Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 197
Proses Magmatik dan Pascamagmatik pada Batuan Alkalin
Pembawa U-Th di Daerah Trans Boteng, Mamuju, Sulawesi Barat
Magmatic and post-magmatic process of uranium-thorium bearing alkaline
rocks in Trans Boteng, Mamuju, West Sulawesi
Windi Anarta Draniswari1*, Tyto Baskara Adimedha1, Widodo1
1Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jl. Lebak Bulus Raya No. 9 Pasar Jumat, Jakarta, 12440
*Pos-el: [email protected]
ABSTRAK
Salah satu jenis batuan pembawa mineral radioaktif di Indonesia adalah batuan vulkanik tipe alkalin yang
ditemui di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Studi petrologi dan radiometri merupakan metode yang dapat
digunakan dalam eksplorasi mineral radioaktif. Analisis jenis mineral, tekstur, dan struktur batuan serta
interpretasi data radiometri untuk mengetahui karakter batuan pembawa mineral radioaktif di daerah Trans,
Boteng dapat bermanfaat sebagai acuan tahap kegiatan eksplorasi selanjutnya di Boteng, Mamuju.Daerah Trans
Botteng tersusun oleh Satuan Lava Phonolit 1, Satuan Lava Phonolit 2, Satuan Lava Phonolit 3, Satuan Lava
Phonolit 4, Satuan Lava Foidit, Satuan Breksi Autoklastik, dan Satuan Breksi Vulkanik dan memiliki rentang
nilai radiometri 363 – 2785 nSv/jam. Nilai radiometri tinggi dijumpai pada batuan phonolit terkekarkan. Hasil
pengamatan petrografi pada 6 sampel batuan memperlihatkan litologi berupa phonolit dan foidit yang tersusun
atas fenokris leusit, piroksen, dan biotit. Tekstur mineral yang teramati antara lain skeletal leusit, growth texture,
rim opak, dan piroksen kumuloporfiritik. Mineral sekunder yang dijumpai di batuan adalah klorit, serisit, zeolit
serta mineral lempung lain. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kehadiran skeletal leusit dan
zeolit dengan keterdapatan nilai radioaktif tinggi akibat proses interaksi antara batuan dan air.
Kata kunci: Trans Boteng, phonolit, zeolit, klorit, uranium
ABSTRACT
Alkaline volcanic rock found in Mamuju Regency, West Sulawesi is one of radioactive mineral bearing
rocks in Indonesia. Study of petrology and radiometry are useful for radioactive mineral exploration. The Trans
Boteng area is composed of Lava Phonolith 1 unit, Lava Phonolith 2 unit, Lava Phonolith 3 unit, Lava Phonolith
4 unit, Foidit Lava unit, Autoclastic Breccia unit, and Volcanic Breccia unit. The radiometric value in this area
range between 363-2785 nsv/hour. High radiometry anomaly values are found in phonolith rocks that gas been
fractured. Petrographic analysis of 7 samples from this area shows that phonolith and foidite in this area are
composed of leucit, pyroxene, biotit, with the same material as groundmass. Skeletal leucite, growth texture,
zoning, opaque rim, and cumuloporphyritic pyroxene are observed in this sample. Every texture reflects each
magmatic process. Secondary minerals that found in the alkalin rocks of Trans Boteng are chlorite, sericite,
zeolite, and other clay minerals. This study shows that there is a correlation between the presence of skeletal
zeolite, zircon, and chlorite with the accumulation of U and Th through water-rock interaction process.
Keywords: Trans Boteng, phonolith, zeolite, chlorite, uranium
PENDAHULUAN
Uranium (U) dan thorium (Th) merupakan
unsur target eksplorasi yang dilakukan oleh
Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir-
BATAN. Salah satu jenis batuan pembawa
mineral radioaktif yang dijumpai di
Indonesia adalah kelompok batuan vulkanik
tipe alkalin dengan mineral penyusun utama
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
198 ISBN 978-979-99141-7-0
berupa piroksen, alkali feldspar, feldspatoid,
dan biotit. Pada pengamatan di lapangan,
keberadaan mineral radioaktif dapat
ditunjukkan dengan nilai dosis radiometri
yang tinggi pada boulder maupun singkapan.
