Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM QS. AL-ISRA AYAT 23-25
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
Anna Nurviana
(11150110000050)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
ANNA NURVIANA 11150110000050 PENDIDIKAN AKHLAK DALAM QS
AL-ISRA AYAT 23-25. Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1440
H/2019 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan Akhlak pada
Remaja dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25. Dari jenisnya penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode kepustakaan
(Library Research), penelitian menggunakan pendekatan ilmu tafsir dengan
menggunakan metode tahlili, yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Quran. Yang
ditafsirkan dan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung di
dalamnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan akhlak yang terkandung
dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 yaitu: 1. Mengetahui akhlak kepada Allah. 2. Bersikap
lemah lembut kepada orangtua. 3. Bersikap kasih sayang terhadap orangtua. 3.
Mendoakan orangtua. 4. Bertaubat. Beberapa pendidikan akhlak pada remaja ini
dapat diimplementasikan di sekolah, lingkungan keluarga, dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kata Kunci : Pendidikan Akhlak, Remaja.
Pembimbing : Dr. Dimyati, M.Ag.,
Daftar Pustaka :1979 sampai 2017
ii
ABSTRACT
ANNA NURVIANA 11150110000050 AKHLAK EDUCATION IN QS AL-
ISRA VERSES 23-25. Islamic Religious Education Study Program, Faculty of
Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University
Jakarta 1440 H / 2019 M.
This study aims to describe the moral education in adolescents in the QS. Al-Isra
verses 23-25. From this type of research is qualitative research. The method used
by researchers is the method of library (Library Research), research using the
interpretation of science approaches using the tahlili method, namely the method of
interpreting the verses of the Koran which is interpreted and describes the
description of the meaning contained therein.
The results showed that the moral education contained in the QS. Al-Isra verses 23-
25, namely: 1. Knowing the morals to Allah. 2. Be gentle to parents. 3. Be
affectionate towards parents. 3. Pray for parents. 4. Repent. Some moral education
in adolescents can be implemented in schools, family environments, and in
everyday life.
Keywords: Moral Education, Youth.
Supervisor: Dr. Dimyati, M.Ag.,
Bibliography: 1979 to 2017
iii
Kata Pengantar
Alhamdulillah, Maha Suci Allah SWT dengan segala keagungan dan
kebesaran-Nya, segala puji syukur hanya tercurahkan pada-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga atas ridho-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meskipun belum mencapai sebuah
kesempurnaan. Namun dengan harapan hati kecil semoga dapat bermanfaat.
Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada junjungan alam, Nabi besar
Muhammad SAW yang syafaatnya selalu didambakan kelak di hari akhir. yang
menjadi cahaya di atas cahaya bagi seluruh alam, beserta keluarga, sahabat dan
pengikutnya yang setia.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dr. Dimyati,
M.Ag., sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak ilmu
dan pengarahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, kepada
kedua orang tua yang senantiasa mendoakan dan memberi dukungan baik berupa
materil maupun nonmateril, serta kepada teman-teman yang senantiasa
memberikan semangat agar skripsi ini yang berjudul “Pendidikan Akhlak pad
Remaja dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25” dapat selesai tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
penyusun mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak
yang berperan, antara lain:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., sebagai Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag., sebagai ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., sebagai Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
5. Dr. Dimyati, M.Ag., sebagai Dosen Penasihat Akademik sekaligus Dosen
Pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan banyak waktu untuk
membimbing, berbagi ilmu, dan memberi nasihat serta arahan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang
telah memberikan banyak ilmu dan berbagi pengalaman kepada penyusun
selama masa perkuliahan.
7. Staf Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pembuatan
surat-surat serta sertifikat.
8. Kedua orangtua penulis, yang senantiasa mendoakan tanpa putus,
mengasihi tanpa jenuh, memberi semangat tanpa ragu, dan menjadi tempat
ternyaman untuk berkeluh kesah dalam setiap proses kehidupan penulis.
Untuk yang tercinta dan terkasih Ayahanda Wahid Hasyim dan Ibunda
Sumiati terimakasih telah menjadi salah satu alasan untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik- Adik penulis, Annisa Shofarina Azizah dan Gina Azizah yang selalu
mendoakan penulis dan memberikan semangat dan memotivasi.
10. Keluarga besar “Baba Yahya” yang selalu memberikan semangat serta
bantuan dalam setiap proses penulisan.
11. Kakanda M. Yusuf Kurniawan, terimakasih untuk doa yang melangit, untuk
keikhlasan membimbing dan menasehati, untuk segala hal baik yang selalu
diberikan serta dukungan yang luar biasa.
12. Ini Grup yang selalu membantu penulis dari awal perkuliahan hingga akhir
perkuliahan tanpa pernah pamrih. Yang tercinta Naila Syamila, Nadya
Safira, Mariani Eka Safitri, Laely Yuniar, Euis Maylati Azizah dan yang
terkhusus Novi Fatonah yang kasih sayangnya kepada penulis tak terhingga
sehingga selalu membantu penulis mengerjakan apapun. Terima kasih untuk
segala baik yang kalian berikan.
v
13. TEAM atas dedikasinya membentuk mendewasakan dan menemani penulis
untuk terus berproses di UIN Jakarta khususnya di HMI.
14. Teman-teman seperjuangan khususnya Jurusan Pendidikan Agama Islam
15. Serta kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat penyusun sebutkan satu
persatu yang turut membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih dan semoga
Allah SWT membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah kalian
berikan. Sehingga penulis dengan mudahnya atas izin Allah menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Jakarta, 23 Desember 2019
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 6
C. Batasan Masalah .............................................................................. 6
D. Perumusan Masalah ......................................................................... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 8
1. Pengertian Pendidikan ............................................................... 8
2. Tujuan Pendidikan ..................................................................... 9
3. Makna Pendidikan ..................................................................... 11
B. Pengertian Akhlak ........................................................................... 15
1. Pengertian Akhlak ..................................................................... 15
2. Ruang Lingkup Akhlak ............................................................. 11
3. Urgensi Akhlak dalam Islam ..................................................... 19
C. Pengertian Keluarga ........................................................................ 21
1. Pengertian Keluarga ................................................................... 21
5. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam ............................. 24
D. Hasil Penelitian Relevan .................................................................. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ............................................................ 27
B. Metode Penelitian ............................................................................ 27
vii
C. Fokus Penelitian .............................................................................. 28
D. Tehnik Pengumpulan Data .............................................................. 28
E. Tehnik Analisis Data ....................................................................... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Surat Al-Isra ayat 23-25 .................................................................. 30
B. Munasabah ...................................................................................... 31
C. Kosa Kata ........................................................................................ 33
D. Akhlak Kepada Allah ...................................................................... 33
E. Akhlak Kepada Orang Tua .............................................................. 40
1. Berkata Lemah Lembut .............................................................. 41
2. Bersikap Kasih Sayang ............................................................... 45
3. Mendoakan Orang Tua ............................................................... 51
F. Bertaubat .......................................................................................... 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menghadapi anak, orangtua memang harus pintar
menyikapinya. Jangan terlalu menjadi orangtua yang otoriter sehingga anak
merasa terlalu didominsi oleh orangtuanya, tidak memberi kebebasan,
Mengontrol penuh dengan cara yang ketat terhadap apa yang dilakukan oleh
anak, dan Sering memberi hukuman terhadap anak. Ataupun menjadi sosok
orangtua yang permisif yang terlalu memberi kebebasan dan dominasi
terhadap anak, kurangnya bimbingan dan kontrol orangtua terhadap anak
sedangkan anak masih sangat perlu bimbingan orang tunya untuk dapat
memilah mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Kedua jenis pola didik ini
sangat memungkinkan perubahan prilaku anak sehingga kemudin hari dapat
memicu penyimpangan anak tersebut.1
Pendidikan dalam islam itu sendiri berdasarkan pada al-Qur’an dan al-
Hadist. Al-Qur’an adalah sumber utama dalam dunia pendidikan Islam karena
didalamnya mengandung konsep yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha
pendidikan. Secara garis besar ajaran dalam al-Qur’an terdiri dari dua prinsip,
yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan sesorang atau yang
disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut dengan
syariah.2
Berbicara tentang akhlak sumber ajaran akhlak ialah Alquran dan hadis.
Telah jelas bahwa Alquran dan hadis Rasul adalah pedoman hidup yang
menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan
sumber akhlaqul karimah3 dalam ajaran Islam. Alquran dan Sunnah Rasul
adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan
dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan bahwa akal dan
1 Syamsul Kurniwan, Pendidikan Karakter konsepsi & Implementsinya Secara Terpadu Di
Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, & Masyarkat,(Yogykarta: Ar-Ruzz
Media,2016) ,cet.III, h.82-83
2 Zakiah darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara 1996), h. 16. 3 Diambil dari bahasa arab artinya perilaku baik, lihat di kamus online al-maaniy
2
naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan Alquran dan
As-Sunnah. Dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan yang baik
dan mana yang buruk.4
Berbicara mengenai karakter sama juga berbicara mengenai akhlak.
Disamping akidah dan syariah pilar utama agama Islam adalah akhlak.
Demikian pentingnya akhlak sehingga misi utama Rasulullah saw adalah
menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. Beliau sendiri adalah
teladan sempurna bagi seluruh manusia (uswatun hasanah) dan di-masyhud-
kan memiliki “akhlak Alquran serta mendapat predikat rahmatan lil ‘alamin
(memancarkan rahmat bagi seluruh alam). Dan, Allah swt. memberikan
pujian tinggi kepada beliau yang tertuang dalam surah di bawah ini5:
وإنك لعلى خلق عظيم
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti luhur.” (Q.S al-
Qalam: 4)
Akhlak merupakan kekayaan batin manusia yang membedakannya dari
makhluk yang lain terutama binatang. Melalui akhlak manusia dapat dinilai
baik atau buruk, dan hanya manusia pula yang dituntut berakhlak baik dan
mencegah diri dari akhlak buruk. Akhlak menunjukan apa yang sebaiknya
kita lakukan dan apa yang tidak dilakukan. Di dalam ajaran Islam, akhlak
sangat luas cakupannya dan meliputi seluruh kegiatan hidup manusia, yaitu
akhlak terhadapAllah dan Rasulullah, akhlak terhadap sesama manusia,
akhlak terhadap diri sendiri, dan akhlak terhadap sesama makhluk.6
Akhlak yang mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan
kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak
kepada Allah, makhluk, sesama manusia dan alam sekitar dengan sebaik-
baiknya. Nabi memiliki akhlak yang agung, disebut sebagai suri teladan yang
4 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Prespektif Alquran, (Jakarta: Amzah 2007) h.5 5 Veithzal Rivai Zainal, Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran, (Jakarta: Penerbit
Salemba diniyah) h. 2
6 Ibid.
3
baik. Berakhlak Islamiah berarti melaksanakan ajaran Islam dengan jalan
yang lurus terdiri dari iman, Islam dan ihsan.7
Pada lazim dan fitrahnya setiap orang ingin menjadi orang baik,
mempunyai kepribadian kuat, sikap mental kuat, dan akhlak terpuji. Semua
itu dapat diusahakan melalui pendidikan. Untuk itu perlu dicari jalan yang
dapat membawa pada terjaminnya perilaku ihsan sehingga seseorang mampu
dan mau berakhlak sesuai dengan nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral akan
dapat dipatuhi oleh seseorang dengan kesadaran dalam dirinya. Dengan
demikian, pendidikan agama harus diberikan secara kontinu baik dari
keluarga, kepribadian, pendidikan normal, pendidikan non formal, maupun
lingkungan masyarakat.8
Membincangkan akhlak tidak dapat terlepas dari kehendak dan adat
(kebiasaan), yang merupakan faktor penentu dari akhlak. Dari kedua faktor
tersebut, kehendak menjadi faktor utama yang jadi motor penggerak,
sehingga timbul sifat-sifat dan perbuatan manusia. Kehendak mempunyai dua
macam perbuatan, pada saat tertentu ia menjadi pendorong, namun pada saat
yang lain ia menjadi penolak. Misalnya, terkadang kehendak mendorong
kekuatan manusia untuk membaca, menulis, atau berpidato. Namun pada saat
yang lain mencegah kekuatan manusia, misalnya melarang berkata atau
berbuat sesuatu.9
Akhlak dalam pengertian umum adalah sebuah sistem lengkap yang
terdiri atas karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat
orang menjadi istimewa. Karakteristik tersebut membentuk karakteristik
tersebut membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya
berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam
kondisi yang berbeda-beda. Ada empat hal ygang harus ada jika seseorang
ingin dikatakan berakhlak, yaitu:
7 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Prespektif Alquran, (Jakarta: Amzah 2007) h.
