45
1 PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING INDONESIA YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Oleh : MUSLICHAH IRIANI R0205024 PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

1

PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP GANGGUAN

PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING

INDONESIA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh :

MUSLICHAH IRIANI

R0205024

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Page 2: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

2

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul :

Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja

di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta

Oleh :

Muslichah Iriani, R0205024, Tahun 2009

Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari: ………, Tanggal: ……………., Tahun: 2009

Pembimbing Utama

Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok

NIP. 19481105 198111 1 001 ..................................................

Pembimbing Pendamping

Sumardiyono, SKM, M.Kes.

NIP. 19650706 198803 1 002 ..................................................

Penguji

Hardjanto, dr., MS, Sp.Ok ..................................................

Tim Skripsi Ketua Program

D.IV Kesehatan Kerja FK UNS

Vitri Widyaningsih, dr. Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok

NIP. 19820423 200801 2 011 NIP. 19481105 198111 1 001

Page 3: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

3

ABSTRAK

MUSLICHAH IRIANI, 2009 PENGARUH PAPARAN BISING TERHADAP

GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA DI PT. GE LIGHTING

INDONESIA YOGYAKARTA. Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paparan bising

terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia

Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu

penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel (bising dengan

gangguan penedengaran). Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent

dan bagian Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia dengan

jumlah sampel sebanyak 30 orang (bagian incandescent 15 orang dan bagian FCL

15 orang pekerja). Teknik sampel yang digunakan yaitu purposive random

sampling. Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer

SPSS versi 13.0.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil p value 0,02. Maka dapat

disimpulkan bahwa p < 0,05 yang berarti signifikan. Jadi ada pengaruh paparan

kebisingan terhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting

Indonesia.

Kata Kunci : Bising dan Gangguan Pendengaran

Kepustakaan : 19 : 1993-2009

Page 4: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

4

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 27 Juli 2009

Muslichah Iriani

NIM. R0205024

Page 5: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahNya. Sehingga penulis dapat

melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan pendengaran pada Pekerja di PT.

GE Lighting Indonesia”.

Penulisan laporan ini dalam rangka tugas akhir serta sebagai salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program D.IV Kesehatan Kerja

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya laporan ini tidak lepas dari bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof., Dr. A.A Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok, selaku Dosen Pembimbing I.

3. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II.

4. Bapak Slamet Sri Santoso, ST, selaku pembimbing perusahaan yang telah

memberikan bimbingannya dalam melaksanakan penelitian.

5. Semua karyawan PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta, atas segala bantuan

dan dukungan yang diberikan.

Page 6: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

6

6. Bapak, Ibu, dan orang-orang terdekat yang aku sayangi, atas segala doa,

cinta, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan lancar.

7. Semua teman-teman D.IV Kesehatan Kerja angkatan pertama, yang sama-

sama berjuang meraih kelulusan.

8. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan

dalam penyusunan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat

bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penyusun senantiasa mengharapkan

masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Surakarta, Juli 2009

Penulis

Page 7: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

ABSTRAK ....................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5

BAB I LANDASAN TEORI .................................................................... 6

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6

B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 27

C. Hipotesis ................................................................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 29

A. Metode Penelitian..................................................................... 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 29

C. Subjek Penelitian ...................................................................... 29

D. Teknik Sampilng ...................................................................... 30

E. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 30

Page 8: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

8

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 31

G. Desain Penelitian .................................................................... 32

H. Instrumen Penelitian................................................................. 33

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 35

A. Diskripsi Variabel ................................................................... 35

B. Pengukuran Kebisingan .......................................................... 36

C. Pengukuran Gangguan Pendengaran........................................ 37

D. Pengukuran Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran ..... 38

E. Penyediaan Alat Pelindung Diri .............................................. 39

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................... 40

A. Kebisingan ............................................................................... 40

B. Gangguan Pendengaran ........................................................... 41

C. Pengaruh Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran ......... 42

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 43

D. Kesimpulan ............................................................................... 43

E. Saran ........................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

9

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan ............................................ 11

Tabel 2. Akibat-akibat Kebisingan ................................................. 17

Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari .................................... 19

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran .. 22

Tabel 5. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan

Pendengaran ...................................................................... 33

Tabel 6. Data Responden Bagian Incandescent .............................. 35

Tabel 7. Data Responden Bagian FCL ............................................ 36

Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent .................. 36

Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL ................................ 37

Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran ................................ 37

Tabel 11. Hasil Pengukuran SPSS .................................................... 38

Page 10: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

10

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Kuisioner Untuk Mengetahui Jenis Gangguan Pendengaran

LAMPIRAN 2. Daftar Responden bagian Incandescent

LAMPIRAN 3. Daftar Responden bagian FCL

LAMPIRAN 4. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian Incandescent

LAMPIRAN 5. Hasil Pengukuran Kebisingan bagian FCL

LAMPIRAN 6. Hasil Pengukuran Gangguan Pendengaran

LAMPIRAN 7. Hasil Pengukuran Bising terhadap Gangguan Pendengaran

LAMPIRAN 8. Surat Keterangan dari PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta

Page 11: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dibidang industri yang semakin maju, canggih dan

modern berdampak terhadap bentuk teknologi yang dipergunakan. Hal

tersebut sering kali disertai dengan tingkat risiko bahaya yang tinggi oleh

karena kompleksitas peralatan maupun kurangnya keterampilan tenaga kerja

yang mengoperasikan. Penerapan teknik dan teknologi yang canggih

disamping membawa kemudahan juga berdampak negatif seperti penyakit

akibat kerja, kecelakaan kerja, pencemaran lingkungan kerja, serta

pencemaran lingkungan umum yang menimpa tenaga kerja dan masyarakat.

Penerapan akan teknologi pengendalian yang mengantisipasi segala dampak

negatif perlu dipikirkan sehingga efek dapat ditekan sekecil mungkin. Peran

kesehatan kerja sangat diperlukan didalamnya.

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau

kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau

mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap

penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan

faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-

penyakit umum (Suma’mur, 1996).

Menurut Suma’mur (1996), dalam suatu lingkungan kerja terdapat

faktor-faktor yang dapat menyebabkan beban tambahan dan menimbulkan

gangguan kesehatan bila tidak dikendalikan. Secara umum di dalam

lingkungan kerja terdapat faktor-faktor bahaya yang meliputi :

1. Faktor fisik yaitu penerangan, kebisingan, tekanan panas, getaran dan

radiasi.

