Upload
khoiril-anwar
View
15
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Judul makalah : Islam Dalam Lintasan Teologi
Oleh : Khoiril Anwar
NIM : 1110012000007
A.Pengantar
, , , الّط�ول ذي شديدالعقاب الّذ�نوب وقابل الّذ�نب غافر العليم الفتاح لله الحمد
, . محم�دا أّن� وأشهد له الشريك وحده الله إال� آلإله أّن أشهد المصير هوإليه إال� آلإله
, , / أبدا حين كل� في م وكر� وشر�ف وآله عليه وسل�م الله صل�ى ورسوله .عبده
Islam adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang pada
saat itu sebagai ajaran juga agama yang baru. Namun tidaklah begitu, karena
sebenarnya telah ada pada masa sebelumnya suatu ajaran dengan prinsip yang
sama dengan islam itu sendiri yaitu pengabdian dengan mengesakan Allah, yang
dikenal adalah agama tauhid atau monotheis. Akan tetapi terdapat perbedaan
dari agama pra kenabian Muhammad juga pasca kenabian Muhammad.
Islam mengamandemen atas agama sebelumnya dalam hal hubungan
manusia dengan Allah (hablum-minallah), serta hubungan manusia dengan
sesamanya (hablum-minannas) dengan yang lebih baru dan lebih mudah bagi
umatnya, sehingga islam menjadi agama tauhid yang rahmatan lil’alamin.
Islam dari masa ke masa ternyata terus berkembang dan semakin berani
untuk melakukan perubahan, baik dari segi keilmuan, pemikiran, budaya,
teknologi, bahkan bahasa sekalipun terus mengalami perubahan yang tentu hal itu
ditunjang dengan bertambah dan meningkatnya moral, keimanan, dan
ketakwaan.
Itulah sedikit gambaran yang selanjutnya akan dijelaskan dalam uraian
makalah ini yang berjudul islam dalam lintasan teologi.
Selanjutnya saya mohon maaf apabila makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kesalahan, sehingga saya mohon koreksi atas
kesalahan tersebut.
B.Pengertian Teologi (Ilmu Kalam)
Sebelum kita memasuki pembahasan lebih jauh mengenai keislaman dalam
lintasan teologi, alangkah baiknya kita mengenal apa teologi itu sendiri.
Teologi biasa disebut juga dengan ilmu kalam, ilmu tauhid, ilmu ushuluddin,
bahkan imam Abu Hanifah menyebutnya dengan fiqh al-akbar1.
Berkaitan dengan hal itu, teologi yang dalam bahasa inggris berarti theology,
dengan mengutip William L. Reese mengatakan “Theology to be descipline resting
on revealed truth and independent of both philosophy and science”, yang jika
diartikan secara bebas berarti teologi adalah bagian dari disiplin ilmu yang
membicarakan tentang kebenaran petunjuk wahyu serta kebebasan filsafat dan
ilmu pengetahuan.2
Kemudian selain dari pada itu Ibnu Khaldun mendefinisikan ilmu kalam
sebagai berikut:
�ة العقلي �ة باألدل �ة اإليماني عن الحّج�اج يتضم�ن Cعلم هو
Artinya: Ilmu kalam itu adalah disiplin ilmu yang mengandung arti berbagai
argumentasi tentang akidah keimanan yang dipekuat dengan dalil-dalil rasional.3
Adapun menurut Harun Nasution, ilmu kalam itu merupakan ilmu tentang
pemikiran dasar islam yang membahas tuhan dan hubungan manusia dengan
tuhan,perbuatan manusia, perbuatan dan sifat tuhan, yang membahas soal
akidah.4
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwasanya ilmu
kalam adalah ilmu yang cakupannya membahas tentang ketuhanan dengan
menggunakan argumentasi logika berdasarkan doktrin keislaman itu sendiri.
