34
BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HASANUDDIN INJEKSI IMUNOGLOBIN PADA PENGOBATAN MULTIPLE ULKUS PADA PENDERITA STEVEN JOHNSON SYNDROME DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT Refarat 30 april 2014 Nama : Ronald Hartono Stambuk : J111 10 101 Pembimbing : Prof. Dr. drg. Sumintarti,MS Tanggal Baca : 30 April 2014

Refarat Sindrom Seteven Jonson

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sindrom steven jonson

Citation preview

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Refarat30 april 2014UNIVERSITAS HASANUDDIN

INJEKSI IMUNOGLOBIN PADA PENGOBATAN MULTIPLE ULKUS PADA PENDERITA STEVEN JOHNSON SYNDROME

Nama: Ronald HartonoStambuk: J111 10 101Pembimbing: Prof. Dr. drg. Sumintarti,MSTanggal Baca: 30 April 2014

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HASANUDDIN2014

BAB 1PENDAHULUANSindrom StevensJohnson (SJS) adalah langka, parah, kekebalan ditengahi Cornu reaksi biasanya sekunder untuk reaksi yang istimewa terhadap obat, meskipun infeksi dengan mikoplasma pneumoniae juga merupakan penyebab terdokumentasi dengan baik. Stevens dan Johnson pertama kali dijelaskan pada tahun 1922 penyakit mencolok berbeda dalam dua anak sebagai letusan luar biasa, menghindari dengan terus demam, meradang bukal mukosa dan parah bernanah konjungtivitis.(1)Steven Johnson Syndrome atau biasa disingkat SJS merupakan syndrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital atau dengan kata lain , reaksi yang melibatkan kulit dan mukosa (selaput lendir) yang berat dan mengancam jiwa ditandai dengan pelepasan epidermis, bintil berisi air dan erosi/pengelupasan dari selaput lendir. Penyakit ini menyerang selaput lendir, meliputi selaput bening mata, bibir bagian dalam dan rongga mulut.(2) Ada berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya Ektoderma Eerosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme Exudatorum danEeritema Bulosa Maligna. Meskipun demikian yang umum digunakan ialah Sindroma stevens-Johnson.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA1. Steven Jonhson Syndrome (SJS)Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, yaitu dr. Stevens dan dr. Johnson. indrom Stevens-Johnson, disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai Nekrolisis Epidermis Toksik ( Toxic Epidermal Necrolysis/TEN).(2)Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai Eritema Multiforme (EM).Sekarang sindrom ini dikenal sebagai Eritema Multiforme Mayor.Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura. Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis.Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk .SSJ adalah hipersensitifitas yang disebabkan oleh pembentukan sirkulasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus, dan keganasan.Pada lebih dari setengah kasus, tidak didapatkan adanya penyebab yang spesifik.Penyakit Steven JohnsonSyndrome ini biasanya mulai timbul dengan demam, menggigil, rasa lelah, sering kali juga muntah- muntah, diare, gangguan saat menelan, pegal-pegal atau nyeri di tubuh, sakit kepala, dan sesak napas, Kemudian muncul kelainan pada kulit seperti ada tanda kemerahan atau ruam merah pada kulit, munculnya bintil berisi air (seperti cacar) yang terasa sakit bahkan hingga menyebabkan kulit mengelupas dan melepuh, sampai bernanah.(3)Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, bahkan dikatakan Multifaktorial. Salah satu penyebab yang dianggap sering ialah alergi sistemik terhadap obat. Sebagaimana kita ketahui hampir semua obat dapat dibeli bebas diluar apotik dan adanya kecenderungan para pasien mengobati dirinya sendiri lebih dahulu sebelum berobat ke dokter karena faktor biaya. Oleh karena itu penyakit ini makin sering ditemukan. Penyakit ini perlu diketahui oleh para dokter karena dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat,umumnya penderita dapat diselamatkan.(3)Dalam dunia medis, sindrom Stevens-Johnson dapat dianggap dan disepakati sebagai bentuk ringan darinekrolisis epidermal toksikyang kondisi ini baru pertama kali diakui pada tahun 1922.[2]Sindrom Stevens-Johnson dannekrolisis epidermal toksikini kadang dikelirukan dan tidak sama denganeritema multiforme/infeksiherpes. Walau eritema multiforme kadang-kadang disebabkan oleh alergi dan reaksi terhadap obat, namun kasusnya lebih sering diakibatkan olehhipersensitivitastipe III reaksi terhadap infeksi virus, yang kebanyakan diakibatkan oleh virusHerpes simpleksdan relatif lebih jinak. Meskipun sindrom Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik kadang pula disebabkan oleh infeksi, namun penderitanya lebih sering diakibatkan oleh alergi dan efek samping dari obat-obatan tertentu. Namun sindrom ini lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi virusherpes.ETIOLOGI STEVEN JOHNSON SYNDROMEPenyebab dari steven johnsosn syndrome ini secara umum disebabkan oleh karena alergi obat obatan. Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson antara lain: Penisilin dan derivatnya, Streptomysin, Sulfonamide, Tetrasiklin, Analgesik/antipiretik (misalnya Derivat Salisilat ,Pirazolon, Metamizol, Metampiron dan Paracetamol), Digitalis, Hidralazin, Barbiturat(Fenobarbital), Kinin Antipirin ,Chlorpromazin ,Karbamazepin. namun ada juga beberapa faktor predisposisi yang dapat mendukung terjadinya steven johnson syndrome. antara lain(4):1. Infeksia.VirusSindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi salauran nafas atas oleh virus pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu ,Lympho Granuloma Venerium, Measles, Mumps dan vaksinasi Smallpox virus.Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelitis juga dapat menyebabkan Sindroma Stevens-Johnson.(5)b.BakteriBeberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens-Johnson ialah Brucellosis,Dyptheria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Psittacosis, Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous Leprosy atau Typhoid Fever.(5)c.JamurCoccidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan Eritema Multiforme Bulosa, yang pada keadaan berat juga dikatakan sebagai Sindroma Stevens-Johnson.(5)2. Penyakit penyakit Kolagen Vaskuler.3. Pasca vaksinasi, misalnya setelah dilakukan vaksinasi BCG, Smallpox dan Poliomyelitis.

PATOGENESAStevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis obat, infeksi virus, dan keganasan. Hingga sebagian kasus yang terdeteksi, tidak terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.(3)Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa menemukan bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan dari temuan di Asia, dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SJS/TEN yang diinduksi allopurinol membawa HLA-B58 (alel B*5801 frekuensi fenotif di Eropa umumnya 3%), mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar suku/etnik, lokus HLA-B berhubungan erat dengan gen yang berhubungan.(5)Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .Reaksi Hipersensitif tipe III(5)Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir.Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya.Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut.Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut.Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).Reaksi Hipersensitif Tipe IVPada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

Pemeriksaan laboratoriuma. Tidak didapatkan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dalam penegakan diagnosis.b. CBC (complete blood count) bisa didapatkan sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Peningkatan jumlah leukosit kemungkinan disebakan karena infeksi bakteri.c. Kultur darah, urin, dan luka merupakan indikasi bila dicurigai penyebab infeksi.20Tes lainnya:Biopsi kulit merupakan pemeriksaan diagnostik tapi bukan merupakan prosedur unit gawatdarurat Biopsi kulit memperlihatkan bulla subepidermal, Adanya nekrosis sel epidermis, Infiltrasi limfosit pada daerah perivaskularHISTOPATOLOGIGambaran Histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari perubahan Dermal yang ringan sampai Nekrolisis Epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa(4) :1. Infiltrat Sel Mononuklear disekitar pembuluh pembuluh darah Dermis Superfisial.2. Edema dan Ekstravasasi sel darah merah di Dermis Papular.3. Degenerasi Hidrofik lapisan Basalis sampai terbentuk Vesikel Subepidermal.4. Nekrosis sel Epidermal dan kadang kadang di Adnexa.5. Spongiosis dan Edema Interasel di Epidermis.GEJALA KLINISPerjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat di sertai gejala prodromal berupa demam tinggi ( 30 C 40 C ), mulai nyeri kepala, batuk ,pilek dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2 minggu. Gejala gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menurunnya kesadaran, soporous sampai koma(4).Pada sindroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa :a. Kelainan kulit.b. Kelainan selaput lendir di orifisium.c. Kelainan mata.Kelainan pada kulit dapat berupa Eritema, vesikal, dan bulla. Eritema berbentuk cincin (pinggir Eritema tengahnya relative hiperpigmentasi ) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan Bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping tiu dapat juga terjadi Erupsi Hemorrhagis berupa Ptechiae atau Purpura. Bila disertai Purpura -prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi Generalisata.Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut / bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan dilubang alat genetalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing masing 8%-4%).Kelainan yang terjadi berupa Stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian Buccal Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok. Stomatitis ini kemudian menjadi lebih berat dengan pecahnya vesikel dan Bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderitaan sukar menelan.Kelainan Dimukosa dapat juga terjadi di Faring, Traktus Respiratorius bagian atas dan Esophagus. Terbentuknya Pseudo membrane di Faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderita tidak dapat makan dan minum.Kelainan pada mata merupakan 80% diantar semua kasus, yang sering terjadi ialah Conjunctivitis Kataralis. Selain itu dapat terjadi Conjunctivitis