2. Faktor biologi yaitu golongan bakteri, jamur serta golongan mikrobiologi

lainnya.

3. Faktor kimia yaitu debu, uap, fume, gas dan lain-lainnya.

4. Faktor fisiologi yaitu konstruksi mesin, sikap kerja, keserasian mesin

dengan manusia dan lainnya.

5. Faktor mental psikologis yaitu mengenai suasana kerja, hubungan antar

kerja dan sebagainya.

Dampak kepada manusia atas keterpaparan bising yang tinggi yang

terkutip dari Dirjen Pertambangan Umum (2000) menyebutkan bahwa :

”Tingginya tingkat kebisingan merupakan bahaya fisik yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pendengaran pekerja. Selain itu juga,

kebisingan dapat menimbulkan gangguan psikologis pekerja yang dapat

menurunkan produktifitas kerja karena kebisingan dapat menyebabkan

kejenuhan dan kebosanan yang akan menyebabkan kecelakaan serta penyakit

akibat kerja.”

Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung

dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang

Page 12: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

12

ergonomi, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah

umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan

performansi kerja. Tetapi pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang

lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB 85 dBA)

dan dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran

yang bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari

penurunan daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis

terutama terhadap pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak

sosial dalam masyarakat (Tarwaka dkk, 2004). Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat dipengaruhi oleh faktor

internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan maupun riwayat

penyakit yang pernah diderita, obat - obatan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal

dapat meliputi masa kerja, tingkat intensitas suara disekitarnya, lamanya terpajan dengan

kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai

faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar tersebut, yang paling menonjol adalah

faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan (masa kerja di tempat tersebut)

(Tarwaka dkk, 2004).

Aktivitas di tempat kerja yang membuat pekerja harus berhadapan dengan kebisingan

yang memiliki intensitas yang cukup besar, misalnya apabila seorang tenaga kerja berada

dalam high noise areas dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan pada pendengaran

tenaga kerja. Gangguan pendengaran secara permanen dapat juga disebabkan karena tenaga

kerja terlalu sering dalam waktu yang cukup lama di dalam tempat kerja yang bising,

walaupun mungkin intensitasnya tidak terlalu besar (Sihar Tigor, 2005).

PT. GE Lighting Indonesia merupakan industri elektrik yang dalam

proses produksinya menggunakan peralatan produksi yang modern yang

termasuk ke dalam jenis bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang

luas. Dengan penggunaan peralatan modern tersebut akan dapat menimbulkan

faktor bahaya seperti kebisingan. Malalui pengukuran yang telah dilakukan,

didapatkan hasil bahwa di tempat kerja pada proses produksi di PT. GE

Lighting Indonesia kebisingannya melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang

seharusnya untuk 8 jam kerja sehari yaitu 85 dB dan tidak semua karyawan

disiplin memakai APD (Alat Pelindung Diri). Kebisingan yang berada di atas

NAB dapat menimbulkan berbagai macam gangguan, salah satunya gangguan

pendengaran. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian mengenai Pengaruh

Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia

Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat disusun rumusan

masalah sebagai berikut : “Adakah Pengaruh Paparan Bising terhadap

Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia

Yogyakarta?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Page 13: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

13

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Paparan Bising

terhadap Gangguan Pendengaran pada Pekerja di PT. GE Lighting

Indonesia Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

a. Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa kebisingan dapat

mempengaruhi gangguan pendengaran pada tenaga kerja yang terpapar.

b. Aplikatif

1) Diharapkan tenaga kerja mau disiplin memakai ear plug.

2) Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang akibat yang

ditimbulkan oleh kebisingan.

Page 14: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bunyi

Bunyi atau suara adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi

oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang

merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat

cair, padat, serta gas (Prabu, 2009).

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal,

tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi

atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau

kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar

bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai

ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar

oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo

umum dengan berbagai variasi dalam kurva responnya (Prabu, 2009).

Tipe bunyi menurut Prabu (2009) dapat dibedakan dalam 3 rentang

frekuensi sebagai berikut :

a. Infra sonic, bila suara dengan gelombang antara 0 - 16 Hz.

Infra sonic tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan

biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi

< 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu dan

kadang-kadang mengalami perubahan penglihatan.

b. Sonic, bila gelombang suara antara 16 - 20.000 Hz.

Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia.

c. Ultra sonic, bila gelombang > 20.000 Hz.

Frekuensi diatas 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang

kedokteran seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan

katarak karena dengan frekuensi yang tinggi bunyi mempunyai daya

tembus jaringan yang cukup besar sedangkan suara dengan frekuensi

sebesar ini tidak dapat didengar oleh manusia.

Page 15: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

7

Menurut Suma’mur (1996) intensitas atau arus energi persatuan

luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel

(dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002

dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang

tepat dapat didengar oleh telinga normal. Perbandingan logaritmis

tersebut digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

dB : 2010

log (P/ Po)

Dimana:

P : tegangan suara yang bersangkutan.

Po : tegangan suara standar (0,0002 dyne/cm2)

2. Suara di Tempat Kerja

Menurut Sihar Tigor (2005), suara di tempat kerja berubah menjadi

salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya

dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara :

a. Fisik, dapat menyakitkan telinga pekerja.

b. Psikis, dapat mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi.

Menurut Sihar Tigor (2005), jenis dan jumlah sumber suara di

tempat kerja sangat beragam. Beberapa diantaranya yaitu :

a. Suara mesin

Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi,

demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Antara lain mesin

pembangkit tenaga listrik seperti genset dan mesin diesel. Di tempat

kerja, mesin pembangkit listrik pada umumnya menjadi sumber-

sumber kebisingan berfrekuensi rendah (< 400 Hz).

b. Benturan antara alat kerja dan benda kerja

Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya pekerjaan

penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat

Page 16: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

8

(sand blasting), penggilingan (riveting), memalu (hammering) dan

pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting,

merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan

benda kerja (material-material solid, liquid atau kombinasi antara

keduanya) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar

(circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara

80 dBA-120 dBA.

c. Aliran material

Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi

material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses

penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran

sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja.

Demikian pula pada proses-proses transportasi material-material padat

seperti batu, kerikil, potongan-potongan metal yang melalui proses

pencurahan (gravity based).

d. Manusia

Dibandingkan dengan sumber suara lainnya, tingkat kebisingan

suara manusia jauh lebih kecil, namun suara manusia tetap

diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat kerja.

