of 62 /62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN BURUNG WALET SARANG PUTIH (Aerodromus fuciphagus) BERDASARKAN PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN TELUR SEMUT RANG-RANG (Oecophyla smaragdina) PADA FASE STARTER Naskah Publikasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh ISYANA ALIF MARTHANI NIM. M 0401036 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN

  • Author
    lethuan

  • View
    229

  • Download
    4

Embed Size (px)

Text of PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN BURUNG WALET SARANG PUTIH (Aerodromus fuciphagus) BERDASARKAN PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN

    TELUR SEMUT RANG-RANG (Oecophyla smaragdina) PADA FASE STARTER

    Naskah Publikasi

    Untuk memenuhi sebagian persyaratan

    Guna memperoleh gelar Sarjana Sains

    Oleh

    ISYANA ALIF MARTHANI

    NIM. M 0401036

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERSETUJUAN

    SKRIPSI

    PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN BURUNG WALET SARANG PUTIH (Aerodromus fuciphagus) BERDASARKAN PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN

    TELUR SEMUT RANG-RANG (Oecophyla smaragdina) PADA FASE STARTER

    Oleh : Isyana Alif Marthanti NIM. M040103655

    Telah disetujui untuk diujikan

    Surakarta,

    Menyetujui

    Pembimbing I

    Shanti Listyawati, M.Si NIP. 19690608 199702 2 001

    Pembimbing II

    Estu Retnaningtyas N, STP., M.Si NIP. 19680709 200501 2 001

    Mengetahui Ketua Jurusan Biologi

    Dra. Endang Anggarwulan, M.Si NIP. 19500320 197803 2 001

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya

    sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

    gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau

    pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara

    tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka

    gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

    Surakarta, Januari 2011

    Isyana Alif Marthani

    NIM. M0406055

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP ANAKAN BURUNG WALET SARANG PUTIH (Aerodromus fuciphagus) BERDASARKAN PERBEDAAN FREKUENSI PEMBERIAN

    TELUR SEMUT RANG-RANG (Oecophyla smaragdina) PADA FASE STARTER

    Isyana Alif Marthani

    Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemberian telur Oecophyla smaragdina pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan Aerodromus fuciphagus pada fase starter. Penelitian menggunakan anakan A. fuciphagus umur satu hari dengan berat rata-rata 1, 62 gram. Anakan A. fuciphagus dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok sebagai kontrol yang diberi larva O. smaragdina dan kelompok lainnya diberi telur O. smaragdina yang masing-masing kelompok dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok pertama diberi pakan dengan frekuensi tiga kali per hari, kelompok kedua diberi pakan dengan frekuensi lima kali per hari, dan kelompok ketiga diberi pakan dengan frekuensi tujuh kali per hari selama 21 hari. Masing-masing kelompok diberi pakan sebanyak 30% dari berat badan. Pengamatan yang dilakukan adalah kandungan nutrisi telur O. smaragdina, pertambahan berat badan dan kecepatan pertumbuhan bulu pada anakan A. fuciphagus, kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus, dan kualitas media pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan frekuensi pemberian telur O. smaragdina menghasilkan perbedaan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada anakan A. fuciphagus. Pemberian telur O. smaragdina dengan frekuensi pemberian tujuh kali per hari menghasilkan pertambahan berat badan, kecepatam pertumbuhan bulu, dan kelangsungan hidup paling tinggi. Pemberian pakan telur O. smaragdina menghasilkan pertambahan berat badan, pertumbuhan bulu, dan kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus lebih tinggi dibandingakan pemberian pakan larva O. smaragdina. Kata kunci : Aerodromus fuciphagus, Oecophyla smaragdina, pertumbuhan, kelangsungan hidup

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    GROWTH AND SURVIVAL OF YOUNG WHITE-NEST SWIFTLET

    (Aerodromus fuciphagus) BASED ON THE FEEDING FREQUENCY OF RANG-RANF ANT (Oecophyla smaragdina) EGGS

    IN THE STARTER PHASE

    Isyana Alif Marthani Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,

    Sebelas Maret University, Surakarta

    The aim of this research is to determine the effect of feeding frequency of Oecophyla smaragdina on growth and survival of young Aerodromus fuciphagus in the starter phase. The research evaluates the experiment with young A. fuciphagus of a day old with an average weight 1.62 grams. Young A. fuciphagus is devided into two groups. One group is controlled by given a larvae O. smaragdina and the other is given an egg O. smaragdina. Each group is devided into three treatments. The first group, feeds with frequency of three times per day. The second group, feeds with frequency of five times per day. The third group feeds with frequency of seven times per day for 21 days. Observations made are nutrient content of egss O. smaragdina, weight gain and feather growth rate in young of A. fuciphagus, survival of young A. fuciphagus, and the quality of maintenance media. The result of the research is that different frequency of egss O. smaragdina affects the growth and survival of young A. fuciphagus. Giving eggs O. smaragdina with frequency of seven times per day produces the highest body weight and rate of feather growth as well as survival. The egg O. smaragdina produces weight gain, feather growth, and higher survival than larvae O. smaragdina.

    Keyword : Aerodromus fuciphagus, Oecophyla smaragdina, growth, survival

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    MOTTO

    Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan pada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

    Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al Baqarah : 32)

    Kemenangan kita yang paling besar bukanlah karena kita tak pernah jatuh, melainkan karena kita bangkit setiap kali jatuh

    (Confusius)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan untuk :

    Suami tercinta atas doa, kasih sayang, perjuangan, dan kesabaran yang diberikan

    Safira dan Kayisa sumber inspirasi dan semangat

    Almamater tercinta

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak tehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Anakan Burung Walet Sarang Putih (Aerodromus fuciphagus) Berdasarkan Perbedaan Frekuensi Pemberian Telur Semut Rang-Rang (Oecophyla smaragdina) pada Fase Starter.

    Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada: 1. Prof. Drs. Sutarno, M. Sc., Ph. D., selaku dekan Fakultas MIPA

    Universitas Sebelas Maret. 2. Dra. Endang Anggarwulan, M. Si., selaku Ketua Jurusan Biologi

    Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret. 3. Nita Etikawati, M. Si., selaku Pembimbing Akademik. 4. Shanti Listyawati, M. Si., selaku Pembimbing I yang telah banyak

    memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

    5. Estu Retnaningtyas., STP.,M. Si., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

    6. Dr. Agung Bidiharjo selaku Penelaah I yang telah memberikan saran dan masukan.

    7. Dr. Sugiyarto, M. Si., selaku Penelaah II yang telah memberikan saran dan masukan.

    8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, namun penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta dapat menjadi bahan inspirator bagi penelitian selanjutnya.

    Surakarta, Januari 2010

    Penyusun

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR ISI

    Halaman HALAMAN JUDUL...

    HALAMAN PERSETUJUAN

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................

    HALAMAN PERNYATAAN ................................................................

    ABSTRAK...

    ABSTRACT.

    HALAMAN MOTTO..

    HALAMAN PERSEMBAHAN..

    KATA PENGANTAR.

    DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR...

    DAFTAR LAMPIRAN

    BAB I. PENDAHULUAN..

    A. Latar Belakang

    B. Rumusan Masalah...

    C. Tujuan Penelitian

    D. Manfaat Penelitian..

    BAB II. LANDASAN TEORI.

    A. Tinjauan Pustaka.

    B. Kerangka Pemikiran ...............................................................

    C. Hipotesis .................................................................................

    BAB III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian.

    B. Bahan dan Alat

    C. Cara Kerja...

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    ix

    x

    xii

    xiv

    xv

    1

    1

    3

    3

    4

    5

    5

    14

    17

    18

    18

    18

    19

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    D. Teknik Pengumpulan Data......................................................

    E. Analisa Data ...........................................................................

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Pertumbuhan Anakan A. fuciphagus ....................................

    B. Kelangsungan Hidup Anakan A. Fuciphagus........................

    C. Kualitas Media Pemeliharaan ...............................................

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan.

    B. Saran

    DAFTAR PUSTAKA..

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP PENULIS

    25

    26

    27

    31

    39

    45

    48

    48

    49

    50

    53

    63

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR TABEL

    Halaman Tabel 1.

    Tabel 2.

    Tabel 3.

    Tabel 4.

    Tabel 5.

    Komposisi Senyawa Telur O. smaragdina dan Larva Semut serta

    Kebutuhan Senyawa Gizi Anakan Burung Pemakan Serangga

    Pertambahan Berat Badan Anakan A. fuciphagus Berdasarkan

    Frekuensi Pemberian Telur O. smaragdina.

    Data pertumbuhan bulu anakan A. fuciphagus berdasarkan

    frekuensi pemberian telur O. smaragdina ......................................

    Kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) anakan A.

    fuciphagus berdasarkan frekuensi pemberian telur O. smaragdina

    pada akhir penelitian ..

    Kualitas Media Pemeliharaan Anakan A. fuciphagus Berdasarkan

    Pemberian Telur O. smaragdina .

    28

    31

    37

    39

    46

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1.

    Gambar 2.

    Gambar 3.

    Skema Kerangka Pemikiran .....................................................

    Rata-rata berat badan anakan A. fuciphagus setiap 7 hari

    pengamatan berdasarkan frekuensi pemberian telur O.

    smaragdina ...............................................................................

