120
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat, pembangunan kesehatan di Jawa Tengah tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat. Segala upaya kesehatan selama ini dilakukan tidak hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga tidak luput peran dari sektor non kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya mengatasi permasalahan kesehatan. Agar proses pembangunan kesehatan berjalan sesuai dengan arah dan tujuan, diperlukan manajemen yang baik sebagai langkah dasar pengambilan keputusan dan kebijakan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Untuk itu pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik dalam suatu sistem informasi kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang evidence based diarahkan untuk penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Untuk itu, peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan semakin dibutuhkan dalam manajemen kesehatan oleh berbagai pihak. Masyarakat semakin peduli dengan situasi kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, terutama terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kesehatan mereka. Kepedulian masyarakat akan informasi kesehatan ini memberikan nilai positif bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu pengelola program harus bisa menyediakan dan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan dikemas secara baik, sederhana, informatif, dan tepat waktu. Profil kesehatan merupakan salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan yang penyusunan dan penyajiannya dibuat sesederhana mungkin tetapi informatif, untuk dipakai sebagai alat tolok ukur kemajuan pembangunan kesehatan sekaligus juga sebagai bahan evaluasi program-program kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah adalah gambaran situasi kesehatan yang memuat berbagai

profil kesehatan jateng.pdf

  • Upload
    nie-mk

  • View
    3.113

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

profil kesehatan jateng

Citation preview

Page 1: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat, pembangunan kesehatan di

Jawa Tengah tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor

kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan peran

serta swasta dan masyarakat. Segala upaya kesehatan selama ini dilakukan tidak

hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga tidak luput peran dari sektor non

kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya

mengatasi permasalahan kesehatan.

Agar proses pembangunan kesehatan berjalan sesuai dengan arah dan

tujuan, diperlukan manajemen yang baik sebagai langkah dasar pengambilan

keputusan dan kebijakan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Untuk

itu pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan

baik dalam suatu sistem informasi kesehatan.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang evidence based diarahkan untuk

penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Untuk itu,

peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan semakin

dibutuhkan dalam manajemen kesehatan oleh berbagai pihak. Masyarakat semakin

peduli dengan situasi kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah

dilakukan oleh pemerintah, terutama terhadap masalah-masalah kesehatan yang

berhubungan langsung dengan kesehatan mereka.

Kepedulian masyarakat akan informasi kesehatan ini memberikan nilai positif

bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu pengelola program harus bisa

menyediakan dan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan

dikemas secara baik, sederhana, informatif, dan tepat waktu.

Profil kesehatan merupakan salah satu produk dari Sistem Informasi

Kesehatan yang penyusunan dan penyajiannya dibuat sesederhana mungkin tetapi

informatif, untuk dipakai sebagai alat tolok ukur kemajuan pembangunan kesehatan

sekaligus juga sebagai bahan evaluasi program-program kesehatan. Profil Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah adalah gambaran situasi kesehatan yang memuat berbagai

Page 2: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 2

data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun yang

memuat data derajat kesehatan, sumber daya kesehatan, dan capaian indikator hasil

pembangunan kesehatan.

B. SISTEMATIKA PENYAJIAN

Sistematika penyajian Profil Kesehatan adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi penjelasan tentang maksud, tujuan dan sistematika

penyajiannya.

BAB II : GAMBARAN UMUM

Menyajikan tentang gambaran umum Provinsi Jawa Tengah meliputi

letak geografis, kependudukan, ekonomi dan pendidikan yang erat

kaitannya dengan kesehatan.

BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka

kesakitan dan angka status gizi masyarakat.

BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN

Menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan

kesehatan rujukan dan penunjang, pencegahan dan pengendalian

penyakit menular dan tidak menular, pembinaan kesehatan lingkungan

dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian

dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana serta

upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh

kabupaten/kota.

BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan,

pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.

BAB VI : KESIMPULAN

Berisi sajian garis besar hasil-hasil cakupan porgram/kegiatan

berdasarkan indikator-indikator bidang kesehatan untuk dapat ditelaah

lebih jauh dan untuk bahan perencanaan pembangunan kesehatan

serta pengambilan keputusan di Provinsi Jawa Tengah.

Page 3: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 3

LAMPIRAN

Berisi resume atau angka pencapaian kabupaten/kota dan 82 tabel data yang

sebagian diantaranya merupakan Indikator Pencapaian Kinerja Standar Pelayanan

Minimal Bidang Kesehatan.

Page 4: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 4

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. KEADAAN GEOGRAFI

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

terletak cukup strategis karena berada diantara dua provinsi besar, yaitu bagian

barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan

Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa dan

bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Letaknya antara 5°40' - 8°30' lintang selatan dan antara 108°30' - 111°30'

bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km², secara

administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang tersebar menjadi 573

kecamatan dan 8.576 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap

dengan luas 2.138,51 km², atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah,

sedangkan Kota Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil yaitu seluas

18,12 km².

Secara topografi, wilayah Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan

yang dibagi menjadi 4 (empat) kriteria :

a. Ketinggian antara 0–100 m dari permukaan air laut, seluas 53,3%, yang

daerahnya berada di sepanjang pantai utara dan pantai selatan.

b. Ketinggian antara 100–500 m dari permukaan air laut seluas 27,4%.

c. Ketinggian antara 500–1.000 m dari permukaan air laut seluas 14,7%.

d. Ketinggian diatas 1.000 m dari permukaan air laut seluas 4,6%.

B. KEADAAN PENDUDUK

1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah,

jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 32.382.657

jiwa, dengan luas wilayah sebesar 32.544,12 kilometer persegi (km²), rata-rata

kepadatan penduduk sebesar 995,04 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat

Page 5: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 5

adalah Kota Surakarta, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 11.341 jiwa

per km². Wilayah terlapang adalah Kabupaten Blora, dengan tingkat kepadatan

penduduk sekitar 462 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di

Jawa Tengah belum merata.

Jumlah rumah tangga sebanyak 8.703.696, maka rata-rata jumlah

anggota rumah tangga adalah 3,72 jiwa untuk setiap rumah tangga. Penduduk

terbanyak di Kabupaten Brebes 1.733.869 jiwa (5,35%) dan paling sedikit di

Kota Magelang 118.227 jiwa (0,37%). Data mengenai kependudukan dapat

dilihat pada lampiran Tabel 1.

2. Rasio Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis

kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan

per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010

oleh Badan Pusat Statistik, didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Jawa Tengah

16.091.112 jiwa (49,69%) dan jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah

16.291.545 jiwa (50,31%). Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar

98,77 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan

ada sekitar 98 atau 99 penduduk laki-laki. Data mengenai rasio jenis kelamin

(sex ratio) dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.

3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Komposisi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurut kelompok umur dan

jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan

mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 15–44 tahun. Gambaran

komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran Tabel 3.

Perbandingan komposisi proporsi penduduk menurut usia produktif dari

tahun 2006 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 6: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 6

Tabel 2.1 Persentase Kelompok Usia Produktif Jawa Tengah tahun 2006 – 2010

Kelompok Usia (Tahun)

TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010

0 - 14 25,98 % 27,02 % 26,57 % 25,03 % 26,32 %

15 – 64 66,92 % 65,21 % 65,66 % 67,87 % 66,53 %

65 + 7,10 % 7,77 % 7,77 % 7,11 % 7,05 %

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi penduduk tahun 2010 bila

dibandingkan dengan tahun 2009, kelompok usia produktif (15-64 tahun)

mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia belum produktif (0-14 tahun)

mengalami kenaikan. Hal ini berarti bahwa angka beban tanggungan menjadi

bertambah.

C. KEADAAN EKONOMI

1. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah ukuran kuantitatif dari

kinerja perekonomian suatu wilayah selama satu periode waktu tertentu. PDRB

merupakan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit-unit usaha yang

beroperasi di wilayah domestik.

Perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan

sebesar 6,0% dibanding tahun 2010. Berdasarkan hasil penghitungan triwulan I

sampai dengan triwulan IV , PDRB Jawa Tengah tahun 2011 atas dasar harga

berlaku meningkat sebesar Rp. 53,9 triliun, yaitu dari Rp. 444,7 triliun pada

tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 498,6 triliun pada tahun 2011. Jika dilihat dari

PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2011 mencapai Rp. 198,2 triliun,

sedangkan pada tahun 2010 sebesar Rp. 187,0 triliun.

Selama tahun 2011, semua sektor ekonomi yang membentuk PDRB

mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor

pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 8,6%, diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran 7,5%, sektor jasa-jasa 7,5%, sektor industri

Page 7: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 7

pengolahan 6,7%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan 6,6%,

sektor konstruksi 6,3%, sektor pertambangan dan penggalian 4,9%, sektor

listrik, gas dan air bersih 4,3%. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan

terendah pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yaitu sebesar 1,3%.

Selain itu dapat dilihat besarnya sumbangan (andil) masing-masing

sektor dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi selam tahun 2011. Sektor

industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan 6,7% mampu memberikan

andil terbesar terhadap sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yaitu

sebesar 2,2%. Sumber pertumbuhan terbesar kedua adalah dari sektor

perdagangan, hotel dan restoran yaitu 1,6%. Sedangkan sektor pengangkutan

dan komunikasi, meskipun mengalami pertumbuhan terbesar yaitu 8,4%, sektor

ini hanya mampu memberikan sumbangan 0,4% terhadap sumber pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan kontribusi nilai tambah bruto sektor

pengangkutan dan komunikasi terhadap PDRB Jawa Tengah relatif kecil.

PDRB per kapita merupaka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun. Pada tahun 2011 angka PDRB per kapita atas dasar harga

berlaku diperkirakan mencapai 15,4 juta dengan laju peningkatan sebesar 12,0%

dibandingkan dengan PDRB per kapita tahun 2010 sebesar Rp. 13,7 juta.

Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2011 sebesar

Rp. 6,1 juta atau secara riil meningkat sebesar 5,9% dibandingkan dengan tahun

2010 yan gsebesar Rp. 5,8 juta.

Tabel 2.2 PDRB per Kapita Jawa Tengah Tahun 2008 – 2011 (jutaan rupiah)

Tahun PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku

PDRB per Kapita atas dasar harga konstan

2008 11,124 5,142

2009 11,957 5,345

2010 13,732 5,774

2011 15,376 6,112

Sumber : PDRB Jawa Tengah Tahun 2011

Page 8: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 8

2. Angka Beban Tanggungan

Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban

tanggungan (dependency ratio) penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2010 sebesar 50,31. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan tahun 2009 (51,43), berarti pada tahun 2010 setiap 100 penduduk usia

produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 50

penduduk usia belum produktif (0–14 tahun) dan usia tidak produktif (65 tahun

ke atas).

D. KEADAAN PENDIDIKAN

Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan

menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam

pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi,

pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga

lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta

aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya.

Dibandingkan dengan tahun 2009 secara umum telah terjadi peningkatan di

bidang pendidikan. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SD, SMP dan

Akademi/Perguruan Tinggi. Hal ini wajar terjadi mengingat semakin digalakkannya

program sekolah gratis bagi jenjang SD dan SMP dan program-program pendidikan

lainnya. Berikut ini disajikan tabel persentase jumlah penduduk usia 10 tahun ke

atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah tahun

2007-2010.

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Usia 10 tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2010

Tahun Blm/Tdk Pernah Sekolah

Tdk punya Ijazah SD/MI

SD/MI SMP SMU/SMK DIPL/AK/

PT Total

2007 7,84 26,46 31,74 15,58 12,45 5,93 100,00

2008 9,33 23,03 32,01 16,58 14,64 4,41 100,00

2009 8,42 22,16 32,50 17,22 15,21 4,48 100,00

2010 8,13 18,91 34,55 18,11 10,48 4,93 100,00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2010

Page 9: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 9

Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang

tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat membaca dan

menulis huruf latin dan huruf lainnya pada tahun 2010 sebesar 91,02%, sedangkan

yang buta huruf sebesar 8,98%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka penduduk

laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan penduduk perempuan,

angka melek penduduk laki-laki sebesar 94,28% dan perempuan sebesar 87,87%.

Data mengenai angka melek huruf dapat dilihat pada lampiran Tabel 5.

Demikian gambaran umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 secara

ringkas dengan penyajian tentang kependudukan, perekonomian dan pendidikan.

Faktor perekonomian dan pendidikan secara bersama-sama dengan kesehatan

digunakan untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia.

Page 10: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 10

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang

dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi

angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan

masyarakat di Provinsi Jawa Tengah digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB),

Angka Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa

penyakit dan status gizi.

Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-

faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan

dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor

ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.

A. ANGKA KEMATIAN

Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan

masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi

lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan

sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program

pembangunan kesehatan. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB,

AKABA, AKI dan Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas.

1. Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11

bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan

dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi

ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan

dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan

di wilayah tersebut rendah.

AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 kelahiran

hidup, menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 10,62/1.000

Page 11: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 11

kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals

(MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup maka AKB di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2011 sudah cukup baik karena telah melampaui target.

Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011.

8,5

9

9,5

10

10,5

11

AKB 9,27 10,25 10,62 10,34

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.1 Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011

Angka kematian bayi tertinggi adalah Kabupaten Rembang sebesar

21,97/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah adalah Kota Surakarta sebesar

3,63/1.000 kelahiran hidup.

3,635,41

6,666,72

7,097,497,55

8,498,518,548,688,728,859,119,239,239,239,339,38

9,699,72

10,0811,16

11,6712,1512,27

12,6312,93

13,2313,30

15,2515,79

17,3417,53

21,97

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

Kota SurakartaKota TegalKab.DemakKab.Kudus

Kab.MagelangKota Salatiga

Kab.TegalKota MagelangKab.Grobogan

Kab.PekalonganKab.SragenKab.Brebes

Kab.KebumenKab.Sukoharjo

Kab.KaranganyarKota Pekalongan

Kab.PatiKab.CilacapKab.KlatenKab.Jepara

Kab.BanyumasKab.Wonogiri

Kab.PurbalinggaKab.Kendal

Kota SemarangKab.Boyolali

Kab.BloraKab.Pemalang

Kab.WonosoboKab.SemarangKab.Purw orejo

Kab.BanjarnegarKab.Batang

Kab.TemanggungKab.Rembang

Gambar 3.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Page 12: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 12

2. Angka Kematian Balita

Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5

tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan

KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi

lingkungan.

AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran

hidup, menurun dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 12,02/1.000 kelahiran

hidup. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium

Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup,

AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sudah melampaui target. Dibawah ini

grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2011.

9

9,5

10

10,5

11

11,5

12

12,5

AKABA 10,12 11,6 12,02 11,5

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.3 Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2008 –2011

AKABA tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 23,74/1.000 kelahiran

hidup, sedangkan terendah di Kota Surakarta sebesar 4,12/1.000 kelahiran

hidup. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini.

Page 13: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 13

4.125.78

7.447.857.948.168.36

9.129.269.559.669.709.8610.1410.2010.3610.3910.5710.7910.8010.98

11.8112.42

12.9513.6813.8313.8814.2514.42

14.8516.55

17.4618.8719.02

23.74

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Kota SurakartaKota TegalKab.Kudus

Kota SalatigaKab.Magelang

Kab.DemakKab.Tegal

Kab.GroboganKab.Brebes

Kota MagelangKab.Pekalongan

Kab.KebumenKab.Pati

Kab.CilacapKab.Sragen

Kota PekalonganKab.Sukoharjo

Kab.KlatenKab.Jepara

Kab.BanyumasKab.Karanganyar

Kab.WonogiriKab.Purbalingga

Kab.KendalKab.Wonosobo

Kab.BloraKab.Boyolali

Kab.PemalangKab.Semarang

Kota SemarangKab.Purw orejo

Kab.BanjarnegarKab.Temanggung

Kab.BatangKab.Rembang

Gambar 3.4 Angka Kematian Balita di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

3. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu

selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan

sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan,

kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan

penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal dan

obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi

yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan

obstetri yang rendah pula.

Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke

pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan

kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal

tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas

kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain

itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisii ibu itu sendiri

dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat

melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu

Page 14: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 14

banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun).

Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berdasarkan

laporan dari kabupaten/kota sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup,

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2010 sebesar

104,97/100.000 kelahiran hidup. Gambar 3.5 di bawah ini tren AKI di Provinsi

Jawa Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.

95

100

105

110

115

120

AKI 114,42 117,02 104,97 116,01

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.5 Angka Kematian Ibu Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 –2011

Jumlah kematian maternal terbanyak adalah di Kabupaten Tegal

sebanyak 51 kematian. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah kematian

maternal paling sedikit adalah Kota Magelang dengan 1 kematian.

