12
125 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq Volume 1, Nomor 2, Desember 2019 PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq Universitas Islam Sultan Agung Semarang Email : [email protected] Abstract The obscurity of the ideal age for a marriage in classical fiqh reference requires the existence of ijtihad among contemporary jurists to determine the ideal age limit for a marriage. The result of the ijtihad is the formulation of a Compilation of Islamic Law which among one of the articles discusses the minimum limit for someone who will hold a marriage (article 15 KHI) which is 21 years. Including the phenomenon that is rife in Indonesia is the rise of early marriage. Early marriage is defined as a marriage that takes place before maturity is reached both physically and psychologically. In an ideal setting, a marriage continues until death approaches one married couple as exemplified by Rasulullah SAW. But now, divorce occurs in many areas. Divorce occurs because of conflict between husband and wife, or the lack of compatibility between both husband and wife to continue the household. This article is the result of a research linking the occurrence of early marriage and divorce rates in Semarang. The object of this research is the decisions in PA Ambarawa ruling relating to divorce and marriage dispensation requests. In the end, the rise of cases of early marriage in Semarang Regency is due to the rise of free association between teenagers. The results of this study concluded that some divorce decisions in PA Ambarawa in 2014 occurred against the background of early marriage. Kata Kunci : Early Marriage, Divorce, Ambarawa Abstrak Ketidakjelasan usia ideal untuk melangsungkan perkawinan dalam referensi fikih klasik, melahirkan suatu ijtihad di kalangan ahli fikih kontemporer Indonesia untuk menentukan batas usia ideal suatu perkawinan. Adapun hasil ijtihad tersebut ditandai dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam yang diantara salah satu pasalnya membahas tentang batas minimal bagi seseorang yang akan melangsungkan perkawinan (pasal 15 KHI) yakni 21 tahun. Termasuk fenomena yang marak terjadi di Indonesia ialah maraknya pernikahan dini. Pernikahan dini didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan sebelum tercapai kematangan baik secara fisik maupun psikis. Dalam tatanan ideal, sebuah perkawinan tetap berlangsung hingga kematian menghampiri salah satu pasangan suami istri sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Namun saat ini, perceraian marak terjadi di berbagai daerah. Perceraian yang terjadi dikarenakan konflik antar suami istri, atau tidak adanya kecocokan antara kedua belah pihak untuk melanjutkan rumah tangga. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang mengaitkan antara terjadinya pernikahan dini dan angka perceraian di Kabupaten Semarang. Obyek penelitian yang diteliti adalah putusan PA Ambarawa yang berkaitan dengan perceraian dan permohonan dispensasi nikah. Pada akhirnya, maraknya kasus pernikahan dini di Kabupaten Semarang dikarenakan maraknya pergaulan bebas antara remaja. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa beberapa putusan perceraian di PA Ambarawa tahun 2014 terjadi dengan latar belakang pernikahan dini. Kata Kunci : Pernikahan Dini, Perceraian, Ambarawa Dosen Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah) Jurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

125 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Email : [email protected]

Abstract The obscurity of the ideal age for a marriage in classical fiqh reference requires the existence of ijtihad among contemporary jurists to determine the ideal age limit for a marriage. The result of the ijtihad is the formulation of a Compilation of Islamic Law which among one of the articles discusses the minimum limit for someone who will hold a marriage (article 15 KHI) which is 21 years. Including the phenomenon that is rife in Indonesia is the rise of early marriage. Early marriage is defined as a marriage that takes place before maturity is reached both physically and psychologically. In an ideal setting, a marriage continues until death approaches one married couple as exemplified by Rasulullah SAW. But now, divorce occurs in many areas. Divorce occurs because of conflict between husband and wife, or the lack of compatibility between both husband and wife to continue the household. This article is the result of a research linking the occurrence of early marriage and divorce rates in Semarang. The object of this research is the decisions in PA Ambarawa ruling relating to divorce and marriage dispensation requests. In the end, the rise of cases of early marriage in Semarang Regency is due to the rise of free association between teenagers. The results of this study concluded that some divorce decisions in PA Ambarawa in 2014 occurred against the background of early marriage. Kata Kunci : Early Marriage, Divorce, Ambarawa