3. Kebisingan

Berdasarkan KEPMENAKER No. KEP 51/MEN/1999 pasal 1

tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, kebisingan

adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses

produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran (Pungky W, 2003).

Page 17: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

9

Menurut Suma’mur (1996), kebisingan dibagi dalam 5 jenis yaitu :

a. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (=steady

state, wide band noise), misalnya : mesin- mesin, kipas angin, dapur

pijar, dan lain-lain.

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (=steady state,

narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.

c. Kebisingan terputus-putus (=intermittent), misalnya suara lalu-lintas,

suara pesawat terbang

d. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa.

e. Kebisingan impulsif (=impact or impulsive noise), misalnya: ledakan,

pukulan.

Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat dengan NAB

menurut Kepmenaker No. Kep. 51/MEN/1999 adalah standar faktor

tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan

penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk

waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Pungky W,

2003).

Nilai ambang batas kebisingan di Indonesia ditetapkan dalam Surat

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai

Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 1 yang berbunyi :

“NAB Kebisingan ditetapkan sebesar 85 desi Bell A (dBA)” (Pungky W,

2003).

Tabel 1. Batas Pemaparan Kebisingan

Waktu Pemajanan Perhari Intensitas Kebisingan

Dalam dB (A)

24

Jam

80

16 82

8 85

4 88

2 91

1 94

30

Menit

97

15 100

7.5 103

3.75 106

1.88 109

0.94 112

28.12

Detik

115

14.06 118

7.03 121

3.52 124

1.76 127

Page 18: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

10

0.88 130

0.44 133

0.22 136

0.11 139

Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Sumber : Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2003.

Tipe-tipe kebisingan lingkungan menurut Arif Susanto (2006) adalah

sebagai berikut :

a. Jumlah kebisingan, semua kebisingan di suatu tempat tertentu dan suatu

waktu tertentu.

b. Kebisingan spesifik, kebisingan diantara jumlah kebisingan yang dapat

dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik dan sering kali

sumber kebisingan dapat diidentifikasi.

c. Kebisingan residual, kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan

seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di suatu tempat

tertentu dan suatu waktu tertentu.

d. Kebisingan latar belakang, semua kebisingan lainnya ketika

memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu.

4. Sistem Pendengaran

Menurut Buchari (2007), telinga terdiri dari 3 bagian utama, yaitu :

a. Telinga bagian luar

Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal),

dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai

mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan

membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin

cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya.

b. Telinga bagian tengah

Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran

yang halus) martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar

Page 19: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

11

getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah

diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini

terdapat pada ujung dari cochlea.

c. Telinga bagian dalam

Telinga bagian dalam disebut cochlea yang berbentuk rumah

siput. Cochlea mengandung cairan, didalamnya terdapat membrane

basiler dan organ corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang

merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan

diteruskan oleh cairan dalam cochlea, mengantarkan membrane

basiler. Getaran ini merupakan impuls bagi organ corti yang

selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (nervus

cochlearis).

Tingkat kepekaan telinga manusia tidak sama sensitifitasnya untuk

semua frekuensi, untuk mendengar kenyaringan yang sama dari bunyi

yang berbeda frekuensi dibutuhkan intensitas yang berbeda. Pada

intensitas yang lebih rendah, telinga kita relatif tidak sensitif terhadap

frekuensi tinggi dan rendah daripada frekuensi tengah (Douglas C.

Giancoli, 2001).

5. Pengaruh Bising terhadap Kesehatan Manusia

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja,

seperti gangguan fisiologis, ganguan psikologis, gangguan komunikasi

dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa

gangguan audiotory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan

gangguan non audiotory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya

kecelakaan, menurunnya performance kerja, kelelahan, dan stress

(Buchari, 2007).

Lebih rinci lagi menurut Buchari (2007), maka dapatlah

digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai berikut :

a. Gangguan fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah

kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan

gangguan sensoris.

b. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka

waktu lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti

gastristis, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.

c. Gangguan komunikasi

Page 20: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

12

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya

pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja

baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara

tidak langsung akan menyebabkan bahaya terhadap keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat

tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan

dan produktifitas kerja.

d. Ganggan keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan fisiologis

seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.

e. Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh

bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang

paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau

keulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat

sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut

maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

Menurut definisi kebisingan, apabila suatu suara mengganggu

orang yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu

adalah kebisingan bagi orang itu meskipun orang lain mungkin tidak

terganggu oleh suara tersebut. Meskipun pengaruh suara banyak

kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-

kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi

karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara

berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang terhadap kebisingan

tersebut (Buchari, 2007).

Selain dapat mengganggu fungsi pendengaran, kebisingan juga

mempunyai efek yang merugikan terhadap daya kerja. Menurut

Suma’mur (1996) efek-efek tersebut antara lain :

a. Gangguan

Menurut definisinya, kebisingan adalah suara yang tidak

dikehendaki. Maka dari itu kebisingan sering mengganggu. Pada

umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu lebih-lebih

yang terputus-putus atau yang datang secara tiba-tiba dan tak terduga.

Pengaruhnya sangat terasa jika sumber kebisingan tersebut tidak

diketahui.

b. Komunikasi dengan pembicaraan

Page 21: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

13

Resiko potensional kepada pendengaran terjadi apabila

komunikasi pembicaraan harus dijalankan dengan berteriak.

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan

bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama pada peristiwa

penggunaan tenaga baru.

c. Kriteria kantor

Kebutuhan pembicaraan baik langsung maupun lewat telepon

adalah sangat penting di kantor. Apabila intensitas kebisingan tinggi,

maka pembicaraan atau komunikasi di kantor menjadi tidak efektif.

d. Efek pada pekerjaan

Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus-menerus

dicurahkan. Maka dari itu tenaga kerja yang melakukan pengamatan

dan pengawasan terhadap satu proses produksi atau hasil dapat

membuat kesalahan-kesalahan akibat dari terganggunya konsentrasi.

e. Reaksi masyarakat

Pengaruh kebisingan akan lebih besar apabila kebisingan dari

suatu proses produksi yang sangat tinggi, sehingga masyarakat sekitar

proses agar kegiatan produksi di tempat tersebut dihentikan.

