13
1 DETERMINAN KEBERLANGSUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DOKTER DAN DOKTER GIGI DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2012 DETERMINANTS OF SMOKING HABIT SUSTAINABILITY OF DOCTORS AND DENTISTS IN MAKASSAR CITY 2012 Nur Akbar Bahar 1 ,Andi Zulkifli Abdullah 1 , Muhammad Syafar 2 1 Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2 Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Nur Akbar Bahar, S.KM Jl. Sultan Hasanuddin No.224 Kecamatan Pattallassang Kabupaten Takalar, 92211 HP: +62816250554 Email: [email protected]

DETERMINAN KEBERLANGSUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DOKTER …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ff82cefc5884146fb446bf1ade4f7a4c.pdf · DETERMINAN KEBERLANGSUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DOKTER DAN

  • Upload
    dohanh

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

DETERMINAN KEBERLANGSUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DOKTER DAN DOKTER GIGI DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

DETERMINANTS OF SMOKING HABIT SUSTAINABILITY OF DOCTORS AND DENTISTS IN MAKASSAR CITY 2012

Nur Akbar Bahar1,Andi Zulkifli Abdullah1, Muhammad Syafar2

1Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Nur Akbar Bahar, S.KM Jl. Sultan Hasanuddin No.224 Kecamatan Pattallassang Kabupaten Takalar, 92211 HP: +62816250554 Email: [email protected]

2

ABSTRAK

Dokter adalah teladan penerapan gaya hidup sehat yang memegang peran kunci dalam pengendalian penggunaan tembakau dalam masyarakat justru memiliki kebiasaan merokok. Penelitian ini bertujuan mengetahui besar risiko determinan kelangsungan kebiasaan merokok dokter dan dokter gigi di Kota Makassar tahun 2012.Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan case control study.Sampel diambil dengan teknik purposive sampling pada 8 rumah sakit, 18 puskesmas, dan 7 balai kesehatan di Kota Makassar. Kelompok kasus adalah dokter dan dokter gigi yang merokok sedikitnya satu batang perhari. Kontrol adalah dokter dan dokter gigi yang telah berhenti merokok paling tidak satu bulan terakhir atau sama sekali tidak pernah merokok. Jumlah sampel sebanyak 204 orang dengan perbandingan kasus-kontrol 1:2. Analisis data yang digunakan adalah uji odds rasio dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepribadian (p=0,000 OR 10,983 95% CI : 5,144–23,449); sikap terhadap pasien (p=0,000 OR 4,108 95% CI : 2,057–8,204); lingkungan kerja (p=0,001 OR 2,735 95% CI 1,461–5,123); dan kesiapan menghentikan perilaku merokok (p=0,000 OR 3,153 95% CI 1,718–3,246) berisiko secara bermakna sedangkan faktor pengetahuan (p=0,471 OR 1,247 95% CI 0,684–2,274) tidak bermakna. Kepribadian adalah determinan yang paling berpengaruh terhadap kebiasaan merokok dokter dan dokter gigi (OR = 9,477). Penelitian ini menyarankan untuk peningkatan efektivitas regulasi kawasan tanpa rokok (KTR) di pelayanan kesehatan dan hendaknya dibuat aturan dari lembaga profesi masing-masing (IDI dan PDGI) tentang kebiasaan merokok dokter dan dokter gigi. Kata Kunci : Kebiasaan Merokok, Dokter, Dokter gigi

ABSTRACT

Doctors are good models in application of healthy lifestyle which play a key role in controlling tobacco use in their community but they were smoke themselves. Objective this study to find out determinant of the risk of smoking sustained habit by doctors and dentists in Makassar City 2012. This type of observational study is case control study design. Samples were taken with purposive sampling in eight hospitals, 18 health centers and seven health centers in the city of Makassar. The cases are medical doctors and dentists who smoked at least one cigarette per day. The controls are the doctors and dentists who have quit smoking at least one month or had never smoked. Amount of 204 respondent with 1:2 ratio of case-control. Analysis of test data used was the odds ratio and logistic regression. The results indicate that personality factors (p = 0.000 OR 10.983 95% CI: 5.144 to 23.449); attitude towards patients (p = 0.000 OR 4.108 95% CI: 2.057 to 8.204); work environment (p = 0.001 OR 2.735 95% CI 1.461 to 5.123), and a readiness to stop smoking (p = 0.000 OR 3.153 95% CI 1.718 to 3.246) were significantly at risk while knowledge factor (p = 0.471 OR 1.247 95% CI 0.684 to 2.274) are not meaningful. Personality is the most powerful determinant of smoking habits of doctors and dentists (OR = 9.477). This study suggests for increase the effectiveness of smoke-free area regulation in health services and should be made the rule in profession assosiation (eg. IDI and PDGI) themselves about the smoking habits of doctors and dentists. Keywords: Smoking Habits, Doctors, Dentists