2 8 Veithzal Rivai Zainal, Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran, (Jakarta: Penerbit
Salemba Diniyah) h. 15
9 Samsul Munir Amir, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah 2016) h. 7
4
1. Perbuatan yang baik atau buruk.
2. Kemampuan melakukan perbuatan.
3. Kesadaran akan sesuatu perbuatan.
4. Kondisi jiwa yang membuat kecenderungan melakukan suatu
perbuatan.10
Pendidikan secara istilah sering didefinisikan berbeda, sesuai dengan
falsafah, tujuan, dan sosiokultural di mana pendidikan mau digunakan. Rahib
al-Isfahani, mengartikan pendidikan adalah mengembangkan sesuaru setahap
demi setahap sampai tercapai kesempurnaan.11
Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti
sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan
perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan
sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung secara informal dan nonformal
disamping secara formal seperti disekolah, madrasah, dan institusi-institusi
lainnya. Bahkan, menurut definisi diatas, pendidikan juga dapat berlangsung
dengan cara mengajar diri sendiri (self-instruction).12
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan
sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-
potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat dan kebudaan. Usaha-usaha yang dilakukan
untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut, serta mewariskan
kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan
yang terjadi dalam suatu proses pendidikan.13
Kegiatan pendidikan adalah sebuah sistem. Sebagai sebuah sitem
pendidikan memuat beberapa komponen-komponen tertentu yang saling
memengaruhi dan menentukan. Pendidikan terdiri dari beberapa komponen
10 Veithzal Rivai Zainal, manajemen akhlak menuju akhlak alquran, (Jakarta: Penerbit
salemba diniyah) h. 11 11 Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karekter,(Yogyakarta: Pustaka belajar 2015)
h. 90 12 Muhibbin, Syah Psikologi Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya 2009) h. 11 13 Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Kencana,2015), h. 21
5
yaitu, tujuan, peserta didik, alat dan lingkungan. Jika salah satu komponen
tidak ada maka pendidikan tidak dapat berfungsi dengan baik.14
Kehidupan merupakan hubungan antara diri kita dengan sesama
makhluk yang ada di muka bumi ini. Hubungan dengan sesama manusia,
lingkungan, dan seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi. Orang tua
merupakan pengaruh pembentukan akhlak setiap anak yang terlahir. Apabila
keluarga hidup dengan keadaan yang dibentuk harmonis maka akan
membentuk kepribadian baik seseorang. Memberikan hak-hak dan kebutuhan
anak dengan baik, membimbing serta mengarahkan ke perilaku yang baik dan
sesuai dengan norma yang berlaku.
Etika dalam Islam menjelaskan bahwasanya berbuat baik terhadap
orangtua adalah salah satu dari akhlak yang mulia. Perilaku tersebut yang
seharusnya tertanam dalam diri manusia, karena kebaikan yang paling besar
terhadap seorang anak hanyalah kebaikan kedua orangtua. Berbicara
mengenai berbakti kepada kedua orangtua banyak dituliskan di dalam al-
Qur’an itu adalah suatu kewajiban setiap manusia untuk terus berbuat baik
kepada kedua orangtua.
Di Indonesia tempat kita menjajaki setiap langkah kehidupan banyak
sekali kejahatan-kejahatan yang terjadi karena rusaknya akhlak manusia saat
ini yang mengakibatkan tindak kriminal terjadi atas kehendak manusia itu
sendiri. Peristiwa yang terjadi di negeri tercinta kita ini sudah jauh dari nilai
Islam yang tertuliskan di al-Qur’an dan Hadist. Seperti yang kita tahu
mayoritas agama di Indonesia adalah Islam namun nilai keIslaman pada diri
setiap manusia sudah banyak yang luntur.
Dalam kehidupan ini kasus remaja dengan orangtua menjadi salah satu
kasus yang paling mudah kita temukan di Indonesia ini, perilaku remaja yang
sangat menghebohkan masyarakat indonesia beberapa waktu lalu adalah
seorang remaja tega mebunuh ibu kandungnya sendiri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Punya Uang Beli
14 Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2012) h. 75
6
Bensin, Seorang Remaja Bunuh Ibu Kandungnya".15 Saya sebagai penulis
tertarik untuk melakukan penelian mengenai tujuan pendidikan yang ditinjau
dari firman Allah tersebut, yang pada akhirnya penulis berikan judul
“PENDIDIKAN AKHLAK DALAM (Kajian QS. Al-ISRA AYAT 23-
25)”
B. Identifikasi Masalah
1. Kurangnya akhlak terhadap orangtua.
2. Perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari.
C. Batasan Masalah
Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari
meluasnya pembahasan dalam penelitian ini. Maka penulis akan membatasi
masalah kedalam beberapa hal yang berkaitan dengan masalah bagaimana
memberikan “Pendidikan Akhlak dalam Q.S al-Isra ayat 23-25”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak yang terdapat dalam Qs. Al-Isra
ayat 23-25?
2. Bagaimana cara mengimplementasikan konsep pendidikan akhlak yang
terkandung dalam QS. Al-Isra ayat 23-25 dalam kehidupan sehari-hari?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25:
1. Untuk mendeskripsikan pandangan pendidikan akhlak yang
terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25
2. Untuk menganalisis konsep pendidikan akhlah terhadap remaja
3. Sebagai syarat mendapat gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
15hhttps://regional.kompas.com/read/2019/01/31/00171121/tak-punya-uang-beli-bensin-
seorang-remaja-bunuh-ibu-kandungnya.
7
4. Menambah khazanah keilmuan dan wawasan keislaman bagi
penulis.
5. Sedikit banyak dapat memberikan kontribusi bagi ilmu
pengetahuan, tertama mengenai nilai pendidikan akhlak pada
remaja
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Menurut John Dewey pendidikan merupakan proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut
daya pikir atau daya intelektual maupun daya emosional atau perasaan
yang diarahkan pada tabiat manusia dan sesamanya. Pendidikan adalah
proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan yang berupa serangkaian
kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar
tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.16
Hampir semua orang pernah menalami pendidikan, tetapi tidak
setiap orang mengerti makna kata pendidikan, pendidik dan mendidik.
Untuk memahami pendidikan, ada dua istilah yang dapat mengarahkan
pada pemahaman hakikat pendidikan, yakni kata paedagogie dan
paedagogiek. Paedagogie bermakna pendidikan, sedangkan
paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan apabila pedagogik atau ilmu mendidik adalah ilmu atau
teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak
atau untuk anak sampai ia mencapai dewasa.17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berarti proses
pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.18
Dalam setiap proses pembelajaran baik secara formal dan nonformal
setiap hal yang terjadi dan dihasilkan dari proses tersebut adalah bentuk
dari pendidikan itu sendiri.
16 Anas Salahudin, dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter, (Bandung: Pustaka
setia) h. 80 17 M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Ke-4, 2012), h. 7 18 Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gitamedia Press), h. 226.
9
Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai
macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak hal
yang dibicarakan ketika kita membicarakan pendidikan. Berbagai teori
dan konsep pendidikan memberikan arti yang berbeda tentang konsep
tersebut. Mereka mendiskusikan apa dan bagaimana tindakan yang
paling efektif mengubah manusia agar terberdayakan, tercerahkan,
tersadarkan, dan menjadi manusia sebagaimana mestinya manusia.
Karenanya, pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia
dipandang.19
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk memuat gambaran tentang nilai-
nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Oleh
karena itu pendidikan memiliki dua fungsi: memberikan arahan kepada
segenap kegiatan pendidikan dan sebagai sesuatu yang ingin dicapai
oleh segenap kegiatan pendidikan.20
Tujuan pendidikan nasional kita yang berasal dari berbagai akar
dan budaya bangsa Indonesia terdapat dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional, yaitu UU No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 tersebut, dikatakan: “Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bert akwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.”21
19 Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern, (Yogyakarta: Ar-ruzz media 2015) h. 21 20 Amin kuneifi Elfachmi, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Erlangga
2016), h. 16 21 M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan
Aplikasinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Cetakan Ke-4, 2012), h. 14
10
Pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sidiknas
No.2 tahun 1989 Pasal 1 ayat 2 adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan
UUd 1945. Adapun dalam UU Sidiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat
2 dirumuskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan jaman.22
Ahmad D. Marimba menyatakan pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam
atau memiliki kepribadian muslim. Selanjutnya, Mushtafa al-Ghulayani
berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak yang
mulia ke dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan
menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat. Sehingga akhlak mereka
menjadi salah satu kemampuan yang meresap dalam jiwanya dan
mewujudkan keutamaan, kebaikan, dan cinta bekerja bagi kemanfaatan
tanah air.23
Di dalam bukunya Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat
Pendidikan, Rulam Ahmadi menyatakan bahwa:
Pendidikan merupakan satu proses interaksi manusia dengan
lingkungannya yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam
rangka mengembangkan segala potensinya, baik jasmani maupun
rohani yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang berlangsung secara terus-
menerus guna mencapai tujuan hidupnya.24
22 Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana 2012), h. 198 23 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa Bandung, 2003),
h. 59 24 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), Cet. I, h. 38.
11
3. Makna pendidikan
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia
yang tak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua
asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia.
Petama, ia bisa dianggap sebagai sebuah proses yang diorganisasi
secara teratur, terencana, dan menggunakan metode-metode yang
dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati
mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat
(negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang
memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa
dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja, direncanakan,
didesain, dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku terutama
perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.25
B. Pengertian Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan jamak dari kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan,
perangai, tabiat, dan muru’ah. Dengan demikian, secara etimologi,
akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat. Dalam
Alquran kata khuluq yang merujuk pada pengertian perangai, disebut
sebanyak dua kali, yaitu: (QS. Asyuara 26: 137 dan al Qalam, 68:4)26
Karenanya akhlak secara kebahasaan bisa baik atau buruk
tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya,
meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah
mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti irang
yang berakhlak baik.27
25 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 287
26 Samsul Munir Amir, Ilmu Akhlak, (jakarta: Amzah 2016) h. 1
27 Abu Ahmadi & Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), h. 198
12
Akhlak atau sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau
seperangkay pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak
itu harus terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan
bagaimana sebaiknya akhlak itu, disusun oleh manusia di dalam sistem
idenya. Sistem ide adalah hasil proses (penjabaran) daripada kaidah-
kaidah yang dihayati dan dirumuskan sebelumnya.28
Akhlak atau sistem perilaku dapat dididikan atau diteruskan
melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan, yaitu:
a. Rangsangan-jawaban (stimulus-response) atau yang
disebut proses mengkondisi sehingga terjadi automatisasi
dan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Melalui latihan
2) Melalui tanya jawab
3) Melalui mencontoh
b. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis yang
dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1) Melalui dakwah
2) Melalui ceramah
3) Melalui diskusi dan lain-lain.
Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan
lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material
(artifacts) maupun non-material (konsep,ide). Jadi akhlak yang baik itu
(akhlakul karimah) ialah pola perilaku yang dilandaskan pada dan
memanifestasikan nilai-nilai iman, islam, dan ihsan.29
Definisi akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa
seseorang, yang darinya akan lahir perbuatan-perbuatan secara spontan,
tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika
keadaan tersebut melahirkan perbuatan terpuji menurut pandangan akal
28 Ibid.,
29 Abu Ahmadi & Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), h. 199
13
dan syariat Islam, ia adalah akhlak yang baik. Namun jika keadaan
tersebut melahirkan perbuatan yang buruk dantercela, ia adalah akhlak
yang buruk. Akhlak sesungguhnya berasal dari kondisi mental yang
telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang. Ia telah menjadi kebiasaan,
sehingga ketika akan melakukan perbuatan tersebut seseorang tidak
perlu lagi memikirkannya.30
Istilah akhlak sebenarnya merupakan istilah yang netral, yaitu
mencakup pengertian perilaku baik dan buruk seseorang. Jika
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut baik, disebut dengan
istilah al-akhlaq al-karimah (akhlak yang mulia). Namun, jika
perbuatan yang muncul dari seseorang itu buruk, disebut dengan al-
akhlaq al-madzmumah (akhlak tercela).31
Dorongan jiwa yang melahirkan suatu perbuatan, pada dasarnya
bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia.
Diantara kekuatan batin tersebut sebagai berikut:
a. Tabiat (pembawaan), yaitu dorongan jiwa yang tidak
dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan
oleh naluri dan faktor warisan sifat-sifat dari orangtua atau
nenek moyangnya. Dorongan itu disebut al-khuluq al-
fithriyah.
b. Akal pikiran, yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh
lingkungan manusia. Misalnya, setelah melihat,
mendengar, atau merasakan sesuatu. Faktor kejiwaan ini
hanya dapat menilai sesuatu yang lahir atau tampak, dan
biasa disebut denga al-aqlu.
c. Hati nurani, yaitu dorongan jiwa yang hanya dipengaruhi
oleh faktor intuitif (widjan). Oleh karena itu, ia hanya dapat
melihat hal-hal yang sifatnya abstrak (batin). Dorongan
30 Samsul Munir Amir, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah 2016) h. 6
31 Ibid,.
14
yang mendapatkan keterangan atau ilham dari Allah SWT
ini, disebut juga bashirah.
Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang, yang
menggambarkan hakikat manusia itu sendiri. Oleh kerena itu, konsepsi
pendidikan dalam Islam selalu memerhatikan ketiga kekuatan tersebut.
Hal ini dilakukan agar potensi tersebut dapat berkembang dengan baik
dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (insan kamil)
menurut konsepsi Islam.32
Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak seseorang terdapat
pada tiga pengaruh dibawah ini:
a. Keluarga
Dalam pembinaan akhlak anak, peran orang tua
sangat menentukan karena pendidikan akan masuk ke
dalam pribadi anak bersamaan dengan unsur-unsur pribadi
yang didapat semasa kecil. Satu hal yang perlu diperhatikan
oleh orang tua Muslim ialah kesalehan anak. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua, yaitu aspek
pendidikan akhlak karimah. Keluarga merupakan wadah
pertama dan utama, peletak dasar perkembangan anak. Dari
keluarga pertama kali anak mengenal agama dari kedua
orang tua, bahkan pendidikan anak sesungguhnya telah
dimulai sejak persiapan pembentukan keluarga. Peran
orang tua dan anggota keluarga sangat penting bagi
pendidikan akhlak dan selektivitas bergaul.
b. Kepribadian (dari dalam diri)
Kaidah fikih mengemukakan bahwa diri sendiri
termasuk orang yang dibebani tanggung jawab pendidikan
menurut Islam. Apabila manusia telah mencapai mukalaf
maka menjadi bertanggung jawab terhadap mempelajari
32 Samsul Munir Amir, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah 2016), h. 7
15
dan mengamalkan ajaran agama Islam. Jika ditarik dalam
istilah pendidikan Islam, orang mukalaf adalah orang yang
sudah dewasa sehingga sudah semestinya bertanggung
jawab terhadap apa yang harus dikerjakan dan ditinggalkan.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan keluarga atau seua
anggota keluarga yang mendidik pertama kali.
c. Lingkungan (Masyarakat)
Lingkungan masyarakat adalah lingkungan yang
selalu mengadakan hubungan dengan orang lain.
Lingkungan masyarakat dapat membentuk akhlak
seseorang. Di dalam masyarakat seseorang akan menemui
banyak permasalahan yang dapat memengaruhi
perkembangan dirinya baik dalam hal yang positif maupun
negatif dalam pembentukan akhlak. Oleh karena itu
lingkungan yang berdampak negatif harus diatur agar
interaksi edukatif dapat berlangsung dengan baik. Bentuk-
bentuk organisasi lain di dalam masyarakat merupakan
persekutuan hidup yang memanifestasikanajaran agama
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap
keberagamaan seseorang:
a. Lingkungan yang tak acuh terhadap agama. Lingkungan ini
ada kalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan
kadang pula sedikit tahu mengenai hal itu.
b. Lingkungan yang berpegang pada tradisi agama tapi tanpa
keinsafan batin. Lingkungan ini akan menghasilkan
seseorang yang beragama secara tradisional tanpa kritik
atau beragama secara kebetulan.
c. Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan
hidup dalam kehidupan beragama. Lingkungan ini
memberikan motivasi atau dorongan yang kuat kepada
16
seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama
yang ada.33
2. Ruang Lingkup Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Arab “Akhlaq”. Bentuk jamak kata “Khuluq”, yang secara etimologis
antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.
Dalam kepustakaan akhlak diartikan juga sikap melahirkan perbuatan
(perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.34
Budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at, kita ketahui
maknanya dalam percakapan sehari-hari. Namun agar lebih jelas, tidak
ada salahnya kalau dituliskan diantaranya dalam uraian ini. Budi pekerti
adalah kata majemuk perkataan budi dan pekerti. Budi pekerti
mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana dan manusiawi. Di
dalam perkataan itu tercermin sifat, watak seseorang dalam perbuatan
sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung pengertian positif.
Namun, penggunaan atau pelaksanaannya yang mungkin negatif.
Penerapannya itu tergantung pada manusianya.35
Budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal.
Tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku
yang mungkin positif, mungkin negatif, mungkin baik, mungkin buruk.
Yang menentukan suatu perbuatan atau tingkah laku itu baik atau buruk
adalah nilai dan norma agama, juga kebiasaan atau adat istiadat.
Akhlak Islami adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia.
Karena itu suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak, jika
memenuhi beberapa syarat. Syarat itu antara lain:
33 Prof. Dr. Veithzal Rivai Zainal, Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran, (Jakarta:
Penerbit salemba diniyah) h. 17 34 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998) h. 346 35 Ibid, h. 347
17
a. Dilakukan berulang-ulang.
Jika dilakukan sekali saja, atau jarang-jarang tidak
dapat dikatakan akhlak. Jika seorang tiba-tiba, memberikan
uang kepada orang lain karena alasan tertentu, orang itu
tidak dapat dikatan orang dermawan.
b. Timbul dengan sendirinya.
Tanpa dipikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang
karena perbuatan itu telah menjadi kebiasaan baginya. Jika
suatu perbuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan
ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa, perbuatan itu
bukanlah pencerminan akhlak.
Akhlak adalah sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku
manusia. Akhlak dibagi menjadi dua. Pertama adalah akhlak terhadap
Allah atau Khalik (Pencipta), dan kedua adalah akhlak terhadap
makhluk (semua ciptaan Allah). Akhlak tehadap Allah dijelaskan dan
dikembangkan oleh ilmu tasawuf dan tarikat-tarikat, sedang akhlak
terhadap makhluk dijelaskan oleh ilmu akhlak. Ilmu akhlak, dilihat dari
sudut etimologi ialah untuk mengenal budi pekerti, perangai, tingkah
laku seseorang sesuai dengan esensinya. Dipandang dari terminologi,
ilmu akhlak adlah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk,
antara yang terpuji dengan yang tercela tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin.36
Ada beberapa macam akhlak yang perlu kita ketahui:
a. Akhlak terhadap Allah (Khalik) antara lain adalah
bagaimana kita bisa mencintai Allah melebihi cinta kepada
apa dan siapa pun juga dengan mempergunakan firmanNya
dalam Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan.
36 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1998) h. 352
18
Melaksanakan segala perintag dan menjauhi segala
larangan-Nya, mengharapkan ridho-Nya.37
b. Akhlak terhadap makhluk terbagi menjadi dua yaitu akhlak
terhadap Rasulullah dan akhlak terhadap orang tua. Akhlak
terhadap Rasulullah bagaimana kita bisa mencintai
Rasulullah secara tulus, meneladani suri tauladan dalam
hidup dan kehidupan. Akhlak terhadap orang tua diantara
lain adalah mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat
lainnya, berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat
menggunakan kata-kata lemah lembut, berbuat baik kepada
orang dengan sebaik-baiknya dan mendoakan keselamatan
kepada mereka.
c. Akhlak terhadap diri sendiri antara lain: memelihara
kesucian diri, sabar, ikhlas, tawakal, rendah hati.38
3. Urgensi Akhlak dalam Islam
Islam adalah agama universal, yang menjamin pemeluknya dapat
hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Jaminan hidup bagi kaum
muslimin sebagai pemeluk agama Islam yang Rahmatan lil ‘alamin ini,
menurut K.H Abdurahman Wahid sebagai berikut:
Salah satu ajaran yang dengan sempurna menampilkan
universalisme Islam, adalah lima jaminan dasar yang diberikan agama
samawi terakhir ini kepada warga masyarakat, baik secara perorangan
maupun sebagai kelompok. Kelima jaminan dasar itu tersebar dalam
literatur hukum agama Al-Kutub Al-Fiqhiyyah kuno, yaitu jaminan
dasar:
a. Keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani
diluar ketentuan hukum (hifdzul an-nafs).
37 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1998) h. 356 38 Ibid, h 357
19
b. Keselamatan keyakinan agama masing-masing, tanpa ada
paksaan untuk berpindah agama (hifdzu ad-din).
c. Keselamatan keluarga dan keturunan (hifdzu an-nasl).
d. Keselamatan harta benda dan milik pribadi dari gangguan
atau penggusuran diluar prosedur hukum (hifdzul al-mal).
e. Keselamatan hak milik dan profesi (hifdzu al-aqli).39
Keberadaan akhlak sangatlah urgen dalam kehidupan suatu
masyarakat. Kedudukannya menjadi barometer moralitas suatu
masyarakat yang mencerminkan asas kebahagiaan mereka. Akhlak juga
merupakan cermin dari keadaan jiwa dan perilaku manusia, karena
memang tidak ada seorang pun manusia yang dapat terlepas dari akhlak.
Manusia akan dinilai berakhlak mulia apabila jiwa dan tindakannya
menunjukan kepada hal-hal yang baik. Demikian pula sebaliknya,
manusia akan dinilai berakhlak buruk apabila jiwa dan tindakannya
menunjukan perbuatan-perbuatan yang dipandang tercela.40
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang mulia, karena
karunia yang diberikan Allah kepadanya dengan makhluk-makhluk
yang lain. Islam memandang manusia hamba yang memiliki dua pola
hubungan.
Pertama, hablun min Allah, yaitu jalur hubungan vertikal antara
manusia sebagai makhluk dengan sang khalik. Hubungan dengan Allah
ini merupakan kewajiban bagi manusia sebagai hamba yang harus
mengabdi kepada tuhannya. Kedua, hablun min an-nas, yaitu hubungan
horizontal antara manusia dengan sesama manusia. Hubungan ini
merupakan kodrat manusia sebagai mahluk sosial, makhluk
bermasyarakat yang suka bergaul. Di samping perintah terdapat
perintah Allah agar manusia saling mengenal, saling berkasih sayang,
dan saling menolong.41
39 Samsul Munir Amir, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah 2016) h. 58 40 Ibid, h. 59
41 Samsul munir amir, Ilmu akhlak, (jakarta: Amzah 2016) h. 59
20
4. Pendidikan Akhlak
Segala sesuatu baik tindakan, perkataan maupun ilmu sekalipun,
pasti memiliki dasar atau landasan. Menurut Abuddin Nata, dasar
adalah pondasi atau penopang segala sesuatu agar dapat berdiri
kukuh.42 Pendidikan akhlak merupakan cabang dari pendidikan Islam.
