Proposal Hubungan Kebiasaan Merokok dan Status Gizi dengan Gejala ISPA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas EPIDEMIOLOGI K3

Citation preview

I

1PAGE 38

I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSopir angkutan kota adalah pekerjaan yang banyak menghabiskan waktu di lalu lintas kota yang memiliki tingkat polusi tinggi. Pola istirahat dan gaya hidup yang tidak sehat merupakan faktor timbulnya gangguan kesehatan. Selain itu, rentannya dari pekerjaan ini untuk mendapatkan masalah-masalah kesehatan diakibatkan perilaku yang tidak sehat, diantaranya kebiasaan merokok, alkohol dan pola hidup yang tidak sehat (Pratiwi, 2007).

Survei yang dilakukan Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) mengenai pelanggaran di Kawasan Dilarang Merokok (KDM) paling banyak terjadi di angkutan kota. Angkutan pelanggar terbanyak yakni mikrolet dengan pelanggar umumnya para sopir angkutan kota. Berdasarkan survei pada awal hingga akhir Juli 2009 sebanyak 89 % angkutan kota melanggar ketentuan Kawasan Dilarang Merokok (KDM). Ini didasarkan pada survei sebelumnya terhadap 1.000 responden yang kebanyakan mengeluhkan banyaknya asap rokok, mereka yang melanggar merupakan pecandu berat rokok. Kebanyakan pelanggar adalah sopir atau sopir, diikuti oleh penumpang dan terakhir dari kenek atau kondektur. Jumlah angkutan yang disurvei sebanyak 549 terdiri dari mikrolet 226, metro mini 106, kopaja 100, bus besar atau patas 117 yang terdapat di kota Jakarta. Dari angkutan kota yang melanggar, pelanggar terbanyak yakni mikrolet dengan jumlah 194 pelanggaran. Lalu bus besar 102 pelanggar, metro mini 96 pelanggar, dan kopaja 90 pelanggar. Alasan pelanggaran karena mereka tidak tahan bila tidak merokok karena sudah kecanduan (76 %), dan sisanya karena tidak ada petugas yang mengawasi (24 %). Padahal, sudah ada ketentuan tertulis, yaitu regulasi yang mengikat di dalam Perda Nomor 2 Tahun 2005 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 75 Tahun 2005 mengenai kawasan dilarang merokok. Tujuh kawasan dilarang merokok, yaitu tempat pelayanan masyarakat, tempat ibadah, tempat belajar mengajar, arena bermain anak, angkutan kota, tempat umum, dan tempat kerja (Taufiqurrahman, 2009).Tempat-tempat yang identik dengan keteraturan, kebersihan, kepandaian, kesehatan masih terdapat pelanggaran kawasan bebas rokok. Hasil penelitian Lembaga Penanggulangan Masalah Merokok (LM3) dan Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) terhadap 1.586 sopir dan kernet angkutan kota di lima kota Indonesia (Pekanbaru, Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Sorong) memperlihatkan bahwa 82,2% di antaranya merokok. Mereka makin aktif merokok bila jalanan macet, untuk mengurangi ketegangan (Widianti, 2007). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda) di Jakarta 100% sopir angkutan kota merokok di kendaraannya. Dari 102.000 angkutan kota masih terdapat kepulan asap rokok, dan hanya 24.000 armada yang terbebas asap rokok yakni taksi dan 403 busway. Padahal rokok/tembakau dapat menyebabkan berbagai penyakit tidak menular seperti ISPA, jantung dan gangguan pembuluh darah, stroke, kanker paru, dan kanker mulut. Di samping itu, rokok juga menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil di luar kandungan, pertumbuhan janin (fisik dan IQ) yang melambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal. Rokok mengandung lebih dari empat ribu bahan kimia, termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui, sehingga seseorang yang terpapar dengan asap tembakau juga dapat menyebabkan bahaya kesehatan yang serius (http://Organda.or.id. 2009).Hasil penelitian mengenai kebiasaan merokok sopir angkutan kota di kota Solo menunjukan 70 % sopir angkutan kota merokok, hampir separuhnya perokok sedang (48 %) dengan lama merokok mayoritas 20 tahun. Selain itu pengkonsumsi alkohol sebesar 18,2 %, dengan rata-rata mengkonsumsi alkohol 6 kali perbulan, 55 % diantaranya mengkonsumsi lebih dari satu botol per minum (Pratiwi, 2007).Masalah yang dihadapi oleh sopir angkutan kota adalah pengopearsian kendaraan rata-rata 12-18 jam dengan jumlah uang setoran yang minim. Selain itu kesempatan untuk melakukan olahraga sangat minim, sehingga tidak jarang terdapat sopir yang mengalami kegemukan. Berdasarkan hasil penelitian di kota Solo terdapat 33,6 % sopir tidak melakukan aktivitas olahraga, sehingga tergolong berstatus gizi gemuk (71,8 %). Jam kerja yang berat menyebabkan para sopir sering sakit-sakitan seperti masuk angin, pusing, sakit kepala, dan pegal-pegal. Pada tahap lanjutan, seringkali terjadi gangguan ginjal, jantung, dan berbagai penyakit pernafasan serius lain seperti ISPA. Bagi mereka, penyakit tersebut menjadi masalah yang cukup berat. Inilah yang menjadi masalah kesehatan bagi para sopir sehingga mempengaruhi status kesehatannya (Pratiwi, 2007).Kebiasaan-kebiasaan tidak sehat pada sopir tidak hanya akan berdampak pada status kesehatan dari sopir angkutan kota tersebut seperti kebiasaan merokok dan alkohol, tetapi akan berdampak juga pada produktifitas kerja sopir sebagai sopir angkutan kota yang pada akhirnya akan membahayakan jiwa sopir dan keselamatan para penumpangnya, banyak kecelakaan terjadi akibat sopir berada dalam pengaruh alkohol (Pratiwi, 2007).