14

6999

101010

1112

131313

1515

1617

1818

212222

232424

2626

2728

3134

3545

51

0 10 20 30 40 50 60

Kota MagelangKota Surakarta

Kota SalatigaKab.Kebumen

Kota PekalonganKota Tegal

Kab.Purw orejoKab.Klaten

Kab.WonogiriKab.Rembang

Kab.BanjarnegaraKab.Sukoharjo

Kab.KaranganyarKab.TemanggungKab.PurbalinggaKab.Wonosobo

Kab.KudusKab.Pekalongan

Kab.BoyolaliKab.Sragen

Kab.SemarangKab.Magelang

Kab.BloraKab.Batang

Kab.PatiKab.Jepara

Kab.GroboganKab.DemakKab.KendalKab.Cilacap

Kota SemarangKab.Brebes

Kab.BanyumasKab.Pemalang

Kab.Tegal

Gambar 3.6 Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2011

Page 15: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 15

Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas

sebesar 48,65%, kemudian pada waktu hamil sebesar 25,75% dan pada waktu

persalinan sebesar 25,60%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian

kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar

65,12%, kemudian pada kelompok umur >35 tahun sebesar 28,89% dan pada

kelompok umur <20 tahun sebesar 5,99%.

4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas

Angka Kematian kecelakaan lalu lintas adalah jumlah kematian sebagai

akibat dari kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk dalam kurun waktu satu

tahun. Kabupaten/kota yang melaporkan kejadian kecelakaan lalulintas pada

tahun 2011 sebanyak 25 kabupaten/kota meningkat dibandingkan dengan tahun

2010 sebanyak 19 kabupaten/kota. Angka kecelakaan lalulintas per 100.000

penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 94,80 sedangkan tahun

2010 sebesar 176,17 sementara Angka kematian kecelakaan lalu lintas tahun

2011 adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah.

Dari 25 kabupaten/kota yang melaporkan, angka kematian kecelakaan

lalu lintas tertinggi terjadi di Kota Magelang yaitu sebesar 21,99/100.000

penduduk.

B. ANGKA KESAKITAN

1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit “Acute Flaccid

Paralysis” (AFP)

Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, pemerintah telah

melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian

imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan

Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans AFP. Surveilans AFP merupakan

pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak

dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis.

Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah

sebagai berikut :

Page 16: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 16

a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami

kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal.

b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak

kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam.

c. Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus

(untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma Bandung)

d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus

polio liar didalamnya.

e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan

klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan

apakah masih ada kelumpuhan atau tidak.

Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis

kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah

masih ada polio liar di masyarakat.

Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia

<15 tahun. Target minimal penemuan penderita AFP tahun 2011 sebanyak 164

penderita. Pada tahun 2011 Jawa Tengah menemukan 215 penderita AFP,

sehingga memenuhi target. Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, dari 215

kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan

virus polio liar).

Gambar 3.7 Penemuan Kasus AFP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

160

165

170

175

180

185

190

195

200

205

210

Kasus AFP 191 207 187 193 178

2006 2007 2008 2009 2010

Page 17: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 17

2. Prevalensi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui

droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan

HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi

komitmen global dalam MDGs.

Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam

penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang

secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci

1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya;

3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan

tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4)

Jaminan ketersediaan OATyang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan

yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan

kinerja program secara keseluruhan.

Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah

sebesar 74,52. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan

(205,5 per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (20,06 per

100.000 penduduk).

3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA(+)

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case

Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan

dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam

wilayah tersebut.

Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2011 masih dibawah

target yang ditetapkan sebesar 100%. Meskipun masih dibawah target yang

ditentukan, capaian CDR tahun 2011 sebesar 59,52% meningkat dibandingkan

dengan tahun 2010 (55,38%). CDR tertinggi di Kota Pekalongan sebesar

132,78% dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 33,04%. Terdapat

empat kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100% yaitu Kota Surakarta

Page 18: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 18

(101,31%), Kabupaten Pekalongan (103,12), Kota Tegal (116,99%) dan Kota

Pekalongan (132,78%).

0

10

20

30

40

50

60

CDR TB 47,97 48,15 55,38 59,52

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.8 Angka Penemuan TB Paru (CDR) Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2008–2011

Untuk meningkatkan cakupan CDR dan angka kesembuhan, pada tahun

2011 telah dilakukan berbagai upaya seperti peningkatan SDM, baik tenaga

medis, paramedis dan laboratorium, pertemuan jejaring antar unit pelayanan

kesehatan dan asistensi ke rumah sakit. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu

dievaluasi untuk menilai apakah hasil kegiatan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan sekaligus mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan untuk

selanjutnya disusun rencana tindak lanjut perbaikan.

4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA(+)

Evaluasi pengobatan pada penderita TB paru BTA(+) dilakukan melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum

akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif.

Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan

ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau

satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif.

Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah

menyelesaikan pengobatan, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan

sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan

Page 19: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 19

pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA(+) yang diobati

disebut keberhasilan pengobatan (Succes Rate).

Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun

2010 sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila

dibandingkan tahun 2009 (85,01%). Angka kesembuhan tertinggi di Kabupaten

Karanganyar sebesar 98,17%, sedangkan terendah di Kota Tegal sebesar

47,13%.

82

82,5

83

83,5

84

84,5

85

85,5

86

CR TB 83,9 85,01 85,15

2008 2009 2010

Gambar 3.9 Angka Kesembuhan TB Paru (CR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2010

5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli).

Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga

dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia.

Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2

tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah

kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada

balita tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan

sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 yang

sebesar 40,63%. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan

Minimal (SPM) tahun 2010 sebesar 100%. Berikut ini ditampilkan persentase

penemuan pneumonia balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2011.

Page 20: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 20

Pada tingkat kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase

cakupan diatas 100% yaitu Kota Magelang (179,6%), sementara kabupaten

dengan persentase cakupan terendah adalah Kabupaten Rembang (1,9%).

20

25

30

35

40

45

Pneumonia Balita 23,63 25,96 40,63 25,5

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.10 Persentase Penemuan dan Penanganan Penderita Pneumonia pada Balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi

virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.

Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh

sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai

HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3

metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT), sero

survey dan Survei Terpadu Biologis dan perilaku (STBP). Jumlah infeksi HIV yang

dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, sebagian besar didapat dari hasil

VCT di rumah sakit. Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS)

sebanyak 521 kasus dari laporan VCT rumah sakit, laporan rutin AIDS kab/kota

serta Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM). Peningkatan infeksi HIV dan

kasus AIDS ini dikarenakan upaya penemuan atau pencarian kasus yang semakin

intensif melalui VCT di rumah sakit dan upaya penjangkauan oleh LSM peduli

AIDS di kelompok risiko tinggi. Kasus HIV/AIDS merupakan fenomena gunung

es, artinya kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil yang ada di masyarakat.

Jumlah kematian karena AIDS di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 89 kasus.

Page 21: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 21

259

143

373

755

170

430

501 521

56104

160

89

0

100

200

300

400

500

600

700

800

2008 2009 2010 2011

HIV AIDS Meninggal

Gambar 3.11 Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian karena AIDS

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Gambar 3.11 menunjukan bahwa kecenderungan (trend) kasus HIV

maupun AIDS selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Penemuan kasus HIV

tahun 2011 meningkat sangat tajam hampir 2 kali lipat lebih dibanding tahun

2010. Jumlah kasus baru HIV/AIDS tertinggi adalah di Kota Semarang (189/59

kasus), jumlah kematian karena AIDS terbanyak di Kabupaten Banyumas

sebanyak 10 kasus.

Perempuan

37%

Laki-laki

63%

Gambar 3.12 Persentase Kasus Baru AIDS menurut Jenis Kelamin

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya

Penyakit Menular Seksual (PMS) atau biasa disebut penyakit kelamin

adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS meliputi

Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, dan lain-lain. Infeksi Menular

Page 22: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 22

Seksual (IMS) yang diobati adalah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan

sindrom dan etiologi serta diobati sesuai standar.

Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini

sebanyak 10.752 kasus. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi

masih banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang

ditemukan harus diobati sesuai standar.

8. Donor Darah Diskrining terhadap HIV

Selain melakukan kegiatan serosurvei HIV dan surveilans/ pengamatan

kasus AIDS, Dinas Kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil

skrining/penapisan darah donor melalui UTDD PMI Jawa Tengah. Tujuan skrining

ini adalah untuk mengamankan darah donor supaya bebas dari beberapa

penyakit seperti Hepatitis C, Sifilis, Malaria, DBD termasuk juga bebas dari virus

HIV. Pada tahun 2011 diketahui jumlah pendonor sebanyak 346.269 orang,

kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828

(93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415 sampel

(0,13) yang positif HIV. Tabel perkembangan jumlah sampel yang diperiksa dan

hasil yang positif HIV dari tahun 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut :

Tabel 3.1 Persentase Donor Darah Diskrining terhadap HIV

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011

Tahun Jumlah Sample

Diperiksa Jumlah Positif HIV Positif HIV

2008 348.795 520 1,49

2009 312.793 275 0,09

2010 309.731 510 0,16

2011 324.828 415 0,13

Page 23: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 23

9. Kasus Diare Ditangani

Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi

feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare

bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih,

atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun

2010 (44,48%). Pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan

penemuan dan penanganan diare tertinggi di Kota Tegal (144,2%) dan terendah

di Kabupaten Purworejo (19,8%). Ada 3 kota yang mempunyai cakupan di atas

100% yaitu Kota Salatiga (106%), Kota Pekalongan (121,4%) dan Kota Tegal

(144,2%).

40

45

50

55

60

Cakupan 47,8 48,5 44,48 57,9

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.13 Cakupan Penemuan dan Penanganan diare Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

10. Prevalensi Kusta

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan

kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf,

anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya

kondisi sebagai berikut:

a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa,

b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa

dan kelemahan/kelumpuhan otot,

Page 24: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 24

c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif)

Pada tahun 2011, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler

sebanyak 1.873 kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly

Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk.

Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi

rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat

penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di

antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2011 sebesar

13,32%. Sedangkan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2011

sebesar 10,14%.

11. Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat

Cakupan program kusta diukur berdasarkan angka penderita kusta tipe

Pauci Baciller (PB) dan Multy Baciller (MB) selesai diobati. Cakupan program

kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2010 yang

selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 85% lebih rendah dari target

90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita baru tahun 2009 yang selesai

diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 76% lebih rendah dari target 95%.

Cakupan selama 3 tahun terakhir kusta tipe PB cenderung naik dan mulai

menurun pada tahun 2009 sedangkan tipe MB cenderung menurun mulai tahun

2007 (tabel 12).

0

20

40

60

80

100

pe

rse

nta

se (

%)

PB 92,48 85,27 91,21 85

MB 90,98 87,5 87,61 76,46

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.14 Persentase Penderita Kusta selesai diobati Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Page 25: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 25

Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak penderita

yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai diobati

(Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya

cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru

pengobatan untuk penderita default. Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3

bulan dalam jangka waktu 9 bulan sudah dianggap default. Ketentuan lama

penderita disebut default kalau 3 bulan berturut-turut tidak minum obat.

Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 18 bulan

sudah disebut default. Ketentuan lama penderita MB berturut-turut 6 bulan tidak

berobat baru dikatakan default.

12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian

besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang

dewasa.

Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa

Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD.

Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk. Angka ini jauh menurun bila

dibandingkan tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target

nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kota

Semarang sebesar 317,17/100.000 penduduk, terendah di Kabupaten Wonogiri

sebesar 4,29/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan

dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di lapangan

serta upaya pengendalian.

Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak

stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan

sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty yang cukup potensial. Selain

itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat

sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa

kabupaten/kota.

Page 26: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 26

10

30

50

70

IR DBD 59.2 57.4 59.8 15.27

Target 20 20 20 20

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.15 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Angka kesakitan DBD di kabupaten/kota hampir semuanya lebih dari

20/100.000 penduduk. Ada 6 kabupaten/kota dengan angka kesakitan kurang

dari 2/100.000 penduduk yaitu Kabupaten Wonogiri (4,29), Kabupaten

Wonosobo (9,71), Kabupaten Magelang (9,72), Kabupaten Kebumen (9,95),

Kabupaten Semarang (13,95) dan Kabupaten Pemalang (16,03).

13. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar

0.93%, lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih

rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%).

0.75

1

1.25

1.5

CFR DBD 1.19 1.42 1.29 0.93

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.16 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Page 27: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 27

Angka kematian tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan sebesar 6,5%

dan terendah atau tidak ada kematian di 18 kabupaten/kota. Sedangkan

kabupaten/kota dengan angka kematian lebih dari 1% sebanyak 12

kabupaten/kota.

Gambar 3.17 Peta CFR DBD kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

14. Angka Kesakitan Malaria

Penyakit malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di

Provinsi Jawa Tengah. Saat ini masih ditemukan desa High Case Incidence (HCI)

sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 Kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen,

Purbalingga, Banyumas dan Jepara.

Angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence-API) merupakan

indikator untuk memantau perkembangan penyakit malaria. Jumlah kasus tahun

2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2010 (3.300 kasus)

dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰, sedikit meningkat dibandingkan

tahun 2010 (0.10‰). Perkembangan insidens malaria sejak tahun 2008 dilihat

pada gambar berikut.

Klaten

Banyumas

Bj negara

Temanggung

Kendal Blora

Grobogan

Bata

ng

Demak

Jepara

Sragen Purblg

Kebumen Purworejo

Cilacap

Kr.anyar

Pati

Rembang

Batang Pekalongan

Pemalang

Brebes

Tegal

Kota Semarang

Magelan

g

Cilacap

Boyolali

Kab Semarang

Kota

Tegal

Jepara

Kota Mgl

DI. Yogyakarta

Kab. Mgl

Kudus

JAT I M

Kota Pekalongan

JABAR

Wonogiri

Sukoharjo

Wonosobo Salatiga

Surakarta

CFR DBD 0 < 1

> 1

Page 28: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 28

0

0.05

0.1

0.15

API 0.05 0.05 0.1 0.11

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.18 Angka Kesakitan Malaria Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Penderita malaria tahun 2011 ditemukan di 25 kabupaten, terbanyak di

Kabupaten Purworejo (1.001 penderita) dan paling sedikit di Kabupaten

Karanganyar (1 penderita).

15. Angka Kematian Malaria

Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar

0.03%. Angka kematian tertinggi adalah di Kota Semarang (25,0%) dan

terendah atau tidak ada kematian di 30 kabupaten/kota.

Gambar 3.19 Peta CFR Malaria kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Klaten

Banyumas

Bj negara

Temanggung

Kendal Blora

Grobogan

Bata

ng

Demak

Jepara

Sragen Purblg

Kebumen Purworejo

Cilacap

Kr.anyar

Pati

Rembang

Batang Pekalongan

Pemalang

Brebes

Tegal

Kota Semarang

Magelan

g

Cilacap

Boyolali

Kab Semarang

Kota

Tegal

Jepara

Kota Mgl

DI. Yogyakarta

Kab. Mgl

Kudus

JAT I M

Kota Pekalongan

JABAR

Wonogiri

Sukoharjo

Wonosobo Salatiga

Surakarta

Page 29: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 29

16. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani

Jumlah kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun

semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011

sebanyak 537 penderita. Tahun 2011 ada 141 kasus baru yang ditemukan di 9

kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan (125 kasus), Kabupaten Banjarnegara (5

kasus), Kota Semarang (2 kasus), Kabupaten Semarang (2 kasus), Kabupaten

Brebes (2 kasus), Kabupaten Boyolali (1 kasus), Kabupaten Demak (1 kasus),

Kabupaten Batang (1 kasus) dan Kabupaten Pemalang (1 kasus).

17. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non

Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam

upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan

komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang

lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam)

dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN).

Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu

pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri,

Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus

PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut:

a. Difteri

Jumlah kasus Difteri di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011

sebanyak 8 kasus yang tersebar di 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten

Banyumas (1 kasus), Kabupaten Boyolali (2 kasus), Kabupaten Sukoharjo (1

kasus), Kabupaten Grobogan (2 kasus), kabupaten Temanggung (1 kasus)

dan Kota Semarang (1 kasus).