C. Sumber-sumber ilmu kalam dalam islam
Adapun sumber-sumber ilmu kalam itu diantaranya:
1. Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak mengungkapkan hal-hal yang
berkenaan dengan masalah ketuhanan yang isinya menyangkut zat, sifat, asma,
perbuatan, tuntunan, dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan eksistensi
ketuhanan, namun penjelasan secara rincinya tidaklah ditemukan sehingga butuh
para ahli untuk menginterpretasikan akan rincian ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung dengan masalah ketuhanan
diantaranya pada Q.S Al-Ikhlas ayat 1- 4. Ayat ini menjelaskan tentang Allah itu 1 Abdul Rozak, Rosihan anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,2003, hlm 13.2 William L. Reese, Dictionary of Phylosophy and Religion, tejemah. Humanities Press Ltd, 1980, hlm.28.3Rozak, Anwar, op. cit., hlm 14-15.4 Lihat Harun Nasution, Islam Rasional, UI press, Jakarta, 1998, hlm. 368.
Maha Esa, tempat bergantungnya sesuatu kepadaNya, tidak beranak juga
diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun di dunia ini yang sekutu denganNya.
Tentang asbabunnuzul turunnya ayat tersebut dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah
kepada Rasulullah saw. dengan berkata: "Jelaskan kepada kami sifat-sifat
Tuhanmu? ". Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan
untuk menjawab permintaan kaum musyrikin.5
2. Al-Hadits
Hadits yang merupakan segala perbuatan, perkataan,juga penetapan Nabi
Muhammad SAW dalam masa kehidupan beliau adalah bagian daripada sumber
hukum ilmu kalam.
Diantaranya hadits Nabi yang menerangkan tentang iman, islam, dan ihsan.6
Ketika itu Nabi ditanya oleh Malaikat Jibril yang menyamar menjadi sahabat,
kemudian bertanya tentang apa yang dimaksud dengan iman?, apa yang
dimaksud dengan islam?, dan apa yang dimaksud dengan ihsan?. Nabi menjawab
bahwasanya iman adalah percaya kepada Allah, para Malaikat, kitab-kitab Allah
yang diturunkan melalui utusanNya, hari akhir berupa pertemuan denganNya,
para RosulNya, dan hari kebangkitan. Kemudian Nabi menuturkan kembali bahwa
islam adalah pengabdian diri kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya
dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat yang difardukan, mengeluarkan zakat,
serta berpuasa di bulan Ramadhan. Dilanjutkan Nabi menuturkan bahwasanya
ihsan itu adalah beribadah kepada Allah seakan dia melihat Allah, jika tidak
ketahuilah bahwasanya Allah melihat dan memperhatikannya.
Itulah sebagian dari hadits yang menjelaskan tentang ketuhanan, dan masih
banyak hadits lain yang membahas hal tersebut seperti tantang perpecahan umat
islam, sifat-sifat Allah, dan perihal lainnya.
3. Pemikiran dan gagasan manusia7
Mangenai rasio atau pemikiran manusia ini dapat berupa pemikiran dari umat
islam maupun dari pemikiran non islam.
Sebelum masuknya filsafat yunani dan lainnya berkembang di dunia islam,
umat islam sendiri sudah mampu menganalogikan pemikiran rasionalnya untuk
5 K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan, Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al –Qur’an, 2004, Info@alqur’andigital.com. Al-Qur’an digital.6 Al-Arba’in An-Nawawi, Daar Al-Ihya Al-Arobiyyah.7 Muhsin Abdul Hamid, Tajdid Al-Fikr Al-Islami, Daar Ash-Shahwah li An-Nasyr, Mesir, hlm. 24-26.
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an terutama yang
belum jelas maknanya (mutasyabihat).