Berdasarkan peta laju dosis sinar gamma
seluruh Indonesia, Mamuju merupakan
daerah yang memiliki nilai laju dosis radiasi
tertinggi dengan nilai radioaktivitas
mencapai 2.800 nSv/jam [1]. Pemetaan
radiometri pada wilayah seluas 800 km2
dengan menggunakan RS-125 dengan
detektor NAI(TI) menunjukkan bahwa
daerah Ahu, Takandeang, Botteng,
Pengasaan, Tande-Tande, dan Desa
Mamunyu memiliki dosis radiasi tinggi (700
nSv/h atau 5 mSv/y). Nilai radioaktivitas
tinggi tersebut diperkirakan berasal dari
keterdapatan kandungan mineral radioaktif
alami dalam batuan penyusun wilayah
Mamuju [2]. Hasil studi geologi regional
wilayah Mamuju menunjukkan bahwa
wilayah Mamuju didominasi oleh Batuan
Vulkanik Adang yang merupakan batuan
beku basalt-intermediete. Batuan Vulkanik
Adang diinterpretasikan terbentuk pada zona
kerak benua aktif (Active Continental
Margin) [3].
Karakteristik batuan beku merefleksikan
proses magmatik sebelum, saat, dan setelah
proses erupsi terjadi. Proses-proses tersebut
meliputi diferensiasi magma, fraksionasi
Kristal, asimilasi magma, maupun
kontaminasi kerak [4]. Akumulasi uranium
dan thorium pada batuan vulkanik juga dapat
dipengaruhi faktor magmatik yang terjadi
sebelum, saat, setelah erupsi terjadi. Proses-
proses tersebut dapat terefleksikan dalam
komposisi, tekstur, dan struktur batuan. Oleh
karena itu analisis terhadap proses magmatik
maupun pascamagmatik dari suatu batuan
dapat menjadi metode pendekatan untuk
eksplorasi uranium pada batuan vulkanik.
Hingga saat ini belum ada studi detail terkait
petrologi dan radiometri batuan alkalin di
daerah Trans Boteng sehingga analisis
petrologi dan radiometri batuan alkalin di
daerah ini menarik untuk dilakukan. Hasil
analisis tersebut dapat menjadi dasar
identifikasi keberadaan dan proses
pembentukan mineral penyusun batuan dan
mineral radioaktif dalam sampel batuan
insitu. Pada kajian ini dilakukan analisis jenis
mineral, tekstur, dan struktur batuan serta
interpretasi data radiometri untuk mengetahui
karakter batuan pembawa mineral radioaktif
di daerah Trans, Boteng. Hal ini bermanfaat
sebagai acuan tahap kegiatan eksplorasi
selanjutnya di Boteng, Mamuju.
Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 199
METODOLOGI
Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan
data sekunder dan kajian dari literatur dan
penelitian-penelitian sebelumnya. Informasi
yang dikumpulkan pada tahap ini meliputi
konsep dasar evolusi magma dan
pembentukan mineral radioaktif, analisis
karakter magma melalui metode petrografi,
dan pendekatan-pendekatan lain yang
berhubungan dengan topik penelitian. Tahap
selanjutnya adalah pengambilan sampel
batuan permukaan yang dilakukan secara
sistematis setiap jarak 100 meter pada
lintasan jalan maupun sungai. Batuan yang
diambil berupa batuan segar maupun
teralterasi. Selanjutnya dilakukan analisis
dan pengolahan data yang dilakukan di
laboratorium. Analisis petrografi sayatan
tipis pada sampel terpilih dilakukan untuk
mengetahui komposisi batuan dan tekstur
mineral serta mengidentifikasi nama batuan
dengan menggunakan mikroskop polarisasi
di Laboratorium Petrografi, Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir – BATAN. Analisis dan
pengolahan data ini dilakukan berdasarkan
konsep-konsep geologi dan didukung oleh
studi pustaka tentang topik penelitian.
