46
Laporan Kasus SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN 5 BULAN DENGAN DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN-SEDANG DENGAN ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK ET CAUSA DD INFEKSI DD ANEMIA DEFISIENSI BESI Oleh : Anindita Ratna Gayatri G99141032 Nova Sari Nur Salamah G99141033 Pembimbing : Noor Alifah, dr, SpA

PresKas Boyol -DADRS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

preskas boyol

Citation preview

Page 1: PresKas Boyol -DADRS

Laporan Kasus

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 1 TAHUN 5 BULAN DENGAN

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN-SEDANG DENGAN ANEMIA

HIPOKROMIK MIKROSITIK ET CAUSA DD INFEKSI DD ANEMIA

DEFISIENSI BESI

Oleh :

Anindita Ratna Gayatri G99141032

Nova Sari Nur Salamah G99141033

Pembimbing :

Noor Alifah, dr, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANG

BOYOLALI

Page 2: PresKas Boyol -DADRS

2015

Page 3: PresKas Boyol -DADRS

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AR

Umur : 1 tahun 5 bulan

Tanggal Lahir : 31 Oktober 2013

Jenis Kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Tn. S

Pekerjaan Ayah : Swasta

Nama Ibu : Ny. M

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Nogosari, Boyolali

Berat Badan : 8,8 kg

Tinggi Badan : 78 cm

Tanggal masuk : 3 April 2015

Tanggal Pemeriksaan : 5 April 2015

No. RM : 14464998

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis diperoleh dari ibu pasien pada tanggal 5 April 2015

1. Keluhan Utama

Buang air besar (BAB) cair 4 kali sehari

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dirujuk oleh dokter umum ke IGD RS Pandan Arang

Boyolali karena BAB cair hingga pasien lemas. Pasien BAB cair sejak 1

hari SMRS. BAB cair seperti air kental dan berwarna kuning tua seperti

kuning telur tanpa diserta ampas, tidak ada lendir maupun darah.

Frekuensi BAB sekitar 4 kali sehari. Pasien tidak mau makan, namun

masih mau menetek dan selalu ingin minum. Buang air kecil (BAK)

terakhir sekitar 3 jam SMRS, sebanyak ± setengah gelas belimbing.

Page 4: PresKas Boyol -DADRS

Pasien juga muntah sejak 3 hari SMRS sekitar 10 kali perhari, muntah

setiap setelah diberi makan. Muntah cair karena pasien hanya mau

minum ASI. Pasien belum diberi obat untuk diare dan muntahnya.

Sekitar 7 hari SMRS, pasien pernah dirawat di RS Banyudono

selama 5 hari karena kejang deamam dan ISPA. Ibu pasien mengatakan

ada pasien lain sekamar dengan pasien yang menderita diare. Pasien

sering meninjam mainan dari penderita diare tersebut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : (-)

Riwayat alergi obat/makanan : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : (-)

Riwayat alergi obat/makanan : (-)

5. Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya. Rumah pasien cukup

mendapat cahaya matahari dan ventilasinya baik. Sumber air di rumah

pasien adalah air sumur. Sumber air tidak dekat dengan jamban atau

tempat pembuangan sampah. Balita dan anak di sekitar tampat tinggal

pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien. Pasien berobat

dengan menggunakan fasilitas BPJS.

6. Riwayat Kehamilan

Ibu pasien mengatakan tidak merasakan keluhan apapun saat hamil.

Pemeriksaan kehamilan dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan. Ibu

pasien mengaku mendapatkan suplemen dari bidan, namun tidak

mengetaui kandungannya. Ibu pasien tidak mengonsumsi jamu atau

obat selain yang diberikan oleh bidan. Riwayat trauma saat hamil (-),

riwayat pijat perut saat hamil (-), riwayat sakit saat hamil (-).

7. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir ditolong oleh bidan saat usia kehamilan 40+1 minggu,

spontan, pervaginam dengan berat lahir 3100 gram, menangis (+),

sianosis (-), kuning (-), kejang (-).

Page 5: PresKas Boyol -DADRS

8. Riwayat Postnatal

Ibu pasien rutin membawa pasien ke puskesmas setiap bulan untuk

timbang badan dan melakukan imunisasi sesuai jadwal.