Keharusan untuk menggunakan rasio ini mendapat pijakan dari beberapa
ayat Al-Qur’an, yang diantara semuanya itu terdapat kata-kata tafakkur, tadabbur,
tadzakkar, ulul ‘ilmi, ulul abshar, ulin nuha, dan masih banyak lagi yang
menyangkut anjuran dan motivasi dalam menggunakan rasionya.8
4. Naluri atau insting9
Secara naluriah manusia selalu ingin bertuhan. Oleh karenanya kepercayaan
tehadap adanya tuhan telah berkembang sejak awal mula manusia di muka bumi
ini yaitu Nabi Adam as. Lain halnya seperti keberadaan mitos berupa pemujaan
tehadap benda-benda mati (dinamisme), nenek moyang (animisme), benda-
benda alam (totemisme), dan bentuk pemujaan lain yang semakin lama
berkembang lagi menjadi kepercayaan adanya keabadian dan balasan bagi yang
melakukan perbuatan baik.
D.Dasar-dasar Teologi
Adapun dasar-dasar teologi meliputi tentang :
1. Khalik
Adalah yang Maha menciptakan yaitu Allah SWT. Allah adalah tuhan
semesta alam, prinsip awal dari segala yang ada (maujudat) sedangkan yang
selainnya mungkin adanya. Dialah Allah yang bersifat immateri dan Maha Suci.
Namun tidaklah baik bahwa manusia membahas tentang ketuhanan itu
melalui dzatNya secara mendalam, karena hakikatnya tidaklah mungkin hal itu
dapat dilakukan. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah yang artinya bahwa
janganlah manusia memikirkan, tafakkur akan hal dzat Allah, melainkan pikirkan
dan tafakkurkanlah akan hal ciptaan Allah.
2. Makhluk
8 Berkat ayat-ayat tersebut umat islam termotivasi untuk melakukan kajian sehinggga pada masa pertengahan, umat islam mencapai masa keemasan. Bahkan, bangsa Eropa pada masa itu adalah murid-murid yang setia pada umat islam. Namun, mereka tidak mengetahui akan terima kasih kepada umat islam, sehingga mereka menyangkal atas teori-teori keilmuan itu milik merka sendiri. Lihat Omar Amir Hosein, Kultur Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hlm. 57.9 Lihat Abbas Mahmoud Al-Akkad, Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama-agama dan Pemikiran Manusia. Terj. A. Hanafi, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 32.
Adalah segala hal yang diciptakan oleh Allah SWT yang mungkin
keberadaannya yang diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepadaNya.
Manusia sebagai makhluk yang paling disoroti dalam hal ini memiliki konsep
tentang ketuhanan betapapun canggihnya harus di pandang relatif, dan bisa
berkembang atau dikembangkan sesuai dengan perkembangan manusia secara
positif.
Sebagai makhluk fisik, manusia adalah makhluk paling maju dan sempurna
secara biologis yang merupakan puncak evolusi alam. Dengan memiliki jiwa
rasional yang memungkinkannya mampu mengambil premis rasional dan
membimbing daya-daya dari jiwa yang lebih rendah. Karenanya manusia di
karuniai roh oleh tuhan yang menyebabkan manusia punya dua dimensi yang
membentuk sebuah entitas yang disebut diri (al-nafs), kedua unsur itu berupa
unsur jasmani dan rohani.10
E. Sejarah munculnya persoalan kalam dalam islam
Sejarah dalam perkembangan pemikiran islam menemukan bahwa
kemunculan persoalan mengenai kalam bermuara pada persoalan politik dalam
islam. Memanglah aneh mengapa hal itu bisa terjadi dalam islam yang notabenya
merupakan agama yang menyempurnakan ajaran-ajaran agama sebelumnya.
Namun memanglah itu kenyataan yang ada dalam sejarah masa lampau.
Sebagaiman diketahui, ketika Nabi membawa risalahnya pindah dari Mekkah
ke Madinah sekitar tahun 622 M, saat itu Nabi tidak hanya sebagai pemimpin
agama, melainkan sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan dengan mendirikan
kekuasaan politik yang dipatuhi di kota Madinah, padahal sebelumnya di Madinah
belum pernah ada kekuasaan politik.