Abstrak Ketidakjelasan usia ideal untuk melangsungkan perkawinan dalam referensi fikih klasik, melahirkan suatu ijtihad di kalangan ahli fikih kontemporer Indonesia untuk menentukan batas usia ideal suatu perkawinan. Adapun hasil ijtihad tersebut ditandai dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam yang diantara salah satu pasalnya membahas tentang batas minimal bagi seseorang yang akan melangsungkan perkawinan (pasal 15 KHI) yakni 21 tahun. Termasuk fenomena yang marak terjadi di Indonesia ialah maraknya pernikahan dini. Pernikahan dini didefinisikan sebagai pernikahan yang dilakukan sebelum tercapai kematangan baik secara fisik maupun psikis. Dalam tatanan ideal, sebuah perkawinan tetap berlangsung hingga kematian menghampiri salah satu pasangan suami istri sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Namun saat ini, perceraian marak terjadi di berbagai daerah. Perceraian yang terjadi dikarenakan konflik antar suami istri, atau tidak adanya kecocokan antara kedua belah pihak untuk melanjutkan rumah tangga. Artikel ini merupakan hasil penelitian yang mengaitkan antara terjadinya pernikahan dini dan angka perceraian di Kabupaten Semarang. Obyek penelitian yang diteliti adalah putusan PA Ambarawa yang berkaitan dengan perceraian dan permohonan dispensasi nikah. Pada akhirnya, maraknya kasus pernikahan dini di Kabupaten Semarang dikarenakan maraknya pergaulan bebas antara remaja. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa beberapa putusan perceraian di PA Ambarawa tahun 2014 terjadi dengan latar belakang pernikahan dini. Kata Kunci : Pernikahan Dini, Perceraian, Ambarawa

Dosen Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah) Jurusan Syariah Fakultas

Agama Islam Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Page 2: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

126 Perceraian dan Pernikahan Dini …

Pendahuluan Perkawinan merupakan kebutuhan primer bagi mahluk hidup,

khususnya manusia dengan tujuan regenerasi serta yang lainnya. Kehormatan

derajat manusia akan akan terjaga jika dia dapat melaksanakan regenerasi

melalui jalur resmi bernama pernikahan yang disahkan oleh hukum. Kedamaian

dan ketentraman antar anggota keluarga dalam sebuah ikatan pernikahan yang

sah juga akan menjaga manusia agar dapat terus hidup menjalankan kefitrahan

dan sebagai mahluk yang berkehormatan.1 Sebagai makhluk yang dianugrahi

nafsu oleh Tuhan, manusia memiliki kecenderungan untuk mencintai dan

mengasihi antar satu sama lain. Salah satu contoh dari keinginan untuk

mencintai ialah kecenderungan untuk mencintai lawan jenis serta harapan untuk

hidup bersama selamanya. Oleh karenanya Islam mensyariatkan pernikahan

dengan tujuan dapat menjadi sarana penyaluran kebutuhan berupa kasih sayang

terhadap manusia lain dengan tujuan pelestarian sejarah kehidupan manusia di

dunia. Maka keluarga merupakan bagian kecil dari masyarakat.2

Untuk menjaga kesehatan istri dan keturunan perlu ditetapkan batas usia

perkawinan.3 Dari segi umur untuk melangsungkan perkawinan, Undang-

Undang perkawinan Indonesia menganut prinsip bahwa calon suami harus lebih

matang jasmani dan rohaninya untuk melangsungkan perkawinan. Agar tujuan

perkawinan bisa tercapai, maka setiap orang yang akan melangsunakan

perkawinan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yang mana syarat yang

dimaksud bukan semata-mata yang bersifat fisik materiil, tetapi hal yang bersifat

non fisik yaitu kematangan jiwa mental sesuai tanggung jawab yang nanti akan

timbul setelah perkawinan berlangsung, baik tanggung jawab dipihak suami

atau istri. Persoalannya sekarang berapa usia perkawinan yang ideal bagi calon

suami atau istri, dimana mereka dipandang cukup matang untuk memikul

tanggung jawab dalam perkawinan.4

Termasuk fenomena yang telah marak terjadi di Indonesia ialah

maraknya pernikahan dini. Pernikahan dini atau pernikahan yang dilakukan

sebelum tercapai kematangan baik secara fisik maupun psikis. Bahkan tidak

jarang, pernikahan yang dilakukan dalam usia dini, sangat rentan akan

mengalami perceraian. Pernikahan usia dini menimbulkan permasalahan dan

dampak. Di antara permasalahan yang mungkin ditimbulkan antara lain:

a. Pernikahan usia dini ada kecenderungan sangat sulit mewujudkan

tujuan perkawinan secara baik.

b. Pernikahan usia dini ada kecenderungan berakhir pada perceraian

1 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Pernikahan Islam (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 1 2 Djamal Latief, H. M. SH , Aneka Hukum Peceraian Di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1982), hlm. 12 3 Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 4 Batas usia minimal perkawinan di Indonesia adalah untuk laki-laki 19 tahun dan

perempuan 16 tahun. Lihat Pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

KHI Pasal 15

Page 3: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

127 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

c. Pernikahan usia dini sulit mendapat keturunan yang baik dan sehat.

d. Pernikahan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.

