Upload
phamdiep
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI SISWA
DI SDN REMPOA II
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I)
Oleh :
Habsari Qomariyah
205011000330
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Bissmillahirahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Habsari Qomariyah
NIM : 205011000330
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi
Siswa di SDN Rempoa II
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya aslio saya atau merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima saksi berdasarkan ketentuan
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Maret 2011
Penulis,
Habsari Qomariyah
ABSTRAK
Habsari Qomariyah, Hubungan Pembelajaran Kooperatif dengan Prestasi
Siswa SDN Rempoa II, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman.
Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada
manusia. Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar
sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut.
Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada
siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam
merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam,
siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis. Pendidikan
agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
agama Islam. Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran
ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali
lebih mudah dipahami daripada bahasa guru. Sebagian pakar percaya bahwa sebuah
mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya
kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari
sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain. Hal ini
memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk
kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota mempunyai tanggung jawab
dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain.
Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses
pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah
mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini
menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga
kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan
pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa di SDN
Rempoa II. Penelitian ini menggunakan metode analisis dan kuntitatif, yaitu analisis
yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan,
mengklasifikasikan, mentabulasikan, dan selanjutnya dilakukan perhitung-
perhitungan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pembelajaran kooperatif Pendidikan
Agama Islam dengan prestasi siswa bagus. Hasil tersebut terlihat dari indeks korelasi
product moment rxy 0.58. Hasil belajar siswa di SDN Rempoa II ini baik, ditunjukkan
dengan nilai rata-ratanya 73,87 nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan
prestasi siswa bagus.
v
KATA PENGANTAR
بسماهللالرحمنالرحيم
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita. Berkat rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nyalah
skripsi ini dapat terwujud.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah bagi Rasulullah SAW, beserta
keluarganya, sahabatnya, dan para pengukutnya hingga khir zaman.
Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I).
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit hambatan daan kesulitan
yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu,
pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan lain sebagainya.
Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai motivasi dan bantuan dari
berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan
sebaik-baiknyasehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini. Selanjutnya, ucapkan
terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Prof. Dr. Dede
Rosyada, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Baharissalim, M.Ag dan Bapak Drs.
Safiuddin Shiddiq, M.Ag, yang telah memberikan nasihat, arahan, dan
kemudahan dalam penyusunan skripsi ini serta rekomendasi untuk
melakukan penelitian.
vi
3. Dosen Pembimbing I dan II, Bapak Drs. Masan AF, M.Pd dan Ibu Dra.
Manerah, dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan
pengarahn kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen dan pegawai perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu melengkapi literature
yang penulis perlukan dalam penyelesaikan skripsi ini.
5. Orang tua tercinta dan adikku tersayang, yang telah memberikan kasih
sayangnya dan mendoakan penulis, sehingga penulis bisa hidup mandiri
dan terima kasih atas segala sesuatu yang telah diberikan berupa bentuk
materil. Sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh kawan-kawan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya kelas B
(Nursida, Umi, Kho, Rita, Sahal, Ipul, Jay) angkatan 2005 dan kawan-
kawan PPKT di MTs. Al-Mursyidiyah Pamulang yang telah memberikan
motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
tugas ini dan semoga persahabatan yang terbina selama ini akan selalu
menjadi kenangan yang tak terlupakan dan rasa cinta dan hormat kepada
semua pihak yang banyak membantu dan dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis berharap laporan ini menjadi kontribusi serta menambah pustaka
dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan saran dan masukan dari para
pembaca untuk memperbaiki ketidaksempurnaan laporan ini sangat diharapkan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT tempat berserah diri dari segala
persoalan.
Jakarta, 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 10
C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 10
D. Perumusan Masalah ........................................................................... 11
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 11
BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESA
A. Pembelajaran Kooperatif ............................................................... 12
1. Pengertian Kooperatif ............................................................. 12
2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif .............................................. 16
3. Langkah-langkah Kooperatif .................................................... 16
4. Keterampilan-keterampilan Dalam Kooperatif ......................... 17
5. Pembelajaran Kooperatif ........................................................... 17
B. Pendidikan Agama Islam ............................................................... 23
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................... 23
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................. 24
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................. 24
4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ...................................... 27
5. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam .................................... 30
C. Prestasi Belajar ............................................................................... 44
1. Pengertian Prestasi Belajar ....................................................... 44
2. Indikator Prestasi Belajar ........................................................ 45
3. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar .......................... 46
4. Usaha-usaha Peningkatan Prestasi Belajar.............................. 54
D. Kerangka Berpikir .......................................................................... 57
E. Pengajuan Hipotesis ...................................................................... 57
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian .......................................................................... 58
B. Tempat dan Waktu .......................................................................... 58
C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 58
D. Metode Penelitian .......................................................................... 59
E. Instrument Pengumpulan Data ........................................................ 59
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 61
G. Teknik Pengolahan Data .................................................................. 62
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah .............................................................. 65
B. Deskripsi Data ................................................................................ 67
C. Analisis Data.................................................................................... 86
D. Interprstasi Data .............................................................................. 88
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 90
B. Saran-saran ...................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kisi-kisi instrument angket ……………………………………………….. 53
Tabel 2 Penetapan skor skala pembelajaran kooperatif …………………………… 55
Tabel 3 Data ruang kelas ………………………………………………………….. 58
Tabel 4 Data kondisi ruangan ……………………………………………………… 59
Tabel 5 Keadaan guru dan pegawai ……………………………………………….. 59
Tabel 6 Keadaan siswa dalam dua tahun ………………………………………….. 60
Tabel 7 Siswa SDN Rempoa II ……………………………………………………. 60
Tabel 8 Siswa dapat menjadi kawannya …………………………………………… 62
Tabel 9 Dapat meningkatkan kemampuan kemampuan bekerja sama …………….. 63
Tabel 10 Mengurangi kecemasan siswa …………………………………………….. 64
Tabel 11 Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ………………………… 64
Tabel 12 Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ………………………… 65
Tabel 13 Mengambil giliran dan berbagi tugas ……………………………………... 65
Tabel 14 Mengambil giliran dan berbagi tugas …………………………………….. 66
Tabel 15 Menyelesaikan tugas tepat waktu ………………………………………… 66
Tabel 16 Mendorong partisipasi ……………………………………………………. 67
Tabel 17 Siswa dapat berpartisipasi aktif ………………………………………….. 67
Tabel 18 Siswa dapat berpartisipasi aktif ………………………………………….. 68
Tabel 19 Mendengar dengan aktif …………………………………………………. 68
Tabel 20 Mendengar dengan aktif ………………………………………………….. 69
Tabel 21 Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan …………………... 69
Tabel 22 Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan …………………. 70
Tabel 23 Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan ………………….. 70
vii
Tabel 24 Meningatkan motivasi ……………………………………………………. 71
Tabel 25 Meningatkan motivasi ……………………………………………………. 71
Tabel 26 Mengenal satu sama lain …………………………………………………. 72
Tabel 27 Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ……………………. 72
Tabel 28 Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ……………………. 73
Tabel 29 Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan
pendapat dan konflik ……………………………………………………... 73
Tabel 30 Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan
pendapat dan konflik ……………………………………………………… 74
Tabel 31 Meningkatkan partisipasi belajar siswa …………………………………… 74
Tabel 32 Meningkatkan prestasi belajar ……………………………………………. 75
Tabel 33 Presentase prestasi belajar ………………………………………………… 76
Tabel 34 Skor angket siswa SDN Rempoa II ……………………………………… 77
Tabel 35 Skor inventori pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam ………. 78
Tabel 36 Nilai rata-rata raport siswa kelas V ………………………………………. 78
Tabel 37 Perhitungan untuk memperoleh angka indeks antara variable X
dan variable Y …………………………………………………………… 80
DAFTAR LAMPIRAN
1. Berita Wawancara
2. Surat Pengajuan Judul Skripsi
3. Angket Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi
Siswa di SDN Rempoa II
4. Skor Angket Siswa SDN Rempoa II
5. Kisi-kisi Angket Siswa SDN Rempoa II
6. Surat Bimbingan Skripsi
7. Surat Izin Penelitian
8. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
9. Daftar Uji Referensi Skripsi
10. Daftar Tabel
11. Daftar Nilai Koefisien Korelasi ‘r’ Product Moment
12. Surat Keterangan dari SDN Rempoa II
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman.
Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada
manusia. Dari hasil pendidikan pula manusia menjadi lebih tinggi derajatnya,
dalam firman Allah SWT, yaitu:
﴿١١׃المجادلت﴾
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan padamu:
“Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11).
“Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan
pendidikan agama Islam berkembang dengan pesat yang menggugah
2
para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan
yang lebih terarah pada penguasaan konsep pendidikan agama Islam
yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Untuk
dapat menyesuaikan perkembangan pendidikan agama Islam, kreativitas
sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus ditingkatkan.
Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
melalui jalur pendidikan”.1
Setiap menyelenggarakan pendidikan harus berdasarkan tujuan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan adalah suatu hal yang sangat
urgen yang mempunyai tujuan tertentu, seperti dijelaskan dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa, “Tujuan
Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.”2 Tujuan ini sangat sesuai dengan
fitrah manusia, salah satu fitrah beragama. Dengan demikian pendidikan sangat
penting bagi manusia, terutama pendidikan agama. Oleh karena itu, tugas dunia
pendidikan terutama pendidikan agama Islam adalah melahirkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan responsif terhadap berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
“Seiring dengan terus menggelindingnya berbagai fenomena pendidikan
dewasa ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi
kehidupan, kehadiran pendidikan agama Islam diharapkan mampu memberi solusi
terhadap berbagai persoalan tersebut”3.
Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah-
sekolah pada saat ini umumnya masih berbentuk pembelajaran yang bersifat
konvensional. Berbagai hasil penelitian menyatakan, bahwa model pembelajaran
1 Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, no. 045, tahun ke-9, November 2005, hlm 789. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta:
Sinar Grafika, 2008, cet-ke 1, hlm 7. 3 Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996, hlm 1.
3
konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai
tujuan pembelajaran.
Dewasa ini berdasarkan pengamatan dari berbagai pihak, masih dirasakan
bahwa model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru
di sekolah, termasuk di sekolah dasar lebih dirasakan pada kebutuhan formal
daripada kebutuhan riil siswa. Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan
oleh guru-guru tersebut terkesan lebih merupakan pekerjaan administrasi, dan
belum berperan dalam pengembangan potensi siswa secara optimal.
Salah satu indikasi terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dapat
dilihat dari adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa secara keseluruhan,
mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Dewasa
ini kualitas prestasi hasil belajar siswa perlu ditingkatkan karena cenderung belum
mencapai kriteria kelulusan belajar yang diharapkan.
Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak
diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran siswa sebagai
objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah mengakar
dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru adalah mengajar
dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan sebanyak
mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang maha tahu dan sumber
informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam situasi yang sarat beban
dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes
dan ujian yang tinggi.
Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru
harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih
efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
Dari beberapa uraian di atas, dengan berbagai permasalahan yang ada
dalam dunia pendidikan baik dipandang dari faktor luar maupun dalam, hal ini
menjadi indikasi yang menyebabkan mutu pendidikan rendah, prestasi siswa di
sekolah tidak mengalami kemajuan, terutama dalam pelajaran agama Islam.
4
Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar
sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru
kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan
agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan
agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis.
Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan agama Islam.
Namun ironisnya, kesan sulit, rumit, dan menakutkan masih saja melekat
pada pendidikan agama Islam. Hingga saat ini kesan tersebut belum dapat
dihilangkan atau setidaknya diminimalisasi. Dari kesan ini, banyak siswa merasa
dan menganggap bahwa dirinya tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran
dalam pendidikan agama Islam, apalagi mendapat nilai yang tinggi.
Begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah,
ternyata tidak diimbangi dengan usaha keras dari berbagai pihak, sehingga proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam berjalan lambat. Hal ini terjadi karena
beberapa hal, yaitu media pelajaran yang kurang efektif, metode pelajaran yng
tradisional dan tidak intensif, dan evaluasi yang buruk. Dari sebagian banyak
permasalahan pendidikan agama Islam ada faktor lain yang mempengaruhi
kemajuan dan prestasi siswa yaitu perhatian orang tua terhadap siswa ketika
mereka berada di rumah.
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur
pendidikan khususnya pendidikan agama Islam, diterapkan kurikulum berbasis
kompetensi yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh
konsep-konsep pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dan
memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melanjutkan
pendidikan kejenjang yang telah tinggi.
Rendahnya nilai hasil belajar pendidikan agama Islam siswa merupakan
masalah yang serius dan perlu mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak,
baik pemerintah, sekolah maupun siswa itu sendiri. Rendahnya nilai hasil belajar
5
siswa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya kurang tepatnya metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan bosan
ketika belajar. Dapat pula disebabkan cara penyampaian atau penyajian materi
yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak acuh
ketika guru menyampaikan materi. Selain itu juga, disebabkan oleh guru yang
kurang pandai mengatur strategi belajar mengajar yang dapat membangkitan
motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran masih bersifat tradisional dimana
siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas
sebagian besar didomisili oleh guru. Dari beberapa permasalahan pendidikan yang
dikemukakan di atas pendekatan pengajaran merupakan aspek permasalahan yang
memerlukan penanganan yang serius.
”Pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran pendidikan
agama Islam adalah memadukan antara pengalaman dan pemahaman produk
pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dalam bentuk pengalaman
langsung serta menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan hasilnya”.4 ”Hal ini berarti proses belajar mengajar
pendidikan agama Islam tidak hanya berdasarkan teori pembelajaran perilaku,
tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori
kognitif”.5
Memang kini pendidikan agama Islam dihadapkan kepada persoalan yang
cukup sulit, terutama setelah munculnya isu-isu terbaru dan aktual, pada esensinya
pendidikan agama Islam merupakan bagian dari subsistem pendidikan nasional,
tetapi paling tidak secara kuantitatif, pendidikan agama Islam di Indonesia
mencatat sejumlah kemajuan. Dalam bidang institusi misalnya, jumlah lembaga
pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat pendidikan tinggi terus
bertambah. Kenyataan ini tentu saja menyebabkan jumlah siswa, tenaga pendidik,
dan tenaga kependidikan. Lain halnya secara kualitatif, dalam konteks ini
pendidikan agama Islam di Indonesia masih terus berbenah, bahkan berusaha
mengejar berbagai ketinggalan dalam berbagai segi. Memang diakui, bahwa
4 DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004,
hlm 6. 5 Perdy Karuru,… hlm 790.
6
perkembangan pendidikan agama Islam seringkali dilecehkan, dengan kualitas
yang rendah.
Namun demikian, pengembangan pendidikan agama Islam masih
terhambat oleh pandangan sebagian masyarakat yang keliru tentang kemudahan
dalam proses pembelajaran. Akibatnya mata pelajaran pendidikan agama Islam
diajar oleh guru yang tidak professional, tidak mau kreatif dalam mengembangkan
pembelajaran. Semua ini akan berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat
siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam. Akibat lebih lanjut yang akan
terjadi ialah tidak maksimalnya hasil belajar pendidikan agama Islam. Namun
pendidikan agama Islam dari tahun ke tahun mestinya dapat berkembang dengan
pesat sesuai dengan tuntutan zaman.
Hal ini dengan jelas memposisikan pendidikan agama Islam sebagai salah
satu muatan wajib dalam kurikulum pendidikan pada berbagai jenjang satuan
pendidikan. Di samping itu juga, menurut undang-undang ini keberadaan
pendidikan agama Islam diakui secara jelas, hanya saja menjadi persoalan
bagaimana pendidikan agama Islam itu sendiri menempatkan dirinya pada posisi
yang tepat dan strategis, sehingga dapat menunjukkan eksistensinya.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui
proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditujukan melalui nilai
yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari
oleh peserta didik.
Menurut Bloom dan Slavin, mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah
proses belajar yang dialami oleh siswa yang menghasilkan perubahan dalam
bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis dan evaluasi.
Jadi presentasi belajar adalah penilaian guru terhadap anak didik untuk
mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah
diberikan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut M. Dalyono, “Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti: kesehatan,
intelegensi, bakat dan minat, motivasi dan cara belajar) dan faktor eksternal
7
(faktor yang berasal dari luar siswa, seperti pola asuh orang tua, lingkungan
sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar)”.6
Kurikulum berbasis kompetensi mempunyai beberapa prinsip diantaranya
pembentukkan skenario pembelajaran konstruktivisme yaitu model pembelajaran
yang berpusat kepada siswa, dengan salah satu pendekatan yang digunakan adalah
pembelajaran kooperatif.
”Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini
memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali
lebih mudah dipahami daripada bahasa guru”.7 Sebagian pakar percaya bahwa
sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu
mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan
untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi
satu sama lain.8 Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa
saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota
mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut
ditentukan oleh keberhasilan siswa lain.
Namun ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak
diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun sikap hidup gotong royong
merupakan budaya bangsa Indonesia. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan
metode ini karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa
akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan
dalam kelompok atau grup. Selain itu banyak orang yang mempunyai kesan
negatif mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok.
Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah bahwa
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sebagaimana
disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
6 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipata, 1997), Cet-ke 1, h. 55.
7 Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui
Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004, hlm 1. 8 Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung:
Nusamedia, 2006, hlm 177.
8
ثم ولعدوان و تعا و نوا على البر و اتقوا و ال تعا و نوا على اإل
“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan jangan
tolong menolong dalam kejahatan dan dosa”.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru diharapkan dapat memilih cara
mengajar yang baik dengan metode yang sesuai karena setiap metode memiliki
kelemahan dan kelebihan. Akan lebih baik lagi apabila penggunaan metode
mengajar dapat divariasi sesuai karakteristik materi dan siswa dan sesuai pula
dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator. Sebab bila hanya metode tertentu
saja yang digunakan maka kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kreativitas dan daya pikir, serta dapat menimbulkan rasa bosan
pada siswa.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar
yaitu pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini tidak sama dengan model
pembelajaran kelompok pada umumnya. Ada unsur-unsur dasar yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksana prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Dengan
penggunaan model pembelajaran siswa aktif, maka rendahnya penguasaan konsep
para siswa terhadap suatu ilmu tidak terlepas dari penggunaan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil dalam kerja kelompok tidak
perlu terjadi jika benar-benar pengajar menerapkan prosedur model pembelajaran
kooperatif. Banyak pengajar yang hanya membagi siswa dalam kelompok lalu
memberi tugas untuk menyelesaikan masalah tanpa pedoman mengenai
pembagian tugas dalam menyelesaikannya. Akibatnya siswa merasa ditinggal
sendirian karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu
bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Dalam kondisi
demikian maka kekacauan dan kegaduhan yang terjadi dan tujuan pembelajaran
tidak akan tercapai.
Orang tua dalam hal ini adalah mempunyai peranan yang sangat sentral
dalam menentukan keberhasilan memperoleh prestasi siswa dalam bidang
9
pendidikan agama Islam. Sebab, dengan mendapatkan perhatian, dorongan,
motivasi, dan berbagai sarana lain dari orang tua, maka anak akan lebih giat untuk
belajar yang akhirnya prestasi anak dapat meningkat.
Oleh karena itu banyak diantara siswa yang sebetulnya mampu dalam
belajar tetapi karena kurang bimbingan dan perhatian dari orang tua mereka, siswa
itu belajar menurut kemauan sendiri. Akibatnya hasil yang dicapai siswa itu tidak
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, atau siswa itu mengalami kegagalan
dalam belajar. Berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh
pendidikan di dalam keluarga. Janganlah salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah
diserahkan kepada sekolah untuk dididik adalah seluruhnya menjadi tanggung
jawab sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, maka tugas seorang guru adalah membantu
siswa dalam memahami, mengaplikasikan konsep-konsep materi yang dipelajari,
dan juga harus mampu membangun motivasi dan mengubah minat belajar siswa
terhadap pelajaran yang diberikan dan mengajak siswa untuk menghubungkan
bidang yang dipelajari dengan bidang-bidang kehidupan lainnya.
Sebuah fakta ditemukan bahwa di SDN Rempoa II, metode belajarnya
menggunakan pembelajaran kooperatif, agar para siswa dapat dengan mudah
memahami materi yang telah diajarkan oleh guru bidang studi.
Karena peneliti tertarik pada permasalahan yang terjadi seperti
diungkapkan di atas, perlu dilakukan pengkajian ilmiah berdasarkan penelitian
terhadap hubungan pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa.
Sehingga dengan demikian dipilih judul:
“Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan
Prestasi Siswa di SDN Rempoa II”.
Alasan memilih judul tersebut sebagai subjek penelitian dalam skripsi ini
antara lain:
a. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang belum banyak
digunakan oleh para guru pendidikan agama Islam.
10
b. Adanya kejenuhan belajar pendidikan agama Islam dan motivasi rendah
yang dialami siswa dalam proses pembelajaran.
c. Merasa tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan pembelajaran
kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirasakan membosankan
oleh siswa.
2. Dalam proses pembelajaran siswa kurang diarahkan untuk membangun
pengetahuan sendiri, agar hasil belajar yang didapat adalah hasil belajar
yang bermakna.
3. Adanya kesenjangan antara nilai hasil belajar yang kuantitatif dengan
perilaku siswa.
4. Masih rendahnya kualitas proses pendidikan agama Islam yang dilakukan
oleh guru di Indonesia dibanding negara-negara di dunia.
5. Model pembelajaran pendidikan agama yang diterapkan di sekolah-
sekolah masih bersifat tradisional.
6. Model pembelajaran kooperatif kurang diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar.
7. Meskipun dilakukan pengelompokkan siswa dalam pembelajaran, namun
kurangnya kontrol dari guru sehingga siswa merasa kurang mendapat
bimbingan dalam belajar, yang kemudian kegaduhanlah yang terjadi.
8. Masih ada anggapan sebagian orang tua, bahwa tanggung jawab
pendidikan dibebankan sepenuhnya kepada sekolah.
C. Pembatasan Masalah
11
Berdasarkan identifikasi masalah di atas masalah yang telah disebutkan
maka penelitian dibatasi pada masalah pembelajaran kooperatif dan prestasi
belajar pada Pendidikan Agama Islam di SDN Rempoa II.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
tersebut sebagai berikut: Apakah pembelajaran kooperatif pendidikan agama
Islam memiliki hubungan dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II?.
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendapatkan informasi mengenai pembelajaran kooperatif
pendidikan agama Islam di SDN Rempoa II.
b. Mengetahui prestasi siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran kooperatif dengan
prestasi siswa di SDN Rempoa II.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti, menambah khazanah mengenai model-model
pembelajaran, khususnya model pembelajaran kooperatif pada
Pendidikan Agama Islam.
b. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki
proses pembelajaran, meningkatkan prestasi belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
b. Bagi siswa, dari hasil penelitian ini siswa memperoleh pengalaman
belajar yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga mereka terbiasa
melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif.
c. Bagi guru, akan menambah wawasan mengenai model pembelajaran
dan lebih yakin bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
12
prestasi belajar dan mendorong untuk menerapkannya dalam proses
pembelajaran, khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
12
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESA
A. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Kooperatif
Kooperatif adalah salah satu jenis pembelajaran aktif. Kooperatif
merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam
kelompok kecil untuk menyelesaikan tujuan secara bersama-sama. Hal ini penting
untuk memahami bahwa kooperatif adalah pendekatan yang semata-mata melatih
siswa untuk belajar bersama dalam menyelesaikan dan melengkapi tugas-tugas.
Menurut Khoirul Anam, “Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar
dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun
kelompok”. Proses pembelajaran kooperatif yang aktif memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bersama dengan guru dan siswa lain mengkontruksi
pengetahuan mereka sendiri.1
Menurut David Son dan Worsham, yang dimaksud dengan ”Kooperatif
adalah model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan siswa untuk
tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan
keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Sedangkan menurut Johnson,
”Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil, siswa
1 Khoirul Anam, Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi
Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi, vol. 3, No. 2, 2000, hlm 2.
13
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal,
baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”.2
Menurut Ratna Megawangi, ”Kooperatif adalah metode pembelajaran
yang melibatkan siswa bekerja dalam tim atau kelompok, siswa bekerja bersama-
sama, berhadapan muka dalam kelompok kecil dan melakukan tugas yang sudah
berstruktur”. Dalam kelompok kecil, para siswa dapat saling berbagi mengenai
kelebihan masing-masing, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
hubungan interpersonal (kemampuan sosial dan emosi). Dengan adanya metode
kooperatif ini, maka dapat menjadi tempat:
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif.
b. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya.
c. Penghargaan diberikan kepada setiap individu.
d. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk
mengerjakannya.
e. Setiap kontribusi individu dapat dihargai.
f. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan
pendapat dan konflik.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi, bahwa “Kooperatif adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar. Kooperatif
menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat
belajar siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa”.3
“Kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan
suatu situasi dan kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan karena bergantung
pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok. Kooperatif bagi guru
2 Supratama, Meningkatkan Motivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi
Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, No. 1, 2001, hlm 23. 3 Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasino, 2004, hlm
112.
14
merupakan pengembangan kurikulum dalam hal akademik, individu maupun
sosial”.4
Sebuah hasil riset tentang kooperatif menunjukkan, bahwa para siswa bisa
lebih mengerti secara mendalam tentang materi yang dipelajarinya, meningkatkan
performent para siswa, meningkatkan kepercayaan diri, motivasi yang lebih tinggi
untuk menyelesaikan tugasnya. Beberapa keunggulan dari kooperatif adalah:
1) Segala perbedaan dihargai.
2) Belajar melihat perspektif yang lebih lengkap.
3) Pengembangan kemampuan interpersonal.
4) Mencelupkan anak dalam kegiatan yang mengasyikkan.
5) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik.
Esensi kooperatif adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok,
sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan
kerja kelompok menjadi optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok
belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan
selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Karakteristik dari kooperatif
adalah kelompok kecil bekerja sama atau belajar, dan pengalaman belajar.5
Menurut Anita Lie ada beberapa manfaat kooperatif, yaitu:
a) Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan siswa
lain.
b) Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan.
c) Meningkatkan partisipasi belajar siswa.
d) Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri).
e) Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif.
f) Meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa:
“Kooperatif adalah suatu variasi pengajaran dimana siswa belajar dalam
suatu kelompok-kelompok kecil. Kelompok tersebut saling membantu,
saling berdiskusi dan beragrumentasi dalam memahami suatu materi
4 Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology,
Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, No. 2,
2000, hlm 39. 5 Nurul Astutik, … hlm 12.
15
pelajaran serta bekerja sama dalam mengerjakan tugas atau lembar kerja.
Sehingga pembelajaran ini dapat membantu dalam meminimalisir
perbedaan pemahaman dan penugasan terhadap materi pelajaran dari
setiap individu siswa”.6
Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima
unsur dasar dalam kooperatif, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab.
3. Tatap muka.
4. Komunikasi antar anggota.
5. Evaluasi proses kelompok.7
Kelompok kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional. Kelompok
tradisional maksudnya adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah,
seperti kelompok diskusi, kelompok tugas, dan kelompok belajar lainnya.
Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat
dilihat di bawah ini:
a. Kelompok Kooperatif, yaitu:
1. Adanya saling ketergantungan positif.
2. Adanya akuntabilitas individu.
3. Kelompok heterogen.
4. Terjadinya transfer sikap kepemimpinan.
5. Menekankan pada penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan.
6. Keterampilan sosial diajarkan secara langsung.
7. Guru melakukan observasi dan intervensi.
8. Guru memperhatikan proses belajar sehingga efektif.
b. Kelompok Belajar Tradisional, yaitu:
1. Tidak ada saling ketergantungan positif.
2. Tidak ada akuntabilitas individu.
3. Kelompok homogen.
4. Hanya bergantung kepada satu orang pemimpin.
6 Khoirul Anam, … hlm 2.
7 Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang Kelas,
Jakarta: Grasindo, 2002, hlm 30.
16
5. Hanya menekankan pada penyelesaian tugas.
6. Keterampilan sosial hanya diasumsikan dan diabaikan.
7. Guru mengabaikan fungsi kelompok belajar.
8. Guru tidak memperhatikan kelompok belajar.8
2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif
Prinsip-prinsip kooperatif ada 5, yaitu:
a. Saling ketergantungan, yakni anggota kelompok siswa harus
mengatakan bahwa mereka memerlukan kerjasama untuk mencapai
tujuan.
b. Interaksi berhadap-hadapan, yakni kelompok kecil terdiri dari 2 sampai
4 orang anggota, siswa saling bekerja sama untuk mendapat hasil
belajar yang lebih baik, dimana tiap anggota kelompok duduk
berhadapan.
c. Kemampuan melapor secara individu, yakni semua anggota kelompok
harus mempunyai kemampuan menanggapi suatu masalah, dan
mengembangkan ide-idenya untuk keberhasilan kelompok.
d. Menggunakan keterampilan sosial, yakni dalam hal ini guru harus
menjelaskan keterampilan sosial sebelum pelajaran dimulai dengan
memfokuskan satu keterampilan setiap minggu.
e. Proses kelompok, yakni siswa harus mengevaluasi efektivitas
kelompok.9
3. Langkah-Langkah Kooperatif
Terdapat enam langkah utama dalam kooperatif yang terdapat di bawah
ini, yakni:
Langkah 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Langkah 2: Menyajikan informasi.
Menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau teks.
Langkah 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efesien.
Langkah 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas.
Langkah 5: Evaluasi
8 Nurhadi, … hlm 114.
9 Asmarawaty, … 39.
17
Mengevaluasikan hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya,
Langkah 6: memberikan penghargaan
Memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.10
4. Keterampilan-Keterampilan Dalam Kooperatif
Keterampilan-keterampilan dalam kooperatif berfungsi untuk melancarkan
hubungan kerja dan tugas. Keterampilan-keterampilan kooperatif menurut
Lundgren tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Keterampilan Tingkat Awal
1) Menggunakan kesepakatan
2) Menghargai kontribusi.
3) Mengambil giliran dan berbagai tugas.
4) Berada dalam kelompok.
5) Berada dalam tugas.
6) Mendorong partisipasi.
7) Mengundang orang lain.
8) Menyelesaikan tugas pada waktunya.
9) Menghormati perbedaan individu.
b. Keterampilan Tingkat Menengah
1) Menunjukkan penghargaan dan simpati.
2) Mengungkapkan ketidaksetujuan.
3) Mendengarkan dengan aktif.
4) Bertanya.
5) Membuat rangkuman.
6) Menafsirkan.
7) Mengatur dan mengorganisir.
8) Mengurangi ketegangan.
c. Keterampilan Tingkat Mahir
1) Menglaborasi.
2) Memeriksa dengan cermat.
3) Menanyakan kebenaran.
4) Menetapkan tujuan.
5) Berkompromi.11
10
Ibrahim Muslim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Program Pasca Sarjana UNESA: University Press, 2001, hlm 10 11
Perdy Karuru, … hlm 794.
18
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
didasarkan pada paham kontruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran kontruktivistik.
Pembelajaran kontruktivistik merupakan proses aktif dari pelajar untuk
membangun pengetahuan, bukan hanya bersifat aktif tetapi juga keaktifan secara
fisik. Artinya melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif
dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahwa yang dipelajari
dengan pengetahuan yang telah dimiliki pelajar dan ini berlangsung secara mental.
Dengan demikian hakikat dari pembelajaran ini adalah membangun pengetahuan.
Cara belajar mengajar di sekolah yang berdasarkan pada teori
kontruktivisme adalah cara belajar yang menekankan murid dalam membentuk
pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilisator yang
membantu keaktifan murid tersebut dalam pembentukkan pengetahuannya.
Suparno menyebutkan ciri-ciri belajar kontruktivisme adalah sebagai
berikut:
1. Belajar berarti membentuk makna.
2. Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus.
3. Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-
fakta dan menghafalkannya.
4. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pembelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya.
6. Hasil belajar pembelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya.
Oleh karena itu, pendekatan kontrutivisme ini guru tidak lagi mengajar
siswa apa yang harus dilakukan dan bagaimana dia melakukannya, akan tetapi
guru memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengolah
informasi. Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial,
kelompok belajar dapat dikembangkan. Von Glaserfeld menjelaskan:
“Bagaimana pengaruh kontruktivisme terhadap belajara dalam
kelompok. Menurut dia, dalam kelompok belajar siswa harus
mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan
19
dibuatnya dengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan menciptakan
refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan
dilakukan. Selanjutnya, ini akan memberikan kesempatan kepada
seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi. Usaha menjelaskan
sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk melihat
sesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkensistensi pandangan
mereka sendiri”.
Mengerti bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akan
meningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan mencari jalan, jika ia
menemukan jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya juga.
Ketidakkonsistenan dan kesahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap kurang
meyakinkan dibandingkan ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkat harga diri
mereka.
Menurut Driver dan kawan-kawan, bahwa “Konstruktivisme sosial
menekankan bahwa belajar berarti dimasukkannya seseorang ke dalam dunia
simbolik”. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara
sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman.
Pembentukkan makna adalah dialog antar pribadi. Belajar merupakan proses
masuknya seseorang dalam kultur-kultur orang yang terdidik. Dalam hal ini,
pelajar tidak hanya memberikan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsep-
konsep dan model-model pengetahuan konvensional. Oleh sebab itu, guru
berperan penting karena mereka menyediakan kesempatan yang cocok dan
prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan
yang memungkinkan siswa dan berdialog dan berinteraksi dengan para ahli,
dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan
dengan mastarakat pengguna hasil ilmiah akan sangat membantu merangsang
mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teori yang mendasari, menurut
Slavin ada 2 katEgori, yaitu teori motivasi dan teori kognitif.