HASIL
A. PETROLOGI
Berdasarkan hasil pemetaan geologi yang
telah dilakukan daerah penelitian ini dapat
dikelompokkan menjadi 7 satuan geologi,
yaitu Satuan Lava Phonolit 1, Satuan Lava
Phonolit 2, Satuan Lava Phonolit 3, Satuan
Lava Phonolit 4, Satuan Lava Foidit, Satuan
Breksi Autoklastik, dan Satuan Breksi
Vulkanik. Bentuk tubuh batuan alkalin yang
teramati di lapangan berupa lava dan
bongkah batuan.
Lava Phonolit 1 dijumpai pada sebelah utara
daerah penelitian. satuan ini memiliki
karakteristik berwarna abu-abu kehijauan,
hipokristalin, porfiroafanitik, fenokris
tersusun atas leusit, piroksen, serta biotit.
Masadasar berupa mineral mafik,
memperlihatkan struktur vesikuler. Pada
satuan ini, batuan telah mengalami
kloritisasi.
Lava phonolit 2 yang terletak di bagian timur
laut daerah penelitian memiliki ciri berwarna
abu-abu, porfiroafanitik, tersusun oleh
fenokris berupa leusit berukuran 1-3 mm,
serta piroksen. Masadasar tersusun atas
mineral mafik dan feldspatoid.
Lava Phonolit 3 terletak di sebelah selatan
daerah penelitian secara umum terdiri atas
leusit dan piroksen. Satuan ini
memperlihatkan struktur autobreksi dan
kekar pendinginan dengan trend relatif NE-
SW.
Lava Phonolit 4 dijumpai pada bagian barat
laut daerah penelitian. lava ini memiliki
karakteristik berwarna abu-abu, dengan
fenokris didominasi oleh leusit berukuran
halus. Batuan memperlihatkan struktur
vesikuler yang cukup dominan.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 200
Gambar 2 Peta Geologi daerah penelitian beserta titik sampel untuk analisis petrografi.
Lava foidit dijumpai di sebelah timur daerah
penelitian dengan ciri-ciri berwarna abu-abu,
hipokristalin, porfiroafanitik, tersusun oleh
fenokris yang terdiri dari leusit, piroksen,
hornblende, dan biotit. Masadasar umumnya
berupa feldspatoid dan mineral mafik. Foidit
umumnya ditemukan dalam kondisi lapuk
sedang – lapuk. Memiliki ukuran fenokris
leusit sebesar 0,5 – 1 cm yang melimpah.
Breksi autoklastik dijumpai dengan litologi
phonolit, berwarna abu kehijauan, dengan
karakteristik segar-lapuk dan memiliki tektur
porfiroafanitik. Breksi autoklastik tersebar
pada bagian barat daerah penelitian.
Breksi vulkanik umumnya dijumpai di
dinding sungai dan tebing dalam kondisi
cukup lapuk. Breksi vulkanik di area
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 201
pemetaan memiliki karakteristik berwarna
coklat – abu-abu, vesikuler, sortasi buruk,
kemas terbuka, fragmen berukuran pasir
kasar – kerakal, menyudut, terdiri dari
fragmen phonolith, foidit, batuan beku
afanitik berwarna hitam (leusit basalt).
Umumnya sumbu panjang fragmen batuan
memiliki trend relatif NW-SE.
Gambar 3 Singkapan batuan di daerah penelitian. a) phonolit segar di lokasi TB76, b) phonolit terkekarkan pada
TB01, c) phonolit lapuk berwarna kecokelatan, d) breksi vulkanik dengan fragmen berupa phonolitoid dan foidit.