Jumlah kasus Difteri pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit

bila dibandingkan dengan tahun 2010 (14 kasus). Hal ini dimungkinkan

karena pencapaian cakupan imunisasi yang meningkat (>85%). Penemuan

kasus selama empat tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 30: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 30

0

5

10

15

20

25

30

35

Kasus Difteri 28 30 14 8

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.20 Penemuan kasus Difteri Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

b. Pertusis

Jumlah kasus Pertusis di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011

sebanyak 4 kasus yang Berasal dari kabupaten Kudus. Jumlah kasus Difteri

pada tahun 2011 menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus Pertusis

tahun 2010 (24 kasus). Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat

dilihat pada gambar berikut.

0

5

10

15

20

25

30

Kasus Pertusis 3 0 24 4

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.21 Penemuan kasus Pertusis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

c. Tetanus (Non Neonatorum)

Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) di Provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2011 sebanyak 13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu

Kabupaten Blora (4 kasus), Kabupaten Rembang (1 kasus), Kabupaten Kudus

Page 31: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 31

(3 kasus) dan Kabupaten Pemalang (5 kasus). Jumlah kasus Tetanus pada

tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (3 kasus). CFR

Tetanus tahun 2011 sebesar 53,8% atau dari 13 kasus yang dilaporkan 7

diantaranya meninggal. Penemuan kasus selama empat tahun terakhir dapat

dilihat pada gambar berikut.

0

5

10

15

Kasus Tetanus Non

Neonatorum

7 6 3 13

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.22 Penemuan kasus Tetanus Non Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

d. Tetanus Neonatorum

Jumlah kasus Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2011 sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota yaitu

Kabupaten Rembang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang dan

Kabupaten Brebes. Sedangkan 31 kabupaten/kota lainnya tidak ada kasus.

Jumlah kasus Tetanus pada tahun 2011 meningkat bila dibandingkan dengan

tahun 2010 (3 kasus). CFR Tetanus tahun 2011 sebesar 75% atau dari 4

kasus yang dilaporkan 3 diantaranya meninggal Penemuan kasus dan

kematian Tetanus Neonatorum selama empat tahun terakhir dapat dilihat

pada gambar berikut.

Page 32: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 32

0

4

8

12

Kasus 10 10 6 4

Mati 6 5 4 3

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.23 Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

e. Campak

Jumlah kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak

1.873 kasus, mengalami penurunan yang signifikan bila dibandingkan dengan

tahun 2010 yang sebesar 3.664 kasus. Kasus terbanyak terdapat di Kota

Semarang (285 kasus). Ada 5 Kabupaten yang tidak terdapat kasus campak

yaitu Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kudus,

Kabupaten Kendal dan Kabupaten Tegal.

Penemuan kasus campak selama empat tahun terakhir dapat dilihat

pada gambar berikut.

0

1000

2000

3000

4000

Campak 2498 3614 3664 1873

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.24 Kasus Campak yang dilaporkan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Page 33: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 33

f. Polio

Jumlah kasus Polio di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 0

kasus, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang

sebanyak 1 kasus.

g. Hepatitis B

Jumlah kasus Hepatitis B di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan

tahun 2010 yang sebanyak 117 kasus. Kasus Hepatitis B terdapat di 9

kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Temanggung (40 kasus), Kabupaten

Pekalongan (28 kasus), Kabupaten Pemalang (21 kasus), Kabupaten

Purworejo (19 kasus), Kota Semarang (16 kasus), Kota Tegal (16 kasus),

Kabupaten Pati (11 kasus), Kabupaten Cilacap (8 kasus), Kabupaten

Banjarnegara (4 kasus), Kota Salatiga (4 kasus) dan Kabupaten Boyolali (3

kasus).

Penemuan kasus Hepatitis B selama empat tahun terakhir dapat

dilihat pada gambar berikut.

0

50

100

150

200

Hepatitis B 57 74 117 170

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.25 Kasus Hepatitis B Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

18. Penyakit Tidak Menular

Penyakit tidak menular (PTM) yang diintervensi meliputi jantung koroner,

dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, diabetes mellitus, kanker serviks,

kanker payudara, kanker hati, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma

Page 34: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 34

bronkiale, dan kecelakaan lalu lintas. Penyakit tidak menular seperti penyakit

kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis dan

kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat digolongkan

sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common

underlying risk factor). Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetik

merupakan faktor yang tidak dapat diubah (unchanged risk factor), dan sebagian

besar berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah (change risk factor)

antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak seimbang, makanan yang

mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi lingkungan yang

tidak kondusif terhadap kesehatan.

Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena

merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak

menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini

menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan

gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam

waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang

secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bisa

dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit

tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan

penyakit menular.

Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM

tahun 2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Hampir semua kelompok

Penyakit Tidak Menular pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah kasus,

kecuali penyakit Asma bronkial dan Psikosis yang jumlah kasusnya lebih rendah

dibanding tahun 2010. Kasus tertinggi Penyakit Tidak Menular pada tahun 2011

adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari total 1.409.857

kasus yang dilaporkan sebesar 62,43% (880.193 kasus) adalah penyakit jantung

dan pembuluh darah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Page 35: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 35

Neoplasma

1%DM

17%

Jantung & PD

62%

Psikosis

5%Asma Bronkial

13%

PPOK

2%

Gambar 3.26 Persentase Kasus Penyakit Tidak Menular Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2011

a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang

mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung

koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis,

hipertensi, stroke, penyakit jantung rematik, dan lain-lain.

Kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2011 pada kelompok

penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi Esensial,

yaitu sebanyak 634.860 kasus (72,13 %).

1) Hipertensi

Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu

keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul

kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak

pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada

kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri /

bilik kiri (terjadi pada otot jantung).

Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara

penyakit tidak menular lainnya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi

primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi

Page 36: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 36

sekunder yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti

hipertensi ginjal, hipertensi kehamilan, dll.

Prevalensi kasus hipertensi essensial di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 1,96% menurun bila dibandingkan dengan tahun

2010 sebesar 2,00%. Terdapat tiga kota dengan prevalensi sangat tinggi

di atas 10% yaitu Kota Magelang (22,41%), Kota Salatiga (10,18%) dan

Kota Tegal (10,36%).

1

1.5

2

2.5

3

Prevalensi 2.65 2.13 2 1.96

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.27 Prevalensi Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Penyakit Hipertensi Essensial pada tahun 2009 dan 2010

menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, namun pada

tahun 2011 terlihat mulai ada kenaikan jumlah kasus. Hal ini dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

500000

600000

700000

800000

900000

Hipertensi Essensial 865204 698816 562117 634860

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.28 Tren Peningkatan Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Page 37: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 37

2) Stroke

Stroke adalah suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara

akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi

secara mendadak dan cepat yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai

dengan daerah otak yang terganggu. Stroke disebabkan oleh kurangnya

aliran darah yang mengalir ke otak, atau terkadang menyebabkan

pendarahan di otak.

Stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya

perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan stroke non

hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada pembuluh darah

otak. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2011 adalah

0,03% sama dengan angka tahun 2010. Prevalensi tertinggi tahun 2011

adalah di Kota Magelang sebesar 1,34%. Sedangkan prevalensi stroke

non hemorargik pada tahun 2011 sebesar 0,09%, sama dengan

prevalensi tahun 2010. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang

sebesar 3,45%.

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

Hemoragik 0.04 0.05 0.03 0.03

Non Hemoragik 0.13 0.09 0.09 0.09

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.29 Prevalensi Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

3) Dekompensasio Kordis

Dekompensasio kordis merupakan kegagalan jantung dalam

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau istilah lain

adalah payah jantung. Gambaran klinis dekompensasio kordis kiri adalah

sesak nafas: dyspnoe d’effort dan ortopne, pernafasan cheynes stokes,

Page 38: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 38

batuk-batuk mungkin hemoptu, sianosis, suara serak, ronchi basah halus

tidak nyaring, tekanan vena jugularis masih normal. Sedangkan

gambaran klinis dekompensasio kordis kanan adalah gangguan

gantrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, meteorismus dan rasa

kembung di epigastrum. Selain itu terjadi pembesaran hati yang mula-

mula lunak, tepi tajam, nyeri tekan, lama kelamaan menjadi keras,

tumpul dan tidak nyeri. Dapat juga terjadi edema pretibial, edema

presakral, asites dan hidrotoraks, tekanan jugularis meningkat.

Prevalensi kasus dekompensasio kordis tahun 2011 sebesar

0,12% mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010

sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar

1,88%.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

Prevalensi 0.18 0.14 0.11 0.12

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.30 Prevalensi Dekompensasio Kordis Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2008–2011

b. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan

gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula

dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut

artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus

mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas

masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang.

(Perkeni 2002)

Page 39: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 39

WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima golongan

klinis, yaitu DM Tergantung Insulin (DMTI), DM Tidak Tergantung Insulin

(DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena Toleransi

Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). Di Indonesia,

yang terbanyak adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini baru muncul

pada usia di atas 40 tahun. DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit

seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma,

kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan

fungsi hati, luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi hingga akhirnya

harus diamputasi terutama pada kaki.

DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi

dapat dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul

dengannya. Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh

dan kontrol teratur. Gejala khas berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi

(sering haus), Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala lain seperti

Lelah/lemah, berat badan menurun drastis, kesemutan/gringgingan,

gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis vulva hingga keputihan

pada wanita, luka tdk sembuh-sembuh, dll. Kelompok Faktor Risiko Tinggi

antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat Keluarga/ada

keturunan, kurang olah raga, umur Lebih dari 40th, obesitas, hipertensi,

kehamilan dengan berat bayi lahir > 4 kg, kehamilan dengan hiperglikemi,

gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan

kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata kabur, keputihan,

gatal daerah genital, dan lain-lain.

Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2011 sebesar 0,09%, mengalami peningkatan bila

dibandingkan prevalensi tahun 2010 sebesar 0,08%. Prevalensi tertinggi

adalah di Kota Semarang sebesar 0,97%. Sedangkan prevalensi kasus DM

tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami

penurunan dari 0,70% menjadi 0,63% pada tahun 2011. Prevalensi tertinggi

adalah di Kota Magelang sebesar 7,99%.

Page 40: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 40

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

DMTI 0.16 0.19 0.08 0.09

DMTTI 1.25 0.62 0.7 0.63

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.31 Prevalensi Penyakit Diabetes Mellitus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

c. Neoplasma

Neoplasma atau kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan abnormal dari sel-sel tubuh, yang tumbuh

tanpa kontrol dan tujuan yang jelas, mendesak dan merusak jaringan

normal. Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita

penduduk yakni kanker rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah

bening, kanker kulit, dan kanker rektum.

Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2011 sebanyak 19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan

tahun 2010 sebanyak 13.277 kasus, terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus

(35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus (48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%),

dan Ca. paru 954 kasus (4,86%).

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

Ca Servik 0,03 0,028 0,013 0,021

Ca Mamae 0,05 0,037 0,022 0,029

Ca Hepar 0,01 0,006 0,004 0,007

Ca Paru 0,005 0,002 0,003 0,003

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.32 Prevalensi Penyakit Kanker di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2008–2011

Page 41: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 41

Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah

sebagai berikut : kanker serviks sebesar 0,021% dan tertinggi di Kota

Semarang sebesar 0,33%; kanker payudara sebesar 0,029% dan tertinggi di

Kota Magelang sebesar 0,89%; kanker hati sebesar 0,007% dan tertinggi di

Kota tegal sebesar 0,39%; kanker paru 0,003% dan tertinggi di Kota

Magelang sebesar 0,07%.

d. Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai

adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible sebagian dan

progresif yang berhubungan dengan respon inflamsi abnormal dari paru

terhadap paparan partikel atau gas berbahaya. (Global Obstructive Lung

Disease 2003). Faktor risiko pencetus terjadinya PPOK adalah perokok

aktif/pasif, debu dan bahan kimia, polusi udara di dalam atau di luar

ruangan, infeksi saluran nafas terutama waktu anak-anak, usia, genetik, jenis

kelamin, ras, defisiensi alpha-1 antitripsin, alergi dan autoimunitas.

Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami

peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun 2010 menjadi 0,09% pada tahun

2011 dan tertinggi di Kota Salatiga sebesar 4,04%.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

Prevalensi 0.2 0.12 0.08 0.09

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.33 Prevalensi PPOK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Page 42: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 42

e. Asma Bronkial

Asma Bronkial terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel

dalam waktu singkat oleh karena mukus kental, spasme, dan edema mukosa

serta deskuamasi epitel bronkus/bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik

dengan kepekaan yang berlebihan. Serangan asma bronkhiale sering

dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan

rangsangan yang bersifat antigen/allergen antara lain:

- Inhalan yang masuk ketubuh melalui alat pernafasan misalnya debu

rumah, serpih kulit dari binatang piaraan, spora jamur dll.

- Ingestan yang masuk badan melalui mulut biasanya berupa makanan

seperti susu, telur, ikan-ikanan, obat-obatan dll.

- Kontaktan yang masuk badan melalui kontak kulit seperti obat-obatan

dalam bentuk salep, berbagai logam dalam bentuk perhiasan, jam tangan

dll.

Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar

0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar

0,64% dan prevalensi tertinggi di Kota Tegal sebesar 2,29%.

0

0.3

0.6

0.9

1.2

Prevalensi 1.07 0.66 0.64 0.55

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.34 Prevalensi Asma Bronkial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

C. STATUS GIZI

1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah.

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat

badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu

Page 43: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 43

hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan, ataupun

lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah perlu

penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali

mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ

tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi.

Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011

sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang

sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR tahun 2011 sebesar 3,73%,

meningkat bila dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%.

0

1

2

3

4

Prevalensi 2,08 2,81 2,69 3,73

2008 2009 2010 2011

Gambar 3.35 Persentase BBLR Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2011

Persentase BBLR yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2010 seluruh

Kabupaten/Kota sudah memenuhi target dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah sebesar 70%.

2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya

dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur

(U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan

dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah

satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik

Page 44: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 44

bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap

kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui

melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun

kualitatif.

Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering

disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia

adalah World Health Organization–National Centre for Health Statistic (WHO-

NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat :

Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.

Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight

yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat,

Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan

kwasiorkor.

Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 5,35%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota

Tegal (50,98%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (0,38%).

3. Persentase Balita dengan Gizi Buruk.

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi

pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan

status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus

gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas,

sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu

dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori

kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB).

Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan

dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada

di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan

konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut

tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera

dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas.

Page 45: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 45

Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di

Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.

Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila

dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Demikian pula persentase

Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih

meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.

Gambar 3.36 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Klaten

Banyumas

Bj negara

Temanggung

Kendal Blora

Grobogan

Bata

ng

Demak

Jepara

Sragen Purblg

Kebumen Purworejo

Cilacap

Kr.anyar

Pati

Rembang

Batang Pekalongan

Pemalang

Brebes

Tegal

Kota Semarang

Magelan

g

Cilacap

Boyolali

Kab Semarang

Kota

Tegal

Jepara

Kota Mgl

DI. Yogyakarta

Kab. Mgl

Kudus

JAT I M

Kota Pekalongan

JABAR

Wonogiri

Sukoharjo

Wonosobo Salatiga

Surakarta

Keterangan : Kasus Gizi Buruk (>150 kasus)

Page 46: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 46

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

A. Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan Ibu

a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1

Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal,

pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan

antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1)

untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling

sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang

dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada

triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan.

Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2011 sebesar 98,72%. Ada

11 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten

Banyumas, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Blora, Kabupaten Jepara,

Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pemalang, Kabupaten

Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Cakupan

terendah Kabupaten Rembang 92,98%.

b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4

Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup

minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah,

(3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4)

Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6)

Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test

laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi

(HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC)

Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada

tahun 2011 sebesar 93,71% meningkat bila dibandingkan dengan tahun

2010 (92,04%) tetapi masih dibawah target SPM 2015 (95%). Cakupan

tertinggi (101,81 %) di Kabupaten Pekalongan dan terendah (83,36%) di

Page 47: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 47

Kabupaten Klaten. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 42,86% yang telah

melampaui target cakupan K4.

80

85

90

95

100

Cak. K4 86,92 90,14 93,39 92,04 93,71

Target 95 95 95 95 95

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2007-2011

c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2011 sebesar 96,79% mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (93,62%). Kabupaten/Kota

yang sudah melampaui target SPM 2015 sebanyak 35 ( 100%).