    Grafik rata-rata kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus

    setiap 7 hari pengamatan setelah berdasarkan frekuensi

    pemberian telur O. smaragdina .............................................

    16

    32

    40

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman Lampiran 1.

    Lampiran 2.

    Lampiran 3.

    Lampiran 4.

    Lampiran 5.

    Lampiran 6.

    Lampiran 7.

    .

    Analisis Pertambahan Berat badan Anakan A. fuciphagus

    dengan pakan larva O. smaragdina .

    Analisis Kelangsungan Hidup Anakan A. fuciphagus dengan

    Pakan Larva O. smaragdina

    Analisis Pertambahan Berat Badan pada Anakan

    A. fuciphagus dengan Pakan Telur O. smaragdina .

    Analisis Kelangsungan Hidup Anakan A. fuciphagus dengan

    pakan telur O. smaragdina ...

    Analisis Pertambahan Berat Badan Anakan A. fuciphagus

    berdasarkan Kelompok Pakan yang diberikan .

    Analisis Kelangsungan Hidup Anakan A. fuciphagus

    berdasarkan Kelompok Pakan yang diberikan .

    Data Kuantitatif

    53

    54

    55

    56

    57

    58

    59

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Burung Walet merupakan burung spesies Aerodramus yang

    menghasilkan sarang dari campuran air liur. Sarang Walet menjadi

    komoditas penting dan harganya mencapai jutaan rupiah per kilogram.

    Indonesia adalah negara produsen sarang Burung Walet terbesar di dunia.

    Mayoritas sarang Burung Walet asal Indonesia berasal dari panen gua dan

    panen rumahan (Mardiastuti, 1997).

    Burung Walet merupakan burung liar, dan selama ini telah dilakukan

    metode pemikatan Burung Walet untuk dikembangbiakkan. Selain itu, saat

    ini telah dikembangkan pula sistem beternak Burung Walet yaitu

    menangkarkan dari anakan sampai menjadi Burung Walet dewasa yang

    kawin dan membuat sarang. Salah satu kendala yang dialami peternak

    Burung Walet adalah tingginya tingkat kematian dan pertumbuhan yang

    relatif lambat pada anakan umur 1-21 hari. Tingginya tingkat kematian dan

    pertumbuhan yang lambat pada fase ini karena burung mengalami kelaparan

    yang kemungkinan disebabkan belum diketahui tentang kualitas pakan

    yaitu telur semut rang-rang (Oecophyla smaragdina) dan pola pemberian

    pakan yang tepat seperti saat anakan diasuh oleh induknya (Marzuki, 1997)

    Dalam beternak Walet pakan memegang peranan yang sangat

    penting. Pakan dibutuhkan untuk kelangsungan hidup, membentuk sel-sel

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    baru, mengganti bagian tubuh yang rusak, pertumbuhan, dan reproduksi

    (Marzuki, 1997). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi

    tubuh menurut Williams (1998) adalah pakan, genotip, jenis kelamin, dan

    hormon. Pakan merupakan sumber nutrisi bagi kehidupan dan pertumbuhan.

    Kualitas pakan terutama ditentukan oleh kandungan kalori dan protein, bila

    kandungan kalori dan protein dalam pakan kurang mencukupi maka

    masukan senyawa tersebut pada burung akan rendah sehingga pertumbuhan

    menjadi lambat, daya tahan tubuh rendah sehingga burung menjadi rentan

    penyakit (Bairlein, 1996).

    Pakan yang semula digunakan pada ternak Burung Walet Sarang

    Putih (Aerodramus fuciphagus) adalah campuran telur dan larva O.

    smaragdina. Kandungan nutrisi larva O. smaragdina telah diketahui dapat

    memenuhi kebutuhan nutrisi pada pertumbuhan anakan A. fuciphagus.

    Tetapi pemberian campuran pakan tersebut menyebabkan beberapa anakan

    A. fuciphagus mengalami diare. kondisi ini kemungkinan disebabkan

    kandungan kitin pada larva O. smaragdina yang sulit dicerna oleh anakan A.

    fuciphagus, sehingga saat ini pakan yang digunakan peternak A. fuciphagus

    adalah O. smaragdina walaupun kandungan nutrisinya belum diketahui

    (Marzuki, 1997).

    Selain kualitas pakan, frekuensi pemberian pakan yang tepat dapat

    meningkatkan konsumsi pakan maupun zat makanan, serta dapat

    meningkatkan daya cernanya sehingga produktifitas meningkat.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    Pemanfaatan suatu bahan pakan dapat ditingkatkan dengan pengaturan

    pemberian pakan yang optimal (Siregar, 1994). Menurut Schneider dan

    William (1975) penentuan waktu pemberian pakan harus cermat dilakukan

    dengan mengamati kebiasaan burung sehari-hari terutama perilaku induk

    pada saat memberi makan anakan A. fuciphagus. Dengan latar

    belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan nutrisi

    O. smaragdina dan frekuensi pemberian pakan yang tepat untuk dapat

    meningkatkan pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan bulu, dan menurunkan

    angka kematian pada anakan A. fuciphagus.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang, dapat dibuat suatu rumusan masalah

    sebagai berikut:

    1. Berapakah kadar karbohidrat, protein, dan lipid pada telur O.

    smaragdina?

    2. Bagaimana pengaruh frekuensi pemberian telur O. smaragdina

    terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecepatan

    pertumbuhan bulu anakan A. fuciphagus?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    1. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian telur O. smaragdina

    terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan kecepatan

    pertumbuhan anakan A. fuciphagus.

    2. Mengetahui kadar karbohidrat, protein, dan lipid pada telur O.

    Smaragdina.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

    teknik pemberian pakan pada pemeliharan anakan A. fuciphagus.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Klasifikasi dan Morfologi Walet Sarang Putih (Aerodramus

    fuciphagus)

    Kingdom : Animalia

    Phyllum : Cordata

    Class : Aves

    Ordo : Apodiformes

    Famili : Apodidae

    Marga : Aerodramus

    Species : Aerodramus fuciphagus

    (MacKinnon, 1990)

    A. fuciphagus berukuran sedang, berwarna coklat kehitam-

    hitaman. Tubuh bagian atas coklat kehitaman dengan tungging abu-abu

    pucat atau coklat, ekornya sedikit menggarpu, tubuh bagian bawah

    coklat. Iris coklat gelap, paruh berwarna hitam, kaki berwarna hitam.

    Sarang A. fuciphagus dibuat pada celah-celah batu karang pantai

    atau dalam gua kapur yang dalam. Seluruh sarangnya terbuat dari ludah

    yang mengeras dan sangat berharga sebagai sarang burung putih.

    Bertelur dua butir yang berbentuk memanjang dengan cangkang

    berwarna putih. Bersarang secara musiman. A. Fuciphagus merupakan

    5

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    burung liar yang memiliki ekholokasi atau kemampuan melokasikan

    gema di kegelapan gua dengan suara panggilan gemerincing yang keras

    (MacKinnon, 1990).

    2. Habitat dan Penyebaran A. fuciphagus

    A. Fuciphagus adalah burung aerial, sepanjang hari terbang tanpa

    istirahat di udara sambil mencari makan berupa serangga terbang. Burung

    ini mencari makanan di beberapa tipe habitat yaitu hutan, sawah, tegal,

    sungai, dan rawa (Marzuki, 1997; Chasanatun, 1998). Tempat beristirahat

    (pada malam hari) dan berbiak A. Fuciphagus adalah di gua-gua atau di

    celah-celah batu. Selain itu, A. Fuciphagus juga menggunakan atap

    rumah untuk beristirahat dan berbiak. Adaptasi baru ini mendorong orang

    untuk mengembangkan budidaya rumah Walet (MacKinnon, 1990).

    Penyebarannya di alam meliputi Filipina, Kalimantan, Sumatera, Jawa,

    dan Bali (MacKinnon, 1990).

    Beberapa faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan

    perkembangan anakan A. Fuciphagus adalah temperatur dan kelembaban

    udara. Sesuai habitat aslinya yang berada di dalam gua, Burung Walet

    membutuhkan suhu ruang antara 27-30o C, kelembabannya antara

    85-95% dan intensitas cahaya 0.6 lux (Marzuki, 1997). Tetapi

    anakan pada fase starter belum memiliki bulu untuk menjaga suhu

    tubuhnya sehingga anakan membutuhkan suhu lebih tinggi yaitu 31-34o

    C dan kelembaban 70% (Nugroho dkk, 1996).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    Menurut Marzuki (1997) kotoran burung yang ada di dalam

    sarang akan mengeluarkan gas-gas yang berbahaya terutama bagi anakan

    burung yaitu CO2 dan amonia. Sedangkan jenis predator yang sering

    memangsa dan menganggu pertumbuhan anakan A. Fuciphagus adalah

    semut dan tikus.

    Dalam ekosistem gua A. Fuciphagus juga memiliki peranan

    penting. Bersama dengan kelelawar, Burung Walet merupakan pemasok

    utama energi dan materi bagi ekosistem gua. Kotoran Walet dan

    kelelawar yang menjadi guano atau tubuh Burung Walet dan kelelawar

    yang mati merupakan sumber makanan bagi komunitas biota gua

    (MacKinnon, 1996).