1. Teori Motivasi.
Menurut teori motivasi yang diungkapkan Slavin, “Motivasi siswa
pada pembelajaran kooperatif awalnya terletak pada bagaimana bentuk reward
20
dan struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan”. Sturktur
tersebut terdiri atas 3 macam, yaitu:
a. Kooperatif
Tujuan setiap individu menyumbang tujuan individu lain. Siswa yakin
bahwa tujuan mereka akan berhasil jika siswa yang lain ikut terlibat.
b. Kompetitif
Tujuan individu membuat frustasi pencapaian individu lain. Siswa
yakin mereka akan mencapai tujuan mereka jika siswa lain tidak
mencapai tujuan tersebut.
c. Individualistik
Tujuan setiap individu tidak memiliki konsekuensi terhadap
pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin upaya mereka sendiri
untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa
lain dalam mencapai tujuan tersebut.
Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif akan
menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota kelompok
dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri hanya apabila kelompok itu
berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, setiap
anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya agar berhasil.
Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerja di dalam
kelompoknya, sehingga dapat terjadi ikatan kerja sama dan ikatan yang sosial
yang kuat antar anggota kelompok. Setiap anggota memberikan kontribusinya
dalam mengerjakan tugas dalam kelompok tersebut. Hal ini menandakan
kebutuhan siswa unuk diterima dan dihargai serta dapat mewujudkan diri
sendiri, sehingga kondisi ini dapat dihargai serta dapat memotivasi siswa
untuk lebih semangat dalam belajar.
Motivasi terdiri dari 2 katagori, yaitu:
a. Motivasi ekstrensik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya
rangsangan dari luar.
b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri
seseorang tersebut.
21
Jadi teori motivasi tentang pembelajaran kooperatif lebih menekankan
pada sejauh mana tujuan-tujuan kooperatif berpengaruh terhadap motivasi
siswa dalam melaksanakan kerja akademik. Sehingga tujuan yang ingin
dicapai akan lebih berhasil untuk meningkatkan proses pembelajaran yang
lebih baik.
2. Teori Kognitif
Teori kognitif menekankan pengaruh bekerja dalam suasana
kebersamaan di dalam kelompok itu sendiri. Teori kognitif dapat
dikelompokan dalam dua kategori yaitu:
a. Teori Perkembangan
Hal yang ingin dijelaskan dalam teori perkembangan adalah bahwa
interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitifnya, dapat meningkatkan penguasaan siswa
terhadap konsep-konsep yang sulit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Damon dan Muray yang mengatakan bahwa:
“The fundamental assumption of the developmental theories is
that interaction among children around appropriate tasks increases their
mastery of critical concepts.”
b. Teori Elabolasi Kognitif
Pandangan teori ini menyatakan bahwa agar informasi dapat
disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada,
maka siswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur atau
elabirasi kognitif atas suatu materi. Hal ini seperti yang diungkapkan
Wittrock bahwa:
“Research in cognitive psychology has found that if information is
to be retaired in memory and related to engage in some sorf of cognitive
restructuring or elaboration of the material.” (Di dalam psikologi kognitif
telah ditemukan bahwa jika informasi yang telah tersimpan dalam ingatan
dan selanjutnya dihubungkan dengan informasi yang baru, maka siswa
harus melakukan penstrukturan kembali kognitifnya).
22
Ketika siswa melakukan kembali pengetahuannya tersebut dengan
pengetahuan yang telah ada sehingga siswa tersebut akan memperoleh
pemahaman yang lebih baik.
Pada pembelajaran kooperatif, di dalam kelompok akan terjadi
tutorial diantara dimana siswa yang lebih menguasai konsep atau materi
pelajaran akan memberikan penjelasan kepada siswa lain dalam
kelompoknya. Ketika seorang siswa menjadi tutor, ia akan mentransfer
pengetahuannya kepada siswa lain, sehingga siswa tersebut akan
memperoleh suatu pemahaman yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Peningkatan pemahaman juga terjadi pada siswa yang diberikan
penjelasan (tutee). Sehingga keduanya akan memperoleh peningkatan
pemahaman terhadap suatu materi.
23
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu,
paedagogik. Paes berarti anak, gogos artinya membimbing atau tuntutan, iek
artinya ilmu. Jadi pengertian paedagogik adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani
(pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta
keterampilan-keterampilan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “Pendidikan
berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang artinya
proses pertumbuhan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,
pembuatan, dan cara mendidik”.
Menurut Amier Dien Inderakusuma, “Pendidikan adalah bantuan yang
diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun
rohani untuk mencapai tingkat dewasa”12
. Adapun menurut Arifin, “Pendidikan
adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan
kepribadian serta kemampuan anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal
maupun non-formal”. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan
adalah memberikan tuntunan kepada anak yang memiliki kekuatan kodrat agar
mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidupnya”. Menurut Prof. Dr.
Zakiah Derajat adalah sebagai berikut:
“Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-
ajaran agama Islam berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta
didikan agar nantinya setelah selesai dari pendidikan mereka dapat
memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah
diyakininya secara menyeluruh pandangan hidupnya demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak”.
Dari uraian-uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan
agama Islam ialah usaha yang diarahkan kepada pembentukkan kepribadian anak
didik yang sesuai dengan ajaran Islam, supaya kelak menjadi manusia yang cakap
12
Drs. Amier Dien Inderakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang, hlm 27.
24
dalam menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhoi Allah SWT sehingga terjalin
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan utama dalam pendidikan agama Islam ialah pembentukkan moral.
Dengan menanamkan akhlak yang mulia berarti menanamkan kepada mereka
untuk menghindari hal-hal yang tercela yang dapat merusak moral dan melanggar
ketentuan ajaran-ajaran Islam, kemudian membiasakan diri untuk melakukan hal-
hal yang terpuji dan menuju kepada ketakwaan. Dengan kata lain tujuan
pendidikan agama Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yakni
manusia diciptakan atau tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat kelak, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Adz-
Dzariyat: 56
﴿۵۶׃الذاريات﴾
“Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu
beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat:56)
Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam yang telah dikemukakan di
atas terlihat bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam mempunyai cakupan yang
lebih luas, yang pada akhirnya tertumpu pada penyerahan diri secara total hanya
kepada Allah SWT dan erbentukknya akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam
yang disebut dengan kepribadian muslim sebagai tujuan akhir dari pendidikan
Islam.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebab
dengan pendidikan agama dapat mendorong seseorang untuk bertakwa kepada
Allah SWT serta memiliki ilmu pengetahuan, dapat mengembangkan kemampuan
25
diri, bermasyarakat dan dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma-
norma ajaran Islam.
a. Metode Pendidikan Agama Islam
Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan
sesuatu. Menurut Jalaludin dan kawan-kawan, “Metode dapat diartikan
sebagai cara menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik (peserta
didik)”.13
Tujuan menggunakan suatu metode yang paling tepat dalam
pendidikan agama Islam adalah untuk memperoleh efektivitas dari kegunaan
metode itu sendiri.14
Efektivitas bisa diketahui dari kesenangan pendidik yang
memakainya di satu pihak, serta tumbuhnya minat dan perhatian peserta didik
dilain pihak dalam proses kependidikan dan pengajaran. Kedua belah pihak
timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan bahwa ada yang dikerjakan
itu bermanfaat bagi mereka.
Dalam menentukan metode harus disesuaikan dengan materi yang
akan diajarkan, kondisi serta keadaan peserta didik. Ada empat hal yang
menjadi dasar pertimbangan memilih metode pendidikan agama Islam, yaitu:
1. Dasar agama, meliputi pertimbangan al-Qur’an dan sunah Nabi SAW
serta, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan oleh para sahabat
Nabi dan para ulama.
2. Dasar sosiologi, meliputi pertimbangan jasmani dan tingkat
perkembangan usia anak.
3. Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan
emosi, minat, sikap, keinginan, bakat dan intelektual anak didik.
4. Dasar sosio, meliputi pertimbangan sosial di lingkungan anak didik.15
13
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994,
hlm 2. 14
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, cet
ke 2, hlm 521. 15
Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet ke 2, 1996,
hlm 52.
26
Sesuai dengan kekhususan-kekhususan yang ada pada bahan atau materi
pendidikan agama Islam, baik sifat maupun tujuan, maka diperlukan metode-
metode yang sesuai antara satu materi dengan materi yang lain. Dengan tetap
berpedoman bahwa metode yang digunakan harus tepat guna agar dapat
menunjang kelancaran pencapaian tujuan pembelajaran.
Dalam pendidikan Islam, menurut Abdullah Nashih Ulwan, metode harus
bersumber dari al-Qur’an dan Sunah, karena pada keduanya terdapat metode
tersebut. Diantara metode tersebut adalah:
a. Metode pemberian contoh dan teladan. Metode pemberian contoh sangat
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan
membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial peserta didik. Hal ini
karena pendidik adalah figur dalam pandangan peserta didik, yang segala
tingkah lakunya disadari atau tidak ditiru. Allah SWT telah mengajarkan
bahwa Rasul SAW yang diutus mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual,
moral maupun intelektual, sehingga umat Islam meneladaninya.
b. Metode bercerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan
nasihat. Metode ini mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal
dengan mengemukakan argumentasi yang logis. Al-Qaur’an memakai
metode ini dibeberapa tempat, lebih-lebih dalam berita tentang Rasul
SAW dan kaumnya. Allah SWT telah menceritakan kepada Rasul cerita-
cerita yang baik, tentang kejadian-kejadian yang baik sebagai cermin bagi
umat manusia dan menjadi peneguh Rasul SAW.
c. Metode pemberian nasihat. Dengan nasihat dapat membukakan mata hati
peserta luhur, menghiasinya dengan akhlakul karimah, serta
membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
d. Metode pemberian hadiah dan hukuman. Manusia tidak bisa hidup tanpa
hukum, bagi mereka yang bersalah akan mendapatkan hukuman yang
setimpal. Dan bagi mereka yang mengerjakan kebajikan akan
mendapatkan pahala yang setimpal.
e. Metode diskusi. Metode ini bertujuan untuk merangsang peserta didik
berfikir dan mengeluarkan pendapat sendiri serta ikut menyumbangkan
27
pikiran dalam satu masalah bersama yang terkadang banyak kemungkinan-
kemungkinan jawabannya. Allah SAW mengajarkan agar segala sesuatu
dipecahkan dasar musyawarah.
f. Metode tanya jawab. Metode ini digunakan untuk mengenalkan
pengetahuan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk
merangsang perhatian anak dengan berbagai cara (sebagaimana apresiasi,
selingan, dan evaluasi). Inti ajaran Islam disampaikan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW dengan melalui tanya jawab. Demikian
pula pengangkatan Mu’adz bin Jabal untuk menjadi hakim di Yaman
melalui tanya jawab yang diajarkan Rasul SAW sekaligus merupakan
contoh pemakaian metode tanya jawab dalam pendidikan agama Islam.16
Menurut Al-Ghazali, seorang pendidik agar memperoleh sukses dalam
tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta arah yang tepat arah.
Diantaranya lebih menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para
pendidik dalam mendidik, diantaranya adalah:
1. Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri.
2. Guru tidak boleh mengharapkan upah dari pekerjaannya, karena mendidik
merupakan pekerjaan mengikuti Rasul SAW yang nilainya lebih tinggi
dari harta.
3. Guru harus memberi nasihat kepada muridnya agar menuntut ilmu tidak
untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan sendiri. Melainkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4. Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat.
5. Guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata
anak didik sehingga anak didik senang untuk mencontoh tingkah lakunya.
6. Guru harus mengajarkan apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan
anak.
7. Guru harus mengamalkan ilmunya.
8. Guru harus memahami jiwa anak didiknya.
9. Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya
sehingga akal pikirannya tunduk kepada ajaran agama.17
16
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani,
1955, cet ke 1, hlm 1. 17
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm 103.
28
4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar-dasar yang digunakan dalam pendidikan agama Islam adalah:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah hakim Allah SWT yang diturunkan kepada pilihan-
Nya yaitu Nabi Muhammad SAW berisi prinsip-prinsip dasar yaitu akidah dan
syari’ah dan sebagai rujukan dan sumber hukum yang pertama dan utama.
Muhammad Fathil Al-Jamali, mengatakan “Pada hakikatnya al-Qur’an
itu adalah merupakan pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia,
terutama dalam bidang kerohanian. Al-Qur’an pada umumnya merupakan
kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak dan spiritual kerohanian)”.
Dan Al-Nadwi mempertegas dengan menyatakan bahwa “Pendidikan
dan pengajaran umat Islam itu haruslah sumber pada akidah Islamiyah,
menurutnya lagi kepada al-Qur’an dan Hadist, maka pendidikan itu bukanlah
pendidikan agama Islam, tetapi pendidikan asing”.18
Al-Qur’an sebagai pendidikan agama Islam, maka berarti semua
aktivitas pendidikan agama Islam harus berorientasi pada penjabaran isi al-
Qur’an itu sendiri. Keistimewaan al-Qur’an selain sebagai pegangan, acuan
hidup muslim, ia juga adalah kitabullah yang berlaku untuk setiap masa dan
tempat.
2. Sunnah
Setelah al-Qur’an, pendidikan agama Islam menjadikan sunnah
sebagai dasar dan sumber hukumnya. Secara harfiah, sunah berarti jalan,
metode dan program. Sedangkan istilah, sunah adalah sejumlah perkara yang
dijelaskan melalui sanad yang shahih, baik itu berupa perbuatan, peninggalan,
sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai dan dibenci, peperangan, tindak-
tanduk dan seluruh kehidupan Nabi SAW pada hakikatnya.
Seluruh amalan yang dikerjakan oleh Rasul SAW dalam proses
perubahan sikap hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan agama
18
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. Ke-1, hlm 14.
29
Islam, karena Allah SWT menjadikan hidup Nabi SAW sebagai tauladan bagi
umatnya.19
3. Sikap dan Perbuatan Para Sahabat
Sikap dan perbuatan para sahabat Nabi SAW dijadikan sumber
pendidikan agama Islam karena Allah SWT sendiri di dalam al-Qur’an
memberikan pernyataan yaitu dalam QS. At-Taubah: 100.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.
Dengan demikian sudah jelas bahwa perkataan dan sikap para sabahat Nabi
SAW dapat dijadikan sebagai acuan dalam pendidikan Islam. Sebagai salah
satu contoh adalah perilaku Umar bin Khattab yang terkenal dengan sifat
jujur, adil, cakap, berjiwa demokratis dapat dijadikan panutan masyarakat.20
4. Ijtihad
Ijtihad dijadikan sumber pendidikan karena al-Qur’an dan Hadits,
menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Ijtihad ini terasa
sekali hubungan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan beranjaknya
19
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta:
Gema Insani Press, cet ke 2, 1996, hlm 31. 20
Ramayulis,… hlm 42.
30
Islam mulai keluar tanah Arab karena situasi dan kondisinya banyak berbeda
di tanah Arab.
Majlis Mudzakarah Al-Azhar menetapkan bahwa “Ijtihad adalah jalan
yang dilalui dengan memberikan semua daya dan kesungguhan oleh akal
melalui ijma’, iyas, istihshan, dan dzon (mendekati keyakinan) untuk
mengistimbathkan hukum dari dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits untuk
menentukan bahas yang dikehendaki”.
Ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah “Mencurahkan daya
kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara
terperinci”.21
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh ahli hukum Islam untuk
menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur’an dan
Hadits kebanyakan global, maka sering dengan perkembangan zaman dan
kebanyakan permasalahan yang muncul, maka dalam hal ini ijtihad sangat
diperlukan, begitu juga dalam lapangan pendidikan yang tujuannya tidak lain
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Tapi penggunaan
ijtihad ini biasa dijadikan dasar pendidikan dengan catatan selama tidak
bertentangan dengan dasar pokok.
5. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam
Dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam, perlu diperhatikan
adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya
Pendidikan Agama Islam tersebut. Faktor-faktor pendidikan itu ada 5 macam,
dimana faktor yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat,
yaitu:
1. Anak Didik
Faktor anak didik adalah merupakan salah satu faktor pendidikan
yang paling penting, karena tanpa adanya faktor tersebut, maka pendidikan
21
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet ke 2, 1997,
hlm 45.
31
tidak akan berlangsung. Oleh karena itu, anak didik tidak dapat digantikan
oleh faktor lain. Dikalangan para Paedagogiek timbul suatu problem,
tentang apakah benar anak itu dapat dididik. Dalam menjawab problem
tersebut, maka timbul 3 aliran, yakni:
a. Aliran Nativisme, yang berpendapat bahwa: anak sejak lahir telah
mempunyai pembawaan yang kuat, sehingga tidak menerima
pengaruh buruk dari luar. Baik buruknya anak itu sangat ditentukan
oleh pembawaan, bukan tergantung kepada pengaruh dari luar.
Karenanya maka pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakikatnya
yang memegang peranan adalah pembawaan. Aliran ini
dikemukakan oleh Scorpenhaeur dari Jerman.
b. Aliran Empirisme, yang berpendapat bahwa: pendidikan adalah
mempunyai pengaruh tidak terbatas, karena anak-anak didik itu
diibaratkan dengan sehelai kertas yang masih putih bersih, yang
dapat ditulis sesuai dengan kehendak si Penulisnya. Baik buruknya
seorang anak tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Aliran
ini dikemukakan oleh John Locke.
c. Aliran Convergensi, yang merupakan perpaduan antara dua aliran
di atas, yang berpendapat bahwa: perkembangan jiwa anak adalah
tergantung pada dasar dan ajar, atau tergantung pada pembawaan
dan pendidikan, dimana keduanya peranan yang sama pentingnya
dalam perkembangan periodik anak.
