muda, atau bentuk batang,
bentuk granulasi toksik dan badan dohle. Tiga bentuk sel darah yang terakhir
ini sugestif ke arah bakterial. Netropenia dapat terlihat pada sebagian infeksi
virus khususnya parvovirus B19, reaksi obat, SLE, penyakit typhoid,
dan penyakit infiltratif sumsum tulang, termasuk limfoma, leukimia,
tuberkulosis serta histoplasmosis. Limfositosis dapat terlihat pada penyakit
infeksi virus, typhoid, bruselosis, tuberkulosis. Limfosit atipikal terlihat banyak
18
penyakit virus, termasuk EBV (Epstein-Bar), sitomegalovirus, HIV, dengue,
rubella, morb i l l i , varisella, hepatitis virus, serum sickness dan
toksoplasmosis. Monositosis terdapat pada tifoid, tuberkulosis,
bruselosis dan limfoma. Eosinofilia dapat ditemukan pada reaksi obat
hipersensitivitas, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal, dan infeksi metazoa
tertentu. Jika keadaan demam tampak lama dan berat, sediaan apus
harus diperiksa dengan cermat dan pemeriksaan LED harus dilakukan.
Urinalisis dengan sedimen urine harus dilakukan. Cairan sendi harus
diperiksa untuk menemukan kristal. Biopsi sumsung tulang (bukan aspirasi
biasa) untuk pemeriksaan histopatologi (disamping pemeriksaan kultur)
diperlukan kalau terdapatkemungkinan infiltrasi sumsum tulang oleh kuman
patogen atau sel tumor.
b. Mikrobiologi
Pemeriksaan sputum (pengecatan gram, BTA, kultur) diperlukan untuk
setiap pasien yang menderita demam dan batuk-batuk. Pemeriksaan kultur
darah dan cairan abnormal serta urin diperlukan kalau keadaan demam
tersebut lebih dari penyakit virus yang terjadi tanpa komplikasi. Cairan
serebrospinal harus diperiksa dan dikultur bila terdapat meningitis, nyeri
kepala berat atau status mental.
c. Radiologi
Pembuatan foto toraks merupakan bagian dari pemeriksaan untuk
setiap penyakit demam yang signifikan, seperti adanya gangguan pada paru.
19
Gambar 2.9 Algoritma Demam FUO
Gambar 2.10 Algoritma diagnosis demam pada anak
20
2.9 Penatalaksanaan DemamDemam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi
fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh
yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu:
non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan
demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur
<3 bulan dengan suhu rektal >38°C, penderita dengan umur 3-12
bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan
demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro &
Zieve, 2010)
1. Non Farmakologis
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari
penatalaksanaan demam:
]Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi
dan beristirahat yang cukup.
Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada
saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu
berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut
sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti
2. Farmakologis
21
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik)
adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek
kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk
pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak
dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom
Reye pada anak-anak.
Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai
pemberian obat untuk mengatasi penyebab terjadinya demam.
Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri. Pemberian
antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri
apabila memungkinkan (Graneto, 2010).
Paracetamol (Asetaminofen)
Paracetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek
antiinflamasi paracetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia
lebih dikenal dengan nama Paracetamol.
Efek analgetik Paracetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyari ringan sampai sedang.
Paracetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
juga berdasarkan efek sentral. Paracetamol merupakan penghambat
prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung
tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan
keseimbangan asam basa.
Paracetamol diberikan secara oral, penyerapan dihubungkan
dengan tingkat pengosongan perut, konsentrasi darah puncak
biasanya tercapai dalam 30-60 menit. Paracetamol sedikit terikat pada
protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzimmikrosomal
hati dan diubah menjasi sulfat dan glikoronida asetaminofen, yang
seraca farmakologis tidak aktif. Waktu paruh asetaminofen adalah 2-3
22
jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dosis yang dapat
diberikasn 10 – 15 mg/kgBb/kali.
Reaksi alergi terhadap paracetamol jarang terjadi. Manifestasi
berupa urtikaria atau eritema dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa.
Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat.
Obat ini bersifat analgetik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgetiknya sama dengan aspirin. Efek antiinflamasinya
terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari.
Absorbsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam
plasma sekitar 2 jam. 99% ibuprofen terikat dalam plasma. Kira-kira
90% dari dosis yang diabsorbsi akan diekskresi melalui urin sebagai
metabolit/konjugat.
Efek antiinflamasi dan analgetik melaluimekanisme
pengurangan prostaglandin. Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg
sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan
secara individual. Dosis dapat diberikan 5 – 10 mg/kgBb/kali.
Salisilat
Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari
keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgetik (terhadap
rasa sakit atau nyeri), antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin juga
memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam
tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang
meningkat, hal ini diperantarai oleh hambatan kedua COX dalam
sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag
selama proses inflamasi).
23
Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam,
namun tidak direkomendasikan untuk anak. Karena efek sampingnya
merangsang lambung dan dapat menngakibatkan perdarahan usus
maka tidak dianjurkan untuk demam ringan. Dosis yang dapat
diberikan 10 – 15 mg/kgBb/kali.
Antipiretik Steroid
Steroid memiliki efek antipiretik, pasien yang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang akan mengalami penurunan
demam atau bebas demam dalam respon terhadap infeksi, seperti
sepsis. Umumnya penekanan demam berlangsung sampai 3 hari
setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan pengurangan
produksi Interleukin-1 oleh makrofag, supresi aktivitas limfosit dan
respon inflamasi local, serta menghambat pelepasan prostaglandin.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. El-Radhi AS, Caroll J, Klein N. Fever. Dalam : El-Radhi SA, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisike-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and Shock Syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffet’s Pediatric Infectious Disease: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William &Wilkins; 2005.h.318-73.
3. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.
4. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Wakker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical mothods: The History, physical and laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.
5. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
6. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin NorthAm 1996;10:33-44
7. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: MackowickPA, penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Edisi ke-2.Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36
8. Nelwan R. H. H. Demam. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilild III.Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009.p.2767-72
9. Nainggolan L, Widodo D. Demam, Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Dalam: Widodo D, Pohan HT, editors. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit DalamFKUI; 2004.p.1-10
10. Gelfand JA, Dinarello CA, Wolff SM. Perubahan Suhu Tubuh. Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, et al, editors. Harrison’s Prinsip-Prinsip IlmuPenyakit Dalam. Volume 1. Edisi 13. Yogyakarta: EGC; 1999.p97-107
11. Ganong, WF. Review of Medical Physiology. Twenty-first edition. 2003. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
25
12. Porth C, Gaspard KJ. Essentials of Pathophysiology: Concept of Altered Health States, 2nd. 2006. USA: Lippincott Williams & Wilkins, Bk&CD-Rom edition.
13. Diane DA, Marsha LC, Ken E. et al. Handbook of Signs & Symptoms, 4th EditionCopyright. 2010. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
14. Michael JN. Medical Pharmacology at a Glance. Forth Edition. 2002.UK: Blackwell Science
26