Purulen, pendarahan, Simblefaron , Ulcus Cornea, Iritis/Iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu Stomatitis, Conjuntivitis, Balanitis, Uretritis.Pernah dilaporkan pada beberapa kasus dapat tanpa disertai kelainan kulit, penderita ini hanya menunjukan Stomatitis, Rhinitis dengan Epistaxis, Conjunctivitis dan kadang kadang Uretritis. Tapi pada hamper semua kasus diikuti kelainan kulit berupa Vesiko Bulosa atau Erupsi Hemorrhagis, khususnya pada wajah, tangan dan kuku.Selain trias kelainan diatas organ organ dalm juga dapat di serang, misalnya paru, Gastrointestinal, Ginjal (Nefritis) dan Onikolisis.

PENGOBATAN Penanganan terhadap penderita Sindrom Stevens-Johnson memerlukan tindakan yang tepat dan cepat.penderita biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan yang perlu dilakukan meliputi(6):1. KortikosteroidPenggunaan obat Kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada Sindrom Stevens Johnson yang ringan cukup diobati dengan Prednison dengan dosis 30-40mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan kesadaran yang menurun dan kelainan yang menyeluruh, digunakan Dexametason intravena dengan dosis awal 4-6x5 mg/hari.Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis telah teratasi),ditandai dengan keadaan umum yang membaik,lesi kulit yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami Involusi. Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet Prednison yang diberikan pada keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari. 2.AntibiotikaPenggunaan Antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat efek Imunosupresif Kortikosteroid yang dipakai pada dosis tinggi. Antibiotika yang dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakterisidal.Di RS Cipto mangunkusumo dahulu biasa digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari. Sekarang dipakai Netilmisin Sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari,dosis dibagi dua. Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten terhadap Gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan Gentamisin. 3. Menjaga Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Nutrisi.Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan serta kesadaran yang menurun. Untuk ini dapat diberikan infuse berupa Glukosa 5% atau larutan Darrow.Pada pemberian Kortikosteroid terjadi retensi Natrium, kehilangan Kalium dan efek Katabolik. Untuk mengurangi efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan rendah garam, KCl 3 x 500mg/ hari dan obat-obat Anabolik.Untuk mencegah penekanan korteks kelenjar Adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis 1 mg/ hari setiap minggu dimulai setelah pemberian Kortikosteroid 4. Transfusi DarahBila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfuse darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari berturut-turut.Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah pada kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus Purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari intravena dan obat-obat Hemostatik. 5. Perawatan TopikalUntuk lesi kulit yang erosive dapat diberikan Sofratulle yang bersifat sebagai protektif dan antiseptic atau Krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan untuk lesi dimulut/bibir dapat diolesi dengan Kenalog in Orabase.Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk mengetahui apakah ada kelainan di Faring,karena kadang-kadang terbentuk pseudomembran yang dapat menyulitkan penderita bernafas dan sebagaian penyakit dalam.Pemeriksaan sinar X Thoraks perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada paru, misalnya tuberculosis atau Bronchopneumonia Aspesifik.6. Penggunaan Human Intravenous Immunoglobin (IVIG)Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan dimana dengan menggunakan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progrsitivitas penyakit Steven johnson Syndrome ini dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).(7)