PENDAHULUAN

3

Rokok dengan segala masalah kompleks yang ditimbulkannya bukanlah menjadi

sesuatu yang baru diketahui oleh dokter dan dokter gigi yang mampu memainkan peran kunci

dalam pencegahan penggunaan tembakau di satu komunitas, juga sebagai leading role

pengembangan dan penentuan arah kebijakan kesehatan. Dokter mempunyai posisi yang unik

dalam masyarakat, karena mereka mempunyai kesempatan dan tanggung jawab untuk

mendidik populasi pasien mereka yang besar jumlahnya. Di tingkat nasional dan internasional

pun kelompok profesi ini sangat dapat mempengaruhi perubahan kebijakan memerangi

tembakau, namun ironisnya kegiatan merokok juga dilakukan di kalangan dokter dan dokter

gigi.

Tentunya sangat disayangkan bahwa pihak tenaga kesehatan sendiri khususnya para

dokter belum melakukan upaya optimal dalam memerangi rokok. Hal yang sama diungkapkan

dalam hasil penelitian Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) bahwa para

petugas kesehatan dan mahasiswa kedokteran memang masih belum bisa menjadi suri

tauladan yang baik dalam hal tidak merokok. Idealnya setelah menjadi dokter dan tahu

banyak tentang bahaya rokok, seorang dokter perokok seharusnya dapat menghentikan

kebiasaan tersebut. Dokter yang seharusnya melakukan edukasi stop merokok, malah banyak

yang merokok. Kebiasaan itu bukan saja membahayakan dirinya, tetapi juga aktif merekrut

korban perokok pasif dengan merokok di ruang publik.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai besar risiko kepribadian, sikap terhadap pasien,

ligkungan kerja, pengetahuan, dan kesiapan menghentikan kebiasaan merokok sebagai

determinan keberlangsungan kebiasaan merokok yang dilakukan dokter dan dokter gigi di

berbagai instansi pelayanan kesehatan di Kota Makassar, Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa pelayanan kesehatan di Kota Makassar yang

terdiri dari dua rumah sakit dan empat balai kesehatan milik Kementrian Kesehatan RI, tiga

rumah sakit dan tiga balai kesehatan milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, satu rumah

sakit milik pemerintah Kota Makassar, dua rumah sakit TNI/POLRI, dan 18 Puskesmas yang

memiliki dokter laki-laki di Kota Makassar.

Desain dan Variabel Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan desain

studi case control untuk mempelajari dinamika korelasi antara variabel independen yaitu

kepribadian, sikap terhadap pasien, lingkungan kerja, pengetahuan, dan kesiapan

4

menghentikan perilaku merokok dengan variabel dependen yaitu kebiasaan merokok dengan

melihat faktor risiko yang dilakukan subjek pada waktu lalu (retrospektif) dengan cara

membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

Populasi dan Sampel

Sampel diambil secara purposive sampling dari populasi seluruh dokter dan dokter

gigi laki-laki yang tersebar di instansi berbagai instansi kesehatan milik pemerintah dan

TNI/POLRI, balai kesehatan milik pemerintah, dan puskesmas di kota Makassar yang

berjumlah 204 orang dengan perbadingan 1 kasus : 2 kontrol. Sampel kasus adalah dokter dan

dokter gigi di dengan Status sebagai perokok aktif, dimana dalam sehari sampel menghisap

setidaknya 1 batang rokok. Sampel kontrol adalah dokter dan dokter gigi dengan status telah

berhenti merokok dan tidak pernah merokok.

