54
1 B A B I P E N D A H U L U A N Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor pendukung didalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, sehingga dalam perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana dapat kita baca pada penjelasan Pasal 67 ( 2 ) UU No: 23 tahun 1992 tentang kesehatan . Sistem Informasi kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2010. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini disusun agar dapat menjadi salah satu sarana untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka mencapai Kalimantan Barat Sehat 2010. Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penyajian dan penyebar luasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi. Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini kami menggunakan berbagai sumber data antara lain Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Data dari berbagai sektor/ Instansi terkait, data dari berbagai bidang di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai perubahan maupun perbaikan pada program pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk memenuhi kebutuhan berbagai data dan informasi guna menunjang manajemen program kesehatan pada semua tingkat administrasi. Untuk itu segala upaya dan perbaikan terhadap isi buku profil ini telah kami coba laksanakan baik terhadap kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal menganalisa data-data yang ada. Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini mengalami keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya dimana

Profil Kesehatan 2009

  • Upload
    robby

  • View
    348

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Profil Kesehatan 2009

1

B A B I

P E N D A H U L U A N

Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan

di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai data & informasi di

bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan menjadi faktor

pendukung didalam sistem manajemen pembangunan kesehatan, sehingga dalam

perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan menjadi berdaya

guna dan berhasil guna sebagaimana dapat kita baca pada penjelasan Pasal 67 ( 2 )

UU No: 23 tahun 1992 tentang kesehatan .

Sistem Informasi kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan

secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem kesehatan yang diarahkan

pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2010. Artinya, Profil Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini disusun agar dapat menjadi salah satu

sarana untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan

Barat dalam rangka mencapai Kalimantan Barat Sehat 2010.

Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem

manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan, pengolahan,

analisis, penyajian dan penyebar luasan informasi. Untuk fungsi manajemen dan

pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan data/informasi.

Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini

kami menggunakan berbagai sumber data antara lain

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009.

Data dari berbagai sektor/ Instansi terkait, data dari berbagai bidang di

lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat kami

sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini

dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil Kesehatan ini

diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai perubahan maupun

perbaikan pada program pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat khususnya

sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk memenuhi kebutuhan berbagai data dan

informasi guna menunjang manajemen program kesehatan pada semua tingkat

administrasi. Untuk itu segala upaya dan perbaikan terhadap isi buku profil ini telah

kami coba laksanakan baik terhadap kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal

menganalisa data-data yang ada.

Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini

mengalami keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya dimana

Page 2: Profil Kesehatan 2009

2

bulan Juli sudah harus tersusun, hal ini disebabkan karena adanya keterlambatan

laporan data profil dari Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota.

Guna memberikan gambaran yang lebih baik tentang situasi kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat maka buku Profil Kesehatan ini kami susun dengan sistimatika

sebagai berikut :

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Gambaran umum Provinsi

Bab III : Pembangunan Kesehatan Daerah

Bab IV : Pencapaian Pembangunan Kesehatan

Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab VI : Penutup

Lampiran tabel-tabel

Page 3: Profil Kesehatan 2009

3

BAB II

GAMBARAN UMUM PROVINSI

2.1. Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di

antara garis 2° 08' LU serta 3

° 05' LS serta di antara 108° 0' BT dan 114° 10' BT pada

peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan

Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0° ) tepatnya di atas Kota

Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah satu

daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi.

Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat termasuk

salah satu Provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu

dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka

daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang

secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara

asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalimantan Barat dan Sarawak telah terbuka

jalan darat antar negara Pontianak – Entikong – Kuching (Sarawak, Malaysia)

sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam

perjalanan.

Batas-batas wilayah selengkapnya bagi daerah Provinsi Kalimantan Barat

adalah :

Utara : Sarawak (Negara Malaysia)

Selatan : Laut Jawa & Provinsi Kalimantan Tengah

Timur : Provinsi Kalimantan Timur

Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang

langsung berhadapan dengan negara jiran yaitu; Sambas, Sanggau, Sintang dan Kapuas

Hulu, yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.

2.2. Luas Wilayah

Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah merupakan daratan

berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia

atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan

sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur.

Dilihat dari besarnya wilayah, maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi

terbesar keempat setelah pertama Irian Jaya (421.891 km2 ), kedua Kalimantan Timur

(202.440 km2 ) dan ketiga Kalimantan Tengah (152.600 km

2).

Dilihat dari luas menurut Kabupaten/Kota, maka yang terbesar adalah

Kabupaten Ketapang (31.588 km2 atau 21,52 persen) kemudian diikuti Kapuas Hulu

Page 4: Profil Kesehatan 2009

4

(29.842 km2 atau 20.33 persen), dan Kabupaten Sintang (21.635 km atau 14,74

persen), sedangkan sisanya tersebar pada 11 (sebelas) kabupaten/kota lainnya.

2.3. Topografi

Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan

mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang menghampar

dari Barat ke Timur sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut Natuna/Selat Karimata.

Sebagian daerah daratan ini berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove.

Wilayah daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu, Pegunungan

Kalingkang/Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di

Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah.

Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat

terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5

juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah

OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29

persen yang terhampar di seluruh Kabupaten/Kota, namun sebagian besar terdapat di

kabupaten daerah pantai.

2.3.I k l i m

Faktor yang merupakan ciri umum bagi suatu daerah dataran rendah di daerah

tropis adalah suhu udara yang relatif panas atau tinggi, sedangkan khusus daerah

Kalimantan Barat suhu yang tinggi ini diikuti pula dengan kelembaban udara yang

tinggi. Berdasarkan catatan empiris dari Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak yang

meliputi Stasiun Meteorologi (SM) Supadio, SM Ketapang, SM Paloh, SM Susilo

Sintang, SM Nangapinoh dan Stasiun Klimatologi Siantan, umumnya suhu udara di

daerah Kalbar cukup normal namun bervariasi, yaitu rata-rata sekitar 260C sampai

dengan 270C.

Selama tahun 2009, temperatur udara di Kalimantan Barat maksimum

mencapai 33,20C. yang terjadi di stasiun meteorology Pangsuma Putussibau pada

Bulan Mei 2009. Sedangkan temperatur minimum tercatat 21,90C yang terjadi di

stasiun meteorology Sintang pada Bulan Maret 2009.

Pada umumnya, kecepatan angin di Kalimantan Barat dari beberapa stasiun

meteorologi, sepanjang bulan di tahun 2009, secara rata-rata berkisar antara 02 s/d 06

knot/jam sedangkan maksimum tercatat sebesar 30 knot/jam terjadi di stasiun

metereologi Bandara Supadio pada Bulan Desember 2009.

Pada tahun 2009, rata-rata curah hujan bulanan tertinggi yang terjadi di Stasiun

Metereologi Paloh adalah pada Bulan Desember mencapai 708 mm, terendah pada

Bulan Februari 2009 hanya mencapai 38,4 mm. Sedangkan hasil pemantauan di

Stasiun Meteorologi Paloh ternyata jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada Bulan

Page 5: Profil Kesehatan 2009

5

Desember sebanyak 27 hari dan terendah terjadi pada Bulan Mei yang tercatat

sebanyak 11 hari.

Hasil Pemantauan di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak menggambarkan

bahwa curah Hujan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober 2009, yang mencapai 565,2

mm, sedangkan yang terendah tercatat 101,8 mm yang terjadi pada Bulan Juni 2009.

Demikian juga halnya,dengan beberapa statsiun meteorology lainnya seperti,

Siantan, Bandara Susilo Sintang dan Nanga Pinoh dan Putussibau masing-masing

curah hujan tertinggi mencapai 576,6 mm, 453,9 mm dan 638,6 mm dan 572,4 mm.

Angka terendah masing-masing 38,4 mm, 100,4 mm, 142,8 mm serta 232,1 mm.

2.5. Wilayah Administratif dan Pemerintahan.

Pada tahun 2009 berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi

Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yaitu dua belas

kabupaten dan dua kota. Empat belas Kabupaten/kota ini terbagi dalam 173 kecamatan

dengan 1.868 desa/kelurahan. Rincian jumlah kecamatan dan Desa/Kelurahan dapat

terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel : 2.1.

Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 6: Profil Kesehatan 2009

6

2.6. Kependudukan

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009 diperkirakan berjumlah

sekitar 4,319.142 juta jiwa (angka proyeksi BPS), dimana sekitar 2,137.588 juta jiwa

berjenis kelamin laki-laki dan 2,181.554 juta jiwa adalah perempuan. Luas wilayah

Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2 atau lebih besar dari Pulau Jawa,

maka kepadatan penduduk Kalimantan Barat sekitar 29 Jiwa per kilometer persegi.

Tabel : 2.2

Penduduk Menurut Daerah Dan Kepadatan Per Kabupaten/Kota

Tahun 2009

Sumber : BPS

Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak merata antar wilayah

kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun antar wilayah kawasan pantai

bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan. Seperti daerah pesisir yang mencakup

Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten

Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota

Singkawang yang dihuni oleh hampir 50 persen dari total penduduk Kalimantan Barat

dengan kepadatan mencapai 37 jiwa per Km2. Sebaliknya enam kabupaten lain

(bukan pantai) secara rata-rata tingkat kepadatan penduduknya relatif lebih jarang.

Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas wilayah 29.842 km2

atau sekitar 20,33 persen dari

luas wilayah Kalimantan Barat hanya dihuni rata-rata 7 (tujuh) jiwa per kilometer

persegi, sedangkan Kota Pontianak yang luasnya hanya 0,07% (107,80 km2)

dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya, dihuni oleh rata-rata sekitar 4.888 jiwa

per Km2.

Page 7: Profil Kesehatan 2009

7

Komposisi penduduk Kalimantan Barat, dari 4.319.142 jiwa penduduk, 50,51%

atau 2.131.193 jiwa adalah laki-laki dan 49,49% atau 2.137.588 jiwa adalah

perempuan. Berarti rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk adalah sebesar 102.06

artinya dalam setiap 202 penduduk terdapat 100 penduduk perempuan dan 102

penduduk laki-laki.