Data cakupan mulai tahun 2007 sampai dengan 2011 secara

keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :

80

85

90

95

100

Cak. Linakes 86,6 90,98 93,03 93,62 96,79

Target 90 90 90 90 90

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 48: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 48

Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Pekalongan dan Kota

surakarta (100%) dan terendah adalah Kabupaten Banyumas (86,05%)

Dengan semakin naiknya angka cakupan pertolongan persalinan

menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik

dari ibu, suami maupun dukungan keluarga.

d. Cakupan Pelayanan Nifas

Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian

ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas

dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak

persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu

nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk

mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan

berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak

kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas

yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan

neonatus.

Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2011 yaitu 93,97% naik bila

dibandingkan tahun 2010 (93,24%) dan sudah melampaui target SPM tahun

2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten

Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Pekalongan dan Kota Magelang.

Kabupaten yang terendah capaiannya adalah Kota Semarang (64,68%). Dari

35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target

SPM ada 4 Kabupaten/Kota (11,43%).

e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani

Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu

bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi.

Komplikasi dalam kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis

Gravidarum, (c) Perdarahan per vaginam, (d) Hipertensi dalam kehamilan

(preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban pecah

dini.

Page 49: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 49

Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan

letak/presentasi janin, (b) Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam

kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e)

Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan

ganda.

Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan

(preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil,

ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil,

bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai

standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas,

Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).

Jumlah komplikasi kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebanyak 126.440 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi

kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%. Perlu diketahui bahwa

tahun-tahun sebelumnya yang dihitung hanya cakupan komplikasi pada ibu

hamil yang ditangani. Pencapaian cakupan tahun ini masih dibawah target

SPM tahun 2015 (80%), tetapi diharapkan target tersebut bisa tercapai

sebelum tahun 2015.

2. Pelayanan Kesehatan Anak

a. Cakupan Kunjungan Neonatus

Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi

pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/ Th. 2008

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi

menjadi 3, yaitu: KN 1 adalah kunjungan pada 0-2 hari ,KN 2 adalah

kunjungan 2-7 hari dan KN 3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan

kunjungan neonatus 1 (KN-1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011

sebesar 98,01%, dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar

95,19%. Dari 35 kabupaten/kota, cakupan KN-3 rata-rata sudah lebih dari

90%, namun masih ada Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90 %

yaitu Kabupaten Wonogiri (87,56%) dan Kota Semarang (89,84%).

Page 50: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 50

Untuk meningkatkan Kunjungan Neonatus di Kabupaten/Kota,

pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari

Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah

jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan

kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah

melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan

neonatus di Jawa Tengah pada tahun 2007-2011 dapat digambarkan sebagai

berikut:

90

92

94

96

98

100

KN 94,33 94,66 99,37 94,86 95,19

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Secara keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi

Jawa Tengah sudah memenuhi target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan

adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat

melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu juga adanya

upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus

di rumah dengan menggunakan buku KIA serta meningkatnya pengetahuan

ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk bayinya.

b. Cakupan Kunjungan Bayi

Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan

sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar

kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya

Page 51: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 51

secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan

kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar

92,64%, menurun apabila dibandingkan tahun 2010 (93,73%).

Cakupan kunjungan bayi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun

2011 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten Boyolali 44,19%, Wonogiri

73,22% dan Kabupaten Pekalongan 70,77%. Adapun grafik cakupan bayi

2007 - 2011 dapat digambarkan sebagai berikut:

90

91

92

93

94

95

96

97

Kunjungan Bayi 92,76 96,04 95,07 93,73 92,64

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani

Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit

dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian.

Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus

neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah <

2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun

yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS).

Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus

komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih,

dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran

neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru

lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu

dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara

profesional kepada neonatus dengan komplikasi.

Page 52: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 52

Tahun 2011 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari

banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 89.336 bayi. Jumlah perkiraan

tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang

pelayanan kesehatan sebesar 47.569 bayi (53,25%). Cakupan Neonatus

Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target

cakupan sebesar 80%.

Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan

kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi

operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga

belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan.

Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal resiko

tinggi seharusnya 15 % dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum

semua kabupaten/kota mempunyai persepsi / pemahaman yang sama.

d. Cakupan Pelayanan Anak Balita

Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan.

Tidak hanya bayi yang harus mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi

balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi maupun kesehatannya,

karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas dan

kuat. Jumlah balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 2.204.187,

yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.785.864 (81,02).

Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten

Magelang dan Kabupaten Brebes. Sedangkan cakupan terendah adalah

Kabupaten Boyolali 34,03%.

e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat

adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat

badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan

gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan

penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru

Page 53: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 53

sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas

mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah

kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah.

Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100 % mendapatkan pemantauan

kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan

siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang

sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang

sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit.

0

20

40

60

80

100

Cakupan 51,59 43,77 43,8 52,61 81,02

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.5 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga

kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar

78,72%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).

Angka cakupan terendah di Kabupaten Boyolali (15,55%) dan tertinggi

(100%) dicapai oleh 7 kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten

Pati, Kabupaten Sragen, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung,

Kabupaten Purbalingga dan Kota Surakarta.

f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak.

Yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar

1.074.831 (42,84%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Rembang

(1,70%) dan tertinggi (100%) dicapai oleh 4 kabupaten yaitu Kabupaten

Sukoharjo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak.

Page 54: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 54

3. Pelayanan Gizi

a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi

Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar

diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada

semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat

menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan “Nutrition Related

Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari

organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan

epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan

pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang

menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.

Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan

kabupaten/kota, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi

sebesar 99.08%, lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%.

Cakupan tersebut sudah melampaui target SPM sebesar 95%. Sebagian

besar kabupaten/kota telah melampaui target, hanya ada 1 kabupaten yang

masih di bawah target yaitu Kabupaten Pemalang (82,46%).

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi selama 5 tahun

terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

92

93

94

95

96

97

98

99

100

Cakupan 94,74 98,52 98,11 96,84 99,08

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.6 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi dan Balita

Tahun 2007 – 2011

b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita

Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan

adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun

Page 55: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 55

pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan

mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala

manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan

sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul

Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta

meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak.

Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A

adalah anak umur 12 – 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis

tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna

merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan

dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya.

Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar

98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%).

Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%). Cakupan tertinggi (>100%)

sudah dapat dicapai oleh 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas,

Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten

Sragen, Kabupaten Kendal, Kota Magelang dan Kota Semarang. Sedangkan

yang masih di bawah target yaitu Kabupaten Jepara (88,62%) dan

Kabupaten Pemalang (91,00%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada

balita selama 5 tahun terakhir (2007-2011) dapat dilihat dalam gambar

berikut ini :

70

75

80

85

90

95

100

Cakupan 82,6 95,14 82,44 96,76 98,45

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.7 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 56: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 56

c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas

Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan

atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga

kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu

program penanggulangan kekurangan vitamin A.

Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu

nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode

sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul

vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%, meningkat dibandingkan tahun 2010

(92.78%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai oleh Kabupaten Magelang,

Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Klaten, Kota Magelang dan Kota

Surakarta. Sementara cakupan terendah di Kabupaten Temanggung sebesar

84,36%.

75

80

85

90

95

100

Cakupan 82,73 92,94 87,31 92,78 96,43

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat Kapsul Vit. A

di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian

vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya:

1) Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan

penyebarluasan informasi.

2) Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung

terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait.

3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di

Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.

Page 57: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 57

4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di

Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak.

5) Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau.

6) Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll)

7) Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang

belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul.

d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe

Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan

tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan

angka anemia pada balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS

(Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi pada ibu hamil dilaksanakan

dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode

kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa

Tengah pada tahun 2011 sebesar 89,39% lebih rendah bila dibandingkan

dengan pencapaian tahun 2010 (90,25%), dan belum mencapai target SPM

2010 (90%). Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Pekalongan 101,53% dan

terendah Kabupaten Kendal 53,12%.

80

85

90

95

100

Fe 1 92,98 93,94 92,59 95,92 95,43

Fe 3 85,91 87,06 85,62 90,25 89,39

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.9 Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1 dan cakupan Fe 3

sudah cukup baik dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi

pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

Page 58: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 58

e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna

dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan

oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai

pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.

ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan

kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-

satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang

menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu

diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap

mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping

sampai usia 2 (dua) tahun.

Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam)

bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan

kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan

minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif

adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di

satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga

merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula

kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut

laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan

yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu

formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi

ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita

hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll.

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2011 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif

hanya sekitar 45,18%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (37,18%).

Page 59: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 59

Cakupan tertinggi adalah Kabupaten Klaten 77,55%. Sedangkan yang

terendah adalah Kabupaten Rembang 6,41%. Hanya 6 kabupaten/kota saja

yang telah mencapai pemberian ASI eksklusif di atas 60% yaitu Kabupaten

Purworejo, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten, Kabupaten Blora,

Kabupaten Pati dan Kabupaten Temanggung.

0

10

20

30

40

50

Cakupan 27,35 28,96 40,21 37,18 45,36

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.10 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Tahun 2007 – 2011

Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya

adalah:

1). Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat

ASI dan cara menyusui yang benar.

2). Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas

kesehatan.

3). Faktor sosial budaya.

4). Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja.

5). Gencarnya pemasaran susu formula.

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan

cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah

Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu:

1) Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan

Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin

dikomunikasikan kepada semua petugas.

Page 60: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 60

2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan

ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir

sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4) Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah

melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini). Apabila ibu

mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi

medis.

6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada

bayi baru lahir.

7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi

24 jam sehari.

8) Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan

terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9) Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.

10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan

rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit,

rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.

f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6-

24 bulan Keluarga Miskin.

Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan

pendamping ASI baik makanan lokal maupun pabrikan. Jumlah anak usia 6-

23 bulan dari keluarga miskin dari 21 kabupaten/kota sebanyak 145.724

anak, yang mendapatkan makanan tambahan ASI (MP-ASI) sebanyak

55.831 (38,31%). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100%

adalah Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Blora,

Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kota

Salatiga dan Kota Pekalongan. Cakupan terendah adalah Kabupaten Brebes

0,40%.

Page 61: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 61

g. Jumlah Balita Ditimbang

Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat

adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian

kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan

balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau

pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan

pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit).

Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tersebut

digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan

jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam

penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat

menggambarkan status gizi balita.

Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2011

sebesar 78,32% menurun dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010

(89,49%). Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Sragen 88,35% dan

terendah Kabupaten Pemalang 61,43%.

0

20

40

60

80

100

Balita ditimbang 71,63 76,47 75,89 89,49 78,32

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.11 Cakupan Balita Yang Ditimbang Tahun 2007 – 2011

Kabupaten/kota yang belum dapat mencapai target partisipasi

masyarakat sebesar 80% sebanyak 15 kabupaten/kota. Banyak hal dapat

mampengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam

penimbangan di posyandu antara lain tingkat pendidikan, tingkat

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan

sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan

Page 62: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 62

perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi

masyarakat tetapi yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan

sosial budaya.

h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi

pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan

penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.

Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana

tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil

yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori

yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U)

dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi

badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan

membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan,

jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali

tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan

indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut

merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk

sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat

penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka

segera dirujuk ke rumah sakit.

0

5000

10000

15000

20000

Jml Balita Gibur 18106 5528 5249 3514 3187

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.12 Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 63: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 63

Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 menurun apabila

dibandingkan tahun 2010 (3.514). Tetapi persentase Balita Gizi Buruk

mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat

dibandingkan tahun 2010 (93,28%).

i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik

Persentase desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik,

menggambarkan identitas mutu garam beryodium yang dikonsumsi

penduduk di suatu desa/kelurahan, dimana pada tahun 2011 sebanyak

53,42% menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).

0

20

40

60

80

100

% Desa dg garam

beryodium

58,83 55,93 48,81 80,15 53,42

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.13 Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik

Tahun 2007 – 2011

Berdasarkan laporan yang masuk dari 33 kabupaten/kota, yang

cakupannya mencapai 100% adalah Kabupaten Tegal, Kota Magelang, Kota

Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Sedangkan kabupaten dengan

konsumsi garam beryodium terendah adalah Kabupaten Demak 9,68%.

4. Pelayanan Keluarga Berencana

a. Peserta Keluarga Berencana Baru

Peserta Keluarga Berencana (KB) baru adalah Pasangan Usia Subur

(PUS) yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat dan/atau

PUS yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah

mereka berakhir masa kehamilannya.

Page 64: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 64

Jumlah PUS Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 6.549.125

lebih sedikit dibanding tahun 2010 (6.561.243). Peserta KB baru pada tahun

2011 (13,7%), menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2010 (15,20%).

Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi sebagai berikut:

1) MKJP: Tahun 2011 IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant

(12,2%). Sedangkan tahun 2010: IUD (5,99%), MOP/MOW (2,23%) dan

Implant (8,97%).

2) NON MKJP: Tahun 2011 Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom

(5,8%), sedangkan tahun 2010 : Suntik (58,13%), PIL (19,46%) dan

Kondom (5,24%),

Gambar 4.14 Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Sebagian besar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi non

MKJP yang membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk

menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Proporsi pemakai kontrasepsi

suntikan cukup besar yaitu 54,2%, hal tersebut dapat difahami karena akses

untuk memperoleh pelayanan suntikan relatif lebih mudah, sebagai akibat

tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga

dekat dengan tempat tinggal peserta KB.

Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan

mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,4%) dan kondom (hanya 5,8%),

karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan

sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri),

sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran.

Kondom5,8%

PIL18,4%

IUD6,9%

MOP0,4% MOW

2,0%

Suntik54,2%

Implant12,2%

Page 65: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 65

b. Peserta KB Aktif

Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai

kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB

aktif dengan PUS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan

peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara

PUS.

Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

76,8%, mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010

(78,57%). Angka ini sudah mencapai target (70%). Cakupan tertinggi di Kota

Magelang (89,5%) dan terendah di Kabupaten Tegal (44,2%). Terdapat 13

Kabupaten/kota yang telah melampaui target yaitu Kabupaten Wonogiri,

Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus,

Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung,

Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kota

Magelang, dan Kota Surakarta.

74

75

76

77

78

79

80

81

Cakupan 77,79 78,09 78,37 78,57 76,8

Target 80 80 80 80 80

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.15 Cakupan Peserta KB Aktif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

5. Pelayanan Imunisasi

a. Persentase Desa yang Mencapai “Universal Child Immunization”

(UCI)

Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa

pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator

cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari

Page 66: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 66

jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%)

mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%). Hasil

pencapaian UCI desa tahun 2010 yang mencapai target (100%) sebanyak 18

kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen,

Kabupaten Magelang, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, kabupaten

Kudus, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung,

Kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota

Magelang, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Pekalongan

dan Kota Tegal. Sedangkan kabupaten yang pencapaian UCI desa terendah

di Kabupaten Batang (66,1%).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tidak tercapainya

pencapaian UCI desa di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, pada

umumnya disebabkan karena penghitungan sasaran (denominator) yang

melebihi dengan kondisi riil jumlah sasaran di lapangan.

74

79

84

89

94

99

UCI 83,64 86,83 91,95 94,58 96,4

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.16 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2007 – 2011

Kabupaten/kota yang belum mencapai target imunisasi dasar lengkap pada

bayi disebabkan antara lain :

1) Adanya perbedaan jumlah dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal

ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka

estimasi jumlah penduduk, bukan dari hasil pendataan.

Page 67: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 67

2) Belum semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat

(PWS) imunisasi secara rutin (bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak

petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain.

3) Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk

melengkapi status imunisasi pada daerah-daerah yang cakupan

imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan

sumber daya atau tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain.

4) Masih ada sebagian kecil orang tua yang menolak anaknya untuk

diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain.

b. Cakupan Imunisasi bayi

Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian

bayi serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin

maupun program tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,

Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar

lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1

kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar

lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena

imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada

bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah

diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB).

Selain pemberian imunisasi rutin, program imunisasi juga

melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen yaitu Bulan Imunisasi

Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas

I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia

kelas II dan III SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status

imunisasi).

Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua

antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian tiap

tahun cenderung menurun. Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2011

adalah 592.712 meningkat disbanding tahun 2010 sebanyak 579.494.

Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2011 adalah

Page 68: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 68

sebagai berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%),

Polio 3 (94,0%) dan Campak (93,6%). Hal ini mengalami penurunan bila

dibanding tahun 2010 dengan BCG (100,29%), DPT1+HB1 (99,95%),

DPT3+HB3 (98,08%), Polio 3 (96.95%) dan Campak (96,29%).

