23
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PEWARNAAN SPORA Senin, 9 Maret 2015 Kelompok IV Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB Nama NPM Wilda Sholihaturrabiah 260110130159 LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 Nilai TTD (Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

Pewarnaan Spora

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teknik Pewarnaan Spora

Citation preview

  • LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    PEWARNAAN SPORA

    Senin, 9 Maret 2015

    Kelompok IV

    Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB

    Nama NPM

    Wilda Sholihaturrabiah 260110130159

    LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    2015

    Nilai TTD

    (Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

  • PEWARNAAN SPORA

    1. Tujuan

    Mengamati endospora bakteri dengan menggunakan prosedur

    pewarnaan spora (pewarnaan Klein). Memahami setiap langkah dan reaksi-

    reaksi kimia yang terjadi daam prosedur tersebut.

    2. Prinsip

    a. Pewarnaan Spora

    Beberapa sel bakteri memiliki struktur yang aktif berupa sel vegetatif

    dan struktur yang pasif yaitu spora. Spora selain merupakan struktur

    yang inaktif juga dapat tahan terhadap kondisi yang kurang

    menguntungkan bagi tumbuhan. Spora sepertinya halnya sel vegetatif

    dapat diwarnai sehingga dapat diamati lebih seksama. Teknik

    pewarnaannya adalah pewarnaan differensial, yaitu menggunakan lebih

    dari pewarna, yang hasilnya dapat membedakan spora dari sel vegetatif.

    b. Penetrasi zat warna

    Penembusan zat warna ke dalam sel bakteri

    c. Impermeabilitas Spora

    Dinding spora bersifat impermeabel, tetapi zat-zat warna dapat diserap

    kedalamnya dengan jalan memanaskan preparat. Sifat impermeabel ini

    mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam

    waktu yang sama seperti pada dekolorisasi sel-sel vegetatif

    d. Teknik aseptis

    Proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari

    mikroba kontaminan. Teknik aseptic digunakan sepanjang percobaan

    berlangsung baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan.

    Untuk alat dan bahan dapat diterapkan metode sterilisasi

  • 3. Teori Dasar

    Bakteri hidup sulit untuk dilihat dengan mikroskop cahaya terang biasa

    karena bakteri itu tampak tidak berwarna jika diamati secara sendiri, walaupun

    biakannya secara keseluruhan mungkin berwarna. Bakteri sering diamati dalam

    keadaan olesan terwarnai daripada dalam keadaan hidup. Yang dimaksud

    dengan bakteri terwarnai adalah oganisme yang telah diwarnai dengan zat

    pewarna kimia agar mudah dilihat dan dipelajari (Volk dan Whleer, 1998).

    Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai mengungkapkan ukuran,

    bentuk, susunan dan adanya struktur internal seperti spora dan butiran zat

    pewarna khusus diperlukan untuk melihat bentuk kapsul atau pun flagella, dan

    hal-hal terperinci tertentu di dalam sel. Zat pewarna adalah garam yang terdiri

    atas ion positif dan ion negatif, yang salah satu diantaranya berwarna (Volk dan

    Whleer, 1998).

    Langkah-langkah utama dalam persiapan spesimen mikroba untuk

    pemeriksaan mikroskopik adalah (Pelczar, 1986) :

    - Penempatan olesan atau lapisan spesimen pada kaca objek.

    - Fiksasi olesan pada kaca objek.

    - Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian

    larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial.

    Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba, banyak dilakukan baik

    secara langsung (bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung

    (melalui biakan murni). Tujuan dari pewarnaan tersebut adalah pewarnaan

    untuk (Suriawiria, 1985) :

    - Mempermudah melihat bentuk jasad baik bakteri, ragi ataupun

    fungi.

  • - Memperjelas ukuran dan bentuk jasad

    - Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam

    jasad.

    - Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat

    fisik dan kimia yang ada akan dapat diketahui.

    Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya,

    tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi

    dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton

    yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama

    dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna

    yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan

    malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin.

    Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda

    pada sel vegetatifnya (Fardiaz, 1992).