Sesuai dengan latar belakang mengenai perilaku merokok pada sopir angkutan kota di Kota Kendari, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara antara kebiasaan merokok dan status gizi dengan Gejala ISPA pada sopir mobil mikrolet di Kota Kendari Tahun 2014.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dan status gizi dengan gejala ISPA pada sopir mobil mikrolet di Kota Kendari tahun 2014?C. Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dan status gizi dengan gejala ISPA pada Sopir mobil mikrolet di Kota Kendari tahun 2014.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA pada sopir mobil mikrolet di Kota Kendari tahun 2014.b. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada sopir mobil mikrolet di Kota Kendari tahun 2014.D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi dunia kesehatan khususnya Dinas Kesehatan Kota Kendari dalam menentukan kebijakan khususnya dalam upaya peningkatan status kesehatan sopir angkutan kota yang ada di Kota Kendari.2. Manfaat TeoritisPenelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti selanjutnya.3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu pengalaman berharga bagi peneliti.II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang ISPA 1. Definisi ISPAISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut :

a. InfeksiAdalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.b. Saluran pernafasan

Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.c. Infeksi Akut

Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :1) ISPA non-Pneumonia: dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek.2) Pneumonia: apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran.2. Etiologi ISPA Penyebab penyakit ISPA beraneka ragam, namun penyebab terbanyak adalah virus, bakteri dan aspirasi (debu, polusi, makanan). Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.Menurut WHO dalam Suciasih (2010), beberapa faktor pencetus ISPA yaitu: a. Daya tahan tubuh

Daya tahan tubuh merupakan kemampuan individu untuk mencegah masuk dan berkembang biaknya kuman. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keadaan gizi dan kekebalan individu.

b. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang kumuh khususnya perumahan yang kotor dan padat penduduknya dapat mengakibatkan masyarakat mudah terjangkit berbagai penyakit antara lain ISPA. 3. Faktor Risiko Penyakit ISPABerdasarkan hasil penelitian dan berbagai publikasi ilmiah dari berbagai negara termasuk Indonesia, dilaporkan bahwa faktor risiko ISPA pada balita meliputi: 1) kondisi rumah yaitu ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kamarisasi, letak dapur, kepadatan penghuni, asap rokok dan asap dapur, 2) status gizi, 3) status imunisasi, 4) pemberian ASI, 5) pemberian Vitamin A dan berat badan lahir (Rasmaliah, 2004; Suhandany, 2006; Siswono, 2007; Nindya, 2005).Selain itu, faktor risiko yang meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah tingkat sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, menderita penyakit kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah.4. Klasifikasi Penyakit ISPAPenyakit ISPA dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomis dan berat ringannya penyakit. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis meliputi Infeksi saluran pernapasan atas (common cold, faringitis akut, tonsilitis akut dan otitis media) dan infeksi saluran bagian bawah (bronchitis, bronciolitis dan pneumonia). WHO (1991) menerapkan dua tanda sebagai kriteria atau dasar diagnosis dan klasifikasi untuk manajemen kasus ISPA. Kriteria tersebut adalah seseorang dengan gejala batuk dan kesukaran bernapas. Kriteria ini juga digunakan dalam program pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia (Depkes RI, 2001).Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu :a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan yang terbagi atas pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.b. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terbagi atas pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.5. Gejala Penyakit ISPAUmumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Kadang gejala-gejala penyakit menjadi lebih berat, dan bila semakin berat dapat mengakibatkan kematian. Gejala penyakit ISPA terbagi atas:

a. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk 2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis)3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C atau jika dahi anak dirabab. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji2) Suhu lebih dari 39 C (diukur dengan termometer)3) Tenggorokan berwarna merah4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)7) Pernafasan berbunyi menciut-ciutc. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: a. Bibir atau kulit membirub. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafasc. Anak tidak sadar atau kesadaran menurund. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafasf. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba g. Tenggorokan berwarna merah

6. Cara PenularanPenyakit ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne diseases). Sumber penularan penyakit adalah penderita ISPA. Awal dan lamanya penderita dapat menularkan penyakitnya ke orang lain juga berbeda-beda karena beragamnya etiologinya. Penularan organisme penyebab ISPA terjadi melalui aerosol, droplet atau kontak langsung tangan dengan sekret yang terinfeksi yang kemudian menyentuh hidung atau mata. Penularan melalui udara terjadi karena terdapatnya bibit penyakit di udara yang umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara) (Depkes RI, 2004). B. Tinjauan Umum Mengenai Variabel yang Diteliti

1. Tinajuan Umum tentang Kebiasaan Merokok Rokok pada Sopira. Definisi Rokok

Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti dan lebih jantan. Dibalik kegunaan atau manfaat rokok juga terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang-orang yang merokok maupun orang disekitar perokok yang bukan perokok. Perilaku merokok dapat dikatakan sebagai kegiatan sewaktu menghisap tembakau yang dilakukan oleh individu. Perilaku merokok terjadi pada saat individu berusia remaja, kebiasaan merokok ini akan terus berlanjut sampai individu memasuki masa dewasa dan biasanya orang merokok untuk mengatasi masalah emosional. Bagi sekelompok orang, merokok merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan sekaligus dapat dijadikan teman dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang tergolong santai, bahkan ada pula yang beranggapan bahwa merokok merupakan sebuah bantuan yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi kegelisahan ataupun ketegangan (Rasti, 2008).

Rokok merupakan salah satu bentuk industri dan komoditi internasional yang mengandung sekitar 1.500 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang penting antara lain : tar, nikotin, benzopyrin, metilkloride, aseton, ammonia, dan carbon monoksida. Diantara sekian banyak zat berbahaya ini, ada tiga yang paling penting, khususnya terhadap kanker, yakni tar, nikotin dan carbon monoksid (Bustan, 2000).

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Ada dua jenis rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin (Kelena, 2008).

b. Kandungan Zat Dalam Rokok

1. Carbon monoksida

Gas beracun yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen2. Nikotin

Salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah, nikotin membuat pemakainya kecanduan.

3. Benzo(a)pyrene

Salah satu jenis hidrokarbon aromatic polisiklik, sejauh ini termasuk bahan karsinogen yang paling banyak diteliti dan dikenal sebagai agen penyebab mutasi.4. Acrolein

Acrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna, seperti aldehyde. Zat ini diperoleh dengan mengambil cairan dari glyceril atau dengan mengeringkannya. Zat ini sedikit banyaknya mengandung bahan alkohol. Dengan kata lain, acrolein itu adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan.