Pengumpulan Data

Data primer dilakukan dengan kunjungan ke lokasi penelitian, menjelaskan maksud

penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi kuesioner self administered yang

diadopsi dari Global Health Professional Survey (GHPS) oleh WHO dan dikembangkan oleh

Queen’s University dengan terlebih dahulu mengambil data sekunder tentang jumlah dokter

dan dokter gigi di lokasi penelitian.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan secara univariat untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi karakteristik umum responden serta variabel dependen. Analisis bivariat

dilakukan uji OR untuk menilai besar risiko variabel independen terhadap variabel dependen.

Analisis multivariat juga dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel perilaku merokok

dengan seluruh variabel yang diteliti sehingga diketahui variabel bebas yang paling dominan

pengaruhnya dengan keberlanjutan kebiasaan merokok dengan menggunakan regresi logistik

ganda kondisional

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Dari 204 responden yang ditargetkan, hanya 185 orang (53 kasus dan 132 kontrol)

yang bersedia mengisi kuesioner dan mengembalikannya.Respon rate 87,31%.Penambahan

jumlah kasus dan kontroldilakukan pada mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis

(PPDS) Universitas Hasanuddin untuk mencukupi sampel. Responden yang merokok tiap hari

(24,0%), kadang-kadang merokok (9,4%), mantan perokok (18,6%), tidak pernah merokok

(48,0%). Baik responden kasus maupun kontrol umumnya berusia 41-50 tahun (36,8% vs

5

50,0%) dan kebanyakan berpendidikan terakhir S1 atau profesi kedokteran (Tabel 1). Lebih

dari setengah responden (mantan perokok dan perokok aktif) adalah perokok ringan (53,8%)

yang memulai kebiasaannya ketika berumur lebih dari 15 tahun (70,8%). Kebanyakan mereka

memulai kebiasaan merokoknya sebelum mendapat gelar dokter (86,8%), dengan alasan

merokok terbanyak adalah coba-coba atau ikut teman (69,8%), dengan jenis rokok filter yang

paling digemari (71,7%) (Tabel 2). Kebanyakan dari responden kasus masih berpikir selama

enam bulan ke depan jika diminta untuk meninggalkan kebiasaan merokoknya. Sebanyak

73,5% pernah mencoba untuk meninggalkan kebiasaannya, namun 80,0% di antaranya

memilih untuk kembali merokok, dengan alasan utama adalah ketagihan (72,4%).

Sebanyak 51,5% responden memiliki kepribadian yang negatif tentang rokok. Begitu

juga dengan sikap responden terhadap pasien dan lingkungan kerjanya yang negatif atau

cenderung mendukung kebiasaan merokok (60,8% vs 56,4%). Umumnya responden memiliki

pengetahuan yang tinggi tentang bahaya rokok dan penanganannya (63,7%), namun hampir

setengahnya merasa tidak siap menghentikan perilaku merokok pasiennya (46,1%) (Grafik 1).

Analisis Risiko

Kepribadian terbukti signifikan sebagai determinan keberlangsungan kebiasaan

merokok dokter dan dokter gigi (OR=10,983) dan begitu juga dengan sikap terhadap pasien

dengan OR=4,108signifikan sebagai determinan keberlangusungan kebiasaan merokok.

Lingkungan kerja dan kesiapan menghentikan perilaku merokok juga memiliki signifikansi

sebagai determinan keberlangsungan kebiasaan merokok dokter (OR=2,735 vs 3,153), namun

tidak demikian halnya variabel pengetahuan yang tidak signifikan dengan keberlangsungan

kebiasaan merokok dokter dan dokter gigi (Tabel 3)

Sikap dokter yang tidak merokok nampak lebih sering menanyakan status merokok

pasiennya, lebih sering menjelaskan bahaya rokok kepada pasien, lebih sering menyarankan

pasien untuk berhenti merokok, dan lebih sering menawarkan diri untuk membantu pasien

berhenti merokok, dibandingkan dengan dokter perokok (OR=3,351 vs OR=4,859 vs

OR=4,060 vs OR=3,132) (Tabel 5). Terkait dengan kebiasaan dokter menanyakan status

merokok pasien, menjelaskan bahaya rokok, menyarankan berhenti merokok, dan

menawarkan diri untuk membantu berhenti, tidak signifikan dengan pernah tidaknya

dokter/dokter gigi tersebut menerima training formal membantu seseorang berhenti merokok

(Tabel 5).