Analisis petrografi batuan alkalin di daerah
Trans, Botteng dilakukan terhadap 7 sampel
dengan mengamati variasi tekstur dan
komposisi mineraloginya. Litologi batuan
vulkanik alkalin terdiri dari phonolith dan
sedikit foidit. Phonolith umumnya
memperlihatkan karakteristik berupa
hipokristalin porfiritik, fenokris tersusun atas
mineral leusit, piroksen, hornblenda, dan
biotit. Masadasar terdiri dari leusit, piroksen
dan mineral opak, sebagian terubah menjadi
klorit atau mineral lempung.
Leusit dominan hadir sebagai fenokris pada
sampel batuan alkalin dari daerah penelitian.
Leusit umumnya menunjukkan tekstur
zoning dan telah terkorosi, sampel TB 124
dan TB 01 menunjukkan kehadiran leusit
yang membentuk skeletal leusit (Gambar 4.a)
Beberapa leusit menunjukkan inklusi
piroksen, dan ubahan membentuk zeolit
menyerabut. Sebagian lain dari leusit yang
terubah menunjukkan ubahan membentuk
mineral lempung.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
202 ISBN 978-979-99141-7-0
Piroksen umumnya berupa klinopiroksen,
hadir sebagai fenokris dan masadasar pada
phonolith dalam kondisi tidak utuh dan retak-
retak. Beberapa piroksen menunjukkan
tekstur kembaran polisintetik dan
membentuk kumuloporfiritik (Gambar 4c,
Gambar 4b). Piroksen telah menunjukkan
ubahan oleh klorit dan mineral opak. Rim
mineral opak bersama serisit teramati pada
beberapa sampel batuan (Gambar 4e,
Gambar 4f). Pada piroksen juga dijumpai
kehadiran inklusi mineral opak.
Biotit dijumpai sebagai fenokris pada batuan.
Presentase biotit pada sampe terhitung kecil.
Rim mineral opak dan serisit ditemui pada
beberapa sampel batuan. Inklusi mineral
opak juga dijumpai pada mineral biotit.
Mineral sekunder yang dominan dijumpai
pada sampel dari wilayah ini adalah serisit,
zeolit, mineral opak, dan klorit. Klorit
dijumpai dominan pada sampel sayatan tipis
dan umumnya hadir sebagai ubahan pada
piroksen dan feldspar. Serisit banyak
dijumpai sebagai ubahan baik pada fenokris
maupun masadasar dari batuan alkalin di
daerah penelitian.
Zeolit terdistribusi secara lokal pada sampel
batuan alkalin Trans Boteng. Umumnya
zeolit hadir di sekitar rongga-rongga atau
mengisi rongga membentuk amygdaloid.
Zeolit memiliki tekstur radial dengan
pemadaman bergelombang dan berasosiasi
dengan serisit.
B. RADIOMETRI
Nilai radiometri di daerah penelitian
menunjukkan rentang antara 363–2.785
nSV/jam dengan nilai rata-rata 855,66
nSv/jam. Statistik data konsentrasi ekuivalen
unsur menunjukkan nilai rata-rata K, U, dan
Th berturut-turut di daerah penelitian adalah
1,42%, 29,54 ppm, dan 196,03 ppm (Tabel
1). Berdasarkan peta radiometri (Gambar 5),
anomali laju dosis sebanding dengan anomali
konsentrasi ekuivalen uranium dan thorium.
Lokasi anomali tersebar dan dijumpai pada
singkapan lava phonolit terkekarkan seperti
pada TB01 dan TB124. Selain pada
singkapan lava phonolit, anomali konsentrasi
ekuivalen uranium dan thorium ditemui pada
batuan lapuk dan tanah berwarna merah yang
diperkirakan berasal dari lapukan phonolit.