Tabel 2. Akibat-akibat kebisingan

Tipe Uraian

Akibat-

akibat

badaniah

Kehilangan pendengaran

Perubahan ambang batas sementara

akibat kebisingan, perubahan

ambang batas permanen akibat

kebisingan

Akibat-akibat fisiologis Rasa tidak nyaman atau stress

meningkat, takanan darah meningkat,

Page 22: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

14

sakit kepala, bunyi dering

Akibat-

akibat

psikologis

Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan

Gangguan gaya hidup

Gangguan tidur atau istirahat, hilang

konsentrasi waktu bekerja, membaca,

dsb

Gangguan pendengaran

Merintangi kemampuan

mendengarkan TV, radio,

percakapan, telpon,dsb

Sumber : Buchari, 2007

6. Sumber Bising

Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap

mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak

bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan

industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat

pengangkut dan kegiatan rumah tangga (Prabu, 2009).

Menurut Sihar Tigor (2005) di tempat kerja disadari maupun tidak,

cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta

aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah tingkat keparahan

tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya :

a. Mengoperasikan mesin yang sudah cukup tua.

b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas

kerja yang cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang tidak

teratur, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami

kerusakan parah.

d. Melakukan modifikasi atau perubahan atau penggantian secara

parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa

Page 23: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

15

mengindahkan aturan-aturan yang ada, temasuk menggunakan

komponen-komponen mesin tiruan.

e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak

tepat (terbalik atau terlalu longgar), terutama pada bagian

penghubung antara modul mesin (bad connection)

f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya

penggunaan palu atau pemukul sebagai alat pembengkok benda-

benda metal atau alat bantu pembuka baut.

7. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat

pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan

normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar,

gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan

menggunakan parameter percakapan sehari-hari (Buchari, 2007).

Tabel 3. Parameter Percakapan Sehari-hari

Sumber : Buchari, 2007

Jenis-jenis ketulian menurut Buchari (2007) yaitu :

a. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)

Diakibatkan pemaparan dari bising dengan intensitas tinggi,

tenaga kerja akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya

sementara. Biasanya waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila

kepada tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya

Gradasi Parameter

Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)

Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m

Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m

Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m

Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m

Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

Page 24: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

16

dengarnya akan pulih kembali kepada ambang dengar semula dengan

sempurna.

b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)

Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya

PTS dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Tingginya level suara

2) Lama pemaparan

3) Spektum suara

4) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinu maka

kemungkinan terjadinya TTS akan lebih besar

5) Kepekaan individu

6) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat memperberat

(pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaaan

dengan kontak suara. Misalnya quinine, aspirin, streptoycin,

kansmycin dan beberapa obat lainnya.

7) Keadaan kesehatan

Paparan tingkat suara yang tinggi untuk waktu yang berlebihan

mempunyai pengaruh terhadap pengurangan ketajaman pada frekuensi

tinggi secara permanen, biasanya dengan pengurangan pendengaran

sekitar 4.000 Hz. Pengaruh ini disebut permanent threshold shift.

Kebisingan juga dapat menyebabkan rambut-rambut halus dalam cochlea

menjadi mati rasa atau tidak bertenaga untuk satu atau dua hari. Reaksi

ini disebut sebagai temporary threshold shift (Pasiak, 2000).

Suara yang keras dapat memecahkan selaput gendang telinga. Ini

biasanya dapat menjadi sembuh, tetapi meninggalkan lubang yang

menyebabkan cacatnya atau melemahnya pendengaran. Istilah tuli

menunjukkan bagian ini kehilangan pendengaran. Menjadi stone deaf

berarti tidak mendengar sama sekali (Pasiak, 2000).

Jenis-jenis gangguan pendengaran menurut Alfian Taher (2007) :

1. Gangguan pendengaran konduktif

Gangguan pendengaran konduftif terjadi akibat adanya benturan

atau karena sebab lain.

Page 25: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

17

2. Gangguan pendengaran sensori neukal

Gangguan sensori disebabkan adanya penyakit di dalam bagian

dalam telinga (syaraf pendengaran). Selain itu gangguan pendengaran

sensori neural dikelompokkan lagi menjadi gangguan pendengaran

sensorik dan gangguan pendengaran neural. Gangguan pendengaran

sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga

disebabkan trauma akustik (suara yang sangat keras), infeksi virus

pada telinga dalam, obat-obatan tertentu dan penyakit meniere.

Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran

subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga,

telinga tengah, telinga dalam, syaraf pendengaran atau jalur syaraf

pendengaran di otak. Kemudian getaran akan diteruskan ke seluruh

tulang tengkorak, termasuk tulang cochlea di telinga dalam. Cochlea

mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang

syaraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang syaraf pendengaran

(Alfian Taher, 2007).

Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran

melalui hantaran tulang normal, dikatakan tuli konduktif. Namun jika

pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi

tuli sensori neural. Terkadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan

sensori neural terjadi secara bersamaan. Dalam kondisi seperti ini bisa

menggunakan alat bantu dengar (Alfian Taher, 2007).

Penderita penurunan fungsi pendengaran menurut Medicastore

(2007) bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala berikut:

a. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di

sekelilingnya berisik

b. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)

c. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume

yang normal

d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa

mendengar

Page 26: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

18

e. Pusing atau gangguan keseimbangan

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran

Rentang Batas Atas Kekuatan

Suara yang Didengar (dB)

Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan

Sistem Pendengaran

10 – 25 (0 – 20) Rentang normal

26 - 40

Gangguan pendengaran ringan :

1. Mengalami sedikit gangguan dalam

membedakan beberapa jenis konsonan

2. Mengalami sedikit masalah saat berbicara

41 - 55 Gangguan pendengaran sedang

56 - 70 Gangguan pendengaran cukup serius

71 - 90 Gangguan pendengaran serius

Lebih dari 90 Gangguan pendengaran sangat serius

Sumber : Sihar Tigor, 2005

8. Faktor yang Berpengaruh Pada Ketulian

Sebenarnya ketulian dapat disebabkan oleh pekerjaan (occupational

hearing loss), misalnya akibat kebisingan, trauma akustik, dapat pula

disebabkan oleh bukan karena kerja (non occupational hearing loss).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja

(occupational hearing loss) menurut Buchari (2007) adalah sebagai

berikut :

a. Intensitas suara yang terlalu tinggi

b. Usia karyawan

c. Tekanan dan frekuensi bising tersebut

d. Lamanya bekerja

e. Jarak dari sumber suara

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian bukan akibat kerja

(non occupational hearing loss) menurut Nur Cahyo (2007) adalah sebagai

berikut :

a. Benturan di kepala

b. Penyakit oleh virus

c. Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja

d. Ketulian yang sudah ada sebelumnya

Page 27: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

19

Intensitas kebisingan dari perusahaan ke masyarakat harus ditinjau

dari berbagai faktor, menurut Anhar Hadian (2000) yaitu :

a. Perbandingan kebisingan akibat perusahaan terhadap kebisingan yang

semula ada di masyarakat bersangkutan.

b. Waktu terjadinya kebisingan (siang atau malam).

c. Musimnya

d. Keadaan masyarakat (desa, kota).