    Kondisi yang terus memburuk membuat endospora dibebaskan dari

    degenerasi sel vegetatif dan menjadi sel independen yang disebut spora yang

    diakibatkan komposisi lapisan kimia spora bersifat tahan terhadap efek-efek

    merusak, misalnya pemanasan berkelebihan, pembekuan, radiasi, pengeringan, dan

    agent kimia lainnya sehingga diperlukan pewarnaan khusus secara mikrobiologi

    dan ketika kondisi lingkungan kembali normal, spora bebas kembali untuk aktif

    secara metabolik dan sel vegetatif berkurang resisten melalui germinasi.

    Sporogenesis dan germinasi tidak dimaksudkan untuk reproduksi tetapi hanya

    mekanisme yang menjamin ketahanan sel dibawah kondisi lingkungan (Suriawiria,

    2005).

    Bakteri penghasil spora tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu, setelah

    diwarnai oleh suatu warna, misalnya malachite green, akan mengikat kuat senyawa

    pewarna. Untuk pewarnaan selanjutnya, cat tersebut (misalnya safranin) sel spora

    tidak dapat menerimanya karena sudah terikat dengan cat pertama. Akhirnya warna

  • bakteri spora adalah hijau. Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak tahan

    pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh malachite, sel

    vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena

    ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif

    mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah

    merah muda dari safranin (Assani, 1994).

    4. Alat dan Bahan

    a. Alat

    i. Bak pewarna

    ii. Botol semprot

    iii. Kaca obyek

    iv. Kapas

    v. Kertas Saring

    vi. Mikroskop

    vii. Ose

    viii. Pembakar Spirtus

    b. Bahan

    i. Sampel Bacillus

    subtilis

    ii. Zat warna karbol

    fukhsin dan

    metilen blue

    iii. NaCl fisiologis

    iv. H2SO4 1%

    v. Alkohol 70%

    vi. Air suling

    vii. Minyak celup

  • c. Gambar Alat

    Bak Pewarna

    Botol Semprot

    Kaca Obyek

  • Kapas

    Kertas Saring

    Mikroskop

    Ose

  • 5. Prosedur

    Prosedur pertama yang dilakukan adalah pembuatan suspensi bakteri.

    Suspensi bakteri dibuat terdiri dari biakan bakteri dan NaCl fisiologis yang

    ditambah dengan pewarna karbol fukhsin dengan perbandingan 1:1 dalam

    tabung reaksi. Campuran tersebut dipanaskan dalam pemanas air bersuhu 800C

    selama 10 menit dan dijaga jangan sampai mendidih atau kering. Kemudian

    kaca obyek yang bersih disediakan dan ditandai menggunakan spidol untuk

    memperjelas daerah olesan. Suspensi bakteri diambil menggunakan ose dan

    dioleskan pada kaca objek pada daerah yang telah ditandai. Penyiapan olesan

    dilakukan secara aseptis. Olesan digenangi olesan H2S04 1% selama 2 detik,

    lalu cuci dengan air suling. Kemudian olesan digenangi dengan pewarna

    tandingan biru metilen selama 5 menit, zat warna yang berlebih dibuang dan

    preparat dibilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas saring. Pada

    preparat diteteskan sedikit minyak imersi, lalu diamati di bawah mikroskop.

    Pengamatan dimulai dengan obyektif berkekuatan terendah 10X, lalu ganti

    dengan lensa obyektif berkekuatan 100X. Hasil pengamatan digambar dan

    diberi keterangan.

    Spirtus

  • 6. Hasil Pengamatan

    Bakteri Bacillus subtilis

    7. Pembahasan

    Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati endospora bakteri

    dengan menggunakan prosedur pewarnaan spora (pewarnaan Klein).

    Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi daam prosedur

    tersebut. Dimana zat pewarna yang digunakan yaitu karbol fukhsin dan

    pewarna tandingannya yaitu metilen blue.

    Penyiapan suspensi bakteri dibuat dengan mencampurkan campuran

    biakan bakteri Bacillus subtilis dan NaCl fisiologis dengan pewarna karbol

    fukhsin dalam tabung reaksi dengan perbandingan 1:1. Perbandingan ini agar

    seluruh bakteri dapat menyerap zat warna dengan baik. Setelah itu campuran

  • tersebut dipanaskan dengan suhu 80oC. Bakteri Bacillus subtilis merupakan

    bakteri gram positif sehingga untuk mengidentifikasinya diperlukan pewarnaan

    diferensial. Tetapi pewarnaan biasa saja tidak cukup untuk mengidentifikasi

    B.subtilis yang memiliki endospora sehingga diperlukan pemanasan.

    Pemanasan ini ditujukan untuk meningkatkan daya penetrasi bakteri terhadap

    zat warna dengan cara membuka pori-pori bakteri karena bakteri berspora

    mempunyai dinding yang tebal dan relatif sukar ditembus sehingga tidak

    mudah diwarnai dengan teknik pewarnaan pada umumnya. Teknik pewarnaan

    spora ini disebut juga sebagai pewarnaan khusus.

    Selanjutnya dibuat olesan bakteri. Untuk membuat olesan bakteri,

    disiapkan kaca obyek yang sebelumnya telah direndam dengan larutan etanol

    agar bebas dari lemak. Kaca obyek kemudian dikeringkan dan bagian

    bawahnya ditandai dengan spidol untuk membuat daerah pengolesan.

    Selanjutnya, digunakan ose untuk memindahkan bakteri dari tabung reaksi ke

    atas kaca obyek. Sebelum ose dicelupkan pada suspense bakteri, terlebih dahulu

    ose disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose dengan nyala api.

    Tujuannya adalah agar tidak ada bakteri kontaminan yang berasal dari alat-alat

    yang digunakan. Metode sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis,

    yaitu proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba

    kontaminan. Teknik ini diterapkan untuk seluruh alat dan bahan yang

    digunakan dalam pembuatan preparasi. Setelah ose disterilkan, ose dibiarkan

    mendingin dengan bantuan udara. Tujuan pendinginan ini adalah agar bakteri

    yang nanti diambil dengan ose tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.

    Setelah ose dan kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan suspensi

    bakteri dengan mencelupkan ose pada sampel suspensi bakteri dan

    mengoleskannya pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai. Proses

    pembuatan olesan selalu dilakukan di dekat api. Hal ini bertujuan untuk

    mencegah adanya bakteri kontaminan selama proses tersebut. Olesan dibuat

  • tidak terlalu tebal agar bakteri tidak menumpuk dan agar lebih mudah

    mengeringkannya. Setelah itu, kaca obyek difiksasi dengan cara

    melewatkannya di atas nyala api sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan

    agar bakteri pada olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu

    panas. Tujuan dari fiksasi ini adalah pelekatan bakteri supaya pada saat

    pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut hilang terbawa air. Selain itu fiksasi juga

    berfungsi untuk menonaktifkan enzim lytic sehingga bakteri tidak mengalami

    lisis dan berubah bentuk pada saat diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan

    pada kaca preparat sudah kering. Jika olesan belum kering akan menyebabkan

    sel-sel mikroorganisme yang bersangkutan menjadi tidak beraturan bentuknya.

    Setelah preparat difiksasi, preparat tersebut digenangi larutan H2SO4 1

    % selama 2 detik. H2SO4 berperan untuk mengecilkan kembali pori-pori bakteri

    agar saat pencucian pewarna fukhsin tetap terjerap dan tidak luntur. Dalam

    penambahan H2SO4 ini tidak boleh terlalu lama atau terlalu banyak karena akan

    mempengaruhi hasil pengamatan pada mikroskop. Selanjutnya preparat

    digenangi pewarna metilen blue selama 5 menit. Metilen blue berperan sebagai

    pewarna tandingan yang akan mewarnai badan vegetatif dari bakteri. Badan

    vegetatif ini tidak dapat menahan pewarna utama karena ikatannya tidak kuat

    sehingga ketika diwarnai dengan pewarna yang berbeda badan vegetatif

    tersebut akan menyerap pewarna tandingan. Setelah 5 menit, pewarna yang

    berlebih dibuang dan dibilas dengan air suling secara perlahan kemudian

    dikeringkang menggunakan kertas saring.

    Preparat yang sudah siap kemudian diamati dibawah mikroskop dan

    dicari fokusnya secara perlahan. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran

    paling kecil yaitu 10X dan dicoba hingga perbesaran 100x.