    3. Sistem Pencernaan A. fuciphagus

    Pada mulut terdapat paruh yang sangat kuat dan berfungsi untuk

    mengambil makanan. Makanan yang diambil oleh paruh kemudian masuk

    kedalam rongga mulut lalu menuju esofagus. Bagian bawah esofagus

    membesar berupa kantong yang disebut tembolok, kemudian masuk ke

    lambung kelenjar. Disebut lambung kelenjar (proventrikulus) karena

    dindingnya mengandung kelenjar yang menghasilkan getah lambung yang

    berfungsi untuk mencerna makanan secara kimiawi. Selanjutnya makanan

    masuk menuju lambung pengunyah yang disebut lambung pengunyah

    karena dindingnya mengandung otot-otot kuat yang berguna untuk

    menghancurkan makanan, dan masuk menuju usus halus (Yeh, 2005)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    Enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu dialirkan kedalam

    usus halus. Hasil pencernaan berupa sari-sari makanan diserap oleh kapiler

    darah pada dinding usus halus. Burung mempunyai dua usus buntu yang

    terletak antara lambung dan usus. Usus buntu berguna untuk memperluas

    daerah penyerapan sari makanan. Sisa makanan didorong ke usus besar

    kemudian ke dalam poros usus (rektum) dan akhirnya dikeluarkan melalui

    kloaka ( Pearce, 2006)

    Burung Walet adalah pemakan serangga primer. Jenis serangga

    yang menjadi makanan utamanya adalah serangga terbang. Berdasarkan

    penelitian dengan analisis isi lambung burung, Prawiradilaga (1990)

    mendapati 37 marga dari 10 bangsa serangga yang menjadi makanan

    Burung Walet. Urutan dominasi bangsa serangga tersebut adalah Burung

    Walet adalah Hymenoptera (40%), Ephemerptera (26,4%), dan

    Homoptera (15,4%).

    Burung pemakan serangga juga mengontrol jumlah serangga atau

    hama di alam ataupun di ekosistem pertanian agar tetap stabil. Dari

    kajian Prawiladilaga (1990), 72,5% marga serangga makanan burung

    pemakan serangga-termasuk Burung Walet adalah serangga hama. Balen

    (1989) memperkirakan tiap harinya satu ekor Burung Walet

    mengkonsumsi 22 individu serangga.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    4. Pertumbuhan A. fuciphagus

    Pertumbuhan merupakan proses pertambahan berat badan, proses

    pematangan alat reproduksi, proses pertumbuhan bulu (Rasyaf, 1993)

    perubahan bentuk, komposisi tubuh seperti otot, tulang, dan organ serta

    komponen kimia terutama lemak, air, dan protein. (Soeparno,1992).

    Faktor yang mempengaruhi kondisi tubuh menurut Williams (1982)

    adalah pakan, genotip, dan jenis kelamin. Untuk mencapai pertumbuhan

    yang optimal harus mempunyai kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai

    dengan kebutuhan pada setiap periode hidup burung.

    Periode Pertumbuhan pada burung dibagi menjadi 3 fase yaitu

    fase starter (0-3 minggu), fase grower (3-6 minggu), dan fase layer (lebih

    dari 6 minggu). Pada fase starter kebutuhan energi dan protein lebih

    tinggi daripada fase layer, karena pada fase starter burung menggunakan

    kalori dan protein untuk pertumbuhan dan aktifitas (Johnston, 1993),

    maka burung memerlukan pakan kurang lebih 30% dari total berat badan

    (Marzuki, 1997).

    5. Pakan

    Pakan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dimakan,

    dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi serta bermanfaat bagi

    hewan yang dibudidayakan (Kamal, 1994). Pakan yang dikonsumsi

    berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan ,

    produksi dan penimbunan lemak (North, 1984)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    Pakan alami terdiri atas organisme hidup yang diproduksi atau

    dipelihara secara terpisah dalam unit produksi atau sengaja dikumpulkan

    dari alam. Organisme pakan alami yang terdapat pada serangga

    mengandung sejumlah unsur gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

    dan kelangsungan hidup seperti protein, mineral, vitamin, dan sumber

    energi lain (Redford, 1984).

    Protein hewani memiliki nilai lebih yaitu kandungan nutrisi yang

    lebih lengkap seperti asam amino lisin dan metionin. Susunan asam

    amino bahan pakan hewani sangat mirip dengan asam amino tubuh

    hewan, daya cerna tinggi, dan kaya mineral. Asam amino lisin dan

    metionin tinggi diperlukan untuk pertumbuhan (Rohaeni, 2003).

    Pada beberapa spesies burung pemakan serangga, induk burung

    menggunakan larva serangga sebagai makanan anakan sejak menetas

    sampai berumur 6 minggu (Landry, et al., 1986). Larva serangga

    merupakan salah satu jenis pakan yang memiliki kandungan nutrisi

    lengkap yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan burung muda.

    Keseimbangan asam amino larva serangga hampir sama dengan

    vertebrata dan lebih baik daripada protein nabati( Robel, et al., 1995).

    Kandungan nutrisi larva serangga per 100 gram adalah energi

    141,3 kkal, air 67,2 %, protein 57,7 %, dan karbohidrat 2,3 %, lemak

    13,4 % (Morton, 1973). Larva serangga juga mengandung komponen

    kitin. Aspek yang paling dominan pada serangga yang memiliki efek

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    negatif pada pencernaan burung adalah kitin (Speakman, 1997). Kitin

    relatif tidak dapat dicerna dan dapat menghambat akses enzim

    pencernaan untuk lemak dan protein (Bryant dan Bryant, 2000). Efisiensi

    pada pencernaan tanpa kitin sangat tinggi, koefisien energi

    metabolismenya bisa mencapai 100% sedangkan pencernaan larva

    serangga yang mengandung kitin hanya 50-80% (Karasov, 2001). Pada

    beberapa spesies burung pemakan serangga, induk burung selalu

    membuang bagian serangga yang mengandung kitin sebelum

    memberikannya pada anakan burung (Kaspari, 2000).

    Berbeda dengan burung dewasa, anakan burung membutuhkan

    makanan yang tinggi protein. Protein sangat penting untuk pertumbuhan,

    penelitian pada anakan beberapa burung pemakan serangga menyebutkan

    pakan yang mengandung 13,5% protein meningkatkan berat badan hanya

    60 % dalam 4 hari, sedangkan pakan dengan kandungan protein 51,8 %

    meningkatkan berat badan 93% (Street dan MacDonald, 1977). Menurut

    Wahju (1997) dalam penggunaan beberapa macam protein yang terdapat

    dalam bahan-bahan pakan perlu diperhatikan untuk mencapai hasil

    terbaik dalam setiap perkembangan, pertumbuhan, dan produksi.

    Ketersediaan pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan.

    Pertumbuhan yang maksimal dapat dicapai jika ketersediaan pakan baik

    kualitas maupun kuantitas adalah cukup. Perbedaan spesies dan ukuran

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    serta adanya keanekaragaman kondisi lingkungan dalam budidaya

    memerlukan teknik pemberian pakan yang berbeda (NRC, 1994).

    6. Frekuensi Pemberian Pakan

    Frekuensi pemberian pakan adalah kekerapan waktu pemberian

    pakan dalam sehari. Pada hampir semua jenis burung, frekuensi

    pemberian pakan meningkat pada saat anakan mulai memasuki fase

    grower karena anakan mengalami masa transisi yaitu saat anakan burung

    tidak lagi dierami induknya. Peningkatan frekuensi pemberian pakan

    berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi pada anakan seiring

    pertambahan usia (OConnor, 1985) dan nafsu makan yang meningkat

    akibat penurunan suhu tubuh anakan saat tidak lagi dierami induknya

    (Taylor dan Kamp, 2002). Pada burung-burung tropis waktu pemberian

    pakan oleh induk pada anakan yang sudah tidak dierami lagi adalah

    setiap 169 menit (OConnor, 1985).

    Faktor lain yang menyebabkan peningkatan frekuensi pemberian

    pakan adalah ukuran lambung yang lebih kecil daripada burung dewasa

    sedangkan anakan burung mempunyai tingkat metabolisme lebih tinggi

    daripada burung dewasa sehingga anakan membutuhkan persentasi pakan

    yang lebih banyak. Maka untuk memenuhi kebutukan energi dan protein

    anakan perlu masukan kalori dan protein dalam pakan secara kontinyu

    (Nir, et al., 1978).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    Pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur berkaitan erat

    dengan proses sekresi enzim pencernaan yang mendapat rangsangan

    berupa pakan dalam saluran pencernaan, proses tersebut terjadi secara

    kontinyu (Ganong, 2002 dan Nir, et al., 1978).

    Frekuensi pemberian pakan erat kaitannya dengan frekuensi lapar.

    Kekerapan frekuensi pemberian pakan ini sengaja diatur untuk memacu

    pertumbuhan dengan anggapan pemberian pakan sedikit demi sedikit

    namun dengan frekuensi lebih sering, anakan tidak akan lekas kenyang

    dan nafsu makan tetap terjaga (Nir, et al., 1978).

    7. Mortalitas

    Mortalitas atau kelangsunganhidup adalah peluang hidup pada

    periode tertentu. Tingkat kematian pada suatu populasi dipengaruhi oleh

    faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar meliputi kondisi lingkungan

    abiotik, kompetisi antar spesies, pemangsa dan kekurangan pakan. Faktor

    dalam meliputi umur dan kemampuan untuk mencerna makanan

    (Klasing, 1998).