Sedangkan dampaknya ialah bahwa batas umur yang rendah bagi seorang

wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi.

Dalam tatanan ideal, demi mewujudkan tujuan perkawinan, sebuah

perkawinan diharapkan dapat memiliki orientasi waktu selamanya.5 Meski

begitu, undang-undang membuka celah dapat diakhirinya sebuah perkawinan

melalui perceraian yang dilakukan melalui proses persidangan.6 Perkawinan

ideal tentunya akan terus berlangsung dalam waktu yang lama dan hanya akan

diakhiri melalui perceraian melalui kematian. Namun yang terjadi saat ini,

perceraian marak terjadi di berbagai daerah. Perceraian yang terjadi dikarenakan

konflik antar suami istri, atau tidak adanya kecocokan antara kedua belah pihak

untuk melanjutkan rumah tangga. Dan yang menjadi salah satu indikasi

penyebab maraknya perceraian ialah maraknya praktik pernikahan dini. Artikel

ini menyajikan informasi hasil penelitian tentang kecenderungan perceraian

yang dilatarbelakangi oleh pernikahan dini.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan ialah penelitian kualitatif. Metode

kualitatif digunakan untuk mengetahui praktik pernikahan dini di Kabupaten

Semarang Tahun 2014 serta pengaruhnya terhadap angka perceraian.

Obyek penelitian ini adalah kasus perceraian di Pengadilan Agama

jumlah penelitian dan berdasarkan tujuan penelitian, instrumen yang digunakan

serta keterbatasan dana yang ada. Dikarenakan besarnya jumlah obyek

penelitian, maka objek diambil ekitar 10%-15% atau 20-25% atau lebih dari

jumlah total obyek penelitian. Artinya dari 1282 kasus perceraian ini diambil

sekitar 10%-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung dengan:

a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.

b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini

menyangkut banyak sedikitnya data

c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian

yang resikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar maka hasilnya

akan lebih baik. 7

Sedangkan metode analisis yang digunakan bertumpu pada tiga jalur,

yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data,

sebagai bentuk analisis yang mempertajam, mengarahkan, menggolongkan,

membuang yang dipandang tidak perlu serta mengorganisasikan data. Adapun

cara yang ditempuh: meringkas data, mengkode, menelusuri tema. Penyajian

5 Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 6 Pasal 38 dan 39 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta pasal 8

Kompilasi Hukum Islam 7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), hlm. 270

Page 4: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

128 Perceraian dan Pernikahan Dini …

data, yaitu suatu aktifitas pengelompokan yang tersusun sehingga memberikan

kemungkinan adanya kemudahan penarikan kesimpulan dan pengambilan

keputusan bertindak. Bentuk-bentuk penyajian data yang dilakukan yaitu: teks

naratif dalam bentuk catatan lapangan, pembuatan matrik, grafik, jaringan dan

bagan-bagan. Penarikan kesimpulan, yaitu aktifitas yang bermula dari awal

penelitian melalui sebuah pendekatan spesifik tentang pengartian dan

pemaknaan terhadap benda-benda, catatan-catatan keteraturan pola, konfigurasi

yang mungkin terjadi, alur sebab akibat maupun proposisi.

Pernikahan Dini Pelbagai Perspektif Praktik perkawinan di Indonesia diatur oleh undang-undang khusus

yakni UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam UU tersebut,

perkawinan mempunyai hubungan erat dengan masalah kependudukan.

Dengan adanya pembatasan umur perkawinan baik bagi wanita maupun pria

diharapkan lajunya kelahiran dapat ditekan semaksimal mungkin. Di sini UU

perkawinan membatasi umur untuk melaksanakan perkawinan yaitu 19 tahun

bagi pria dan 16 tahun bagi wanita, penyimpangan dari batas umur minimal

perkawinan ini harus mendapat dispensasi pengadilan lebih dahulu, setelah itu

perkawinan baru dapat dilaksanakan (Abdul Manan, 2006: 11).8

Berkaitan dengan adanya batasan usia minimal dalam perkawinan

terdapat perbedaan pendapat di antara ahli fikih, yang mana para ahli fikih

biasanya mendasarkan pada kematangan seseorang yang dapat dilihat dari

kematangan akal (rusyd). Itu merupakan suatu pertanda bahwa seseorang untuk

mampu melaksanakan kecakapan sempurna termasuk di dalamnya kecakapan

melangsungkan perkawinan. Selain itu juga para ahli fiqh menilai bahwa ‘akil

baligh dengan ciri-ciri apabila seorang anak laki-laki telah mengalami mimpi

basah, sedangkan utuk perempuan telah mengalami haid.9

Ketidakjelasan usia ideal untuk melangsungkan perkawinan dalam

referensi fikih klasik, melahirkan suatu ijtihad di kalangan ahli fikih

kontemporer Indonesia untuk menentukan batas usia ideal suatu perkawinan.