5. Ammonia

Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Ammonia ini sangat gampang memasuki sel-sel tubuh. Begitu kerasnya racun yang terdapat pada ammonia itu, sehingga kalau disuntikan sedikitpun kepada peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

6. Formic Acid

Formic acid adalah jenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat berbuat lepuh. Zat ini sangat tajam dan menusuk baunya. Zat ini dapat membuat seseorang merasa digigit semut. Bertambahnya jenis acid apapun di peredaran darah dapat menambah cepatnya pernapasan seseorang.7. Hydrogen Cyanide

Hydrogen Cyanide adalah jenis zat yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Zat ini merupakan zat paling ringan dan mudah terbakar. Zat ini sangat efisien untuk menghalangi pernapasan. Cyanide adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja cyanide dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat menyebabkan kematian.

8. Formaldehyde

Formaldhyde adalah jenis zat yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Gas ini adalah tergolong pengawet dan pembasmi hama. Salah satu jenis formaldehyde ini banyak digunakan sebagai pengawet di laboratorium.

9. Nitrous oxide

Nitrous oxide adalah jenis gas yang tidak berwarna, dan jika diisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan mengakibatkan rasa sakit. Nitrous oxide ini adalah jenis zat yang pada mulanya dapat digunakan sebagai anestesia (zat pembius) waktu diadakan operasi. 10. Phenol

Phenol adalah campuran yang terdiri dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, dan juga diperoleh dari ter arang. Bahan ini adalah merupakan zat racun yang sangat membahayakan. Phenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktifitas anzyme.11. Acetol

Acetol adalah dari hasil pemanasan aldehyde sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak dan mudah menguap dengan alkohol.

12. Hydrogen Sulfide

Hydrogen Sulfide adalah sejenis gas beracun yang gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini mengalami oxide enzim (zat besi yang berisi pigmen).

13. Methyl Chloride

Methyl Chloride adalah sesuatu dari zat-zat bervalensa satu dimana hidrogen dan karbon merupakan unsur utama. Zat ini adalah merupakan compound organis yang sangat beracun. Uapnya dapat berperan sebagai anestesia.14. Methanol

Methanol adalah jenis cairan ringan yang gampang menguap, dan mudah terbakar. Cairan ini dapat diperoleh dengan penyulingan bahan kayu atau dari sintesis karbon monoxyda dan hydrogen. Meminum atau mengisap metahnol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.15. Tar

Zat ini sejenis cairan kental berwarna cokelat tua atau hitam yang diperoleh dengan distalasi dari kayu atau arang. Tar ini juga dapat dari getah tembakau. Tar yang terdapat dalam rokok terdiri dari ratusan zat kimia yang dapat menyebabkan kanker pada manusia. Bilamana zat-zat itu diisap waktu merokok akan mengakibatkan kanker paru-paru (Nainggolan, 1998).

Menururt Fadli (2008), efek jangka panjang dari penggunaan tembakau adalah timbulnya beberapa penyakit, antara lain :

a. Kecanduan nikotin.

b. Berbagai macam kanker, terutama kanker paru, ginjal, tenggorokan, leher rahim, payudara, kandung kemih, pankreas dan lambung. Satu dari enam pria merokok akan menderita kanker paru.

c. Penyakit jantung dan pembuluh darah : stroke dan penyakit pembuluh darah tepi.

d. Penyakit saluran pernapasan: flu, radang saluran pernapasan (bronkhitis), penyakit paru obstruktif kronis.

e. Cacat bawaan pada bayi dari ibu yang merokok selama kehamilan.

f. Penyakit Buerger.g. Katarak.

h. Gangguan kognitif (daya pikir) : lebih rentan penyakit alzheimer (pikun), penyusutan otak.

i. Impotensi.

Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Para perokok menggunakan rokok bukan untuk mengendalikan perasaannya, tetapi karena benar-benar telah menjadi kebiasaan.

Menurut Tomkins (1991) ada empat tipe perilaku merokok sebagai berikut :

a. Tipe merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Ditambahkan ada tiga sub tipe ini yakni (1) merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan, (2) merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan, dan kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis roko yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Pada orang-orang tipe ini, merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis.

Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :

1. Merokok Di Tempat-Tempat Umum/ Ruang Publik :

a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smocking area.b. Kelompok yang heterogen (merokok di tengah-tengah orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan lain-lain)

2. Merokok Di Tempat-Tempat Yang Bersifat Pribadi

a. kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok yang memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat merokok dogolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.

b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.Perokok dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yaitu :

a.perokok ringan, 1-9 batang per hari.

b.perokok sedangan 10-19 batang per hari.

c.perokok berat 20 batang atau lebih per hari (Sitorus, 2003).

c. Bahaya Rokok

Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan. Tapi sayangnya masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogenik yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8 20 mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25 %. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.

Nikotin diterima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur ardegenik, zat ini akan mengaktifkan sistem adregenik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotonim. Meningkatnya sorotonim menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika berhenti merokok rasa nikmat yang diperoleh akan berkurang (Tineke, 2002).

Efek dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan dengan zat-zat adiktif lainnya roko sangatlah rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat.

Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 janis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin, carbon monoksida dan sebagainya. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.Perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum merokok untuk merokok agar merasakan penderitaan yang sama dengannya, yaitu terjebak dalam ketagihan asap rokok yang jahat. Sebagian perokok juga ada yang secara sengaja merokok di tempat umum agar asap rokok yang dihembuskan dapat dihirup orang lain, sehingga orang lain akan terkena penyakit kanker. Berdasarkan data demografi Universitas Indonesia, sebanya 427.948 orang meninggal di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan rokok (Depkes, 2008).2. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi pada Sopira. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang . Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih (Almatsier, 2004).b. Penilaian status gizi

Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.a. Penilaian secara langsung

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, dkk., 2001).

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri.

Rekomendasi dalam menilai status gizi anak di bawah lima tahun yang dianjurkan untuk digunakan di Indonesia adalah baku World Health Organization-National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).

Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)

Indeks berat badan menurut umur merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) (Supariasa, dkk., 2001).b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa, dkk. (2001)).c)Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa, dkk., 2001). Berbagaiindeks antropometri, untuk menginterpretasinya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas yang paling umum digunakan saat ini adalah dengan memakai standar deviasi unit (SD) atau disebut juga Z-Skor.

Rumus perhitungan Z-Skor adalah :

Z-Skor= Nilai individu subyek-Nilai median Baku Rujukan

Nilai Simpang Baku Rujukan

d)Indeks Masa Tubuh (IMT)Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal atau normal.

Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak tahun 1958 digunakan cara adalah dengan perhitungan berat badan normal berdasarkan rumus :Berat badan normal = (tinggi badan -100) 10 % (tinggi badan - 100)Atau

0,9 x (tinggi badan - 100)

Dengan batasan:

Nilai minimum: 0,8 x (tinggi badan - 100)

Nilai maksimum: 1,1 (tinggi badan - 100)

Ketentuan ini berlaku umum bagi laki dan perempuan.

Berat badan yang berada di bawah batas minimum dinyatakan sebagai under weight atau kekurusan, dan berat badan berada di ayas batas maksimum dinyatakan sebagai over weight atau kegemukan. Orang-orang yang berada di bawah ukuran berat normal mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi, sementara yang berada di atas ukuran normal mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit degeneratif.

Penggunaan Indeks Masa Tubuh IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

Atau

Berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan Food and Agriculture Organisation (FAO) dan World Health Organisation (WHO), yang membedakan batas ambang untuk lski-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23 (Supariasa, 2001). 2)Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi . Hal ini disajikan pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, dkk.,2001).

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus lebih diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi, gusi,bibir, lidah, mata (Arisman dalam Yuliaty, 2008).

3)Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, dkk., 2001).

4)Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, dkk., 2001).b.Penilaian secara tidak langsung

1)Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untu individu antara lain :

a) Metode recall 24 jam

b) Metode esthimated food record

c) Metode penimbangan makanan (food weighting)

d) Metode dietary historye)Metode frekuensi makanan (food frequency).

2)Statistik vital

Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk., 2001).3)Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk., 2001). C. Kerangka Konsep

Sopir Angkutan kota merupakan kelompok yang sangat rentan untuk mengalami penyakit ISPA akibat status gizi yang buruk dan juga kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yang tidak sehat seperti kebiasan merokok. Untuk itu penulis tertarik untuk menggambarkan hubungan faktor-faktor resiko gejala ISPA pada sopir angkutan kota di kota kendari, dengan uraian variabel yaitu kebiasaan merokok dan status gizi.Kebiasaan-kebiasaan tidak sehat pada sopir tidak hanya akan berdampak pada status kesehatan dari sopir angkutan kota tersebut tetapi akan berdampak juga pada produktifitas kerja sopir sebagai sopir dari angkutan umum yang pada akhirnya akan membahayakan jiwa sopir dan keselamatan para penumpangnya. Berdasarkan pola pemikiran yang telah diuraikan, maka hubungan variabel tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut:

Keterangan:

= Dependent Variable (Variabel Terikat)= Independent Variable (Variabel Bebas)

= Variabel yang tidak ditelitiGambar 1. Kerangkap Konsep PenelitianD. Hipotesis Penelitian

H0: Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Sopir mobil mikrolet. Ha: Ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA pada Sopir mobil mikrolet. H0: Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada Sopir mobil mikrolet.Ha: Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada Sopir mobil mikrolet. III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 16 September 27 September 2014, pada 3 kawasan pemberhentian para sopir angkutan kota, yaitu pertigaan Jl H.A.E Mokodompit (kampus), di depan gedung KNPI serta di samping Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kota Kendari. Alasan penetapan lokasi penelitian dimana ketiga tempat tersebut sering dijadikan tempat peristirahatan dan tempat pergantian antar sopir. B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik dengan metode observasi menggunakan rancangan Cross Sectional Study, untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dan status gizi dengan gejala ISPA pada Sopir mobil mikrolet di Kota Kendari Tahun 2014.C. Populasi dan Sampel1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua sopir angkutan kota yang memiliki masa kerja 6 bulan dan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yakni 512 sopir (Hasil prasurvei bulan Juni 2014).2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari sopir angkutan kota yang memiliki masa kerja 6 bulan dan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), sebanyak 84 responden. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 84 orang, penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Taro Yamane atau Slovin dalam Riduan dan Akdon (2005) :

dimana :

N = jumlah populasi

n = Jumlah sampel

d2 = Presisi (Ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95 %)

= 84 responden (jumlah sampel yang terpilih sebanyak 84 responden).

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas :

1. Variabel dependent adalah gejala ISPA yang diukur dengan menegakkan anamnesis dimana hanya sebatas menanyakan keluhan saluran pernapasan atas dan bukan untuk menegakkan suatu diagnosa ISPA. 2. Variabel independent adalah

a. Kebiasaan merokok.b. Status gizi.E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti didefenisikan sebagai berikut :1. Gejala ISPA adalah apabila responden mengalami gejala, dengan kriteria:a. Mengalami gejala : apabila responden mengalami gejala-gelaja seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam, dan terkadang sesak nafas dalam rentang waktu 2 minggu terakhir (Depkes RI, 2005) saat penelitian ini dilakukan.

b. Tidak mengalami: Apabila responden tidak mengalami gejala-gejala gejala

seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam,

dan terkadang sesak nafas dalam rentang waktu 2

minggu terakhir (Depkes RI, 2005) saat penelitian

ini dilakukan. 2. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan responden menghisap rokok pada saat penelitian, dengan kriteria: c. perokok ringan : apabila responden menghisap rokok 1-9 batang per hari pada saat penelitian ini dilakukan.

d. perokok sedang : apabila responden menghisap rokok 10-19 batang per hari pada saat penelitian ini dilakukan.

e. perokok berat : apabila responden menghisap rokok 20 batang atau lebih per hari pada saat penelitian ini dilakukan.3. Status gizi adalah keadaan tubuh responden yang ditentukan berdasarkan indikator antropometri gizi yaitu Indeks Masa Tubuh (IMT), pengukuran yang dilakukan terhadap responden yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan pada saat penelitian. Berdasarkan standar Depkes tahun 1994 yaitu dengan kriteria :