Karena kenyataan yang nyata Nabi sebagai pemimpin pemerintahan, maka
perhatian umat ketika beliau wafat terpusat pada masalah pengganti beliau dalam
memimpin pemerintahan. Hal itu dibuktikan dengan proses pemakaman Nabi
yang baru terlaksana setalah proses persoalan politik ini selesai, pengganti kepala
pemerintahan rampung dimusyawarahkan. Dari sinilah awal timbulnya persoalan
khilafah, pengganti Nabi sebagai kepala pemerintahan yang dalam masa
perkembangannya dari masa ke masa melahirkan berbagai macam pandangan
dikalangan tokoh politik di dunia islam.
10 Lihat Harun Nasution, Teologi Islam Rasional, 2002, hlm 105.
Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab roda pemerintahan
dalam islam dapat dikatakan cukup tenang, teutama paruh kedua dari 12 tahun
masa pemerintahannya.
Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan berbeda dengan dua khalifah
pendahulunya. Namun sayangnya, keluarga Usman dari golongan Bani Umayah
terus merongrong sehingga Usman sendiri ternyata lemah dalam menghadapi
rongrongan yang penuh dengan ambisi tersebut, dengan keadaan terpaksa ia
memberikan fasilitas dan kedudukan itu kepada mereka, diantaranya mengangkat
mereka sebagai gubernur-gubernur di daerah yang sudah dikuasai oleh umat
islam. Akibat atas tindakan yang telah dilakukan Usman, ternyata muncullah pihak
yang memprotes dan menolak atas hal itu, sehingga berbuntut pada terbunuhnya
khalifah Usman bin Affan.
Sepeninggal Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib terpilih dan dibai’at sebagai
khalifah keempat. Namun situasi politik yang dihadapinya terlanjur sudah
terganggu bahkan lebh buruk dari kondisi sebelumnya. Naiknya kepemimpinan Ali
ternyata tidak disetujui oleh berbagai pihak, yaitu pelawanan dari pihak Thalhah
dan Zubair yang mendapat dukungan dari Aisyah dan ditambah lagi dari pihak
Mu’awiyah sebagai Gubenur Damaskus, dengan didukung keluarga dekat Usman
bin Affan.
Ketegangan antara Ali dengan Thalhah, Zubair dan Aisyah semakin menjadi
dengan adanya perang jamal pada tahun 656 M di Irak, pertempuran itu
dimenangkan oleh pihak Ali. Disusul dengan ketegangan antara Ali dan
Mu’awiyah yang dibantu pihak keluarga Usman kemudian mengkristal menjadi
perang shiffin pada tahun 658 M, yang berakhir dengan keputusan tahkim
(arbitrase). Sikap Ali dalam menerima tahkim yang saat itu mengutus Abu Musa
al-Asy’ari, sungguhpun dalam keadaan terpaksa dan tidak menyetujuinya,
ternyata tipu muslihat belaka yang dilakukan Amr bin ‘Ash utusan Mu’awiyah
dalam tahkim. Akhirnya saat itu Ali turun dalam kekhalifahan digantikan oleh
Mu’awiyah bin Abi Sufyan11.
Akibat dari kejadian itu ternyata ada segolongan yang tidak setuju atas
tindakan Ali, mereka berpendapat bahwasanya persoalan yang terjadi saat itu
tidak dapat diputuskan melalui tahkim, tetapi putusan itu hanya datang dari Allah
dengan mengembalikan sepenuhnya kepada hukum-hukum Allah yang ada dalam
11 Tarikh At-Tabari, Kairo, terjemah, Daar al-Ma’arif, 1963, jilid V, hlm 7.
Al-Qur’an إالالله ) ,( الحكم itulah semboyan yang digemborkan oleh mereka.
Mereka memandang atas apa yang dilakukan oleh Ali adalah perbuatan yang
salah sehingga mereka meninggalkan barisannya dan mengatasnamakan
khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dan memisahkan diri. Dilain pihak
ternyata terdapat sebagian golongan lain yang tetap mendukung Ali yang
kemudian kelak berkembang menjadi kelompok syi’ah.