Dari 3 aliran tersebut maka aliran convergensi segi penyesuaiannya
dengan ajaran Islam, dimana menurut ajaran Islam dikatakan bahwa pada
anak tersebut telah mempunyai pembawaan untuk beragama yang dikenal
dengan “fitrah”, kemudian fitrah tersebut akan berjalan ke arah yang benar
bilamana memperoleh pendidikan agama dengan baik dan mendapatkan
pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya.
Tinjauan terhadap faktor anak didik dari beberapa segi akan
membuktikan, bahwa anak dalam jiwanya telah ada kesiapan untuk
menerima pendidikan agama.
32
a. Tinjauan dari segi ajaran Islam.
Dalam al-Qur’an maupun Hadits telah disebutkan bahwa
manusia sejak lahir telah dibekali oleh Allah SWT dengan adanya
fitrah beragama. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 30
yang berbunyi :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah
Allah, itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”.
Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadist Nabi SAW
yang berbunyi :
“Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah
(kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT). Maka kedua
orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi,
Nasrani, dan Majusi”.
Dari ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa pada dasarnya
anak itu telah membawa fitrah beragama, dan tergantung kepada
pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan
agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat
beragama pula. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang
telah dibawa itu tidak dipupuk dan dibina, maka anak akan menjadi
orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran
agama Islam tersebut paralel dengan aliran convergensi yang
mengaku adanya pembawaan dan perlunya ada pendidikan.
33
b. Tinjauan dari segi ilmu jiwa.
Para psikolog berpendapat bahwa berdasarkan
penyelidikan, mereka mengatakan “Dalam jiwa anak semenjak
kecilnya telah tumbuh perasaan agama, kemudian akan
berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya”. Adapun para
ahli yang mengemukakan pendapat tersebut antara lain adalah :
1. Sigmund Frued, yang berpendapat bahwa:
Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya
kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun
pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan,
bahwa orang tuanya itu sebagai Tuhannya. Karena menurut
pandangan mereka, orang tua itu sebagai sumber keadilan,
sumber kasih sayang dan sumber kekuasaan, tempat mereka
bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginnnya.
Tetapi dalam setiap perkembangannya selanjutnya, anak
semakin sadar, bahwa orang tuanya itu ternyata mempunyai
kelemahan-kelemahan dan sering pula membuat kesalahan-
kesalahan.
Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka
gambaran semula, maka timbullah keraguan-raguan dalam
jiwanya. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan
kesadaran kepada anak, bahwa orang itu adalah manusia biasa
yang dapat berbuat salah, sedangkan yang Maha Kuasa dan
tidak akan berbuat salah itu hanya Allah. Dengan demikian rasa
percaya pada anak-anak akan dapat berkembang dengan benar.
2. Dorothy Wilson, yang mengemukakan pendapatnya bahwa,
Anak semenjak usia 3 tahun, telah ada kesadaran tentang
adanya Tuhan. Hal ini dibuktikan, berdasarkan
penyeledikannya terhadap seorang anak perempuan yang
sedang bermain-main boneka, pada waktu bonekanya rusak ia
menganggap boneka tersebut sedang sakit. Pada saat yang
sunyi ia berdoa “oh my Lord” dengan harapan boneka tersebut
lekas sembuh. Menurut pendapat Wilson, pada saat itu anak
tersebut berada dalam absoluutniveau, dimana anak sadar akan
adanya Yang Maha Kuasa. Lingkungan hidupnya kemudian
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa
keagamaannya.
34
3. Rumke, mengemukakan pendapatnya bahwa, “Pada dasarnya
anak sejak kecilnya telah ada kesadaran tentang Tuhan, tetapi
masih sangat lemah. Barulah pada masa puberitas kesasaran
tersebut mulai berkembang dan bertambah kuat dengan adanya
pendidikan agama”.
4. C. G. Yung, berpendapat bahwa ditinjau dari segi psikologi,
“Agama adalah merupakan naturaliter relegeosa yang artinya
bahwa dalam jiwa manusia itu sudah ada pembawaan
beragama”.
5. Dr. Zakiyah Daradjat, dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama
menyatakan bahwa, “Anak mulai mengenal Tuhan sejak usia 3
atau 4 tahun, dengan melalui bahasa. Mereka mulai mengenal
apa yang ada disekitar mereka, kemudian sering bertanya
tentang siapa Tuhan, siapa yang membuat bulan, dan lain
sebagainya”.
Dari pendapat-pendapat Para Psikolog tersebut maka dapat diambil
kesimpulan bahwa “Tinjauan dari segi psichology membuktikan bahwa
anak-anak semenjak kecilnya membawa benih atau potensi untuk
beragama. Potensi tersebut kemudian akan berkembang sesuai dengan
pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari
lingkungannya”.
Di sinilah pentingnya pendidikan agama dilaksanakan semenjak
kecil, agar kemudian jiwa agama yang telah mereka miliki dapat terbina
dengan baik.
2. Pendidik.
Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting,
karena pendidikan itulah yang akan bertanggugjawab dalam
pembentukkan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia
mempunyai pertanggungjawaban yang lebih berat dibanding dengan
pendidikan umum lainnya, karena selain bertanggung jawab terhadap
35
pembentukkan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga
bertanggungjawab terhadap Allah SWT.
a. Tugas Pendidik Agama
1. Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam.
2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak.
3. Pendidik anak agar taat menjalankan agama.
4. Mendidk anak agar berbudi pekerti yang mulia.
Agar para guru agama dapat melaksanakan tugas tersebut
dengan sebaik-baiknya, maka dibutuhkan adanya syarat-syarat
tertentu, di samping syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-
guru pada umumnya.
b. Syarat-syarat Pendidik Agama
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk
di dalamnya guru-guru agama, telah dicantumkan dalam undang-
undang pendidikan dan menjadi guru, selain ijasah dan syarat-
syarat lain yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah
sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan
pengajaran untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran
(seperti yang dimaksud dalam pasa 3, 4, dan 5 UU ini).
Syarat tersebut bila dijabarkan adalah sebagai berikut:
bahwa untuk menjadi guru harus mempunyai syarat-syarat:
1. Harus mempunyai ijasah formal,
2. Sehat jasmani dan rohani,
3. Berakhlak yang baik.
Bagi guru agama, di samping harus memiliki syarat-syarat
tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain,
yang oleh Direktur Direkturat Pendidikan agama telah ditetapkan
sebagai berikut:
a. Memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin.
36
b. Taat untuk menjalankan agama (menjalankan syariat Islam,
dapat memberikan contoh tauladan yang baik untuk anak
didiknya).
c. Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak
didiknya dan ikhlas jiwanya.
d. Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang
keguruan, terutama didaktik dan methodic.
e. Menguasai ilmu pengetahuan agama.
f. Tidak mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah dalam
dirinya.
Mengenai hal ini Prof. Atiah Al-Abrossyi mengemukakan
pendapatnya tentang syarat-syarat tentang bagi guru agama, ialah:
1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan semata-
mata bersifat material.
2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan
bersih, dalam akhlak juga baik.
3. Bersifat pemaaf, sabar, dan pandai menahan diri.
4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang
bapak sebelum ia menjadi seorang guru (cinta kepada
murid-muridnya seperti anaknya sendiri).
5. Mengetahui tabi’at dan tingkat berfikir anak.
6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan
Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-guru
agama, supaya dapat berhasil dalam tugasnya. Yang paling penting
diantaranya, ialah: hendaknya guru agama dapat menjadi contoh
tauladan dalam segala tingkah lakunya, dalam segala keadaannya
terutama juga yang menyangkut physicol appereance seperti : cara
memilih pakaian, cara mengatur rambutnya, dan cara berpakaian
itu sendiri, misalnya : memakai pakaian yang menyolok warnanya,
juga potongannya jangan berlebih-lebihan: karena keadaan guru itu
akan selalu dijadikan cermin bagi anak didiknya.
37
Dalam hal ini Prof. Athiyah Al-Abrossyi pernah
mengatakan, bahwa “Hubungan antara murid dengan gurunya
seperti halnya bayangan dengan tongkatnya: bagaimana bayangan
dapat lurus, kalau tongkatnya sendiri itu bengkok”. Yang berarti,
bagaimana murid dapat menjadi baik kalau gurunya sendiri itu
tidak baik.
Karena itu berdasarkan penyelidikan salah seorang ahli
terhadap beberapa murid tentang guru yang mereka sukai pada
umumnya mereka mengatakan, bahwa guru yang mereka sukai
ialah sebagai berikut :
1. Guru yang bersikap ramah, dan selalu bersedia memahami
atau dapat mengerti terhadap setiap anak yang dihadapinya.
2. Bersifat sabar dan suka membantu kepada mereka serta
dapat tenang dalam jiwa menciptakan ketenangan dalam
jiwa.
3. Tegas dan adil dalam bertindak.
4. Mempunyai sifat yang supel dan menampakkan tingkah
laku yang menarik.
5. Mempunyai ilmu pengetahuan yang bulat (integral)
sehingga mereka percaya terhadap kemampuan dari guru
tersebut.
Apa yang tersebut di atas ini dapat dijadikan pedoman bagi
guru-guru agama atau bagi calon-calon guru agama dalam
menjalankan tugasnya, karena guru agama dalam menunaikan
tugasnya itu harus dapat mengambil simpati dari murid-murid yang
dihadapinya, agar dengan demikian akan dapat menanamkan
ajaran/didikan agama dengan mudah, karena tampak adanya
simpati dari anak didik, maka akan sulit bagi guru agama untuk
dapat menanamkan didikan agama itu kepada anak-anak.
38
c. Kesulitan Yang Dihadapi Oleh Pendidik Agama
Berdasarkan hasil penyelidikan dari seseorang ahli, bahwa
guru dalam menunaikan tugasnya, pada umumnya akan
menghadapi bermacam-macam kesulitan, lebih-lebih bagi guru
yang baru menunaikan tugasnya, antara lain adalah:
1. Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual
murid, yang disebabkan karena perbedaan IQ-nya,
perbedaan wataknya, dan berbeda pula background
kehidupannya.
2. Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan
anak yang dihadapinya.
3. Kesulitan dalam memilih metode yang tepat.
4. Kesulitan dalam memperoleh alat-alat pelajaran dan bahan-
bahan bacaan.
5. Kesulitan dalamm mengadakan evalusai dan kesulitan
dalam melaksanakan rencana yang telah ditentukan, karena
kadang-kadang kelebihan atau kekurangan waktu.
3. Tujuan Pendidikan.
a. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgent yang
mempunyai tujuan terentu, seperti yang dijelaskan dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 3 bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasioanl adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini sangat
sesuai dengan firah manusia, salah satu beragama. Dengan
demikian pendidikan sangatlah penting bagi manusia, terutama
pendidikan agama.
39
b. Tujuan Pendidikan Agama
Sesuai dengan pembahasan di atas, maka tujuan pendidikan agama
di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia adalah mempunyai
tujuan yang parallel dengan tujuan pendidikan nasional di samping
juga mempunyai yang parallel dengan tujuan instutisional sesuai
dengan tingkat atau jenjangdari sekolah-sekolah mulai SD sampai
dengan perguruan tinggi baik negeri maupuun swasta.
Tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal
di Indonesia ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar
mereka menjadi orang muslim yang sejati, beriman, teguh,
beramal soleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi
masyarakat, agama, dan Negara. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT, QS. Adz-Dzariyat: 56, yang berbunyi:
﴿۵۶׃الذاريات﴾
“Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar
mereka itu beribadah kepada-Ku”. (QS. Al-Dzariyat: 56)
Di samping beribadah kepada Allah SWT, maka setiap muslim
di dunia ini harus mempunyai cita-cita untuk dapat
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seperti ini disebutkan
dalam QS. Al-Baqarah : 201, yang berbunyi :
﴿۲۰١׃لبقرة١﴾
40
“Di antara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami
berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
periharalah kami dari siksa neraka”. (Al-Baqarah: 102).
Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya
tidak akan dicapai dalam waktu sekligus tetapi membutuhkan
proses yang panjang dengan tahap-tahap tertentu: dan setiap
tahap-tahap yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu
yang disebut tujuan khusus.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus pendidikan agama ialah tujuan pendidikan
agama pada setiap tahap atau tingkat yang dilalui seperti:
tujuan pendidkan agama untuk SD berbeda dengan tujuan
pendidikan agama unuk sekolah menengah, dan berbeda pula
untuk perguruan tinggi.
4. Alat-Alat Pendidikan.
Adapun yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala
sesuatu yang dipergunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan daripada
pendidikan. Dengan demikian yang dimaksud alat pendidikan agama ialah
segala sesuatu yang dipakai dalam mencapai tujuan pendidikan agama.
a. Pertimbangan Dalam Pemilihan Alat Pendidikan Agama.
Dalam memilih alat-alat pendidikan agama, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan antara lain:
1. Dalam memilih alat hendaknya sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai.
2. Pribadi dari guru yang menggunakan alat pendidikan itu ikut
menjiwainya.
3. Dalam pemilihan alat-alat pendidikan agama haruslah
disesuaikan dengan kondisi daripada anak-anak yang dihadapi,
41
sehingga dengan demikian alat-alat pendidikan yang dipilih itu
betul-betul akan dapat mempermudah anak-anak untuk menerima
pelajaran, bahkan sebaliknya, memperlambat tercapainya tujuan.
4. Dalam memilih alat pendidikan yang hendak dipergunakan,
hendaknya guru terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara-cara
penggunaan alat-alat tersebut, sehingga dengan demikian dapat
memperlancar jalannya pengajaran.
b. Macam-Macam Alat Pendidikan Agama.
Alat-alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam
pelaksanaan pendidikan agama itu cukup banyak karena dalam
uraian ini akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Alat Pengajaran Agama.
Dalam melaksanakan pengajaran agama, dibutuhkan
adanya alat-alat pengajaran. Alat-alat pengajaran agama tersebut
dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
a. Alat Pengajaran Klasik.
Yakni alat-alat pengajaran yang dipergunakan oleh guru
bersama-sama dengan murid. Contohnya papan tulis, kapur,
tempat sholat, dan lain sebagainya.
b. Alat Pengakaran Individual.
Yakni alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan
guru. Contohnya alat-alat tulis, buku pelajaran, buku
pegangan, dan lain sebagainya.
c. Alat Peraga
Yakni alat peraga yang dipergunakan untuk memperjelas
gambaran yang konkrit tentang hal-hal yang diajarkannya.
Alat peraga dalam pendidikan agama dan pengajaran gama
adalah sangat penting, karena dengan demikian anak-anak
akan lebih jelas dan paham materi yang diajarkan. Alat
peraga itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
42
1. Alat peraga yang langsung, yakni dengan menunjukkan
secara langsung materi yang diajarkan.
2. Alat peraga yang tidak langsung, yakni bilamana yang
diperlihatkan kepada murid-murid itu bukan benda yang
sesungguhnya, melainkan hanya tiruan.
d. Dengan adanya perkembangan teknologi modern pada abad
ini, maka mengakibatkan timbulnya alat-alat modern yang
bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan antara lain:
1. Visual-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diterapkan
melalui indera penglihatan, contohnya gambar-gambar
yang diproyeksikan, gambar-gambar yang ada dipapan
tulis, shcenada dan lain-lain.
2. Audio-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diserap
melalui indera pendengaran, contohnya radio, tape
recorder, dan lain-lainya.
3. Audio-visual, yakni alat-alat pendidikan yang diserap
dengan penglihatan dan pendengaran, contohnya televisi,
film, slide, dan lain-lainya.
2. Alat Pendidikan Agama Yang Langsung.
Ialah dengan menanamkan pengaruh yang positif kepada
anak-anak, dengan memberikan contoh tauladan, memberikan
nasihat-nasihat perintah-perintah, berbuat amal saleh, melatih,
dan membiasakan suatu amalan dan sebagainya. Termasuk alat
pendidikan agama yang langsung juga ialah dengan
menggunakan emosi dan dramatisasi dalam menerangkan
masalah agama, agama ialah lebih menyangkut perasaan.
3. Alat Pendidikan Agama Yang Tidak Langsung.
Ialah yang bersifat kuratif, agar dengan demikian anak-
anak menyadari perbuatannya yang salah, dan berusaha
43
memperbaikinya, seperti apa yang diterangkan dalam hadits Nabi
SAW:
مروا اوال د كم با لصالة وهم ابناء سبع سنين واضر بو هم عليها
﴾ الحديث ﴿ و هم ابناء عشر و فر قوابينهم فى المضا جع
“Suruhlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat
bilamana sudah berusia 7 tahun, dan apabila sudah
berusia 10 tahun pukullah ia (bila tidak mau melakukan
sholat tersebut) dan pisahkanlah tempat tidurnya”.