9. Status Imunisasi

Pasien sudah mendapat imunisasi:

BCG : 1 bulan

Hepatitis B : saat lahir, 2, 4 bulan

Polio : 0, 2, 3, 4 bulan

DPT : 3, 4, 5 bulan

Campak : 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar sesuai jadwal Depkes

10. Riwayat Perkembangan

Mulai senyum : 2 bulan

Mulai miring : 4 bulan

Mulai tengkurap : 4 bulan

Mulai duduk dibantu : 6 bulan

Mulai berjalan dan menucapkan 1 kata : 1 tahun

Saat ini pasien berusia 1 tahun 5 bulan

Kesan : perkembangan anak sesuai usia

11. Riwayat Nutrisi

Usia 0 – 4 bulan : diberi ASI ± 8 kali perhari

Usia 4 – 12 bulan : ASI + makanan pendamping ASI

Usia 1 – 1 tahun 5 bulan : ASI + makanan keluarga rutin setiap hari

Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup

Page 6: PresKas Boyol -DADRS

12. Pohon Keluarga

I

II

III

An. AL (1 tahun 5 bulan)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. KeadaanUmum

Keadaan umum : tampak sakit sedang, rewel

Derajat kesadaran : kompos mentis

Derajat gizi : kesan gizi baik

2. Tanda vital

BB : 8,8 kg

TB : 78 cm

SiO2 : 99%

Nadi : 108 x/menit, kuat

Pernafasan : 28 x/menit

Suhu : 36,4ºC

3. Penilaian Status Gizi

a) Secara klinis

Nafsu makan : baik

Page 7: PresKas Boyol -DADRS

Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)

Mata : edema palpebra(-/-),CA(-/-),cekung (-/-)

Mulut : Mukosa basah (+), pecah-pecah (-)

Ekstremitas : edema - - akral dingin - -

- - - -

Status gizi secara klinis : baik

b) Secara Antropometris

Umur : 1 tahun 5 bulan, BB : 8,8 kg, TB : 78 cm

: (8,8/10,8) x 100% = 81,48% -2 SD < Z-score < 0 SD

(normoweight)

: (78,8/81) x 100% = 97,28% -2 SD < Z-score < 0 SD

(normoheight)

: (8,8/10) x 100% = 88,00% -2 SD < Z-score < 0 SD

(gizi baik)

Status gizi secara antropometri : gizi baik, normoweight,

normoheight (WHO)

4. Kepala

Mesosefal, lingkar kepala (LK): 48 cm (0SD < LK < +2SD) (Nellhaus),

wajah dismorfik (-), UUB menutup

5. Mata

Mata cekung (-/-), air mata (+/+), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-), palpebra edema (+/+), pupil isokor(+ 3 mm/ + 3mm).

6. Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), daah (-/-)

7. Mulut

Mukosa basah (+), bibir sianosis (-) , lidah kotor dan hiperemis (-)

8. Telinga

Page 8: PresKas Boyol -DADRS

Serumen (-/-)

9. Tenggorok

Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-),

pseudomembran (-)

10. Leher

Bentuk : normocolli

Trakea : di tengah

Kelenjar tiroid : tidak membesar

Tekanan venosa : tidak meningkat

11. Limphonodi

Retroaurikuler : tidak membesar

Submandibuler : tidak membesar

12. Toraks

Bentuk : normochest, retraksi (-)

Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba sde

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar: vesikuler, ST (-/-)

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan sde

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,

bising (-)

13. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, asites (-), pekak alih (-),

undulasi (-), turgor kulit kembali agak lambat

Page 9: PresKas Boyol -DADRS

14. Urogenital : BAK (+)

15. Anorektal : diaper rash (+)

16. Ekstremitas

Akral dingin - - edema - -

- - - -

ADP agak lemah

CRT < 2 detik

17. Status Neurologis

Refleks Fisiologis

R. Biceps : +2/+2

R. Triceps : +2/+2

R. Patella : +2/+2

R. Achilles : +2/+2

Refleks Patologis

R. Babinski : (-/-)

R. Chaddock : (-/-)

R. Gordon : (-/-)

R. Oppeiheim : (-/-)

R. Schaefer : (-/-)

Meningeal Sign

Kaku kuduk : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Kernig : (-)

Motorik

5555 5555

5555 5555

Page 10: PresKas Boyol -DADRS

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 4 April 2015

E. RESUME

Pasien datang dengan keluhan BAB 4 kali sehari, lebih cair daripada

biasanya, sejak 1 hari SMRS. BAB cair tidak disertai lendir dan darah. Pasien

tidak mau makan, tapi masih mau menetek. BAK (+). Pasien juga muntah 10

kali perhari. Sebelum sakit, pasien dirawat inap sekamar dengan penderita

diare. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makan minuman, atau obat.

Sumber air yang digunakan di rumah relatif bersih. Pasien tidak

mengkonsumsi susu formula, tidak mengganti makanan. Riwayat kehamilan,

kelahiran, postnatal, dan perkembangan baik. Imunisasi lengkap sesuai jadwal

Depkes RI. Riwayat nutrisi secara kuantitas dan kualitas cukup.

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Hb 8,6 g/dL 11,5 – 13,5

Hct 26,1 % 34 – 40

AE 4,1 .106/uL 3,9 – 5,3

AT 472 .103/uL 150 - 450

AL 13 .103/uL 6 – 17,0

Limfosit 24,8 % 20 - 40

Monosit 6,9 % 2 - 8

Eosinofil 1 % 1 – 2

Basofil 0 % 0 – 1,5

Netrofil 68,3 % 50 – 70

MCV 63,7 fL 80 – 100

MCH 21 Pg 27 – 32

MCHC 33 % 33 – 36

Page 11: PresKas Boyol -DADRS

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, rewel, status

gizi baik, vital sign dalam batas normal, ubun-ubun besar menutup, mata

tidak cekung, air mata cukup, mukosa bibir kering, turgor kulit abdomen

kembali agak lambat, akral hangat, ADP agak lemah, CRT < 2 detik. Pada

pemeriksan laboratororium darah didapatkan Hb turun.

F. DAFTAR MASALAH

1. BAB 4 kali perhari

2. Muntah 10 kali perhari

3. Tidak ada riwayat alergi

4. Tidak mengkonsumsi susu fomula

5. Keadaan umum compos mentis, rewel

6. Status hidrasi menurun

7. Hb, MCV, dan MCH turun

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Diare akut

2. Gastroenteritis

3. Intoleransi makanan

H. DIAGNOSIS KERJA

1. Diare akut dehidrasi ringan-sedang + vomitus

2. Gizi baik

I. PENATALAKSANAAN

1. Rawat bangsal anak

2. Diet ASI/ASB

3. IVFD RL 65 ml/jam selama 5 jam dilanjutkan 40 ml/jam

4. Injeksi metamizol 90 mg/8 jam

5. Injeksi ondansetron 0,9 mg/8 jam

6. Zinc syrup 1 dd 1

Page 12: PresKas Boyol -DADRS

7. Probiotik 2 dd 1 sachet

8. Oralit sachet 100 ml/diare, 50 ml/muntah

J. MONITORING

1. Keadaan umum dan tanda vital tiap 8 jam

2. Balans cairan dan diuresis tiap 8 jam

3. Status hidrasi tiap 8 jam

K. PLAN

Cek feses rutin

L. EDUKASI

1. ASI tetap diberikan

2. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan

3. Kebersihan lingkungan

4. Penyediaan air minum yang bersih

M. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

N. FOLLOW UP

Tanggal 6 April 2015

S : Demam (-), muntah (-), diare (-), BAK (+)

O: KU: CM, sakit sedang, gizi kesan baik

Tanda vital : HR: 108 x/menit

T: 36,4 0C

RR: 28 x/menit

Page 13: PresKas Boyol -DADRS

Kepala : mesocephal

Mata : oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : sekret (-/-)

Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T2-T2

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks : simetris, retraksi (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali

cepat

Ekstremitas :

Akral Dingin

- -

- -

Capillary refill time< 2 detik, Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Oedem

- -

- -

Page 14: PresKas Boyol -DADRS

Assesment :

1. Riwayat diare akut dehidrasi ringan-sedang

2. Gizi baik

Terapi :

1. Rawat bangsal anak

2. Diet ASI/ASB

3. IVFD D5 ¼ NS 40 ml/jam

4. Injeksi metamizol 90 mg/8 jam

5. Injeksi ondansetron 0,9 mg/8 jam

6. Zinc syrup 1 dd 1

7. Probiotik 2 dd 1 sachet

8. Oralit sachet 100 ml/diare, 50 ml/muntah

Tanggal 7 April 2015

S : Demam (-), muntah (-), diare (-), BAK (+)

O: KU: CM, sakit sedang, gizi kesan baik

Tanda vital : HR: 108 x/menit

T: 36,4 0C

RR: 28 x/menit

Kepala : mesocephal

Mata : oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : sekret (-/-)

Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T2-T2

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks : simetris, retraksi (-/-)

Jantung :

Page 15: PresKas Boyol -DADRS

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali

cepat

Ekstremitas :

Akral Dingin

- -

- -

Capillary refill time< 2 detik, Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Assesment :

1. Riwayat diare akut dehidrasi ringan-sedang

2. Gizi baik

Terapi :

1. Rawat bangsal anak

2. Diet ASI/ASB

3. IVFD D5 ¼ NS 40 ml/jam

4. Injeksi metamizol 90 mg/8 jam

Oedem

- -

- -

Page 16: PresKas Boyol -DADRS

5. Injeksi ondansetron 0,9 mg/8 jam

6. Zinc syrup 1 dd 1

7. Probiotik 2 dd 1 sachet

8. Oralit sachet 100 ml/diare, 50 ml/muntah

Tanggal 8 April 2015

S : Demam (-), muntah (-), diare (-), BAK (+)

O: KU: CM, sakit sedang, gizi kesan baik

Tanda vital : HR: 104 x/menit

T: 36,5 0C

RR: 42 x/menit

Kepala : mesocephal

Mata : oedem palpebra (-/-), mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)

Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : sekret (-/-)

Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-)

Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar

Thoraks : simetris, retraksi (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :

Page 17: PresKas Boyol -DADRS

Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali

cepat

Ekstremitas :

Akral Dingin

- -

- -

Capillary refill time< 2 detik, Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Assesment :

9. Riwayat diare akut dehidrasi ringan-sedang

10. Gizi baik

Terapi :

a. IVFD D5 1/2 NS 40 ml/jam

b. Injeksi antrain 90 mg/8 jam

c. Injeksi ondansetron 0,9 mg/8 jam

d. Zinc syrup 1 dd 1

e. Probiotik 2 dd 1 sachet

f. Oralit sachet 100 ml/diare, 50 ml/muntah

Oedem

- -

- -

Page 18: PresKas Boyol -DADRS

BAB II

ANALISA KASUS

A. ANALISA DIAGNOSIS

Pasien datang dengan keluhan kejang, 1x, seluruh tubuh kaku

kurang lebih 5 menit, mata melirik ke atas, dan sadar setelah kejang. Satu

hari sebelum kejang, pasien demam tinggi dan saat kejang pasien masih

demam. Saat di IGD RSDM, dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,6oC dan pada pemeriksaan

penunjang tidak didapatkan adanya kelainan. Gejala ini sesuai dengan

kriteria kejang demam menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI, yaitu

kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh > 38oC tanpa disertai adanya

infeksi susunan saraf pusat, kelainan elektrolit, dan kelainan metabolit lain.

Pasien mengalami kejang 1x, tidak berulang dalam 24 jam, kejang < 15

menit, kejang terjadi pada seluruh tubuh. Sehingga diagnosis mengarah

pada kejang demam sederhana. Pasien juga mengalami infeksi saluran

pernapasan akut, yaitu batuk pilek yang sudah diderita selama 1 minggu.

Tanda klinis ini diperlukan untuk menyingkirkan adanya infeksi di luar

susunan saraf pusat. Pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan adanya

kelainan sehingga dapat menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh

gangguan metabolik maupun elektrolit.

B. ANALISA PENATALAKSANAAN

Pasien mendapat diet nasi lauk 1200 kkal/hari. Sesuai usianya,

pasien sudah diperbolehkan mengonsumsi makanan keluarga. Perhitungan

kalori per hari didapatkan dari Recommended Daily Allowance (RDA)

untuk anak sakit tidak parah dengan gizi baik menurut tinggi badan

berdasarkan usia yaitu 120 kkal/kgbb/hari. Pemberian diazepam tablet

diperlukan pada saat suhu lebih dari 38.5oC sebagai pencegahan terhadap

terjadinya kejang berikutnya. Paracetamol syrup diberikan sebagai

antipiretik sehingga dapat menurunkan demam.

Page 19: PresKas Boyol -DADRS

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Anemia Defisiensi Besi

2.1 DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi

kosong, yang akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang. Pada pertengahan abad XVI, kekurangan zat besi digambarkan

sebagai penyakit yang dikenal sebagai Klorosis.(26,27) Orang yang

pertama sekali memakai istilah Klorosis adalah Verandeus untuk

menggantikan nama ” de morbo vergineo ” yang dikemukan oleh Johannes

Lange pada tahun 1554 untuk suatu penyakit dengan gejala-gejala muka

pucat kehijauan, palpitasi, edem, sakit sendi, dan gangguan gastrointestinal

berupa obstipasi, serta nyeri tekan pada epigastrium. Klorosis merupakan

suatu anemia kekurangan zat besi yang dijumpai pada gadis-gadis berumur

14-17 tahun dan ibu-ibu muda.(26,27) Gambaran klinis dari penyakit

tersebut ialah muka pucat warna kuning kehijauan sebagai akibat dari

kadar zat besi dalam darah yang tidak adekuat, disamping adanya

kebutuhan zat besi yang meningkat untuk pertumbuhan dan karena haid.

Anemia defisiensi besi ialah anemia yang secara primer disebabkan

oleh kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara

progresif dari normositer normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan

memberi respon terhadap pengobatan dengan senyawa besi (WHO).(21,22)

Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin atau hematokrit kurang dari

batas normal sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa).

Akibatnya, berkurangnya kemampuan menghantarkan oksigen yang

dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal. (28,29,30)

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan

Page 20: PresKas Boyol -DADRS

besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan

hemoglobin (Hb) berkurang.

2.2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai

pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada

anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6%

dan remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun

diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9% remaja wanita kekurangan

besi. sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya

berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit

hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan

status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia

prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun

1992 prevalens ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%.(20,23)

Pada tahun 2002 prevalensi anemia pada usia 4-5 bulan di Jawa Barat,

Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki

kadar Hb di bawah 10gr/dl sedangkan untuk kadar Hb di bawah 11gr/dl

mencapai angka 71%.(21) Pauline di Jakarta juga menambahkan selama

kurun waktu 2001-2003 tercatat sekitar 2 juta ibu hamil menderita anemia

gizi dan 8,1 juta anak menderita anemia.(22) Selain itu data menunjukkan

bahwa bayi dari ibu anemia dengan berat bayi normal memiliki

kecendrungan hampir 2 kali lipat menjadi anemia dibandingkan bayi

dengan berat lahir normal dari ibu yang tidak menderita anemia.

Berdasarkan data prevalensi anemia defisiensi gizi pada ibu hamil di 27

provinsi di Indonesia tahun 1992, Sumatera Barat memiliki prevalensi

terbesar (82,6%) dibandingkan propinsi lain di Indonnesia.

2.3. ETIOLOGI

Pada bayi dan anak anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor

nutrisi, dimana intake makanan yang mengandung besi heme kurang,

seperti daging sapi, ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah

Page 21: PresKas Boyol -DADRS

diserap. Serta kurangnya intake besi non heme seperti sereal, gandum,

jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah, beras putih, kismis, tahu,

sayuran,

kacang-kacangan, buah-buahan (kurma, apel, jambu, alpukat,

nangka, salak). Selain itu anak terkadang sering mengkonsumsi makanan

yang menghambat absorpsi besi seperti polifenol, kalsium dan protein

kedelai.

Penyebab utama anemia defisiensi pada anak di negara

berkembang adalah infeksi cacing. Setiap cacing dapat mengakibatkan

perdarahan kronis dan dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

Infestasi cacing tambang dapat mengisap darah sebanyak 0,03

ml/hari/ekor (Necator Americanus) dan 0,15 ml/hari /ekor (Ancilostonum

duodenaltinale). Jumlah kehilangan darah pada gangguan ringan

diperkirakan kurang lebih 2-3 ml/hari, sedangkan pada gangguan berat

dapat sampai 100ml/hari.

Pemakaian obat-obatan yang dapat mengganggu agregasi

trombosit, misalnya aspirin dapat menyebabkan perdarahan

gastrointestinal yang akan berakhir menjadi anemia defisiensi besi.

Penyebab lain perdarahan gastrointestinal dan malaria terutama di

daerah endemik. Pada masa pubertas terutama perempuan perdarahan

karena haid yang berlebihan (>80 ml/hari) dapat juga menyebabkan

anemia defisiensi besi.

Beberapa keadaan yang mengakibatkan gangguan fungsi maupun

perubahan anatomi saluran pencernaan menyebabkan malabsorbsi besi

seperti malnutrisi energi protein, infeksi usus, pasca bedah usus.

Pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan penambahan

volume darah yang banyak akan meningkatkan kebutuhan akan besi. Pada

akhir tahun pertama berat badan anak mencapai 3 kali berat badan lahir.

Pertumbuhan yang pesat dijumpai juga pada bayi lahir prematur dan pada

masa pubertas.

Page 22: PresKas Boyol -DADRS

Berdasarkan keterangan di atas, anemia defisiensi besi dapat

disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta

kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

2.4. PATOFISIOLOGI

2.4.1. Pembentukan Hemoglobin

Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam

keadaan biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum

tulang), sumsum tulang memproduksi 500x109 sel dalam 24 jam. Hb

merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri

dari 1.globin, 2. protoporfirin dan 3. besi (Fe). Globin dibentuk sekitar

ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi

didapat dari transferin.

Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti

adalah sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini

biasanya tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke

dalam sinusoid.

Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan

mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil

(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).

Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk

pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah.

Hal ini dapat disebabkan oleh 1. kurang gizi, 2. gangguan absorbsi Fe

(terutama dalam lambung), 3. kebutuhan besi yang meningkat akan besi

(kehamilan, perdarahan dan dalam masa pertumbuhan anak). Sehingga

menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat

dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki

reseptor transferin bukan reseptor Fe.

2.4.2. Metabolisme Besi

Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin

merupakan suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam

Page 23: PresKas Boyol -DADRS

beberapa tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang

lebih besar di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh

pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah

menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian

diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai

persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang

berikatan dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini

dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.

Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai

labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri,

terutama bila makan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan

membentuk suatu kompleks besi yang larut , sedangkan fosfat, oksalat dan

fitat menghambat absorpsi besi.(43,44)

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali

ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin.

Jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit.

Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan

karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang

berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis

2.5. Tahap Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan

negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi

yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus

berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:

• Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency,

ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan

besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada

keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum

Page 24: PresKas Boyol -DADRS

menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya

kekurangan besi masih normal.

• Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient

erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang

tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin

menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free

erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

• Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan

ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup

sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi

didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini

telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang

lebih lanjut.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis ADB sering terjadi perlaban dan tidak begitu

diperhatikan oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis

ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum

terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi

mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan

saja. Bila kadar Hb turun berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung

dan murmur sistolik. (21,28)

Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat

kekurangan

besi seperti:(21,47,48)

• Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia

(bentuk kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah,

postcricoid oesophageal webs dan perubahan mukosa lambung dan usus

halus.

Page 25: PresKas Boyol -DADRS

• Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya

tahan tubuh

• Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin

• Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena

fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil

mempunyai kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk

membunuh E.coli dan S. aureus menurun. Gejala iritabel berupa

berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian terhadap sekitar

tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat besi beberapa

hari.

Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa

pika yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa

kurang nyaman di mulut yang disebabkan enzim sitokrom oksidase yang

mengandung besi berkurang.(11,26 )

2.7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan

laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap seperti Hb,

leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan morfologi darah tepi dan

pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron binding capacity (TIBC),

saturasi transferin, feritin).(28,35)

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb

merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan

lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks

eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar

Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena

perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi

ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis

(dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).

(21,49)

Page 26: PresKas Boyol -DADRS

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang

berlangsung lama dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang

disebabkan infeksi cacing sering ditemukan eosinofilia. Jumlah trombosit

meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada

penderita dengan perdarahan yang masif.

2.8. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab

dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat

besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga

penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe

dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah

dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pada penderita

yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak

dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.

Pemberian preparat besi

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan

garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan

suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang

lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat

diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes

(drop).(21,28)

Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-

6 mg besi/ kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi

yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi

sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek

samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek

penyembuhan yang lebih cepat.(28) Absorpsi besi yang terbaik adalah

pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat

menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal

tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera

Page 27: PresKas Boyol -DADRS

setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%.

Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting

karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita.

Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada

penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat

dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium.

Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi

alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding

peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini

mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:(24,35)

Dosis besi (mg) — BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,

Hemoglobin A2

Hemoglobin normal diluar periode neonatal adalah hemoglobin A

dan dua hemoglobin kecil, yaitu; hemglobin A2 dan hemoglobin F. Pada

orang dewasa, Hemoblobin A2 (HbA2) sekitar 1,5- 3,5% hemoglobin

total. Persentase tersebut jauh lebih rendah saat lahir sekitar 0,2-0,3%,

dengan kenaikan tingkat dewasa pada 2 tahun pertama kehidupan, tetapi

ada kenaikan yang lambat pada umur tiga tahun. Pada dewasa normal

HbA2 menunjukan distribusi yang normal. Pengurangan sintesis HbA2

dianggap sebagai gangguan yang diperoleh, yaitu sebagai akibat dari

kekurangan zat besi atau terganggunya pengiriman zat besi untuk

mengembangkan sel-sel eritroid.

Page 28: PresKas Boyol -DADRS

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwi Wastoro Dadiyanto, M. Heru Muryawan, Anindita S, Buku ajar IKA.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro; 2011;135

2. Khanis abdul. Defisiensi Besi Dengan Parameter sTfR Sebagai Faktor Risiko

Bangkitan Kejang Demam. 2010.

3. Brian Chung, Virginia Wong. Relationship Between Five Common Viruses

and Febrile Seizure in Children. Arch Dis Child;2007. 92:589-593

4. Kementrian Kesehatan. Pusat Data dan Informasi. Profil Kesehatan Indonesia

Tahun 2011, Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2012.

5. Widodo DP. Kejang demam: apa yang perlu diwaspadai? Dalam Penanganan

demam Pada Anak Secara Professional. Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XL VII. H 58-66. Jakarta; 2005.

6. Johnston MV. Seizures in Childhood In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia : WB Saunders

Co;2007.p.2457-71 Stastrom CE. The Incidence and Prevalence of Febrile

Seazures. In : Baram TZ,

7. Shinnar S, ed, Febrile seizures. San Diego : Academic press;2002.p.1-25

8. Soetomenggolo TS,Ismael S, Penyuting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta :

BP IDAI.2000.h244-52.

9. Wu J, Fisher RS. Hyperthermic Spreading Depressions in the Immature Rat

Hippocampal Slice. J Neurophysiol. 2000;84(3): 1355-60

10. RekIin JC. Funk GD. Bayliss DA. Dong XW. Feldman JL. Synaptic Control

of Inotoneuronal Excitability. Pbvsio 1 Rev .2000:80:767-852.

11. Voipe JJ. Neurology of Tile Newborn. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders

Cornpany;2001.

Page 29: PresKas Boyol -DADRS

12. RekIin K. Funk GD. Bayliss DA. Dong XW. Feldman JL. Synaptic control of

inotoneuronal excitability. Available from www.

Ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1074207 Pbvsio 1 Rev. 2000:80:767-852. Voipe

JJ. Neurology of Tile Newborn. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders

Cornpany;2001.

13. Nakayama I. Hamano K. Iwasaki N. Nakahara S. Horionie Y. Saitoh H. et al.

Significant Evidence for Linkae of Febrile Seizures to Chromosome 5q14-

q15. Hum Mol Genet. 2000:9:87-91.

14. Surges R. Schuize-Bonhage A. Ahenmuller DM. Hippocampal Involvement

in Secondarily Generalised Seizures of Extrahippocampal Origin.

JournalNeuro Neurosurg Psychiatry .2008:79:924-9.

15. Parmar H. Lim SH. Tan NC. Lim CC. Acute Symptomatic Seizures and

Hippocampus Damage : DWI and MRS Findings. Neurology; 2006:66:1732-

5

16. Vesteigaard M. Pedersen CB. Sidenius P. Olsen J. Christensen J. The Long-

Term Risk of Epilepsy After Febrile Seizures in Susceptible Subgroups. Am J

Epidemiol ;2007:165:91 1-8. Epub 30th of January 2007.

17. Leung LS. Wit K. Epilepsy-Based Changes in Hippocanipal Exitability:

Causes and Affects. Adv Neurology. 2006:97:63-8

18. Trainor JL. Hampers LC. Krug SE. Listernick R. Children with First-Time

Simple Febrile Seizures are at Low Risk of Serious Bacterial Illness. Acad

Emerg Med . 2001:8:781-7

19. Chiu SS. Tse CY. Lau YL, Peiris M. Influenza A Infection is an Important

Cause of Febrile Seizures. J Pediatrics. 2001 :108:1 -719

20. Chou IC. Peng CT. Huang CC. Tsai JJ. Tsai FJ. Tsai CH. Association

Analysis of Gamma 2 Subunit of Gamma Aminobutyric Acid Type A

Receptor Polymoiphisnis with Febrile Seizures. Pediatr Res. 2003:54:26-9

Page 30: PresKas Boyol -DADRS

21. Nakayama I. Hamano K. Iwasaki N. Nakahara S. Horionie Y. Saitoh H. et a.

Significant evidence for 1inkae of febrile seizures to chromosome 5q14-q15.

Hum Mol Genet. 2000:9:87-91

22. Kuglei SL. Joluison WG. Genetics of the febrile seizure susceptibility trait.

Brain Dev. 1998:20:265-74

23. Ratala H. Uhari M. Hietala 3. Factors triggering in first febrile seizures. : 84:

407—10. Acta Paediatric .1995.

24. Cainfielci P, Cainfield C, Gordon K. Antecedents and risk factors for febrile

seizures. In: Baram TZ. Shinnar S. ed.. Febrile Seizures. p. 1-25. San Diego

Academic press; 2002.

25. Xium Wang, Meichun Xu, Lizhong Du. Association Analysis of Gamma 2

subunit of Gamma-Aminobutyric Acid (GABA) Type A Receptor and

Voltage-Gated Sodium Chanel Type II Alpha-Polypeptide Gene Mutation in

Southern Chines Children with Febrile Seozures. J Child Neurol. 2007;22:

714-9

26. Tatli Z. Yaii XX. Haftelou S. Ribak CE. Barani TZ. Seizure-Induced

Nenonatal Injury. J Neurosci. 1998:18:4285-94.

27. Armon K. Stephenson T. MacFaul R. Hemingway P. Werneke U. Smith S.

An Evidence and Consensus Based Guideline for The Management of a Child

After a Seizure. Emer: Med.2003:20:13-20

28. Vesteraard M. Wisborg K. Henriksen TB. Secher NJ. Ostergaard JR. Olsen J.

Prenatal Exposure to Cigarettes, Alcohol and Coffee and The Risk for Febrile

Seizures. Pediatrics . 2005: 1 16(5): 1089-94

29. Surges R. Schuize-Bonhage A. Ahenmuller DM. Hippocampal Involvement

in Secondarily Generalised Seizures of Extrahippocampal Origin. JNeurol

Neurosurg Psychiatry. 2008:79:924-9.

30. Nakayama I. Hamano K. Iwasaki N. Nakahara S. Horionie Y. Saitoh H. et a.

Significant evidence for 1inkae of febrile seizures to chromosome 5q14-q15.

Hum Mol Genet. 2000:9:87-91.

Page 31: PresKas Boyol -DADRS

31. Bahtera T. Faktor risiko Kejang Demam Sebagai Piediktor Bangkitan Kejang

Demam berulang. Kajian mutasi gen vollase kanal ion natrium. 2007.

32. Browning JD, O’Dell BL. Zinc Defeiciency Decreas The Concentration of

Nethyl D-Aspartate Receptors in Guinea Pig Cortical Synaptic Membranes. J

Nutr. 1995; 125:2083-9

33. Agget P. Zinc. In: Annales Nestle 52/3. Trace Elments in Infancy and

Childhood. Swiszerland: Nestle Ltd; 1994:95-106

34. Sadono, dkk. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko

Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Bayi (Studi Kasus di Kabupaten

Blora). Jurnal Epidemiologi Universitas Diponegoro. 2005. Available from

http:repository.undip.ac.id/

35. Sukmawati, Sri Dara. Hubungan Status Gizi, BBL, Imunisasi dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan, Vol.

X, Edisi 2, Juli – Desember.2010.

36. Nasution, Kholisah, dkk. Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di

Daerah Urban Jakarta. Jurnal Sari Pediatri, Vol IV, No.01, Juni 2012.

37. Nana S dan Tinah. Hubungan Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga

Dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kebidanan, vol. IV, No. 01 Juni

2012.

38. Cahaya, Indra dan Nurmaini. Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan

Perumahan yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Balita di Perumahan

Nasional (Perumnas) Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli

Serdang. 2005.

39. Karlinda, Tri dan Warni Susilawati. Hubungan Keberadaan Anggota

Keluarga Yang Merokok Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu Tahun 2010.

Page 32: PresKas Boyol -DADRS

40. Yuwono, TA. Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Wilayah Kerja Puskesmas

Kawungan Kabupaten Cilacap. 2008.