Kelompok khawarij memandang bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam
peristiwa tahkim yaitu Ali, Mu’awiyah, Abu Musa al- Asy’ari, Amr bin ‘Ash, dan
pasukan-pasukan lainnya telah melakukan dosa besar dan dianggap kafir
berdasarkan atas firman Allah:
12
Inilah awal sejarah munculnya persoalan kalam dalam diskusi umat islam,
pernyataan kaum khawarij yang semula lahir ditengah perkembangan politik,
mulai membicarakan soal kalam. Setelah itu berkembanglah berbagai aliran
teologi dalam islam.
F. Kelahiran berbagai aliran ilmu kalam dalam islam
Pembicaraan politik yang tenyata menjalar dan terus berkembang menjadi
persoalan kalam, ternyata menimbulkan beberapa aliran kalam dalam islam,
diantaranya:
1. Aliran Khawarij
Istilah khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Ada yang
berpendapat pemberian nama itu didasarkan atas surat An-Nisa ayat 100 yang
didalamnya disebutkan, “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan RosulNya”.
Sedangkan dalam konsep ilmu kalam, penamaan tersebut disandangkan
kepada mereka maksudnya adalah kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib yang
keluar dari barisan perang karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima tahkim dalam perang shiffin dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi
Sufyan tentang persengketaan khalifah.13
Pernyataan mereka menegaskan bahwa orang yang berdosa besar itu
adalah kafir, dalam arti telah keluar dari islam, atau murtad, serta wajib untuk
dibunuh.12 Q.S Al-Maidah ayat 44, “ Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah ditentukan Allah adalah kafir.”13Lihat Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI press, 2002, hlm 13.
Ajaran-ajaran pokoknya:
Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang mutasyabihat,
khalifah harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam, tanpa harus dari
keturunan orang arab, yang dipilih secara permanen selama bersikap adil dan
menjalankan syariat islam dengan baik, dan harus dijatuhkan apabila
malakukan perbuatan zalim,14
khalifah Ali dan Usman adalah tidak sah dan dianggap kafir, sebagaimana
pula mereka yang ikut dalam perang jamal dan perang shiffin,15
seseorang yang berdosa besar tidak disebut muslim kembali, melainkan telah
kafir dan harus dibunuh,
amar ma’ruf dan nahi munkar, serta manusia bebas memutuskan
perbuatannya bukan dari tuhan.16
2. Aliran Syi’ah
Dilihat dari segi bahasa syi’ah berati pengikut, pendukung setia. Sedangkan
secara terminologi ilmu kalam sendiri, syi’ah itu sebagian dari kelompok muslim
yang perujukan bidang spiritual dan keagamaannya pada Nabi Muhammad SAW
dan keturunannya (ahl al-bait), serta menolak petunjuk-petunjuk keagamaan lain
yang bersumber dari para sahabat, pengikutnya yang bukan ahl al-bait.17
Asal-usul kemunculan untuk pertama kalinya muncul berkaitan dengan
pengganti Nabi setelah wafat, mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar,
dan Usman. Mereka beranggapan bahwa yang berhak menggantikan
kekhalifahan saat itu adalah Ali.
Ajaran-ajaran pokoknya:
At-tauhid (kepercayaan pada keesaan Allah),
an-nubuwwah (kepercayaan pada kenabian),
al-ma’ad (kepercayaan adanya hidup di akhirat),
al-imamah (kepercayaan adanya imamah atau pemimpin yang merupakan
hak ahl al-bait),18
al-‘adl (keadilan ilahi).
14 Rozak, Anwar, op. cit., hlm 51.15 Nurcholis madjid, Khazanah Intelektual Islam, cet. II, jakarta 1995, hlm 12.16 Ibid.17 Rozak, Anwar, op. cit., hlm 89.18 Ajaran inilah yang membedakan antara syi’ah dan sunni, (Lihat Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1998, hlm 904.
3. Aliran Murji’ah
Istilah murji’ah berasal dari kata arja’a yang beratikan menunda,
mengharapkan. Maksud dari pada hal tersebut bahwasanya kelahiran aliran ini
merupakan mereka yang tidak ikut campur tangan dalam pelbagai polemik saat
itu, tentang siapa yang benar, dan siapa yang salah. Gerakan ini dimotori oleh
cucu Ali bin Abi Thalib dari pernikahan kedua setalah Fatimah wafat yaitu Hasan
bin Muhammad Al-Hanafiyah.