Analisis Multivariat

6

Berdasarkan analisis multivariat yang dilakukan dengan menggunakan uji regresi

berganda logistik, variabel kepribadian adalah determinan yang paling berpengaruh terhadap

kebiasaan merokok dokter/dokter gigi dengan nilai OR sebesar 9,476 kali untuk tampil

sebagai perokok (Tabel 4).Apabila fungsi regresi dimasukkan kedalam persamaan pada

variabel yang berisiko yaitu kepribadian negatif, bersikap negatif kepada pasien, dan tidak

siap menghentikan perilaku merokok, maka probabilitasnya tetap menjadi perokok adalah

73,5%. Apabila fungsi regresi dimasukkan kedalam persamaan pada hipotesis yang berisiko

rendah yaitu kepribadian positif, bersikap positif pada pasien dan siap menghentikan perilaku

merokok maka probabilitas dokter/dokter gigi tetap menjadi perokok adalah 3,50%.

PEMBAHASAN

Prevalensi merokok terbanyak terdapat pada kategori umur dewasa tua dewasa muda

(31-45 tahun). Namun kecenderungan prevalensi rendah justru terjadi pada kelompok umur

yang tergolong lanjut usia. Ini diakibatkan karena mulai munculnya penyakit-penyakit

degeneratif pada kelompok umur lanjut usia.Konflik batin yang kadang muncul dari diri

seorang dokter karena kebiasaan merokoknya tidak serta merta dapat membuatnya langsung

dapat berhenti dari kebiasaan yang berdampak adiksi tersebut. Hal ini dapat dijelaskan

melalui Teori Prochaska (1980) yang penerapannya dilakukan secara bertahap dan tidak

langsung memaksa seseorang untuk berubah secara drastis.

Berkaitan dengan faktor kepribadian, perilaku merokok dokter selalu diasosiasikan

dengan kebiasaan masa lalu sebelum menjadi seorang dokter. Keputusan diambil untuk

memulai kebiasaan merokok dengan motif beragam yang berujung kepada adiksi rokok akan

menjadikannya sebuah kebiasaan yang sangat sulit untuk ditinggalkan. Eriksen (2012)

mengungkapkan bahwa keputusan untuk mulai merokok karena adanya krisis aspek

psikososial yang dialami seseorang. Penelitian sebelumnya oleh Zhou (2010) mengemukakan

bahwa sikap dokter di China kurang mendukung kebiasaan merokok dan hanya 80% dokter

yang meyakini bahwa tenaga kesehatan adalah teladan bagi pasiennya, dan Surg (2010)

mengungkap bahwa 31,4% ahli bedah di China menentang larangan merokok dalam ruangan

di rumah sakit.

Aspek kontrol perilaku yang dihayati dalam teori “planned of behaviour” yang

dikemukakan Ajzen dalam Azwar (2011) mengemukakan bahwa diantara berbagai keyakinan

yang akhirnya akan menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai

tersediatidaknya kesempatan dan sumber yang diperlakukan. Keyakinan ini dapat berasal dari

pengalaman dengan perilaku itu misalkan dengan melihat pengalaman teman atau orang lain

7

yang pernah melakukannya. Profesi dokter memang tidak sama dengan profesi lain dimana

ada stigma positif tersendiribaik perilaku, etika dan moral yang melekat pada diri seorang

dokter. Sayang tidak semua dokter dapat memahaminya, bahwa perilaku dia, kebiasaan dia

tidak hanya dinilai oleh masyarakat pada saat dia melayani pasien di kamar periksa atau di

rumah sakit, tetapi juga ditengah-tengah pergaulan luas masyarakat

Seseorang akan cenderung memperlakukan orang lain sama dengan memperlakukan

dirinya sendiri ketika orang tersebut sadar mempunyai kesamaan karakteristik, sikap, sifat,

dan kebiasaan (Durand, 2006). Sama halnya dalam perilaku merokok,seorang perokok akan

cenderung membiarkan orang lain merokok meskipun orang tersebut tahu dampak negatif

merokok, karena sadar dirinya memiliki kesamaan kebiasaan dimana dirinya juga tidak mau

mendapatkan perlakuan yang dapat menghalangi kebiasaannya tersebut. Sebelumnya Surg