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 203
Gambar 4 Foto petrografi sampel batuan di daerah penelitian. Singkatan dalam kurung PPL – Nikol Sejajar, XPL
– Nikol Bersilang. a) leusit hadir dalam tekstur skeletal dan growth (Sampel TB124 – PPL), b) radial zeolit yang
mengisi rongga batuan (Sampel TB124 – XPL), c) clinopiroksen memperlihatkan tektur kumuloporfiritik
(Sampel TB81 – PPL), d) tektur kumuloporfiritik saat nikol bersilang (Sampel TB81 – XPL), e) rim opak
disekitar biotit pada sampel di selatan daerah penelitian (PPL), f) rim opak hadir bersama dengan serisit mika
(XPL).
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
204 ISBN 978-979-99141-7-0
Gambar 5 Peta hasil pengolahan data radiometri di daerah penelitian. a) peta laju dosis, b) peta konsentrasi
ekuivalen uranium, c) peta konsentrasi ekuivalen thorium, d) peta konsentrasi ekuivalen kalium.
Tabel 1 Statistik data radiometri area penelitian.
K
(%)
U
(ppm)
Th
(ppm)
Laju Dosis
(nSv/jam)
Min 0 0 69.3 336
Maks 9.3 243 450.3 2785.4
Rata-
rata 1.42 29.54 196.03 855.66
Jumlah
Data 8383
PEMBAHASAN
Batuan alkalin di daerah penelitian terbentuk
melalui mekanisme ekstrusif yang
menghasilkan aliran lava. Hal ini ditunjukkan
dengan struktur aliran dan vesikuler yang
dijumpai di permukaan singkapan. Proses
magmatik yang mempengaruhi pembentukan
lava batuan alkalin di Sub-sektor Trans
Botteng antara lain fraksionasi kristal dan
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 205
magma mixing. Interpretasi ini didukung oleh
melimpahnya tekstur rim pada kristal–kristal
penyusun batuan alkalin Sub-sektor Trans
Botteng. Kehadiran kristal dengan rim opak
dapat diinterpretasikan sebagai hasil magma
mixing di conduit yang melibatkan magma
baru [5]. Pada proses pembekuannya, sejak
di dalam dapur magma, telah terjadi proses
fraksionasi kristal yang dibuktikan dengan
kehadiran fenokris-fenokris yang melimpah
[4]. Magma kemudian mengalami
mekanisme ekstrusif membentuk aliran lava.
Pada saat proses erupsi, proses pendinginan
cepat di dekat permukaan dan di permukaan
terjadi. Pendinginan cepat menyebabkan
terjadinya pembentukan gelas dan skeletal
leusit [6]. Bentuk kristal leusit yang tidak
sempurna (skeletal) berperan dalam
pembentukan porositas batuan. Porositas
batuan ini dapat menjadi tempat presipitasi
mineral sekunder atau dapat menjadi jalur
bagi fluida untuk mengalterasi batuan.
Klorit merupakan mineral sekunder yang
umum dijumpai pada proses alterasi
hidrotermal yang berhubungan dengan
mineralisasi tembaga, uranium, dan emas [7],
[8]. Klorit terbentuk pada suhu yang relatif
rendah dan pembentukannya melibatkan
pengaruh air [9]. Klorit yang dijumpai pada
sayatan tipis lava phonolith di daerah
penelitian mengindikasikan bahwa batuan
alkalin di daerah tersebut telah mengalami
proses sekunder yang dipengaruhi oleh air.
Interpretasi tersebut dipertegas dengan
kehadiran zeolit. Zeolit dan klorit yang
teramati pada sayatan tipis sampel batuan
alkalin Transbotteng sama-sama
mengindikasikan adanya proses water-rock
interaction yang cukup intensif.
Zeolit dapat terbentuk akibat infiltrasi air
permukaan saat terjadi erupsi yang memicu
terjadinya replacement pada kristal primer
maupun presipitasi pada rongga terbuka
(vesikuler) [10]. Selain itu zeolit juga dapat
terbentuk akibat aktivitas hidrotermal pasca
erupsi atau pada fase post-magmatic cooling
[11]. Kristalisasi zeolit dapat terjadi secara
intensif pada temperature rendah (40-250 C)
dan lingkungan yang kaya akan air [12].