Adapun hasil ijtihad tersebut ditandai dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam

yang diantara salah satu pasalnya membahas tentang batas minimal bagi

seseorang yang akan melangsungkan perkawinan (pasal 15 KHI) selanjutnya

mengenai pengertian di bawah usia 21 tahun (di bawah umur) dalam KHI

disebutkan.

8 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006),

hlm. 11 9 Pendapat Ulama Madzhab tentang batasan dewasa yang berkaitan dengan usia adalah

sebagai berikut:

1. Menurut madzhab Hanafi, Syafii dan Hambali adalah 15 tahun

2. Menurut madzhab Maliki 12 tahun.

Sedangkan tanda baligh yang berkaitan dengan kejadian fisik, ulama 4 madzhab sepakat

dalam hal keluarnya mani (sperma) dan haid. Baca: al Jazairi, Al Fiqh ala Madzahib al Arba’ah

(Maktabah Syamilah Ishdar 3.61)

Page 5: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

129 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

“Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh

dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan

dalam pasal 7 (1) UU No. 1 Th 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya

berumur 19 tahun dan calon istri berumur 16 tahun” .

“Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus

mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan

(5) UU No 1 Th 1974.”10

Apabila dilihat dari isi pasal 15 ayat 2 KHI itu menunjukkan usia ideal

perkawinan adalah 21 tahun, sedangkan pasal 15 ayat 1 menunjukkan ketentuan

minimal usia suatu perkawinan sehingga dipandang perlu suatu izin dari orang

tua. Sedangkan dalam pasal 7 ayat 1 UU perkawinan menyebutkan bahwa

perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan

pihak wanita mencapai umur 16 tahun.

Dalam penjelasan atas UU RI No 1 Tahun 1974 pasal 7(1) menegaskan

bahwa untuk menjaga kesehatan istri dan keturunan perlu ditetapkan batas usia

perkawinan. Dari segi umur untuk melangsungkan perkawinan, Undang-

Undang perkawinan Indonesia menganut prinsip bahwa calon suami harus lebih

matang jasmani dan rohaninya untuk melangsungkan perkawinan. Agar tujuan

perkawinan bisa tercapai, maka setiap orang yang akan melangsunakan

perkawinan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yang mana syarat yang

dimaksud bukan semata-mata yang bersifat fisik materiil, tetapi hal yang bersifat

non fisik yaitu kematangan jiwa mental sesuai tanggung jawab yang nanti akan

timbul setelah perkawinan berlangsung, baik tanggung jawab dipihak suami

atau istri. Persoalannya sekarang berapa usia perkawinan yang ideal bagi calon

suami atau istri, dimana mereka dipandang cukup matang untuk memikul

tanggung jawab dalam perkawinan.

Jika dilihat dari perspektif hukum, batasan usia menikah ideal ialah 21

tahun sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 15 ayat (2) jo Undang-Undang

No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 6 ayat (2). Meski pada hakikatnya,

usia 19 bagi laki-laki dan usia 16 bagi perempuan dizinkan juga untuk

melaksanakan perkawinan, namun dengan catatan harus atas izin orang tua.

Karena dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak,

usia di bawah 18 tahun masih digolongkan sebagai anak.

Dalam perpektif kesehatan, BKKBN Indonesia merekomendasikan usia

pernikahan ideal adalah 21-25 tahun.11 Pertimbangan usia ideal minimal

perikahan ialah 21-25 tahun ialah merujuk pada usia kematangan seseorang jika

dipandang dari aspek biologis dan pasikologis. Eddy Fadlyana menuliskan

bahwa pernikahan dini yang menyebabkan kehamilan dini, yakni sebelum usia

17 tahun dapat meningkatkan komplikasi medis baik pada calon anak maupun

ibu. Dampak resiko kehamilan yang paling parah berupa kematian ternyata juga

10 KHI Pasal 15 11 https://www.bkkbn.go.id/

Page 6: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

130 Perceraian dan Pernikahan Dini …

semakin besar kemungkinannya dialami oleh perempuan yang hamil di usia

muda.12

Permasalahan perbedaan penentuan minimal usia nikah merupakan hal

yang wajar dalam perpektif hukum Islam. Penetapannya tentu tidak mudah dan

diperlukan usaha yang keras dalam penelaahannya baik dengan menggunakan

landasan dalil yang ada maupun dengan metodologi hukum Islam. Senada

dengan hal itu, Ahmad Rofiq menyatakan bahwa masalah penentuan umur

dalam undang-undang perkawinan maupun dalam kompilasi, memang bersifat

ijtihâdiah, sebagai usaha pembaharuan pemikiran fiqh yang lalu, meskipun

demikian, apabila dilacak referensi syar'inya mempunyai landasan kuat.13

Sebenarnya, yang terjadi dalam kasus pernikahan dini tidak hanya hal-

hal yang bersifat negatif saja. Secara psikologis, menurut Fauzil Adzim,

pernikahan dini dapat meningkatkan stamina dan kesehatan disebabkan

kebutuhan fisik yang terpenuhi.14 Selain itu, Casmini dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa meski secara fisik dan psikis, pernikahan dini dianggap