2. IMMUNOGLOBULINIMMUNOGLOBULINImmunoglobulin adalah senyawa protein yang digunakan untuk melawan kuman penyakit (virus, bakteri, racun bakteri dll.), terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Immunoglobulin termasuk kedalam kelompok glikoprotein yang mempunyai struktur dasar yang sama, terdiri dari 83-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast. Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Setiap immunoglobulin (disingkat Ig) akan mengenali satu antigen (kuman penyakit) secara spesifik, artinya satu antigen dikenali satu antibodi spesifik. Ig diproduksi oleh sel darah putih yang disebut sel B atau lebih spesifik lagi sel plasma.(7)2.3.1 Fungsi Immunoglobulin1. Meningkatkan antigen secara spesifik.2. Memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mati.3. Membantu imunitas melawan beberapa agen infeksi yang disebarkan melalui darah seperti bacteria, virus, parasit, dan beberapa jamur.4. Memberi aktifitas antibody dalam karena gamaglobulin mengandung sebagian besar antibody jaringan serum.5. Mengikat dan menghancurkan antigen, namun demikian pengikatan antigen tersebut kurang memberikan dampak yang nyata kalau tidak disertai fungsi efektor sekunder. Fungsi efektor sekunder yang penting adalah memacu aktivasi komplemen, di samping itu merangsang pelepasan histamine oleh basofil atau mastosit dalam reaksi hipersensitivitas tipe segera.(6)2.3.2 Struktur ImunoglobulinStruktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai : H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000.Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (), rantai A (), rantai M (), rantai E () dan rantai D (). Setiap rantai mempunyai jumlah domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen. Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen. Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan, misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta.Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen.2.3.3 Macam-macam ImmunoglobulinImunitas ini terdiri dari 5 jenis, yaitu : IgG, IgM, IgE, IgA, IgD. Berikut deskripsinya :1. Imunoglobulin A (IgA), yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada selaput lendir, terutama lapisan saluran pernapasan dan saluran pencernaan, serta dalam air liur dan air mata. IgA berfungsi untuk pertahanan terhadap virus atau bakteri sebelum masuk plasma atau bagian dalam tubuh, selain itu juga mencegah bakteri atau virus melekat pada membran mukosa. Antibodi IgA melindungi permukaan tubuh yang terkena zat asing dari luar. Jenis antibodi ini juga ditemukan di air mata, dan darah. Sekitar 10% sampai 15% dari antibodi di dalam tubuh adalah antibodi IgA. Sejumlah kecil orang tidak membuat antibodi IgA.2. Immunoglobulin G (IgG).Jenis antibodi yang paling melimpah, ditemukan di semua cairan tubuh dan melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus. IgG merupakan 75% dari serum immunoglobulin pada manusia. Antibodi IgG sangat penting dalam memerangi infeksi bakteri dan virus dan merupakan satu-satunya jenis antibodi yang dapat melintasi plasenta pada wanita hamil untuk membantu melindungi bayi (janin).IgG selalu tersedia untuk membantu menangkal infeksi dan juga siap untuk mereproduksi dan menyerang ketika zat-zat asing memasuki tubuh. Kehadiran IgG dalam serum darah biasanya mengindikasi infeksi baru atau remote.IgG paling umum sekitar 3 minggu setelah infeksi dimulai. IgG dibagi menjadi empat subklas yang berbeda dari IgG1 sampai IgG4.IgG biasanya ditemukan pada ASI pertama kali keluar. IgG dapat menangkal bakteri pathogen misal : virus, bakteri dan jamur.3. Imunoglobulin D (IgD), terdapat dalam jumlah sangat kecil dalam serum. IgD adalah antibodi paling sedikit dipahami. Baru-baru ini, IgD ditemukan untuk mengikat basofil dan sel mast dan mengaktifkan sel-sel untuk menghasilkan faktor antimikroba untuk berpartisipasi dalam pertahanan kekebalan tubuh (pernafasan) pada manusia4. Imunoglobulin E (IgE), yang berhubungan terutama dengan reaksi alergi (ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap antigen lingkungan seperti serbuk sari atau bulu hewan peliharaan). Hal ini ditemukan di paru-paru, kulit, dan selaput lendir.5. Imunoglobulin M (IgM), adalah antibodi terbesar. IgM ditemukan dalam darah dan cairan getah bening dan merupakan jenis pertama dari antibodi yang dibuat sebagai respons terhadap infeksi. IgM juga menyebabkan sel-sel lain dalam sistem kekebalan tubuh untuk menghancurkan zat asing. Antibodi IgM berkisar antara 5% sampai 10% dari semua antibodi dalam tubuh. IgM terutama bertanggung jawab untuk penggumpalan.