80

90

100

110

pe

rse

nta

se (

%)

2007 100,78 100,84 98,24 97,28 96,5

2008 103,77 102,5 99,69 99,35 99,18

2009 102,05 100,89 99,04 99,14 96,67

2010 100,29 99,95 98,08 96,95 96,29

BCG DPT1+Hb1 DPT3+Hb3 Polio 4 Campak

Gambar 4.17 Cakupan Imunisasi Bayi Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2007 – 2011

c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak

Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS

harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan

dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat

segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap

bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan

dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan

kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%).

Tahun 2011 DO tingkat Jawa Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan

dibanding tahun 2010 (3,67%).

Sebanyak 11 kabupaten/kota (31,42%) yang DO-nya lebih dari 5%

atau (-5%) yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten

Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten

Kendal, Kabupaten Brebes, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Tegal.

Page 69: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 69

d. WUS Mendapat Imunisasi TT

Imunisasi TT WUS adalah pemberian imunisasi TT pada WUS (usia

15-39 th) sebanyak lima dosis dengan interval tertentu yang berguna bagi

kekebalan seumur hidup. Data kegiatan imunisasi TT WUS saat ini akurasinya

masih sangat kurang sehingga belum dapat dinalisis, hal ini disebabkan :

1) Pencatatan dan pelaporan status imunisasi lima dosis belum berjalan

dengan baik karena pelaksanaan skrining status TT belum optimal.

2) Penggunaan format pelaporan yang berbeda antara kabupaten/kota ke

provinsi dan puskesmas ke kabupaten/kota terutama untuk TT ibu hamil

dan non ibu hamil.

Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198,

yang mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar

28,4%, TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak

114,8.

6. Pelayanan Kesehatan Gigi

a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan

pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan

dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi

tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat adalah bila tumpatan gigi tetap

semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan

kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul

betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif

dan rehabilitatif yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh

seorang pasien.

Tahun 2011 jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2011 sebanyak

127,274, sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 156.08. Data

tersebut menandakan bahwa motivasi masyarakat dalam mempertahankan

gigi geliginya belum maksimal, oleh karena itu masih diperlukan penyuluhan

yang terus menerus agar masyarakat memeriksakan giginya secara teratur.

Melalui pemeriksaan gigi ini dapat mengontrol fungsi kunyah gigi agar

tetap baik, sehingga sistim pencernaan semakin bagus, yang pada akhirnya

Page 70: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 70

kesehatan secara umum akan meningkat dan diharapkan di tahun-tahun

mendatang jumlah pencabutan gigi tetap trennya semakin menurun. Rasio

tumpatan dan pencabutan gigi tetap tahun 2010 sebesar 0,82, mengalami

peningkatan dibanding tahun 2010 yaitu 0,81. Hal menunjukan bahwa masih

banyak masyarakat yang melakukan pencabutan gigi dibandingkan

melakukan tumpatan gigi tetap.

Beberapa kabupaten/kota yang pencabutan giginya jauh lebih banyak

dibandingkan tumpatan giginya (rasio rendah), menandakan bahwa

masyarakat di kabupaten yang bersangkutan masih kurang memperhatikan

kesehatan gigi dan mulut dan kemungkinan frekuensi penyuluhan kesehatan

gigi dan mulut yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap lini, baik

yang dilakukan didalam maupun diluar gedung masih sangat minim.

Kabupaten dengan rasio terendah adalah Kabupaten Rembang 0,06

(tumpatan 267, pencabutan 4.607). Kabupaten/kota yang rasionya tinggi

(penumpatan lebih banyak dibandingkan dengan pencabutan) yaitu Kota

Tegal (2,95).

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

Rasio 0,62 0,71 0,71 0,81 0,82

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.18 Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut

Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya

Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang merupakan upaya promotif dan

preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS

meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid

Page 71: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 71

yang perlu perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang

memerlukan.

Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%)

lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%). Beberapa

kabupaten mempunyai cakupan sangat rendah, seperti Kabupaten Sragen

(6,96%) dan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan

datanya. Kabupaten yang mempunyai cakupan 100% adalah Kabupaten

Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kendal dan Kota Salatiga.

0

10

20

30

40

Cakupan 31,4 33,22 36,31 37,59 37,9

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.19 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut

Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding

tahun 2010 (53,83%).

45

50

55

60

65

Cakupan 56,12 62,95 54,75 53,83 55,3

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.20 Cakupan Perawatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 72: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 72

7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun

ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh

tenaga kesehatan, baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut.

Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010

sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan kesehatan

usia lanjut tahun 2010 (70%). Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah

Kabupaten banjarnegara (102,60%) dan terendah adalah Kabupaten Klaten

(1,76%).

0

20

40

60

80

Cakupan 30,51 29,36 42,27 52,61 51,96

Target 70 70 70 70 70

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.21 Pelayanan Kesehatan Usia lanjut

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut dan sedikitnya

kabupaten/kota yang mencapai target pelayanan kesehatan usia lanjut tahun

2011, menggambarkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah belum

memperhatikan pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila yang

merupakan kelompok usia berisiko. Upaya-upaya yang telah dilakukan Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pra

usila dan usila adalah sbb :

1) Pertemuan koordinasi program kesehatan usila Provinsi Jawa Tengah,

dengan kesepakatan identifikasi kelompok pra usila di masing-masing Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/ kota dan memberikan dukungan

kegiatan dan pelayanan kesehatan.

2) Advokasi ke SKPD provinsi dengan pengembangan model kelompok pra usila

percontohan dan fasilitasi pelayanan kesehatan.

Page 73: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 73

8. Pelayanan Dawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa

a. Pelayanan Gawat Darurat Level I yang Harus Diberikan Pelayanan

Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang

dapat diakses masyarakat merupakan sarana kesehatan yang telah

mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat

sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu

tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya

cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti

jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral–

Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau

ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic

Life Support/BLS) dan Bantuan Hidup Lanjut (ALS). Sarana kesehatan yang

dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan rumah sakit

baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus.

97,5

98

98,5

99

99,5

100

100,5

Gawat Darurat (%) 98,88 100 98,46 100

RSU RSJ RS Khusus Pusk RI

Gambar 4.22 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang Dapat Diakses Masyarakat Provinsi Jawa TengahTahun 2011

Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat

yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak

291 puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan

pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak

100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.

Page 74: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 74

b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar Biasa yang Ditangani <24 Jam

Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya

kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis

pada suatu desa/kelurahan dalam jangka waktu tertentu. Kejadian Luar Biasa

(KLB) penyakit menular dan keracunan masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Jawa Tengah. Tingginya frekuensi KLB seperti

Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Acute Flacid Paralisys (AFP),

Keracunan Makanan, Difteri, Campak, Diare, bencana serta munculnya

penyakit baru seperti Avian Influenza (Flu Burung), disamping menimbulkan

korban kesakitan dan kematian juga berdampak pada situasi sosial ekonomi

masyarakat secara umum (keresahan masyarakat, produktivitas menurun).

Kondisi tersebut menuntut upaya atau tindakan secara cepat dan tepat

(kurang dari 24 jam) untuk menanggulangi setiap KLB serta melaporkan

kepada tingkat administrasi kesehatan.

0

500

1000

1500

Desa/kel terkena

KLB

1286 543 536 579 353

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.23 Distribusi Frekuensi KLB menurut Jumlah Desa yang Terserang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Gambar 4.42 di atas diketahui bahwa jumlah desa/kelurahan yang

terkena KLB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 – 2011 mengalami fluktuasi

yaitu dari 1286 desa/kelurahan pada tahun 2007 meningkat menurun

menjadi 543 desa/kelurahan pada tahun 2008, tahun 2009 mengalami

penurunan kembali menjadi 536 desa/kelurahan, tahun 2010 menjadi 579

desa/kelurahan dan mengalami penurunan lagi menjadi 353 desa/kelurahan

pada tahun 2011.

Page 75: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 75

Data frekuensi KLB penyakit menular, keracunan makanan dan

bencana selama tahun 20011 sebanyak 28 jenis kejadian di 32

Kabupaten/Kota, 292 kecamatan dan 353 desa/kelurahan yang terkena KLB

mendapatkan penanganan kurang dari 24 jam oleh Puskesmas bekerjasama

dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.

97,5

98

98,5

99

99,5

100

100,5

Ditangani <24jam

(%)

99,84 99,63 100 98,45 100

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.24 Grafik Distribusi Frekuensi Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Gambar 4.24 di atas diketahui bahwa pada tahun 2011 persentase

desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam mengalami

kenaikan menjadi 100% dibanding dengan tahun 2010 (98.45%).

Gambar 4.25 Kejadian KLB Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Sebaran KLB tahun 2011 menunjukkan bahwa 3 kabupaten/kota

dengan frekuensi KLB terbanyak adalah Kabupaten Klaten (49 kejadian),

Kabupaten Karanganyar (28 kejadian) dan Kabupaten Temanggung (24

kejadian).

Page 76: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 76

Gambar 4.26 Jenis KLB Menurut Desa/Kelurahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Tahun 2011 sejumlah 353 desa yang terkena KLB, frekuensi tertinggi

adalah keracunan (105 desa/kelurahan) tersebar pada 96 kecamatan.

c. Jumlah Penderita dan Kematian pada Kejadian Luar Biasa

Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848

jiwa. Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut

sebanyak 3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar

33,21%. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24

orang (case fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam

berdarah dengue/DBD 72,73% dan KLB Tetatus Neonatorum 75%.

9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan

Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dibagi menjadi penyuluhan

kelompok dan penyuluhan massa. Penyuluhan kelompok pada tahun 2011

sebanyak 206.344 kali, dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten

Kendal yaitu 92.132 kali dan paling sedikit dilakukan di Kota Tegal sebanyak 115

kali. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Page 77: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 77

9160 12279

9706 16733

4357 1561

11240 9397

11710 5937

8179 62571

10341 4668

799 3807

413 2989 3203 3336

18309 9161

5385 32517

1588 2109

10045 1582

9080 495

11307 2578

115

Kab.BanyumasKab.Purbalingga

Kab.BanjarnegaraKab.Kebumen

Kab.PurworejoKab.Wonosobo

Kab.MagelangKab.Boyolali

Kab.KlatenKab.SukoharjoKab.Wonogiri

Kab.KaranganyarKab.Sragen

Kab.GroboganKab.Blora

Kab.RembangKab.Pati

Kab.KudusKab.JeparaKab.Demak

Kab.SemarangKab.Temanggung

Kab.KendalKab.Batang

Kab.PekalonganKab.Pemalang

Kab.TegalKab.Brebes

Kota MagelangKota Surakarta

Kota SalatigaKota Semarang

Kota PekalonganKota Tegal

Gambar 4.27 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Kelompok yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Sedangkan penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali, paling banyak

dilakukan oleh Kabupaten Demak yaitu 1.565 kali dan paling sedikit di Kabupaten

Sukoharjo satu kali. Secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut.

1429

35127145

387538

297

2402

622711

1

784

0

1414

0

22523179 45 5

1565

1490

1080

183

3

405

17422 23

1071

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Ka

b.C

ila

cap

Ka

b.B

an

yu

ma

s

Ka

b.P

urb

ali

ng

ga

Ka

b.B

an

jarn

eg

ara

Ka

b.K

eb

um

en

Ka

b.P

urw

ore

jo

Ka

b.W

on

oso

bo

Ka

b.M

ag

ela

ng

Ka

b.B

oy

ola

li

Ka

b.K

late

n

Ka

b.S

uk

oh

arj

o

Ka

b.W

on

og

iri

Ka

b.K

ara

ng

an

ya

r

Ka

b.S

rag

en

Ka

b.G

rob

og

an

Ka

b.B

lora

Ka

b.R

em

ba

ng

Ka

b.P

ati

Ka

b.K

ud

us

Ka

b.J

ep

ara

Ka

b.D

em

ak

Ka

b.S

em

ara

ng

Ka

b.T

em

an

gg

un

g

Ka

b.K

en

da

l

Ka

b.B

ata

ng

Ka

b.P

ek

alo

ng

an

Ka

b.P

em

ala

ng

Ka

b.T

eg

al

Ka

b.B

reb

es

Ko

ta M

ag

ela

ng

Ko

ta S

ura

kart

a

Ko

ta S

ala

tig

a

Gambar 4.28 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Massa yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Page 78: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 78

B. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah

telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya

adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program

jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola

pembayaran yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan dan pelayanan

kesehatan yang diterima secara komprehensif.

Namun disadari sampai saat ini perkembangan peserta jaminan

kesehatan sedikit agak menggembirakan. Data terakhir di Provinsi Jawa Tengah

menggambarkan perkembangan kepesertaan jaminan kesehatan saat ini

mencapai 36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin),

meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%). Penduduk

maskin yang belum terjamin dengan pelayanan kesehatan sebesar 63,82%.

Perkembangan kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dari

tahun ke tahun mengalami fluktuasi, sampai dengan tahun 2006 terjadi

peningkatan dan pada tahun 2007 merupakan titik antiklimak kepesertaan

jaminan kesehatan. Tiga tahun terakhir peserta jaminan kesehatan kembali

mengalami peningkatan sedikit demi sedikit.

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) kemungkinan

memberikan dampak negatif pada kepesertaan JPK Pra Bayar. Peserta JPK

dengan Premi/Pra Bayar banyak yang mengundurkan diri dengan adanya

program Jamkesmas yang membebaskan anggotanya dari segala beban iur

biaya.

Penurunan jumlah penduduk yang masuk dalam katagori non maskin

ditengarahi akibat dampak negatif Program Jamkesmas. Masyarakat yang

dulunya merasa non miskin beramai-ramai mengaku miskin supaya dapat masuk

dalam Program Jamkesmas.

Page 79: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 79

0

10

20

30

40

Cakupan 19.01 18.09 19.37 21.59 36.18

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Kepesertaan program jaminan kesehatan penduduk non maskin yang

diperinci menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan angka

yang bervariasi mulai dari cakupan 30,2% (Kabupaten Klaten) hingga 104,3%

(Kota Salatiga). Selain jamkesmas, pada tahun 2011 sudah banyak

kabupaten/kota yang menyelenggarakan jamkesda dengan tujuan agar

masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda.

Kepesertaan jamkesda pada tahun 2011 sebesar 7,46% dari total penduduk di

Jawa Tengah. Cakupan terbesar di Kota Surakarta 35,53% dan terendah di

Kabupaten Brebes 0,24%.

Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (13,04%), Jamsostek

(3,06%), Askeskin/Jamkesmas (66,57%), Jamkesda (13,73%) dan lain-lain

(3,60%).

13.043.06

66.57

13.73

3.6

Askes

Jamsostek

Askeskin/Jamkesmas

Jamkesda

Lainnya

Gambar 4.30 Cakupan Kepesertaan Program JPK Pra Bayar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Page 80: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 80

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan

“Universal Coverage” kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun

2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus

memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Saat ini Kota Surakarta yang sudah

mencapai cakupan 147,8%.

2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan

tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit.

Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat

inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya,

pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien.

Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat

inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang

medik, serta pelayanan tindakan dan operasi.

Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak

13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan

rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687 (57,17%) sedangkan

di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 438.493 (3,37%).

3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin

Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan

tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit.

Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap.

Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805,

mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1

sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak

431.544 (3,3%).

4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan

Kesehatan

Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana

pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun

Page 81: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 81

waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan akumulasi sampai dengan tahun

2011 di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 105,4%.

Penurunan cakupan kunjungan rawat jalan tersebut mengisyaratkan bahwa

terjadi penurunan kunjungan rawat jalan di pelayanan kesehatan. Kunjungan

rawat jalan tersebut, berdasarkan definisi operasional yang ada, merupakan

kunjungan baru dimana seorang yang berkunjung ke sarana pelayanan

kesehatan, dalam satu tahun hanya dihitung satu kali meskipun ia datang berkali

kali dalam tahun tersebut.

Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana

pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun

waktu tertentu. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%.

5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan

Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami

gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan

perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam

melaksanakan peran sosialnya.

Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari

Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa.

Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum

mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan

tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan

kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah

peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah

dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama

upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem

monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa.

Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah

sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).

Page 82: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 82

6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit

a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross

Death Rate (GDR)

Rata-rata Mutu Pelayanan Rumah Sakit di Jawa Tengah menunjukkan

masih dalam taraf baik, dapat dilihat dari Angka Kematian Umum Penderita

Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun 2011 rata rata sebesar 34,01

sedangkan angka yang dapat ditolerir maksimum 45. Dari 181 RS yang

melapor, sebanyak 28 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka

yang dapat ditolerir (kurang baik).

b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death

Rate (NDR)

Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan

atau perawatan rumah sakit. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per

1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebesar 17,07, berarti masih berada dalam kisaran yang bisa ditolerir.