Oleh karena itu, pendidikan akhlak memiliki dasar yang sama yakni Al-
Quran dan Hadis.43
Selanjutnya menurut Anwar, definisi Ilmu atau pendidikan
akhlak yang dikemukakan oleh beberapa pakar antara lain:
a. Al-Ghazali: ilmu menuju jalan ke akhirat yang dapat
disebut ilmu sifat hati dan ilmu rahasia.
b. Ahmad Amin: suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada sesamanya, menjelaskan tujuan manusia
melakukan sesuatu, dan menjelaskan apa yang harus
diperbuat.
c. R. Jolivet: ilmu yang membahas hal-hal yang wajib dan
patut bagi manusia hingga persoalan-persoalan yang
dilarang
d. G. Gusdorof: jalan untuk menentukan suatu kebaikan
sehingga menerangkan keadaan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.44
42 Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadist,
(jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 58 43 Ibid, h 59 44 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.
15.
21
C. Pengertian Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam
masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan
kehidupan yang tentram, aman, damai dan sejahteradalam suasana cinta
dan kasih sayang diantara anggotanya. Keluarga merupakan lembaga
sosial yang paling dasar untuk mencetak kualitas manusia. Bahkan baik
buruknya generasi suatu bangsa, ditentukan pula oleh pembentukan
pribadi dalam keluarga. Disinilah keluarga memiliki peranan yang
strategis untuk memenuhi harapan tersebut.45
Keluarga sebagai Institusi Pendidikan Keluarga merupakan
sebuah institusi yang terbentuk dengan adanya pernikahan yang sah.
Keinginan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera lahir
batin adalah tujuan dari pada keluarga. Keluarga dapat ditinjau dari
dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi
hubungan darah merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh hubungan
darah antara satu dengan lainnya. Sedangkan dalam dimensi hubungan
sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan yang diikat oleh adanya
saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu
dengan lainnya, meskipun tidak terdapat hubungan darah.46
Begitu pentingnya peranan yang dimainkan oleh keluarga dalam
mendidik anak-anaknya. Maka dalam berbagai sumber bacaan
mengenai kependidikan, keluarga selalu disinggung dan diberi peran
yang penting. Karena pada hakekatnya, pembentukan kepribadian anak
terjadi di lingkungan keluarga.47
45 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008) h.
39 46 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 16 47 Husain Mazhahiri, Surga Rumah Tangga, (Jakarta : Titian Cahya, 2001), h.
52
22
a. Fungsi-fungsi Keluarga
1) Fungsi edukatif
Keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua
anggotanya dimana orangtua memiliki peran yang cukup
penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani
dan rohani dalam dimensi kognisi, afektif maupun skill,
dengan tujuan untuk mengembangkan aspek mental
spiritual, moral, intelektual, dan profesional. Pendidikan
keluarga Islam didasarkan pada Qs. Al-Tahrim ayat 6:
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة
ما أمرهم يفعلون ما و عليها ملئكة غلظ شداد ل يعصون الل
يؤمرون
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Fungsi edukatif ini merupakan bentuk penjagaan hak
dasar manusia dalam memelihara dan mengembangkan
potensi akalnya. Peningkatan pendidikan generasi penerus
berdampak pada pergeseran relasi dan peran-peran anggota
keluarga.
2) Fungsi religius
Keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral
agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tercipta iklim keagamaan
didalamnya. Keluarga merupakan awal mula seseorang
mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya.
3) Fungsi protektif
23
Dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari
gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk
menangkal segala pengaruh negatif yang masuk di
dalamnya. Gangguan internal dapat terjadi dalam kaitannya
dengan keragaman kepribadian anggota keluarga,
perbedaan pendapat dan kepentingan, dapat menjadi
pemicu lahirnya konflik juga kekerasan.
4) Fungsi sosialisasi
Berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi
anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-
norma kehidupan secara universal baik inter relasi
dalamkeluarga itu sendiri maupun dalam mensikapi
masyarakat yang pluralistik lintas suku, bangsa, ras,
golongan, agama, budaya, bahasa maupun jenis
kelaminnya.48
48 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008) h.
47
24
2. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam
Sebagian waktu anak akan dihabiskanlan dalam lingkungn
keluarga. Oleh karena itu, segala yang dilakukan oleh orang tua akan
mudah ditiru oleh anak dan menjadi sebuah kebiasaan yang akan
tertanam pada diri anak. Orang tua wajib memelihara anak-anak mereka
dengan memberikan bekal pengetahuan keislaman sehingga apa yang
dilakuakan jauh dari perbuatan dosa. Membiasakan perbuatan baik,
menghindari perbuatan buruk, memberi contoh kepada anak akhlak
yang baik sesuai ajaran agama, agar kelak tidak terjerumus dalam
perbuatan maksiat. Allah juga memerintahkan orang tua untuk
mendidik anak dengan menanamkan nilai-nilai islami adalah Qs. Al-
Luqman ayat 17:
لة وأمر بالمعروف وانه عن ا ص ص يا بني أقم ال صابك إن لمنكر وا بر على ما أ
لك من عزم المور ذ
Terjemah Arti: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).49
Dari penggalan dua ayat Al-Qur,an tresebut dapat kita pahami
bahwa islam dengan tegas menyuruh para orang tua untuk menanamkan
nilai keislaman pada anak-anak mereka. Orang tua juga wajib menjaga
anak-anak mereka dari api neraka dengan cara mengarahkan anak
menjadi pribadi berakhlak mulia.
49 https://tafsirweb.com/7501-surat-luqman-ayat-17.html diakses pada 11
maret 2019 pukul 09.08 PM
25
D. Penelitian yang Relevan
Dalam suatu penelitian, diperlukan hasil-hasil penelitian yang relevan
untuk mendukung serta memperkuaut pentingnya penelitian ini dilakukan.
Penulis telah menelaah beberapa kajian atau hasil penelitian yang terkait
dengan judul “PENDIDIKAN AKHLAK PADA REMAJA DALAM
(Kajian QS. Al-ISRA AYAT 23-25)”, yaitu sebagai berikut:
1. Payiz Zawahir Muntaha (UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Pendidikan Akhlak
Remaja Bagi Keluarga Kelas Menengah Perkotaan”. Hasil dari
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
pendidikan akhlak remaja dalam keluarga yang tinggal di
perkotaan terdapat dua tujuan, yaitu tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. Maksud dari tujuan jangka pendek adalah
suatu keberhasilan yang diinginkan oleh orang tua terhadap
anaknya dengan batas atau jenjang waktu yang telah ditetapkan
atau menjadi target orangtua. Adapun tujuan jangka pendek dari
pendidikan akhlak remaja dalam keluarga karier adalah agar anak
mereka menjadi anak yang mandiri, anak yang senang
memperdalam ilmu agama, dan anak yang senang membaca al-
Quran. Sementara yang dimaksud dengan tujuan pendidikan
akhlak remaja dalam keluarga karier jangka panjang adalah suatu
tujuan pendidikan akhlak yang inginkan oleh orangtua karier
terhadap anaknya dengan tidak terbatas waktu atau dalam tempo
yang sangat panjang, bahkan tujuan tersebut dapat mencapai
kepada kebahagiaan untuk selamanya.
2. Lidiawati MA (Dosen Kesos Stisipol Candradimuka Palembang,)
dalam penelitiannya yang berjudul Perilaku “Remaja Terhadap
Nilai-Nilai Keagamaan Studi Di Desa Betung Kec. Semendawai
Barat-Kab. OKU Timur-Sumatera Selatan” Pendapat remaja
mengenai Nilai Akhlak hanya sebatas perilaku sopan dan santun
dengan sesama, namun tidak banyak memahami bagaimana
26
akhlak terhadap Allah, dimana maksud akhlak terhadap Allah
disini adalah, mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan
siapapun juga dengan mempergunakan firman-firman-Nya dalam
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan, yang wajib
untuk dipatuhi dengan penuh keikhlasan.
3. Suparto Iribaram (Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Fattah
Jayapura, 2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan dalam al-Qur’an dan Aktualisasinya: Surat al-Isra’
Ayat 23-25” Dalam Q.S. al-Isra’ ([17]: 23-25) berisi tentang
pendidikan tauhid dan pendidikan birrul walidaini yang mana
keduanya saling keterkaitan. Keyakinan akan keesaan Allah serta
kewajiban mengikhlaskan diri kepada-Nya adalah dasar yang
padanya bertitik tolak segala kegiatan. Setelah itu kewajiban
pertama dan utama setelah kewajiban mengesakan Allah dan
beribadah kepada-Nya adalah berbakti kepada kedua orangtua.
Motivasi atau dorongan dan kehendak berbuat baik kepada orang
tua (birrul walidaini) telah menjadi salah satu akhlak yang mulia
(mahmudah). Dorongan dan kehendak tersebut harus tertanam
sedemikian rupa, sebab pada hakikatnya hanya bapak dan ibulah
yang paling besar dan banyak berjasa kepada setiap anak-
anaknya. Ayah adalah penanggung jawab dan pelindung anak
dalam segala hal, baik segi ekonomi, keamanan, kesehatan, dan
juga pendidikannya. Pada prinsipnya ayah menjadi sumber
kehidupan dan yang telah menghidupkan masa depan anak.
Sedangkan ibu tidak kalah besar pengorbanannya dari pada ayah.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek yang dibahas dalam penelitian ini adalah pendidikan akhlak pada
remaja dalam Q.S al-Isra ayat 23-25. Lebih dalam lagi, dalam penelitian ini
dibahas mengenai urgensi pendidikan akhlak pada remaja, implementasi
pendidikan akhlak pada remaja, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung
dalam Q.S al-Isra ayat 23-25. Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada
bulan September sampai dengan selesai.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian menjelaskan suatu yang lebih sempit yakni tentang
cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti empiris,
dimana metode pengumpulan data dapat berupa wawancara terstruktur,
kuisioner berskala, wawancara mendalam, diskusi, pengumpulan dokumen
ataupun cara lain.50 Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan data dan tujuan tertentu.51
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif analisis melalui teknik studi kepustakaan (Library
Research). Yaitu dengan menggunakan referensi-referensi dari buku-buku
yang relevan terkait dengan tema penulisan ataupun jurnal-jurnal relevan
yang juga memiliki keterkaitan dengan tema penulisan. Menurut Suharsimi,
“dokumentasi adalah menelusuri data terkait suatu hal berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya”.52
50 Tim Penulis Pusat studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Netty
Hartati, op. cit., h. 132. 51 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R &
D,, (Bandung: ALFABETA, 2016), h. 3 52 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2013), h. 274
28
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah
metode tafsir tahlili. Tafsir tahlili yaitu metode tafsir yang menjelaskan
kandungan-kandungan Al-Quran dari seluruh aspek. Penafsir mengikuti
runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun didalam Al-Quran dan
memulai uraiannya dengan mengemukakan kosa kata diikuti dengan
penjelasan mengenai global ayat. Dan mengemukakan kolerasi ayat-ayat
serta menjelaskan hubungan ayat tersebut satu sama lain.53 Menurut Abuddin
Nata metode tahlili adalah ,etode tafsir yang mufassirnya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-quran sesuai dengan mushhaf.54
C. Fokus Penelitian
Dengan melihat apa yang ada dalam batasan masalah, maka penulis
memfokuskan kajian dalam penelitian ini pada pendidikan akhlak pada
remaja dalam Q.S al-Isra ayat 23-25. Lebih dalam lagi penulis memfokuskan
pada urgensi pendidikan akhlak pada remaja, implementasi pendidikan
akhlak pada remaja, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S
al-Isra ayat 23-25.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini tergolong penelitian pustaka yang bersifat
literatur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik pengumpulan data berupa buku-buku, artikel, kitab-
kitab tafsir yang terkait dengan pembahsan penulis. Untuk menganalisis data
yang telah terkumpul penulis menggunakan metode komparatif dan metode
deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut:
53 Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 4 54 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2014)
cet. 21, h. 219.