Dari hadits itu dapat diambil kesimpulan bahwa bila anak
berusia 10 tahun belum mau melakukan sholat diberikan
hukuman, agar dengan hukuman tersebut anak-anak menjadi
sadar. Berarti hukuman dapat dijadikan sebagai alat untuk
mendidik agama.
4. Lingkungan.
Ialah mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil
atau tidaknya pendidikan agama. Karena perkembangan jiwa anak itu
sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat
memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap pertumbuhan
jiwanya, dalam sikapnya, dalam akhlaknya, maupun dalam perasaan
agamanya. Pengaruh tersebut terutama datang dari teman-teman
sebayanya dan dari masyarakat sekitarnya.
Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap pembentukkan akhlak dan pembentukkan pribadinya. Pengaruh
tersebut dapat berupa pengaruh yang positif dan negatif, sesuai dengan
keadaan yang ada dalam lingkungan anak. Pengaruh lingkungan apa
dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat memberikan dorongan
atau dapat memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk
berbuat hal-hal yang baik. Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat
44
dikatakan negatif, bilamana keadaan sekitarnya anak itu tidak memberikan
pengaruh yang baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan agama
di sekolah, juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak
didik.22
C. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Untuk
memudahkan dalam memahaminya, maka akan diuraikan secara satu persatu apa
itu prestasi dan belajar. Dalam Kamus Besar Indonesia yang dimaksud prestasi
adalah hasil kerja yang keadaanya sangat kompleks. Dengan demikian prestasi
adalah hasil usaha yang telah dilakukan seseorang setelah melakukan sesuatu
pekerjaan atau perbuatan.
Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses
pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah
mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini
menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga
kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal.
Kata “prestasi” sendiri berasal dari Bahasa Belanda yaitu prestatie, kata ini
dalam Bahasa Indonesia berarti “hasil usaha”23
. Dengan kata lain, prestasi
merupakan sebuah akhir dari proses pencapaian sebuah tujuan. Dengan demikian,
prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, proses kegiatan
pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok mengingat berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses pembelajaran yang
dilalui siswa. Oleh karena itu, prestasi erat kaitanya dengan belajar sehingga
belajar dapat dikatakan sebuah perubahan tingkah laku.
Surmardi Suryabrata mengatakan bahwa prestasi belajar mempunyai dua
pengertian, yaitu:
22
Dra. H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional ,
1983, hlm 32-56. 23
Depdikbud,… hlm 538.
45
1) Penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam proses
belajar tertentu.
2) Perbedaan antara kecakapan pada awal dan akhir proses belajar
mengajar.24
Sedangkan Nana Sudjana mengatakan bahwa prestasi belajar adalah
seperangkat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalui evaluasi yang didapat
dalam bentuk kognitif.25
Oleh karena itu, Nana Sudjana mengutip pendapat Harbart tentang teori
tanggapannya mengatakan bahwa seseorang disebut pandai apabila orang tersebut
mempunyai tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan sejelas-jelasnya.
Dengan demikian inti belajar adalah ulangan. 26
Melihat fakta di atas, maka prestasi belajar merupakan hasil dari
pengukuran serta penilaian hasil belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar
merupakan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang diperoleh
dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah siswa mengikuti
kegiatan belajar. Biasanya prestasi dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun
kalimat dan terdapat pada tiap-tiap periode tertentu.27
Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai
setelah melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar.
Prestasi belajar merupakan hal yang bersifat perennial dalam sejarah
kehidupan manusia karena sepanjang kehidupanna manusia selalu mengejar
prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestai belajar dapat
memberikan kepuasan tertentu pula pada manusia, khususnya manusia yang
berada pada bangku sekolah.
2. Indikator Prestasi Belajar
24
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; Rake Press, 1975, cet, ke-2,
hlm 354. 25
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988, hlm 50-
51. 26
Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD,
1989, hlm 26. 27
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT
Bina Aksara, 1997, hlm 43.
46
Adapun indikator dari prestasi belajar pada prinsipnya adalah
pengungkapan segala hasil belajar yang meliputi segenap ranah psokologis yang
berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun
pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah sangat sulit karena
perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak apat diraba). Oleh
karenanya guru hanya dapat mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang
dianggap penting dan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar siswa, baik yang berdimensi cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa
(psikomotorik).
Aspek prestasi yang mencakup kepada kognitif meliputi pengamatan,
ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Sedangkan afektif meliputi
penerimaan, sambutan, apresiasi, internalisasai, dan karakterisasi. Dan untuk
psikomotorik keterampilan bergerak dan berindak serta kecakapan ekspresi verbal
dan non-verbal.
H.Y. Waluyo mengutip pendapat Bloom mengemukakan 3 jenis prestasi
belajar, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Prestasi belajar kognitif, yaitu prestasi belajar yang memerlukan kegiatan
berfikir, meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan
evaluasi.
2) Prestasi belajar afektif, yaitu prestasi belajar yang berhubungan dengan
perasaan dan kehendak seseorang yang berupa minat apresiasi, sikap nilai,
dan kebiasaan siswa.
3) Prestasi belajar psikomotorik, yaitu prestasi belajar yang berhubungan
dengan keterampilan seseorang yang bersifat fisik.28
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar murid tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar murid itu sendiri. Hasil belajar itu
dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan
28
H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta: Karunika UT, 1987, cet,
ke-1, hlm 24.
47
lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang diketahui subjek
belajar, tujuan, motivasi, proses interaksi dengan bahan yang telah dipelajari.
Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, akan tetapi
faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu:
4. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa.
Sekalipun banyak faktor atau rangsangan dari faktor eksternal yang
mendorong individu belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh
faktor belajar (internal) beserta usaha yang dilakukannya.
Brata mengklarifikasikan faktor internal yang mencakup:
a) Faktor Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tagangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-
sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas dalam
mengikui pelajaran. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar
tetap bugar, sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang bergizi. Selain itu, dianjurkan memilih pola
istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal
secara tetap dan berkesinambungan. Kondisi organ-organ khusus
seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan penglihatan.
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya
terhadap kemampuan belajar. Bila siswa selalu sakit, dapat
mengakibatkan siswa tidak bergairah dalam belajar.
Dengan demikianlah pula halnya jika kesehatan rohani
(jiwa) kurang baik, misalnya; mengalami gangguan pikiran,
perasaan kecewa karena konflik dengan orang tua, ini dapat
menggangu atau mengurangi semangat belajar. Karena itu, orang
tua harus memeliharan kesehatan anaknya, sebab apabila anak baik
kesehatannya (jasmani maupun rohani) mereka akan semangat
dalam belajar.
48
b) Faktor Psikologis.
Faktor yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh sepeti
minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuan kognitif
seperti kemampuan persepsi, ingatan berpikir dan kemapuan dasar
bahan pengetahuan (bahan appersepsi) yang dimiliki siswa, yaitu:
Faktor intelektif, yang meliputi: faktor potensial, yaitu kecerdasan
dan bakat. Faktor ketetapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki.
Faktor non-intelektif, unsur-unsur kepribadian tertentu seperti:
sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan
penyesuaian diri.29
Intelegensi
Intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik
untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan dengan cara yang cepat. Kepandaian disebut juga
kecakapan, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Kepandaian
nyata yang dapat dilihat atau diketahui dari nilai prestasi belajar di
sekolah. Kepandaian inilah yang kerap kali dilihat oleh orang tua,
masyarakat bahkan guru karena memang mudah dikenali dan
Kepandaian potensial atau bakat. Kepandaian ini mudah dikenali
dengan pengamatan dan test khusus. Para ahli psikologi dapat
diminta bantuannya untuk mengenali kepandaian potensial ini.
Tingkat kecerdesan (intelegensi) siswa tak dapat diragukan
lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini
bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa
maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.30
Sikap
Sikap adalah gejala yang internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara
29
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet-ke 1, hlm 60. 30
Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT raja Grafindo, 1995, cet-ke
2, hlm 22.
49
yang realatif. Tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya
secara positif maupun negatif.31
Menurut Bruna, sikap adalah
kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan baik
atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.32
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, pada prinsipnya
sikap adalah kecenderungan individu untuk bertindak dengan cara
tertentu. Perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan
munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah
(lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa
dan sebagainya.
Bakat
Menurut Chaplin dan Rebber, bakat (aptitude) adalah
kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.33
Menurut
Hilgard, bakat adalah kemampuan belajar. Kemampuan itu baru
akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih. Oleh karena itu, bakat siswa harus dikembangkan atau
diwujudkan dan dilatih dngan baik sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Siswa yang berbakat dalam bidang studi tertentu, akan
lebih mudah memahami bidang studi tersebut. Dengan demikian,
bakat itu dapat mempengaruhi belajar siswa, seharusnya berkenaan
dengan keberhasilan prestasi belajar siswa itu sendiri.
31
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002, cet-ke 7, hlm 150-152. 32
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2005, cet-ke 1, hlm 89. 33
Muhibbin Syah,… hlm 135.
50
Minat
Menurut Slameto, bahwa minat adalah kecenderungan
memetap untuk memperhatikan dan mengenal beberapa kegiatan.34
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan
pelajaran yang dipelajarinya tidak sesuai minat anak, maka hasil
belajarnya pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk
mengembangkan minat siswa, maka siswa itu sendiri harus
berusaha mencintai setiap bahan yang diberikan. Dengan demikian,
siswa diharapkan dapat menangkap semua bahan pelajaran tersebut
dengan baik. Minat mempunyai peranan yang penting dan
mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Minat
menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa yang
berminat terhadap sebuah kegiatan akan berusaha lebih keras unuk
belajar dibandingkan dengan siswa yang kurang berminat. Dengan
demikian tinggi rendahnya minat belajar siswa akan mempengaruhi
hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa.
Motivasi
Motivasi adalah usaha dari pihak luar dalam hal ini adalah
guru untuk mendorong, mengaktifkan dan menggerakkan peserta
didiknya secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses
belajar mengajar.35
Motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi
pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk
memenuhi suatu kebutuhan.36
Menurut MC. Donal, motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
34
Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta,
2003, cet-ke 4, hlm 57. 35
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UHAMKA Press, 2003,
cet-ke 4, hlm 92-93. 36
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta : Pedoman Ilmu
Jaya, 1993, cet-ke 1, hlm 129.
51
dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan
terhadap adanya tujuan.37
Motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan
menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri
manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala
kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau
melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan,
kebutuhan atau keinginan.
c) Faktor Lingkungan Spiritual atau Keamanan
Dan sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar,
dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:
1) Faktor-faktor Stimulus Belajar, yaitu
a. Panjangnya bahan pelajaran.
b. Kesulitan bahan pelajaran.
c. Berartinya bahan pelajaran.
d. Berat ringannya tugas.
e. Suasana lingkungan eksternal.
2) Faktor-faktor Metode Belajar, yaitu
a. Kegiatan berlatih atau praktek.
b. Over learning dan riil.
c. Resitasis selama belajar.
d. Pengenalan tentang hasil belajar.
e. Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian.
f. Penggunaan modalitas indera.
g. Bimbingan dalam belajar.
h. Kondisi-konsidi intensif.
3) Faktor-faktor Individual, yaiu
a. Kematangan.
b. Faktor usia kronologis.
37
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008, Ed I, hlm 73.
52
c. Faktor perbedaan jenis kelamin.
d. Pengalaman sebelumnya.
e. Kapasitas mental.
f. Kondisi kesehatan jasmani.
g. Kondisi kesehatan rohani.
h. Motivasi.38
5. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa.
Yang tergolong faktor eksternal adalah:
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang
peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada
awal-awal perkembangannya yang menjadi landasan bagi
perkembangan kepribadian selanjutnya.39
Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam
keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan
bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang
utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka
pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam
keluarga.
Selain itu agar pelaksanaan pendidikan di lingkungan keluarga
dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh orang tua:
a) Usaha terciptanya suasana yang baik dan harmonis dalam
lingkungan keluarga.
b) Tiap-tiap anggota keluarga harus berpegang pada hak dan tugas
kewajibannya masing-masing.
38
Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004,
cet-ke 2, hlm 138-147. 39
Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja
dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet-ke 6, hlm 185.
53
c) Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga harus mengetahui
dan memahami tabiat dan sifat-sifat anak.
d) Hindari segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan atau
perkembangan jiwa anak.
e) Biarkan anak bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya
di lingkungan keluarganya.40
2. Lingkungan Sekolah
Faktor-faktor sekolah yang dapat mempengaruhi proses belajar
anak adalah kurikulum, keadaan gedung, waktu sekolah, alat pelajaran,
metode mengajar, hubungan antara guru dengan siswa, dan hubungan
antara siswa dengan siswa.41
Lingkungan sekolah juga memegang
peranan penting bagi perkembangan belajar pada siswanya.
Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan
kampus, sarana dan prasarana yang ada, sumber-sumber belajar, media
belajar dan sebagainya.
3. Lingkungan Masyarakat
Pergaulan di lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi
prestasi belajar. Anak yang bergaul dengan teman yang tidak baik,
selalu bermalas-malas di dalam belajar, dan waktunya banyak
dipergunakan untuk bermain, maka anak itu akan terpengaruh oleh
temannya, sehingga prestasi belajarnya kurang optimal. Lingkungan
masyarakat dimana siswa atau individu berada juga terpengaruh
terhadap semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan masyarakat
dimana warganya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup,
terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar di
dalamnya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat
dan perkembangan belajar generasi mudanya.42
40
Alisuf Sabri,… hlm 26. 41
M. Sobry Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007,
cet-ke 2, hlm 21. 42
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007, cet-ke 4, hlm 164.
54
Slameto mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 golongan yaitu, faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor
yang ada di luar individu.
Faktor-faktor intern dari dalam diri peserta didik meliputi:
1. Faktor jasmani yaitu faktor kesehatan atau cacat tubuh.
2. Faktor psikologis yaitu integensi, perhatian, minat, bakat,
motif, dan kematangan dan kesiapan.
3. Faktor kelelahan.
Sedangkan faktor ekstern yang berasal dari luar diri peserta didik
meliputi:
a. Faktor dari keluarga, yaitu berupa cara orang tua mendidik,
relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua dan latar
belakang kebudayaan.
b. Faktor dari sekolah, yaitu mencakup metode mengajar,
kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah
dan keadaan gedung.
c. Faktor masyarakat, yaitu mencakup kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.43
4. Usaha-Usaha Peningkatan Prestasi Belajar
Berhasil atau tidaknya peserta didik belajar sebagian besar terletak pada
usaha dan kegiatanmu sendiri, disamping faktor kemauan, minat, kemauan, tekad
untuk sukses dan cita-cita tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya.
Peserta didik akan berhasil kalau berusaha semaksimal mungkin dengan cara
belajar yang efisien sehingga mempertinggi prestasi hasil belajar mereka.
43
Slameto,… hlm 54.
55
Hasil belajar tergantung pula pada cara-cara belajar yang dipergunakan,
oleh karena itu dengan mempergunakan cara belajar yang efisien akan
meningkatkan hasil belajar yang memuaskan.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan
prestasi belajar siswa, antara lain keadaan jasmani, keadaan sosial emosional,
lingkungan, memulai pelajaran, membagi pekerjaan, sikap yang optimis serta cara
menggunakan waktu cara efisien.
Adapun usaha yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa,
antara lain:
a. Membangkitkan motivasi belajar siswa
Motivasi merupakan salah satu faktor untuk menentukan
keefektifan pembelajaran. Menurun M. Alisuf Sabri motivasi adalah
segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.44
Motivasi sangatlah berpengaruh dalam proses pembelajaran, dengan
motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam belajar dan dengan motivasi
itulah kualitas hasil belajar siswa dapat diwujudkan.
Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi, pasti akan tekun dan
berhasil belajarnya. Hal ini disebabkan karena ada tiga fungsi motivasi
menurut S. Nasution, yaitu: mendorong manusia untuk bergerak,
menentukan arah perbuatannya, serta menyeleksi perbuatannya, sehingga
perbuatan siswa senantiasa selaras dengan tujuan belajar yang akan
dicapainya.45
Dengan demikian semakin tinggi motivasi belajar siswa terhadap
suatu pelajaran, maka akan tinggi pula prestasi belajar yang dicapai. Untuk
itu guru selaku pengajar dan pendidik harus dapat membangkitkan
motivasi siswa-siswanya agar tercapai hasil belajar yang memuaskan.
Menurut Moh. Uzer Usman ada beberapa cara membangkitkan
motivasi, yaitu:
44
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1996, cet-ke 2, hlm 85. 45
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet-ke 1,hlm 76-77.
56
1. Mengadakan kompetensi (persaingan) terhadap para siswa guna
meningkatkan prestasi belajarnya.
2. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat).
3. Mengadakan penilaian atau tes.46
b. Meningkatkan disiplin belajar siswa
Pada hakikatnya disiplin adalah pengendalian perilaku dan
pengendalian diri. Apabila seorang siswa dapat mengendalikan dirinya dan
perilakunya sehari-harinya baik di rumah, sekolah maupun lingkungan
sekitarnya maka ia telah mendisiplinkan diri.