    Variasi mortalitas pada anakan burung berbeda pada tiap spesies.

    Predasi merupakan penyebab utama tingkat kematian pada anakan

    maupun telur burung. Selain karena predasi, tingkat mortalitas pada

    anakan juga banyak disebabkan oleh kelaparan dan iklim. Anakan belum

    memiki bulu sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi daripada burung

    dewasa untuk menjaga suhu tubuhnya. Pengeraman dilakukan oleh induk

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    agar suhu tubuh anakan tetap hangat dan menghindari resiko hypothermia

    yang bisa mengakibatkan kematian (OConnor, 1985).

    Menurut Lack (1968) bahwa kematian dan suplai makanan adalah

    faktor yang mempengaruhi tingkat perkembangan pada burung. Angka

    kematian yang disebabkan predator dapat dikurangi dengan

    memperpendek periode bersarang pada anakan burung, karena pada saat

    burung belum bisa terbang maka predator akan sangat mudah memangsa

    anakan burung. Untuk itu anakan memerlukan energi besar untuk tumbuh

    yang didapatkan dengan peningkatan suplai pakan dari induk. Laju

    pertumbuhan pada anakan burung dapat dioptimalkan dengan mengetahui

    pola mortalitas pada setiap spesies burung.

    B. Kerangka pemikiran

    Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian Pengaruh

    Frekuensi Pemberian Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan

    Hidup Anakan Burung Walet Sarang Putih (Aerodramus fuciphagus) adalah

    sebagai berikut:

    Frekuensi pemberian pakan erat kaitannya dengan frekuensi lapar.

    Kekerapan frekuensi pemberian pakan diatur untuk memacu pertumbuhan

    dengan anggapan pemberian pakan sedikit demi sedikit namun dengan

    frekuensi lebih sering, anakan tidak akan lekas kenyang dan nafsu makan

    tetap terjaga (Nir et al, 1978). Asupan makanan yang kontinyu menjaga

    masukan kalori dan protein pada burung terpenuhi sehingga pertumbuhan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    menjadi optimal, kecepatan pertumbuhan bulu meningkat, serta daya tahan

    tubuh meningkat sehingga burung menjadi tahan terhadap penyakit.

    Pemberian pakan pada waktu yang tepat dan teratur juga berkaitan

    erat dengan proses sekresi enzim pencernaan yang mendapat rangsangan

    berupa pakan dalam saluran pencernaan secara kontinyu. Sekresi enzim

    dalam saluran pencernaan yang teratur akan mengurangi gangguan

    pencernaan yang sering terjadi pada saat anakan Burung Walet berada

    dalam fase starter (Ganong, 2002 dan Nir, et al., 1978) sehingga tingkat

    mortalitas yang tinggi pada fase tersebut menurun. Kerangka pemikiran

    secara skematis tersaji pada Gambar 1.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

    Frekuensi pemberian pakan

    Kelompok 3 Kelompok 2

    Kelompok 1

    Pemberian pakan

    3 kali perhari

    Pemberian pakan

    5 kali perhari

    Pemberian pakan

    7 kali perhari

    Evaluasi

    Pertambahan berat badan Mortalitas

    Anakan Burung Walet Sarang Putih

    (Aerodramus fuciphagus)

    Kemungkinan terjadi penambahan berat badan,peningkatan

    kecepatan pertumbuhan bulu, dan penurunan tingkat mortalitas

    pada frekuensi pemberian pakan tinggi

    Telur Semut Rang-rang

    Komposisi Karbohidrat, Protein, dan Lemak

    Peningkatan kecepatan pertumbuhan bulu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    C. Hipotesis

    Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

    berikut:

    1. Pemberian pakan dengan frekuensi tinggi meningkatkan laju

    pertumbuhan anakan Burung Walet Sarang Putih

    (Aerodramus fuciphagus)

    2. Pemberian pakan dengan frekuensi tinggi menurunkan tingkat

    mortalitas anakan Burung Walet Sarang Putih (Aerodramus

    fuciphagus)

    3. Pemberian pakan dengan frekuensi tinggi meningkatkan kecepatan

    pertumbuhan bulu anakan Burung Walet Sarang Putih

    (Aerodramus fuciphagus)

    4. Komposisi kimiawi dari telur Semut Rang-rang (Oecophyla

    smaragdina) dapat memacu laju pertumbuhan dan menurunkan

    tingkat mortalitas anakan Burung Walet Sarang Putih (Aerodramus

    fuciphagus)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    B. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2008. Pelaksanaan

    terhadap hewan uji dilakukan di Sub. Lab. Biologi Laboratorium Pusat

    MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. Analisis proksimat pakan

    dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Pusat Studi Pangan dan Gizi PAU

    Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

    B. Alat dan Bahan

    1. Alat

    Alat yang digunakan adalah inkubator untuk pemeliharaan anakan

    Burung Walet Sarang Putih (Aerodramus fuciphagus), pinset untuk

    pemberian pakan, timbangan analitik, hygro-thermometer untuk mengukur

    suhu dan kelembaban udara di dalam inkubator, lux meter untuk mengukur

    intensitas cahaya pada inkubator, oven, tanur pengabuan, bunsen, desikator,

    cawan petri, kertas saring, alat extraksi soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi,

    autoklaf, gelas ukur, gelas beker, erlenmeyer, hot plate.

    2. Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan, antara lain : Anakan A. fuciphagus

    sebanyak 30 ekor dengan umur 1 hari dan berat badan rata-rata 1,6 gr

    diperoleh dari pengumpul telur dan anakan A. fuciphagus di Bangil Jawa

    16

    17

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    Timur, telur semut rang-rang (Oecophyla smaragdina), aquades, HCL,

    dietileter, H2SO4, K2SO4 anhidrat, asam borat, merkuri oksida (HgO), metal

    biru, metal merah.

    C. Cara Kerja

    1. Rancangan percobaan

    Dosis pemberian pakan pada anakan Burung Walet Sarang Putih

    mengacu Biro Penelitian dan Rehabilitasi Sarang Burung (1997) adalah

    30% dari berat badan. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan

    acak lengkap (RAL) dengan 3 macam perlakuan dan 10 ulangan pada

    masing-masing perlakuan. Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok dengan

    perincian sebagai berikut:

    Perlakuan 1 : pakan 30% dari berat badan diberikan 3 kali sehari, yaitu

    pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, 19.00 WIB.

    Perlakuan 2 : pakan 30% dari berat badan diberikan 5 kali sehari, yaitu

    pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB, 12.00 WIB, 15.00 WIB,

    19.00 WIB

    Perlakuan 3 : pakan 30% dari berat badan diberikan 7 kali perhari, yaitu

    pukul 07.00 WIB, 09.00 WIB, 11.00 WIB, 13.00 WIB,

    15.00 WIB, 17.00 WIB, 19.00 WIB.

    Perlakuan diberikan selama 21 hari pada anakan umur 1 hari.

    Perubahan jumlah pakan dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    21 setelah selesai penimbangan hewan uji dengan dosis 30% dari berat

    badan.

    2. Tahap Persiapan

    Pembersihan tempat kerja dan inkubator dengan disinfektan agar

    bebas hama dan penyakit. Anakan A. fuciphagus ditimbang terlebih dahulu

    dan diletakkan pada inkubator dengan kondisi terkontrol.

    3. Pengukuran Berat Tubuh

    Pengukuran berat tubuh anakan A. fuciphagus dilakukan pada hari

    ke-1, hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-21. Pengukuran dilakukan dengan

    menimbang anakan A. fuciphagus dengan timbangan analitik.

    4. Pengamatan Kualitas Inkubator

    Untuk mengetahui kelayakan inkubator bagi kelangsungan hidup

    anakan Walet maka dilakukan pengamatan terhadap suhu dan kelembaban

    setiap hari menggunakan alat hygro-thermometer, intensitas cahaya

    menggunakan alat lux meter, serta sterilitas terhadap hama dan predator.

    5. Perhitungan Pertumbuhan Berat A. fuciphagus

    Pengukuran berat tubuh rata-rata anakan A. fuciphagus diukur pada

    awal dan akhir penelitian, berdasarkan rumus menurut Weatherley (1972):

    W = Wt Wo

    W : pertumbuhan berat tubuh anakan Walet (gr) Wt : berat tubuh rata-rata pada akhir penelitian (gr) Wo : berat tubuh rata-rata pada awal penelitian (gr)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    6. Perhitungan Kecepatan Pertumbuhan Bulu A. fuciphagus

    Pengukuran kecepatan pertumbuhan bulu dilakukan dengan

    mengamati dan menetapkan waktu perubahan warna kulit anakan A.

    fuciphagus menjadi kehitaman sebagai ciri-ciri pertumbuhan bulu (Marzuki,

    1997)

    7. Penghitungan Kelangsungan Hidup A. fuciphagus

    Penghitungan kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus ada

    masing-masing perlakuan dengan menghitung jumlah anakan A. fuciphagus

    yang hidup pada awal sampai akhir penelitian dengan rumus menurut

    Effendie (1979).

    %100xN

    NSR

    o

    t=

    SR : tingkat kelangsungan hidup (%) Nt : jumlah anakan Walet yang hidup rata-rata pada akhir penelitian (ekor) No : jumlah anakan Walet yang hidup rata-rata pada awal penelitian (ekor)

    8. Analisis Nutrisi

    Sebelum dianalisis, terlebih dahulu dilakukan penyiapan bahan dasar

    yaitu: Telur O. smaragdina segar memiliki kadar air 60-70% sehingga

    perlu diturunkan kadar airnya dengan dilakukan pengepresan. Telur O.

    smaragdina tersebut kemudian ditimbang seberat 20 gr dan disterilkan pada

    suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Sampel telur O.

    smaragdina dianalisis nutrisinya dengan metode analisis proksimat, yaitu:

    a. Kadar Air

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    Menggunakan metode pemanasan. Sampel ditimbang sekitar 2

    gram kemudian sampel dimasukkan dalam cawan yang sudah dikatahui

    beratnya. Cawan yang berisi sampel dimasukkan dalam oven dan

    dikeringkan pada suhu 100-105oC selama sekitar 3 jam. Setelah itu

    didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Cawan yang berisi

    sampel dimasukkan lagi dalam oven 100-105oC selam 1 jam kemudian

    didinginkan dalam desikator dan ditimbang lagi. Langkah tersebut

    dilakukan berulang-ulang sehingga dicapai berat yang tetap (Sudarmaji

    dkk, 1997). Perhitungannya:

    %100)100/(12

    32 --

    =BBBB

    ggAir

    B1 = Berat cawan kosong B2 = Berat cawan dengan sampel sebelum dikeringkan B3 = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (Sudarmaji dkk., 1997)

    b. Abu

    Dilakukan dengan menimbang abu hasil pembakaran. Sampel

    ditimbang 2 gram dan dimasukkan dalam cawan kemudian dibakar

    dengan api kecil diatas pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi.

    Cawan yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur dan

    diabukan pada suhu 500-550oC sampai sampel bebas dari karbon yang

    berwarna keabu-abuan sampai putih kemudian didinginankan

    dalam desikator dan ditimbang (Sudarmaji dkk., 1997).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    Perhitungannya :

    %100)100/(12

    32 --

    =BBBB

    ggAir

    B1 = Berat cawan kosong (gram) B2 = Berat cawan dengan sampel sebelum diabukan (gram)

    B3 = Berat cawan dengan sampel setelah diabukan (gram) (Sudarmaji dkk., 1997).

    c. Lemak

    Menggunakan metode Soxhlet. Sampel ditimbang 2 gram dan

    dimasukkan dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml HCL 8 N

    dan 20 ml akuades. Erlenmeyer tersebut dipanaskan dengan hot plate

    hingga isinya mendidih selama 15 menit (dihitung mulai saat mendidih)

    kemudian disaring dalam keadaan panas dengan kertas saring basah.

    Kertas saring dan residu dicuci dengan akuades sampai bebas dari

    asam kemudian dikeringkan dengan oven 100-1050C. Residu

    diekstrak dengan dietileter menggunakan alat ekstraksi soxhlet selama

    2 jam. Ekstrak ditampung dalam labu yang telah diketahui berat

    kosongnya. Dietileter diuapkan dengan destilasi pendingin balik. Labu

    yang berisi lemak diangin-anginkan sampai bebas eter kemudian

    dikeringkan dalam oven 100-105oC. labu yang berisi lemak

    dimasukkan dalam oven lagi, didinginkan dan ditimbang lagi, langkah

    ini dilakukan hingga tercapai berat yang tetap (Sudarmaji dkk., 1997).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    Perhitungannya:

    %100)100/(0

    12 -

    =B

    BBgglemakKadar

    B1 = Berat sample (gram) B2 = Berat cawan dengan sampel sebelum diabukan (gram) B3 = Berat cawan dengan sampel setelah diabukan (gram) (Sudarmaji dkk., 1997).

    d. Protein

    Manggunakan metode Kjedahl. Sampel ditimbang 2 gram dan

    dimasukkan dalam labu Kjedahl kemudian ditambah 20 ml H2SO4

    pekat, 0,7 gHgO, dan 10 g K2SO4. Sampel didestruksi dalam ruang asam

    dengan panas dan beberapa tetes sampai tak berasap lagi. Destruksi

    diteruskan dengan panas lebih tinggi hingga cairan menjadi jernih dan

    didinginkan. Destruat dilarutkan dengan 50 ml akuades dan

    dipindahkan secara kuantitatif ke dalam alat destilasi. Alat destilasi

    dihubungkan dengan penampung Erlenmeyer yang berisi 50 ml asam

    borat 3% dan beberapa tetes indicator (campuran metil biru dan metil

    merah dengan perbandingan 1:2) kemudian didihkan selama 15 menit.

    setelah mendidih ditambahkan NAOH berlebih (perubahan warna

    jernih menjadi coklat). Destilasi dilakukan sampai volume destilat

    dalam penampung mencapai sekitar 200 ml. destilat ditritasi dengan

    HCL 0,1 N. Blanko dikerjakan dengan akuades sebagai pengganti

    sampel (Sudarmaji dkk., 1997).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    Perhitungannya :

    %100)(

    )100/( 21 -

    =B

    VVggnitrogenKadar

    V1 = Banyaknya ml HCL yang digunakan pada sampel V2 = Banyaknya ml HCL yang digunakan dalam blanko B = Berat sampel

    Kadar protein (g/100g) = N x Faktor konversi

    N = Kadar nitrogen

    Untuk sampel yang belum diketahui nilai factor konversinya,

    gunakan 6,25 sebelum memperoleh nilai yang sebenarnya (Sudarmaji

    dkk., 1997).

    e. Karbohidrat

    Menggunakan metode carbohydrat by different. Kadar

    karbohidrat dapat diperoleh dari selisih perhitungan berat sampel

    dikurangi berat air, abu, protein, dan lemak yang dinyatakan dalam

    persen (Sudarmaji dkk., 1997).

    D. Teknik Pengumpulan Data

    Pengamatan kelangsungan hidup dan pertumbuhan anakan A.

    Fuciphagus dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran kelangsungan

    hidup dan berat rata-rata untuk masing-masing perlakuan dilakukan pada

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    awal dan akhir penelitian. Pengamatan kondisi inkubator yang berupa suhu,

    kelembaban, hama, dan predator dilakukan setiap hari.

    E. Analisis Data

    Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis

    varians (ANAVA) untuk mengetahui nyata atau tidaknya pengaruh

    perlakuan yang diberikan terhadap parameter yang diukur dalam penelitian

    ini. Apabila diketahui adanya pengaruh yang berbeda nyata, maka

    dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncans Multiple Range Test) pada taraf

    signifikan 5% untuk mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan,

    sedangkan untuk data kualitas inkubator dibandingkan dengan rentang

    optimumnya berdasarkan literatur.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Usaha budidaya A. fuciphagus secara intensif membutuhkan

    kualitas, kuantitas, dan pola pemberian pakan yang tepat sesuai dengan

    kebutuhan setiap periode hidup A. fuciphagus. Dalam mengambil makanan,

    anakan A. fuciphagus umur 0- 7 hari tidak selektif karena anakan belum

    dapat melihat sehingga akan memakan apa saja yang dimasukkan ke dalam

    mulutnya. Akibatnya asupan gizi sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan

    yang diberikan. Hal ini penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan

    anakan A. fuciphagus.

    Pakan yang digunakan dalam budidaya A. fuciphagus adalah telur

    O. smaragdina. Pemberian telur O. smaragdina sebagai pakan pada

    budidaya A. fuciphagus karena telur tersebut tidak mengandung kitin. Kitin

    pada serangga memiliki efek negatif karena relatif tidak dapat dicerna dan

    dapat menghambat suplai enzim pencernaan untuk lemak dan protein

    (Bryant & Bryant, 2000), menurunkan kuantitas bakteri probiotik,

    Bifidibacterium dan Lactobacillus dalam lambung (Tanaka, et al., 1997).

    Efisiensi pada pencernaan tanpa kitin sangat tinggi, koefisien energi

    metabolisme bisa mencapai 100%, sedangkan pencernaan larva serangga

    yang mengandung kitin hanya 50-80% (Karasov, 2001).

    Pada penelitian ini telur O. smaragdina diberikan 30 % dari berat

    badan anakan A. fuciphagus dengan variasi frekuensi pemberian yaitu 3 kali

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    per hari, 5 kali per hari, dan 7 kali per hari. Variasi frekuensi yang

    digunakan mengacu pada frekuensi pemberian pakan induk burung tropis

    liar pemakan serangga pada anakannya salah satunya adalah burung jalak

    yaitu setiap 169 menit (OConnor, 1985) atau kurang lebih setiap 3 jam

    sekali. Aktivitas pemberian pakan oleh induk burung dimulai pada pagi

    hingga petang hari (Klasing, 1997). Berdasarkan pertimbangan tersebut,

    maka diharapkan dapat menghasilkan frekuensi yang ideal pada budidaya A.

    fuciphagus.

    Pakan yang akan digunakan selama penelitian diujikan terlebih

    dahulu kualitasnya untuk mengetahui kandungan protein, karbohidrat,

    lemak, abu, dan air. Kandungan komponen ini dapat dilihat dalam tabel 1

    Tabel 1. Komposisi Senyawa Telur O. smaragdina dan Larva Semut serta Kebutuhan Senyawa Gizi Anakan Burung Pemakan Serangga

    Komposisi

    Nutrien

    Telur O. smaragdina

    (%)a

    Larva O. smaragdina

    (%)b

    Kebutuhan Senyawa Gizi Anakan Burung Pemakan Serangga

    (%)c

    Protein

    Lemak

    Karbohidrat

    Air

    Abu

    15,2

    3,9

    4,1

    65,5

    0,8

    17,7

    3,4

    2,3

    67,2

    -

    14,1

    2,6

    3,9

    78

    -

    Keterangan a. Hasil analisis proksimat b. Redford (1984) c. Street dan Macdonald ( 1977)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    Hasil analisis proksimat pakan yang digunakan dalam penelitian ini

    yaitu telur O. smaragdina mempunyai kandungan protein dan air lebih

    rendah daripada pakan berupa larva serangga, sedangkan kadar lemak dan

    karbohidrat pada telur O. smaragdina lebih tinggi daripada pada larva

    semut. Kandungan nutrisi larva semut menurut Redford (1984), adalah

    protein 17,7%, karbohidrat 2,3%, lemak 3,4%, dan air 67,2%. Saat ini

    belum ada data yang jelas mengenai kebutuhan nutrisi pakan yang ideal

    bagi anakan A. fuciphagus, maka pada penelitian ini menggunakan data

    penelitian pada tiga jenis burung pemakan serangga yang dinyatakan oleh

    Street dan Macdonald (1977) sebagai dasar pembanding, mengingat A.

    fuciphagus termasuk burung pemakan serangga. Kebutuhan nutrisi pada

    anakan burung pemakan serangga meliputi protein 14,15%, karbohidrat

    3,9%, lemak 2,6%, dan air 78%, sesuai dengan pernyataan tersebut, maka

    kandungan nutrisi pakan ini dari hasil analisis proksimatnya dapat

    dinyatakan sudah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anakan A. fuciphagus.

    Molekul yang paling penting dalam tubuh suatu organisme adalah

    protein karena menurut Lehninger (1982) protein merupakan makromolekul

    penyusun protoplasma aktif dalam semua sel hidup. Adapun fungsi-fungsi

    protein antara lain sebagai pembentuk hormon, enzim, antibodi,

    memperbaiki jaringan rusak, dan membentuk jaringan baru (Tacon, 1987).

    Kadar protein pakan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan

    dan kelangsungan hidup anakan burung (Beckerton, et al.,2002; Cole, et

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    al., 1992). Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan susunan asam

    aminonya (Hiromoto, et al., 2000). Namun dalam prakteknya, suatu

    organisme tidak hanya membutuhkan protein dalam mendukung kehidupan,

    tetapi juga membutuhkan nutrisi lain seperti karbohidrat, lemak, vitamin,

    dan mineral dalam jumlah cukup yang masing-masing fungsinya saling

    berkesinambungan dalam mendukung kehidupan organisme tersebut

    (Cilleirs dan Hayes, 2000).

    Selain kualitas pakan, frekuensi pemberian pakan yang tepat dapat

    meningkatkan konsumsi pakan maupun zat makanan serta dapat

    meningkatkan daya cernanya sehingga produktivitas meningkat.

    Pemanfaatan suatu bahan pakan dapat ditingkatkan dengan pengaturan

    pemberian pakan yang optimal (Siregar, 1985). Frekuensi pemberian pakan

    juga berkaitan dengan frekuensi lapar. Kekerapan frekuensi pemberian

    pakan diatur untuk memacu pertumbuhan dengan anggapan pemberian

    pakan sedikit demi sedikit namun dengan frekuensi lebih sering,

    mengakibatkan anakan A. fuciphagus tidak lekas kenyang dan nafsu makan

    tetap terjaga (Nir et al., 1978), juga berkaitan dengan proses sekresi enzim

    pencernaan yang mendapat rangsangan berupa pakan dalam saluran

    pencernaan secara kontinyu. Adanya makanan dalam mulut secara refleks

    merangsang sekresi lambung. Sekresi enzim dalam saluran pencernaan yang

    teratur akan mengurangi gangguan pencernaan yang sering terjadi pada saat

    anakan berada dalam fase starter (Ganong, 2002 dan Nir et al., 1978).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    Asupan makanan yang kontinyu menjaga masukan kalori dan

    protein pada anakan A. fuciphagus terpenuhi sehingga pertumbuhan menjadi

    optimal, kecepatan pertumbuhan bulu meningkat, serta daya tahan tubuh

    meningkat, sehingga anakan A. fuciphagus menjadi tahan terhadap penyakit

    sehingga angka kelangsungan hidup pada fase tersebut meningkat.

    A. Pertumbuhan Anakan A. fuciphagus

    Berdasarkan hasil penelitian selama 21 hari dapat diperoleh

    gambaran mengenai pertumbuhan berat, pertumbuhan bulu, kelangsungan

    hidup anakan A. fuciphagus. Parameter tersebut didukung dengan hasil

    analisis kualitas media pemeliharaan.

    Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran, panjang, maupun

    berat (Kimball, 1994), proses pematangan alat reproduksi dan proses

    pertumbuhan bulu (Rasyaf, 1993). Dalam penelitian ini, parameter yang

    digunakan untuk menjelaskan data pertumbuhan adalah pertambahan berat

    dan pertumbuhan bulu.

    Tabel 2. Pertambahan Berat Badan Anakan A. fuciphagus Berdasarkan Frekuensi Pemberian Telur O. smaragdina

    Jenis Pakan Frekuensi Pemberian

    Pakan

    Pertambahan Berat Badan

    SD (gram)

    Rata-rata Pertambahan

    Berat Badan SD (gram)

    Telur O. smaragdina

    3 kali 10,76 0,58a 12,351,45a 5 kali 12,200,23b

    7 kali 14,090,20c Larva

    O. smaragdina 3 kali 8,700,48d

    10,131,36b 5 kali 9,900,30e 7 kali 11,780,43f

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    Keterangan : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya beda nyata (P

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    Sebagai kontrol, pemberian larva O. smaragdina dengan frekuensi

    3, 5, dan 7 kali per hari. Pada tabel 2 terlihat bahwa dari perlakuan

    pemberian telur O. smaragdina diperoleh pertambahan berat badan rata-

    rata sebesar 12,35 gram. Hasil uji DMRT 5% menunjukkan perlakuan

    tersebut beda nyata (P

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    menjadi jeli tersebut akan membungkus molekul lemak dari makanan

    (Rismana, 2003). Sehingga asupan nutrisi yang diperlukan khususnya lemak

    pada anakan A. fuciphagus yang diberi larva O. smaragdina akan berkurang,

    karena tidak dapat diserap tubuh dan terbuang bersama kotoran.

    Gambar 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan anakan A. fuciphagus

    pada fase starter berdasarkan pemberian telur O. smaragdina mulai terlihat

    pada hari ke-7, pertumbuhan anakan A. fuciphagus mulai meningkat. Pada

    pengamatan harian, dari hari ke-0 sampai hari ke-2 pertambahan berat

    anakan A. fuciphagus pada semua perlakuan hampir sama. Pada tahap awal

    anakan beberapa spesies burung pemakan serangga masih memiliki

    cadangan makanan, akibatnya makanan yang diberikan belum banyak

    berpengaruh pada pertumbuhan anakan (Konarzewski et al., 2003). Ketika

    memasuki hari ke-3 sampai hari ke-7, anakan mulai bergantung pada

    makanan yang diberikan. Oleh karena itu, setelah tujuh hari pengaruh pakan

    yang diberikan pada anakan A. fuciphagus mulai terlihat. Seperti yang

    ditunjukkan pada gambar 1, pertambahan berat anakan A. fuciphagus dari

    setiap perlakuan mulai hari ke-7 cenderung meningkat. Hal ini disebabkan

    A. fuciphagus masih dalam fase pertumbuhan pada saat dipelihara.

    Pertumbuhan yang pesat ini disebabkan kandungan nutrisi yang terdapat

    dalam telur O. smaragdina yang diberikan dapat digunakan secara efisien

    untuk proses fisiologi tubuh anakan A. fuciphagus.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    Burung pemakan serangga memiliki esofagus yang sempit, tetapi

    memiliki lambung lebih luas yang diperlukan untuk menyediakan lebih

    banyak pepsin dan HCL untuk mencerna protein (Wooleer et al., 1990),

    mengingat telur ataupun larva O. smaragdina yang dikonsumsi oleh anakan

    A. fuciphagus mengandung protein dengan presentase nutrisi tertinggi

    dibanding nutrisi lain di dalamnya. Selain itu, protein juga sangat penting

    bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan A. fuchiphagus.

    Menurut Barton dan Houston (1993), tingkat konsumsi pakan

    dipengaruhi oleh kecepatan pakan meninggalkan saluran pencernaan.