negatif karena minimnya kematangan dalam keduanya, namun setidaknya

pernikahan dini memiliki sisi positif berupa stabilitas kontrol sahwat yang lebih

terjamin.15

Pernikahan dini di Kabupaten Semarang Pernikahan dini yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pernikahan

dini yang dicatatkan dan terlebih dahulu dimintakan permohonan dispensasi

nikah di Pengadilan Agama. Oleh karena itu, dalam rangka mengetahui praktik

pernikahan dini yang terjadi di Kabupaten Semarang, penulis menganalisa

putusan-putusan PA berkenaan dengan permohonan dispensasi nikah. Hasil

penelusuran penulis, bahwasanya selama tahun 2014, telah diajukan

permohonan dispensasi nikah sebanyak 21 kasus yang semuanya dikabulkan

oleh PA Ambarawa.

Dari 21 permohonan dispensasi nikah, semuanya diajukan oleh pihak

orang tua kandung dengan tujuan memohon agar PA Ambarawa mengabulkan

permohonan dispensasi nikah untuk anak kandung mereka yang telah lama

menjalin hubungan dengan kekasihnya. Usia anak kandung pemohon yang akan

dimintakan dispensasi nikahnya berkisar antara 14 hingga 18 tahun. Jenis

kelamin anak pemohon juga ada yang laki-laki dan perempuan. Dari 21

permohonan dispensasi nikah, 7 di antara diajukan oleh orang tua dari pihak

perempuan. Sedangkan 14 permohonan diajukan oleh pihak orang tua laki-laki.

12 Fadlyana, E., “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya”, Jurnal Sari Pediatri, Vol.11,

No.2, 2009, hlm. 136-140 13 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1977), hlm. 77 14 Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan Dini (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 4 15 Casmini, “Pernikahan Dini (Perspektif Psikologi dan Agama)”, Aplikasia, Jurnal Aplikasi

Ilmu-Ilmu Agama, Vol. 3, No.1, Juni 2002, hlm. 45-57

Page 7: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

131 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

Jika dilihat dari faktor usia, dari 21 permohonan dispensasi nikah yang

diajukan ke PA Ambarawa, usia anak laki-laki para pemohon (calon mempelai

pria) ada dalam kisaran 15 sampai 18 tahun. Sedangkan anak perempuan para

pemohon (calon mempelai wanita) berkisar antara 14 hingga 15 tahun. Jika

dirinci lebih detail, jumlah anak laki-laki para pemohon (calon mempelai pria)

yang berusia 15 tahun saat diajukan permohonan dispensasi nikahnya berjumlah

2 orang. Sedangkan yang berusia 16 tahun sebanyak 4 orang. Yang berusia 17

tahun berjumlah 2 orang. Dan yang berusia 18 tahun berjumlah 5 orang.

Sedangkan jumlah anak perempuan para pemohon (calon mempelai wanita)

yang berusia 14 tahun berjumlah 3 orang. Dan yang berusia 15 tahun berjumlah 4

orang.

Hasil penelusuran penulis, bahwa seluruh permohonan dispensasi nikah

di PA Ambarawa dikabulkan oleh PA Ambarawa. Pertimbangan yang

digunakan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah tersebut

juga sama, yakni karena adanya latar belakang hubungan yang sangat erat

antara anak pemohon dengan kekasihnya. Dari 21 permohonan dispensasi nikah,

semuanya dilatar belakangi adanya hubungan yang sangat erat antara anak

pemohon dengan kekasihnya. Bahkan 3 di antara 21 permohonan tersebut dilatar

belakangi oleh adanya hubungan pertunangan yang telah lama terjalin. Ada

yang telah bertunangan 2 tahun. Ada juga yang telah bertunangan 3 tahun.

Namun ada juga yang baru bertunangan 3 bulan. Selain yang telah bertunangan,

hubungan yang terjalin antara pasangan yang dimohonkan dispensasi nikahnya,

telah terjalin dengan usia hubungan bermacam-macam. Yang telah berhubungan

erat selama 1, 6 dan 8 adalah 1 pasangan. 2 pasangan telah berhubungan selama

10 bulan. Yang telah berhubungan erat selama 1 tahun ada 7 pasangan.