Secara umum, Soellner dalam Triana [8]
menginterpretasikan bahwa zeolitisasi terjadi
pada fase post magmatic [10]. Proses
zeolitisasi pada batuan alkalin daerah Trans
Botteng diinterpretasikan terbentuk pada fase
pascamagmatik.
Zeolit dan klorit terdistribusi secara lokal
pada sayatan tipis sampel batuan alkalin dari
daerah penelitian. Mineralisasi zeolit dan
klorit dipengaruhi oleh faktor jenis fluida,
temperatur, kelembaban, komposisi host
rock, dan porositas [9], [13]. Analisis tekait
jenis fluida, temperatur, dan kelembaban
tidak dibahas dalam penelitian ini.
Komposisi host rock relatif sama yaitu
berupa batuan alkalin sehingga tidak ada
perbedaan signifikan terkait pengaruh
komposisi host rock. Distribusi zeolit dan
klorit sangat dipengaruhi oleh porositas yang
dibuktikan dengan pola kehadiran zeolit dan
klorit yang umumnya terkonsentrasi di
sekitar rongga.
Menurut Cuney (2014), uranium dalam
cairan silikat pijar (magma) bersifat sangat
incompatible sehingga cenderung
terfraksionasi dalam melt atau lelehan.
Akumulasi uranium dapat terjadi jika ada
faktor air yang dapat berperan mengikat
unsur tersebut. Uranium dapat termobilisasi
dalam batuan beku oleh aktivitas hidrotermal
maupun air permukaan [14] kemudian
terpresipitasi pada lingkungan yang sesuai.
Sementara itu, thorium bersifat compatible
dan kristalisaai dapat terjadi secara intensif
bersamaan dengan proses magmatik yang
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
206 ISBN 978-979-99141-7-0
terjadi jika kondisi tekanan, temperatur, dan
komposisi sesuai. Thorium hanya memiliki
satu keadaan valensi, yaitu dalam bentuk Th
(IV), dan memiliki kelarutan rendah. Hal ini
menyebabkan thorium dapat terkonsentrasi
secara mekanis pada hasil pelapukan atau
dapat berkembang dengan baik ketika terjadi
proses hidrotermal[15].
Adanya water-rock interaction pada batuan
alkalin di Subsektor Trans Botteng dapat
memicu mineralisasi U-Th pada fase
pascamagmatik atau setelah batuan volkanik
terbentuk. Hal ini didukung dengan
keberadaan tanah hasil lapukan yang
memiliki nilai radiometri yang tinggi. Pada
batuan yang lapuk, interaksi air dengan
batuan semakin intensif. Interaksi tersebut
memicu keterdapatan zeolit dan klorit.
Keberadaan zeolit pada batuan tersebut dapat
menjadi agen adsorbsi bagi uranium dan
thorium. Infiltrasi air yang terjadi secara acak
sesuai dengan ketersediaan porositas baik
intrakristalin maupun interkristalin
memungkinkan terjadinya akumulasi U-Th
secara disseminated.
KESIMPULAN
Batuan alkalin pembawa U-Th di Trans
Boteng tersusun atas litologi berupa phonolit
dan foidit yang terbentuk melalui mekanisme
ekstrusif berupa aliran lava. Proses magmatik
yang mempengaruhi pembentukan batuan ini
secara dominan adalah fraksionasi kristal dan
magma mixing. Proses pasca magmatik
berupa water rock interaction menyebabkan
terjadinya ubahan membentuk zeolite, klorit,
dan serisit yang dapat memicu akumulasi
uranium pada daerah ini. Kondisi pasca
magmatik diinterpretasikan memiliki
temperatur yang rendah dengan keberadaan
air yang cukup kaya sehingga
memungkinkan terjadinya kristalisasi zeolit
dan klorit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Kepala Bidang Eksplorasi dan
Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir
atas bimbingan dan kesempatan yang
diberikan untuk melakukan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] D. Iskandar, Syarbiani, and Kusdiana, “Map
of Environmental Gamma Dose Rate of
Indonesian,” 2007.