Rerata ambang dengar kelompok umur 41–50 tahun pada seluruh

frekuensi adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur 31–40

tahun dan 21–30 tahun. Masa kerja berpengaruh terhadap tingkat ambang

dengar tenaga kerja, khususnya pada tenaga kerja yang mempunyai masa

kerja lebih dari 10 tahun (Tarwaka, 2004).

9. Pengendalian Akibat Bising

Untuk perlindungan pendengaran adalah dengan pengendalian.

Menurut Buchari (2007) pengendalian tersebut yaitu :

a. Terhadap sumbernya :

1) Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan

lainnya.

2) Subsitusi alat.

3) Mengubah proses kerja.

b. Terhadap perjalanannya :

1) Jarak diperjauh.

2) Akustik ruangan.

3) Enclosure.

c. Terhadap penerimanya :

1) Alat pelindung telinga.

2) Enclosure (misalnya dalam control room).

Page 28: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

20

3) Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja.

Selain dari ketiga cara di atas, dapat juga dilakukan dengan :

a. Pengendalian secara teknis (engineering control) :

1) Pemilihan equipment atau proses yang lebih sedikit menimbulkan

bising.

2) Dengan melakukan perawatan (maintenance).

3) Melakukan pemasangan penyerap bunyi.

4) Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik).

5) Menghindari kebisingan.

b. Pengendalian secara administratif (administrative control) :

1) Melakukan shift kerja.

2) Mengurangi waktu kerja.

3) Melakukan trainning.

Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan

menggunakan alat pelindung pendengaran (ear plug, ear muff, dan

helmet). Pengendalian kebisingan dapat dilakukan juga dengan

pengendalian secara medis yaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan

secara teratur.

10. Penelitian Penunjang

Telah dilakukan penelitian mengenai “Analisis Risiko Paparan Bising

terhadap Gangguan Pendengaran di PT. Antam Tbk” oleh Angreyni

Bahar dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan

dari penelitian ini adalah menganalisis dan menilai risiko kesehatan

terhadap paparan bising yang ada di PT. Antam Tbk. Tahapan yang

Page 29: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

21

dilakukan dalam penelitian ini adalah: identifikasi bahaya, evaluasi

paparan, membuat kurva dosis-respon dan mengkarakterisasi risiko

kesehatan. Kelompok terpapar berasal dari bagian Ball Mill, sedangkan

kelompok tidak terpapar berasal dari bagian Monitor 77. Untuk evaluasi

paparan, diperoleh tingkat kebisingan tertinggi untuk kelompok terpapar

adalah 88,1 dB(A) dan untuk kelompok tidak terpapar 76,8 dB(A).

Adanya tingkat kebisingan yang tinggi ini menyebabkan terjadinya

pergeseran dan penurunan batas pendengaran bagi pekerja PT. Antam

Tbk. Dilakukan juga pengukuran dampak fisiologis, psikologis, dan

dampak ketulian yang disebabkan karena adanya kebisingan di tempat

kerja. Dampak fisiologis diuji dengan pengukuran tekanan darah dan

denyut jantung. Hasil pengukuran tekanan darah dan denyut jantung masih

berada dalam rentang nilai normal (tidak ada potensi hipertensi). Tekanan

darah dan denyut jantung kelompok kontrol dan sampel relatif sama

sebelum dan sesudah terpapar bising. Dampak psikologis terbesar yang

dirasakan adalah sakit kepala dan dampak lainnya yaitu harus menyetel

radio/TV dengan lebih keras. Dampak ketulian diuji dengan melakukan tes

Audiometri. Hasil pengukuran tingkat bising dan hasil tes Audiometri

kemudian dihubungkan dalam kurva dosis respon. Terlihat konsistensi

antara tingkat kebisingan yang diterima terhadap pergeseran dan

penurunan pendengaran hingga nilai maksimum. Data Medical Check Up

pada bulan Februari, sebanyak 272 orang mengalami penurunan fungsi

tubuhnya. Terdapat 89 orang yang mengalami penurunan fungsi

pendengaran. Namun hasil pemeriksaan ini, tidak menggambarkan

keadaan kesehatan pada tiap individu pekerja, artinya diduga jumlah

pekerja yang sakit tidak sama dengan jumlah penurunan yang ditemukan.

Sehingga dapat disimpulkan adanya paparan bising yang tinggi dapat

menimbulkan risiko terjadinya pergeseran dan penurunan batas

pendengaran serta gangguan pendengaran bagi pekerja di PT. Antam Tbk

(Angreyni Bahar, 1999).

B. Kerangka Pemikiran

Getaran suara

Tulang koklea

Sel-sel rambut

Gelombang syaraf

- Intensitas suara

- Tekanan dan frekuensi bising

- Jarak dari sumber suara

- Usia

- Lama kerja

- Benturan di kepala

- Penyakit oleh virus

- Gaya hidup di luar

tempat kerja

- Ketulian yang sudah

ada sebelumnya

Bising

Page 30: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

22

Keterangan :

C. Hipotesis

Ada Pengaruh Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran pada

Pekerja di PT. GE Lighting Indonesia.

Syaraf pendengaran

Gangguan pendengaran

Tidak diteliti

Diteliti

Page 31: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu

penelitian yang berupaya mencari hubungan antar variabel yang kemudian

dilakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan

pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional

yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel subjek hanya

diobservasi 1 kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat

pemeriksaaan tersebut (Sastroasmoro dkk, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta pada

bulan Maret-April 2009.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pekerja di bagian incandescent dan bagian

Flourescent Circle Lamp (FCL) PT. GE Lighting Indonesia, dengan ciri-ciri:

a. Jenis kelamin : wanita

b. Usia : 21 – 40 tahun

c. Tidak mempunyai riwayat gangguan pendengaran sebelumnya.

d. Masa kerja lebih dari 10 tahun.

e. Lama kerja 8 jam sehari.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang

berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan

telebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Sutrisno Hadi,

2004). Setelah itu digunakan random sampling yaitu cara pengambilan sampel

yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen

populasi (Soekidjo Notoatmojo, 1993). Dalam penelitian ini digunakan

populasi sebanyak 124 orang pekerja dan sampel sebanyak 30 tenaga kerja

Page 32: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

30

yang terdiri dari 15 tenaga kerja bagian incandescent dan 15 tenaga kerja

bagian FCL.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan bising.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan pendengaran.