Sedangkan 5 pasangan telah berhubungan erat selama 2 tahun. Dan 1 pasangan

lagi telah berhubungan selama 2 tahun lebih 6 bulan.

Dari 21 permohonan dispensasi nikah karena pasangan anak pemohon

dan kekasihnya telah berhubungan dalam rentang waktu yang bermacam-

macam tersebut, sebagian di antaranya masih dapat menjaga diri untuk tidak

berhubungan intim layaknya suami istri. Namun sebagian besar dari jumlah

pasangan dispensasi nikah telah melakukan hubungan seksual layaknya suami

istri, bahkan ada yang sampai hamil. Rinciannya, dari 21 pasangan dispensasi

nikah, 5 pasangan ternyata masih mampu menjaga dirinya dari perbuatan

hubungan seksual. Sedangkan sisanya, telah melakukan hubungan seksual.

Dari 14 pasangan yang telah melakukan hubungan seksual telah

mengalami kehamilan di luar pernikahan. Artinya, baik anak pemohon maupun

calon istri anak pemohon telah hamil pada saat diajukannya permohonan

dispensasi nikah. Usia kehamilannya beraneka ragam dari mulai 3 sampai 7

bulan. Jika dirinci lagi, dari 15 pasangan yang mengalami kehamilan di luar

nikah, 2 di antaranya hamil 3 bulan. 1 di antaranya hamil 4 bulan. 5 orang dalam

keadaan usia kandungan 5 bulan. 4 orang dalam keadaan usia kandungan 6

Page 8: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

132 Perceraian dan Pernikahan Dini …

bulan dan 1 di antaranya hamil 7 bulan. Sedangkan 2 pasangan dari 16 yang

telah melakukan hubungan seksual di luar nikah, belum mengalami kehamilan.

Perceraian dan Pernikahan Dini di Kabupaten Semarang Dalam penelusuran penulis, jumlah perkara perceraian yang diputus

tahun 2014 di PA Ambarawa ialah sebanyak 1282 putusan. Penulis mengambil

sampel secara acak sebanyak 109 kasus perceraian di PA Ambarawa yang

diputus pada tahun 2014. Di antara putusan yang dijadikan sample, ditentukan

perceraian yang dilatarbelakangi pernikahan dini baik yang dirumuskan oleh

Undang-Undang maupun yang dicanangkan oleh BKKBN.

Dari seluruh sampel yang diambil, terdapat 10 kasus perceraian yang

diputus tanpa dilatarbelakangi pernikahan dini. Artinya, 10 pasang suami istri

yang bercerai di tahun 2014 di PA Ambarawa adalah pasangan yang menikah

sesuai dengan kriteria ideal BKKBN. Sedangkan 16 kasus perceraian yang

diputus dengan dilatarbelakangi pernikahan dini menurut UU no. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan. Artinya, 16 pasang suami istri yang bercerai di tahun 2014

di PA Ambarawa adalah pasangan yang menikah di bawah usia ideal yang

diperbolehkan oleh UU tersebut. Adapun perceraian yang dilatarbelakangi

pernikahan dini di bawah usia ideal 21 tahun versi BKKBN terdapat 99 kasus.

Artinya, 99 pasang suami istri yang bercerai di tahun 2014 di PA Ambarawa

adalah pasangan yang menikah di bawah usia ideal 21 tahun. Sedangkan jika

dirunut menggunakan UU. No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,

terdapat 42 kasus perceraian yang dilatarbelakangi pernikahan anak. Lebih

jelasnya dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Grafik 1. Klasifikasi Putusan Cerai PA Ambarawa 2014

Sumber: Pengadilan Agama Ambarawa, data diolah

0102030405060708090

100

NIKAH USIANORMAL

NIKAH DI BAWAHUMUR VERSI UU

1/74

NIKAH DI BAWAHUMUR VERSI

BKKBN

NIKAH DI BAWAHUMUR VERSI UU

PerlindunganAnak

1 2 3 4

Putusan Cerai

Page 9: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

133 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

Sebagai catatan, jenis perkara yang diteliti meliputi perceraian baik cerai

talak (CT) maupun cerai gugat (CG). Sebagaimana telah dijelaskan, berikut

penulis lampirkan hasil olah data putusan perceraian PA Ambarawa tahun 2014

yang dilatarbelakangi pernikahan dengan usia normal, sesuai aturan.