(2009) mengemukakan bahwa hanya 25% dokter di China selalu menanyakan status merokok

pasiennya dan dokter yang tidak merokok memang lebih sering menanyakan status merokok

pasiennya dibandingkan dokter perokok (Zhou, 2010).

Di samping berbagai faktor penting seperi hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang

pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya, memang sikap individu

ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seseorang di

Lingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap

dan perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di

dalam maupun diluar individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya

menentukan bentuk perlikau seseorang (Azwar, 2011). Meskipun sebagian besar dokter atau

dokter gigi setuju dengan adanya regulasi KTR di rumah sakit, puskesmas, dan pelayanan

kesehatan lainnya, namun kebijakan tersebut tidak cukup kuat untuk diimplementasikan

karena tidak dibarengi dengan sanksi yang tegas, sehingga tidak dapat membantu mengurangi

frekuensi merokok dokter ketika bertugas di pelayanan kesehatan. Zhou (2010)

mengungkapkan bahwa hanya 29,7% dokter rumah sakit di China yang mengaku regulasi

KTR di tempat kerjanya efektif diberlakukan.

Tidak menjamin apabila dokter/dokter gigi atau tenaga kesehatan lainnya yang

mempunyai pengetahuan yang baik dan memadai mengenai masalah rokok, akan mampu

menghindari perilaku berisiko ini. Segala informasi yang diketahui selama berkecimpung

dalam dunia kesehatan sayangnya tidak dapat menjadi alasan bagi tenaga kesehatan dengan

status perokok tetap untuk segera meninggalkan kebiasaan merokoknya. Cerasoet al (2009)

mengemukakan bahwa kebiasaan merokok dokter pria di China berhubungan dengan

rendahnya pengetahuan tentang risiko rokok terhadap kesehatan, terbukti hanya 67,9%

8

perokok aktif di China yang meyakini bahwa rokok mengakibatkan penyakit jantung (Jiang,

2007)

Seseorang yang memiliki kebiasaan yang dinilai buruk akan segan mengikuti segala

bentuk upaya yang berlawanan dengan kebiasaan buruknya tersebut. Sama halnya dengan

perilaku merokok. Penelitian oleh Zhou (2010) mengungkap bahwa hanya 58% dokter di

China yang dapat menjelaskan risiko rokok secara detail kepada pasiennya, dan hanya 24% di

antara mereka yakin bahwa pengetahuannya sekarang cukup membantu paisennya berhenti

merokok. Ng (2007) mengemukakan bahwa kurang dari 12% dokter di Yogyakarta pernah

menerima training untuk membantu seseorang berhenti merokok.Seorang perokok akan

sangat jarang terlibat dalam program anti tembakau. Semua profesionalkesehatanmemiliki

tanggung jawabuntuk menasihatipasien tentangkeputusanyang mengubah hidupdan persoalan

kesehatan, seperti pentingnyaberhenti merokokdan bagaimanauntuk berhenti. Tapiprofesional

kesehatanharus dididiktentangbagaimana melakukansebuah intervensi. Pelatihan dan

pendidikanmembangun kepercayaandi kalangan profesionalkesehatan danmeningkatkan

kemampuan mereka untukmendiskusikandengan pasienberhenti merokok, yang pada

gilirannya mengarah ke upaya penghentian yang lebih berhasil.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kepribadian, sikap terhadap pasien, lingkungan kerja, dan kesiapan menghentikan

perilaku merokok pasien terbukti memiliki signifikansi dengan keberlangsungan kebiasaan

merokok dokter dan dokter gigi di Kota Makassar, masing-masing dengan OR=10,983;

OR=4,108; OR=2,735; OR=3,153. Sedangkan pengetahuan tidak memiliki signifikansi

terhadap keberlangsungan kebiasaan merokok dokter dan dokter gigi.