Dari 181 rumah sakit yang melapor, sebanyak 13 rumah sakit

mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Data NDR dan

GDR tersebut masih diperlukan tindak lanjut dengan diupayakan seluruh RS

mempunyai NDR dan GDR di bawah angka yang dapat ditolerir.

7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit

Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit, indikator yang

digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur

dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah

penduduk. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah

menurut jenis dan kepemilikannya adalah sebagai berikut :

Page 83: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 83

Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan pemilikan Tahun 2011

Jenis Pemilikan/Pengelola

Pem

Pusat

Pem

Prov

Pem

Kab/Kota TNI/Polri BUMN Swasta Jml

RSU 2 7 41 10 1 118 179

RSJ 1 3 0 0 0 0 4

RSB 0 0 0 0 0 10 10

RSK lainnya 3 0 0 0 0 51 54

JML : 6 10 41 10 1 179 247

a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR)

BOR merupakan prosentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan

waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit

dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed

Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya

pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR

yang tinggi (>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang

tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat

tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai

dengan 80%.

Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di

Jawa Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan

sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai

BOR yang dianggap cukup ideal. Tetapi masih terdapat 120 RS (56,60%)

tingkat pemanfaatannya masih kurang dan 53 RS (21,46%) tidak

mengirimkan laporan.

b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/Average Length of Stay

(ALOS)

Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/Average

Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6–9 hari. Rata-rata lama

rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS tahun 2010

sebesar 3,85. Angka tersebut masih berada dibawah nilai ALOS yang ideal.

Page 84: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 84

Dari 194 RS yang melapor, 10 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal

yaitu RSJ Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, RSUP Dr. Kariadi Semarang,

RS Sejahtera Bakti Salatiga, RSKJ Puri Waluyo Surakarta, RSJD Surakarta,

RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten, RSU Jati Husada Karanganyar, RSUD

Kudus, RSU Purbowangi Kebumen dan RS Nurussyifa Kudus. Sedangkan 131

rumah sakit lainnya masih mempunyai nilai ALOS di bawah 6.

c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval

(TOI)

TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan

tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur

semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di

Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah RS yang lapor,

menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010 sebesar 3,77.

Hal ini menggambarkan penurunan terhadap penggunaan tempat tidur dan

TOI Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 mendekati angka ideal. Dari 194 RS

yang melapor, ada 99 rumah sakit yang mempunyai nilai TOI di atas 3. Yang

sudah mempunyai nilai TOI ideal sebanyak 84 RS.

C. Perilaku Hidup Masyarakat

1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di rumah tangga merupakan upaya

untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu

melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,

mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit

serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang

memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga.

Adapun 16 indikator PHBS tatanan Rumah tangga tersebut meliputi :

a. Variabel KIA dan GIZI : Persalinan Nakes; ASI Eksklusif; Penimbangan

Balita; Gizi seimbang

Page 85: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 85

b. Variabel KESLING : Air bersih; Jamban; Sampah;Kepadatan hunian;lantai

rumah.

c. Variabel GAYA HIDUP : Aktifitas fisik; Tidak merokok; Cuci tangan;Kesehatan

gigi dan mulut; Miras/Narkoba

d. Variabel UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT : Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang

dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2011

dari 8.728.629 rumah tangga yang ada, diperiksa 3.674.663 rumah tangga

meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2010 dengan jumlah rumah

tangga 8.703.696 dan yang diperiksa sejumlah 2.496.361 rumah tangga.

Pencapaian persentase rumah tangga sehat yaitu yang diwakili oleh

rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna telah

mencapai 74,68% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 (68.63%).

Cakupan tertinggi (100%) dicapai oleh 6 kabupaten/kota yaitu Kota Pekalongan,

Kota Salatiga, Banyumas, Karanganyar, Demak dan Kendal. Sedangkan cakupan

terendah adalah Kabupaten Banjarnegara 49,45%. Perubahan perilaku tidak

dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi memerlukan proses yang panjang

termasuk didalamnya perlu upaya pemberdayaan masyarakat yang

berkesinambungan. Berikut ini adalah Grafik persentase rumah tangga sehat

berdasarkan strata Utama dan Paripurna di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007

s/d 2011.

0

20

40

60

80

Cakupan 43.79 57.91 63.68 68.63 74.68

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.31 Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2007 s/d 2011

Page 86: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 86

D. Keadaaan Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat

kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat

bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui

pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan

lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan

tersebut meliputi : (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2).

Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3). Pengendalian Dampak Risiko

Lingkungan (4). Pengembangan Wilayah Sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai

pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat.

Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks,

kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas

sektor ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup,

Pertanian, Cipta Karya dan Dinas Kesehatan).

1. Persentase Rumah Sehat

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah

haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk

meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis

penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah

Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain.

Pada Tahun 2011 sebanyak 3.878.945 (46,35%) rumah diperiksa dan yang

memenuhi syarat rumah sehat sebesar 2.441.984 (62,95%) lebih sedikit

dibandingkan dengan tahun 2010 yang mencapai 65,01%.

Page 87: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 87

54

56

58

60

62

64

66

Rumah Sehat 64,84 58,83 65,12 65,01 62,95

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 4.32 Cakupan Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

2. Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiks Jentik Nyamuk Aedes

Jumlah rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 8.366.601

diperiksa jentik nyamuknya sebanyak 3.390.087 (40,53%), yang bebas jentik

nyamuk Aedes aegypti sebanyak 2.615.175 rumah (77,14%) lebih banyak

dibandingkan tahun 2010 (73,43%). Cakupan angka bebas jentik ini masih

dibawah target 95%. Oleh karena itu gerakan pemberantasan sarang nyamuk

dengan 3 M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Plusnya adalah Mencegah

Gigitan Nyamuk), bila memungkinkan pemakaian ulang kaleng, ban untuk pot

dan lain - lain harus selalu digerakkan secara optimal, mengingat kasus Demam

Berdarah yang cenderung meningkat dan bertambah luasnya wilayah yang

terjangkit.

3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan

Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan

penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun,

melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani

oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta

Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan

kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah.

Strategi pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap

kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran

masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan

Page 88: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 88

kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua

tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan

penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.

Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air

bagi kebutuhan pokok minimal sehari – hari guna memenuhi kehidupan yang

sehat, bersih dan produktif (UU No. 7 Tahun 2004, pasal 10). Namun pada

kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan

untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat

masih terbatas.

Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk

memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan

ketidakadilan dalam mendapatkan akses pada air minum. Walaupun terdapat

program – program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan

rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang

berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan

air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Jumlah keluarga yang diperiksa akses air bersih sebanyak 4.081.313

(46,89%) dari 8.703.696 KK dan yang telah memiliki akses sarana air bersih

sebanyak 3.668.185 (89,88%). Keluarga yang telah akses air bersih tersebut,

terbanyak memanfaatkan sumur gali (45,63%).

Gambar 4.33 Akses Air Bersih Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Page 89: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 89

4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan

Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902

(40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum

terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%). Keluarga yang telah menggunakan

sumber air minum terlindung tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur

terlindung (33,20%).

5. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar

Kepemilikan sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi

jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Jumlah KK yang telah

memiliki jamban sehat 2.057.124 (71,29 %), tempat sampah sehat 2.029.734

(69,58%) dan pengelolaan air limbah sehat 1.508.325 (63,57%).

0

50

100

2007 70,9 79,51 61,66

2008 65,34 62,2 45,06

2009 68,95 72,93 55,51

2010 71,44 75,67 73,1

Jamban Tempat Sampah Air Limbah

Gambar 4.34 Cakupan Sanitasi Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

Dalam mendukung perubahan sanitasi total khususnya buang air besar di

sembarang tempat, telah dilakukan pemicuan Community Led Total

Sanitation (CLTS) di 30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk mendukung

pencapaian wilayah stop buang air besar di sembarang tempat dan penurunan

penyakit berbasis lingkungan, khususnya Diare. Melalui CLTS terjadi perubahan

perilaku tidak buang air besar di sembarang tempat tanpa ada stimulan,

pembiayaan tidak ada subsidi dan jamban adalah private good.

Page 90: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 90

6. Persentase Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM)

Sehat

Tempat – tempat umum dan Pengelolaan Makanan adalah kegiatan bagi

umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau perorangan yang

langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan tetap

serta memiliki fasilitas. Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk

mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat

pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak

menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Risiko

dari pengelolaan makanan mempunyai peluang yang besar dalam penularan

penyakit karena jumlah konsumen relatif banyak dalam waktu yang bersamaan.

Tempat-tempat umum dan Pengelolaan Makanan meliputi hotel,

restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan tempat-

tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2011 meliputi hotel

84,53%, restoran/rumah makan 73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya

(67,44%). Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan seluruhnya yang

diperiksa sebanyak 55.457 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan 37.829

(68.21%).

7. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi sarana pelayanan

kesehatan, sarana pendidikan, instalasi pengolahan air minum, sarana ibadah,

perkantoran dan sarana lain dititik beratkan pada aspek hygiene sarana sanitasi

yang erat kaitannya dengan kondisi fisik bangunan institusi tersebut.

0

20

40

60

80

100

2011 81.51 64.11 61.88 72.11 47.67 58.56

Sarkes Pendidikan Ibadah Kantor Sarana Lain Inst Kelola

Gambar 4.35 Cakupan Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

Page 91: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 91

Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana

pelayanan kesehatan 81,51%, sarana pendidikan 64,11%, instalasi pengolahan air

minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11% dan sarana lainnya

47,67%. Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan di

insitusi adalah:

a. Pengendalian faktor risiko lingkungan institusi terhadap penyakit berbasis

lingkungan.

b. Pembinaan kesehatan lingkungan di institusi sekolah dan pondok pesantren.

Page 92: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 92

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

A. SARANA KESEHATAN

1. Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat

Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota,

stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet

dengan pemakaian rata-rata perbulan 2.834.674 tablet, sedangkan stock obat

yang paling sedikit adalah OAT Katagori 3 sebanyak 523 paket dengan

pemakaian rata-rata perbulan 43 paket.

Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250

mg (50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat

Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 50

bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9 bulan.

Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi

adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah adalah

OAT Kategori 2 (52,09%).

Gambar 5.1 Tingkat Kecukupan obat di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011.

Page 93: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 93

2. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola

Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus

lainnya, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Pustu, Puskesling,

RB, BP/Klinik, Praktek Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan dan Praktek

Pengobatan Tradisional. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2011

sebanyak 13.142 unit, yang terbagi dalam 6 kepemilikan yaitu, Pusat sebanyak 6

(0,05%), Provinsi sebanyak 10 (0,08%), Kabupaten/kota sebanyak 3734

(28,41%), TNI/POLRI sebanyak 41 (0,31%), BUMN sebanyak 3 (0,02%) dan

Swasta sebanyak 9.348 (71,13%).

Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari Rumah Sakit Umum sebanyak

179 unit , Rumah Sskit Jiwa sebanyak 4 unit, Rumah Sakit Bersalin sebanyak 10

unit, RS Khusus lainnya sebanyak 54 unit, Puskesmas Perawatan sebanyak 291

unit, Puskesmas Non Perawatan sebanyak 576 unit, Puskesmas Keliling sebanyak

948 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Rumah Bersalin sebanyak

249 unit, Balai Pengobatan/Klinik sebanyak 888 unit , Praktik Dokter Bersama

sebanyak 57 unit, Praktik Dokter Perorangan sebanyak 4.158 unit, Praktik

Pengobatan Tradisional sebanyak 3.901, Pos Kesehatan Desa (PKD) sebanyak

5.209 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 47.276 unit, Apotek

sebanyak 2.866 unit, Toko Obat sebanyak 367 unit, Gudang Farmasi Kesehatan

(GFK) sebanyak 35 unit, Industri Obat Tradisional sebanyak 14 unit dan

Industri Kecil Obat Tradisional sebanyak 285.

Sarana Kesehatan dengan presentase tertinggi adalah Posyandu 68,32%

dan terendah adalah RSJ dan RSB keduanya 0,01%. Sedangkan menurut

kepemilikannya, sarana kesehatan dengan presentase tertinggi adalah swasta

71,14% dan terendah adalah BUMN 0,02%.

3. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan Memiliki

4 Spesialis Dasar

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan

yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah

mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan

sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam waktu tertentu.

Page 94: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 94

Kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang dimaksud adalah upaya

pelayanan penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik, untuk

menegakkan diagnosis dokter di rumah sakit.

0

20

40

60

80

100

120

Laboratorium

Kesehatan

98,32 100 95,31 70,36

RSU RSJ RS Khusus Puskesmas

Gambar 5.2 Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium yang

dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,39%

dengan perincian untuk RSU 98,32%, RS Jiwa 100%, RS Khusus 95,31%, dan

Puskesmas 70,36%.

Rumah Sakit Umum (RSU) di Provinsi Jawa Tengah (179 RSU) baik

pemerintah maupun swasta sudah 135 RSU (75,42%) yang memiliki minimal

empat spesialis dasar, dimana hal ini berkaitan dengan disyaratkannya

penyelenggaraan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar pada perizinan

pendirian sebuah rumah sakit. Sebanyak 24,58% RSU lainnya hanya memiliki

kurang dari 4 (empat) pelayanan dasar.

4. Posyandu menurut Strata

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat

dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya lima program prioritas

Page 95: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 95

yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan diare dan ISPA)

dengan tujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Dasar penghitungan Strata/penilaian tingkat perkembangan posyandu yang

selama ini digunakan adalah:

a. Manajemen ARRIF dengan 8 indikator yang meliputi : Frekuensi

penimbangan; Rerata kader bertugas pada hari buka Posyandu; Rerata

cakupan D/S; Cakupan kumulatif KB; Cakupan kumulatif KIA; Cakupan

kumulatif imunisasi; Ada tidaknya program tambahan dan Cakupan dana

sehat

b. Penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif berdasar Surat Gubernur

Jawa Tengah nomor 411.4/05768, tanggal 20 Februari 2007 tentang

Pedoman teknis penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif yang dinilai

meliputi:

1) Variabel Input: kepengurusan, kader,sarana, prasarana dan dana.

2) Variabel Proses : pelaksanaan program pokok, program pengembangan

dan administrasi

3) Variable Output: D/S; N/S; K/S; cakupan K4; pertolongan persalinan oleh

nakes; Cakupan peserta KB, Imunisasi; dana sehat; Fe; Vit A; pemberian

ASI eksklusif dan frekuensi penimbangan.

0

20

40

60

Pratama 16,85 16,87 15,94 15,29 12,93

Madya 41,61 39,24 38,69 36,77 34,15

Purnama 32,79 33,85 32,79 34,86 36,84

Mandiri 8,76 10,05 12,58 13,08 16,08

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.3 Persentase Posyandu Berdasarkan Strata Tahun 2007 s/d 2011

Berdasarkan laporan Kabupaten/kota, jumlah posyandu tahun 2011

menurun dari 47.882 pada tahun 2010 menjadi 47.276 posyandu.

Page 96: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 96

45500

46000

46500

47000

47500

48000

48500

49000

49500

Posyandu 46823 47285 49096 47882 47276

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.4 Jumlah Posyandu Tahun 2007 s/d 2011

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Posyandu 2011 mengalami

penurunan, namun dalam 3 (tiga) tahun sebelumnya mengalami peningkatan.

Meskipun kenaikan secara kualitatif (strata purnama dan strata mandiri) relatif

kecil.

a) Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah

kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya

lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah

memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di

wilayah kerja Posyandu.

Posyandu yang mencapai Strata Purnama pada tahun 2011 sebanyak

17.417 (36,84%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Tegal (64,31%) dan

terendah di Kabupaten Blora (15,14%). Cakupan tersebut mengalami

peningkatan apabila dibandingkan tahun 2010 sebesar 34.94%. Sebanyak

13 kabupaten/kota (37,14%) telah berhasil mencapai target diatas 40%.

Page 97: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 97

30

31

32

33

34

35

36

37

38

Posyandu Purnama 32,79 33,85 32,79 34,94 36,84

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.5 Cakupan Posyandu Purnama Tahun 2007 – 2011

Kegiatan revitalisasi posyandu masih perlu mendapat perhatian dari

semua sektor/pihak terkait. Termasuk didalamnya adalah dengan

mengoptimalkan fungsi Posyandu maupun Pokjanal Posyandu yang sudah

terbentuk baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan serta

Pokja Posyandu di tingkat desa/kelurahan.

b) Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat melaksanakan

kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak

lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%,

mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh

sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang

pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.

Posyandu yang mencapai Strata Mandiri tahun 2011 sejumlah 7.603

buah (16,08%), meningkat dibandingkan dengan nilai tertinggi di Kota

Surakarta (82,70%). 2010 (13,90%). Pencapaian cakupan tersebut sudah

melampaui target SPM 2010 (> 2%).

Page 98: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 98

0

5

10

15

20

Posyandu Mandiri 8,76 10,05 12,58 13,9 16,08

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.6 Cakupan Posyandu Mandiri Tahun 2007 – 2011

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 terjadi

kenaikan persentase pencapaian strata mandiri, hal tersebut dapat terjadi

seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan Posyandu yang

sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan yang sesuai

dengan karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K). Sehingga

secara tidak langsung kegiatan integrasi tersebut dapat mempengaruhi

pencapaian indikator proses maupun indikator output posyandu.

5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa

Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan Posyandu. Total UKBM

tahun 2011 adalah 61.061 buah. UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar

47.276 (77,42%).

Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) adalah wujud upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat yang merupakan Program Unggulan di Jawa Tengah

dalam rangka mewujudkan desa siaga. PKD merupakan pengembangan dari

Pondok Bersalin Desa. Dengan dikembangkannya Polindes menjadi PKD maka

fungsinya menjadi tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling

kesehatan masyarakat, sebagai tempat untuk melakukan pembinaan

kader/pemberdayaan masyarakat, forum komunikasi pembangunan kesehatan di

desa, memberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana

dan untuk deteksi dini serta penanggulangan pertama kasus gawat darurat.

Page 99: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 99

Pengembangan PKD dimulai sejak tahun 2004. Jumlah PKD pada tahun 2011

sebanyak 5.209 buah.

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber

daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-

masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.

Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki

sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah Desa

Siaga pada tahun 2011 adalah 8.576 buah, mengalami peningkatan

dibandingkan dengan jumlah Poskesdes tahun 2010 sebanyak 8.572.

6. Data Dasar Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas}, yang pengelolaannya ada di

bawah dinas kesehatan kabupaten/kota adalah organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,

dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan

unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu wilayah kerja

(Departemen Kesehatan RI, 2004).

Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non Perawatan,

Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di Jawa

Tengah pada tahun 2011 sebanyak 867 (termasuk 291 Puskesmas Rawat Inap).

Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2011 sebesar 0,80

berarti bahwa jumlah puskesmas belum tercukupi. Sedangkan rasio tertinggi di

Kota Tegal (1,28) dan rasio terendah masih tetap di Kabupaten Sukoharjo

(0,44). Dengan rasio 0,80 maka tahun 2011 jumlah puskesmas masih

mengalami kekurangan, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas

pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun

2011 masih tetap sama dengan tahun 2010 sebanyak 1.827.

Pada tahun 2011 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit, menurun

dibandingkan tahun 2010. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas pada

tahun 2011 adalah 1,09. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas

pembantu, dan puskesmas keliling dapat dilihat pada gambar 5.1.

Page 100: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 100

0

400

800

1200

1600

2000

2007 851 256 1843 963

2008 861 267 1846 1020

2009 867 283 1850 1130

2010 864 281 1827 1138

2011 867 291 1827 948

Puskesmas Pusk. RI Pustu Pusling

Gambar 5.7 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

B. TENAGA KESEHATAN

Tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 58.167

tenaga yang terdiri dari tenaga medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi, dan

kesehatan masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan tersebut meningkat bila

dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan tahun 2010 sebanyak 54.774

tenaga. Peningkatan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 6,19%, berpengaruh

terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Kebutuhan

tenaga kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat kabupaten/kota

dikarenakan beban terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalannya

kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penempatan tugas

tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam menentukan kebutuhan

tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota.

Kekurangan lain disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga

yang pensiun, baik di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dan

makin kompleksnya masalah-masalah yang ditangani oleh tenaga kesehatan.

Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan tersebut, pemerintah

membuka penerimaan CPNS baru baik secara swakelola maupun tenaga pusat yang

ditempatkan di daerah. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan

Page 101: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 101

pengangkatan Dokter Tidak Tetap, Bidan Tidak Tetap dan diupayakan dapat

mengangkat tenaga kesehatan lain sebagai pegawai tidak tetap disamping sebagai

Pegawai Harian Lepas (PHL). Pengangkatan PTT tersebut dilakukan masa bakti

selama 3 tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing kabupaten/kota.

Persentase penempatan tenaga kesehatan pada tahun 2011 adalah sebagai

berikut, rumah sakit sebesar 59,11 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010

(52,89%), puskesmas sebesar 30,35% lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2010

(40,28%), dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 2,71% lebih banyak

dibandingkan dengan tahun 2010 (2,42%), sarana kesehatan lain sebesar 5,07%

lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (2,99%), institusi diklat/diknakes

sebesar 2,04% lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2010 (1,41%), dan dinas

kesehatan provinsi sebesar 0,72% lebih banyak dibandingkan dengan tahun

2010 (0,55%).

1. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan

a. Dokter Spesialis

Jumlah tenaga dokter spesialis yang bekerja di sarana kesehatan

sebanyak 2.253 orang sehingga rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk

di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 6,96 meningkat bila

dibandingkan dengan tahun 2010 (6,63). Rasio tersebut berada di atas

standar WHO sebesar 6/100.000 penduduk. Rasio dokter spesialis tertinggi di

Kota Magelang (71,05%) dan rasio terendah di Kabupaten Banjarnegara

(0,00) dan Kabupaten Sragen (0,00).

0

2

4

6

8

10

Rasio dokter

spesialis

4,86 4,96 8 6,63 6,96

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.8 Rasio Dr. Spesialis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

Page 102: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 102

b. Dokter Umum

Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011, jumlah tenaga dokter

umum sebanyak 4.224 orang, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak

3.963 sehingga rasio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 12,96

meningkat dibanding tahun 2010 (11,13). Rasio tersebut masih di bawah

target nasional 40 per 100.000 penduduk. Rasio terbesar adalah Kota

Magelang 76,97 dan terendah adalah Kabupaten Klaten sebesar 5,22.

0

2

4

6

8

10

12

14

Rasio dokter umum 11.21 10.41 11.35 11.13 12.96

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.9 Rasio Dr. Umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

c. Dokter Gigi

Jumlah tenaga dokter gigi di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.058,

yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 1.021 sehingga rasio dokter gigi

di Provinsi Jawa Tengah per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 3,27

meningkat dibanding tahun 2010 (2,91). Rasio tersebut masih di bawah

target nasional 11 per 100.000 penduduk. Rasio terendah adalah Kabupaten

Banjarnegara 0,69 dan tertinggi adalah Kota Magelang 16,92.

0

1

2

3

4

Rasio dokter gigi 3.06 2.72 3.14 2.91 3.27

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.10 Rasio Dr. Gigi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 103: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 103

2. Jumlah dan Rasio Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan

a. Perawat

Tenaga perawat di Provinsi Jawa tengah sebanyak 24.472, sebagian

besar bekerja di sarana kesehatan sebanyak 23.947 sehingga rasio tenaga

perawat per 100.000 penduduk adalah 73,95 menurun dibandingkan tahun

2010 (76,55). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 749,41 dan terendah

adalah Kabupaten Tegal 22,94.

0

20

40

60

80

100

Rasio perawat 62.14 60.45 65.76 76.55 73.95

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.11 Rasio Tenaga Perawat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

b. Bidan

Jumlah Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah

13.100 orang, sebagian besar bekerja di sarana kesehatan (12.812 orang).

Rasio Tenaga Bidan per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 39,56

meningkat dibanding tahun 2010 (38,47). Rasio tertinggi adalah Kota

Magelang 127,72 dan terendah Kabupaten Banjarnegara 7,25.

0

10

20

30

40

50

Rasio bidan 31.71 34.43 36.69 38.47 39.56

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.12 Rasio Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

Page 104: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 104

3. Jumlah dan Rasio Tenaga Kefarmasian di Sarana Kesehatan

Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi, dan

Asisten Apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2011 adalah 4.376 didominasi oleh tenaga perempuan sebanyak 2.959

orang, yang sebanyak 4.090 orang bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga

kefarmasian per 100.000 penduduk adalah 12,63 meningkat dibanding tahun

2010 (11,23). Rasio tertinggi Kota Surakarta 1,88 dan terendah Kabupaten

Wonosobo 0,11 dan Kabupaten Batang 0,11. Sedangkan rasio tenaga apoteker

dan sarjana farmasi per 100.000 penduduk sebesar 4,55 dibawah target nasional

10 per 100.000 penduduk.

0

5

10

15

Rasio tenaga

kefarmasian

9,06 9,15 8,97 11,23 12,63

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.13 Rasio Tenaga Kefarmasian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

4. Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan

Tenaga gizi terdiri dari D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Jumlah

tenaga gizi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah 1.549 orang, yang

sebanyak 1.454 bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga gizi per 100.000

penduduk pada tahun 2011 sebesar 4,49 menurun bila dibandingkan dengan

tahun 2010 (4,55). Angka tersebut masih di bawah target nasional 22 per

100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 34,68 dan terendah

adalah Kabupaten Pati 1,85.

Page 105: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 105

0

1

2

3

4

5

Rasio tenaga gizi 3,86 3,56 3,8 4,55 4,49

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.14 Rasio Tenaga Gizi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

5. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Sarana Kesehatan

a. Kesehatan Masyarakat

Jumlah tenaga kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebanyak 1.758 orang, yang 958 orang bekerja di sarana kesehatan.

Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk tahun 2011

sebesar 2,96 menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (4,30). Rasio

tertinggi adalah Kota Tegal (19,62) dan terendah adalah Kabupaten Klaten

(0,71).

0

1

2

3

4

5

Rasio tenaga

kesmas

3,37 3,61 4,14 4,3 2,96

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.15 Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2011

b. Tenaga Sanitasi

Tenaga sanitasi terdiri dari D-III sanitasi dan D-I sanitasi. Jumlah

Tenaga Sanitasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 adalah 1.230 orang,

yang 1.036 diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga sanitasi

per 100.000 penduduk sebesar 3,20 turun dibandingkan dengan tahun 2010

Page 106: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 106

(3,74). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang (27,07) dan terendah adalah

Kabupaten Demak (0,38). Rasio tenaga sanitasi dapat dilihat pada gambar

5.10.

0

1

2

3

4

5

Rasio tenaga

sanitasi

4,63 3,59 3,45 3,74 3,2

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.16 Rasio Tenaga Sanitasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 - 2011

6. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis dan Fisioterapis di Sarana Kesehatan

a. Teknisi Medis

Tenaga teknisi medis terdiri dari analis laboratorium, teknik

elektromedik, penata rontgent dan penata anestesi. Tenaga teknisi medis di

Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sejumlah 3.442 orang, yang 3.315 orang

diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga teknisi medis per

100.000 penduduk sebesar 10,24 menurun dibandingkan dengan tahun

2010 (10,56). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 90,50 dan terendah

adalah Kabupaten Karanganyar 3,69.

0

2

4

6

8

10

12

Rasio tenaga teknisi

medis

8,76 8,85 8,99 10,56 10,24

2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 5.17 Rasio Tenaga Tehnisi Medis Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2007 – 2011

Page 107: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 107

b. Tenaga Fisioterapi

Jumlah tenaga fisioterapi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebanyak 615 orang, 575 orang diantaranya bekerja di sarana kesehatan.

Rasio tenaga fisioterapi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 1,78,

tertinggi adalah Kota Semarang 0,31 dan terendah adalah Kabupaten

Rembang 0,01 dan Kabupaten Demak 0,01

Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih belum tercukupi

dan belum merata sesuai kebutuhan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi dan

pemerintah daerah (kabupaten/kota) telah berusaha mencukupi kebutuhan

tenaganya melalui pengangkatan tenaga baru seperti CPNS, PHL maupun PTT.

Mobilitas tenaga atau distribusi tenaga kesehatan yang tersebar di wilayah

pelayanan kesehatan diupayakan dengan peningkatan sarana-sarana kesehatan

yang ada, seperti peningkatan akreditasi rumah sakit, peningkatan puskesmas

menjadi puskesmas rawat inap dan peningkatan pemberian insentif oleh

Kementrian Kesehatan bagi tenaga medis yang melaksanakan masa bakti di daerah

terpencil maupun sangat terpencil.

C. PEMBIAYAAN KESEHATAN

1. Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten/Kota

Pada tahun 2011 jumlah total anggaran kesehatan kabupaten/kota se

Jawa Tengah Rp.2.637.573.975.657 dengan kontribusi terbesar sebesar 79,84%

berasal dari APBD kabupaten/kota. Kontribusi terendah 0,06% adalah sumber

dari pemerintah lain. Kontribusi anggaran kesehatan APBD kabupaten/kota

meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 (51,73%).

APBD provinsi yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di

kabupaten/kota tahun 2011 sebesar 1,39%, mengalami meningkat dibandingkan

tahun 2010 (0,25%). Kontribusi DAK bidang kesehatan di kabupaten/kota

sebesar 7,85%,

Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah/desentralisasi, terdapat pembagian peran dan

wewenang antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam pembangunan

Page 108: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 108

kesehatan, pemerintah pusat dan daerah menyediakan pelayanan kesehatan

yang merata, terjangkau dan berkualitas. Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK),

pemerintah pusat memberikan anggaran pada daerah untuk mendanai kegiatan

khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional.

Jumlah anggaran untuk askeskin sebesar 5,80% pada tahun 2011.

Anggaran kesehatan bersumber PHLN tahun 2011 mencapai 0,12% dari

keseluruhan anggaran kesehatan menurun dibandingkan tahun 2010 (0,39%).

Kontribusi anggaran kesehatan bersumber dana lain meningkat dari 0,93% pada

tahun 2010 menjadi 3,55% pada tahun 2011

Anggaran belanja bersumber APBD kabupaten/kota yang dialokasikan

untuk pembiayaan kesehatan tahun 2011 sebesar 79,84% dari total APBD

kabupaten/kota, meningkat dibandingkan tahun 2010 (51,73%). Hal ini

merupakan respon pemerintah yang positif terhadap pembangunan bidang

kesehatan di kabupaten/kota.

Total angaran kesehatan kab/kota tahun 2011 sebesar

Rp.2.637.573.975.657 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010 yang

sebesar Rp.3.428.234.362.358,-. Anggaran kesehatan perkapita menurun dari

Rp.105.866,- pada tahun 2010 menjadi Rp.81.450,- pada tahun 2011.

Page 109: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 109

BAB VI

KESIMPULAN

A. Derajat Kesehatan

1. Mortalitas/Angka Kematian

a. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

10,34/1.000 kelahiran hidup, sudah melampaui target Millenium

Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (17/1.000 kelahiran hidup).

b. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

11,50/1.000 kelahiran hidup, sudah melampaui target Millenium

Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (23/1.000 kelahiran hidup).

c. Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

116,01/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan AKI pada tahun 2010 yang sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup.

d. Angka kematian kecelakaan lalu lintas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

adalah sebesar 2,70 per 100.000 penduduk.

2. Morbiditas/Angka Kesakitan

a. Pada tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 215 penderita AFP,

sehingga sudah memenuhi target (164 kasus). Dari hasil pemeriksaan

laboratorium, 215 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio

(berarti tidak ditemukan virus polio liar).

b. Prevalensi Tuberkulosis tahun 2011 per 100.000 penduduk Provinsi Jawa

Tengah sebesar 74,52.

c. Case Detection Rate (CDR) atau angka penemuan penderita TB paru BTA

(+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 59,52%, meningkat

dibandingkan dengan tahun 2010 (55,38%).

d. Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2010

sebesar 85,15% sudah melebihi target nasional (85%) dan meningkat bila

dibandingkan tahun 2009 (85,01%).