    Anakan A. fuciphagus mempunyai kapasitas lambung yang terbatas

    dibandingkan burung dewasa. Saat pemberian pakan pada pemberian telur

    O. smaragdina 3 kali jumlah pakan yang diberikan setiap waktu pemberian

    lebih banyak daripada jumlah pakan pada pemberian telur O. smaragdina 5

    kali dan pemberian telur O. smaragdina 7 kali. Jumlah pakan pada

    pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari tersebut melebihi kapasitas

    lambung anakan A. fuciphagus sehingga terlihat telur O. smaragdina

    berdesakan di esofagus karena tidak semua pakan bisa memasuki lambung,

    sedangkan jumlah pakan yang diberikan pada pemberian telur O.

    smaragdina 7 kali per hari lebih sedikit dengan frekuensi pemberian yang

    lebih banyak. Saat pemberian pakan, seluruh telur O. smaragdina yang

    diberikan dapat memasuki lambung, terlihat bahwa tidak ada pakan yang

    masih berdesakan di esofagus. Selain itu volume makanan yang berlebih

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    36

    menyebabkan anakan A. fuciphagus lekas kenyang sehingga menurunkan

    nafsu makannya (Royama, 1976). Saat memasuki minggu yang kedua,

    nafsu makan anakan pada perlakuan pemberian pakan 3 kali per hari dan

    pemberian pakan 5 kali per hari mengalami penurunan dan mengalami

    puncaknya pada saat anakan A. fuciphagus memasuki minggu ketiga yaitu

    pada umur 14 hari, terlihat anakan tidak membuka mulut dan tidak

    memakan telur O. smaragdina yang diberikan.

    Dengan meningkatkan frekuensi pemberian pakan yaitu pemberian

    pakan sedikit demi sedikit maka makanan yang ada dalam saluran

    pencernaan tidak terlalu banyak sehingga lebih banyak kesempatan untuk

    dicerna (Shim dan Vohra, 1984). Peningkatan frekuensi pemberian pakan

    tidak hanya akan meningkatkan konsumsi pakan tetapi juga meningkatkan

    jumlah bahan pakan yang tercerna dan akan menambah nutrisi yang dapat

    dimanfaatkan untuk kebutuhan tubuh (Austin, 1977). Menurut Soeparno

    (1992) konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap

    pertambahan berat badan. Konsumsi pakan yang menurun pada anakan A.

    fuciphagus pada kelompok pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari

    dan pemberian telur O. smaragdina 5 kali per hari menyebabkan nutrisi

    yang didapatkan anakan terutama untuk pertumbuhan juga menurun

    sehingga terlihat bahwa berat badan anakan kelompok pemberian telur O.

    smaragdina 3 kali per hari dan pemberian telur O. smaragdina 5 kali per

    hari lebih rendah daripada pemberian telur O. smaragdina 7 kali per hari.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    37

    Pakan dan kebiasaan makan berubah sesuai dengan tahap

    kehidupan. Jumlah yang diperlukan oleh anakan burung tergantung dari

    umur dan ukuran lambung. Kemampuan lambung pada anakan burung

    terbatas dibanding burung dewasa maka untuk memenuhi kebutuhan energi

    dan protein, anakan perlu masukan kalori dan protein dalam pakan secara

    kontinyu (Nir et al.,1978). Pemenuhan kebutuhan pakan secara kontinyu

    perlu dilakukan dengan mengatur frekuensi pemberian pakan.

    Tabel 3. Data pertumbuhan bulu anakan A. fuciphagus berdasarkan

    frekuensi pemberian telur O. smaragdina. Jenis Pakan Frekuensi Pemberian

    Pakan Pertumbuhan Bulu

    (Hari ke-) Telur O.smaragdina 3 kali 8

    5 kali 7 7 kali 6

    Larva O.smaragdina 3 kali 10 5 kali 8 7 kali 7

    Pertumbuhan bulu pada anakan A. fuciphagus tiap perlakuan juga

    berbeda. Pada pemberian pakan dengan menggunakan telur O. smaragdina

    7 kali per hari, anakan mengalami pertumbuhan bulu lebih cepat yaitu pada

    hari ke-6, sedangkan anakan A. fuciphagus dengan pemberian larva O.

    smaragdina dengan frekuensi pemberian yang sama mengalami

    pertumbuhan bulu pada hari ke-7.

    Pengamatan harian yang dilakukan pada anakan A. fuciphagus

    menunjukkan bahwa pada perlakuan pemberian pakan telur O. smaragdina

    7 kali per hari, anakan mengalami pertumbuhan bulu lebih cepat daripada

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    38

    anakan A. fuciphagus pada pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari

    dan 5 kali per hari. Pada pemberian telur O. smaragdina 7 kali per hari

    anakan A. fuciphagus mengalami pertumbuhan bulu pada hari ke-6. Pada

    pemberian telur O. smaragdina 5 kali per hari, anakan mengalami

    pertumbuhan bulu pada hari ke-7 sedang pada pemberian telur O.

    smaragdina 3 kali per hari pertumbuhan bulu anakan mulai terjadi pada hari

    ke-8 pemeliharaan.

    Kebutuhan asam amino saat A. fuciphagus mengalami pertumbuhan

    bulu akan meningkat. Karena asam amino dibutuhkan burung untuk

    mensintesis folikel dan kantung bulu,serta pembuluh darah epidermis

    (Klasing, 1998). Folikel dan kantung bulu terdiri lebih dari 90% masa

    protein. Komposisi asam amino pada bulu sangat berbeda dengan protein

    tubuh ataupun protein dalam telur (Wetherbee, 1997). Bulu diperkaya

    kandungan asam amino sistein, valin, dan leusin (Weller, 1987). Pada saat

    pertumbuhan bulu, usia anakan A. fuciphagus sudah memasuki minggu

    kedua sehingga anakan sudah sangat tergantung pada makanan yang

    diberikan. Nafsu makan anakan terutama pada kelompok pemberian telur O.

    smaragdina 3 kali dan 5 kali per hari sudah mulai menurun sehingga nutrisi

    yang diperlukan untuk pertumbuhan bulu tidak terpenuhi. Hal ini

    menyebabkan pertumbuhan bulu pada anakan A. fuciphagus kelompok

    pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari dan pemberian telur O.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    39

    smaragdina 5 kali lebih lambat daripada anakan A. fuciphagus dengan

    pemberian telur O. smaragdina 7 kali per hari.

    B. Kelangsungan Hidup Anakan A. fuciphagus

    Berdasarkan hasil penelitian selama 21 hari dapat diperoleh

    gambaran mengenai pertumbuhan berat, pertumbuhan bulu, kelangsungan

    hidup anakan A. fuciphagus. Parameter tersebut didukung dengan hasil

    analisis kualitas media pemeliharaan.

    Mortalitas atau kelangsungan hidup adalah peluang hidup pada

    periode tertentu. Tingkat kematian pada suatu populasi dipengaruhi oleh

    faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar meliputi kondisi lingkungan

    abiotik, kompetisi antar spesies, pemangsa dan kekurangan pakan. Faktor

    dalam meliputi umur dan kemampuan untuk mencerna makanan (Klasing,

    1998).

    Tabel 4. Kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) anakan A. fuciphagus berdasarkan frekuensi pemberian telur O. smaragdina pada akhir penelitian.

    Jenis Pakan Frekuensi Pemberian Pakan

    Kelangsungan Hidup SD

    Kelangsungan Hidup SD

    (%)

    Telur O. smaragdina

    3 kali 46,6218,23a 75,5226,64a 5 kali 79,9618,29b

    7 kali 1000,00c

    Larva O. smaragdina

    3 kali 13,3218,23d 37,7424,74b 5 kali 46,6218,23e

    7 kali 53,2818,23f Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata (P

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    40

    Gambar 3. Grafik rata-rata kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus

    setiap 7 hari pengamatan setelah berdasarkan frekuensi pemberian telur O. smaragdina.

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    hari ke-1 hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21

    jum

    lah

    indi

    vidu

    (eko

    r)

    3 kali pemberian telur O. smaragdina

    5 kali pemberian telur O. smaragdina

    7 kali pemberian telur O. smaragdina

    3 kali pemberian larva O. smaragdina

    5 kali pemberian larva O. smaragdina

    7 kali pemberian larva O. smaragdina

    Pada gambar 3 terlihat bahwa dari pemberian telur O. smaragdina 7

    kali per hari diperoleh kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus rata-rata

    sebesar (100%) dan dari hasil uji DMRT 5% (lampiran 2), perlakuan

    tersebut berbeda nyata (P

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    41

    sebesar 75,52 %. Perlakuan tersebut beda nyata (P

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    42

    Hasil budidaya anakan A. fuciphagus dilakukan Marzuki (1997)

    dengan pemberian larva serangga sebanyak 30% berat badan anakan A.

    fuciphagus selama 18 hari dengan frekuensi pemberian pakan 5 kali per

    hari. Namun hasil penelitian pemberian telur O. smaragdina pada anakan A.

    fuciphagus selama 21 hari pemeliharaan dengan dosis pakan yang sama

    tetapi dengan frekuensi pemberian pakan yang lebih besar yaitu 7 kali per

    hari memberikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan yang lebih baik.

    Tingkat kelangsungan hidup yang dicapai pada penelitian ini dengan

    pemberian telur O. smaragdina dengan frekuensi pemberian 7 kali sehari

    adalah 100% sedangkan pada budidaya yang dilakukan Marzuki (1997)

    hanya mencapai 55%. Perbedaan kelangsungan hidup dan pertumbuhan

    pada anakan A. fuciphagus mungkin disebabkan oleh pemberian telur O.

    smaragdina yang tidak mengandung kitin sehingga meningkatkan energi

    metabolisme dibanding pencernan larva serangga yang mengandung kitin.