Ketika siswa sudah memiliki kedisiplinan baik hal itu yang berasal
dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka segala sesuatu yang
dikerjakan akan menjadi maksimal. Siswa yang berdisiplin di sekolah
dengan selalu masuk tepat pada waktunya.tidak pernah membolos, selalu
memperhatikan keterangan guru di kelas, rajin mengerjakan tugas yang
diberikan guru, maka pada akhirnya ia akan mendapatkan prestasi yang
baik dalam belajarnya.
Untuk itu pihak sekolah harus memperhatikan kebutuhan siswa
untuk mencapai tujuan belajar, diantaranya dengan selalu menekan disiplin
pada siswa. Contohnya siswa yang terlambat atau membolos maka akan
dikenakan hukuman. Dengan adanya hukuman ini maka siswa tersebut
akan terdorong untuk tidak melanggar peraturan dan berusaha selalu untuk
menjalani proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya dan pada
akhirnya akan memperoleh prestasi yang baik.
Di samping itu, disiplin belajar siswa tidak akan berjalan kalau
guru yang mengajar pun tidak berdisiplin. Untuk itu guru harus
memberikan teladan yang baik kepada siswanya guna meningkatkan
kedisiplinan belajar siswa.
46
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, cet-ke
7, hlm 29-30.
57
D. Kerangka Berpikir
Kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan
anggota atau kelompok itu sendiri. Keberhasilan kelompok mencapai tujuan
karena tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok.
Kooperatif bagi guru merupakan pengembangan kurikulum dalam hal akademik,
individu maupun sosial. Pendidikan agama Islam yaitu pendidikan dengan melalui
ajaran-ajaran agama Islam berupa bimbingan terhadap peserta didik agar dapat
mengamalkan dan memahami ajaran-ajaran agama Islam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam bidang pendidikan di Indonesia yang
juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran
masih terlalu didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran
siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang
sudah mengakar dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru
adalah mengajar dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan
pengetahuan sebanyak mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang
maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam
situasi yang sarat beban dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan
mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru
harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih
efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
E. Pengajuan Hipotesa
Seperti telah disampaikan di atas bahwa penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungannya pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam
terhadap prestasi siswa di SDN Rempoa II.
Sehingga hipotesa peneitian yang diajukan adalah sebagai berikut:
Ha: Terdapat hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan
prestasi siswa di SDN Rempoa II.
Ho: Tidak terdapat hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam
dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II.
58
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang pertama disebut variabel pengaruh
atau variabel antiseden yaitu peran pembelajaran kooperatif pendidikan agama
Islam, dan variable yang kedua disebut variabel terpengaruh atau variabel
konsekuensi, yaitu prestasi siswa. Sebagaimana diketahui bahwa pelajaran-
pelajaran pendidikan agama di sekolah meliputi bidang kemampuan dasar dengan
tujuan agar anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diterima
dan diketahui dengan pengetahuan yang diperoleh.
Hasil belajar agama Islam diartikan sebagai skor yang diperoleh tes mata
pelajaran agama Islam yang diberikan melalui hasil semester yang sekaligus
digunakan untuk penelitian ini.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di SDN Rempoa II, yang lokasinya di jalan
Wijaya Kusuma I Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur. Proses penelitian
dilaksanakan secara bertahap mulai dari perencanaan dan persiapan instrumen, uji
coba instrumen yang dilajutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai
kegiatan inti penelitian, rentang waktu yang dibutuhkan secara keseluruhan
selama dua bulan, mulai dari awal September sampai akhir Oktober 2010.
59
C. Populasi Dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti. Adapun populasi yang peneliti rujuk adalah kelas V 2009/2010 di SDN
Rempoa II, Ciputat. Popilasi terjangkau jumlah seluruh siswa kelas V sebanyak
60 orang.
Sedangkan yang dimaksud sampel adalah bagian dari populasi yang
dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan sistem
random sampling dalam bentuk undian sebanyak 50 %. Sehingga sampel yang
dijadikan penelitian ini adalah 30 orang siswa SDN Rempoa II.
D. Metode Penelitian
Penggunaan metodologi di sini dimaksudkan untuk menentukan data yang
valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara pembelajaran kooperatif
Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa, maka penulis dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif yakni penulis mengumpukan data-data
yang diperlukan kemudian memberikan gambaran mengenai data tersebut yang
kemudian disimpulkan.
Adapun teknik penulisan karya ilmiah ini, penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIn Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen atau alat pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Dan instrument dalam penelitian
dalam bentuk non tes yaitu menggunakan wawancara dan angket.
Instrumen non tes dalam bentuk wawancara yakni cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya-jawab lisan
secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan. dalam wawancara ini terdapat pertanyaan-pertanyaan mengenai
seputar sekolah dan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. metode ini
60
digunakan untuk melengkapi data yang dianggap perlu sehingga lebih
meyakinkan data yang diperoleh dari sumber lainnya.
Kemudian angket ini dalam bentuk quesioner yang diperuntukkan kepada
siswa, untuk mendapatkan informasi mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Adapun kisi-kisi angket dan pedoman wawancara
adalah sebagai berikut:
Table 1.
Kisi-kisi Instrumen Angket
Variabel Pembelajaran Kooperatif
Dimensi Indikator No.
Item
∑
Item
1. Saling
ketergantunga
n positif
2. Tanggung
jawab
3. Komunikasi
antar anggota
1. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya.
2. Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama
dengan siswa yang lainnya.
3. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mengurangi
kecemasan siswa untuk meraih nilai yang bagus.
1. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak
untuk mengerjkan tugas yang diberikan oleh guru.
2. Siswa dapat mengambil giliran dan berbagi tugas dalam
diskusi belajar dalam kelas.
3. Siswa dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
4. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mendorong
partisipasi siswa dalam kelas.
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif.
2. Siswa dapat mendengarkan dengan aktif apa yang
disampaikan oleh guru dalam belajar..
3. Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk
menghargai perbedaan.
1
2
3
4,5
6,7
8
9
10,11
12,13
14,15
,16
1
1
1
2
2
1
1
2
2
3
61
4. Evaluasi proses
kelompok
5. Prestasi
belajar
4. siswa dapat meningkatkan motivasi, dan harga diri ketika
berdiskusi dalam kelas.
5. Siswa dapat mengenal satu sama lain dalam berdiskusi di
dalam kelas ketika belajar.
1. Guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap
individu yang bisa menjawab pertanyaan.
2. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika
terjadi perbedaan pendapat dan konflik.
3. Siswa dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam
kelas.
4. Dengan adanya bimbingan belajar di sekolah dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam kelas.
1. Nilai raport semester ganjil 2009/2010 kelas V
17,18
19
20,21
22,23
24
25
2
1
2
2
1
1
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara ini adalah untuk melakukan wawancara kepada Guru
Pendidikan Agama Islam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
Pembelajaran Kooperatif dalam Prestasi Siswa pada Pendidikan Agama Islam di
SDN Rempoa II.
Pembelajaran Kooperatif:
1. Sikap siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Penerapan pembelajaran kooperatif dalam Pendidikan Agama Islam.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif atau kelompok.
4. Efektifitas pembelajaran kooperatif.
5. Hasil belajar dari pembelajaran kooperatif.
62
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data yang akurat dalam penyusunn skripsi ini penulis
menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Dalam hal ini penulis mengunjungi langsung SDN Rempoa II untuk
mengamati secara langsung kondisi sekolah, guru, karyawan, sarana dan
prasarana.
2. Studi Dokumentasi
Penulis mengumpulan data-data mengenai hasil belajar siswa dari
dokumen-dokumen yang ada, antara lain rapot dan leger.
3. Angket
Penulis menyebar angket pada siswa yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini, untuk memperoleh data tentang pembelajaran kooperatif
Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa, baik pembelajaran
kooperatif yang berupa saling ketergantungan positif, tanggung jawab,
tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Angket tersebut, disusun dengan 4 alternatif jawaban, yang terdiri dari
selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat sebagai berikut:
Table 2.
Penetapan Skor Skala Pembelajaran Kooperatif
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
Positif 4 3 2 1
G. Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data
1. Data yang terkumpul selanjutnya diolah, dianalisis untuk mengumpulkan
pokok masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh kesimpulan.
2. Dalam menganalisis data digunakan tehnik deskriptif analisis yaitu
memberi uraian, memberikan gambaran dan menganalisis data yang ada.
Data yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama
Islam digunakan metode analisis kuantitatif, yaitu analisis yang dilakukan
63
terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan,
mengklasifikasikan, mentabulasikan data selanjutnya dilakukan perhitungan-
perhitungan dengan menggunakan rumus statistic berupa persentase, sebagai
berikut:
Keterangan:
P = presentase
ƒ = frekuensi jawaban
N = jumlah responden
Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaraan kooperatif Pendidikan
Agama Islam dan prestasi siswa, penulis menggunakan rumus korelasi Product
Moment Pearson. Penggunaaan rumus itu untuk mencari koefisien korelasi antara
dua variabel yakni variabel bebas (x) dan variabel terikat (y).
Adapun indikator dari kedua variabel tersebut adalah :
a. Variabel bebas (x) adalah pembelajaraan kooperatif Pendidikan Agama Islam
yang meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka,
komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok.
b. Variabel terikat (y) adalah nilai prestasi belajar siswa yang diambil dari nilai
raport siswa.
Adapun untuk mengetahui rentangan prestasi belajar siswa, penulis
berpedoman pada kriteria sendiri, yaitu:
1. Nilai 81 – 10 nilai baik sekali
2. Niai 71 – 80 nilai baik
3. Nilai 55 – 70 nilai cukup
4. Nilai 0 – 55 nilai kurang
Sedangkan koefesien korelasi untuk mengetahui kuatnya hubungan antara
variable bebas (pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam) dengan
P = ƒ x 100 %
N
N
64
variabel terikat (prestasi), yang bisa dinyatakan dengan korelasi Product Moment
Pearson.
rxy = N.∑xy-(∑x).(∑y)
√{N.∑x2
– (∑x)2}. {N.∑y
2 – (∑y)
2}
Keterangan:
rxy = angka indeks korelasi “r” product moment.
N = number of cases
∑xy = jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y
∑x = jumlah seluruh skor x
∑y = Jumlah seluruh skor y
Pada dasarnya nilai rxy dapat bervariasi dari -1 melalui 0 sampai +1 dimana :
rxy = +1 terdapat korelasi positif
rxy = 0 tidak ada korelasi
rxy = -1 terdapat korelasi negatif
Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap rxy, yaitu interprestasi menggunakan
tabel nilai “r”, yaitu :
Keterangan:
dƒ = degree of freedom
N = number of cases
nr = banyaknya variabel yang dikorelasikan1
Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan table nilai koefesien korelasi “r”
Product Moment baik pada taraf signifikan 5% ataupun pada taraf 1%, kemudian
dibuat kesimpulan apakah terdapat korelasi positif yang signifikan atau tidak.
1 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006, hlm 194-206.
dƒ = N - nr
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah
1. Sejarah Berdiri SDN Rempoa II
Lembaga pendidikan ini berdiri pada tahun 1979 dengan nama
SDN Kartika Putra II Rempoa, dengan 6 kelas, 3 toilet (1 toilet untuk guru
dan 2 toilet untuk siswa), 1 perpustakaan, 1 kantin dan jenjang
akreditasinya adalah B. Lalu pada tahun 2010 nama lembaga pendidikan
ini diubah menjadi SDN Rempoa II, dengan lokal yang sama, hanya saja
untuk kelas 6 dibagi menjadi 2 kelas, dengan kepala sekolah Poniran S.Pd.
2. Letak Geografis SDN Rempoa II
Lokasi SDN Rempoa II terletak di jalan Wijaya Kusuma I
Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Provinsi Banten, tempatnya sangat strategis karena ada jalur angkutan
umum. Luas seluruhnya adalah 890 m², meliputi luas tanah 540 m² dan
luas bangunan 350 m².
66
3. Sarana dan Prasarana SDN Rempoa II
a. Tabel 3.
Data Kondisi Ruangan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan
untuk dikemukakan tentang sarana dan prasarana yang dimiliki SDN
Rempoa II, dengan rincian sebagai berikut:
Keterangan Jumlah
Ruang
Jumlah
ruang yang
kondisinya
rusak
Jumlah
ruang yang
kondisinya
baik
Kategori kerusakan
Ruang Kelas 5 3 2
Rangka atas keropos
dan bocor
Perpustakaan 1 1 -
Bocor, sempit, dan
panas
R . Lab IPA - - - -
Ruang Lab
Komputer 1 1 -
Bocor, sempit, dan
panas
Keterangan 7 5 2 -
4. Keadaan Guru, Pegawai, dan Siswa SDN Rempoa II
a. Tabel 4.
Keadaan Guru dan Pegawai
SDN Rempoa II memiliki tenaga-tenaga pengajar dengan
kualifikasi pendidikan yang sudah berpengalaman, berdedikasi tinggi,
loyal dan mempunyai etos kerja yang tinggi, dengan rincian sebagai
berikut:
Keterangan Bagi SD
Negeri Keterangan
Guru Tetap (PNS) 9
3 laki-laki
6 perempuan
67
Guru Tidak Tetap (Guru
Bantu) 5
3 laki-laki
2 perempuan
Guru PNS Dipekerjakan
(DPK) -
-
Penjaga Sekolah 1 Perempuan
Tata Usaha 1 Laki-laki
Jumlah 16 -
Dari tabel di atas bahwa SDN Rempoa II sebagian besar terdiri
dari PNS, sehingga guru-guru di SDN Rempoa II termasuk guru-guru
yang berkualitas baik dan berpengalaman dalam mengajar.
b. Table 5.
Keadaan murid dalam 2 tahun
Tahun
Pelajaran
Rencana
Penerimaan Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI
∑
Mrd Rbl Mrd Rb
l Mrd
Rb
l Mrd
Rb
l Mrd
Rb
l Mrd
Rb
l Mrd
Rb
l
2008-2009 42 1 48 1 48 1 46 1 46 1 42 1 50 2 330
2009-2010 42 1 50 1 48 1 48 1 47 1 47 1 42 1 331
Jumlah 82 2 98 2 96 2 94 2 93 2 89 2 92 3
Murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di samping
faktor guru, tujuan dan metode pengajaran. sebagai salah satu komponen
maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen terpenting diantara
komponen yang lainnya. Tanpa adanya murid, sesungguhnya tidak akan
terjadi proses pengajaran.
68
Jumlah murid SDN Rempoa II untuk tahun 2008-2009 berjumlah
330 murid, sedangkan tahun 2009-2010 berjumlah 331 murid, dengan
perincian pada tabel di atas.
B. Deskripsi Data
Berdasarkan instrument penelitian yang telah disebarkan kepada
responden, maka dapat dikumpulkan data pembelajaran kooperatif
Pendididkan Agama Islam yang ada di SDN Rempoa II, data tersebut dapat
disajikan sebagai berikut:
Variabel X, pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam yang
meliputi 5 hal, yaitu (1) Pembelajaran kooperatif dalam saling ketergantungan
positif seperti: siswa dapat menjadi guru bagi kawannya, siswa dapat
meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya, dan
mengurangi kecemasan siswa, (2) Pembelajaran kooperatif dalam tanggung
jawan seperti: tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk
mengerjakannya, mengambil giliran dan berbagi tugas, menyelesaikan tugas
tepat waktu, dan mendorong partisipasi, (3) Pembelajaran kooperatif dalam
tatap muka seperti: siswa dapat berpartisipasi aktif, (4) Pembelajaran
kooperatif dalam komunikasi antar anggota seperti: mendengarkan dengan
aktif, siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai
perbedaan, meningkatkan motivasi dan harga dan harga diri, dan mengenal
satu sama lain, (5) Pembelajaran kooperatif dalam evaluasi proses kelompok
seperti: penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu, siswa
mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat
dan konflik, meningkatkan partisipasi belajar siswa, dan meningkatkan
prestasi belajar siswa. Deskripsi data selengkapnya disajikan dalam tabel
berikut:
69
1. Pembelajaran kooperatif terdiri dari 5 aspek, yaitu:
a. Aspek saling ketergantungan positif, hal-hal yang berkaitan dengan
saling ketergantungan positif dapat dilihat pada tabel 6, 7, 8 seperti di
bawah ini:
Tabel 6.
Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
7
10
11
2
23,3
33,3
36,7
6,7
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (56,6%) siswa dapat menjadi guru bagi
kawannya. Dan hanya 43,4% siswa yang tidak dapat menjadi guru
bagi kawannya.
Tabel 7.
Dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
11
12
7
0
36,7
40
23,3
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (76,7%) siswa dapat meningkatkan
70
kemampuan bekerja sama dengan siswa yang lainnya. Dan hanya
23,3% siswa yang tidak dapat meningkatkan kemampuan bekerja
sama dengan siswa yang lainya.
Tabel 8.
Mengurangi kecemasan siswa
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
9
4
13
4
30
13,3
43,3
13,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (43,3%) siswa dapat mengurangi kecemasan
siswa. Dan hanya 56,9% siswa yang tidak dapat mengurangi
kecemasan siswa.
b. Aspek tanggung jawab, hal-hal yang berkaitan dengan saling
keergantungan positif dapat dilihat pada table 9, 10, 11, 12, 13, 14
seperti di bawah ini:
Tabel 9.
Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
14
7
6
3
46,7
23,3
20
10
Jumlah 30 100
71
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (70%) tugas dan pertanyaan yang diberikan
memacu minat anak untuk mengerjakannya. Dan hanya 30% tugas
dan pertanyaan yang tidak memiberikan memacu minat anak untuk
mengerjakannya.
Tabel 10.
Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
11
7
11
1
36,7
23,3
36,7
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (60%) tugas dan pertanyaan yang diberikan
memacu minat anak untuk mengerjakannya. Dan hanya 40% tugas dan
pertanyaan yang tidak memberikan memacu minat anak untuk
mengerjakannya.
Tabel 11.
Mengambil giliran dan berbagi tugas
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
7
2
14
7
23,3
6,7
46,7
23,3
Jumlah 30 100
72
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (30%) siswa dapat mengambil giliran dan
tugas. Dan hanya 70% siswa tidak dapat mengambil giliran dan tugas.
Tabel 12.
Mengambil giliran dan berbagi tugas
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
7
6
13
4
23,3
20
43,4
13,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (43,3%) siswa dapat mengambil giliran dan
tugas. Dan hanya 56,7% siswa tidak dapat mengambil giliran dan
tugas.
Tabel 13.
Menyelesaikan tugas tepat waktu
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
15
6
8
1
50
20
26,7
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat menyelesaikan tugas tepat
73
waktu. Dan hanya 30% siswa tidak dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu.
Tabel 14.
Mendorong partisipasi
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
10
9
11
0
33,3
30
36,7
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (63,3%) siswa dapat mendorong partisipasi.
Dan hanya 36,7% siswa tidak dapat mendorong partisipasi.
c. Aspek tatap muka, hal-hal yang berkaitan dengan saling keergantungan
positif dapat dilihat pada table 15, 16 seperti di bawah ini:
Tabel 15.
Siswa dapat berpartisipasi aktif
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
9
10
11
0
30
33,3
36,7
0
Jumlah 30 100
74
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (63,3%) siswa dapat berpartisipasi aktif. Dan
hanya 36,7% siswa tidak dapat berpartisipasi aktif.
Tabel 16.
Siswa dapat berpartisipasi aktif
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
14
7
8
1
46,7
23,3
26,7
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat berpartisipasi aktif. Dan
hanya 30% siswa tidak dapat berpartisipasi aktif.
d. Aspek komunikasi antar anggota, hal-hal yang berkaitan dengan saling
ketergantungan positif dapat dilihat pada table 17, 18, 19, 20, 21, 22,
23, 24 seperti di bawah ini:
Tabel 17.
Mendengarkan dengan aktif
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
11
3
0
53,3
36,7
10
0
Jumlah 30 100
75
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (90%) siswa dapat mendengarkan dengan
aktif. Dan hanya 10% siswa tidak dapat mendengarkan dengan aktif.
Tabel 18.
Mendengarkan dengan aktif
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
9
5
0
53,3
30
16,7
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (83,3%) siswa dapat mendengarkan dengan
aktif. Dan hanya 16,7% siswa tidak dapat mendengarkan dengan aktif.
Tabel 19.
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
14
13
3
0
46,7
43,3
10
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (90%) siswa mempunyai kesempatan untuk
76
menghargai perbedaan. Dan hanya 10% siswa tidak mempunyai
kesempatan untuk menghargai perbedaan.
Tabel 20.
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
5
8
17
0
16,7
26,7
56,6
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (43,4%) siswa mempunyai kesempatan untuk
menghargai perbedaan. Dan hanya 56,6% siswa tidak mempunyai
kesempatan untuk menghargai perbedaan.
Tabel 21.
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
13
11
5
1
43,3
36,7
16,7
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (80%) siswa mempunyai kesempatan untuk
77
menghargai perbedaan. Dan hanya 20% siswa tidak mempunyai
kesempatan untuk menghargai perbedaan.
Tabel 22.
Meningkatkan motivasi dan harga diri
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
8
6
0
53,3
26,7
20
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (80%) siswa dapat meningkatkan motivasi
dan harga diri. Dan hanya 20% siswa tidak dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri.
Tabel 23.
Meningkatkan motivasi dan harga diri
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
10
8
8
4
33,3
26,7
26,7
13,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (60%) siswa dapat meningkatkan motivasi
dan harga diri. Dan hanya 40% siswa tidak dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri.
78
Tabel 24.
Mengenal satu sama lain
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
10
14
5
1
33,3
46,7
16,7
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (80%) siswa dapat mengenal satu sama lain.
Dan hanya 20% siswa tidak dapat mengenal satu sama lain.
e. Aspek evaluasi proses kelompok, hal-hal yang berkaitan dengan saling
keergantungan positif dapat dilihat pada table 25, 26, 27, 28, 29, 30
seperti di bawah ini:
Tabel 25.
Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
5
7
10
8
16,7
23,3
33,3
26,7
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (40%) siswa dapat penghargaan. Dan hanya
60% siswa tidak diberi penghargaan.
79
Tabel 26.
Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
5
5
14
6
16,7
16,7
46,6
20
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh
pembelajaran kooperatif (33,4%) siswa dapat penghargaan. Dan hanya
66,6% siswa tidak penghargaan.
Tabel 27.
Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi
perbedaan pendapat dan konflik
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
13
7
7
3
45
25
25
5
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat mempelajari kemampuan
bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik. Dan
hanya 30% siswa tidak dapat mempelajari kemampuan
bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik.
80
Tabel 28.
Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi
perbedaan pendapat dan konflik
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
9
8
11
2
30
26,7
36,7
6,6
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (56,7%) siswa dapat mempelajari
kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan
konflik. Dan hanya 43,3% siswa tidak dapat mempelajari kemampuan
bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik.
Tabel 29.
Meningkatkan partisipasi belajar siswa
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
11
6
13
0
36,7
20
43,3
0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (56,7%) siswa dapat meningkatkan partisipasi
81
belajar siswa. Dan hanya 43,3% siswa tidak dapat meningkatkan
partisipasi belajar siswa.
Tabel 30.
Meningkatkan prestasi belajar siswa
No. Alternatif Jawaban F %
1.
2.
3.
4.
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
14
6
9
1
46,7
20
30
3,3
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh
pembelajaran kooperatif (66,7%) siswa dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Dan hanya 33,3% siswa tidak dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Tabel 31.
Skor Angket Siswa SDN Rempoa II
variable X
No. X
1. 56
2. 87
3. 91
4. 74
5. 69
6. 67
7. 67
82
8. 81
9. 67
10. 75
11. 83
12. 74
13. 81
14. 69
15. 84
16. 84
17. 59
18. 67
19. 76
20. 73
21. 68
22. 71
23. 73
24. 57
25. 70
26. 81
27. 56
28. 78
29. 75
30. 78
Jumlah 2191
Jadi kesimpulan dari tabel-tabel di atas bahwa pembelajaran kooperatif
Pendidikan Agama Islam yang dapat dilihat dari 5 aspek di atas, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka, komunikasi antar
83
anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dapat penulis simpulkan sebagai
berikut:
a. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih sangat
kurang dalam hal: (1) mengurangi kecemasan siswa, hanya sedikit siswa
yang dapat mengatasi kecemasannya ketika belajar kelompok.
b. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih sangat
kurang dalam hal: (1) mengambil giliran dan berbagi tugas, hanya sedikit
siswa yang mau mengambil giliran dan berbagi tugas ketika belajar
kelompok.
c. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih
imbang dalam hal: (1) berpartisipasi aktif, siswa mampu berpartisipasi
aktif ketika belajar kelompok.
d. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan agama Islam masih sangat
kurang dalam hal: (1) mempunyai kesempatam untuk menghargai
perbedaan, hanya sedikit siswa yang mau menghargai perbedaan.
e. Dalam hal pembelajaran kooperatif pendidikan Agama Islam masih sangat
kurang dalam hal: (1) penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu,
hanya sedikit siswa yang mampu menerima penghargaan dalam kelas.
Tabel 32.
Skor inventori pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam
Kategori Skor Frekuensi Presentase
Tinggi 75 - 100 11 36,7
Sedang 50 - 75 19 63,3
Rendah 25 - 50 0 0
Jumlah 30 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa SDN
Rempoa II mendapat skor yang sedang sebanyak 63,3%.
84
Kemudian berdasarkan penelitian terhadap skor tertinggi yang
diperoleh subjek penelitian pada inventory pembelajaran kooperatif
Pendidikan Agama Islam yaitu 91 dan skor terendah sebanyak 56, skor
rata-rata dari 30 siswa sebanyak 73,03%.
2. Prestasi Belajar
Hasil belajar siswa yang diambil dari dari nilai rapot semester
ganjil tahun ajaran 2009/2010, dengan nilai rata-rata 73,87, nilai tertinggi
90 dan nilai terendah 60 (lihat tabel 35.) Alasan penulis mengambil dari
nilai raport karena menggambarkan nilai harian, UTS dan UAS, akan
tetapi bukan dilihat dari nilai harian, UTS dan UAS saja, melainkan dilihat
dari sikap, kerapihan, tingkah laku, dan rajin mengerjakan tugas. Jika
siswanya mempunyai semangat belajar yang tinggi dan tingkah laku yang
baik maka hasil belajarnya pun akan baik. Untuk memudahkan
perhitungan angka penulis menyajikan dalam sebuah presentase
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 33.
Nilai rata-rata raport siswa kelas VI
Variabel Y
No. Responden Nilai
1 65
2 75
3 60
4 65
5 73
6 73
7 80
8 75
85
9 73
10 80
11 80
12 80
13 73
14 65
15 65
16 80
17 70
18 85
19 90
20 85
21 80
22 75
23 70
24 75
25 75
26 70
27 71
28 63
29 75
30 70
Jumlah 2216
Rata-rata 73,87
86
Tabel 34.
Presentase prestasi siswa
Kriteria Skor Frekuensi Presentase
Baik sekali 81 – 100 3 10
Baik 71 – 80 17 56,7
Cukup 55 – 70 10 33,3
Kurang 0 – 54 0 0
Jumlah 30 100
Tampak dari tabel tersebut bahwa jumlah siswa yang mempunyai
kriteria nilai baik sekali sebanyak 10%, siswa yang mempunyai kriteria
baik sebanyak 56,7%, siswa yang mempunyai kriteria cukup sebanyak
33,3%, dan tidak ada satu pun siswa yang mempunyai kriteria nilai
kurang.
Berdasarkan tabel di atas maka dapatlah diambil kesimpulan
bahwa prestasi belajar siswa secara keseluruhan adalah baik, dengan
melihat Jumlah yang paling banyak pada kriteria baik.
C. Analisis Data
Data tentang pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam
dengan Prestasi Belajar dianalisis dengan menggunakan korelasi product
moment disajikan sebagai berikut :
87
Tabel 35.
Perhitungan untuk memperoleh angka indeks korelasi antara
variabel X dan variabel Y
No. X X2
Y Y2
XY
1. 56 3136 65 4225 3640
2. 87 7569 75 5625 6525
3. 91 8281 60 3600 5460
4. 74 5476 65 4225 4810
5. 69 4761 73 5329 5037
6. 67 4489 73 5329 4891
7. 67 4489 80 6400 5326
8. 81 6561 75 5625 6075
9. 67 4489 73 5329 5037
10. 75 5625 80 6400 6000
11. 83 6889 80 6400 6640
12. 74 5476 80 6400 5920
13. 81 6561 73 5329 5913
14. 69 4761 65 4225 4485
15. 84 7056 65 4225 5460
16. 84 7056 80 6400 6720
17. 59 3481 70 4900 4130
18. 67 4489 85 7225 5695
19. 76 5776 90 8100 7110
20. 73 5329 85 7225 6202
21. 68 4624 80 6400 5200
22. 71 5041 75 5625 5325
23. 73 5329 70 4900 5110
24. 57 3249 75 5625 4275
88
25. 70 4900 75 5625 5250
26. 81 6561 70 4900 5670
27. 56 3136 71 5041 3976
28. 78 6084 63 3969 4941
29. 75 5625 75 5625 5625
30. 78 6084 70 4900 5460
Jumlah 2191 162284 2216 165026 171918
Dari tabel dapat diperoleh:
∑x = 2191 ∑x2 = 162284 ∑xy = 171918
∑y = 2216 ∑y2 = 165026 N = 30
Selanjutnya hasil dari penelitian di atas akan diuji keabsahannya
dengan menggunakan rumus product moment untuk mengetahui tingkat
korelasi variabel, yaitu :
rxy = N. ∑xy – (∑x).(∑y)
√ {N.∑x2 – (∑x)
2}.{N.∑y
2 – (∑y)
2}
= 30 x 171918 – 2191 x 2216
√ {30 x 162284 – (2191)2} x {30 x 165026 – (2216)
2}
= 5157540 – 4855256
√{4868520 – 4800481} x {4950750 – 4910656}
= 302284 = 302284
√ {68039} x {40094} √2727955666
= 302284 = 0,578757332 = 0,579 (dibulatkan)
522298,3502
89
D. Interprestasi Data
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan perhitungan
pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi belajar di
SDN Rempoa II memperoleh hasil rxy sebesar 0,579 yang berkisar antara 0,40
- 0,70 ini menunjukkan bahwa antara variabel X dan variabel Y berada pada
tingkat kontribusi yang sedang atau cukup, karena indeks korelasi product
moment rxy 0,579. Jadi antara kedua variabel memang terdapat korelasi, akan
tetapi korelasi itu sedang atau cukup.
Untuk menguji kedua hipotesis di atas dibuktikan dengan
membandingkan (r) yang diperoleh melalui perhitungan atau “r” product
moment dengan “r” tabel terlebih dahulu melihat derajat bebasnya (db) atau
degree of freedom (df) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
dƒ = degree of freedom
N = number of cases
nr = banyaknya variabel yang dikorelasikan
Mencari dƒ atau db dengan rumus dƒ = N – nr, maka sampel
penelitiannya, (N) = 30 dan variabel yang dikorelasikan ada 2, maka:
dƒ = N – nr
= 30 – 2
= 28
dƒ = N - nr
90
Dengan dƒ sebesar 28, maka diperoleh r tabel (rt) pada taraf signifikan
5% dan taraf signifikan 1% diperoleh hasil sebagai berikut:
rt : pada taraf signifikan 5% = 0,361
rt : pada taraf signifikan 1% = 0,463
Jadi ro > rt 5% = 0,58 > 0,361 dan ro > rt 1% = 0,58 > 0,463 karena
ro lebih besar daripada rt (baik pada taraf signifikan 5% maupun pada taraf
signifikan 1%), maka hipotesis alternative diterima, sedangkan hipotesis nihil
ditolak.
Dengan demikian bahwa, korelasi positif antara pembelajaran
kooperatif Pendidikan agama Islam dengan prestasi belajar siswa di sini
merupakan korelasi positif yang meyakinkan.
90
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan keseluruhan skripsi ini, penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif PAI termasuk pada kategori sedang dengan
frekuensi responden sebanyak 21 siswa.
2. Preastasi belajar PAI siswa pada umumnya baik sebanyak 17 orang siswa.
3. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara pembelajaran kooperatif
PAI dengan prestasi belajar PAI siswa dengan indeks korelasi sebbesar
0,579 yang termasuk pada korelasi yang sedang atau cukup.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, terdapat
beberapa saran
yang bisa penulis kemukakan menyangkut hubungan pembelajaran kooperatif
Pendidikan Agama Islam dengan prestasi belajar siswa SDN Rempoa II,
yaitu:
91
Untuk Guru Pendidikan Agama Islam:
- Untuk guru pengajar Pendidikan Agama Islam, hendaknya lebih aktif
dalam mengajarkan materi yang diberikan agar anak-anak bisa lebih
memahami materi yang diajarkan dan juga harus menciptakan
komunikasi multi arah dalam proses pembelajaran.
Untuk Siswa SDN Rempoa II:
- Siswa diharapkan terus belajar untuk meningkatkan prestasi.
- Siswa harus lebih aktif mencari informasi sendiri melalui
perpustakaan,internet,dan media informasi lainnya.
- Siswa juga harus lebih membiasakan diri untuk mengemukakan
pendapat dan bertanya terutama daalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani,
1955, cet ke1.
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet ke 2,
1997.
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta:
Gema Insani Press, cet ke 2, 1996.
Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004,
cet-ke 2.
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta : Pedoman
Ilmu Jaya, 1993, cet-ke 1.
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet-ke 1.
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet-ke 2.
Amier Dien Inderakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang.
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UHAMKA Press,
2003, cet-ke 4.
Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang
Kelas, Jakarta: Grasindo, 2002.
Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment,
Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin
Pelangi Pendidikan, vol 3, No. 2, 2000.
DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004.
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT raja Grafindo, 1995, cet-
ke 2.
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1994.
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996,
cet ke 2.
H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta: Karunika UT, 1987, cet,
ke-1.
H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional , 1983.
Ibrahim Muslim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Program Pasca Sarjana UNESA: University Press, 2001.
Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet ke 2, 1996.
Khoirul Anam, Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi
Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi, vol. 3, No. 2, 2000.
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipata, 1997), Cet-ke 1.
Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung:
Nusamedia, 2006.
M. Sobry Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007,
cet-ke 2.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002, cet-ke 7.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005, cet-ke7.
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988.
Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi
UNPAD, 1989.
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007, cet-ke 4.
Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasino, 2004.
Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa
Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta:
FMIPA UNJ, 2004.
Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa
SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, no. 045, tahun ke-9, November
2005.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. Ke-1.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008.
Shymansky, 1992; Watts dan Pope, 1989
Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja
dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet-ke 6.
Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta,
2003, cet-ke4.
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet-ke 1.
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; Rake Press, 1975, cet, ke-2.
Supratama, Meningkatkan Motivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi
Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, No. 1,
2001.
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT
Bina Aksara, 1997.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2005, cet-ke 1.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta:
Sinar Grafika, 2008, cet-ke 1.
Lampiran 1
BERITA WAWANCARA
Waktu : Rabu,
Interview : Ibu Hj. Tjatja
Jabatan : Guru Bidang Studi Pendidikan Agama Islam
Pertanyaan:
1. Bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
2. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dalam Pendidikan Agama Islam ?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif atau kelompok ?
4. Bagaimana efektifitas pembelajaran kooperatif ?
5. Bagaiaman hasil belajar dari pembelajaran kooperatif ?
Hasil Wawancara:
1. Sikap anak-anak ketika belajar agama sangat antusias atau bersemangat karena materi
yang diajarkan merupakan kegiatan sehari-hari. Jadi, dengan mudah mereka memahami
materi tersebut.
2. Penerapannya adalah dengan cara disosialisasikan, dengan cara ini mereka menjadi
semangat ketika materi yang dijarkan dilakukan dengan cara praktek, seperi materi
berwudhu, solat, yang bisa dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas.
3. Respon anak-anak menerima materi ini dengan baik dan bersemangat, setiap materi yang
diajrakan mereka langsung menilai dengan sikap.
4. Dengan adanya metode pembelajaran kooperatif ini anak-anak menjadi aktif ketika
belajar, anak-anak bisa memahami materi yang diajarkan, dengan begitu jiwa sosial
mereka bisa tumbuh disaat materi yang kurang jelas mereka langsung menanyakan
kepada guru.
5. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif ini, hasil pembelajaran mereka semakin
membaik, anak-anak juga lebih peka terhadap apa yang diajarkan.
ANGKET UNTUK SISWA
SDN REMPOA II, CIPUTAT
Nama Siswa :
Kelas :
Alamat :
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET:
A. Bacalah dengan teliti sebelum menjawab pernyataan di bawah ini.
B. Jawaban yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap nilai anda dan hanya
untuk keperluan penulisan skripsi.
C. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban (a, b, c, dan d) yang anda anggap
sesuai dengan kenyataan yang ada.
1. Jika ada teman yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan dalam diskusi
kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, saya berusaha menjelaskan dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh teman-teman.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
2. Dengan berdiskusi di kelas, saya dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama
dengan teman-teman di kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
3. Dengan melakukan belajar kelompok secara tepat dapat mengurangi kecemasan saya ketika
belajar di kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
4. Setiap tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan guru membuat saya
bersemangat mengerjakannya.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
5. Setelah menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam, guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang membuat saya bersemangat menjawabnya.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
6. Saya mengambil giliran bertugas sebagai ketua kelompok dalam diskusi mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
7. Saya membagi tugas diskusi kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada teman-
teman kelompok yang diberikan oleh guru.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
8. Saya menyelesaikan tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru
dengan tepat waktu.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
9. Saya berusaha sendiri menyelesaikan tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diberikan oleh guru karena dapat mendorong semangat belajar saya di kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
10. Melalui pembelajaran di kelas saya dapat berperan serta secara aktif.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
11. Dengan belajar kelompok saya dapat berperan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
12. Saya mendengarkan perintah dari guru bila ada tugas di kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
13. Setiap guru menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, saya mendengarkan
dengan baik.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
14. Saya berdiskusi dengan teman-teman yang berbeda suku ataupun agama dalam belajar di
kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
15. Dalam diskusi kelompok, saya berkesempatan lebih banyak untuk dapat berbagi pengalaman
dengan teman-teman.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
16. Saya menyimak atau memperhatikan pembicaraan teman dalam diskusi meskipun berbeda
pendapat.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
17. Dengan belajar yang giat dan saling bekerja sama dapat meningkatkan semangat belajar saya
dan teman-teman dalam kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
18. Dengan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan teman-teman, dapat meningkatkan harga
diri saya.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
19. Dengan saling berdiskusi dalam kelas, saya dapat saling mengenal satu sama lain.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
20. Saya mendapat nilai tambahan bila menjawab pertanyaan dari guru Pendidikan Agama Islam.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
21. Saya mendapat pujian bila menjawab pertanyaan dari guru Pendidikan Agama Islam.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
22. Setiap terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi kelompok mata pelajaran pendidikan Agama
Islam, saya dan teman-teman bermusyawarah untuk mencari cara penyelesaiannya.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
23. Perbedaan pendapat sering terjadi dalam diskusi mata pelajaran pendidikan Agama Islam,
maka saya dan teman-teman bermusyawarah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
24. Alat bantu yang digunakan guru dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,
dapat meningkatkan semangat belajar saya dalam kelas.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
25. Saya berusaha aktif dalam diskusi kelompok karena guru Pendidikan Agama Islam
memberikan penilaian.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak Pernah
WAWANCARA UNTUK GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SDN REMPOA II, CIPUTAT
1. Bagaimana sikap siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam?
2. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam?
3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam?
4. Bagaimana efektifitas pembelajaran kooperatif terhadap siswa dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam?
5. Bagaimana hasil belajar siswa dari pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam?
SKOR ANGKET SISWA SDN REMPOA II
Variabel X
No.
Res
Pernyataan ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1. 2 2 1 4 4 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 4 1 3 1 2 4 2 2 4 56
2. 4 3 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 2 2 4 4 87
3. 3 3 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 91
4. 1 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 3 4 3 2 4 4 4 2 2 2 4 2 2 3 78
5. 2 2 2 4 4 2 1 2 4 2 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 2 4 2 75
6. 2 4 2 1 3 2 2 4 4 3 4 4 3 3 2 3 4 1 4 4 2 1 2 3 2 69
7. 3 3 1 3 2 4 3 4 2 3 4 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 4 2 2 67
8. 3 3 2 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 67
9. 3 3 3 4 3 4 2 4 2 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 2 2 3 4 81
10. 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2 2 2 2 3 67
11. 4 3 2 4 2 1 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 3 2 2 2 3 4 2 75
12. 4 4 3 4 4 3 2 3 2 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 1 1 3 4 4 4 83
13. 1 4 1 2 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 1 4 2 1 2 4 74
14. 4 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 69
15. 2 2 4 3 2 1 4 4 4 2 4 4 4 3 3 2 4 3 4 3 4 4 3 4 4 81
16. 2 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 2 4 2 2 4 84
17. 2 2 2 3 3 2 4 4 2 2 3 3 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 3 4 4 75
18. 4 4 3 4 2 3 4 2 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 1 1 3 4 4 4 84
19. 4 4 4 2 1 1 2 4 2 2 2 4 2 3 2 3 3 1 2 1 1 2 2 2 1 56
20. 2 4 4 1 4 1 1 2 2 4 2 4 4 3 2 4 4 1 1 2 1 4 4 2 4 67
21. 2 4 2 4 4 2 2 4 4 3 4 4 4 4 2 3 2 2 3 1 2 1 4 4 4 75
22. 4 3 2 4 2 1 2 2 2 2 2 4 4 4 3 4 4 2 4 2 1 4 3 4 4 73
23. 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 3 3 2 2 2 68
24. 2 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 4 4 2 4 2 4 4 4 1 2 4 4 2 2 71
25. 3 4 4 3 2 1 2 3 3 2 3 4 4 3 2 4 2 3 3 2 2 4 3 3 4 73
26. 3 4 4 1 2 4 2 4 3 3 2 3 3 4 2 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 78
27. 2 2 2 4 2 2 2 2 3 2 1 3 3 4 2 3 2 2 3 2 2 1 1 2 2 57
28. 3 3 4 2 2 4 3 4 2 3 4 2 2 3 2 4 2 2 3 3 2 3 4 3 3 72
29 3 3 3 4 4 2 2 4 4 3 2 3 3 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 3 2 81
30. 3 3 4 3 2 2 3 3 2 4 3 4 2 4 4 4 3 4 3 2 2 3 3 2 2 74
31. 3 2 2 2 2 1 1 4 2 3 2 3 2 2 2 4 2 2 2 1 1 3 3 2 3 56
Jumlah 2264
Kisi-kisi Instrumen Angket
Variabel Pembelajaran Kooperatif
Dimensi Indikator No.
Item
∑
Item
1. Saling
ketergantun
gan positif
2. Tanggung
jawab
3. Komunikasi
antar
anggota
4. Evaluasi
proses
1. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya.
2. Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama
dengan siswa yang lainnya.
3. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mengurangi
kecemasan siswa untuk meraih nilai yang bagus.
1. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak
untuk mengerjkan tugas yang diberikan oleh guru.
2. Siswa dapat mengambil giliran dan berbagi tugas dalam
diskusi belajar dalam kelas.
3. Siswa dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
4. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mendorong partisipasi
siswa dalam kelas.
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif.
2. Siswa dapat mendengarkan dengan aktif apa yang disampaikan
oleh guru dalam belajar..
3. Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai
perbedaan.
4. siswa dapat meningkatkan motivasi, dan harga diri ketika
berdiskusi dalam kelas.
5. Siswa dapat mengenal satu sama lain dalam berdiskusi di
dalam kelas ketika belajar.
1. Guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap individu
yang bisa menjawab pertanyaan.
1
2
3
4,5
6,7
8
9
10,11
12,13
14,15
,16
17,18
19
20,21
1
1
1
2
2
1
1
2
2
3
2
1
2
kelompok
5. Prestasi
belajar
2. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi
perbedaan pendapat dan konflik.
3. Siswa dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam
kelas.
4. Dengan adanya bimbingan belajar di sekolah dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam kelas.
1. Nilai raport semester ganjil 2009/2010 kelas V
22,23
24
25
2
1
1
UJI REFERENSI SKRIPSI
No. Nama Pengarang BAB Footnote Hal
Dosen
Pembimbing
I
Dosen
Pembimbing
II
1. Perdy Karuru, Penerapan
Pendekatan Keterampilan
Proses dalam Setting
Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD untuk
Meningkatkan Belajar IPA
Siswa SLTP, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan,
No. 045 Tahun ke-9, 2005.
I 1 2
2. UU Sistem Pendidikan
Nasional (UU RI No. 20
Tahun 2003), Jakarta: Sinar
Grafika, 2008, cet. ke-1.
I 2 2
3. Drs. Hasbullah, Kapita
Selekta Pendidikan Islam,
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996.
I 3 2
4. DepDikNas, Standar
Kompetensi Mata Pelajaran
Sains SMP dan Mts, Jakarta,
2004.
I 4 5
5. Perdy Karuru… I 5 5
6. M. Dalyono, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Rieneka
Cipta, 1997, cet. ke-1. I 6 7
7. Nurul Astutik, Pengaruh
Model Evaluasi Terhadap
Hasil Belajar Kimia Siswa
Melalui Pendekatan
Cooperatif Learning dengan
Tehnik Jigsaw, Jakarta:
FMIPA UNJ, 2004.
I 7 7
8. Melvin L. Siberman, Active
Learning 101 Cara Belajar
Siswa Aktif, Bandung:
Nusamedia, 2006.
I 8 7
9. Khoirul Anam, Implementasi
Cooperatif Learning dalam
Pembelajaran Geografi
Adaptasi Model Jigsaw dan
Field Study, Buletin Pelangi,
II 1 12
UJI REFERENSI SKRIPSI
vol 3, no. 2, 2000.
10. Supratama, Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa dalam
Mata Pelajaran Geografi
Melalui Pendekatan
Cooperatif Learning, Buletin
Pendidikan, vol 4, no. 1,
2001.
II 2 13
11. Nurhadi, Kurikulum 2004
Pertanyaan dan Jawaban,
Jakarta: PT. Grasindo, 2001. II 3 13
12. Asmarawaty, Penerapan
Pendekatan Kooperatif dan
Science, Envirotment,
Technology, Society (SETS)
dalam Pengajaran Konsep
Persilangan, Buletin Pelangi
Pendidikan, vol 3, no. 2,
2000.
II 4 14
13. Nurul Astutik… II 5 14
14. Khoirul Anam… II 6 15
15. Anieta Lie, Cooperative
Learning, Mempraktekkan
Cooperative Learning di
Ruang Kelas, Jakarta :
Grasindo, 2002.
II 7 15
16. Nurhadi … II 8 16
17. Asmarawaty … II 9 16
18. Ibrahim Muslim,
Pembelajaran kooperatif,
Pusat Sains dan Matematika
Sekolah Program Pasca
Sarjana, UNESA : University
Press, 2001.
II 10 17
19. Perdy Karuru … II 11 17
20. Drs. Amier Dien
Indrakusuma, Pengantar Ilmu
Pendidikan, Malang. II 12 23
21. Hery Noer Ali, Ilmu
Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu, 1994.
II 13 25
22. H.M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada,
II 14 25
UJI REFERENSI SKRIPSI
1996, cet 2.
23. Jalaludin, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, cet 2, 1996 II 15 25
24. Abdullah Nashih Ulwan,
Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Pustaka Setia
Armani, 1995, cet 1.
II 16 27
25. H.M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta:
Bina Aksara, 1987.
II 17 17
26. Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
1994, cet 1.
II 18 28
27. Abdurrahman An-Nahlawi,
Pendidikan di Sekolah,
Rumah, dan Masyarakat,
Jakarta: Gema Insan Press,
cet 2, 1996
II 19 28
28. Ramayulis … II 20 29
29. Abdul Wahab Khallaf,
Kaidah-Kaidah Hukum Islam,
Jakarta: Rajawali, cet 2, 1997. II 21 29
30. Dra, H. Zuhairini, Metodik
Khusus Pendidikan Agama,
Surabaya: Usaha Nasional,
1983.
II 22 43
31. DepDikNas … II 23 44
32. Sumardi Suryabrata,
Psikologi Pendidikan,
Yogyakarta: Rake Press,
1975, cet 2.
II 24 44
33. Nana Sudjana, Dasar-Dasar
Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru, 1988. II 25 45
34. Nana Sudjana, Teori Belajar
untuk Pengajaran, Bandung:
Fakultas Ekonomi UNPAD,
1989.
II 25 45
35. Sutratinah Tirtonegoro, Anak
Supernormal dan Program
Pendidikannya, Jakarta: PT.
Bina Aksara, 1997.
II 27 45
36. H.Y. Waluyo, Penelitian
Pencapaian Hasil Belajar, II 28 46
UJI REFERENSI SKRIPSI
Jakarta: Karunika UT, 1987,
cet 1.
37. Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, cet 1. II 29 48
38. Hasbullah Thabarany,
Rahasia Sukses Belajar,
Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1995, cet 2.
II 30 48
39. Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan
Pendekatan baru, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya,
2002, cet 7.
II 31 48
40. Tohirin,Psikologi
Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005,
cet 1.
II 32 48
41. Muhibbin Syah .. II 33 49
42. Slameto, Belajar dan Faktor
yang Mempengaruhinya,
Jakarta: PT. Rieneka Cipta,
2003, cet 4.
II 34 49
43. Aminnudin Rasyad, Teori
Belajar dan Pembelajar,
Jakarta: UHAMKA Press,
2003, cet 4.
II 35
50
44. Alisuf Sabri, Pengantar
Psikologi Umum dan
Perkembangan, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet
1.
II 36 50
45. Sardiman, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008.
II 37 50
46. Abu Ahmad dan Widodo
Supriyono, Psikologi Belajar,
Jakarta: Rieneka Cipta, 2004,
cet 2.
II 38 51
47. Singgih P. Gunarsa dan Ny.
Y. Singgih P. Gunarsa,
Psikologi Praktis: Anak
Remaja dan Keluarga,
II 39 52
UJI REFERENSI SKRIPSI
u’ cyng ubbun
Jakarta: Gunung Mulia, 2001,
cet 6.
48. Alisuf Sabri… II 40 51
49. M. Sobri Sutikno, Sukses
Belajar dan Mendidik Anak,
Mataram: NTP. Press, 2007,
cet 2.
II 41 51
50. Nana Syaodih Sukmadinata,
Landasan Psikologi Proses
Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007 cet
4.
II 42 53
51. Slameto… II 43 54
52. Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan Berdasarkan
Kurikulum Nasional, Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet
2.
II 44 55
53. S. Nasution, Didaktik, Asas-
Asas Mengajar, Jakarta: Bumi
Aksara, 1995, cet 1 II 45 55
54. Moh.Uzer Usman, Menjadi
Guru Profesional, Bandung:
PT. Remaja Rosda
Karya,2005 cet 7.
II 46 55