Mereka menggunakan pegangan dalil dari Al-Qur’an surat At-Taubah 106
yang artinya “Dan ada orang-orang lain yang ditangguhkan sampai adanya
keputusan Allah, adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah
akan menerima taubat mereka.”
Ajaran-ajaran pokoknya:
Dasar keselamatan hanya berdasar pada iman semata,
mengakui amal perbuatan manusia,
penilaian tehadap seseorang itu cukup dilihat dari hatinya saja, dan
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah,
orang mukmin yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin dan bukan
kafir, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.19
4. Aliran Qadariyah
Kata qadariyah berasal dari akar kata qadara yang berarti mampu atau kuat.
Sedang menurut pengertian terminologi adalah suatu kaum yang tidak mengakui
adanya qadar bagi tuhan, bahwasanya tiap-tiap menusia itu pencipta bagi segala
perbuatannya, dengan dapat berbuat sesuatu atau meninggalkann kehendaknya
sendiri.
Aliran ini dibawa oleh Ma’bad al-Jauhani dan temannya Ghailan al-Dimasyqi,
karena terpengaruh dari agama Nasrani dengan faham free will-nya dan reaksi
atas paham jabariyah yang pada saat itu dianut oleh pemerintahan.
Ajaran-ajaran pokoknya:
Keyakinan atas kekuasaan manusia itu tanpa adanya campur tangan Allah,
dengan artian manusia bebas berkehendak atas segala sesuatu,20
19 Nasution, Teologi Islam, op. cit., hlm 22-23.20 Berpijak pada ayat Al-Qur’an yang mendukung ajaran tersebut, diantaranya Q. S Ar-Ra’du ayat 11, artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
takdir yang ditentukan oleh Allah bagi alam semesta dan seluruh isinya itu ada
sejak zaman azali, yaitu sunnatullah.21
5. Aliran Jabariyah
Aliran ini dalam istilah asing dikenal dengan fatalisme atau predestination
dan dalam bahasa arab itu berasal dari kata jabara yang berarti memaksa.
Sedangkan dalam pengertiannya adalah paham yang menyandarkan segala
perbuatan manusia itu kepada tuhan, dengan artian manusia itu tidak kuasa atas
sesuatu dengan tidak diberikannya sifat mampu (istitho’ah).
Benih atas pemahaman ini sebenarnya telah ada jauh hari pada masa Nabi
Muhammad dan masa sahabat (Khulafa al-Rasyidin), kemudian berkembang dan
mencuat pada masa Bani Umayah dan terbukti menjadi bagian dari sebuah
madzhab.
Diantara para pemuka yang membawa paham ini diantaranya, Ja’ad bin
Dirham ( Maulana bin Hakim), Jahm bin Shafwan (Abu Mahrus Jahm bin
Shafwan), An-Najjar ( Husain An-Najjar), dan Ad-Dhirar (Dhirar bin Amr).
Ajaran-ajarannya:
Kalam tuhan (Al-Qur’an) adalah makhluk,
surga dan neraka itu tidak kekal,
Allah tidak memiliki sifat yang sama dengan makhluk,
tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, sehingga manusia tidak
berkuasa penuh, hanya dapat mengambil peranan dalam melakukan sesuatu,
tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.
Adapun pegangan mereka dalam mengambil pemahaman tersebut
diantaranya:
22
6. Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah mempunyai kata dasar berupa i’tazala yang berartikan
memisahkan diri. Mengapa demikian?, hal itu dikarenakan awal terbentuknya
kelompok ini adalah berpisahnya segolongan yaitu Washil bin Atho’ dengan rekan-
rekannya dari kelompok majlis ilmu Hasan al-Bashri, karena adanya perbedaan
pendapat yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh gurunya. Kemudian
Washil memisahkan diri dan membentuk kelompok baru yang kemudian bernama 21 Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam, Jakarta, 1999.22 Artinya, “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila Allah menghendaki”. Q.S Al-Insan 30.
mu’tazilah. Dapat dikatakan pula bahwasanya konsep yang diterapkan dalam
kelompok ini merupakan pembaharuan dari konsep ajaran Qadariyah. 23
Ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya madzhab ini yakni
penegasannya bahwa orang yang melakukan dosa besar itu bukan sebagai kafir,
tetapi bukan pula sebagai orang mukmin. Mereka mengambil posisi diantara
mukmin dan kafir.
Ajaran-ajaran mu’tazilah, yang biasa juga disebut dengan Al-Usul al-
Khamsah, diantaranya:
At-tauhid (mengesakan allah),
al-‘adl (keadilan),
al-amru bil ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar (menganjurkan berbuat baik dan
mencegah kemunkaran),
al-wa’du wal-wa’id (janji dan ancaman), bahwa perbuatan manusia diwujudkan
oleh manusia sendiri dan akan mendapat hasil sebagaimana atas apa yang
dilakukannya dan yang telah dijanjikan oleh tuhan,
al-manzilah bainal manzilatain ( tempat diantara dua tempat).
7. Aliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Aliran ini pada awalnya muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan ai-
asy’ari (875 M – 935 M) juga Abu Manshur al-Maturidi (852 M – 944 M) atas
perlawanan dari aliran Mu’tazilah.
Ajaran-ajarannya:
Keberlakuannya wahyu dalam hubungannya perbuatan baik dan buruk
dengan tidak selalu berdasarkan akal,
perbuatan manusia itu diciptakan oleh tuhan, manusia bertanggung jawab
atas perbuatannya yang bersifat pasif dalam dalam kenyataannya,
Allah mempunyai sifat-sifat yang azali dan qadim yang mana sifat-sifat
tersebut tidak disamakan dengan sifat yang ada pada manusia, karena sifat
itu bukan dari pada zatNya,24
Al-Qur’an itu qadim,
kepercayaan terhadap Allah dapat dilihat di akhirat kelak,
keadilan tuhan itu bersifat mutlak,
23 Ghufron insan, Sejarah Pemikiran Dalam Islam, (Qadariyah, pemuka dan ajarannya), Pustaka Antara, Jakarta, 1996, hlm 29.24 Noorwhidah Haisyi, Sejarah Pemikiran Dalam Islam, (Asy’ariyah dan pemikirannya), op. cit., hlm 92.
orang mukmin yang melakukan dosa besar itu tetap merupakan mukmin.
Aliran yang dibawa oleh Asy’ari dan Maturidi ini sebenarnya mengambil jalan
tengah atas berbagai macam aliran yang ada. Sehingga aliran ini masih ada
sampai zaman sekarang.
G. Kesimpulan
Teologi sebagai bagian dari khazanah islam yang membahas tentang
ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika berdasarkan doktrin
keislaman banyak sekali melahirkan pengaruh dalam perkembangan islam.
Adanya berbagai aliran yang berbeda, tidak lain hanyalah perbedaan yang
ditimbulkan atas interpretasi dalam pembahasan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits.
Walaupun demikian, kesemuanya itu tetap berpegang kepada dasar-dasar yang
dimiliki, seperti halnya yang telah disebutkan yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits, pemikiran
manusia, dan insting yang didapat oleh mereka.
Oleh karenanya, perbedaan dalam masalah teologi kita tanggapi dengan
baik dengan menelaah lebih dalam terlebih dahulu, seperti halnya perbedaan
dalam hukum islam atau fiqih. Karena hakikat pebedaan aliran tersebut tidak
keluar dari tatanan islam, sebagaimana pula yang telah disabdakan oleh nabi
bahwa perbedaan itu adalah rahmat.
Namun, memanglah rahmat yang besar bagi kita selaku generasi penerus
umat islam dalam menjumpai dan memihak kepada aliran yang sesuai dengan
jiwa dan pembawaannya yang baik dan benar.