[2] H. Syaeful, I. G. Sukadana, and A.
Sumaryanto, “Radiometric Mapping for
Naturally Occurring Radioactive Materials
(NORM) Assessment in Mamuju, West
Sulawesi,” Atom Indones., vol. 40, no. 1, p.
35, 2014.
[3] I. G. Sukadana, “PETROGENESIS BATUAN
VULKANIK ADANG DAN KAITANNYA
DENGAN KETERDAPATAN MINERAL
RADIOAKTIF DI KABUPATEN MAMUJU,
SULAWESI BARAT,” 2015.
[4] J. D. Winter, Principles of Igneous and
Metamorphic Petrology John D. Winter
Second Edition, 2nd ed. London: Pearson
Education Limited, 2013.
[5] K. D. Putirka, M. A. Kuntz, D. M. Unruh, and
N. Vaid, “Magma evolution and ascent at the
craters of the moon and neighboring volcanic
fields, Southern Idaho, USA: Implications for
the evolution of polygenetic and monogenetic
volcanic fields,” J. Petrol., vol. 50, no. 9, pp.
1639–1665, 2009.
[6] A. D. Mommio, “Skeletal Texture,”
http://www.alexstrekeisen.it/, 2018. .
[7] N. Absar, “Chloritization and its bearing on
uranium mineralization in Madyalabodu area,
Cuddupah district, Andra Pradesh,” J. Geol.
Soc. India, vol. 84, 2014.
[8] Z. S. Zhang, R. M. Hua, J. F. Ji, Z. C. Zhang,
G. L. Guo, and Z. P. Yin, “Characteristics and
formation condition of chlorite in No. 201 and
No. 361 uranium deposits,” Acta Miner. Sin.,
vol. 27, 2016.
[9] D. Wu, J. Pan, F. Xia, G. Huang, and J. Lai,
“The mineral chemistry of chlorites and its
PROSIDING Seminar Geologi Nuklir dan Sumber Daya Tambang Tahun 2019 PUSAT TEKNOLOGI BAHAN GALIAN NUKLIR - BATAN
ISBN 978-979-99141-7-0 207
relationship with uranium mineralization from
Huangsha Uranium Mining Area in the
Middle Nanling Range, SE China,” Minerals,
vol. 9, p. 199, 2019.
[10] J. M. Triana et al., “Natural zeolite filling
amydales and vein in basalt from the British
Tertiary Igneous Province on the Isle of Skye,
Scotland,” Earth Sci. Res. SJ, vol. 16, no. 1,
pp. 41–53, 2012.
[11] T. Weisenberger and S. Spurgin, “Zeolites in
Alkaline Rocks of the Kaiserstuhl Volcanic
Complex, Sw Germany - New Microprobe
Investigation and the Relationship of Zeolite
Mineralogy to the Host Rock,” Geol. Belgica,
vol. 12, no. 1–2, pp. 75–91, 2009.
[12] H. Kristmannsdottir and J. Thomson, “Zeolite
zones in geothermal area of Iceland,” in
Natural Zeolite Occurences Properties and
Use, L. B. Sand and F. M. Mumpton, Eds.
Oxford, UK: Pergamon Press, 1978, pp. 277–
284.
[13] T. B. Weisenberger, S. Spürgin, and Y.
Lahaye, “Hydrothermal alteration and
zeolitization of the Fohberg phonolite,
Kaiserstuhl Volcanic Complex, Germany,”
Int. J. Earth Sci., vol. 103, no. 8, pp. 2273–
2300, 2014.
[14] M. Cuney, “Felsic magmatism and uranium
deposits,” Bull. la Soc. Geol. Fr., vol. 185, no.
2, pp. 75–92, 2014.
[15] M. Fairclough, “IAEA-TECDOC-1877,” no.
June, 2019.