    Dalam percobaan ini, spora dari bakteri Bacillus subtilis tidak dapat

    diamati. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama karena pewarna

  • fukhsin belum terpenetrasi dengan sempurna, kedua kurangnya pengocokkan

    suspensi bakteri sehingga bisa saja bakteri yang terambil adalah bakteri yang

    tidak menyerap pewarna fukhsin dengan sempurna. Penyebab lainnya yaitu

    pemberian H2SO4 yang tidak tepat sehingga mempengaruhi pengamatan.

    8. Kesimpulan

    Endospora pada bakteri dapat diamati melalui pewarnaan spora

    (pewarnaan Klein) tetapi hasil pengamatan dapat dipengaruhi oleh reaksi-reaksi

    kimia yang dilibatkan seperti daya penetrasi zat warna.

    9. Daftar Pustaka

    Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia, Jakarta.

    Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta

    Michael J. Pelczar & E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 1

    Jakarta :.Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

    Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung : Penerbit

    Angkasa.

    Volk and Whleer, 1998. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Erlangga.

  • LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    PEWARNAAN TAHAN ASAM

    Senin, 9 Maret 2015

    Kelompok IV

    Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB

    Nama NPM

    Wilda Sholihaturrabiah 260110130159

    LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    2015

    Nilai TTD

    (Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

  • PEWARNAAN TAHAN ASAM

    1. Tujuan

    Mengamati dua kelompok bakteri, yaitu bakteri tahan asam, dengan

    menggunakan prosedur pewarnaan tahan asam (pewarnaan Zielh-Neelsen).

    Memahami setiap langkah dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur

    tersebut.

    2. Prinsip

    a. Pewarnaan Tahan Asam

    Pewarnaan tahan asam adalah tipe pewarnaan diferensial lebih dari satu

    warna untuk membedakan suatu mikroorganisme dengan kandungan

    dinding sel peptidoglikan serta disusun lebih dari 60% lipid

    kompleksyang tahan terhadap dekolorisasi dengan alkohol asam

    b. Penetrasi Zat Warna

    Penembusan zat warna ke dalam sel bakteri

    c. Impermeabilitas Dinding Sel Bakteri Tahan Asam

    Dinding sel hidrofobik dan impermeabel terhadap pewarnaan dan

    bahankimia lain pada cairan atau larutan encer. Ketika proses

    pewarnaan, bakteri tahan asam ini melawan dekolorisasi dengan asam

    sehingga bakteritersebut sidebut bakteri tahan asam

    d. Pemanasan

    Pemansan pada bakteri tahan asam diperlukan untuk memuaikan

    dinding sel bakteri agar zat warna dapat masuk ke dalam sel bakteri

    3. Teori Dasar

    Bakteri tahan asam merupakan bakteri yang kandungan lemaknya

    sangat tebal sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi

  • harus dengan pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri

    tahan asam (BTA) karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu

    dicuci dengan larutan pemucat. Golongan bakteri ini biasanya bersifat patogen

    pada manusia contohnya adalahMycobacterium tuberculosis.

    Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat diisolasi dari sputum penderita

    TBC. Reaksi hasil pewarnaannya jika positif terdapat bakteri TBC berwarna

    merah. Selain menyerang manusia juga menyerang hewan seperti marmut, dan

    kera. Penularannya dapat melalui udara yang masuk ke saluran pernafasan

    (Pelczar dan Chan, 1988).

    Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri

    yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang

    tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa

    mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain

    Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae,

    Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium

    tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit

    tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri

    tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan

    pernafasan (Syahrurachman, 1994).

    Bakteri tahan asam adalah bakteri yang mempertahankan zat warna

    karbol-fuchsin (fuchsin basayang dilarutkan dalam suatu campuran phenol-

    alkohol-air) meskipun dicuci dengan asam klorida dalam alkohol. Bakteri tahan

    asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon

    (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri

    dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60%

    dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium

    tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Nocandia

    meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah

    bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat

  • tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan

    Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman,

    1994).

    Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam memilahkan

    kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok

    bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna

    pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol

    asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang

    tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi

    dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna (Lay,

    1994).

    4. Alat dan Bahan

    a. Alat

    i. Bak pewarna

    ii. Botol semprot

    iii. Kaca obyek

    iv. Kapas

    v. Kertas Saring

    vi. Mikroskop

    vii. Ose

    viii. Pembakar Spirtus

    b. Bahan

    i. Suspensi bakteri

    saprofit

    ii. Zat warna karbol

    fukhsin dan

    metilen blue

    iii. Asam alkohol

    (3%HCl dalam

    alkohol 95%)

    iv. Alkohol 70%

    v. Air suling

    vi. Minyak celup

  • c. Gambar Alat

    Bak Pewarna

    Botol Semprot

    Kaca Obyek

  • Kapas

    Kertas Saring

    Mikroskop

    Ose

  • 5. Prosedur

    Suspensi bakteri Mycobacterium tuberculosis dibuat. Kaca obyek

    disiapkan, lalu ditetesi alkohol 70% dan digosok dengan kapas hingga bebas

    lemak. Buat daerah pengolesan pada kaca obyek dengan menggunakan spidol.

    Olesan dibuat diatas kaca obyek dengan ose yang sudah disterilkan dengan api.

    Kemudian preparat digenangi dengan pewarna karbol fuksin selama 5 menit,

    sambil dipanaskan di atas penangas air. Preparat dijaga jangan sampai terlalu

    panas, mendidih atau kering. Lalu, buang zat warna yang berlebih, dan preparat

    dibilas dengan air suling. Preparat dibilas dengan zat pemucat alkohol asam

    selama 15 detik atau sampai belakang olesan bewarna merah muda pucat.

    Selanjutnya, preparat digenangi dengan pewarna tandingan biru metilen selama

    2 menit, zat warna dibuang yang berlebih, lalu dibilas dengan air suling dan

    dikeringkan dengan kertas saring. Minyak imersi diteteskan sebanyak 1 tetes

    pada preparat, lalu pengamatan dilakukan dibawah mikroskop cahaya. Dimulai

    dengan dengan perbesaran 10X, kemudian diganti dengan perbesaran 100X.

    Hasilnya diamati dan digambar.

    Spirtus

  • 6. Hasil Pengamatan

    Bakteri Mycobacterioum tuberculosis

    7. Pembahasan

    Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati dua kelompok bakteri,

    yaitu bakteri tahan asam, dengan menggunakan prosedur pewarnaan tahan

    asam (pewarnaan Zielh-Neelsen) dan memahami setiap langkah dan reaksi-

    reaksi kimia yang terjadi dalam prosedur tersebut. Dimana zat pewarna yang

    digunakan yaitu karbol fukhsin dan pewarna tandingannya yaitu metilen blue.

    Selanjutnya dibuat olesan bakteri. Untuk membuat olesan bakteri,

    disiapkan kaca obyek yang sebelumnya telah direndam dengan larutan etanol

    agar bebas dari lemak. Kaca obyek kemudian dikeringkan dan bagian

    bawahnya ditandai dengan spidol untuk membuat daerah pengolesan.

  • Selanjutnya, digunakan ose untuk memindahkan bakteri dari tabung reaksi ke

    atas kaca obyek. Sebelum ose dicelupkan pada suspense bakteri, terlebih dahulu

    ose disterilkan dengan cara memanaskan kawat ose dengan nyala api.

    Tujuannya adalah agar tidak ada bakteri kontaminan yang berasal dari alat-alat

    yang digunakan. Metode sterilisasi ini merupakan bagian dari teknik aseptis,

    yaitu proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba

    kontaminan. Teknik ini diterapkan untuk seluruh alat dan bahan yang

    digunakan dalam pembuatan preparasi. Setelah ose disterilkan, ose dibiarkan

    mendingin dengan bantuan udara. Tujuan pendinginan ini adalah agar bakteri

    yang nanti diambil dengan ose tidak mati karena suhu kawat yang terlalu panas.

    Setelah ose dan kaca obyek siap digunakan, dibuat olesan suspensi

    bakteri dengan mencelupkan ose pada sampel suspensi bakteri dan

    mengoleskannya pada kaca obyek yang sebelumnya telah ditandai. Proses

    pembuatan olesan selalu dilakukan di dekat api. Hal ini bertujuan untuk

    mencegah adanya bakteri kontaminan selama proses tersebut. Olesan dibuat

    tidak terlalu tebal agar bakteri tidak menumpuk dan agar lebih mudah

    mengeringkannya. Setelah itu, kaca obyek difiksasi dengan cara

    melewatkannya di atas nyala api sekitar tiga kali. Kaca obyek hanya dilewatkan

    agar bakteri pada olesan yang telah dibuat tidak mati karena suhu yang terlalu

    panas. Tujuan dari fiksasi ini adalah pelekatan bakteri supaya pada saat

    pembilasan, bakteri tersebut tidak ikut hilang terbawa air. Selain itu fiksasi juga