29
1. Data Premier
Data premier adalah literatur yang membahas secara
langsung objek permasalahan ini. Data premier dalam penelitian
ini adalah tafsir Al-Maroghi, tafsir Al-Lubab, tafsir Nurul Quran.
2. Data Sekunder
Sumber data pendukung merupakan data-data yang
memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas. Kegunaan dari
data sekunder ini adalah untuk menginterpretasi data premier.
E. Teknik Analisis Data
Analisi data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang ka dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami.55
Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan
metode tahlili. Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan diantaranya:
1. Penulis memulai dengan menguraikan Qs. Al-Isra ayat 23-25
beserta terjemahannya.
2. Setelah menguraikan Qs. Al-Isra ayat 23-25 beserta
terjemahannya, penulis menjelaskan kosa kata yang terdapat
dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 yang mengacu pada kitab-kitab
tafsir yang penulis gunakan.
3. Menjelaskan makna yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-
25 dengan ilmu yang berkaitan dengan ayat tersebut. Pada tahap
ini penulis menjelaskan makna yang terkandung dalam Qs Al-Isra
ayat 23-25 dengan menggunakan literatur dari beberapa kitab
55 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R &
D, (Bandung: ALFABETA, 2016), h. 335
30
tafsir, serta buku-buku penunjang untuk menganalisis ayat
tersebut.
4. Setelah menjelaskan makna dan menganalisisnya, selanjutnya
penulis mencari kesimpulan dari analisis tentang Nilai-nilai
pendidikan akhlak pada remaja dalam Qs. Al-Isra dan bagaimana
implementasi nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
ayat tersebut.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Surat Al-Isra ayat 23-25 dan Terjemah
ا يبلغن وقضى ربك أل تعبدوا إل إياه وبالوا عندك الكبر لدين إحسانا إم
ول تنه خفض ( وا23 كريما )رهما وقل لهما قول أحدهما أو كلهما فل تقل لهما أف
ارحمهما حمة وقل رب لم ( ربكم أع 24كما ربياني صغيرا ) لهما جناح الذل من الر
ابين غفورا )بما في نفوسكم إن تكونوا صالحين فإنه كان ل (25لو
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil". Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu
orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi
orang-orang yang bertaubat.”
B. Munasabah
Munasabah secara etimologi berarti kedekatan dan kemiripan atau
keserupaan. Ia juga bisa berarti hubungan atau persesuaian. Secara
terminologi munasabah adalah ilmu Al-quran yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antar ayat atau surat dalam Al-Quran secara
keseluruhan dan latar belakang penempatan tertib ayat dan suratnya. Menurut
Quraish Shihab munasabah yaitu kemiripan yang terdapat pada hal-hal
32
tertentu dalam Al-Quran baik surat maupun ayat-ayat yang menghubungkan
satu dengan ayat yang lainnya.56
Munasabah merupakan usaha pemikiran manusia dalam menggali
rahasia hubungan antara ayat dan surat yang dapat dipahami oleh akal. Ada
beberapa aspek keterkaitan antara surat Al-Isra dengan surat An-Nahl yang
menjadi sebab mengapa surat Al-Isra ditempatkan setelah surat An-Nahl. Dan
diantara munasabah antar surat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pada akhir surat An-Nahl diceritakan tentang perselisihan umat
Yahudi mengenai hari Sabtu, sedang pada surat Al-Isra Allah
menunjukkan syariat Ahlus-Sabt yang telah Allah syariatkan
dalam Taurat. Menurut riwayat yang dikeluarkan dari Ibnu Jarir
dari Ibnu Abbas R.A, bahwa dia pernah mengatakan:
Sesungguhnya isi Taurat seluruhnya tercakup dalam lima belas
ayat yang terdapat dalam surat Al-Isra.57
2. Pada surat yang lalu, Allah memaparkan nikmat-nikmatNya
kepada manusia, sehingga karena itu surat An-Nahl juga disebut
dengan surat An-Ni‟am (yang berarti: nikmat). Maka pada surat
Al-Isra pun Allah menyebut beberapa nikmat. Seperti pada ayat
9 sampai 12 dan ayat 70.58
3. Dijelaskan bahwa Alquran bukanlah buatan manusia, melainkan
dari sisi-Nya. Dan di dalam surat Al-Isra Allah menerangkan
tentang tujuan diturunkannya Alquran tersebut.
4. Dalam surat An-Nahl Allah menyebutkan kaidah-kaidah supaya
manusia mengambil memanfaat dari makhluk-makhluk yang ada
di muka bumi. Lalu di dalam surat Al-Isra Allah menyebutkan
tentang kaidah-kaidah kehidupan sosial.59
56 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-
Quran Vol-7 Cet-VI, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 393. 57 Wahbah. Terjemah Tafsir Al-munir, (Jakarta: Gema Insani, 2016), jilid VIII,
h. 31 58 Ibid, h. 32
59 Wahbah. Terjemah Tafsir Al-munir, (Jakarta: Gema Insani, 2016), jilid VIII, h. 32
33
5. Pada surat yang lalu, Allah SWT memerintakanh supaya
menyantuni kepada kerabat. Hal yang sama juga diperintahkan
oleh Allah di samping diperintahkan pula agar memberi sesuatu
kepada orang miskin dan ibnu sabil.60
C. Kosa-Kata
Qada Memberi keputusan dan perintah -قضى
Uff Nama suara untuk menyatakan اف
kejengkelan dan sakit
.An Nahr Mencegah dengan kasar الن هر
.Karim Bersikap baik tanpa kekerasan كريم
Khafdul Janah (Merendahkan Sayap) Yang dimaksud خفضالجناح
adalah Tawadhu’ dan merendahkan
diri.
حمة Minar rahmah Karena sangat sayangnya kamu منالر
terhadap orang tua.
اب Awwab Orang yang mempunyai tabiat او
kembali kepada Allah dan berlindung
KepadaNya ketika mengalami
kesusahan. 61
D. Akhlak kepada Allah
Surat Al-Isra ayat 23-25 merupakan surat yang mengatur manusia untuk
dapat menata hidupnya untuk senantiasa mengikuti ketetapan Allah dan
senantiasa menyembah hanya kepada-Nya. Dalam surat A-Isra ayat 23-25
tertanamkan perintah untuk selalu berbakti kepada orangtua dan berakhlak
baik kepadanya. Berikut penulis akan menguraikan kandungan makna surat
60 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 1993), h. 2. 61 Ibid., h. 56.
34
Al-Isra ayat 23-25 berdasarkan pendapat para muafassir. Adapun uraian
kandungan makna tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tauhid (Keesaan Allah)
Kalimat tauhid berasal dari bahas Arab yang artinya
“mengesakan” atau “menunggalkan”. Maksud dari kalimat
Tauhiiddan yaitu mengesakan Allah dengan seyakin-yakinnya.
Tauhid ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat
yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-
Nya, dan tentang sifat-sifat yang ama sekali wajib dilenyapkan
pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan
kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan)
kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkan kepada
diri sendiri.62
Secara bahasa tauhid berasal dari kata wahhada-
yuwahhidu-tauhiidan, yang berarti menjadikan sesuatu satu.
Secara syara’ tauhid berarti mengesakan Allah dalam penciptaan
dan pengaturan, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan
meninggalkan ibadah kepada yang lain, menetapkan Asmaul
Husna dan Sifat yang Mulia bagi-Nya, dan membersihkan-Nya
dari sifat kurang dan tercela.63
Ilmu tauhid adalah ilmu pengetahuan yang paling tinggi
derajatnya dalam agama Islam, karena pokok atau induk dari
semua ilmu pengetahuan dalam agama Islam adalah ilmu tauhid.
Ilmu ini membahas tentang ke-Esaan Dzat Allah, hukum
mempelajari ilmu ini adalah fardhu ‘ain secara ijmali bagi setiap
orang mukallaf, yakni orang yang sudah sampai pada umur baigh,
62 Muhammad Yusron Asmuni, op.cit., h. 2 63 Sugeng Ristianto, Tauhid Kunci Surga Yang Diremahkan, (Semarang:
Rasail, 2010), h. 1.
35
berakal, selama pancaindranya dan telah sampai padanya ajaran
agama Islam.64
Pada ayat 23 surat Al-Isra dijelaskan bahwasanya kita
diperintahkan agar menyembah segala sesuatu hal selain Dia.
Allah menguraikan secara rinci hakekat iman dan amal-amal
yang bila dilakukan oleh seorang mu’min maka berarti dia
berusaha untuk mencari kebahagiaan akhirat, dan tergolonglah ia
ke dalam orang-orang yang bernasib bahagia dan beruntung.
Kemudian, dilanjutkan pula dengan menyebutkan hal-hal yang
termasuk syiar-syiar dan syarat-syarat iman. Yaitu, beribadah
kepada Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya. Sesudah itu,
dilanjutkan dengan perintah supaya berlaku baik kepada kedua
orangtua karena keduanyalah yang merupakan sebab nyata dari
keberadaan seorang anak manusia. Dan setelah Allah
menyebutkan rukun terbesar dalam iman, maka dilanjutkan
dengan menyebutkan syiar-syiar iman, hal-hal sebagai berikut,
dengan firman-Nya:
إياه()وقضى ربك أل تعبدوا إل
“Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia,” karena ibadah adalah puncak
pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan
yang daripada-Nyalah keluar kenikmatan dan anugrah atas
hamba-hambaNya, dan tidak ada yang dapat memberi nikmat
kecuali Dia.65
Ini adalah suatu perintah yang tidak bisa ditawar lagi.
Karena keimanan seseorang itu sangat mempengaruhi segala
sesuatu hal terhadap dirinya. Pengesaan Allah itu adalah inti dari
akhlak keislaman seseorang. Ketika kita sudah mulai
64 Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 11. 65 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
59.
36
mempercayai suatu hal yang menjadi sumber kekuatan selain
Allah itu adalah bentuk kemusyikan yang sangat tidak boleh
dilakukan.
Macam-macam Tauhid (Keesaan Allah) antara lain:
a. Tauhid Rububiyah
Makna tauhid rububiyah ialah mengesakan
Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan dan
kepengurusan, pengesaan Allah dalam hal penciptaan
adalah meyakini bahwa tiada pencipta selain Allah
SWT. Firman-Nya:
لمين رب ٱلع ٥٤أل له ٱلخلق وٱلمر تبارك ٱلل
“...Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam.” (Q.S. al-A’raf: 54)
Pengesaan Allah dalam hal kepemilikan,
artinya kita yakin bahwa tidak ada yang memiliki
makhluk kecuali yang menciptakan mereka.
b. Tauhid Uluhiyah
Tauhid ini juga biasa disebut tauhid ibadah
karena dua pertimbangan: Pertama, karena
penisbatannya kepada Allah, yang disebut tauhid
uluhiyah. Kedua, karena penisbatannya kepada
makhluk, yang disebut tauhid ibadah. Adapun
maksud pengesaan Allah dalam hal ibadah ialah
meyakini yang berhak diibadahi hanya Allah SWT.
c. Asma wa sifat
Artinya pengesaan Allah Azza wa Jalla
dengan asma dan sifat yang menjadi milik-Nya. Hal
ini mencakup dua hal:
1) Penetapan. Artinya kita harus menetapkan
seluruh asma’ dan sifat bagi Allah,
37
sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya
dalam kitab-Nya atau sunnah Nabi-Nya.
2) Penafsiran permisalan, bahwa kita tidak
menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah
dalam asma’ dan sifat-Nya.66
Allah memang tidak bisa terlihat oleh manusia.
Namun Allah juga sangat melarang manusia
untuk menyembah sesuatu selain Diri-Nya.