Dokter dan dokter gigiagar dapat terlibat dalam program anti tembakau, mendukung

implementasi regulasi KTR, senantiasa melakukan inisiasi intervensi berhenti merokok

kepada pasien, dan memperbaiki mental model dalam memerangi rokok dalam

komunitas.Lembaga profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi

Indonesia (PDGI) hendaknya mulai mempertimbangkan untuk memberlakukan regulasi yang

tepat terhadap dokter atau dokter gigi. Sistem rewardandpunishmentatas regulasi KTR di

tempat kerja dapat mengefektifkan aturan tersebut, serta meningkatkan upaya sosialisasi

larangan merokok di tempat umum terutama instansi pelayanan kesehatan.

UCAPAN TERIMA KASIH

9

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Direktur Rumah Sakit Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Makassar, Kepala Rumah Sakit TNI/POLRI, Kepala

Puskesmas se-Kota Makassar atas diperkenankannya pelaksanakan penelitian ini di instansi

pelayanan kesehatan yang dipimpinnya. Juga kepada kepada seluruh dokter dan dokter gigi

yang telah berpartisipasi menjadi responden penelitian ini, serta semua pihak yang telah

membantu hingga penelitian ini selesai dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia, Teori dan Pengkurannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ceraso M. et al. Smoking, Barriers to quitting, and Smoking-Related Knowledge, Attitudes and Patient Practice Among Male Physicians in China. Preventing Chronic Disease 2009; 6 (1) Durand VM., Barlow DH. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Eriksen, M., et al. 2012. The Tobacco Atlas Fourt Edition. The American Cancer Society, Inc: Atlanta USA Jiang Y. et al. Chinese Phyisicians and Their Smoking Knowledge, Attitudes, and Practice. American Journal Pereventive of Medicine 2007; 33 (1): 33-38 Ng, Nawi et al. Physician Assesment of Patient Smoking in Indonesia: a Public Health Priority. Tobacco Control 2007; 16: 190-196 Surg, World.J. Smoking Knowledge, Attitudes, Behavior, and Associated factors among Chinese Male Surgeons. PMC 2010; author manuscript Zhou, Jiatong, et al. Smoking Status and Cessation Counseling Practics Among Phsicians, Guangxi, China, 2007. Preventing Chronic Disease 2010; 7(1)

10

51.5

60.80

56.40

36.30

46.1048.5

39.243.6

63.7

53.9

0

10

20

30

40

50

60

70

Kepribadian Sikap Terhadap

Pasien

Ligkungan Kerja

Pengetahuan Kesiapan Menghentikan

Perilaku Merokok

Negatif

Positif

LAMPIRAN

Grafik 1 Distribusi Responden Menurut Kepribadian, Sikap Terhadap Pasien, Lingkungan Kerja, Pengetahuan, dan Kesiapan Menghentikan Perilaku Merokok pada Dokter dan Dokter Gigi di Kota Makassar Tahun 2012

Tabel 1. Distribusi Kebiasaan Merokok Responden Menurut Kelompok

Umur dan Tingkat Pendidikan di Kota Makassar Tahun 2012

Karakteristik Kasus Kontrol Total % n % n %

KelompokUmur < 31 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun > 50 Tahun

15 15 25 13

22,1 22,1 36,8 19,1

12 29 68 27

8,8 21,3 50,0 19,9

27 44 93 40

13,2 21,6 45,6 19,6

Tingkat Pendidikan ProfesiKedokteran Spesialis Sub Spesialis Magister (S2) Doktoral (S3)

36 27 1 4 0

52,9 39,7 1,5 5,9 0,0

53 67 1 14 1

39,0 49,3 0,7 10,3 0,7

89 94 2

18 1

43,6 46,1 1,0 8,8 0,5

Total 68 100,0 136 100,0 204 100,0 Sumber: Data Primer, 2012

Rendah

Tinggi

Tidak Siap

Siap

11

Tabel 2. Distribusi Responden yang Pernah Merokok Menurut Karakteristik Khusus Dokter dan Dokter Gigi di Kota Makassar Tahun 2012