Kurus : apabila responden memiliki IMT 18,5 pada saat penelitian dilakukanNormal : apabila responden memiliki IMT 18,5 25,0 pada saat penelitian dilakukanGemuk : apabila responden memiliki IMT 25,0 pada saat penelitian dilakukanF. Pengumpulan Data

a) Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diambil atau diperoleh dari responden baik dengan menggunakan kuesioner, observasi dan pengukuran langsung tinggi badan dan berat badan terhadap responden.

b) Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dalam hal ini data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Kendari untuk mendapat jumlah mobil Angkutan kota di Kota Kendari.G. Pengolahan Data, Analisis data dan Penyajian Data

1) Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner, diolah dengan menggunakan komputer dalam program Statistical Program for the Social Sciences (SPSS) versi 16,0 dan kalkulator kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel. Untuk menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT) dilakukan dengan menggunakan alat bantu computer dengan program Gizi-Com.2) Analisis DataData yang telah terkumpul kemudian diedit, dikelompokkan, dikoding, dan dientri dalam komputer untuk diolah dengan program statistik. Analisis data dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis Univariat

Dilakukan secara deskriptif pada masing-masing variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui hubungan status gizi dan kebiasaan merokok dengan gejala ISPA pada Sopir mobil mikrolet kota Kendari tahun 2014, dengan menggunakan uji Chi square dengan tabel kontingensi 2x2, pada tingkat kepercayaan 95% (=0,05), dengan rumus sebagai berikut: Keterangan :

QUOTE X2 = Z nilai chi-kuadrat

N = jumlah sampel

M = nilai maksimum baris/kolomDimana: Oij = nilai hasil observasi

Eij= nilai harapan

Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002):

1) H0 diterima jika X2hitung X2tabel atau p value () = 0,05

2) H0 ditolak jika X2hitung X2tabel atau p value () = 0,053) Penyajian Data

Data yang telah diolah dan dianalisis, disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.DAFTAR PUSTAKAFadlie., 2008. Merokok dan Kesehatan. http://fadlie.web.id/bangfad/dampak-rokok.html. Diakses pada tanggal 14 September 2014.Haryanto, S.Pd. 2012. Metode Penelitian. http://belajarpsikologi.com/contoh-proposal-penelitian-terbaru. Diakses pada tanggal 15 September 2014.

Karimuna, Siti Rabbani,. 2010. Gambaran Determinan Status Kesehatan Sopir Angkutan Kota 1B di Kota Kendari Tahun 2010. Skripsi. FKM UHO. Kendari

Notoatmodjo., S., 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Pratiwi., 2007. Gambaran Determinan status kesehatan Sopir Taksi Koperasi Sopir Transportasi (Kosti) Solo. Skripsi. FKM UNDIP. Semarang.

Rizka Hikmawati Noer., 2013. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja dengan Gejala ISPA di Pabrik Asam Fosfat Dept. Produksi III PT. Petrokimia Gresik. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 2 Jul-Des 2013: 130136. Diakses pada tanggal 15 Desember 2014.Samadin, Ivon Irianthy., 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Pesisir Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2011. Skripsi. FKM UHO. Kendari.

Sormin, Keti Rohani., 2012. Hubungan Karakteristik dan prilaku Pekerja yang Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex. Skripsi. FKM Universitas Indonesia. Jakarta.

Taufiqqurahman., 2009. angkutan Umum pelanggar terbanyak aturan dilarang merokok. http://www.detiklagi.or.id. Diakses pada tanggal 14 September 2014.WHO. 2007. Infeksi Saluran Pernafasan akut yang Cenderung menjadi Pandemi dan Endemi. http://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_ EPR_2007_8BahasaI.pdf. Diakses pada Tanggal 15 September 2014.Yusnabeti, dkk., 2010. PM10 dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Pekerja Industri Mebel. Makara, Kesehatan, Vol. 14, No. 1, Juni 2010: 25-30. Diakses pada Tanggal 14 September 2014.

Pengetahuan

Genetik

Status imunisasi

Asap kendaraan

Masa kerja

Usia

Status Gizi

Kebiasaan Merokok

Gejala ISPA

PAGE

_1328907418.unknown

_1347463886.unknown

_1328907420.unknown

_1328907417.unknown