Banyak sekali ayat Al-Quran yang melarang
manusia untuk menyembah segala sesuatu
selain-Nya. Ini adalah salah satu bentuk
keimanan yang paling nyata mempercayai
Allah tanpa menyekutukannya. Kewajiban
untuk menyembah hanya kepada Allah SWT
dikarenakan penyembahan adalah bentuk dari
penghormatan paling tinggi dari manusia. Dan
sesungguhnya penghormatan tertinggi hanya
layak dilakukan untuk Allah yang Maha Tinggi
sebagai bentuk rasa syukur atas segala
kenikmatan yang telah diberikan dalam
kehidupan ini.
Menyusul prinsip Tauhid, Al-Quran mengisyaratkan pada
salah satu perintah para nabi yang mendengar mengenai manusia,
dengan mengatakan: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu”. Menempatkan keesaan Tuhan
(Tauhid), yang merupakan prinsip Islam paling mendasar,
berdampingan dengan perintah berbuat baik kepada keuda
66 Muhammad Yusron Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raka
Grafindo Persada: 1996), Cet. 3, h. 7.
38
orangtua, menunjukan adanya penekanan terhadap perintah Islam
ini.67
Selanjutnya dalam kitab Tafsir Al-Azhar bahwasanya Allah
itu sendiri yang menentukan, yang memerintahkan, dan
memutuskan bahwasanya Dialah yang mesti disembah, dipuji dan
dipuja. Dan tidak boleh dilarang keras menyembah yang selain
Dia. Oleh sebab itu maka beribadat kepada Allah, Allah itu
sendiri yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadat kepada
Allah yang hanya dikarang-karangkan sendiri. Untuk
menunjukan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah,
Dia mengutus RasulNya.68
Menyembah dan memuji kepada Allah itulah yang
dinamakan Tauhid Uluhiyah. Itulah bentuk keimanan seorang
muslim. Setiap muslim wajib mengimani bahwasanya Allah
adalah Tuhan yang Maha Esa. Tidak hanya pengakuan dari
perkataan saja tapi juga dari segi perbuatan. Beribadah adalah
salah satu bentuk pembuktian penghambaan diri paling nyata.
Maka dari itu Allah memerintahkan kita untuk senantiasa
beribadah hanya kepada-Nya. Tidak menyembah selain-Nya.
Tidak pula mempercayakan segala sesuatu selain meminta
kepada-Nya.
Kewajiban pertama bagi seorang muslim adalah
menyembah Allah Yang Maha Esa dengan tulus, disusul dengan
berbakti kepada kedua orangtua, kendati keduanya npn-Muslim.
Kebaktian tersebut tercermin, antara lain dalam kedekatan lahir
dan batin dengan keduanya secara pribadi disertai dengan
penghormatan dalam sikap, ucapan dan perbuatan.69
67 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, (Jakarta: Al-huda,
2015) h. 793 68 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT.Pustaka Panjimas), h. 38. 69 M. Qurais Shihab, Al-Lubab, (Ciputat: Lentera Hati 2012) h, 227
39
Berkaitan dengan ini, Imam Ruwaim bin Ahmad pernah
ditanya tentang permulaan kewajiban yang diwajibkan Allah
pada hamba-Nya yang oleh beliau dijawab, “Ma’rifat.” Hal itu
didasarkan pad firman Allah: (Adz-Dzariyat ayat 56)
Ibnu Abbas mengartikan “illa liya’buduun” (kecuali untuk
menyembah-Ku). Menjadi “Illaa Liya’rifuun” (kecuali untuk
berma’rifat yaitu mengetahui, sadar, dan yakin akan keberadaan
Allah). Imam A-Junaid juga berkarta, bahwa “Sesungguhnya
awal yang dibutuhkan seorang hamba dari sesuatu yang bersifat
hikmah adalah mengetahui Sang Pencipta atas keterciptaan
dirinya. 70 Bisa dikatakan bahwasanya Tauhid adalah sumber
pengetahuan agar kita memahami bahwa Allah adalah Dzat yang
tidak ada yang bisa menyerupai-Nya.
Banyak remaja saat ini yang masih mempercayai zodiak
shio dan ramalan yang pada hakikatnya hal tersebut tidak boleh
dilakukan. Penanaman agama sejak kecil dan pengawasan
keluarga sangat mempengaruhi hal ini. Keluarga merupakan
tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman,
penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari sehingga
tercipta iklim keagamaan didalamnya. Keluarga merupakan awal
mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya.71
Dalam proses keimanan seorang remaja, keluarga dirasa
sangat perlu untuk tahu bagaimana lingkungan sekolah, teman
bermain remaja itu sendiri agar dapat lebih mudah untuk
mengawasinya. tafsiran diatas telah dijelaskan bahwasanya Allah
SWT melarang hambanya untuk menyembah segala sesuatu
selain Dia. Remaja yang masih mempercayai ramalan untuk
mengetahui bagaimana kehidupan di masa yang akan datang
70 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An Naisaburi,
Risalah Quryairiyah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 40. 71 Mufidah, Psikologi Keluarga Islam, (Malang: UIN-Malang Press,
2008) h. 47
40
adalah suatu hal yang sangat tercela dan tidak boleh dilakukan
tanpa terkecuali. Allah melarang kita untuk meyakini segala
sesuatu hal selain diri-Nya agar kita tidak tergolong sebagai
manusia yang musyrik. Dengan menegaskan ketetapan Allah
yang merupakan perintah Allah untuk senantiasa mengesakan-
Nya dalam beribadah, mengikhlaskan diri dan tidak
mempersekutukan-Nya. Beribadah hanya kepada-Nya dengan
rasa ikhlas tanpa ragu dan khawatir.
E. Akhlak terhadap Orang Tua
Dalam surat Al-Isra ayat 23-25 juga menjelaskan kepada kita
bahwasanya betapa wajibnya berbuat baik dan berbakti kepada orang tua.
Seperti yang terdapat dalam firmanNya:
)وبالوالدين إحسانا(
Juga, agar kamu berbuat baik dan kebajikan terhadap orangtua, supaya
Allah tetap menyertai kamu:
مع الذين اتقوا والذين هم محسنون إن الل
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan." (An-Nahl, 16:128).72
1. Berkata Lemah Lembut
Pada ayat diatas Allah memerintahkan kepada Umatnya untuk
selalu berbuat baik terhadap orangtua, maka hal itu adalah karena
sebab-sebab sebagai berikut:
a. Karena orangtua itulah yang belas kasih kepada anaknya,
dan telah bersusah payah dalam memberikan kebaikan
kepada-Nya, dan menghindarkan dari bahaya. Oleh karena
itu, wajiblah hal itu diberi imbalan dengan berbuat baik dan
syukur pada keduanya.
72 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h. 59.
41
b. Bahwa anak adalah belahan jiwa dari orangtua,
sebagaimana diberitakan dalam sebuah kabar bahwa Nabi
saw pernah bersabda: “fatimah adalah belahan jiwaku"73
Lemah lembut dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti baik
hati (tidak pemarah dsb), peramah.74 Ketika berbicara dengan orang
tua, bentuk dari berbakti adalah dengan bertutur atau berbicara dengan
sopan, lemah lembut, dan tidak menyinggung perasaan orang tua.
Lemah lembut harus mencakup tiga hal yaitu pilihan kata, intonasi dan
ekspresi. Kata yang disampaikan berupa perkataan yang mulia, intonasi
penyampaiannya tidak menyentak, dan disampaikan dengan ekspresi
yang baik.75
Belakangan, Al-quran merujuk pada salah satu contoh kebaikan
terhadap orang tua, dengan mengatakan bahwa jika salah satu dari
mereka atau kedua-duanya mencapai usia lanjut dan hidup bersama
kita, yakni jika mereka memerlukan perawatan terus-menerus,
janganlah kita sampai mengabaikan kebaikan budi mereka (selama itu)
dan menujukan sikap tidak suka, mencela, apalagi menghina mereka.
Artinya, janganlah kita sampai mengeluarkan kata-kata yang
menunjukan perasaan tidak suka kepada mereka. Janganlah sampai kita
berteriak kepada mereka: melainkan berbicaralah kepada mereka
dengan santun dan sikap hormat.76
Lemah lembut terhadap mereka merupakan bentuk keimanan
terhadap Allah dan sebagai ucapan rasa syukur terhadap mereka. Tutur
kata yang lembut dapat menjadi jembatan kebahagiaan mereka ketika
berada didekat kita. Kebahagiaan mereka memiliki anak yang selalu
73 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
60. 74 Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 579 75 Mahmud Asy-Syafrowi, Orang Tuaku Pintu Surgaku, (Bandung: Mizania,
2015), h. 112 76 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, (Jakarta: Al-huda, 2015)
h. 793
42
lemah lembut tidak pernah marah atau bahkan membantah mereka
ketika diperintah adalah suatu hal yang membahagiakan.
Kewajiban berbakti itu dirinci dengan menegaskan bahwa jika
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya beumur lanjut atau
dalam keadaan lemah sehingga mereka terpaksa berada di dlam
pemeliharaanmu, lebih-lebih jika bukan dalam pemeliharaan atau
tanggunganmu, maka jangan sekali-kali mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” atau suara dan kata yang mengandung makna
kemarahan atau pelecehan atau kejenuhan. Walaupun sudah sebanyak
dan sebesar apa pun pengabdian dan pemeliharaanmu kepadanya.
Jangan juga membentak keduanya menyangkut apapun yang mereka
lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk daripada membentak.
Hendaklah setiap anak mengucapkan kepada orangtuanya ucapan yang
mulia, yakni baik dalam kandungannya, lembut dalam
penyampaiannya, serta sesuai, bukan saja dengan adat masyarakat,
tetapi juga sesuai dengan kepribadian ibu bapaknya.77
Pada potongan ayat ini kembali mengingatkan untuk senantiasa
berbuat baik kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan
kamu supaya Allah senantiasa melindungi dan memberkahi
kehidupanmu. Mengingat para remaja saat ini, banyak yang merasa
lebih hebat dari orangtua mereka sehingga menyebabkan sikap yang
kurang menghargai orangtua. Turunnya ayat ini menjadi pengingat
untuk seluruh anak manusia agar dapat berbakti dan berbuat baik
terhadap orangtua mereka. Mengatakan “Ah” saja tidak boleh apalagi
sampai membentak dan memarahi mereka. Karena kata “Ah” itu dapat
menyakiti hati mereka walaupun masih dalam hal yang ringan. Dalam
hal ini hal yang dapat kita pelajari adalah sesuatu yang menyakitkan
walaupun masih dalam tahap yang ringan saja tidak boleh dilakukan
apalagi memarahi mereka dengan kata-kata kasar. Bagaimana ketika
77 M. Qurais Shihab, Al-Lubab, (Ciputat: Lentera Hati 2012) h, 226
43
kita melakukan hal tersebut berbicara dengan kasar dan turut memaki
mereka lalu mereka mendapatkan kekecewaan terdalam dan Allah
murka atas perlakuan kita terhadap mereka. Ini adalah contoh kecil agar
kita tidak melakukan hal yang besar untuk melukai hati dan perasaan
mereka.
Janganlah sesekali kamu menyusahkan keduanya dengan suatu
perkataan yang membuat mereka berdua merasa tersinggung. Hal ini
merupakan larangan menampakan rasa tak senang terhadap mereka
berdua dengan perkataan yang disampaikan bernada menolak atau
mendustakan mereka berdua, di samping ada larangan untuk
menampakan kejemuan, baik sedikit maupun banyak. Ucapkanlah
dengan ucapan yang baik kepada kedua orangtua dan perkataan yang
manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai
dengan kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntutan kepribadian
yang luhur. Seperti ucapan: “Wahai ayahanda, wahai ibunda. Dan
jangan pula kamu meninggikan suaramu di hadapan orangtua, apalagi
kamu memelototkan/ membelalakkan matau terhadap mereka berdua.78
Berbuat baik kepada orangtua dengan sebaik-baiknya adalah
perilaku yang sangat mulia. Allah memerintahkan kepada kita untuk
terus berbuat baik kepada kedua orangtua. Mengasihinya dengan lemah
lembut, bertutur kata yang sopan serta membuat orangtua merasa
nyaman ketika sedang bersamamu. Karena sesungguhnya sumber
kekuatan dan pertolongan hanya dari Allah SWT. Perintah untuk
berbuat baik kepada orangtua, dalam ayat ini disebutkan secara
langsung setelah perintah untuk tidak menyembah selain Allah.