3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu :

1) Variabel pengganggu terkendali : usia, intensitas suara, lama kerja,

jarak dari sumber suara.

2) Variabel pengganggu tidak terkendali : pengaruh obat-obatan, keadaan

kesehatan, gaya hidup di luar tempat kerja.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Bising

Kebisingan diartikan sebagai intensitas suara yang dapat

mengganggu pendengaran.

Alat ukur : Sound Level Meter

Hasil : > NAB (87,99 dBA) dan < NAB (83,53 dBA)

Satuan : dB

Skala pengukuran : Nominal

Nilai ambang batas kebisingan adalah angka 85 dBA yang dianggap

aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40

jam/minggu (Surat Edaran KEPMENAKER No. Kep. 51/MEN/1999).

2. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat

pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan

normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan.

Alat ukur : Simulasi suara

Hasil : Normal, sedang, menengah, berat, sangat berat,

tuli total

Skala pengukuran : Ordinal

Page 33: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

31

G. Desain Penelitian

Keterangan :

X1 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di atas NAB)

X2 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di atas NAB)

X3 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di atas

NAB)

X4 : Subjek yang mengalami tuli berat (intensita kebisingan di atas NAB)

X5 : Subjek yang mengalami normal (intensitas kebisingan di bawah NAB)

X6 : Subjek yang mengalami tuli sedang (intensitas kebisingan di bawah

NAB)

X7 : Subjek yang mengalami tuli menengah (intensitas kebisingan di bawah

NAB)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data

sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang

digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

Populas

i

Subjek

Intensitas kebisingan di

atas NAB (87,99 dBA)

Intensitas kebisingan di

bawah NAB (83,53 dBA)

(X1

)

Purposive random

sampling

(X2

)

(X3

)

(X4

) (X5) (X6

)

(X7

)

Chi square test

Page 34: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

32

1. Sound Level Meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan

dalam suatu ruangan.

2. Simulasi suara, yaitu parameter untuk mengetahui jenis gangguan

pendengaran.

Tabel 5. Kuisioner untuk mengetahui jenis gangguan pendengaran

Sumber : Buchari, 2007

I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan uji statistik Chi Square Test dengan menggunakan program komputer

SPSS versi 10.0, dengan interpretasi hasil sebagai berikut :

1. Jika p value ≤0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan

2. Jika p value > 0,01 tetapi ≤0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan

3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan

(Hastono, 2001).

Gradasi Parameter

Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m)

Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5m

Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m

Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak > 1,5 m

Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak mulai jarak < 1,5 m

Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi

Page 35: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

33

Page 36: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Diskripsi Variabel

Penelitian ini dilaksanakan di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta,

bersamaan dengan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) atau magang.

Sebelum pengukuran, diadakan pengamatan langsung terhadap lingkungan

kerja, jalannya proses produksi dan keadaan dari tenaga kerja. Penelitian ini

dilaksanakan di dua bagian yaitu bagian incandescent (lampu pijar) dan

bagian FCL. Sampel yang digunakan terdiri dari 15 tenaga kerja bagian lampu

pijar dan 15 tenaga kerja bagian FCL. Tabel 5 dan 6 berikut ini adalah tabel

mengenai data yang diperoleh peneliti tentang keadaan umum sampel

penelitian.

Tabel 6. Data Responden bagian Incandescent

No.

Sampel

Sex

L / P

Umur

(tahun)

Masa Kerja

(tahun)

Jumlah jam

kerja setiap hari

1 P 35 15 8

2 P 32 12 8

3 P 37 17 8

4 P 35 10 8

5 P 39 17 8

6 P 38 17 8

7 P 37 17 8

8 P 40 19 8

9 P 33 11 8

10 P 34 13 8

11 P 37 15 8

12 P 39 15 8

13 P 30 10 8

14 P 39 17 8

15 P 38 17 8

Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009

Tabel 7. Data Responden bagian FCL

No.

Sampel

Sex

L / P

Umur

( tahun)

Masa Kerja

( tahun)

Jumlah jam

kerja setiap hari

1 P 35 15 8

2 P 39 15 8

3 P 40 18 8

4 P 38 17 8

5 P 32 10 8

6 P 37 17 8

7 P 35 15 8

8 P 40 14 8

9 P 39 13 8

Page 37: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

36

10 P 34 16 8

11 P 39 12 8

12 P 39 15 8

13 P 30 15 8

14 P 39 17 8

15 P 38 17 8

Sumber : Pendataan pada tanggal 10 April 2009

B. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan pada masing-masing bagian pengerjaan area

Incandescent dan FCL dilakukan pada jam 08.00-12.00 WIB pada saat tenaga

kerja melakukan pekerjaannya. Hasil pengukuran kebisingan dapat dilihat

pada tabel 7 dan 8 berikut ini :

Tabel 8. Pengukuran Kebisingan Bagian Incandescent

line flare steam mounting sealing exhaust basing agieng QC

2 88,6 87,7 89,5 87,7 92,4 86,3 88,6 85,0

5 88,9 87,4 87,7 87,9 90,3 86,9 88,9 84,4

6 88,9 87,7 88,5 87,6 90,2 87,5 88,6 84,9

Sumber : Pendataan pada tanggal 8 April 2009

Pada pengukuran kebisingan di bagian incandescent didapatkan rata-rata

intensitas kebisingan sebesar 87,99 dBA.

Tabel 9. Pengukuran Kebisingan Bagian FCL

line QC cappin

g

flar

e

mountin

g

sealin

g

bende

x

bakin

g

stea

m

7A 81,

6 83,7 86,0 81,1 82,0 88,3 83,3 82,5

Sumber : Pendataan pada tanggal 9 April 2009

Pada pengukuran kebisingan di bagian FCL didapatkan rata-rata intensitas

kebisingan sebesar 83,53 dBA.

C. Pengukuran Gangguan Pendengaran

Untuk mengetahui tingkat gangguan pendengaran yang diakibatkan

oleh kebisingan, maka alat ukur yang digunakan yaitu dari parameter

percakapan sehari-hari. Sumber suara yang digunakan dalam parameter ini

menggunakan sumber suara yang berasal dari rekaman suara yang sudah

diukur sebelumnya. Dan pengukuran dilakukan pada ruangan yang tertutup.

Hasilnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Pengukuran Gangguan Pendengaran

Gradasi Jumlah Responden

Bagian incandescent Bagian FCL

Normal 2 7

Sedang 2 5

Page 38: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

37

Menengah 7 3

Berat 4 0

Sangat berat 0 0

Tuli total 0 0

Sumber : Pendataan pada tanggal 14 April 2009.

Sumber suara yang digunakan :

1. Untuk percakapan biasa menggunakan sumber suara (rekaman suara)

yang sebelumnya sudah diatur menjadi 60 dBA.

2. Untuk percakapan sehari-hari menggunakan sumber suara (rekaman

suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 70 dBA .

3. Untuk percakapan keras sehari-hari menggunakan sumber suara

(rekaman suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi yaitu 80 dBA.

4. Untuk percakapan keras/berteriak menggunakan sumber suara (rekaman

suara) yang sebelumnya sudah diatur menjadi 90 dBA.

D. Pengukuran Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran

Dari hasil pengukuran gangguan pendengaran di atas, langkah

selanjutnya yaitu pengolahan data dengan SPSS. Dari pengolahan data

melalui SPSS, maka didapatkan hasil pada tabel 11 berikut ini :

Tabel 11. Hasil pengukuran SPSS

Case Processing Summary

30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

KEBISINGAN *

GANGGUAN

PENDENGARAN

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

KEBISINGAN * GANGGUAN PENDENGARAN Crosstabulation

2 2 7 4 15

4.5 3.5 5.0 2.0 15.0

7 5 3 0 15

4.5 3.5 5.0 2.0 15.0

9 7 10 4 30

9.0 7.0 10.0 4.0 30.0

Count

Expected Count

Count

Expected Count

Count

Expected Count

>NAB

<NAB

KEBISINGAN

Total

NORMAL SEDANG MENENGAH BERAT

GANGGUAN PENDENGARAN

Total

Page 39: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

38

Dari hasil pengolahan data dengan SPSS di atas, maka didapatkan hasil

nilai p value = 0,022. Dimana p < 0,05 yang berarti signifikan.

E. Penyediaan Alat Pelindung Diri

Di PT. GE Lighting Indonesia Yogyakarta selama ini sudah

menyediakan alat pelindung telinga atau ear plug tetapi tenaga kerja tidak

mau disipilin memakainya dikarenakan ketidaknyamanan ear plug tersebut

yang dikarenakan bahannya yang terlalu keras dan tenaga kerja menjadi sulit

berkomunikasi dengan tenaga kerja lainnya. Selain itu lemahnya pengawasan

terhadap kedisiplinan pemakaian ear plug menjadi penyebabnya juga. Tidak

adanya rotasi kerja dari tempat kerja yang intensitas kebisingannya di atas

NAB ke tempat kerja yang intensitas kebisingannya di bawah NAB, begitu

pula sebaliknya. Pemeriksaan kesehatan untuk pendengaran tidak dilakukan

pada semua tenaga kerja.

Chi-Square Tests

9.663a 3 .022

11.461 3 .009

8.649 1 .003

30

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

6 cells (75.0%) hav e expected count less than 5. The

minimum expected count is 2.00.

a.

Symmetric Measures

.494 .022

-.546 .133 -3.450 .002c

-.545 .137 -3.444 .002c

30

Contingency Coef f icientNominal by Nominal

Pearson's RInterv al by Interval

Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal

N of Valid Cases

Value

Asy mp.

Std. Errora

Approx. Tb

Approx. Sig.

Not assuming the null hypothesis.a.

Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.

Based on normal approximation.c.

Page 40: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

40

BAB V

PEMBAHASAN

A. Kebisingan

Di dalam penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu tempat yang

tingkat atau intensitas kebisingannya lebih dari nilai ambang batas yaitu pada

bagian incandescent dan pada tempat yang tingkat kebisingannya berada di

bawah nilai ambang batas yaitu pada bagian FCL. Hal tersebut dilakukan

dengan alasan membandingkan tenaga kerja yang tepapar kebisingan di atas

nilai ambang batas dan tenaga kerja yang terpapar di bawah nilai ambang

batas. Dan membuktikan bahwa tenaga kerja yang berada di tempat kerja yang

intensitas kebisingannya lebih dari NAB mempunyai resiko terkena gangguan

pendengaran.

Dari hasil tersebut dibandingkan dengan NAB kebisingan dalam ruang

kerja menurut KEPMENAKER No. 51/Men/1999 adalah 85 dB (A) untuk

pekerjaan yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu dimana

tenaga kerja tidak mengalami gangguan pendengaran atau penyakit akibat

kerja. Sedangkan tenaga kerja di PT. GE Lighting jam kerjanya dalam satu

hari yaitu 8 jam dan 40 jam seminggu.

Rata-rata tingkat kebisingan di PT. GE Lighting Indonesia setelah

dilakukan pengukuran dengan sound level meter, pada bagian lampu pijar

melebihi nilai ambang batas yaitu 87,99 dBA dan pada bagian FCL

(Flourescent Circle Lamp) berada di bawah nilai ambang batas yaitu 83,53

dBA. Untuk paparan kebisingan di tempat kerja yang mempunyai intensitas

kebisingan 87,99 dBA atau dibulatkan menjadi 88 dBA yang seharusnya

terpajan selama 4 jam sehari, tetapi tenaga kerja di bagian incandescent

bekerja selama 8 jam sehari dan itu besar resikonya bisa mengakibatkan

menurunnya fungsi pendengaran atau gangguan pendengaran.

B. Gangguan Pendengaran

Pada pengukuran gangguan pendengaran dengan parameter percakapan

sehari-hari, pada bagian incandescent didapatkan hasil yang normal atau tidak

mengalami gangguan pendengaran sebanyak dua orang tenaga kerja, yang

mengalami gangguan pendengaran sedang sebanyak dua tenaga kerja,

gangguan pendengaran menengah sebanyak tujuh tenaga kerja, gangguan

pendengaran berat sebanyak empat tenaga kerja, dan tidak ada yang

mengalami gangguan pendengaran sangat berat dan tuli total. Kemudian pada

bagian FCL didapatkan hasil tenaga kerja yang tidak mengalami gangguan

pendengaran atau normal sebanyak tujuh orang, yang mengalami gangguan

pendengaran sedang sebanyak lima orang, tenaga kerja yang mengalami

gangguan pendengaran menengah sebanyak tiga orang. Dan pada bagian FCL

tidak ada yang mengalami gangguan pendengaran berat, sangat berat, dan tuli

total.