Gambar : 2.1

Piramida Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

300,000 200,000 100,000 0 100,000 200,000 300,000

< 1

5 - 9

15 - 19

25 - 29

35 - 39

45 - 49

55 - 59

65 - 69

75+

Sumber : BPS

Page 8: Profil Kesehatan 2009

8

B A B III

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

3.1. Visi

Visi merupakan cara pandang jauh kedepan tentang kemana Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat akan diarahkan dan apa yang akan dicapai.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan,

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus mengembangkan

peluang dan inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan senantiasa mengupayakan

perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan yang

terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas

kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcomes).

Untuk memenuhi harapan diatas, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat adalah :

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat Sehat

2013

3.1.1. Penjelasan Makna

Didalam pernyataan Visi tersebut, terdapat kata–kata kunci sebagai berikut :

Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 yang diharapkan adalah masyarakat

yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mecegah risiko

penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi aktif dalam gerakan

kesehatan masyarakat, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sehat dalam hal ini mengandung arti dalam perspektif luas, tidak sebatas pada kondisi

fisikal yang prima, melainkan juga sehat rohani, mental, intelektual dan sosial.

Page 9: Profil Kesehatan 2009

9

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalbar mengandung makna bahwa

masyarakat Kalbar mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kesehatannya dimana

setiap penduduknya mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya

dengan pembiayaan secara mandiri.

Kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga tidak terlepas dengan keluarga,

yang merupakan unit terkecil dari masyarakat. Di dalam sistem pelayanan kesehatan

masyarakat, keluarga merupakan sumber informasi dalam perawatan di rumah dan

pengobatan sendiri. Diharapkan dalam keluarga menunjukkan kemandiriannya dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada anggota keluarganya dan mampu menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu.

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat,

pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh pemerintah, tanpa

kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka,

hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat dan kemampuan masyarakat

untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat

menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya

kesehatan pokok adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3.2. Misi

Pernyataan Misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan

organisasi tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat

penting untuk mengarahkan kegiatan Dinas Kesehatan untuk lebih eksis dan dapat

mengikuti efek global otonomi daerah.

Misi ditetapkan untuk mengarahkan operasionalisasi Dinas Kesehatan sehingga

terus eksis dan mengikuti perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi, yang harus

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misi yang ditetapkan diharapkan seluruh

pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan pihak-pihak yang

Page 10: Profil Kesehatan 2009

10

berkepentingan (stakeholders) mengetahui peran dan program-program serta hasil yang

akan diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dimasa mendatang.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya, telah

mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan pelanggan dan

stakeholders, serta permasalahan yang akan dihadapi/ditangani sehubungan dengan

perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Karena itu, misi

yang telah ditetapkan memungkinkan untuk dilakukan perubahan dan penyesuaian

sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang signifikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan dengan memperhatikan

tugas pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :

1. Mewujudkan Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang

professional.

2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri Di

Bidang Kesehatan serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan

3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan

Perbekalan Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta

Meningkatnya Upaya Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

4. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang Oleh

Perilaku Hidup Bersih Sehat

5. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan

3.3. Tujuan dan Sasaran

3.3.1. Tujuan

Tujuan merupakan target kualitatif organisasi, sehingga pencapaian target ini

dapat merupakan ukuran kinerja faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi.

Tujuan sifatnya lebih konkrit daripada misi dan mengarah pada suatu titik terang

pencapaian hasil. Dengan adanya pernyataan tujuan, maka akan jelas bagi

organisasi mengenai arah yang akan dituju dalam rangka mempertahankan

eksistensi dimasa datang.

Page 11: Profil Kesehatan 2009

11

Untuk menetapkan tujuan, diperlukan suatu alat bantu berupa metode atau

analisis yang dapat memberikan suatu rujukan teoritis dalam menggambarkan

situasi dan kondisi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Dari

pencermatan lingkungan intern dan ekstern ini akan diperoleh strategi yang akan

menentukan faktor-faktor kunci keberhasilan guna memberikan rambu-rambu

dalam menetapkan tujuan.

Agar dapat mengukur pencapaian tujuan pada suatu periode tertentu diperlukan

adanya indikator kinerja tujuan, yang pada hakekatnya merupakan benefit atau

impacts dari suatu kegiatan. Untuk keperluan ini dibutuhkan adanya Sistem

Pengukuran Kinerja yang berlaku untuk di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat.

Suatu instansi pemerintah dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan

kriteria:

1) Cukup jelas

2) Diselaraskan dengan Visi dan Misi

3) Mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman instansi

4) Menggambarkan hasil yang ingin dicapai

5) Mengakomodasi issue strategis yang dihadapi

6) Mencerminkan “Core Area” dimana organisasi berperan.

Dengan demikian, tujuan merupakan penjabaran secara lebih nyata dari

perumusan visi dan misi yang unik dan idealistik.

Adapun tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Mewujudkan aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang profesional” adalah Terciptanya

pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat.

2. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Membuat masyarakat Kalimantan

Barat yang sehat dan mandiri di bidang kesehatan serta Meningkatkan

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan” adalah Tercapainya

pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan bermutu.

3. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “ Meningkatkan upaya Pelayanan

Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang Optimal,

Bermutu dan Terjangkau serta Meningkatnya upaya Penanggulangan

bencana bidang Kesehatan “ adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu.

b. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan.

Page 12: Profil Kesehatan 2009

12

c. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu.

d. Meningkatnya penanganan obat & perbekalan kesehatan yang

optimal.

4. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Terbinanya Keluarga sehat, mandiri

dan sadar gizi yang ditunjang oleh perilaku hidup bersih sehat ” adalah

Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan

jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan

kesehatan.

5. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Memantapkan Sumber Daya dan

Informasi Kesehatan ” adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan

dalam rangka meningkatkan profesionalisme.

b. Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan

pengembangan kesehatan.

c. Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan

kesehatan.

3.3.2. Sasaran Dan Indikator Kinerja Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai

secara nyata dalam jangka waktu tahunan. Sasaran merupakan bagian internal

dalam proses perencanaan strategis Dinas Kesehatan.

Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, menantang namun dapat

dicapai, orientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam periode tertentu. Sasaran

Dinas Kesehatan selama 5 (lima) tahun periode 2008– 2013 juga disertai dengan

indikator kinerja sasaran. Indikator kinerja sasaran merupakan ukuran

keberhasilan dari suatu sasaran strategis organisasi yang bersifat kuantitatif atau

kualitatif dan dijadikan patokan/tolok ukur dalam menilai keberhasilan atau

kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai visi dan misi

organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut maka Dinas Kesehatan menetapkan sasaran

sebagai berikut :

Page 13: Profil Kesehatan 2009

13

Tujuan Pertama:

“ Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima

kepada masyarakat ”, dengan sasaran :

1. Meningkatkan pegawai yang profesional yang didukung oleh

rencana kerja, penganggaran, sarana dan prasarana yang efektif dan

efisien serta memadai, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Prosentase pejabat struktural yang telah mengikuti diklatpim.

- Prosentase pejabat struktural yang telah memenuhi syarat kompetensi

jabatan.

- Prosentase pegawai fungsional yang telah mengikuti diklat teknis

fungsional sesuai dengan jenjangnya.

- Tingkat ketepatan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya/

pendidikannya.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap pelayanan administrasi

ketatausahaan.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan disiplin.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan sanksi pelanggaran

disiplin pegawai.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap tingkat kesejahteraan (ekonomi)

dikaitkan dengan kebutuhan minimal dilingkungan Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penghargaan dan prestasi kerja.

- Prosentase kegiatan yang telah menyampaikan laporan hasil akhir

kegiatan.

- Prosentase hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan

rencana.

- Prosentase tertatanya administrasi kepegawaian, dengan rincian

indikator sebagai berikut :

Penyelesaian proses kenaikan pangkat

Penyelesaian proses gaji berkala

Penyelesaian proses Cuti PNS

Penyelesaian proses usul pensiun PNS

Penyelesaian proses usul penghargaan satya lencana

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

c. Bidan PTT

Page 14: Profil Kesehatan 2009

14

Penyelesaian proses selesai masa bakti tenaga kesehatan PTT :

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

Penilaian tenaga puskesmas teladan

Fasilitasi pelatihan peningkatan keterampilan & kemampuan

PNS

Analisis jabatan

- Berfungsinya sarana dan prasarana gedung.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana gedung.

- Berfungsinya sarana dan prasarana mobilitas.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana mobilitas.

- Berfungsinya sarana dan prasarana alat kantor dan rumah tangga.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana alat kantor dan

rumah tangga.

2. Meningkatkan ketertiban pelayanan perijinan di bidang Kesehatan

sesuai dengan ketentuan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Tingkat kesesuaian waktu pelayanan perijinan dengan ketentuan

- Kontribusi PAD dari pelayanan perizinan terhadap PAD Provinsi

Kalimantan Barat.

-

Tujuan Kedua :

“Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat dan

bermututu”, dengan sasaran :

3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Lingkungan, dengan indikator

kinerja sasaran diantaranya:

- Keluarga yang menggunakan air bersih memenuhi syarat kesehatan

diperkotaan dan pedesaan.

- Keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

- Sarana air bersih memenuhi syarat kesehatan.

- TTU yang memenuhi syarat kesehatan

- Rumah makan/restoran yang memenuhi Laik Hygiene Sanitasi

- Institusi Yang Sehat

- Dokumen AMDAL yang memenuhi kriteria kajian kesehatan

masyarakat

- Tenaga sanitasi yang pernah mengikuti diklat di bidang kesling

- Dinkes Kab/kota yang memiliki simkesling

Page 15: Profil Kesehatan 2009

15

- Informasi kesling yang tersedia

4. Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat

penyakit menular dan penyakit tidak menular, dengan indikator

kinerja sasaran diantaranya:

- Persentase darah donor di skrining terhadap HIV/AIDS dan Sifilis

- Jumlah klien yang mendapatkan testing HIV lengkap

- Terbentuknya klinik VCT baru

- Jumlah orang yang mendapatkan ARV

- Jumlah Orang dengan profilaksis dan pengobatan ODHA sesuai

standar

- Infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan dan diobati sesuai

standar

- Menurunkan transmisi penularan HIV/AIDS di kelompok resiko

tinggi

- Cakupan UCI desa/kelurahan

- Cakupan imunisasi Anak sekolah (BIAS)

- Cakupan imunisasi BCG

- Cakupan imunisasi DPT/HB1

- Cakupan imunisasi polio 4

- Cakupan imunisasi campak

- AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

- Jumlah Kab/kota yang melakukan SKD KLB

- Persentase desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam

- Persentase calon jamaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan

- Persentase Kab/kota melaksanakan SKD KLB pada kondisi matra

- Persentase Kab/kota melaksanakan pengendalian faktor resiko

Penyakit Tidak Menular (PTM)

- Angka Kesakitan DBD (IR)

- Angka kematian akibat DBD, dengan rincian indikator :

Angka Bebas Jentik (ABJ)

Penderita DBD yang ditemukan & di obati sesuai standar

Prosentase Desa/Kel yang melaksanakan PJB (Pemantauan Jentik

Berkala)

- Penderita DSS (Dengue Shock Syndrom) yang ditemukan di RS Pusk

- Angka kesakitan malaria (positif) per 1.000 penduduk

- Angka kematian malaria

- Penderita malaria yang ditemukan dan diobati sesuai standart

- Persentase penemuan penderita baru malaria klinis

- Persentase malaria klinis yang dilakukan pemeriksaan lab

- API (Annual Parasite Incident)

- Penemuan TB baru BTA (+)

- Angka kesembuhan TB baru BTA (+)

- Angka kematian akibat TB paru

Page 16: Profil Kesehatan 2009

16

- Cakupan pengobatan massal Filariasis

- Jumlah kasus klinis filariasis yang ditangani

- Prevalensi kusta per 10.000 penduduk

- Angka kesembuhan kusta (RFT rate)

- Cakupan penemuan penderita kusta baru

- Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kewaspadaan Pandemi

Influenza

- Prevalensi ibu hamil yang positif malaria

- Prevalensi ibu hamil yang positif TB

- Cakupan penemuan dan tata laksana penderita Pneumonia balita

- Prosentase penemuan dan pengobatan pneumonia balita sesuai

standart

- Prosentase penemuan kasus diare pada balita dan ditangani sesuai

standart

- Angka kematian diare saat KLB

- Prosentase diare yang diberi oralit

- Prosentase penemuan kasus diare di sarkes dan kader

- Prevalensi kecacingan pada anak SD

- Prevalensi kasus kusta pada anak <15 tahun

Tujuan Ketiga :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu”, dengan sasaran :

5. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khusus dengan

dukungan/peran serta masyarakat dan stakeholder terkait, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Rasio cabut dan tambal gigi pada sarana pelayanan kesehatan

- Pemeriksaan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar

- Pelayanan gangguan jiwa disarana pelayanan kesehatan umum

- Tempat kerja formal menerapkan kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan indera

- Pelayanan darah yang memenuhi standar transfusi darah

- Akreditasi Laboratorium Klinik

- Akreditasi Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium swasta

- Pelayanan Spesialistik penyakit paru

- Puskesmas yang melaksanakan program kesehatan olahraga

masyarakat

- Terbentuknya balai kesehatan kerja dan olah raga masyarakat

6. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang efektif dan

efisien, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Tingkat pemanfaatan RS :

Page 17: Profil Kesehatan 2009

17

BOR

LOS

TOI

BTO

- Net Death Rate

- Persentase rujukan ke rumah sakit regionalnya

- Persentase rumah sakit yang telah terakreditasi

Tujuan Keempat :

“Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan”, dengan sasaran :

7. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan yang

tepat dan cepat, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sesuai

standar

- Dinkes Kab/Kota yang melakukan kegiatan pra bencana

Tujuan Kelima :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu“, dengan

sasaran :

8. Meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dasar

dan rujukan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase pemilihan ISO

- Persentase Pemilihan akreditasi

- Persentase Pemilihan terlaksananya kinerja pemerintah

- Persentase puskesmas kota yang melaksanakan program puskesmas

perkotaan

- Persentase tenaga pelayanan kesehatan terlatih

- Persentase pada jangka menengah algoritma klinik

- Persentase pada jangka rendah perkesmas

- Persentase RS terakreditasi

- Persentase RS PONEK

- Persentase RS yang mempergunakan perizinan dan kesehatan RS

- Persentase RS yang mudah untuk pengkalibrasi alat-alat

Tujuan Keenam :

9. Meningkatkan kualitas penanganan obat & perbekkes, alat

kesehatan, obat tradisional, pangan, kosmetik dan PKRT, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase pengadaan obat esensial

Page 18: Profil Kesehatan 2009

18

- Persentase ketersediaan obat generik

- Persentase penulisan resep obat generik

- Persentase pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian

- Persentase pembinaan pada sarana gudang/instalasi farmasi Kab/kota

- Persentase peredaran alkes & PKRT yang memenuhi syarat

- Persentase upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh tenaga kesehatan

- Cakupan pemeriksaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik

(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase pembinaan sarana produksi & distribusi produk terapeutik

(obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Persentase produksi & distribusi produk obat, obat tradisional, alat

kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Bimbingan teknis terhadap sarana produksi Obat Asli Indonesia

Tujuan Ketujuh:

“ Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan

jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan kesehatan”,

dengan sasaran :

10. Meningkatkan upaya kesehatan ibu dan kesehatan anak di tingkat

propinsi dan kabupaten, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Cakupan Kunjungan ibu hamil K4

- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

- Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan

yang memiliki kompetensi kebidanan

- Cakupan pelayanan nifas

- Cakupan neonatus dengan kompilkasi yang ditangani

- Cakupan kunjungan bayi

- Cakupan pelayanan anak balita

- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

- Cakupan peserta aktif KB

- Persentase balita yang naik berat badannya (N/D)

- Persentase balita Bawah Garis Merah

- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun

- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi gizi kurang

dari keluarga miskin

- Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai dengan

standar tata laksana gizi buruk

- Persentase bayi yang mendapat ASI-Eksklusif

- Persentase desa dengan garam beryodium baik

- Kecamatan bebas rawan gizi

- Balita gizi buruk mendapat perawatan

Page 19: Profil Kesehatan 2009

19

11. Menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan

mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat

- Persentase posyandu Aktif

- Desa siaga aktif

- Persentase upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

Tujuan Kedelapan:

“Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka

meningkatkan profesionalisme”, dengan sasaran :

12. Meningkatkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan,

menyelenggarakan kegiatan pelatihan seminar dan bentuk-bentuk

kegiatan peningkatan keterampilan tenaga kesehatan, memfasilitasi

kegiatan organisasi profesi dalam rangka peningkatan mutu

pelayanan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Peningkatan Jumlah dan Jenis Tenaga kesehatan, terselenggaranya

kegiatan-kegiatan Pelatihan, Seminar dan Kegiatan peningkatan

keterampilan

13. Meningkatkan Kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan

pengelola, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Meningkatkan Kemampuan pengelolaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan

- Meningkatnya persentase Puskesmas yang memiliki Tenaga dokter

- Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki dokter spesialis

- Meningkatnya jumlah jenis dan kualitas sumber daya kesehatan,

dengan rincian indiaktor sasaran :

Dr. Spesialis

Dr. Umum

Dr. Gigi

Perawat

Bidan

Apoteker

Asisten Apoteker

Kes. Mas

Sanitarian

Gizi

Fisioterapi

Analis Lab

Atem/rotgen

Perawat Anestesi

Page 20: Profil Kesehatan 2009

20

- Meningkatnya pemerataan/distribusi tenaga kesehatan, dengan

rincian indiaktor sasaran :

Ratio dokter per 100.000/pddk

Ratio dokter spesialis per 100.000/pddk

Ratio dokter gigi per 100.000/pddk

Ratio perawat per 100.000/pddk

Ratio Bidan per 100.000/pddk

Ratio apoteker per 100.000/pddk

Ratio asisten apoteker per 100.000/pddk

Ratio kesehatan masyarakat per 100.000/pddk

Ratio tenaga sanitasi per 100.000/pddk

Ratio tenaga gizi per 100.000/pddk

Ratio tenaga fisioterapi per 100.000/pddk

Ratio analis laboratorium per 100.000/pddk

Ratio aterm & rontgen per 100.000/pddk

Ratio perawat anestesi per 100.000/pddk

- Meningkatnya prosentase tenaga strategis pada Dacilgatas

Tujuan Kesembilan:

“ Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan kesehatan”,

dengan sasaran :

14. Meningkatkan pelaksanaan dan kesinambungan SIK, sehingga

memperoleh data yang berkualitas, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Tersusunnya profil kesehatan yang berkualitas, akurat dan tepat

waktu

- Tersedianya data yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas di Bidang IT (teknologi

informasi)

- Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan

15. Meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan

kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas untuk penelitian dan

pengembangan kesehatan

- Terlaksananya pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan

- Tersosialisasinya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan

pengembangan kesehatan

Page 21: Profil Kesehatan 2009

21

Tujuan Kesepuluh :

“ Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan kesehatan ”,

dengan sasaran :

16. Meningkatkan pelaksanaan pengembangan sumber daya

pembiayaan dan jaminan kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Tersusunnya dokumen PHA dan DHA agar dapat terlaksana

penyusunan perencanaan dan penganggaran berbasis Health Account

- Peningkatan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan prabayar

- Tercakupnya seluruh masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan

Page 22: Profil Kesehatan 2009

22

BAB IV

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Mengacu kepada sistimatika dari uaraian Visi, Misi Kalimantan Barat Sehat

2013, pada bab ini akan menyajikan gambaran tentang hasil-hasil yang telah dicapai

dalam tahun 2009 di Provinsi Kalimantan Barat.

Uraian pada bab ini meliputi gambaran tentang derajat kesehatan masyarakat, keadaan

lingkungan, keadaan perilaku masyarakat dan keadaan pelayanan kesehatan.

4.1. DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

Untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat

dipergunakan beberapa indikator berdasarkan data-data yang diperoleh dari SDKI,

SUSENAS, RISKESDAS, BPS atau data-data terkait lainnya.

Indikator-indikator yang digunakan antara lain meliputi :

4.1.1. MORTALITAS

4.1.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai

bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian

bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu

endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal : adalah kematian bayi

yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh

faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat

konsepsi atau didapat selama kehamilan. Dan eksogen atau kematian post neo-natal :

adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu

tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan

luar.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalimantan Barat untuk tahun 2009 berdasarkan

data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar

dalam angka tahun 2008) masih mengacu pada AKB tahun 2005 yaitu sebesar 38,41

per 1.000 kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena sampai saat ini instansi yang

berwenang belum mengeluarkan angka yang terbaru. Angka tersebut jika dibedakan

antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan, 33,34 per 1.000 kelahiran hidup untuk

AKB perempuan dan 43,73 per 1.000 kelahiran hidup untuk AKB laki-laki. Sedang

berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), berturut-turut

AKB di Kalimantan Barat mulai tahun 1994 adalah 97 per 1.000 Kelahiran Hidup,

Tahun 1997 menjadi 70 per 1.000 KH, Tahun 2002 menjadi 47 per 1.000 KH dan

turun menjadi 46 per 1000 kelahiran hidup berdasarkan SDKI Tahun 2007. Jika dilihat

dari kurun waktu 1994 sampai dengan tahun 2007 meskipun terlihat adanya penurunan

jumlah kematian bayi, namun masih di atas rata-rata nasional yaitu 34 per 1.000

Page 23: Profil Kesehatan 2009

23

kelahiran hidup. Adapun target Indonesia pada tahun 2010 adalah menurunkan AKB

sampai 40 per 1.000 kelahiran hidup.

Namun demikian jika merujuk pada data profil kesehatan kabupaten/kota yang

masuk di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus kematian

bayi adalah sebesar 351 kasus dimana kelahiran hidupnya berjumlah 83.001 sehingga

dengan demikan jika dihitung angka kematian bayinya hanya sebesar 4,2 per seribu

kalahiran hidup (tabel 6).

Gambar 4.1.

Angka Kematian Bayi Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 s.d 2005

AKB PROP. KALBAR TH 1994 - 2005

34

97

70

47

38.41

57

46

3530

40

50

60

70

80

90

100

110

TH.1994 TH.1997 TH.2002 TH. 2005

AKB KALBAR NASIONAL

PE

RM

IL

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003, 2007 dan Kalbar dlm Angka Th. 2008.

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat

dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk

pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang

lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan

dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal

adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya

program pemberian pil besi (tablet Fe) dan suntikan anti tetanus.

Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta

Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta

program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program

Page 24: Profil Kesehatan 2009

24

penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5

tahun.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir

(neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian

balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut

nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pas-cakelahirannya.

4.1.1.2. Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam

kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan

atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau

pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan

lain-lain (Budi, Utomo. 1985).

Gambar 4.2

Angka Kematian Ibu Prov. Kalbar periode 2003 -2005

Sumber : SDKI 2002-2003; 2007 & Laporan Indikator Data base 2005

(kerjasama BPS dengan UNFPA 2005),Kalbar dalam Angka

Tahun 2008

378.82

306.6

359.12

365.86

365.78

305.07

443.03

409.78

360.46

403.15

307

228

150

475.82

2

Ptk

Skw

Mpm

Sbs

Bky

Ldk

Sgu

Stg

Ktp

KH

Kalbar

Nas 2002

Nas 2007

T 2010

Page 25: Profil Kesehatan 2009

25

Di Provinsi Kalimantan Barat untuk tahun 2009, Angka Kematian Ibu masih

merujuk pada Laporan Indikator Data Base 2005. Dengan asumsi 15% dari kematian

wanita (Famale Death), Angka Kematian Ibu adalah sebesar 403,15 per 100.000

Kelahiran Hidup. Sedang Jika AKI menggunakan asumsi 20% dari kematian wanita

(Female Death), maka AKI di Kalimantan Barat sebesar 566 per 100.000 kelahiran

hidup. Jika dibandingkan dengan angka nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran

pada periode 1998 – 2002, dan 228 pada tahun 2007, maka kematian ibu di Kalimantan

Barat masih jauh lebih tinggi, apalagi jika dikaitkan dengan target nasional yang akan

dicapai pada tahun 2010 yaitu menurunkan angka kematian ibu sampai 150 per

100.000 kelahiran hidup, serta target yang ingin dicapai pada Millenium Development

Goals (MDGs), yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Maka

Kalimantan Barat akan sulit mencapai target tersebut. Untuk itu perlu dilakukan

berbagai upaya, serta koordinasi yang lebih baik antara pemegang program maupun

lintas sektor dalam upaya penurunan AKI di Kalimantan Barat.

Berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009, kasus kematian

ibu maternal adalah sebanyak 106 kasus kematian dengan rincian sebanyak 26 kasus

kematian ibu hamil, 67 kasus kematian ibu pada saat persalinan serta sebanyak 13

kasus kematian ibu nifas. Sehingga jika dihitung angka kematian ibu maternal dengan

jumlah kelahiran hidup sebanyak 83.001, maka kematian ibu maternal di provinsi

Kalimantan Barat adalah sebesar 128 per 100.000 kelahiran hidup (tabel7).

Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu bermanfaat untuk

pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan

kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy

safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan,

penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan

keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan

untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan

reproduksi.

4.1.1.3. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-5

tahun (59 Bulan) selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama pada

pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi).

AKABA menggambarkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan.

AKABA Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI berturut-turut mulai

tahun 1994 adalah 93 per 1.000 Balita, turun menjadi 88,2 per 1.000 Balita pada

tahun 1997, turun menjadi 63 per 1.000 Balita pada tahun 2003 dan turun menjadi 59

per 1.000 balita pada tahun 2007. Angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata angka

kematian balita secara nasional yaitu 51 per 1.000 Balita. Jika dibandingkan dengan

target yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebasar 58 per 1.000 kelahiran hidup,

maka AKABA Kalimantan Barat sudah hampir mancapai target. Namun jika

Page 26: Profil Kesehatan 2009

26

dibandingkan dengan target pada 2015 sesuai dengan MDGs yaitu sebesar 32 per 1.000

kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat masih tinggi. Dengan demikian,

meskipun terjadi penurunan angka kematian balita di provinsi Kalimantan Barat dan

hasil yang dicapai cukup menggembirakan, namun masih perlu ditingkatkan kegiatan

yang menunjang penurunan angka kematian Balita.

Gambar 4.3

Angka Kematian Balita Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 – 2007

88.2

79

63

46

5963

93

4440

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

100

TH.1994 TH.1997 TH.2002 TH.2007

PE

RM

IL

KALBAR NASIONAL

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003; 2007

4.1.1.4. Umur Harapan Hidup waktu lahir ( Eo ).

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi

pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan umur harapan hidup penduduk dari suatu

negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya

beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu

memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik

sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada

gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia

harapan hidupnya.

Page 27: Profil Kesehatan 2009

27

Angka Umur Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Umur Harapan Hidup yang

rendah di suatu daerah, harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan

program sosial lainnya, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori

serta program pemberantasan kemiskinan.

Gambar 4.4.

Umur Harapan Hidup Penduduk Kalimantan Barat Tahun 1996 s.d 2005

Umur Harapan Hidup Penduduk Kalimantan Barat

Tahun 1996 s.d 2005

66.87

62.9

64.164.4

66.3

69.7

67.2

66.2

64.4

66.2

60

65

70

75

Sumbert :

KALBAR NASIONAL

TH 1996 TH 1999

Sumber : Kalbar Dalam Angka 2007, 2008, HDR 2007

TH 2005TH 2004

Sumber : HDR 2001 dan HDR 2004, 2006, 2007, Laporan Indikator Database 2005,

Dilihat dari tahun ke tahun, Umur Harapan Hidup di Kalimantan Barat terjadi

peningkatan. Umur Harapan Hidup tahun 2005 berdasarkan Data Kalimantan Barat

dalam Angka tahun 2008 yang dikeluarkan oleh BPS yaitu 68.08 tahun untuk

perempuan dan 65.66 tahun untuk laki-laki. Sehingga jika dirata-ratakan Umur

Harapan hidup di Kalimantan Barat pada tahun 2005 adalah 68.87 tahun. Untuk angka

Umur Harapan Hidup tingkat nasional berdasarkan laporan pengembangan manusia

tahun 2007 (HDR 2007) tercatat bahwa Umur Harapan Hidup penduduk Indonesia

tahun 2005 adalah 69.7 tahun. Dengan demikian, angka Umur Harapan Hidup

penduduk di Kalimantan Barat masih lebih rendah dibanding dengan rata-rata umur

harapan hidup tingkat nasional. Secara berurutan kecenderungan peningkatan umur

harapan hidup di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Page 28: Profil Kesehatan 2009

28

Meningkatnya Umur Harapan Hidup secara tidak langsung juga memberi

gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat

serta turut berpengaruh terhadap Index Pembangunan Manusia (IPM).

4.1.2. MORBIDITAS

Angka Kesakitan (Morbiditas) pada penduduk Provinsi Kalimantan Barat

didapat dari sarana pelayanan kesehatan (facility based data) dan hasil pengumpulan

data dari Lintas Program dan dari profil kesehatan Kabupaten/ kota.

4.1.2.1. Malaria

Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 (tabel 11)

terdapat 122.007 kasus Malaria Klinis dan 33.392 kasus Malaria Positif. Mengacu pada

definisi operasional pada indikator Indonesia Sehat 2010, dimana penderita malaria di

luar Jawa dan Bali adalah kasus dengan gejala klinis (demam tinggi disertai menggigil)

dengan atau tanpa pemeriksaan sediaan darah di laboratorium, maka berdasarkan

definisi operasional tersebut angka kesakitan malaria di Kalimantan Barat adalah 28,25

per 1.000 penduduk. Hal ini berati bahwa dari setiap 1.000 penduduk terdapat sekitar

28 sampai dengan 29 orang yang terjangkit penyakit Malaria. Dibandingkan dengan

tahun 2008 terjadi kenaikan kasus dimana pada tahun 2008 angka kesakitan malaria

adalah 18,87 per.1000 penduduk, sedangkan jika dibandingkan dengan target pada

Indonesia sehat 2010 sebesar 5 per 1.000 penduduk, maka angka kesakitan malaria di

Kalimantan Barat masih tergolong tinggi. Sedang angka kesembuhan kasus yang

dihitung berdasarkan kasus malaria klinis yang diobati adalah sebesar 86,6%,

persentasenya masih lebih rendah dari target yang seharus nya 100% pada tahun 2010.

Terkait Peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) di Jakarta dengan tema Ayo

Berantas Malaria pada bulan April 2008, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (PP&PL) Depkes, dr. I Nyoman Kandun menyatakan bahwa Indonesia

termasuk negara berisiko malaria. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus malaria

klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita positif malaria

(hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria) tahun 2006 sekitar 350

ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus.

Pada pertemuan Koordinasi Tingkat SR dan SSR Kegiatan Intensifikasi

Pengendalian Malaria Gf ATM Malaria yang diadakan 1-3 Maret 2010, angka

kesakitan malaria di Indonesia yang dilaporkan pada tahun 2009 sebesar 1,143 juta

kasus. Angka kesakitan malaria berdasarkan Annual Paracite Incident (API) di

Indonesia pada tahun 2009 menurun menjadi 1.85 % dibandingkan tahun 2007 sebesar

2.89%.

Page 29: Profil Kesehatan 2009

29

Tingginya angka kesakitan dan kematian malaria disebabkan berbagai faktor

diantaranya adalah perubahan lingkungan, vektor penular, sosial budaya masyarakat,

resistensi obat dan pelayanan kesehatan (http://www.pppl.depkes.go.id)

4.1.2.2. TB Paru

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat

infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan

selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat.

Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini,

bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

Berdasarkan Hasil rekapitulasi profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009

tercatat TB Paru dengan BTA Positif (+) sebanyak 3.996 kasus dengan angka

kesakitan 92.52 per 100.000 penduduk. Persentase kesembuhan penderita TB Paru

dengan BTA positif di Kalimantan Barat adalah sebesar 85,07, dengan rincian dari

4.266 penderita yang diobati, sebanyak 3.629 penderita dinyatakan sembuh. (tabel 9).

Jika melihat hasil yang dicapai, maka angka kesembuhan penderita TB Paru BTA + di

Kalimantan Barat sudah mencapai target Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu sebesar

85%.

4.1.2.3. HIV/AIDS

Perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukan kenaikan, meskipun

berbagai upaya pencegahan terus dilakukan. Secara kumulatif kasus pengidap HIV dan

AIDS di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 hingga 31 Maret 2009 terdiri dari HIV

6.668 kasus, AIDS 16.964 kasus, sehingga jumlah keseluruhannya mencapai 23.632

kasus, dengan angka kematian 3.492 jiwa (Komala Sari, 2009).

Menurutnya, “Penyebab meningkatnya HIV dan AIDS lebih banyak

dikarenakan adanya heteroseksual atau bergonta-ganti pasangan, homoseksual, jarum

suntik atau IDU, dan ibu yang sedang hamil yang mengidap HIV dan AIDS yang

mengakibatkan terjadinya penularan terhadap bayi yang dikandungnya,”

Jumlah kasus baru AIDS di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Bila pada 2005 hanya ada 2.638 kasus AIDS baru, tahun 2006 jumlahnya

bertambah menjadi 2.873 kasus, naik lagi menjadi 2.974 pada 2007 dan menjadi

sebanyak 4.969 kasus baru pada 2008.

Pada tahun 2009, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data

profil kesehatan kabupaten/kota, kasus HIV/AIDS tertinggi ada di Kota Pontianak,

yaitu sebesar 278 kasus, diikuti oleh Kabupaten Pontianak dan Kota Singkawang,

masing-masing sebesar 89 dan 66 kasus. Distribusi kasus HIV/AIDS tahun 2009 dapat

dilihat pada gambar 4.5.

Page 30: Profil Kesehatan 2009

30

Gambar 4.5.

Distribusi Kasus HIV/AIDS Provinsi Kalimantan Barat

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

0

50

100

150

200

250

300

SBS BKY LDK MPW SGU KTP STG KH SKD MLW KUT KKR KT PTK

SKW

35

013

89

26 2330

24

1 0 0 0

278

66

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009.

Berdasarkan laporan Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit,

untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat, sejak tahun 1993 sampai dengan bulan

Desember tahun 2009 tercatat sebanyak 2.265 orang dengan HIV/AIDS atau sekitar

0,05% prevalensi penderita HIV/AIDS dengan penduduk berisiko adalah seluruh

jumlah penduduk dikarenakan sulitnya untuk mendata penduduk yang berisiko tinggi

tertular HIV/AIDS (PSK, Supir Truk, Pengguna Narkoba dll). Namun demikian, angka

tersebut hanya angka yang di dapat dari yang melaporkan saja, sedang pada

kenyataannya kemungkinan kasus yang ada akan lebih besar dari angka yang ada, hal

ini disebabkan karena yang terlihat hanya di permukaan saja (yang dilaporkan), sedang

yang tidak terlihat (terlapor) kemungkinan akan jauh lebih besar dari angka yang ada.

Kecenderungan kasus HIV/AIDS di Kalimantan Barat dari tahun 2005 sampai dengan

tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 4.6. berikut.

Page 31: Profil Kesehatan 2009

31

Gambar 4.6.

Kecenderungan kasus HIV/AIDS di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2005 s.d Tahun 2009.

198

611

1293

1682

2265

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

Ju

mla

h K

as

us

TH 2005 TH 2006 TH 2007 TH 2008 TH 2009

Sumber : Laporan Bidang P2PL Dinkes Prov. Kalbar

Menurut Sasongko, Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks

(5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang

tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang

tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia

produktif (15-49 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung

meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.

Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap

HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan

dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester

terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.

4.1.2.4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan

program Eradikasi Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo yaitu

dengan melaksanakan kegiatan ” Surveilans Secara Aktif ” untuk menemukan kasus

AFP sebagai upaya untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang

mungkin ada di masyarakat untuk segera dilakukan penanggulangannya.

Page 32: Profil Kesehatan 2009

32

Tahun 2009, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota

tahun 2009 (tabel 9) terdapat 23 kasus AFP atau sebesar 1,87 per 100.000 penduduk

berisiko (usia < 15 Tahun). Dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi penurunan kasus,

dimana pada tahun tersebut jumlah kasus AFP di Kalimantan Barat sebesar 23 kasus

atau 2,11 per 100.000 penduduk berisiko. Dilihat dari kasus AFP, angka AFP

Kalimantan Barat masih diatas angka AFP yang ditargetkan pada tahun 2010 yaitu

sebasar 0,9 per 100.000 anak usia < 15 tahun.

4.1.2.5. DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut

yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri

demam tinggi mendadak dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan

shock dan kematian. Penyakit DBD ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti dan mungkin juga Aedes Albopictus.

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di

ketinggian lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini

diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit DBD dapat menyerang semua golongan

umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam

dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam

Berdarah Dengue pada orang dewasa (Faziah, 2004).

Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit DBD, hal

ini disebabkan karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian besar

merupakan dataran rendah dan merupakan daerah rawa. Di samping itu, budaya

masyarakat perkotaan di Kalimantan Barat cenderung menyimpan persediaan air pada

tempat-tempat penampungan air di sekitar rumahnya. Hal ini akan menjadi tempat

perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling disukai.

Di Provinsi Kalimantan Barat dalam tiga tahun terakhir berturut-turut dari tahun

2007 terjadi kenaikan kasus DBD adalah sebagai berikut : Pada tahun 2007 terjadi 808

kasus DBD dengan angka kesakitan 20,24 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2008

terjadi peningkatan kasus menjadi 960 kasus dengan angka kesakitan sebesar 22,59 per

100.000 penduduk dan pada tahun 2009, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota, terjadi peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan yaitu menjadi

sebesar 9.710 kasus DBD dengan angka kesakitan sebesar 225 per 100.000 penduduk

(tabel 10).

Kecenderungan kasus DBD dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 4.7.

Page 33: Profil Kesehatan 2009

33

Gambar 4.7.

Kecenderungan DBD di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2005 s.d Tahun 2009

1,210 2,753

808 960

9,710

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

TH 2006 TH 2008 TH 2009TH 2007TH 2005

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

4.1.3. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur malalui beberapa indikator, diantaranya

adalah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi balita, status gizi

wanita usia subur Kurang Energi Konis(KEK).

4.1.3.1. Gizi Buruk

Status Gizi merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk menilai

status indikator derajat Kesehatan Masyarakat. Di dalam Indikator Indonesia Sehat

2010, status gizi merupakan salah satu indikator yang menggambarkan derajat

kesehatan masyarakat.

Gizi buruk adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan

gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses

terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara

sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut

umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut

umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar

disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Gizi buruk

Page 34: Profil Kesehatan 2009

34

yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor. Sementara

itu, pengertian di masyarakat tentang ”Busung Lapar” adalah tidak tepat. Sebutan

”Busung Lapar” yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan

pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan

kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada

kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua

golongan umur. Tanda-tanda klinis pada ”Busung Lapar” pada umumnya sama dengan

tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. Anak kurang gizi pada tingkat ringan

dan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dia seperti anak-anak lain,

masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai

kurus.

Gambar 4.8.

Kasus Gizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

SBS

BKY

LDK

MPW SG

U

KTP

STG

KH

SKD

MLW KU

T

KK

R

KT

PTK

SKW

5720

62 36

146 153

463

79

7

83

6

137

43 17

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Berdasarkan hasil rekapitulasi kasus gizi buruk yang terdapat dalam profil

kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009, terdapat sebanyak 1.309 kasus gizi buruk dari

207.741 yang ditimbang atau sekitar 0,88% (tabel 16).

Pada gambar 4.8, terlihat bahwa kasus gizi buruk terbanyak di Kabupaten

Sintang yaitu sebanyak 463 kasus (2,8%) dari seluruh balita yang ditimbang yaitu

sebanyak 16.218. Sedang kasus yang terendah adalah di Kayong Utara yaitu sebanyak 6

kasus (0,04%) dari seluruh balita yang ditimbang yaitu sebanyak 15.118. Dari seluruh

balita gizi buruk yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, baru sekitar 63,4% yang

mendapatkan perawatan sesuai prosedur tatalaksana gizi buruk.

Page 35: Profil Kesehatan 2009

35

Berdasarkan laporan Program Gizi Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009,

dilaporkan kasus persentase Balita dengan Kriteria KEP Nyata (Gizi Buruk) sebesar

3,09%, dan Balita dengan kriteria KEP Total (Gizi Buruk + Gizi Kurang) Total

sebesar 20,79%. Pada gambar 4.8 terlihat dari tahun 2005 sampai tahun 2008, ada

kecenderungan penurunan persentase kasus Gizi Buruk maupun KEP Total. Namun

untuk tahun 2009 terlihat adanya peningkatan kasus. Jika dibandingkan dengan target

nasional yang akan dicapai pada tahun 2010, pencapaian di Kalimantan Barat masih

belum mencapai target nasional, yaitu sebesar 15% untuk KEP Total. Kecenderungan

kasus Gizi Buruk maupun KEP Total di Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar

4.9.

Gambar 4.9.

Persentase Kasus KEP Nyata (Gizi Buruk ) dan KEP Total

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2005 s.d Tahun 2009

2.872.51

2.041.13 3.09

19.56 19.82

15.64

12.06

20.79

0

5

10

15

20

25

Gizi Buruk KEP Total

TH 2005 TH 2006 TH 2007 TH 2008 TH 2009

Sumber : Laporan Program Gizi Dinkes Prov. Kalbar Th 2009

4.1.3.2. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum

cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir

cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil

ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini

terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang

disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan

Page 36: Profil Kesehatan 2009

36

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang."

(Pringgardani, SpA).

Berat Badan Lahir Rendah (< 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama

yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan nenonatal. Barker dkk dalam

Hardiansyah dkk (2000) mengungkapkan bahwa BBLR mempunyai dampak yang

kompleks sampai usia dewasa antara lain meningkatkan resiko terkena penyakit

jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan kekebalan tubuh serta

katahanan fisik yang resultantenya adalah beban ekonomi individu dan masyarakat.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kota

terdapat 2,41% bayi BBLR. Sementara bayi BBLR yang ditangani adalah 94,09%.

4.1.3.3. Kecamatan Bebas Rawan Gizi

Kecamatan yang bebas rawan gizi disuatu wilayah dapat digunakan sebagai

indikator untuk memprediksi kapan akan terjadi kasus gizi buruk atau KLB gizi buruk

di suatu wilayah. Dengan semakin tingginya angka kecamatan bebas rawan gizi disuatu

Kabupaten/Kota, maka kemungkingan akan terjadi kasus gizi buruk di wilayah tersebut

akan semakin kecil.

Gambar 4.10.

Persentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi Menurut

Kabupatan/Kota Tahun 2009

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

90.0

100.089.5

29.4

23.1

66.7

100.0

21.4

65.2

0.0

45.5

100.0

66.7

40.0

54.2

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 37: Profil Kesehatan 2009

37

Dari sebelas Kabupaten/Kota yang melaporkan, seluruh Kecamatan di

Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Kayong Utara merupakan kecamatan bebas rawan

gizi (kecamatan bebas rawan gizinya 100%). Kabupaten Sekadau merupakan

kabupaten yang tidak memiliki kecamatan bebas rawan gizi (0%), sehingga perlu

diwaspadai untuk terjadinya KLB kasus gizi kurang maupun gizi buruk (Gambar 4.10)

Di Provinsi Kalimantan Barat jika dilihat dari seluruh Kabupaten/Kota yang

ada, sebesar 54,2% merupakan kecamatan bebas rawan gizi. Persentase ini masih jauh

lebih rendah dari target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjangkau Indonesia

sehat 2010 yaitu sebesar 100%.

4.2. KEADAAN LINGKUNGAN

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Provinsi Kalimantan Barat,

berikut ini disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, tempat-tempat

umum sehat, serta sarana sanitasi dasar seperti air bersih, pembuangan air limbah dan

kepemilikan jamban.

4.2.1. Rumah Sehat

Rumah sehat dinilai dengan menggunakan indikator komposit 8 – 10 indikator

tunggal PHBS yaitu : Pertolongan Persalinan nakes, Aktif secara fisik, Jamban sehat,

lantai rumah bukan tanah, ASI eksklusif, Konsumsi sayur dan Buah, Akses air bersih,

Tidak merokok, JPK dan Luas hunian > 9 m2 per orang (Depkes RI, 2005). Suatu

rumah tangga dikatakan sehat jika memenuhi semua indkator PHBS (8-10 indikator).

Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Tabel 47),

didapatkan dari 335.337 Rumah Tangga yang diperiksa, 174.580 rumah tangga

diantaranya merupakan rumah tangga sehat (52,06%). Jika dibandingkan dengan tahun

2008 dimana rumah tangga sehat yang terlaporkan sebesar 47,96%, maka terjadi

peningkatan rumah sehat di Kalimantan Barat tahun 2009.

4.2.2. Jamban Keluarga

Rumah tangga yang tidak menggunakan/mempunyai jamban yang baik, lebih

mudah terkena penyakit seperti disentri, diare dan tipus. Laporan SDKI 2002-2003

menyatakan bahwa rumah tangga yang mempunyai jamban sendiri hanya sebesar 86%

di daerah perkotaan dan 52% di daerah pedesaan.

Di Kalimantan Barat pada tahun 2009 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil

kesehatan Kabupaten/Kota, dari 443.228 rumah tangga yang diperiksa, ada sebesar

283.293 (63,9%) rumah tangga yang memiliki Jamban, dan 41,6% yang memiliki

jamban dengan kriteria sehat.

Page 38: Profil Kesehatan 2009

38

4.2.3. Tempat-Tempat Umum Sehat

Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM)

merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga

dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Yang termasuk TUPM

antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Adapun TUPM yang dapat

dikategorikan sehat adalah TUPM yang memiliki sarana air bersih, tempat

pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi yang baik serta luas

yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.

Pada Tahun 2009, di Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil

kesehatan Kabupaten/Kota, dari keseluruhan tempat-tempat umum yang diperiksa

sebanyak 6.971 tempat-tempat umum, sebesar 5.497 (64,15%) diantaranya merupakan

tempat-tempat umum yang telah dinyatakan sehat.

4.2.4. Akses Air Minum

Pada gambar 4.11, terlihat bahwaa sumber air minum yang digunakan di rumah

tangga dibedakan menurut air kemasan, ledeng, sumur gali, sumur pompa dan

penampungan air hujan. Dari data yang ada, sebagian besar rumah tangga di Provinsi

Kalimantan Barat masih didominasi dengan keluarga yang memanfaatkan air hujan

maupun ledeng sebagai sumber air minumnya. Pada tahun 2009 dari 375.515

keluarga yang diperiksa, 23% diantaranya memanfaatkan air ledeng. Sebesar

41,3% menggunakan air hujan, 16,4% sumur galian dan yang paling kecil adalah

keluarga yang menggunakan air kemasan yaitu sebesar 0,5%.

Gambar 4.11.

Persentase penggunaan Air Bersih

Menurut Kabupatan/Kota Tahun 2009

23.0

0.8

16.4

41.3

0.5 18.0

LEDENG SPT SGL PAH KEMASAN LAINNYA

Sumber : profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 39: Profil Kesehatan 2009

39

Apabila ditinjau dari segi kepemilikan sarana, maka seluruh masyarakat

yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dapat dikatakan telah memiliki sarana air bersih

yang memadai. Akan tetapi dari segi kualitas air, masih belum dapat dipastikan

apakah masyarakat telah mengkonsumsi air yang memenuhi standar kesehatan. Hal

ini disebabkan oleh karena wilayah Kalimantan Barat meskipun banyak sumber air,

tetapi sumber air tersebut belum dapat diolah maksimal sebagai air bersih, apalagi jika

musim kemarau tiba, dimana dengan adanya interupsi air laut ke Sungai Kapuas,

menyebabkan air menjadi asin, sehingga air bersih yang didistribusikan ke masayarakat

oleh PDAM pun menjadi payau, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Hal lainnya

adalah masih banyaknya masyarakat memanfaatkan air hujan sebagi sumber air bersih.

Hal tersebut kemungkinan pula berdampak terhadap derajat kesehatan masayarakat,

oleh karenanya perlu diuji kelayakan kualitas airnya untuk dikonsumsi.

4.3. PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam

menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting karena

ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun

genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu, banyak

penyakit yang muncul pada saat ini disebabkan karena perilaku yang tidak sehat.

Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan akan tetapi mutlak diperlukan

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Tangga Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu

pilar Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Diantara salah satu sub sistem dalam SKN adalah sub sistem pemberdayaan

masyarakat. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya upaya

pelayanan, advokasi dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok, dan

masyarakat dibidang kesehatan secara efesien dan efektif guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemberdayaan perorangan mempunyai

target minimal mempraktekan perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) yang diteladani

oleh keluarga dan masyarakat sekitar dan target maksimal berperan aktif sebagai kader

kesehatan dalam menggerakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009 pada

Tabel 45, menunjukan bahwa di Kalimantan Barat dari 98.877 rumah tangga yang

dipantau, sebesar 44.211 (44,71%) merupakan Rumah Tangga ber Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat (PHBS). Persentase PHBS tahun 2009 mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan persentase PHBS pada tahun 2008 sebesar 40,19%. Namun jika

dibandingkan dengan terget Indonesia Sehat yang diharapkan dicapai pada tahun 2010

yaitu sebesar 80%, maka angka Kalimantan Barat masih tertinggal cukup besar.

Page 40: Profil Kesehatan 2009

40

4.3.2. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai

upaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di masyarakat telah lama

dilakukan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM).

Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang telah lama di kembangkan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pencapaian persentase posyandu

aktif di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Pada Gambar 4.12, sebagian besar Posyandu di Kabupaten/Kota masih dibawah

target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 yaitu sebesar 45%. Pada tahun

2009, Kabupaten Sambas merupakan satu-satunya kabupaten yang pencapaian

posyandu aktifnya sudah melebihi target nasional yaitu sebesar 44,1%, sedangkan

kabupaten yang paling rendah persentase posyandu aktifnya adalah Kabupaten Kubu

Raya dimana Posyandu aktifnya baru berkisar 2% disusul dengan Kabupaten Kayong

Utara sebesar 2,8%.

Gambar 4.12.

Persentase Posyandu Aktif (Purnama + Mandiri )

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0 44.1

20.4

9.4

5.0

17.0

12.6

39.5

27.2

10.2

17.3

2.82.0

30.2

14.5

20.4

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Target nasional yang akan dicapai pada tahun 2010 untuk Posyandu aktif

(Purnama + mandiri) adalah sebesar 40%. Pada tabel 46 lampiran Profil Kesehatan,

terlihat bahwa pencapaian Kalimantan Barat untuk peningkatan posyandu aktif pada

Page 41: Profil Kesehatan 2009

41

pada tahun 2009 sebesar 20,45, tahun 2008 baru berkisar 22,0%, dan pada tahun 2007

sebesar 25,25%. Hal ini berarti dalam kurun tiga tahun terkahir, terjadi penurunan

tingkat pencapaian Posyandu aktif di Provinsi Kalimantan Barat. Kecenderungan

persentase posyandu aktif di Provinsi Kalimantan Barat terlihat pada gambar 4.13.

Gambar 4.13

Persentase Posyandu Aktif Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2007 s.d Tahun 2009

25.222.0

20.45

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

TH 2009TH 2008TH 2007

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaaten/Kota Tahun 2009

4.4. PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat, berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat telah

dilakukan. Dibawah ini diuraikan beberapa hal mengenai upaya pelayanan kesehatan

pada Tahun 2009.

4.4.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

profesional (dokter, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil dimasa kehamilannya

dengan mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat

pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil kegiatan antenatal dapat dilihat

berdasarkan cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil, menggambarkan

besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama/ kontak pertama

Page 42: Profil Kesehatan 2009

42

dengan tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan

antenatal. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan

antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat. Sedangkan

cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan antenatal

sesuai standar minimal empat kali kunjungan selama masa kehamilannya dengan

distribusi satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua

kali pada trimester ketiga. Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan

tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah dan untuk menggambarkan

kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Kecenderungan

pencapaian cakupan K1 dan K4 di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun ke tahun

dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Persentase K4 Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2009 berdasarkan data

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota adalah 82,65%, terjadi kenaikan cakupan sebesar

1,22% dari tahun 2008. Namu demikian, jika dibandingkan dengan target cakupan K4

berdasarkan Permenkes RI Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang Kesehatan

adalah sebesar 95%, cakupan K4 di Kalimantan Barat masih lebih rendah..

Gambar 4.14.

Cakupan K-1 dan K-4 Prov. Kalbar Tahun 2005 s.d 2009

87.11%87.65%

88.19%

89.82% 90.84%

79.84%

83.49%

82.24%

81.43% 82.65%

74.00%

76.00%

78.00%

80.00%

82.00%

84.00%

86.00%

88.00%

90.00%

92.00%

TH. 2005 TH. 2006 TH. 2007 TH. 2008 TH. 2009

K1 k4

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Pda gambar 4.14 terlihat bahwa dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun

selalu terjadi kesenjangan cakupan K1 dan K4. Berturut-turt kesenjangan K1 dan

K4 mulai tahun 2005 adalah sebagai berikut : Pada tahun 2005 kesenjangannya

Page 43: Profil Kesehatan 2009

43

adalah 7,27%, menurun menjadi 4,16% pada tahun 2006, meningkat pada tahun 2007

menjadi 5,95%, meningkat kembali pada tahun 2008 menjadi 8,39%, kemudian pada

tahun 2009 terjadi penurunan selisih K1 dengan K4 menjadi 8,19. Hal ini berarti

meskipun kecil, ditahun 2009 telah menunjukan adanya peningkatan perlindungan

terhadap ibu hamil dibadingkaan dengan tahun sebelumnya. Dikemudian hari perlu

tetap dilakukan upaya yang lebih optimal agar kesenjangan yang terjadi antara cakupan

K1 dengan K4 menjadi semakin kecil yang berarti bahwa perlindungan terhadap ibu

hamil semakin meningkat.

4.4.2. Pertolongan Persalinan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu dari enam

indikator pemantauan program KIA. Dengan indikator ini dapat diperkirakan

proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan sekaligus

menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam menangani persalinan

secara profesional.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar

terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini dapat disebabkan persalinan yang tidak

dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai potensi kebidanan. Adapun definsi

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi

kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu

tertentu.

Gambar 4.15.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Prov. Kalbar

Tahun 2006 s.d Tahun 2009

60.00%

62.00%

64.00%

66.00%

68.00%

70.00%

72.00%

74.00%

76.00%

TH.2006TH.2007

TH.2008TH.2009

69.24%

73.72%75.61%

74.45%

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 44: Profil Kesehatan 2009

44

Pada gambar 4.15 terlihat bahwa cakupan pertolongan persalinan di Provinsi

Kalimantan Barat dari 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan namun untuk

tahun 2009 kembali terjadi penurunan cakupan. Pada tahun 2006, cakupan pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 69,24%, tahun 2007 meningkat menjadi

73,72% dan pada tahun 2008 meningkat kembali menjadi 75,61%. Tetapi pada tahun

2009, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menurun menjadi 75,45%. Hal ini

berarti masih sekitar 24,55% persalinan ditolong oleh tenaga yang bukan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut, kiranya masih bisa ditekan kasus kematian ibu bersalin jika

cakupaan persalinan oleh tenaga kesehatan ditingkatkan. jika dibandingkan dengan

target pada tahun 2010 dan SPM Bidang kesehatan, yaitu sebesar 90%, maka

pencapaian cakupan pertologan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kalimantan Barat

masih dibawah target dan perlu diupayakan untuk meningkatkan cakupan di tahun

2009, sehingga target 2010 dapat tercapai.

4.4.3. Kunjungan Bayi

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan bayi yang memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki

kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali disatu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam

melindungi bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan

kesehatan.

Gambar 4.16

Cakupan Kunjungan Bayi

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

78.02

44.42

83.09 77.09

93.18

58.61

20.39

75.73

48.33 51.72

75.41

66.80

97.04

76.79 69.76

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 45: Profil Kesehatan 2009

45

Berdasarkan Permenkes No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang standar

pelayanan kesehatan Bidang Kesehatan, ditetapkan target Cakupan Kunjungan Bayi

pada tahun 2010 adalah sebesar 90%.

Pada gambar 4.16 terlihat dari 14 Kabupaten Kota yang ada di Kalimantan

Barat baru Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau yang angka cakupan Kunjungan

Bayi telah mencapai target SPM, sedangkan sisanya masih dibawah target SPM.

Bahkan untuk Kabupaten Sintang masih jauh dari target yang ditetapkan. Untuk

Kalimantan Barat rekapitulasi dari Kabupaten/Kota, angka cakupan kunjungan bayi

sebesar 69,76%, berarti masih kurang sekitar 30,24% dari target SPM.

4.4.4. Pelayanan KB

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2009 (tabel 19) sebesar 719.437 dengan jumlah peserta KB aktif

sebesar 497.374 (69,13%) dan peserta KB Baru sebesar 126.892 (17,64%). Adapun

untuk penggunaan alat kontrasepsi oleh peserta KB aktif secara rinci ditunjukan pada

Gambar 4.16.

Gambar 4.17.

Persentase Penggunaan Alat Kontrasepsi Peserta KB Aktif

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

3.6 1.4 5.0

47.4

39.2 3.37

0.09

IUD MOP/ MOW IMP LANT SUN TIK

PIL KONDOM LAINNYA

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Gambar 4.17. menunjukan bahwa pada tahun 2009 di Kalimantan Barat,

penggunaan suntik sebagai alat untuk menunda kehamilan paling banyak dipilih oleh

Pasangan usia Subur (PUS) yaitu sebanyak 47,4%, kemudian diikuti oleh penggunaan

pil sebanyak 39,2%. Sedang penggunaan MOP/MOW merupakan alat kontrasepsi

Page 46: Profil Kesehatan 2009

46

yang paling sedikit diminati oleh PUS untuk menunda kehamilannya yaitu sebesar

1,4%.

4.4.5. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan suatu

gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara

lengkap dengan ditunjukan pada cakupan imunisasi campak. Bila cakupan UCI

dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu (desa), hal ini berarti dalam wilayah tersebut

dapat diprediksi tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi.

Pada tabel 22 lampiran Profil Kesehatan tahun 2009, Provinsi Kalimantan Barat

telah mencapai desa/kelurahan UCI sebasar 61,78%. Kabupaten dengan persentase

pencapaian desa/kelurahan UCI terbesar adalah Kabupaten Sambas yang mencapai

85,87%, sedangkan persentase pencapaian desa/kelurahan UCI terendah adalah Kota

Pontianak yaitu sebesar 20,69%.

Gambar 4.18.

Cakupan Imunisasi DPT-1 dan Campak Prov. Kalbar

Tahun 2005 s.d Tahun 2009

TH.2005 TH.2006 TH.2007 TH.2008 TH.2009

DPT1 + HB1 96.90% 89.10% 86.20% 91.29% 93.60%

CAMPAK 91.50% 92.30% 77.50% 84.90% 86.30%

DO 8.08% 7.18% 10.10% 7.05% 7.80%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 47: Profil Kesehatan 2009

47

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan

Imunisasi Campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin Posyandu dan fasilitas

pelayanan kesehatan dasar lainnya. Berdasarkan pengolahan data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2009, menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT + HB1

maupun campak mengalami peningkatan dari tahun 2008. Pada tahun 2008, cakupan

imunisasi DPT + HB1 sebesar 91.29% dan tahun 2009 sebesar 93,60%. Sedang

imuniasi campak pada tahun 2008 sebesar 84,90% dan tahun 2009 sebesar 86,30%..

Dari tabel tersebut juga terlihat masih adanya droup out (DO) sebesar 7,80% pada

tahun 2009.

4.4.6. Pemberian Kapsul Vit A

Hasil pengolahan data dari profil kesehatan kabupaten/kota Provinsi

Kalimantan Barat pada tahun 2008 menunjukan bahwa cakupan pemberian kapsul

vitamin A 2 kali pada balita sebesar 72,9% (Tabel 24 lampiran profil kesehatan ).

Target pencapaian untuk Tahun 2010 sebesar 90%.

Gambar 4.19.

Cakupan Balita Mendapatkan Vitamin A 2 kali/Th

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009

73.63

98.32

72.69

100.00

63.66

70.34

38.32

68.23

104.42

83.90

36.20

63.80

108.02

83.00

72.90

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 48: Profil Kesehatan 2009

48

4.4.7. Pemberian Tablet Besi

Cakupan pemberian tablet Fe pada bumil dalam empat tahun terakhir cenderung

terjaadi peningkatan. Gambar 4.20 menunjukan bahwa pencapaian cakupan pemberian

tablet Fe3 di Provinsi Kalimantana Barat pada tahun 2009 adalah 75,6. Jika

dibandingkan dengan target yang akan dicapai pada tahun 2010 berdasarkan Indikator

Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%, maka cakupan pemberian tablet Fe3 Provinsi

Kalimantan Barat masih lebih rendah sekitar 4,4% dari target yang akan dicapai.

Gambar 4.20.

Cakupan Pemberian Tablet Fe3

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

50.00

55.00

60.00

65.00

70.00

75.00

80.00

72.68

72.8

77.8

75.6

TH 2006

TH 2008TH 2007

TH 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 49: Profil Kesehatan 2009

49

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian

data dan informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta alokasi

anggaran kesehatan.

5.1. SARANA KESEHATAN

5.1.1. Tenaga Kesehatan

Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utamanya adalah sumber

daya manusia. SDM kesehatan yang berkualitas menentukan keberhasilan dari

seluruh proses pembangunan tersebut.

Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga

serta pengelolaan pegawai. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir

disebabkan antara lain oleh sifat dari data ketenagaan yang selalu berubah dengan

cepat dan terus menerus dari waktu ke waktu.

Tabel 5.1.

Distribusi Jumlah Tenaga Kesehatan dan Ratio Tenaga Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 50: Profil Kesehatan 2009

50

Pada tahun 2009 jumlah tenaga kesehatan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi

Kalimantan Barat adalah 9.727 orang dengan ratio tenaga kesehatan untuk masyarakat

per 100.000 penduduk adalah 444 orang tenaga kesehatan, atau 1 orang tenaga

kesehatan melayani 225 penduduk. Adapun rincian ratio tenaga kesehatan dengan

jumlah penduduk dan standar ratio tenaga kesehatan sesuai target pada Indikator

Indonesia sehat 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Dari Tabel 5.1, dapat dijelaskan bahwa untuk dokter spesialis, 1 orang dokter

spesialis menangani 29.994 penduduk, sedang menurut standar pada tahun 2010,

diharapkan 1 orang dokter spesialis menangani sekitar 16.667 penduduk, atau dengan

perbandingan 6 dokter spesialis menangani 100.000 penduduk. Sehingga Dilihat dari

ratio yang dicapai, maka ada kekurangan ratio Dokter spesialis per 100.000 penduduk.

Karena pada tahun 2009 jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat sebesar

4.319.142, maka kebutuhan dokter spesialis di Kalimantan Barat sesuai stándar adalah

259 dokter spesialis, sehingga kekuranganya adalah 115 dokter spesialis.

5.1.2. Sarana Pelayanan Kesehatan

Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi

yang cukup, diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai agar

pelaksanaan pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik.

Tabel 5.2.

Distribusi Sarana Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Page 51: Profil Kesehatan 2009

51

Tahun 2009 jumlah pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi Kalimantan

Barat terdiri dari 230 puskesmas, 826 puskesmas pembantu, 313 Puskesmas Keliling,

34 Rumah sakit dan 4.123 Posyandu. Pada tabel 5.2 terlihat bahwa jika dibandingan

dengan jumlah kecamatan maka rata-rata setiap kecamatan di Propinsi Kalimantan

Barat terdapat 1 sampai dengan 2 Puskesmas, dengan jangkauan pelayanan per

Puskesmas rata-rata melayani 18.778 penduduk. Kota Singkawang merupakan

merupakan wilayah yang paling banyak tingkat jangkan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat yaitu dengan perbandingan rata-rata 1 Puskesmas melayani 35.540

penduduk. Adapun jangkauan puskesmas terhadap pelayanan penduduk lebih

lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3.

Ratio Puskesmas per Kecamatan dan

Jangkauan PelayananPuskesmas terhadap Jumlah Penduduk

Menurut Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2009

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009

Berdasarkan tabel 5.3. Penyebaran puskesmas terbanyak pada Kota Pontianak,

yaitu ratio Puskesmas terhadap Kecamatan sebesar 3,8, ini berarti bahwa di Kota

Piontianak rata-rata di setiap kecamatan terdapat 4 Puskesmas, disusul dengan

Kabupaten Kubu Raya dimana ratio Puskesmas terhadap Kecamatan sebesar 1,9

berarti rata-rata di setiap kecamatan memilki 2 Puskesmas.

Page 52: Profil Kesehatan 2009

52

5.1.3. Pembiayaan Kesehatan

Pada tahun 2009 berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan

Kabupaten/Kota Tahun 2009, total jumlah anggaran pembangunan kesehatan di

Provinsi Kalimantan Barat (tidak termasuk anggaran kesehatan provinsi) yang

bersumber dari APBN, PHLN dan APBD serta sumber pemerintah lain sebesar Rp.

554.408.460.573 Sehingga dengan jumlah penduduk sebesar 4,319.142 jiwa, maka

anggaran kesehatan perkapita penduduk di Kalimantan Barat pada tahun 2009 adalah

sebesar Rp. 128.360,79,-.

Berdasarkan rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota (tidak termasuk

kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak, Sekadau dan Melawi), total anggaran

APBD Kesehatan Kabupaten Kota adalah sebasar Rp. 400.375.006.305,- dengan total

anggaran APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp. 4.898.072.492.688,-. Sehingga

persentase anggaran APBD kesehatan Kabupaten/Kota terhadap APBD

Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat adalah 6,02%.

APBD Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar Rp.

168.893.066.000,- dan anggaran APBD Provinsi Kalimantan Barat secara keseluruhan

adalah sebesar Rp. 1.456.670.549.871,-. Berdasarkan angka tersebut, maka persentase

anggaran APBD kesehatan untuk tingkat Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar

9,19%.

Page 53: Profil Kesehatan 2009

53

BAB VI

PENUTUP

Data dan Informasi merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan

organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi yang

berkualitas sangat diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan

juga sebagai alat monitoring dan evaluasi berjalannya kegiatan sehingga menjadi lebih

efesien dan efektif. Data dalam pembuatan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

ini diperoleh melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan berdasarkan profil

maupun draf data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota dan data dari masing-masing

pemegang program.

Penyusunan profil kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam

Sistem Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang

peranan penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Hal ini

karena data dan informasi merupakan sumber daya strategis bagi organisasi

maupun individu dalam menjalankan sistem manajemen yaitu dalam proses

perencanaan sampai pengambilan keputusan. Keputusan yang baik dapat dihasilkan

apabila ditunjang dengan data yang akurat dan validitasnya tidak diragukan.

Namun sangat disadari, sistem informasi kesehatan yang ada saat ini belum

berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga tidak dapat memenuhi data dan

informasi yang dibutuhkan, apalagi dalam era desentralisasi pengumpulan data menjadi

relatif lebih sulit didapatkan dari Kabupaten/Kota yang berimplikasi terhadap

ketepatan, kelengkapan maupun keakuratan data yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

data dan informasi yang disajikan pada profil kesehatan provinsi saat ini belum sesuai

dengan harapan.

Kedepan, berangkat dari permasalahan yang dihadapi dari penyusunan Profil

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2009 ini, diharapkan kesadaran dan

peran serta aktif dari semua pihak untuk membenahi sistem manajemen data agar

kinerja dari masing-masing bidang dapat lebih terukur dan memberikan gambaran yang

lebih rinci dari pencapaian masing-masing program serta kontribusinya bagi

pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Provinsi dapat memberikan

gambaran secara garis besar tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat yang

telah dicapai.

Walaupun profil kesehatan propinsi sering kali belum mendapatkan apresiasi

yang memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai dengan

harapan, namun profil ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang

meliputi data pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator Indonesia

sehat 2010. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas Profil Kesehatan

Page 54: Profil Kesehatan 2009

54

Provinsi Kalimantan Barat, perlu dicari terobosan dalam mekanisme pengumpulan data

dan informasi secara cepat agar dapat dihasilkan informasi yang cepat, lengkap dan

akurat, khususnya data dan informasi yang bersumber dari Kabupaten/Kota.

Demikianlah Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 ini

disusun, kiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang memerlukannya, terutama

jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Lintas Sektor terkait.

.

Pontianak, September 2010