Perintah berbuat baik kepada kedua orangtua adalah sebagai salah satu
bakti kita untuk membalas segala kebaikan yang telah orangtua berikan.
Dimana mereka telah menjaga, memelihara, memenuhi segala
kebutuhan yang dibutuhkan. Dan ketika kedua orangtua kita sudah
78 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
60.
44
dalam usia lanjut dan berada dalam pemeliharaan kita, jangan sesekali
menyakiti mereka meskipun hanya dengan kata “ah” karena itu dapat
melukai hati mereka. Kepedulian yang kita berikan kepada mereka
harus dengan hati yang tulus, karena sesungguhnya ridha Allah terdapat
pada ridha orangtua.
Allah benar-benar mewasiatkan mengenai kedua orangtua secara
serius, sehingga siapapun yang durhaka terhadap kedua orangtua akan
bangun bulu romanya dan ngeri mendengarnya. Karena, wasiat itu
Allah mulai dengan perintah supaya bertauhid dan beribadah kepada-
Nya. Kemudian, kewajiban tersebut digenapkan dengan kewajiban
berbuat baik kepada kedua orangua. Setelah itu, perintah untuk
memelihara kedua orangtua itu diketatkan sehingga tidak memberi
keringanan dalam bentuk kata-kata sekalipun.79
Berkenaan dengan hubungan seorang anak dengan kedua
orangtuanya yang terkait dengan masalah penghormatan dan sikap
lemah lembut serta ketaatannya kepada mereka, adakalanya terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak. Dalam hal ini, Al-Quran mengatakan bahwa Tuhan lebih
mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang ketimbang dirinya
sendiri. Sebab pengetahuan-Nya dalam segala hal bersifat langsung,
tetap, asli, kekal, dan tidak memiliki ciri-ciri seperti itu.80
Oleh karenanya, jika kita tanpa niat membangkang kepada Allah
terlibat dalam perilaku keliru berkenaan dengan penghormatan dan
kebaikan budi terhadap orangtua, lalu bergegas menyesali dan
membenahinya, niscaya akan diampuni-Nya. Ayat di atas mengatakan:
Jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha
Pengampun kepada orang-orang yang bertaubat.81
79 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
66. 80 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir nurul quran, (jakarta: Al-huda, 2015) h.
797 81 Ibid.,
45
2. Bersikap Kasih Sayang
Kemudian, Allah menerangkan lebih jelas perbuatan baik, apa
yang wajib dilakukan terhadap kedua orangtua, dengan firman-Nya:
ا يبلغن عندك الكبر أحدهما أو كلهم ول تنهرهما وقل ل ا ف )إم تقل لهما أف
ارحمهما كم لهما قول كريما واخفض لهما جناح الذل من حمة وقل رب ا الر
ربياني صغيرا(
Apabila kedua orangtua atau salah seorang di antara mereka
berada disisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan
tetap berada disisimu pada akhir umurnya, sebagaimana kamu berada
di sisi mereka berdua pada umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan
sayang terhadap keduanya. Kamu harus memperlakukan kepada
keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang yang telah
memberi karunia kepadanya. Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu
yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu dari orangtua atau kedua-
duanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi
bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orangtua
pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil.82
Dengan demikian, Allah Maha Kuasa memerintahkan kita agar
menaungi kedua orang tua kita dengan penuh kelembutan, cinta, dan
kemurahan hati, seraya memberi mereka naungan dan perawatan
sebagaimana mereka telah memberikan naungan dan perawatan kepada
kita ketika kita masih kecil. Ayat di atas mengatakan:“Dan dengan
penuh kasih sayang rendahkanlah sayap dalam kerendahan hati
kepada mereka.”
Ayat-ayat diatas tidak membedakan antara ibu dan ayah. Memang
pada dasarnya ibu hendaknya didahulukan daripada ayah, tetapi tak
melulu begitu. Thahir Ibn Asyur menulis bahwa Imam Syafi’i pada
82 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
63
46
dasarnya mempersamakan keduanya sehingga, bila ada salah satu yang
hendak didahulukan, kita sebagai anak mencari faktor-faktor penguat
guna mendahulukan salah satu diantara mereka.83
Jika dalam pemeliharaan kalian masih memiliki kedua orangtua
yang utuh maka kewajiban berbakti kepada orangtua tidak hanya
dilimpahkan kepada Ibu namun juga terhadap Ayah kalian. Selama
mereka masih hidup berlakukan mereka dengan sebaik mungkin. Untuk
menghindari kemurkaan Allah Swt. hal ini menegaskan bahwa apapun
keadaan mereka berdua maupun sendiri, maka masing-masing dari
mereka harus mendapatkan perhatian yang cukup dan tepat.
Ada beberapa bentuk kasih sayang kepada kedua orangtua.
Diantaranya adalah:
a. Menaati Perintah Orang Tua
Menaati berarti mematuhi dan menurut (perintah,
aturan, dsb). 84 Seorang anak wajib menaati orang tua,
apapun agama mereka, selama tidak melanggar perintah
dan larangan Allah swt. Perintah menaati orang tua terdapat
dalam al-Qur’an surat Luqman ayat 15:
هداك على أن تشرك بي ما ليس ل تطعهما ف بهۦ علم لك وإن ج
رجعكم من أناب إلي ثم إلي م وصاحبهما في ٱلدني معروفا وٱتبع سبيل
١٥فأنب ئكم بما كنتم تعملون
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
83 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera hati), h. 67.
84 Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h. 986
47
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15).85
Wujud kasih sayang seorang anak kepada orangtua
dapat dilihat dengan ketaatan anak kepada orangtua,
memberikan apa yang diminta orangtua dan menjauhi yang
dilarang orang tua.86
Adanya kita hidup didunia ini agar dapat
meringankan beban orangtua. Membantu setiap
pekerjaannya, menaati perintahnya. Dalam lubuk hati
terdalam tidak ada orangtua yang ingin memperlakukan
anaknya dengan suatu hal yang tidak baik. Oleh karena itu
untuk membalas segala perlakuan baik yang telah kita
dapatkan dari kedua orangtua dengan segala menaati segala
perintahnya kecuali perintah untuk menyekutukan-Nya.
Semua perlakuan baik yang kita lakukan kepada
mereka tidak dapat membalas semua perlakuan mereka
kepada kita. Menjadi anak yang berbakti memang sudah
Allah perintahkan untuk selalu menaati mereka dengan hati
yang lapang dan ikhlas. Tidak ada alasan untuk melawan
perintah mereka dengan segaja maupun tidak.
b. Bersikap Santun Kepada Orang Tua
Santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut
pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua
orang. 87 Santun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
85 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta:
Maghfirah Pustaka), h. 412 86 Al-Habsyi, 7 Keajaiban Orangtua, Cara Cepat Sukses Dunia Dan
Akhirat, (Jakarta, Haqiena Media, 2015), h. 179 87 Mohammad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 129
48
berarti sopan. 88 Esensi dari perilaku santun adalah hati,
karena perilaku adalah cerminan dari hati. 89 Bersikap
santun kepada orang tua adalah dengan menunjukan sikap
hormat dan menunjukan rasa sayang kepada orang tua.
Bersantun kepada orang tua tidak dapat dianggap
ringan, sebab hal kecil yang diperlakukan kepada orang tua
akan menjadi besar karena kedudukan mereka. Kesopanan
seorang anak kepada orang tuanya dapat membuat orang
tuanya murka.90 Hal ini sangat penting karena ridha Allah
tergantung pada ridha orang tua.
Seperti halnya di Indonesia memanggil mereka
dengan sebutan nama saja sungguh terasa asing. Kita
diperintahkan untuk memanggil mereka dengan sebutan
yang baik, sopan dan bernada lemah lembut. Ini adalah
bentuk penghormatan terhadap mereka. Hendaknya kita
berperilaku untuk menghindarkan murka mereka.
c. Bersikap Tawadu
Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir telah mengeluarkan
sebuah riwayat dari Abul Haddaj yangkatan ya: pernah saya
berkata kepada Sa’id bin Muayyab, segala apa yang
disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an menganai birrul-
walidain, saya telah tahu, kecuali firmannya:
لهما قول كريماوقل
Apa yang dimaksud perkataan yang mulia pada ayat ini?
Maka, berkatalah Ibnul-Musayyab: Yaitu seperti
perkataan orang budak yang berdosa di hadapan tuannya.
88 Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
h. 878 89 Mustari, op.cit., h.130
90 Asy-Syafrowi, op.cit., h. 111
49
1) Bersikaplah kepada kedua orangtua dengan
sikap tawadu’ dan merendahkan diri. Taatlah
kamu kepada mereka berdua dalam segala yang
diperintahkan terhadapmu, selama tidak berupa
kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang
ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari
mereka berdua, karena mereka benar-benar
memerlukan orang yang bersifat patuh pada
mereka berdua. Dan sikap seperti itulah puncak
ketawadu’an yang harus dilakukan. Hendaklah
kamu berdoa kepada Allah agar Dia merahmati
kedua orangtuamu dengan rahmat-Nya yang
abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka
berdua terhadap dirimu ketika kamu kecil, dan
belas kasih mereka yang baik terhadap
dirimu.91
2) Melanjutkan perintah kepada anak agar
rendahkan diri terhadap mereka berdua yang
didorong karena rahmat kasih sayang kepada
keduanya, dan berdoa secara tulus menyatakan:
“Wahai Tuhanku, yang memelihara dan
mendidik aku, antara lain dengan menanamkan
rahmat kasih sayang kepada ibu bapakku,
rahmati dan kasihilah keduanya disebabkan
karena mereka berdua telah melimpahkan kasih
kepadaku, antara lain dengan mendidik aku
sewaktu kecil.”92
91 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha
Putra), h. 64. 92 M. Qurais Shihab, Al-Lubab, (Ciputat: Lentera Hati 2012) h, 226
50
3) Dalam kata-kata dan perbuatan, usahakanlah
sebaik-baiknya untuk bersikap rendah hati
terhadap orang tua kita. Yang dimaksud Al-
Quran dengan kata dzull bukanlah kehinaan,
melainkan kelemah-lembutan dan kerendah
hati. Frase rendahkanlah sayap kerendahan
hati’ yang disebut secara harfiah dalam ayat di
atas merupakan metafor yang merujuk pada
upaya menjadikan diri bersikap lemah-lembut
dan taat setinggi-tingginya kepada kedua orang
tua. Metafor ini mengingatkan kita padda
seekor burung yang membentangkan sayapnya
untuk menaungi anak-anaknya.93
Allah memerintahkan hambanya untuk
senantiasa bersikap tawadhu kepada kedua orangtua.
Sebagai seorang anak, sudah menjadi kewajiban kita
untuk berbakti kepada mereka dengan sebaik-
baiknya. Taatilah segala perintah mereka
terhadapmu, selama perintah mereka tidak
membawamu dalam kemaksiatan. Taatilah perintah
mereka dengan sikap lemah lembut, santun dan
tawadhu.
Hendaklah kerendah hatian yang dimiliki
dilakukan atas dasar rasa sayang dan hormat terhadap
mereka. Sebagaimana mereka menyayangi kita tanpa
pamrih. Membuat mereka merasa nyaman akan
perlakuan yang kita berikan terhadapnya adalah suatu
hal yang sangat Allah cintai. Menyanyangi mereka
dengan setulus hati adalah keharusan setiap anak
93 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir nurul quran, (jakarta: Al-huda, 2015) h. 794
51
terhadap orangtua yang telah membesarkannya.