Laporan kasus.Seorang gadis 10 tahun dirujuk ke bagian genetik dan imunologi paediatric centre messina universitas, italia karena selama 6 bulan sering kambuh demam. Dan terdapat ruam yang luas dan menyakitkan di kulit wajah dan leher, ulcerations dan eritema conjunctiva dan rongga mulut dan kesulitan menelan sejak 10-12 hari.Diagnosa.Berdasarkan pemeriksaan klinis yang dilakukan maka dapat disimpulakn diagnosis adalah SJS. Biopsi insisional mukosa lidah kemudian dilakukan untuk menghubungkan jaringan lunak dimodifikasi untuk SJS dan melakukan diferensial diagnosis dengan pemphigus atau eritema multiforme. Meskipun dengan mudah diperiksa, lidah patologi dapat dianggap sebuah tes diagnostik dan terapi untuk dokter Pemeriksaan morfologi lidah dan penilaian yang hati-hati untuk Limfadenopati juga penting dan dapat memberikan menentukan informasi tentang diagnosis akhir. Dokter memutuskan untuk melakukan biopsi lidah karena pada saat penyelidikan klinis, borok terutama ditutupi permukaan lidah daripada buccal gingiva. Laporan histologis dikonfirmasi hyperkeratosis dan ulcerous jaringan lunak khas sindrom SJS. Pengobatan.Pilihan pengobatan adalah penggunaan antibodi iv (IVGV) selama 5 hari (400 mg/kg 9 die). Terapi suportif dengan lisan keseimbangan topikal gel untuk ulkus oral yang diresepkan.

BAB 3KESIMPULANSindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis. Sindrom ini bisa disebabkan karena , alergi terhadap obat-obatan namun dapat juga diddukung dengan beberapa faktor antara lain, seperti : infeksi virus, bakteri, jamur, penyakit kolagen vaskular. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain dengan menggunakan kortikosteroid, antibiotika, transfusi darah, perawatan topikal, dan penggunaan Human Intravenous Immunglobulin (IVIG).Immunoglobulin adalah senyawa protein yang digunakan untuk melawan kuman penyakit (virus, bakteri, racun bakteri dll.). immunoglobulin sendiri terdiri dari beberapa macam seperti IgA,IgG, IgD, IgE,IgM. Dalam melakukan pengobatan terhadap steven johnsosn syndrome ini dapat digunakan IVIG, dimana dengan menggunakan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progrsitivitas penyakit Steven johnson Syndrome ini dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).

DAFTAR PUSTAKA1. , M. Cicciu` F. Chiera R. Gallizzi, A. Cicciu` C. D. Salpietro. Immunoglobulin injection for the treatment of multiple oral ulcers in steven johnson syndrome. Journal European Academy of Paediatric Dentistry 2013 2. Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.3. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.4. Hamzah, Mochtar.2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.5. Monica. Steven Johnsons Syndrome. Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya(2012)6. Tigchelaar H, Kannikeswaran N and Kamat D (December 1, 2008). "Stevens-Johnson Syndrome: An Intriguing Diagnosis". Consultant for Pediatricians.7. Falk Nimmerjahn and Jeffrey V. Ravetch. The antiinflammatory activity of IgG: the intravenous IgG parado. The Journal of Experimental Medicine. 204(1):11-5.