Page 41: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

41

Pengaruh dari pemajanan kebisingan pada intensitas tinggi yang

melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) sudah jelas yaitu kehilangan daya

dengar baik sementara maupun permanen. Semakin tinggi intensitas dan

semakin lama terpajan kebisingan maka akan semakin tinggi ambang

dengarnya.

C. Pengaruh Kebisingan terhadap Gangguan Pendengaran

Pengaruh yang paling serius yang dapat ditimbulkan dari kebisingan

yaitu gangguan pendengaran. Hal tersebut sudah dibuktikan dengan

pengukuran dengan olah data SPSS dengan perolehan p value = 0,022 dimana

p < 0,05 yang berarti signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada risiko

gangguan pendengaran terhadap tenaga kerja di PT. GE Lighting Indonesia

akibat terpapar kebisingan yang melebihi nilai ambang batas.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian tahun 2008 oleh Angreyni Bahar

dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

“Analisis Risiko Paparan Bising terhadap Gangguan Pendengaran di PT.

Antam Tbk” yang didapatkan hasil adanya paparan bising yang tinggi dapat

menimbulkan risiko terjadinya pergeseran dan penurunan batas pendengaran

serta gangguan pendengaran bagi pekerja di PT. Antam Tbk.

Tingkat intensitas suara di sekitar tempat kerja, lamanya terpajan

dengan kebisingan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang

ditimbulkan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan

pendengaran.

Page 42: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

i

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pada bagian incandescent didapatkan hasil pengukuran kebisingan yang

melebihi nilai ambang batas karena pada bagian incandescent tersebut

terdapat tiga line (proses produksi), sedangkan pada bagian FCL

didapatkan hasil pengukuran yang kurang dari nilai ambang batas karena

pada bagian FCL ini hanya terdapat satu line (proses produksi).

2. Pengukuran gangguan pendengaran pada bagian incandescent didapatkan

hasil yang lebih lebih besar daripada pada bagian FCL. Hal ini disebabkan

pada bagian incandscent pengukuran kebisingannya melebihi nilai ambang

batas, sedangkan pada bagian FCL didapatkan hasil yang lebih kecil

dikarenakan kebisingannya berada di bawah nilai ambang batas.

3. Pengukuran bising terhadap gangguan pendengaran dengan uji SPSS

didapatkan hasil nilai p value = 0,02 dimana p < 0,05 yang berarti

signifikan yang membuktikan adanya pengaruh paparan bising terhadap

gangguan pendengaran pada pekerja di PT. GE Lighting Indonesia

Yogyakarta.

B. Saran

Page 43: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

ii

ii

1. Menyediakan ear plug yang nyaman dipakai untuk bagian incandescent

pada khususnya dan seluruh tenaga kerja yang bekerja di bagian lain yang

terpapar kebisingan pada umumnya, karena dengan pemakaian sumbat

telinga intensitas kebisingan yang masuk dalam telinga dapat berkurang

antara 20-25 dB.

2. Sebaiknya dilakukan rotasi kerja pada tenaga kerja, sehingga tenaga kerja

tersebut tidak terpapar kebisingan yang berada di atas NAB secara terus-

menerus.

3. Seharusnya mesin-mesin di tempat kerja dirawat sebaik-baiknya sehingga

tidak menimbulkan suara-suara yang melebihi nilai ambang batas.

4. Adanya pengawasan secara rutin setiap hari terhadap tenaga kerja, supaya

mereka senantiasa menggunakan sumbat telinga (ear plug), memberi

teguran, atau peringatan tidak hanya pada tenaga kerja yang melanggar

ketentuan-ketentuan perusahaan, tetapi juga pengawasan terhadap

pimpinan yang membiarkan bawahannya tidak memakai sumbat telinga

(ear plug).

DAFTAR PUSTAKA

Page 44: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

iii

iii

Ahmad Dharief, 2000. Lingkungan Kerja Pertambangan. Bandung : Direktorat

Jenderal Pertambangan Umum Pusat Pengembangan Tenaga

Pertambangan.

Alfian Taher, 2007. Tuli Merupakan Salah Satu Gangguan pada Telinga.

http//www.hseclubindonesia.wordpress.com/09/03/2007. Diakses 3 Maret

2009.

Angreyni Bahar, 1999. Analisis Risiko Paparan Bising terhadap Gangguan

Pendengaran di PT. Antam Tbk. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.

Anhar Haadian, 2000. Bising Bisa Timbulkan Tuli. http//www.indomedia.com/

intisari/2000/januari/bising.htm. Diakses 10 April 2009.

Arif Susanto, 2006. Kebisingan serta Pengaruhnya terhadap Kesehatan dan

Lingkungan.http//www.hseclubindonesia.wordpress.com/10/13/2006.

Diakses 7 april 2009.

Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USU

Repository.

Douglas C Giancoli, 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Hastono, 2001. Analisi Data. Jakarta: FKM UI.

Medicastore, 2007. Berkurangnya Pendengaran dan Tuli.

http//www.medicastore.com/15/01/2007. Diakses 20 Februari 2009.

Nur Cahyo, 2007. Ketulian Mendadak. http//www.indonesiaindonesia.com/

24/02/07. Diakses 11 Mei 2009.

Pasiak Royke, Ir, 2009. Keselamatan Kerja Pertambangan. Bogor : Tim Pelatihan

dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan Emas.

Prabu, 2009. Dampak Kebisingan, Berkurangnya Pendengaran dan Tuli.

http//www.putraprabu.wordpress.com/2009/01/02. Diakses 12 Februari

2009.

Pungky W, 2003. Himpunan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta : Sekretariat ASEAN-OSHNET dan Direktorat PNKK.

Sastroasmoro, 2008. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Cetakan 1 edisi 3.

Jakarta : Sagung Seto.

Sihar Tagor, 2005. Kebisingan di Tempat Kerja. Yogyakarta: ANDI.

Page 45: masa kerja, kebiasaan merokok, dan kapasitas fungsi paru tenaga

iv

iv

Soekidjo Notoatmojo, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV.

Rineka Cipta.

Suma’mur P.K, 1996. Higege Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV.

Haji Masagung.

Sutrisno Hadi, 2004. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.

Tarwaka dkk, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Kesehatan Kerja dan

Produktivitas. Surakarta : PT. UNIBA PRESS.