Berbicara dengan sopan penuh tata krama dan
beradab kepada mereka sangat membuat mereka
merasa dicintai dan dihormati.
3. Mendoakan Orang Tua
Dalam hal ini, Imam Shadiq as mengatakan, “Maksudnya,
janganlah memandang mereka (kedua orangtua) kecuali dengan rasa
kasih sayang dan kebaikan budi, janganlah mengeraskan suara melebihi
suara mereka saat berbicara dengan mereka, jangan pula mengangkat
tangan diatas tangan mereka, dan jangan berjalan di depan mereka
mankala berjalan bersama.”94
Oleh karena itu, berdoalah untuk mereka dan mohonlah kepada
Allah agar melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada mereka
sebelum dan sesudah mereka wafat. Ini mengingat mereka telah
merawat dan membesarkan kita diwaktu kecil. Namun begitu, doa ini
hanya layak dipanjatkan jika keduanya memang termasuk orang-orang
yang beriman. Ayat di atas mengatakan: dan katakanlah, “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah
merawatku di waktu kecil.” Dari ayat ini, kita dapat menyimpulkan
bahwa doa anak-anak untuk kedua orangtua yang telah meninggal dunia
akan diterima Allah Swt. Jika tidak, tentu tak akan dikatakan: Dan
katakanlah (berdoalah).
Seorang anak yang baik dan berbakti kepada orangtua hendaknya
mendoakan kebaikan kepada kedua orangtua mereka. Allah berfirman:
ارحمهما كما ربياني صغيرا وقل رب
“Dan ucapkanlah: “wahai Tuhanku, kasihinilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka telah mendidiku diwaktu kecil”
94 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran, (Jakarta: Al-huda, 2015)
h. 795
52
Berbuat baik kepada orangtua, tidak hanya dilakukan ketika
mereka masih hidup saja, bahkan wajib dilakukan setelah mereka
meninggal dunia. Mendoakan mereka berdua, memohonkan ampun
untuk mereka.
Dan agar orang merendahkan diri tunduk kepada orangua,
kemudian ditutuplah ayat mengenai birrul-walidain dengan doa untuk
mereka berdua. Dan oleh karena belas kasih Allah terhadap kedua
orangtua, maka kelima hal tersebut Allah gandengkan dengan ke-
Esaan-Nya dan Larangan syirik terhadap-Nya.95
F. Bertaubat
Menurut bahasa taubat berarti kembali.namun, menurut istilah tobat
berarti kembali dari segala yang dicela syariat menuju apa yang dipujinya,
serta mengetahui bahwa berbagai dosa dan kemaksiatan adalah oembinasa
dan dapat menjauhkan diri dari Allah dan surga-Nya. Juga mengetahui bahwa
meninggalkan dosa dan kemaksiatan akan mendekatkan kepada Allah dan
surga-Nya.96
Dalam surat Al-Isra ayat 25 Allah berfirman:
ابين غفورا )ربكم أعلم بما في نفوسكم إن تكونوا صالحي 25ن فإنه كان للو
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu
orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi
orang-orang yang bertaubat.”
Tuntunan ayat 25 menegaskan bahwa Tuhan lebih mengetahui segala
apa yang di dalam hati, termasuk sikap dan upaya menghormati orangtua.
Allah akan memperhitungkannya sehingga jika kamu selalu berusaha patuh
dan hormat kepada mereka, dan hati kamu memang benar-benar hormat dan
tulus, maka bila seekali kamu terlanjur berbuat salah atau menyinggung
perasaan mereka, maka mohonlah maaf kepada mereka dan kepada Allah,
95 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra), h.
66. 96 Syaikh Abdul Qadir Jailani, Fiqih Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah), h. 247.
53
niscaya Allah memaafklan kamu karena Dia Maha Pengampun bagi orang-
orang yang bertaubat.97
Dalam ayat ini Allah memberi tahu kepada kita bahwasanya segala
bentuk rasa yang dirasakan pada diri seseorang Allah pasti mengetahuinya.
Jika dalam proses berbakti terhadap kedua orangtua perasaan didalam hati
merasa tidak ikhlas atau bahkan menyimpan dendam sungguh Allah
mengetahui hal tersebut. Dan jika perbuatan kita menyakiti, menyinggung
perasaan mereka maka diwajibkan untuk kita bertaubat meminta ampun
kepada-Nya.
Kata awwabin diambil dari kata aba-yaubu yaitu kembali. Al-awwabin
adalah orang-orang yang kembali melakukan kebaikan serta memperbaiki diri
setelah sebelumnya dia pergi menjauh dari tuntunan Allah dengan
kedurhakaannya.98 Kedurhakaan yang dimaksudkan pada ayat ini seperti,
menyekutukan Allah dengan yang lainnya, memaki, melawan, membentak,
berperilaku kasar kepada orangtua. Jika ingin Allah ridhai kembali dan Allah
maafkan segala salah yang telah diperbuat maka hendaknya anak itu bertaubat
kepada-Nya.
Di antara kekuasaan dan sifat Tuhan yang Maha Kuasa adalah sifat
Mahatahu-Nya, di mana setiap pengabdian yang ditunjukan kepada kedua
orangtua berlangsung dalam pengawasan-Nya. Dalam hal ini, ayat di atas
mengatakan: Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Jika
seseorang, dikarenakan kebodohannya, mempunyai hubungan yang tidak
harmonis dengan kedua orangtuanya, maka seyogyanya ia memohon rahmat
Allah untuk memperbaiki situasi tersebut dengan cara bertaubat dari dosa-
dosanya.99
97 M. Qurais Shihab, Al-Lubab, (Ciputat: Lentera Hati 2012) h, 226 98 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera hati), h. 71 99 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir nurul quran, (jakarta: Al-huda, 2015) h. 796
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini peneliti mencari pendidikan akhlak yang terdapat
dalam kisah surat Al-Isra ayat 23-25. Sebagaimana telah dipaparkan dalam
pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya. Peniliti menyimpulkan
bahwa pendidikan akhlak dalam Qs. Al-Isra Ayat 23-25 Adalah Sebagai
Berikut:
1. Mengetahui Akhlak Terhadap Allah
2. Bersikap Lemah Lembut
3. Bersikap Kasih Sayang
4. Mendoakan Orang Tua
5. Bertaubat
Pendidikan akhlak yang telah disebutkan diatas, dapat
diimplementasikan melalui pembelajaran sehari-hari dengan penanaman
agama yang baik untuk menjadi bekal mereka. Peranan orangtua keluarga
sekolah sangat mempengaruhi perkembangan akhlak setiap anak.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan oleh
peneliti dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yang peneliti ingin
sampaikan, diantaranya:
1. Al-quran adalah pedoman hidup bagi seluruh umat muslim di seluruh
dunia. Hendaknya kita sebagai umat muslim senantiasa mempelajari
dan mendalami kandungan-kandungan Al-quran berusaha memahami
sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
membentuk pribadi yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT.
2. Bagi lembaga pendidik, untuk terus menanamkan pendidikan akhlak
dan mengoptimalkannya, dimana krisis kepercayaan sudah melanda
negeri ini, membimbing dan mengarahkan generasi muda zaman
55
sekarang harus terus dilakukan demi terciptanya remaja yang
berakhlakul karimah.
3. Bagi pembaca, agar dapat menjadikan tulisan ini untuk memperbaiki
akhlak serta menanamkannya di kehidupan sehari-hari.
4. Bagi peneliti, diharapkan untuk dapat mengkaji lebih banyak lagi
sumber maupun referensi yang terkait dengan pendidikan akhlak dala
Al-Quran.
56
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Jailani, Syaikh. Fiqih Tasawuf. Bandung: Pustaka Hidayah.
Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Prespektif Alquran, Jakarta: Amzah
2007.
Ahmadi, Abu & Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 2004.
Al-Habsyi. 7 Keajaiban Orangtua, Cara Cepat Sukses Dunia Dan Akhirat. Jakarta,
Haqiena Media, 2015.
Anwar, Muhammad. Filsafat Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2015.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2013.
Asy-Syafrowi, Mahmud. Orang Tuaku Pintu Surgaku. Bandung: Mizania, 2015
Bachri Thalib, Syamsul. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
2010.
Bahri Djamarah, Syaiful. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga.
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
Daradjat, Zakia. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Daud Ali, Mohammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Maghfirah Pustaka,
2015.
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Hamka, Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas.
Hosnan, M. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bogor: Ghalia Indonesia,
2016, Cet 1.
https://regional.kompas.com/read/2019/01/31/00171121/tak-punya-uang-beli-
bensin-seorang-remaja-bunuh-ibu-kandungnya.
57
https://tafsirweb.com/7501-surat-luqman-ayat-17.html diakses pada 11 maret
2019 pukul 09.08 PM.
Kadir, Abdul. Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Kencana 2012.
Kamal Faqih Imani, Allamah. Tafsir Nurul Quran. Jakarta: Al-huda, 2015.
Kuneifi Elfachmi, Amin. Pengantar Pendidikan, Jakarta: Penerbit Erlangga 2016.
Kurniwan, Syamsul. Pendidikan Karakter konsepsi & Implementsinya Secara
Terpadu Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, & Masyarkat,
Yogykarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
ldi, Abdullah dan Safarina. Etika Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2016. Cet ke-2.
Lely Camelia,dkk., Penerapan Pendidikan Seks Anak Usia Dini Menurut Perspektif
Islam (Upaya Pencegahan Kekerasan Dan Pelecehan Seksual Terhadap
Anak Usia Dini Melalui Penerapan Pendidikan Seks Dalam Perspektif
Sunnah Rasul),Vol 1, No 1 Mei 2017 . DOI 10.24853/yby.1.1.27-32.
Licona, Thomas. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar Dan Baik. Bandung: Nusa Media, 2013. Cet.I.
Lumongga Lubis, Namora. Psikologi Kespro, Jakarta: Kencana, 2013.
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasiny.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Ke-4, 2012.
Mazhahiri, Husain. Surga Rumah Tangga. Jakarta : Titian Cahya, 2001.
Mu’in, Fatchul. Pendidikan Karakter. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Munir Amir, Samsul. lmu Akhlak, Jakarta: Amzah 2016.
Mustafa Al-Maragi, Ahmad. Tafsir Al-Maragi. Semarang: Toha Putra.
Mustafa Al-Maragi, Ahmad. Terjemah Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 1993.
Mustari, Mohammad. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Press, 2014.
Nata, Abuddin dan Fauzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadist. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2005.
58
Nata, Abuddin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa Bandung,
2003.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An Naisaburi, Abdul. Risalah
Quryairiyah. Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Ristianto, Sugeng. Tauhid Kunci Surga Yang Diremahkan. Semarang: Rasail, 2010.
Rivai Zainal, Veithzal. Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran, Jakarta:
Penerbit Salemba diniyah.
Salahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie. Pendidikan Karakter. Bandung:
Pustaka Setia.
Semium, Yustinus. Kesehatan Mental 1, Yogyakarta: Kanisius 2006.
Shihab, M. Qurais. Al-Lubab. Ciputat: Lentera Hati 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan keserasian Al-Quran.
Jakarta: Lentera Hati, 2006. Vol-7 Cet-VI,
Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2015.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R &
D. Bandung: ALFABETA, 2016.
Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R &
D. Bandung: ALFABETA, 2016.
Suparlan, Mendidik Hati Membentuk Karekter, Yogyakarta: Pustaka belajar 2015.
Syah, Muhibbin,. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya 2009.
Tim Penulis Pusat studi Wanita (PSW) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Netty
Hartati.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
W. Santrock, John. Remaja, Jakarta: Erlangga, 2007.
Wahbah. Terjemah Tafsir Al-munir. Jakarta: Gema Insani, 2016.
Yusron Asmuni, Muhammad. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT Raka Grafindo Persada:
1996.
59
Zakiy Al-Kaaf, Abdullah dan Maman Abdul Djaliel. Mutiara Ilmu Tauhid.
Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.