Tabel 1:

Putusan Cerai PA Ambarawa 2014 Usia Nikah Normal

No Nomer Perkara Jenis

Perkara

Tahun

Menikah

Tahun

Cerai

Durasi

Sejak

Menikah

Usia Saat Cerai Usia Saat Kawin

SUAMI ISTRI SUAMI ISTRI

1 0405/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2004 2014 10 33 32 23 22

2 0639/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1995 2014 19 44 40 25 21

3 0645/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2002 2014 12 39 36 27 24

4 0696/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1999 2014 15 38 36 23 21

5 0833/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2012 2014 2 30 23 28 21

6 0878/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1999 2014 15 41 36 26 21

7 0951/Pdt.G/2014/PA.Amb CT 2002 2014 12 37 33 25 21

8 0976/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2013 2014 1 28 22 27 21

9 0987/Pdt.G/2014/PA.Amb CT 2001 2014 13 34 40 21 27

10 1058/Pdt.G/2013/PA.Amb CG 2005 2014 9 31 31 22 22

Sumber: Pengadilan Agama Ambarawa, data diolah

Durasi sejak menikah yang dimaksud ialah waktu sejak pernikahan terjadi

antara keduanya. Bukan keberlangsungan pernikahan dalam suasana harmonis.

Sebab beberapa kondisi rumah tangga yang diteliti penulis beragam.

Sedangkan perceraian yang dilatarbelakangi dengan latar belakang

pernikahan dini menurut UU no. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sebanyak 16

kasus. Sebagai contoh, kasus perceraian yang diputus dengan nomor putusan

0277/Pdt.G/2014/PA.Amb. Perceraian tersebut dilatarbelakangi oleh pernikahan

di bawah umur yakni pihak perempuan ketika menikah berusia 14 tahun

sedangkan pihak laki-laki berusia 20 tahun. Selanjutnya putusan dengan nomor:

0303/Pdt.G/2014/PA.Amb. yang dilatar belakangi pernikahan pasangan berusia

20 tahun dan 21 tahun. Lebih lengkapnya, akan penulis paparkan hasil

pengolahan data putusan PA Ambarawa tahun 2014 yang dijadikan sampel

dalam penelitian ini.

Tabel 2

Putusan Cerai PA Ambarawa 2014 Usia Nikah Dini

No. Nomer Perkara Jenis

Perkara

Tahun

Menikah

TAHUN

Cerai

Durasi

Sejak

Menikah

USIA SAAT

CERAI

USIA SAAT

KAWIN

SUAMI ISTRI SUAMI ISTRI

1 0277/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2004 2014 10 30 25 20 15

2 0494/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1979 2014 35 49 43 14 8

3 0597/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2012 2014 2 20 18 18 16

4 0641/Pdt.G/2014/PA.Amb CT 1997 2014 17 38 28 21 11

5 0662/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2014 2014 0 17 18 17 18

Page 10: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

134 Perceraian dan Pernikahan Dini …

6 0663/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2003 2014 11 28 28 17 17

7 0668/Pdt.G/2012/PA.Amb CG 1991 2014 23 42 34 19 11

8 0675/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2009 2014 5 21 21 16 16

9 0829/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1974 2014 40 58 57 18 17

10 0897/Pdt.G/2013/PA.Amb CG 1981 2014 33 52 48 19 15

11 0952/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 1998 2014 16 35 30 19 14

12 1011/Pdt.G/2014/PA.Amb CG 2008 2014 6 21 23 15 17

13 1020/Pdt.G/2013/PA.Amb CG 1994 2014 20 47 34 27 14

14 1041/Pdt.G/2013/PA.Amb CG 2012 2014 2 20 18 18 16

15 1093/Pdt.G/2013/PA.Amb CT 1995 2014 19 38 34 19 15

16 1126/Pdt.G/2013/PA.Amb CT 2000 2014 14 34 27 20 13

Sumber: Pengadilan Agama Ambarawa, data diolah

Jika diteliti lagi, terdapat 3 kasus perceraian yang pernikahannya

diselenggarakan sebelum ditetapkannya Inpres KHI Tahun 1991, yakni putusan

cerai 0494/Pdt.G/2014/PA.Amb., putusan No. 0829/Pdt.G/2014/PA.Amb. dan

putusan no. 0897/Pdt.G/2013/PA.Amb. Artinya, pernikahan 3 pasangan tersebut

telah menikah sebelum ditetapkannya KHI dengan Inpres No. 1 tahun 1991.