    Selain itu frekuensi pemberian pakan yang tinggi juga berpengaruh pada

    kelangsungan hidup dan pertumbuhan anakan A. fuciphagus.

    Pemberian frekuensi pakan yang berbeda pada penelitian ini

    menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang berbeda pula.

    Pemberian pakan 7 kali sehari memberikan pertumbuhan berat badan dan

    kelangsungan hidup tertinggi sedangkan pemberian pakan 3 kali sehari

    memberikan hasil terendah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa frekuensi

    pemberian pakan paling banyak yaitu 7 kali sehari selain sesuai dengan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    43

    frekuensi pemberian pakan induk burung pemakan serangga di alam liar ,

    juga memungkinkan makanan masuk sedikit demi sedikit ke dalam

    lambung. Anakan A. fuciphagus memiliki kapasitas lambung yang terbatas,

    sehingga makanan yang masuk sedikit demi sedikit tetapi kontinyu akan

    memberikan kesempatan makanan untuk dicerna, sedangkan pemberian

    pakan 3 kali sehari dengan jumlah pakan yang sama memberikan hasil

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup terendah, hal ini diduga karena

    volume makanan yang masuk terlalu banyak maka makanan yang ditelan

    pun melebihi kapasitas lambung anakan A. fuciphagus. Bila terjadi demikian

    maka makanan yang masuk tidak dapat dicerna dengan sempurna, karena

    makanan berdesakan dalam saluran cerna yang melebihi kapasitas lambung,

    dan makanan akan keluar lagi dari usus dalam keadaan belum tercerna

    dengan baik dan belum terserap sarinya oleh usus (Voronov, 1974). Selain

    itu volume makanan yang berlebih menyebabkan anakan A. fuciphagus

    lekas kenyang sehingga menurunkan nafsu makannya (Royama, 1976). Hal

    ini terlihat saat masuk minggu yang kedua, nafsu makan anakan pada

    pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari mulai turun dan mengalami

    puncaknya pada saat anakan A. fuciphagus memasuki minggu ketiga yaitu

    pada umur 14 hari. Perilaku anakan A. fuciphagus saat mencium bau pakan

    yang didekatkan di sekitar paruhnya adalah dengan membuka mulutnya.

    Hal ini terjadi karena penglihatan anakan burung pada fase starter belum

    sempurna (Klasing, 1998). Tetapi pada saat memasuki minggu ke-2, anakan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    44

    A. fuciphagus terutama pada pemberian telur O. smaragdina 3 kali per hari

    tidak menghabiskan seluruh telur O. smaragdina yang diberikan. Nafsu

    makan yang turun menyebabkan konsumsi makan menjadi berkurang,

    sehingga asupan nutrisi yang diperlukan anakan A. fuciphagus tidak

    terpenuhi yang menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat yang pada

    akhirnya bisa menyebabkan kematian. Pada saat memasuki hari ke-9,

    beberapa anakan A. fuciphagus pada kelompok pemberian telur O.

    smaragdina 3 kali per hari dan kelompok pemberian telur O. smaragdina 5

    kali per hari terlihat pucat, lemah, dan nafsu makan menurun. Memasuki

    hari ke-10 beberapa anakan A. fuciphagus pada kelompok pemberian telur

    O. smaragdina 3 kali per hari mengalami kematian dan terjadi kematian

    setiap hari secara acak pada kelompok pemberian telur O. smaragdina 3

    kali per hari dan kelompok pemberian telur O. smaragdina 5 kali per hari

    sampai berakhirnya penelitian. Anakan A. fuciphagus yang mengalami

    kematian memiliki ciri-ciri yang hampir seragam yaitu tubuh kurus dan

    pucat. Jumlah kematian yang terjadi pada kelompok pemberian telur O.

    smaragdina 3 kali per hari lebih banyak daripada kematian yang terjadi

    pada kelompok pemberian telur O. smaragdina 5 kali per hari yang diberi

    perlakuan pemberian telur O. smaragdina dengan frekuensi yang lebih

    tinggi, sedangkan pada pemberian telur O. smaragdina 7 kali per hari,

    kelangsungan hidup mencapai 100%. Dari keseluruhan parameter yang

    diukur dan diamati pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian telur

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    45

    O. smaragdina 7 kali per hari merupakan perlakuan yang paling baik

    karena menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup tertinggi

    dibandingkan perlakuan yang lain.

    C. Kualitas Media Pemeliharaan

    Selain faktor kualitas dan frekuensi pemberian pakan, kualitas media

    pemeliharaan juga memegang peranan yang besar dalam mendukung

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus. Pada

    penelitian ini, parameter kualitas media pemeliharaan yang diukur adalah

    suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan sterilitas terhadap hama dan

    predator. Alasan pemilihan parameter ini karena beberapa parameter

    tersebut diketahui mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

    anakan A. fuciphagus.

    Suhu merupakan kualitas media yang sangat berpengaruh pada

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan A. fuciphagus. Pengukuran

    terhadap suhu dilakukan dengan tujuan untuk menstabilkan suhu media

    sesuai dengan kebutuhan ideal anakan A. fuciphagus. Pada penelitian ini

    pengukuran suhu, kelembaban, intensitas cahaya, serta sterilitas terhadap

    hama dan predator dilakukan setiap hari sebelum pemberian telur O.

    smaragdina.

    Dari pengukuran kualitas media pemeliharaan selama 21 hari

    terdapat fluktuasi dari masing-masing parameter kualitas media. Hasil

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    46

    pengukuran kualitas media pemeliharaan selama penelitian dapat dilihat

    dalam tabel 5. Pada tabel 5 terlihat bahwa kualitas media pemeliharaan

    anakan A. fuciphagus dalam penelitian ini masih dalam kisaran yang layak.

    Suhu merupakan salah satu parameter yang sangat penting peranannya

    dalam mendukung pertumbuhan, metabolisme, dan kelangsungan hidup

    anakan A. fuciphagus.

    Setiap burung mempunyai suhu minimum, optimum, dan maksimum

    untuk hidupnya. Juga mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sampai

    batasan tertentu (Ricklefs, 1989). Anakan A. fuciphagus pada fase starter

    belum memiliki bulu yang sempurna untuk menghangatkan tubuhnya

    sehingga anakan memerlukan kisaran suhu ideal 27-30oC, kelembaban

    antara 85-95%, dan intensitas cahaya 0,6 lux (Marzuki,1997). Sehingga

    kisaran suhu media selama penelitian masih dalam batas toleransi yaitu 27-

    29oC.

    Tabel 5. Kualitas Media Pemeliharaan Anakan A. fuciphagus Berdasarkan Pemberian Telur O. smaragdina.

    Parameter Kisaran kualitas media pemeliharaan pada kelompok perlakuan

    Kelayakan

    Perlakuan Pemberian telur O. smaragdina

    3 kali 5 kali 7 kali

    Suhu (oC)

    Kelembaban (%)

    Intensitas cahaya (lux)

    Hama dan predator

    27,3-29,5 27,3-29,3 27,4-29,5

    86-90 85-90 86-90

    0,6 0,6 0,6

    Tidak ada Tidak ada Tidak ada

    27-30

    85-95

    0,6

    Tidak ada

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    47

    Hama yang sering mengganggu anakan A. fuciphagus yang

    dibudidayakan adalah semut dan tikus, semut sering menggigit anakan

    karena pada saat menetas anakan belum memiliki bulu, sedangkan tikus

    sering memangsa anakan A. fuciphagus. Sehingga media pemeliharaan

    dibuat tertutup dan dikelilingi kapur semut sehingga media pemeliharaan

    anakan A. fuciphagus tetap steril.

    Secara keseluruhan, kualitas media pemeliharaan anakan A.

    fuciphagus yang diukur pada penelitian ini masih menunjukkan kisaran

    normal (Tabel 5). Oleh karena itu, kualitas media pemeliharaan anakan A.

    fuciphagus selama penelitian ini dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap

    perbedaan kelangsungan hidup dan pertumbuhan anakan A. fuciphagus.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    48

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Perbedaan frekuensi pemberian telur O. smaragdina menghasilkan

    perbedaan pertumbuhan pada anakan A. fuciphagus. Pada pemberian

    telur O. smaragdina 7 kali sehari anakan A. fuciphagus mengalami

    pertambahan berat badan tertinggi.

    2. Perbedaan frekuensi pemberian telur O. smaragdina menghasilkan

    perbedaan kelangsungan hidup pada anakan A. fuciphagus. Pada

    pemberian telur O. smaragdina 7 kali sehari anakan A. fuciphagus

    mempunyai kelangsungan hidup tertinggi.

    3. Perbedaan pemberian pakan berupa telur O. smaragdina dan larva

    O. smaragdina menghasilkan perbedaan pertumbuhan, pertumbuhan

    bulu, dan kelangsungan hidup pada anakan A. fuciphagus. Pemberian

    pakan telur O. smaragdina menghasilkan pertambahan berat badan,

    pertumbuhan bulu, dan kelangsungan hidup lebih tinggi daripada pakan

    larva O. smaragdina.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    49

    B. Saran

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai alternatif bahan pakan

    lain yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup

    anakan A. fuciphagus.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai frekuensi pemberian

    pakan ideal bagi anakan A. fuciphagus.