    berfungsi untuk menonaktifkan enzim lytic sehingga bakteri tidak mengalami

    lisis dan berubah bentuk pada saat diamati. Fiksasi dilakukan setelah olesan

    pada kaca preparat sudah kering. Jika olesan belum kering akan menyebabkan

    sel-sel mikroorganisme yang bersangkutan menjadi tidak beraturan bentuknya.

    Setelah preparat difiksasi, dilakukan proses pewarnaan. Untuk

    menetukan sifat bakteri yang termasuk bakteri tahan asam dan bakteri tidak

    tahan asam harus diwarnai dengan pewarnaan khusus. Preparat kemudian

  • digenangi dengan pewarna karbol fukhsin selama 5 menit sambil dipanaskan

    diatas penangas air. Preparat dijaga agar tidak terlalu panas, mendidih atau

    mengering. Pada umumnya, bakteri tahan asam merupakan bakteri yang lapisan

    paling luar selnya terdiri dari lapisan lilin, sehingga menyebabkan zat warna

    sukar masuk ke dalam sel bakteri sehingga untuk mewarnainya maka lapisan

    lilin pada sel itu harus dihilangkan, yaitu dengan cara pemanasan yang

    dimaksudkan supaya lilinnya meleleh, sehingga sel tersebut bisa dengan mudah

    menerima zat warna. Karbol fukhsin, basa yang dilarutkan dalam suatu

    campuran phenol-alkohol-air berperan sebagai pewarna utama (primary dye).

    Pewarna berlebih dibuang kemudian dibilas dengan air suling secara peralahan.

    Selanjutnya preparat dibilas dengan zat pemucat atau agen dekolorisasi asam

    alkohol yang terdiri dari 3% asam klorida dan dan alkohol 95% selama 15 detik

    sampai latar belakang olesan berwarna merah muda pucat. Selain sukar

    menerima zat warna, bakteri tahan asam juga sukar menyerap bahan penghilang

    zat warna (pencuci), sehingga walaupun dicuci dengan larutan asam alkohol

    encer, sel bakteri ini akan tetap mengikat zat warna yang telah masuk dan tidak

    terdekolorisasi.

    Selanjutnya preparat digenangi pewarna metilen blue selama 2 menit.

    Metilen blue berperan sebagai pewarna tandingan. Pewarna yang berlebih

    dibilas dengan air suling secara perlahan dan kemudian dikeringkan dengan

    kertas saring. Bakteri tahan asam akan mempertahankan warna merah dari

    pewarna primer dan sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena

    larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin

    dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna dan bakteri akan menyerap

    pewarna tandingan yaitu pewarna metilen blue.

    Preparat yang sudah siap kemudian diamati dibawah mikroskop dan

    dicari fokusnya secara perlahan. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran

    paling kecil yaitu 10X dan dicoba hingga perbesaran 100x.

  • Dalam percobaan ini, perlakuan prosedural seperti yang tertera diatas

    tidak dilakukan oleh praktikan karena bakteri yag digunakan terlalu beresiko.

    8. Kesimpulan

    Bakteri tahan asam dapat diidentifikasi melalui pewarnaan tahan asam

    (pewarnaan Zielh-Neelsen) dan dapat dipahami melalui reaksi-reaksi kimia

    yang terjadi, yaitu bakteri tahan asam dapat mempertahankan pewarna primer

    walaupun telah dicuci dengan agen dekolorosisasi dalam hal ini adalah asam

    alkohol. Sedangkan bakteri tidak tahan asam tidak dapat mempertahankan

    warna primer dan akan terdekolorisasi oleh senyawa kimia asam alkohol dan

    mudah menyerap pewarna tandingan.

    9. Daftar Pustaka

    Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raga

    Grafindo Persada.

    Michael J. Pelczar & E.C.S. Chan, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Edisi 1

    Jakarta :Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

    Syahrurachman, A,1994. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi.Jakarta: Bina

    Rupa Aksara