KarakteristikKhususResponden yang PernahMerokok

n=106 %

Jenis Perokok Perokok Ringan (<10 batang/hari) Perokok Sedang (10-20 batang/hari) Perokok Berat (>20 batang/hari)

57 44 5

53,8 41,5 4,7

UmurPertama Kali Merokok < 10 Tahun 10-15 Tahun >15 Tahun

6

25 75

5,7 23,6 70,8

SaatMerokok SebelumMendapatGelarDokter SetelahMendapatGelarDokter

92 14

86,8 13,2

Alasan Mulai Merokok Coba-coba/Ikut teman Mengikuti Trend/Mode Lambang Kebanggan Diri/Kedewasaan Pelarian Mengurangi Stress dan Cemas

74 9 4

19

69,8 8,5 3,8 17,9

Jenis Rokok yang Paling Sering Dihisap Kretek Filter

30 76

28,3 71,7

Sumber: Data Primer, 2012 Tabel 3. Risiko Kepribadian, Sikap Terhadap Pasien, Lingkungan Kerja,

Pengetahuan, dan Kesiapan Menghentikan Perilaku Merokok terhadap Keberlangsungan Kebiasaan Dokter dan Dokter Gigi di Kota Makassar Tahun 2012

Variabel Penelitian Kasus Kontrol Total OR 95% CI n % n % n %

Kepribadian Negatif Positif

58 10

85,3 14,7

47 89

34,6 65,4

105 99

51,5 48,5

10,983 (5,144-23,449)

Sikap terhadap Pasien Negatif Positif

55 13

80,9 19,1

69 67

50,7 49,3

124 80

60,8 39,2

4,108

(2,057-8,204)

Lingkungan Kerja Negatif Positif

49 19

71,1 27,9

66 70

48,5 51,5

115 89

56,4 43,6

2,735

(1,461-5,123)

Pengetahuan Rendah Tinggi

27 41

39,7 60,3

47 89

34,6 65,4

74 130

36,3 63,7

1,247

(0,684-2,274)

Total 68 100,0 136 100,0 204 100,0 Sumber: Data Primer, 2012

12

Tabel 4. Analisis Regresi logistik berganda dengan Metode Backward Stepwise

(Conditional) Determinan Kebiasaaan Merokok Dokter/Dokter Gigi Kota Makassar Tahun 2012

Variabel Penelitian Coef Wald OR 95% CI LL UL

Kepribadian 2,249 30,600 9,476 4,272 21,026 Sikap Terhadap Pasien 0,954 5,695 2,596 1,186 5,688 Kesiapan Menghentikan Perilaku Merokok

1,143 10,053 3,136 1,547 6,357

Constant -3,316 46,657 0,036

13

Tabel 5. Risiko Kebiasaan Merokok dan Pernah Tidaknya Menerima Training Membantu Seseorang Berhenti Merokok dengan Sikap Terhadap Pasien oleh Dokter dan Dokter Gigi di Kota Makassar Tahun 2012

Karakteristik

SeringMenanyakan Status MerokokPasien OR

95% CI

SeringMenyarankanPasienBerhentiMerokok OR

95% CI

SeringMenawarkanDiriUntukMembantuPasienBerhentiMero

kok OR 95% CI Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya

n % n % n % n % n % n % KebiasaanMerokok Perokok BukanPerokok

21 16

56,8 43,2

47 120

28,1 71,9

3,351 (1,611-6,927)

28 20

58,3 41,7

40

116

25,6 74,4

4,060 (2,063-7,990)

48 59

44,9 55,1

20 77

20,6 79,4

3,132 (1,681-5,835)

PernahMenerima Training MembantuSeseorangBerhentiMerokok Tidak Ya

31 6

83,8 16,2

138 29

82,6 17,4

1,086 (0,415-2,840)

35 13

72,9 27,1

134 22

85,9 14,1

0,422 (0,203-0,964)

88 19

82,2 17,8

81 16

83,5 16,5

0,915 (0,411-1,899) Total 37 100,0 167 100,0 48 100,0 156 100,0 107 100,0 97 100,0

Sumber: Data Primer, 2012