Page 110: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 110

e. Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita

tahun 2011 sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak

66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 (40,63%).

f. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2011 sebanyak 755 kasus, Kasus

Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) sebanyak 521 kasus dengan

jumlah kematian karena AIDS sebanyak 89 kasus.

g. Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 ini

sebanyak 10.752 kasus.

h. Jumlah pendonor pada tahun 2011 diketahui sebanyak 346.269 orang,

kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 324.828

(93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 415

sampel (0,13) yang positif HIV.

i. Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 57,9%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan

tahun 2010 (44,48%).

j. Jumlah kasus baru tipe Multi Basiler yang dilaporkan sebanyak 1.873 kasus

dan tipe Pausi Basiler sebanyak 395 kasus dengan Newly Case Detection

Rate (NCDR) sebesar 7 per 100.000 penduduk. Proporsi cacat tingkat II pada

tahun 2011 sebesar 13,32%, sedangkan proporsi anak di antara penderita

baru sebesar 10,14%.

k. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2011 berdasarkan jumlah penderita

baru tahun 2010 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar

85% lebih rendah dari target 90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita

baru tahun 2009 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar

76% lebih rendah dari target 95%.

l. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk, menurun bila dibandingkan

tahun 2010 (59,8/100.000 penduduk) dan sudah mencapai target nasional

yaitu <20/100.000 penduduk.

m. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2011 sebesar 0.93%,

lebih rendah bila dibandingkan CFR tahun 2010 (1,29%) dan sudah lebih

rendah bila dibandingkan dengan target nasional (<1%)

Page 111: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 111

n. Jumlah kasus tahun 2011 sebanyak 3.467 kasus, meningkat dibandingkan

tahun 2010 (3.300 kasus) dan angka kesakitan malaria sebesar 0,11‰,

sedikit meningkat dibandingkan tahun 2010 (0.10‰).

o. Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2011 sebesar 0.03%

dan tersebar di 5 kabupaten/kota.

p. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2011 sebanyak 537

penderita, dimana untuk tahun 2011 ini ada 141 kasus baru.

q. Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum,

Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Jumlah kasus Difteri

pada tahun 2011 sebanyak 8 kasus lebih sedikit bila dibandingkan dengan

tahun 2010 (14 kasus). Jumlah kasus Pertusis sebanyak 4 kasus yang berasal

dari Kabupaten Kudus. Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) sebanyak

13 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah kasus Tetanus

Neonatorum sebanyak 4 kasus yang tersebar di 4 kabupaten/kota. Jumlah

kasus Campak sebanyak 1.873 kasus, mengalami penurunan dibandingkan

dengan tahun 2010 (3.664 kasus). Jumlah kasus Polio sebanyak 0 kasus,

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 (1 kasus).

Jumlah kasus Hepatitis B sebanyak 170 kasus, mengalami peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun 2010 (117 kasus) dan terdapat di 9

kabupaten/kota.

r. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun

2011 hanya 27 kabupaten/kota (77,1%). Kasus tertinggi PTM adalah

kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 62,43% (880.193

kasus). Kasus tertinggi PTM pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh

darah adalah penyakit Hipertensi Esensial, yaitu sebanyak 634.860 kasus

(72,13 %). Prevalensi stroke hemoragik tahun 2011 adalah 0,03%.

Prevalensi stroke non hemorargik sebesar 0,09%. Prevalensi kasus

dekompensasio kordis tahun 2011 sebesar 0,12% meningkat bila

dibandingkan tahun 2010 (0,11%). Prevalensi diabetes melitus tergantung

insulin sebesar 0,09%, meningkat dibandingkan tahun 2010 (0,08%).

Prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin menurun dari 0,70% menjadi

0,63% pada tahun 2011. Kasus penyakit kanker yang ditemukan sebanyak

Page 112: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 112

19.637 kasus meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (13.277

kasus), terdiri dari Ca. servik 6.899 kasus (35,13%), Ca. mamae 9.542 kasus

(48,59%), Ca. hepar 2.242 (11,42%), dan Ca. paru 954 kasus (4,86%).

Prevalensi kasus PPOK mengalami peningkatan yaitu dari 0,08% pada tahun

2010 menjadi 0,09% pada tahun 2011. Prevalensi kasus asma sebesar

0,55% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010

(0,64%).

3. Status Gizi

a. Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2011

sebanyak 21,184 meningkat banyak apabila dibandingkan tahun 2010 yang

sebanyak 15.631. Adapun persentase BBLR sebesar 3,73%, meningkat bila

dibandingkan tahun 2010 sebesar 2,69%.

b. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 5,35%

c. Balita Gizi Buruk (BB/TB) tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun

apabila dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Persentase Balita

Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih

meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28%.

B. Upaya Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan

a. Cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011

sebesar 98,72%, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2010 (98,27%).

b. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 tahun 2011 sebesar 93,71%, meningkat

bila dibandingkan dengan tahun 2010 (92,04%) tetapi belum memenuhi

target SPM 2015 (95%).

c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2011 sebesar 96,79%, meningkat bila dibandingkan dengan

tahun 2010 (93,59%).

Page 113: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 113

d. Cakupan pelayanan pada ibu nifas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebesar 93,97%, meningkat bila dibandingkan cakupan tahun 2010

(93,24%).

e. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2011 sebesar 75,28%,

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (78,10) tetapi belum

mencapai target SPM 2015 (80%).

f. Cakupan kunjungan neonatus di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

98,01%, meningkat bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010

(94,86%).

g. Cakupan kunjungan bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

92,64%, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2010 (93,73%).

h. Cakupan neonatus risti tertangani Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar

53,25% mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (44,70%).

i. Cakupan pelayanan anak balita tahun 2011 sebesar 81,02%, meningkat bila

dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 55,35%. Cakupan tersebut

masih dibawah target SPM (95%).

j. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga

kesehatan / guru UKS / kader kesehatan sekolah tahun 2011 sebesar

78,72%, meningkat dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (52,61%).

k. Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2011 sebanyak 2.555.853 anak. Yang

mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar 1.074.831

(42,84%).

l. Cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi sebesar 99.08%,

lebih banyak dibandingkan tahun 2010 sebesar 96,84%. Cakupan tersebut

sudah melampaui target SPM sebesar 95%.

m. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2011 sebesar

98.45%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2010 (96.76%).

Cakupan ini sudah melampaui target SPM (95%).

n. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2011 sebesar 96,43%,

meningkat dibandingkan tahun 2010 (92.78%)

Page 114: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 114

o. Cakupan pemberian Fe3 pada ibu hamil di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebesar 90,25%, lebih besar bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010

(90,25%). Angka tersebut sudah mencapai target SPM (90%).

p. Cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 45,18%, meningkat

dibandingkan tahun 2010 (37,18%).

q. Cakupan Pemberian Makanan Tambahan ASI (MP-ASI) tahun 2011 sebesar

38,31% menurun dibandingkan dengan tahun 2010 (53,87%).

r. Cakupan balita ditimbang tahun 2011 sebesar 78,32% menurun

dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010 (89,49%).

s. Cakupan balita gizi buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar

100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 (93,28%).

t. Cakupan desa dengan garam beryodium tahun 2011 sebanyak 53,42%

menurun dibandingkan tahun 2010 (80,15%).

u. Jumlah peserta KB baru pada tahun 2011 sebanyak 895.120 (13,7%),

menurun apabila dibanding tahun 2010 (997.174) atau 15,20% dari jumlah

PUS (6.549.125).

v. MKJP Tahun 2011: IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant

(12,2%). NON MKJP: Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom (5,8%).

w. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 76,8%,

mengalami penurunan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2010

(78,57%). Walaupun menurun, sudah mencapai target (70%).

x. Pencapaian UCI desa tahun 2011 (96,4%) mengalami peningkatan

dibandingkan dengan tahun 2010 (94,06%), angka tersebut sudah

melampaui target SPM (90%).

y. Cakupan masing-masing jenis imunisasi bayi tahun 2011 adalah sebagai

berikut BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3

(94,0%) dan Campak (93,6%). Kesemuanya sudah di atas target minimal

nasional (85%).

Page 115: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 115

z. Angka Drop Out (DO), sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator

DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2011 DO tingkat Jawa

Tengah sebanyak 3,4%, mengalami penurunan dibanding tahun 2010

(3,67%).

aa. Jumlah ibu hamil 2011 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 632.198, yang

mendapat TT-1 sebesar 48,2%, TT-2 sebesar 48,5%, TT-3 sebesar 28,4%,

TT-4 sebesar 20,7 dan TT-5 sebesar 17,2% dan TT2+ sebanyak 114,8.

bb. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi tetap di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 0,82, mengalami peningkatan bila dibandingkan rasio tahun

2010 (0,81).

cc. Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2011 (37,90%) lebih

tinggi dibandingkan pencapaian tahun 2010 (37,59%).

dd. Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 55,30% mengalami peningkatan bila dibanding tahun

2010 (53,83%).

ee. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebesar 51,96% menurun bila dibandingkan cakupan pada tahun 2010

sebesar 52,61%, dan masih jauh dibawah target cakupan pelayanan

kesehatan usia lanjut SPM (70%).

ff. Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang

dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 291

puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan

pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak

100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.

gg. Pada tahun 2011 persentase desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani

kurang dari 24 jam mengalami kenaikan menjadi 100% dibanding dengan

tahun 2010 (98.45%).

Page 116: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 116

hh. Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2011 sebanyak 1.202.848 jiwa.

Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut sebanyak

3.733 jiwa dengan attack rate atau rata-rata kejadian sebesar 33,21%.

ii. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 24 orang (case

fatality rate/CFR: 0,64%). CFR tertinggi adalah KLB demam berdarah

dengue/DBD yaitu terdapat (72,73%%) dan KLB Tetatus Neonatorum

(75,00%).

jj. Penyuluhan kelompok pada tahun 2011 sebanyak 206.344 kali, Sedangkan

penyuluhan massa telah dilakukan 5.817 kali.

2. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan

a. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar tahun 2011 mencapai

36,18% dari total penduduk bukan masyarakat miskin (non maskin),

meningkat bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2010 (21,59%).

b. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebanyak

13.033.805 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan

kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 7.433.687

(57,17%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar

438.493 (3,37%).

c. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 13.033.805,

mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1

sebanyak 1.205.011 (9,3%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3

sebanyak 431.544 (3,3%).

d. Cakupan kunjungan rawat jalan di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2011 sebesar 105,4%, meningkat dibandingkan dengan tahun

2010 (36,69%). Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2011 sebesar 5,1% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun

2010 (4,98%).

e. Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2011 di Provinsi Jawa Tengah

sebanyak 198.387, terbanyak di rumah sakit yaitu 130.479 kali (65,77%).

Page 117: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 117

f. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS (GDR) pada tahun

2011 rata rata sebesar 34,01 sedangkan angka yang dapat ditolerir

maksimum 45.

g. Pada tahun 2011 jumlah rumah sakit sebanyak 247 Rumah Sakit di Jawa

Tengah terdiri dari 13 RS (6,13%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat

tinggi diatas maksimal occupancy rate, 61 RS (28,77%) mempunyai BOR

yang dianggap cukup ideal.

h. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 3,91 mengalami peningkatan bila dibandingkan nilai ALOS

tahun 2010 sebesar 3,85.

i. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 3,54 dari jumlah

RS yang lapor, menurun bila dibandingkan dengan rata-rata pada tahun 2010

sebesar 3,77.

3. Perilaku Hidup Masyarakat

a. Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat yaitu yang

diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat

paripurna sebesar 74,68%, meningkat bila dibandingkan tahun 2010

(68,63%).

4. Keadaan Lingkungan

a. Cakupan rumah yang memenuhi syarat kesehatan di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 62,95%, menurun bila dibandingkan dengan pencapaian

tahun 2010 (65,01%).

b. Cakupan rumah bebas jentik nyamuk Aedes Aegypti di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 77,14%, meningkat bila dibandingkan dengan cakupan

tahun 2010 (73,43%).

c. Cakupan keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih meningkat dari

87,79% pada tahun 2010 menjadi 89,88% pada tahun 2011.

d. Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 3.674.902

(40,11%) dari 8.703.696 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum

terlindung sebanyak 2.506.620 (68,21%).

Page 118: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 118

e. Cakupan keluarga yang memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan di

Provinsi Jawa Tengah turun dari 72,95% pada tahun 2010 menjadi 71,29%

pada tahun 2011.

f. Cakupan keluarga yang memiliki tempat sampah memenuhi syarat kesehatan

di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 67,02% pada tahun 2010 menjadi

69,58% pada tahun 2011. Sedangkan cakupan keluarga memiliki sarana

pengelolaan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 50,76%

pada tahun 2010 meningkat menjadi 63,57% pada tahun 2011.

g. Cakupan pengawasan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat

kesehatan tahun 2011 meliputi hotel 84,53%, restoran/rumah makan

73,44%, pasar 55,55% dan TUPM lainnya (67,44%).

h. Pada Tahun 2011 pencapaian cakupan institusi yang dibina yaitu sarana

pelayanan kesehatan 81,51%, sarana pendidikan 64,11%, instalasi

pengolahan air minum 58,56%, sarana ibadah 61,88%, perkantoran 72,11%

dan sarana lainnya 47,67%.

C. Sumber Daya Kesehatan

1. Sarana Kesehatan

a. Pada tahun 2011 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota,

stock terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg 52.206.266 tablet

dan paling sedikit adalah OAT Katagori 3 (523 paket).

b. Pemakaian obat rata-rata perbulan terbanyak adalah Klorfeniramin Maleat

tablet 4 mg (2.834.674 tablet) dan terendah adalah OAT katagori 3 (43

paket).

c. Tingkat kecukupan obat tertinggi adalah obat Kloramfenikol kapsul 250 mg

(50) dan terendah adalah OAT katagori 3 (9) artinya bahwa persediaan obat

Kloramfenikol kapsul 250 mg dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama

50 bulan dan OAT katagori 3 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 9

bulan.

d. Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi

adalah kloramfenikol kapsul 250 mg (278,46%), sedangkan paling rendah

adalah OAT Kategori 2 (52,09%).

Page 119: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 119

e. Jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah meningkat dari 854 unit pada

tahun 2010 menjadi 867 pada tahun 2011. Bila dibandingkan dengan konsep

wilayah kerja puskesmas, dengan sasaran penduduk yang dilayani oleh

sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk per puskesmas, maka jumlah

puskesmas per 30.000 penduduk tahun 2011 sebesar 0,80. Ini berarti bahwa

jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Tengah masih kurang. Sedangkan

puskesmas perawatan dari 281 buah pada tahun 2010 naik menjadi 291

pada tahun 2011, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Puskesmas

Keliling sebanyak 948 unit dan Poliklinik Kesehatan Desa sebanyak 5.209

unit.

f. Rumah sakit umum di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berjumlah 179 buah

yang terdiri dari RSU pemerintah sebanyak 50 buah ( 2 RSU milik

Departemen Kesehatan, 7 RSU milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan

41 milik pemerintah kabupaten/kota), RSU milik TNI/POLRI sebanyak 10 RS,

RSU milik BUMN sebanyak 1 RS dan RSU milik swasta sebanyak 118 buah.

g. Rumah sakit khusus pemerintah dan swasta di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebanyak 68 RS terdiri dari 4 RS Jiwa milik pemerintah, 10 RS Bersalin

milik swasta dan 54 RS Khusus lainnya (3 milik pemerintah dan 51 milik

swasta)

h. Unit Pelaksana Tehnis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah terdiri dari:

Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) sebanyak 5 unit dan 1 Balai

Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM).

2. Tenaga Kesehatan

a. Rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 6,96.

b. Rasio tenaga dokter umum per 100.0000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 12,24.

c. Rasio tenaga dokter gigi per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 3,15.

d. Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 17,42.

e. Rasio tenaga gizi per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 4,49.

Page 120: profil kesehatan jateng.pdf

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 120

f. Rasio tenaga keperawatan per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 73,95 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2010

(76,55).

g. Rasio Bidan per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011

sebesar 39,56 lebih banyak dibandingkan tahun 2010 (38,47).

h. Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa

Tengah tahun 2011 sebesar 2,96 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun

2010 (4,30).

i. Rasio tenaga sanitasi per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebesar 3,20 menurun dibandingkan tahun 2010 (3,74).

j. Rasio tenaga teknisi medis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 10,24 lebih sedikit bila dibandingkan tahun 2010 (10,56).

3. Pembiayaan Kesehatan

Anggaran belanja yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di

kabupaten/kota tahun 2011 sekitar 7,18% dari seluruh pembiayaan

kabupaten/kota. Anggaran tersebut naik 28,11%, yang semula sebesar 51,73%

pada tahun 2010 menjadi 79,84% pada tahun 2011. Sedangkan anggaran

kesehatan perkapita pada tahun 2011 sebesar Rp. 81.450,-

Demikian gambaran hasil pembangunan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun

2011 sebagai wujud nyata kinerja seluruh jajaran kesehatan di Provinsi Jawa Tengah

dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat yang mandiri dan bertumpu pada

potensi daerah.