Jika pernikahan dini mengacu pada usia standar ideal yang ditetapkan

BKKBN yakni 21 tahun, maka jumlah kasus perceraian di PA Ambarawa tahun

2014 yang dilatarbelakangi pernikahan dini sebanyak 99 kasus. 16 di antaranya

di bawah umur yang ditetapkan UU No.1 Tahun 1974. Sisanya yakni sebanyak

83 kasus dilatarbelakangi pernikahan di bawah usia 21 tahun. Dari 99 kasus

perceraian di PA Ambarawa tahun 2014 yang dilatarbelakangi pernikahan dini

(di bawah 21 tahun), sebanyak 60 pernikahan dengan salah satu pasangan yang

masih di bawah umur. Sedangkan sisanya 39 pasangan, masing-masing dari

keduanya menikah di bawah umur. Lebih jelasnya penulis ungkapkan dalam

tabel berikut :

Sumber : PA Ambarawa, data diolah

0102030405060

Pernikahan dengan salahsatu pasangan usia dini

Pernikahan dengan keduapasangan usia dini

1 2

Grafik 2: Pernikahan Dini

Page 11: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

135 Muchamad Coirun Nizar & Ghofar Shidiq

Volume 1, Nomor 2, Desember 2019

Jika diolah dalam bentuk prosentase, pada akhirnya sekitar 9,2 % kasus

perceraian yang diputus tanpa dilatarbelakangi pernikahan dini atau pasangan

yang menikah sesuai dengan kriteria ideal BKKBN maupun UU. Sedangkan

14,7% kasus perceraian yang diputus di PA Ambarawa tahun 2014 dengan

dilatarbelakangi pernikahan dini menurut UU no. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan. Dan sebanyak 90,8% (termasuk 14,7% kriteria sebelumnya) kasus

perceraian yang diputus di PA Ambarawa tahun 2014 yang dilatarbelakangi

pernikahan dini di bawah usia ideal 21 tahun versi BKKBN. Sedangkan 38,5%

putusan perceraian di PA Ambarawa tahun 2014 yang dilatarbelakangi dengan

pernikahan anak.

Kesimpulan Pelaksanaan Pernikahan dini ini terjadi karena ada beberapa sebab yang

sangat menghawatirkan dan mendesak yaitu: pertama: Pernikahan usia dini

mendesak untuk laksanakan karena kedua pasangan telah berhubungan cinta

sejak lama yaitu satu bulan; dua bulan; dan seterusnya, dan hubungan

keduanya sudah sedemikian eratnya, sehingga sangat khawatir akan terjadi

perbuatan yang dilarang oleh ketentuan hukum Islam apabila tidak segera

dinikahkan, dan bahkan ada yang sudah hamil beberapa minggu dan bulan

sebelum pertunagan; kedua: Karena keduanya telah bertunangan sejak kurang

lebih berbulan-bulan dan beberapa tahun yang lalu dan hubungan mereka telah

sedemikian eratnya, bahkan hubungan mereka sangat akrab dan ada yang sudah

tinggal serumah, bahkan sudah berhubungan intim sebagaimana layaknya

pasangan suami isteri, walupun ada yang sampai belum hamil, namun

kebanyakan dari mereka ada yang telah hamil beberapa minggu, dan beberapa

bulan.

Perceraian yang diputus tahun 2014 di PA Ambarawa sebanyak 1282

putusan. Beberapa di antaranya dilatarbelakangi dengan terjadinya pernikahan

dini baik salah satu pihak maupun kedua belah pihak. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, hanya sekitar 9,2 % kasus perceraian yang diputus tanpa

dilatarbelakangi pernikahan dini atau pasangan yang menikah sesuai dengan

kriteria ideal BKKBN maupun UU. Sedangkan 14,7% kasus perceraian yang

diputus di PA Ambarawa tahun 2014 dengan dilatarbelakangi pernikahan dini

menurut UU no. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dan sebanyak 90,8%

(termasuk 14,7% kriteria sebelumnya) kasus perceraian yang diputus di PA

Ambarawa tahun 2014 yang dilatarbelakangi pernikahan dini di bawah usia

ideal 21 tahun versi BKKBN. Sedangkan 38,5% putusan perceraian di PA

Ambarawa tahun 2014 yang dilatarbelakangi dengan pernikahan anak.

Page 12: PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN DINI DI KABUPATEN SEMARANG

ADHKI: Journal of Islamic Family Law

136 Perceraian dan Pernikahan Dini …

Daftar Pustaka Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

2006

Adhim, Fauzil, Indahnya Pernikahan Dini, Jakarta: Gema Insani Press, 2002

al Jazairi, Al Fiqh ala Madzahib al Arba’ah (Maktabah Syamilah Ishdar 3.61)

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis Jakarta: Rineka

Cipta, 2006

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004

Casmini, “Pernikahan Dini (Perspektif Psikologi dan Agama)”, Aplikasia: Jurnal

Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. 3, No.1, Juni 2002

Djamal Latief, H. M SH, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1982

Fadlyana, E., “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya”, Jurnal Sari Pediatri,

Vol.11, No.2, 2009

Rahmat Hakim, Hukum Pernikahan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1977

Kompilasi Hukum Islam

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

https://www.bkkbn.go.id/

Undang-Undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak