52
PENGUKURAN TEKANAN INTRA KRANIAL Igun Winarno, Sofyan Harahap Bagian / SMF Anestesi FK Undip / RSUP dr. Kariadi Semarang 2010 A. PENDAHULUAN Pengertian tentang tekanan intra kranial bagi seorang anestesiologis sangat penting untuk mendasari terapi kelainan yang terjadi. Ruangan kranial merupakan struktur yang kaku dengan total volume yang tetap, meliputi otak (80%), darah (12%), dan CSS (8%). Tengkorak dan kanalis vertebralis membentuk perlindungan yang kuat terhadap otak, medulla spinalis, cairan serebrospinal (LCS), dan darah. Semua kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal ini dikarenakan volume intrakranial adalah sangat konstan (Hukum Monro-Kellie). 1-5,9,l0,12 Penambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi jika terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas sudah maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan volume pada kompartemen 1

Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anesthesiology

Citation preview

Page 1: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

PENGUKURAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Igun Winarno, Sofyan Harahap

Bagian / SMF Anestesi FK Undip / RSUP dr. Kariadi Semarang

2010

A. PENDAHULUAN

Pengertian tentang tekanan intra kranial bagi seorang

anestesiologis sangat penting untuk mendasari terapi kelainan yang terjadi.

Ruangan kranial merupakan struktur yang kaku dengan total volume yang

tetap, meliputi otak (80%), darah (12%), dan CSS (8%). Tengkorak dan

kanalis vertebralis membentuk perlindungan yang kuat terhadap otak,

medulla spinalis, cairan serebrospinal (LCS), dan darah. Semua

kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan, hal ini

dikarenakan volume intrakranial adalah sangat konstan (Hukum Monro-

Kellie).1-5,9,l0,12 Penambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat

terjadi jika terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain.

Satu-satunya bagian yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer

capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi

perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas

sudah maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan

volume pada kompartemen (seperti pada massa di otak) akan

menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (ICP/TIK).2,3,4

Peningkatan tekanan intra kranial (TIK) akan menurunkan perfusi

serebral dan menyebabkan komplikasi iskemia sekunder. Selain

mempengaruhi Cerebral Perfusion Pressure (CPP), peningkatan tekanan

intra kranial dapat menyebabkan terjadinya herniasi. Meskipum batasan

yang pasti tidak ditemukan, tetapi peningkatan TIK > 30 mmHg berkaitan

dengan peningkatan resiko herniasi trantentorial atau herniasi batang otak.

Maka monitoring dengan pengukuran dan penanganan TIK adalah hal

yang penting. Banyak Faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intra

kranial diantaranya : peningkatan volume jaringan didalammnya,

1

Page 2: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

peningkatan aliran darah ke otak, kelainan dari aliran cairan, dan

penambahan efek massa. 1-3,5,9

Disamping pengetahuan tentang tekanan intra kranial, pemahaman

tentang bagaimana cara mengatasinyapun sangat perlu untuk diketahui.

Oleh karena itu pada tulisan ini akan membahas tentang pengukuran

tekanan intra cranial, efek peningkatan dan managemennya, serta

keperluan pengelolaan dalam anestesi.

B. TEKANAN INTRA KRANIAL

Anatomi dan fisiologi Cerebral

Pelayanan anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi bedah

saraf membutuhkan pemahaman dasar tentang fisiologi sistem saraf pusat

(SSP). Agen anestesi memiliki efek pada metabolisme cerebral, aliran

darah, dinamik cairan serebro spinal (CSS) serta tekanan dan volume

intracranial yang sering ditemukan. Pada beberapa kondisi, perubahan

tersebut tidak tampak, sedangkan pada orang lain dapat bermanfaat.2

Kebanyakan trauma operasi bedah saraf dan morbiditas terkait

injuri traumatik otak berasal dari peningkatan ICP/TIK. Dengan demikian,

secara singkat garis besar mekanisme fisiologi normal adalah menjaga

keseimbangan antara tekanan dan volume di dalam sakus dura. Hal ini

berguna dalam memperbaiki pemahaman akan konsep yang mendasari

tentang pemantauan tekanan di didalam kepala (ICP/TIK).9

Orang dewasa normal menghasilkan sekitar 500 mL cairan

serebrospinal (CSF) dalam waktu 24 jam. Setiap saat, kira-kira 150 mL

ada di dalam ruang intrakranial. Ruang intradural terdiri dari ruang

intraspinal ditambah ruang intrakranial. Total volume ruang ini pada orang

dewasa sekitar  1700 mL, dimana sekitar 8% adalah cairan serebrospinal,

12% volume darah, dan 80% jaringan otak dan medulla spinalis. Karena

kantung dura tulang belakang tidak selalu penuh tegang, maka beberapa

peningkatan volume ruang intradural dapat dicapai dengan kompresi

terhadap pembuluh darah epidural tulang belakang . Setelah kantung dural

2

Page 3: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

sepenuhnya tegang, apapun penambahan volume selanjutnya akan

meningkatkan salah satu komponen ruang intrakranial yang harus

diimbangi dengan penurunan volume salah satu komponen yang lain. 

Konsep ini dikenal dengan fisiologi otak  dari doktrin Monro-Kellie.1-10

Pertambahan volume dari suatu kompartemen hanya dapat terjadi

jika terdapat penekanan (kompresi) pada kompartemen yang lain. Satu-

satunya bagian yang memilik kapasitas dalam mengimbangi (buffer

capacity) adalah terjadinya kompresi terhadap sinus venosus dan terjadi

perpindahan LCS ke arah aksis lumbosakral. Ketika manifestasi di atas

sudah maksimal maka terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan

volume pada kompartemen (seperti pada massa di otak) akan

menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (ICP/TIK).3

 V CSF + V darah+ Votak = V konstan

Jadi dengan peningkatan patologis pada satu komponen, sedikitnya

salah satu dari yang lain harus turun untuk menjaga volume konstan. Jika

komponen yang mengakomodasi penurunan volume sama dengan volume

yang ditambah, maka tekanan tidak berubah Yang paling efektif dan yang

merupakan kompensasi awal adalah perpindahan CSF dari ruang kranial

ke dalam ruang spinal (terjadi kompresi vena epidural), diikuti oleh

3

Page 4: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

reabsorpsi CSF di vili arakhnoid (proses kompensasi ini tidak cepat). Saat

ICP naik, tingkat produksi CSF mulai menurun,sehingga ikut membantu

kompensasi. Kompensasi utama kedua adalah perpindahan volume darah

intrakranial ke sinus-sinus vena. Kompensasi terakhir, otak itu sendiri

dapat dikompresi untuk mengkompensasi peningkatan volume. Hal ini

ditunjukkan pada kasus hidrosefalus akut, di mana otak dikompresi oleh

CSF yang menyebabkan pembesaran ventrikel, atau pada kasus hematoma

epidural akut, ketika otak secara akut dikompresi dan terdistorsi oleh

massa hematoma. 1,3,9

Gambar : Hubungan antara penambahan isi dalam kepala dan tekanan di dalamnya 9

Nilai normal TIK masih ada perbedaan diantara beberapa penulis,

dan bervariasi sesuai dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap

normal untuk bayi, nilai kurang dari 15 mmHg masih dianggap normal

untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah

menetap dalam waktu lebih dari 20 menuit dikatakan sebagai hipertensi

intra cranial.4 Tekanan intra kranial akan mempengaruhi tekanan perfusi

cerebral (CPP / Cerebral perfusion pressure). CPP dapat dihitung sebagai

selisih selisih antara rerata tekanan arterial (MAP) dan tekanan intracranial

(ICP/TIK). 4,6,9,10,12

CPP = MAP – ICP atau MAP –JVP

4

Page 5: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

JVP = tekanan vena jugularis. Ini dipakai ketika cranium sedang terbuka

(saat operasi) dan ICP-nya nol. Jadi perubahan pada tekanan intra cranial

akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral, dimana ini akan berakibat

terjadinya iskemia otak. 2,3,5 Pada pasien dengan cedera medulla spinalis,

tekanan perfusi pada medulla spinalis dapat dihitung dengan selisih antara

MAP dan tekanan LCS. Meskipun sebagian besar pasien cedera medulla

spinalis menunjukkan gambaran lesi komplit, gangguan anatomi jarang

ditemukan, dan menjaga perfusi tetap adekuat adalah penting untuk

mempertahankan fungsi medulla spinalis pada daerah proksimal dari

tempat cederanya.9

Bila terjadi kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan

ini tidak akan cepat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Sebab

volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan

cairan serebrospinalis dari ronga tengkorak ke kanalis spinalis dan

disamping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh karena

berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan

volume ini dikenal dengan complience. Jika otak, darah dan cairan

serebrospinalis volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme

penyesuaian ini akan gagal dan terjadilah tekanan tinggi intrakranial. 1,2,5,6,9

Pendapat lain dikatakan bahwa komplians intrakranial ditentukan

dengan pengukuran perubahan TIK terhadap respon perubahan volume

intrakranial. Normalnya, peningkatan volume pada awalnya terkompensasi

baik. Sebuah batas secepatnya tercapai, namun, peningkatan yang

berlanjut menyebabkan peningkatan TIK. Mekanisme kompensasi mayor

yaitu (1) perpindahan awal CSS dari kranial ke kompartemen spinal, (2)

peningkatan absorpsi CSS, (3) penurunan produksi CSS, (4) penurunan

volume darah serebral total (terutama vena).2

5

Page 6: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

6

Page 7: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Kenaikan tekanan intra kranial dapat diakibatkan berbagai sebab,

diantaranya :4

Tabel: Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial

Penyebab Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Intrakranial (primer) Tumor, Trauma (SDH,EDH,kontusio)

Perdarahan intraserebral non trauma

Stroke iskhemik, hidrosephalus

Idiopatik/benigna hipertensi intracranial

Lain-lain ( pseudomotor, pneumoencehpalus,

abses)

Ekstrakranial (sekunder) Obstruksi airway, hipoksia, hiperkarbia

Hipertensi, batuk, nyeri, hipotensi

Postur tubuh, hiperpireksia, kejang, obat-

obatan

Pasca operasi Mass lesion (hematoma, edema)

Vasodilatasi, gangguan aliran LCS

Gambaran Klinis Kenaikan Tekanan Intra Kranial

Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat

dilihat seperti :1,6

a. Nyeri Kepala

Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa

dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada

waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteri serebral

meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood

flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial.

Juga lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan

atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari

10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri

kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai

7

Page 8: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala

terasa dibagian belakang dan leher.

b. Muntah

Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan

biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat

tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau

tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang

untuk sementara waktu.

c. Kejang

Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan

merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak

sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan

pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya

terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)

mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang

letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak

dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa

posterior.

d. Papil edema

Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi

intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan

oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan

kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada

80% anak dengan tumor otak.

e. Gejala lain yang ditemukan:

False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral,

respons ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan

endokrin

Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi

tumor.

8

Page 9: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Walaupun tidak ada data dari percobaan random, secara umum

telah diterima bahwa monitoring dan pengobatan agresif pada peningkatan

TIK dapat meminimalis iskemik sekunder dan meningkatkan outcome.

Sehingga, penggunaan peralatan intrakranial untuk pengukuran TIK secara

kontinyu menjadi praktek standar dalam merawat pasien neurologi yang

mempunyai masalah dengan peningkatan TIK. Peralatan ini meliputi

kateter intraventrikuler, subarachnoid bolt, epidural systems dan peralatan

fiberoptic intraparenchymal. Kateter ventrikulostomi umumnya dijadikan

gold standard untuk monitoring ICP. Kateter jenis ini mempunyai

kelebihan tambahan yaitu dapat menjadi drainage CSF untuk menurunkan

ICP.2,9

Gambar : Metode monitoring TIK

Bagaimanapun juga, penggunaan kateter fiberoptik intraparenkim

dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi bila dibandingkan alat

lainnya. Monitor subarachnoid sebaiknya ditempatkan pada sisi yang sama

dengan sisi lesi untuk menghindari ketidakakuratan karena ada perbedaan

tekanan antara dua himisfer. Perekaman dan penampilan gelombang

9

Page 10: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

tekanan tranduced ICP secara komputerisasi dengan penggunaan monitor

bedside pasien yang paling multimodal saat ini menjadi standar :

gelombang tekanan ‘real-time’ dan analisis beberapa trend tekanan dapat

ditampilkan dan dibandingkan dengan tanda monitor lainnya seperti

tekanan darah sistemik atau central venous pressure (CVP). 2

Pada umumnya, monitoring TIK diindikasikan pada semua pasien

yang koma dengan cedera kepala , dan pada pasien dengan penurunan

status neurologi dengan CT-Scan abnormal. Seperti yang telah disebutkan

di atas, banyak pertimbangan dibutuhkannya monitoring TIK pada pasien

cedera kepala sedang yang membutuhkan perpanjangan prosedur operasi

di bawah pengaruh general anestesi. Sebagai tambahan, beberapa senter

melakukan monitoring TIK post-operasi secara rutin mengikuti prosedur

major neurosurgical. Satu-satunya kontraindikasi monitoring TIK adalah

adanya koagulopati yang tidak terkoreksi.2 Terlepas dari alat monitoring

ICP, terkait dengan jumlah alat maka pemeriksaan neurologis jangan

pernah digantikan, bahkan ketika pemeriksaan tersebut terbatas akibat

sesuatu misalnya koma atau sedasi.9

Table 2 : Indikasi monitoring tekanan intracranial 9

Indikasi Kriteria dan Rasio

Trauma GCS </= 8

Tidak mampu mengikuti pemeriksaan

neurologis atau memerlukan sedasi atau anestesi

Perdarahan intracranial Ketika terjadi ekspansi perdarahan akan

menyababkan intervensi pembedahan,

monitoring dapat menyediakan informasi

segera.

Maanjemen ICP secara umum

Neoplasma intracranial Pasien yang terjadi edema otak selama operasi

reseksi atau penutupan, monitoring dapat

berguna pada periode perioperatif

Paska operasi AVM Reseksi AVM menyebabkan redistribusi aliran

10

Page 11: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

darah dan sering edema paska operasi

membutuhkan pemulihan yang bertahan dari

anestesi dan sering sedasi paska operasi

Table 3: Kontraindikasi Monitoring Tekanan Intrakranial 9

Kontraindikasi rasio/komentar

Koagulopati kateter ventrikuler dihindarkan paa kasus

trombositopenia (platelet < 100.0000) atau

INR > 1,2.

tehnik monitoring lain mempunyai resiko

lebih kecil tapi pasien sebaiknya dikoreksi

koagulopatinya lebih dulu sebelum

pemasangan monitor

Immunosupresi pasien dengan gangguan status imunologi

punya resiko lebih tinggi untuk terjadinya

infeksi sehingga merupakan kontraindikasi

relatif

gambaran klinis yang

tidak relevan

seharusnya tidak digunakan pada pasien

dengan prognosis tidak dapat bertahan

(nonsurvivable)

Table 4: Komplikasi monitoring tekanan intracranial 9

Komplikasi Rasio/komentar

infeksi Penempatan monitor ICP dapat menyebabkan

luka infeksi local, meningitis, ventrikulitis,

dan abses otak.

resiko meningitis dan ventrikulitis lebih besar

pada kateter ventrikuler.

masih belum jelas diketahui bila pemasangan

ulang rutin dilakukan

Perdarahan komplikasi penempatan monitor dengan

11

Page 12: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

morbiditas terbanyak.

dapat diakibatkan trauma langsung

(intraserebral atau intraventrikuler) atau

overdrainase CSF (subdural)

resiko paling besar pada kateter ventrikuler

(1/70-100)

salah pengukuran bila alat tidak terpasang dan terkalibrasi

dengan akurat, maka kessalahan pengukuran

dapat menyebabkan intervensi dan terapi

yang tidak tepat.

Ventrikulostomi

Kateter intraventrikel yang selain digunakan untuk monitoring ICP

juga berfungsi untuk terapi drainase CSF. Kateter intraventrikel

merupakan metode standar emas monitoring ICP. Digunakan pertama kali

tahun 1960. Sebuah kateter plastic dimasukkan ke ventrikel lateral dan

dihubungkan dengan tranduser eksternal. Kateter intraventrikel mengukur

ICP dan juga sebagai terapi drainase CSF. Hal ini direkomendasikan

sebagai monitor awal, setelah terjadi trauma pada pasien untuk

mengantisipasi peningkatan ICP. Pada kondisi trauma, ukuran ventrikel

sering mengecil berbanding terbalik degan peningkatan ICP, menyebabkan

insersi kateter ventrikel secara blind lebih sulit. Bila ventrikel tidak dapat

dikanulasi pada usaha yang ketiga maka tehnik alternative monitoring ICP

harus dicoba untuk menguangi terjadinya komplikasi terkasit percobaan

pemasangan berulang.9

12

Page 13: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Kebanyakan ahli bedah saraf merekomendasikan tempat insersi

melalui pendekatan frontal, parasagital pada titik Kocher (2-3 cm lateral

dari midline dan di anterior sutura koronal). Meskiun pendekatan yang lain

masih ada, akan tetapi pedekatan frontal menawarkan hasil yang baik yaitu

akses mudah pada kornu frontalis dari sistem ventrikel lateral,

meminimalkan keterlibatan jaringan otak sebagai jalan masuk kateter, dan

memfasilitasi perawatan ketika pasien terlentang di tempat tidur. Tapi

familiaritas para ahli bedah terhadap pendekatan insersi merupakan hal

terpenting. Potensi masalah akibat ventrikulostomi adalah sumbatan,salah

meletakkan kateter ke dalam struktur yang menyebabkan kerusakan

jaringan otak, hematoma intraserebral, perdarahan intraentrikuler, dan

infeksi. Robabilitas akan tersumbatnya kateter ventrikel meningat bila

kateter tersebut dibiarkan terbuka saat ventrikel dalam kondisi sedang

kolaps. Pada kondisi ini tidak dapat digunakan untuk memonitor ICP

ketika ventrikulostomi dibiarkan terbuka yang saat itu berfungsi sebagai

drain. Pada kondisi trauma kami merekomendasikan satu sampai dua

menit untuk mendrainase ketika ICP > 20 mmHg, kemudian kateter

13

Page 14: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

diklemp lagi bila sudah tidak digunakan sebagai drain. Hal ini

memunkinkan CSF membentuk ventrikel serta dapat mengukur ICP

Baut Richmond

Baut Richmond (subdural-subarakhnoid) biasanya terdiri atas

sekrup berongga yang ujungnya melewati dura dan masuk 1-2 mm

dibawah lapisan dalam tengkorak dan menempati/menempel pada

arakhnoid yang menutupi permukaan otak. Jika baut terletak terlalu

superficial, maak ada resiko salah posisi/longgar dan kehilangan tekanan.

Tetapi bila terlalu dalam maka permuakan otak dapat penetrasimenuju kea

rah herniasi masuk ke dalam sekrup berongga dan menyumbat proses

sistem.

14

Page 15: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Keuntungan baut Richmond adalah kemudahan insersi dan

penetrasi yang sedikit terhadap jaringan otak. Tetapi dilain sisi, baut

Richmond tidak bias digunakan untuk menurunkan ICP dengan cara

drainase, dapat menyebabkan infeksi, perdarqahan epidural, dan kejang

fokal. Selain itu dapat terjadi penumbatan pada tubingnya, sehingga

rekaman yang diperoleh berkurang atau hilang. Memang salah satu

kelemahan baut Richmond adalah mudahnya tersumbat oleh debris luka,

darah dan atau dura.9

Monitor Tekanan Intrakranial Epidural

Dua tipe monitor ICP epidural telah dikembangkan. Satu

menggunakan sensivitas tekanan membran yang kontak dengan dura,

sedang yang satu lagi menggunakan sensivitas perubahan tekanan udara

yang merubah bentuk dura. Meskipun resiko infeksi otak lebih rendah

15

Page 16: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

karenapenempatannya di ekstradura, akan tetapi ada beberapa kerugian

termasuk kesulitan tehnik, perdarahan, kalibrasi yang sulit setelah

penempatan baut, dan ketidakmampuan untuk drainase CSF untuk terapi.9

Monitor Tekanan Intrakranial Intraparenkim

Alat intraparenkhym misalnya monitor ICP Camino ( Camino

Laboratories, San Diego, California USA) menggunakan kateter yang

dimasukkan kedalam substansia grissea sehinga dapat mengukur secara

langsung tekanan jaringan otak.

Sisi frontal kanan biasanya dipilih sebagai tempat insersi, dan

karena insersi intraventrikuler (yang menggunakan titik Kocher) tidak

diperlukan, maka sisi lateral frontal secara kosmetika dapat digunakan.

Setelah dilakukan trepanasi, batangan berulir dimasukkan ke tengkorak

sampai plastic batas berhenti, dimana ujungnya berada 1-2 mm dibawah

lapisan dalam tengkorak. Setelah membuat sebuah lubang kecil di dura,

sensor fiber optic dikalibrasi kemudian dimasukkan sampai tanda 5 cm

sejajar dengan bagian atas batang, yang biasanya menempatkan ujung

distal dari sensor fiber optik 10 hingga 15 mm ke dalam parenkim otak.

Alat fiber optik yang baru dikembangkan dapat mengukur perubahan

jumlah cahaya yang dipantulkan sebuah tekanan sensitive diafragma yang

berada di ujung alat, kemudian nilai tekanan ditampilkan oleh sebuah alat

digital. Kabel keluaran dapat juga digunakan untuk mengirimkan data ke

monitor ruang operasi atau unit rawat intensif diaman akan tampak

gelombang ICP.

Sebagai perbandingan terhadap ventrikulostomi, monitor Camino

lebih mudah dimasukkan dan probe intraparenkim mempunyai ukuran

diameter lebih kecil, sehingga kerusakan neulorogis jarang terjadi.

Keuntungan alat ini adalah infeksi minimal dan kebocoran serta sumbatan

kateter tidak terjadi. Sebagai tambahan, kesalahan akibat salah posisi

tranduser juga minimal. Kerugian utama alat ini adalah tidak dapat

dikalibrasi ulang setelah alat ini dimasukkan, kemungkinan bergeser juga

16

Page 17: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

ada yang mengharuskan penggantian probe fiber optik dalam kondisi

steril. Keterbatasan yang bermakna dari alat ini adalah tidak mampu

digunakan sebagai terapi drainase CSF.

Pada kondisi trauma, ketika ICP meningkat dan ventikel terdesak,

hanya sebagian kecil jalan keluar CSF yang terlihat selama penempatan

ventrikulostomi. Hal ini terjadi pada ventrikel sekitar kateter kolaps, dan

bila tidak dikenali lagi, kateter mungkin saja tertarik. Bila terjadi maka

tidak mungkin dilakukan rekanulasi ventrikel. Pada kondisi ini kateter

dibiarkan ditempat dan monitor kedua misalnya Camino harus

ditempatkan untuk memantau ICP. Ketika kateter itraventrikuler mulai

mendrainase CSF yang bertumpuk dalam ventrikel, salah satu dari dua

monitor tersebut dapat ditarik tergantng pada situasi klinis.9

Bentuk gelombang Tekanan Intrakranial

Bentuk gelombang ICP yang normal adalah pulsatil dan sejalan

dengan irama jantung. Tetapi nilai dasar akan naik turun sesuai dengan

siklus pernapasan (seperti yang terjadi pada semua bentuk gelombang

yang fisiologis). Fluktuasi normal gelombang ICP dikarakteristikan

mempunyai tiga puncak tekanan. Yang pertama, merupaakn puncak paling

17

Page 18: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

tinggi (P1) terjadi akibat pulsasi arteri yang ditransmisikan menuju

parenkim otak dan CSF. Puncak yang kedua (P2) diterjemahkan sebagai

gelombang tidal atau rebound dan komplien reflek intrakranial. Puncak

ketiga (P3) yang hamper selalu lebih rendah dari P2, dan disebut

gelombang dikrotik mewakili pulsasi vena yang ditransmisikan menuju

otak. Pada kondisi komplien otak normal besarnya gelombang adalah

kecil, sedangkan pada otak yang ketat, perubahan tekanan yang diikuti

dengan perubahan volume adalah besar. Selain mempunyai karakter tiga

puncak, gelombang ICP yang terjadi sesuai siklus jantung, perubahan

tambahan pada semua nilai dasar yang terjadi akan mengubah komplien

intrakranial. Lebih lanjut lagi, perubahan dasar terkait ventilasi adalah

sebagai berikut: pada napas spontan, inhalasi menurunkan tekanan

intrathorakal dan menaikkan drainase vena (menurunkan ICP). Dimana

ekshalasi menyebabkan penurunan outflow vena dari cranium sehingga

ICP meningkat. Sebaliknya akan terjadi bila digunakan ventilasi tekanan

positif. Bila ICP meningkat dan komplien serebral menurun (dengan

berbagai penyebab), komponen vena menghilang dan pulsasi arteri

menjadi lebih jelas.

Pada tahun 1960, lundberg melaporkan hasil monitoring ICP

secara langsung dengan menggunakan ventrilkulotomi pada 143 pasien.

Dia menyebutkan patofisiologi dan tanda klinis yang bermakna dari tiga

gelomang patologis ICP yang ditandai dengan gelombang A, gelombang

B, dan gelombang C.

Gelombang Lundberg A, juga dikenal dengan gelombang plateu

dicirikan dengan elevasi tajam ICP samapi >50 mmHg, setidaknya untuk 2

menit dampai 20 menit diikuti penurunan mendadak ke level ICP awal.

Biasanya nilai dasar baru akabn sedikit lebih tinggi setelah timbul

gelombang A. Gelombang A ini akan muncul lagi dengan meningkatkan

frekuensi, durasi, dan amplitude dan sering terjadi pada peningkatan

simultan dari tekanan arteri rerata. Lundberg mengenali gelombang ini

18

Page 19: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

sebagai pertanda ICP tidak terkontrol, yang mungkin dihasilkan dari

sebuah kelelahan kapasitas buffering dan komplien intracranial.

Gelombang Lundberg B juga dikenal pulsasi tekanan, dicirikan

dengan peningkatan ICP 10 sampai 20 mmdalam waktu 30 detik sampai 2

menit. Gelombang ini bervariasi sesuai tipe periode napas dan lebih sering

terlihat pada kondisi peningkatan ICP dan penurunan komplien

intracranial. Sebagai catatan bahwa hubunan ini tidak semuanya konsisten

dan mewakili temuan kualitatif selama peningkatan ICP.

Gelombang Lundberg C, merefleksikan gelombang arteri Traube-

Hering yang ditandai peningkatan ICP berbagai variasi dengan frekuensi

empat sampai delapan kali per menit. Gelombang ini mungkin saja

mewakili status preterminal dan kadang terlihat pada puncak gelombang

plateu. Sama seperti gelombang B, mereka bersifat sugesti tapi bukan

patognominis akan peningkatan ICP.

Akhir-akhir ini ditekankan pada pengenalan dini serta pengobatan

yang berhasil akan peningkatan ICP. Oleh karena itu, gelombang patologis

Lundberg (A, B, C) jarang terlihat. Namun ketika mereka terlihat pada

pasien yang telah diintervensi terapeutik, maka mereka diramalkan

mempunyai outcome yang buruk.9

19

Page 20: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Metode non invasif

Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda

peningkatan TIK, Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil

normalnya dianggap tanda peningkatan TIK.

Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik

ultrasound “time of flight” sedang dianjurkan. Beberapa peralatan

digunakan untuk mengukur TIK melalui fontanel terbuka. Sistem serat

optik digunakan ekstra kutaneus.

Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek

tengkorak jika ada fraktur.

MANAJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Hipertensi intrakranial adalah besarnya TIK >15 mmHg.2

Sedangkan literatur lain hipertensi intracranial didefinisikan sebagai

peningkatan TIK > 20 mmHg dan menetap lebih dari 20 menit.

Peningkatan progresif dari batas ini atau TIK yang terus menerus >20

mmHg, disarankan untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan.

Peningkatan progresif dari TIK dapat mengindikasikan memburuknya

hemoragik/hematoma, edema, hidrosefalus, atau kombinasinya dan

merupakan indikasi diakukannya pemeriksaan CT-scan. Peningkatan terus

menerus TIK akan memperparah resiko terjadinya cedera sekunder

(komplikasi) berupa iskemik dan/atau herniasi.2

Tabel 5 : Penanganan Konvensional Peningkatan TIK 2

Penanganan konvensional

1. Elevasi kepala dan mencegah terjadinya obstruksi vena

2. Peningkatan MAP (jika perlu)

3. Pa CO2 30−35 mmHg, atau 25−30 mmHg jika terdapat tanda-

tanda herniasi

4. Manitol 0,5−1,0 g/kg tiap 6 jam (jika perlu) dan furosemide 20

mg (jika perlu). Pertahankan osmolalitas serum <320.

5. Mempertahankan kondisi hipovolemia, awasi CVP jika 20

Page 21: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

memungkinkan.

6. Ventrikulostomi untuk drainase LCS, jika memungkinkan.

7. Pamberian obat sedasi dengan opiate, benzodiazepine dan/atau

propofol

8. Penyesuaian kadar PEEP, jika memungkinkan

9. Mempertahankan normovolemia.

Penanganan agresif (pada pasien yang gagal dengan penanganan

konvensional)

1. Induksi hipotermi pada 33-34 °C

2. Supresi EEG maksimal dengan induksi koma propofol atau

barbiturate

3. Hiperventilasi Pa CO2 20-25 mmHg (monitor SjvO2 atau PbrO2)

4. Pemberian larutan salin hipertonik (3% atau 7,5% 25-50 ml/jam);

monitor kadar natrium serum

Penanganan ekstrim

1. Kraniektomi dekompresi

2. Eksisi jaringan infark ± lobektomi

Penurunan Volume Darah Serebral

Elevasi Kepala

Elevasi kepala pada tempat tidur dengan membentuk sudut 20−30°

menurunkan ICP dengan mengoptimalkan aliran balik vena (venous

return). Akan tetapi, pada pasien hipovolemik, elevasi kepala dapat

menyebabkan penurunan dari CPP. Jika keadaan normovolemi

dipertahankan, elevasi sampai 30° telah terbukti menurunkan TIK tanpa

mempengaruhi CPP atau CBF pada pasien cedera kepala.2

Perawatan seharusnya dilakukan untuk mencegah obstruksi pada

venous return serebral dengan cervical collars atau memasang endotrakeal

tube (ET) dan menjaga kepala tetap berada pada posisi netral. Pada pasien

dengan autoregulasi serebralnya terjaga (stabil), peningkatan MAP akan

menyebabkan vasokonstriksi kompensatorik dengan disertai penurunan

21

Page 22: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

ICP. Hal ini dapat dicapai dengan mempertahankan kondisi normovolemia

dan infus phenylephrine 1-10 g/kg/menit, atau norepineprine 0,05-0,22

g/kg/menit.2

Hiperventilasi

Karena sensitivitas yang tinggi dari CBF terhadap PaCO2,

hiperventilasi dapat menurunkan CBF dan disertai penurunan volume

darah serebral (CBV), menyebabkan penurunan mendadak (akut) dari

TIK. Meskipun penurunan mendadak TIK dan perbaikan CPP secara

teoritis diharapkan, dan hiperventilasi telah dipakai sejak dahulu sebagai

modalitas terapi, tetapi pada beberapa tahun terakhir ini kekhawatiran akan

terjadinya iskemik serebral telah berkurang dengan penggunaan metode

ini. Penelitian tentang CBF telah menunjukkan bahwa meskipun

“hiperventilasi sedang” dapat meningkat pada regio otak dengan CBF

dibawah ambang batas iskemik. Penurunan konsentrasi oksigen vena

jugularis (SjvO2) dan jaringan otak PO2 (PbrO2) yang telah berulang kali

dibuktikan pada penelitian terhadap pasien dengan cedera kepala. Terlebih

lagi, satu-satunya penelitian kontrol random tentang modalitas terapi,

hiperventilasi profilatik telah ditunjukkan berkaitan dengan efek

merugikan yang ada. Maka Petunjuk Badan Trauma Kepala (Brain

Trauma Foundation Guidelines) menyatakan bahwa hiperventilasi

seharusnya tidak dipakai sebagai managemen pada pasien dengan cedera

kepala, kecuali jika terdapat monitor yang mampu mendeteksi adanya

iskemik serebral tersedia (CBF, SjvO2 or PbrO2). Sebagai tambahan,

karena normalisasi pH dari cairan serebrospinal, efikasi dari hiperventilasi

pada CBF, CBV, dan TIK mengalami penurunan setelah 24 jam. Akan

tetapi, selain penelitian ini, pendapat tentang hiperventilasi masih

kontroversial. Di sini jelas terlihat bahwa PaCO2 yang rendah dapat

menyebabkan penurunan CBF, menyebabkan CBF berada pada batas atau

di bawah anbang batas iskemik, bukti pasti tentang iskemik masih kurang.

Dengan memakai positron emission tomography, Diringer et al. tidak

dapat mendemonstrasikan adanya penurunan metabolisme serebral atau 22

Page 23: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

perubahan pada rasio piruvat-laktat dengan hiperventilasi akut,

menyatakan bahwa rendahnya kadar metabolism basal (basal metabolic

rate) pada pasien cedera kepala secara bertentangan melindungi pasien ini

dari rendahnya CBF. Maka selama kita menunggu bukti yang pasti dari

hiperventilasi, PaCO2 dipertahankan pada 35-40 mmHg. Pada situasi akut

dimana terdapat ancaman atau terjadinya herniasi otak, hiperventilasi

PaCO2 dipertahankan pada kisaran 20–30 mmHg. Akan tetapi, hal ini

seharusnya dilihat sebagai penanganan sementara sambil menunggu

penanganan definitif. Untuk maintenance, PaCO2 harus dijaga pada 30-35

mmHg. CT Xenon dan SPECT (single-proton emission computed

tomography) dapat berguna untuk mengukur respon CBF terhadap

hiperventilasi.2

Kenaikan Tekanan Darah

Pada pasien dengan autoregulasi yang intak dan penurunan

compliance intrakranial, penurunan tekanan darah sistemik akan

menyebabkan vasodilatasi kompensatorik dan peningkatan CBV. Hal ini

akan semakin menurunkan CPP, dengan efek “spiraling downhill” dan

penurunan progresif perfusi serebral. Hal sebaliknya, pasien dengan

autoregulasi serebral yang terganggu dapat menunjukkan peningkatan

TIK dengan peningkatan tekanan darah. Karena itulah tidak mungkin

memprediksi ada atau tidaknya autoregulasi, tetapi penting untuk

mendapat gambaran tentang respon TIK.2

Reduksi Massa pada Otak

Karena adaya sawar darah otak (blood-brain barrier), yang relatif

impermiabel terhadap ion natrium dan klorida, perpindahan air keluar dan

masuk sel otak terutama tergantung pada gradien osmotik. Obat diuretik

osmotik yang efektif dipakai untuk mengatasi peningkatan TIK adalah

manitol 20%. Diberikan bolus 0,5-1.0 g/kg, bekerja dengan onset yang

cepat, tetapi puncaknya didapat dalam 30 menit dan berakhir setelah 90

menit. Sedangkan diuretik ‘loop’ yaitu furosemide akan meningkatkan

23

Page 24: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

kerja manitol, juga dapat memberikan efek langsung menurunkan TIK dan

sering digunakan sebagai terapi adjuvant (tambahan). Efek manitol

terhadap hemodinamik adalah kompleks dengan mereduksi resistensi

vaskuler sistemik, lalu diikuti dengan ekspansi volume intravaskuler yang

dapat disertai hipertensi sistemik. Pasien dengan fungsi jantung yang jelek

dapat terjadi edema pulmo akut pada pemberian infus manitol. Dengan

onset diuresis, penyusutan volume intravaskuler yang terjadi akan

meyebabkan hipotensi jika pemberian cairan penggantinya tidak adekuat.

Komplikasi dari terapi manitol adalah overload cairan, dehidrasi dan gagal

ginjal. Selama pemberian terapi manitol, elektrolit, dan osmolalitas cairan

harus diawasi secara berkala, osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 320

mOsm. Meskipun mekanisme utama dari mannitol berdasarkan gradien

osmotik, hal ini juga menyebabkan refleks vasokonstriksi dan menurunkan

produksi LCS. Pasien yang tidak bisa ditangani dengan manitol sering

memberi respon terhadap pemberian infus salin hipertonik (3% atau

7,5%). Meskipun beberapa penelitian membuktikan efikasi infus salin

hipertonik, tetapi belum ada penelitian randomized tentang penggunaan

salin hipertonik dan adanya komplikasi hipertensi intrakranial “rebound”

(munculnya hipertensi intrakranial setelah efek terapi ini habis). 2

Pada pasien edema vasogenik yang sering terjadi pada pasien

dengan tumor, efektif jika diberikan steroid dan dexamethasone 10 mg

yang diberikan setiap 6 jam. Secara umum pemberian steroid merupakan

kontraindikasi pada pasien dengan cedera kepala dan tidak efektif pada

pasien dengan perdarahan subaraknoid atau stroke iskemik. Pada pasien

dengan cedera medulla spinalis, pemberian methylprednisolon dosis tinggi

telah terbukti memperbaiki fungsinya jika diberikan dalam 8 jam. Pada

beberapa pusat, dikatakan bahwa dalam 3 jam, pasien ini diberikan

methylprednisolon 30 mg/kg bolus, lalu dilanjutkan 5,4 g/kg selama 24

jam dan selama 48 jam jika terjadi dalam 3-8jam (NACIS III). Meskipun

kemajuan yang terjadi sedikit dan beberapa keraguan apakah

keuntungannya lebih besar daripada resiko pneumonia dan infeksi. Akan

24

Page 25: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

tetapi, gambaran efikasi pemberian steroid pada cedera medulla spinalis,

pemakaian methylprednisolon dosis tinggi pada cedera kepala harus

diteliti lebih lanjut dan dilakukan penelitian randomized yang melibatkan

20.000 pasien dengan metode ini.2

Reduksi Volume LCS

Dua puluh lima persen pasien dengan perdarahan subaraknoid yang

berasal dari rupture aneurisma akan berkembang menjadi hidrosefalus

akut dengan peningkatan TIK. Insersi ventrikulostomi dengan drainase

kontrol LCS merupakan terapi efektif peningkatan TIK. Beberapa pasien

ini terkadang membutuhkan shunt ventrikulo-peritoneal (VP-shunt).

Pemasangan drainase pada daerah subaraknoid lumbal juga dapat

menurunkan LCS, tetapi dapat meningkatkan resiko herniasi otak. Hal ini

kurang berguna pada pasien cedera kepala, karena ventrikel sering tertekan

sehingga membuat drainase sulit masuk ke ventrikel dan menjadi kurang

efektif.2

Anestesi inhalasi :

Isoflurane : banyak digunakan dalam neuroanestesi, dapat meningkatkan

aliran darah otak (ADO) namun tidak terlalu besar, MAC 1 tidak

mempengaruhi tekanan LCS, menurunkan metabolism otak (CMRO2),

efek meningkatkan TIK dapat dikompensasi dengan hiperventilasi.4

Sevoflurane : pada MAC 1 tidak mempengaruhi tekanan intracranial,

namum akan menurunkan tekanan darah. Secara umum efek ADO dan

CMRO2 sama dengan isoflurane.4

Anestesi intravena

Sedasi dan Paralisis

Sedasi yang adekuat adalah penting bagi semua pasien dengan

peningkatan TIK untuk mengurangi agitasi (kondisi gelisah) dan gerakan-25

Page 26: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

gerakan pasien serta untuk mempermudah toleransi terhadap ET

(endotrakeal tube). Batuk atau sumbatan pada ET atau selama

trakeobronkial suction dapat meningkatkan TIK. Paralisis neuromuskular

secara efektif dapat dicegah dengan cara pemberian obat ini tetapi ini

dapat menghambat pemeriksaan neurologik yang dilakukan untuk

memonitor kondisi pasien. Sebagai tambahan, blokade farmakologi yang

dilakukan terus menerus dapat menyebabkan miopati dan paralisis

persisten. Pemberian obat penghambat neuromuscular (NBMs) hanya

dipakai pada pasien yang mendapat sedasi adekuat dengan tujuan untuk

mencegah paralisis saat pasien yang sadar. Dosis intermiten dan

pemberian secara periodik, disertai dengan monitoring seksama terhadap

derajat blokade neuromuskuler, sebaiknya dilakukan untuk

memungkinkan penilaian neurologic secara teratur.2

Pelumpuh otot non depolarisasi pankuronium dan vekuronium

tidak mempengaruhi juga ADO, laju metabolism terhadap oksigen dan

tekanan tekanan intracranial. Pankuronium meningkatkan laju nadi dan

tekanan darah sehingga tidak menguntungkan pada hipertensi cranial,

sebaliknya vekuronium tidak menyebabkan histamine release, tidak

menyebabkan peningkatan laju nadi dan tekanan darah. Sedang

atracurarium mempunyai efek ADO, CMRO2, TIK dan hasil

metabolismenya laudanosine akan melewati sawar otak dan dapat

menyebabkan kejang.4

Propofol

Obat sedasi yang menurunkan TIK melalui efek terhadap

metabolisme serebral dan CBF seperti pada sebagian besar obat anestesi

intravena lainnya kecuali ketamine. Semuanya memiliki efek depresan

susunan saraf pusat, menyebabkan dosis ini berkaitan dengan penurunan

tingkat kesadaran dan tingkat metabolisme. Propofol memiliki profil

metabolik dan vaskuler yang mirip dengan barbiturate, menyebabkan dosis

yang berkaitan dengan penurunan metabolisme serebral dan disertai

penurunan CBF, menyebabkan penurunan TIK pada pasien melalui 26

Page 27: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

aktivitas metabolisme serebral. Akan tetapi, pada beberapa penelitian

tentang penurunan CBF sebanding dengan penurunan metabolisme. Profil

farmakokinetiknya dengan waktu paruh yang pendek, membuat obat ini

cocok dipakai sebagai obat sedatif pada pasien neurosurgical,

memungkinkan penilaian neurologis yang cepat dalam waktu 2-3 jam

setelah penghentian pemberian obat ini melalui infus dengan dosis biasa

(50-150 µg/kg/menit). Beberapa penelitian mengatakan bahwa propofol

sangat baik dipakai dalam menurunkan TIK meskipun beberapa penelitian

gagal menunjukkan perbaikan outcome neurologiknya. Pada pemberian

dosis tinggi (>300 µg/kg/menit), dapat dipakai untuk menginduksi koma

farmakologik dengan burst-supresi pada electroencephalogram untuk

mendapatkan supresi metabolisme maksimal untuk mengontrol TIK. Pada

anak-anak, ketika dipakai infus kontinyu dalam periode lama, dilaporkan

bahwa propofol sering menyebabkan sindrom metabolik yang ditandai

dengan asidosis, rhabdomiolisis, gagal jantung, dan tingginya angka

kematian. Saat ini, sidrom serupa juga dilaporkan terjadi pada pasien

dewasa yang mengalami cedera kepala dengan terapi propofol >5

mg/kg/jam. Baik pada anak-anak maupun dewasa, insidensi sebenarnya

pada sindrom ini belum diketahui dan patofisiologinya masih belum jelas.

Akan tetapi, menyebabkan angka kematian yang tinggi pada anak-anak,

dan data yang didapat dari penelitian klinik (saat ini belum

dipublikasikan), sehingga saat ini pemberian infus propofol tidak

direkomendasikan. Pada dewasa, jika terdapat indikasi bahwa keuntungan

pemakaian propofol lebih besar dari pada resikonya dan sebaiknya tetap

diberikan pada pasien di ruang neurointensive care unit. Akan tetapi,

pemakaian infus berkepanjangan lebih dari satu minggu dengan dosis

lebih dari 5 mg/kg/jam, tidak diperbolehkan dan harus segera dihentikan

untuk mencegah resiko terjadinya asidosis atau disfungsi jantung. Sebagai

tambahan, propofol dosis tinggi akan menyebabkan hipotensi, sehingga

sering mengharuskan pemakaian vasopressor untuk membantu

memperbaiki tekanan darah.2

27

Page 28: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Etomidate

Meskipun etomidate dulunya dipakai sebagai obat sedatif, tidak

boleh diberikan melalui infus karena akan menghambat sintesis

kortikosteroid yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Hal ini menyebabkan

depresi kardiovaskuler yang lebih rendah dibandingkan propofol atau

barbiturate dan dan telah dipakai sebagai dosis intermiten pada pasien

yang kurang stabil. Obat ini dapat mereduksi TIK dengan efeknya pada

CBF dan CBV.2

Dexmedetomidine

Dexmedetomidine adalah obat golongan agonis selektif reseptor

alpha-2 dan telah terbukti dapat dipakai obat sedative pada pasien jantung

di ICU. Meskipun belum diteliti pada pasien neurosurgical, profil

farmakologikalnya menunjukkan bahwa obat ini mungkin berguna sebagai

sedatif pada kelompok pasien ini. Ketika dipakai dalam bentuk infus 0,6

mg/kg/jam, sebagian besar pasien akan tersedasi dengan baik tetapi

terstimulasi dengan depresi nafas yang minimal. Hal ini menyebabkan

vasokonstriksi serebral dan akan menurunkan TIK, meskipun penurunan

CBF tidak sesuai dengan penurunan metabolism serebral. Penelitian kami

menunjukkan bahwa autoregulasi dan reaktivitas CO2 tidak mempengaruhi

dosis sedative dexmedetomidine (data tidak dipublikasikan). Pada iskemik

eksperimental menunjukkan penurunan jumlah neuron yang rusak pada

iskemik global sementara (transient) pada gerbil (tikus mencit) dan

menyebabkan iskemik serebral pada tikus. Mekanisme kerja diperkirakan

melalui penurunan release (pelepasan) norepinephrine. Serta tampaknya

memacu pemecahan glutamine melalui proses metabolism oksidatif pada

astrosit, maka penurunan availabilitas glutamine sebagai prekursor

neurotoksik glutamate. Sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti

tentang pemakaian obat sedatif pada unit perawatan neurointensif, tetapi

kekurangan signifikan yaitu depresi pernafasan membuatnya terjadi pada

pemberian sedatif yang tepat pada pasien yang bisa bernafas spontan

dengan compliance intrakranial yang jelek.2

28

Page 29: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

Barbiturate

Barbiturate menurunkan TIK dengan cara menekan metabolisme

cerebral dan CBF. Keduanya dilakukan secara langsung dan dengan cara

mengurangi aktivitas kejang. Baik pentobarbital dan thiopental, keduanya

telah digunakan untuk menginduksi koma barbiturate. Barbiturate

biasanya digunakan untuk pasien hipertensi intrakranial yang sukar

disembuhkan. Sama halnya dengan sedatif lainnya, penggunaan thiopental

berhubungan dengan hipotensi sistemik dan sebaiknya hanya digunakan

pada pasien normovolemik. Dua percobaan randomized controlled telah

menilai manfaat thiopentone untuk mengobati kenaikan TIK pada pasien

cedera kepala. Percobaan yang pertama menunjukkan bahwa penurunan

TIK secara signifikan lebih besar terjadi pada grup yang diobati dengan

barbiturate, namun tanpa perbaikan outcome dalam jangka panjang.

Percobaan kedua menemukan bahwa TIK terkontrol pada kira-kira

sepertiga grup yang diobati, dan pada pasien yang berespons, terdapat

perbaikan outcome dalam jangka panjang. Hal ini mungkin akibat

pelepasan dari cerebral metabolic rate terhadap konsumsi oksigen dari

CBF dan merupakan sebuah indikator prognosis yang buruk.2

Pada kepustakaan lain disebutkan tiopental menurunkan ADO dan

CMRO2 yang setara pada isolektrik pada EEG, efek lain membuang

radikal bebas, stabilisasi membrane, menurunkan CPP dan antikonvulsan.4

Hipotermi

Hipotermi menurunkan metabolisme cerebral dan CBF, dengan

menghasilkan penurunan CBV dan TIK. Hal itu dapat juga menjadi

neuroprotektif dengan mengurangi pelepasan eksitotoksik asam amino.

Walaupun pada awalnya dilaporkan secara antusias bahwa pengobatan

dengan moderat hipotermi pada suatu percobaan single-center, sebuah

multi-center, percobaan randomized controlled tidak dapat menunjukkan

beberapa efek yang menguntungkan , walaupun sejumlah pasien berumur

29

Page 30: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

kurang 45 tahun, yang diakui hipotermi dan secara randomized hipotermi,

mempunyai hasil yang lebih baik daripada mereka yang dibuat

normotermi . Sebuah percobaan difokuskan pada pasien yang lebih muda

dan dimulai pada tahun 2003. Walaupun kekurangan bukti akan

keuntungan yang definitif, kebanyakan penelitian menunjukan suatu

respons TIK yang baik terhadap hipotermi. Lebih jauh lagi, efek

menguntungkan dari pengobatan hipotermi pada neurological outcome,

baru-baru ini didemonstrasikan pada pasien yang menderita cardiac arrest

dari fibrilasi ventrikel secara tiba-tiba. Untuk saat ini, pengobatan

hipotermi sebaiknya digunakan sebagai tambahan yang efektif dan

berguna untuk mengontrol TIK.2,4,6

Pencegahan kejang

Kejang terjadi pada sekitar 15-20% penderita cedera otak dan

berkorelasi dengan beratnya cedera. Kejang akan meningkatkan CMRO2

dan TIK, namun tidak ada hubungannya dengan kemunculan kejang dini

dengan keluaran defisit neurologis. Suatu penelitian menyatakan bahwa

fenitoin efektif untuk mencegah kejang dalam satu minggu pertama pasca

cedera, sehingga terapi profilaksisnya hanya diberikan sampai hari ke

tujuh.4

Nyeri

Pada keadaan nyeri pasca trauma ataupun pada keadaan lainnya ini akan

meningkatkan TIK, oleh karena itu perhatian terhadap nyeri dan

kenyamanan penderita sangatlah perlu untuk diperhatikan. Narkotik salah

satu anti nyeri yang kuattidak mempunyai efek terhadap CMRO2 dan

ADO, namun pada beberapa penderita dapat menyebabkan peningkatan

TIK.4

Kraniektomi Dekompresi

Kraniektomi dekompresi (decompressive craniectomy)

diindikasikan untuk pasien yang mempunyai peningkatan TIK dan sulit

disembuhkan dengan pengobatan medikal. Pada pasien dengan

30

Page 31: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

pembengkakan unilateral yang mengikuti evakuasi hematoma atau reseksi

tumor, hemikraniektomi atau pemindahan sejumlah besar flap cranial

dengan penambalan duramater, telah sukses menurunkan ICP. Pada pasien

dengan edema cerebral pada kedua himisfer, mungkin memerlukan

bilateral kraniektomi. Jarang sekali, pengangkatan jaringan yang telah

rusak atau lobektomi mungkin dilakukan sebagai usaha akhir untuk

mengurangi isi intrakranial pada kebanyakan kasus berat hipertensi

intrakranial. Prosedur ini tampak efektif untuk trauma cedera kepala,

sebaik untuk pembengkakan sekunder pada stroke atau subarachnoid

hemoragik. Sebuah percobaan multicenter dalam rangka menilai

keuntungan kraniektomi dekompresi sebagai pengobatan awal untuk

trauma cedera kepala akan menetapkan peran kraniektomi dekompresi di

masa depan sebagai pengobatan definitif untuk hipertensi intrakranial.2,4,6

Penggunaan Positive End-expiratory Pressure pada pasien dengan

peningkatan TIK

Penderita pada peningkatan tekanan intracranial sampai terjadinya

hipertensi intracranial sering jatuh pada keadaan gagal nafas sampai pada

penggunaan ventilator mekanik. Tiga puluh enam persen penderita dengan

cedera otak yang disertai koma, datang dalam keadaan hipoksia dan gagal

nafas yang membutuhkan ventilator mekanik.4

Positive end-expiratory pressure (PEEP) berulang kali digunakan

untuk meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan respiratory distress

syndrome atau kehilangan volume paru akibat berbagai penyakit paru.

Secara teori, hal ini dapat meningkatkan tekanan intratoraks, yang mana

akan menghalangi aliran vena dari kepala yang menyebabkan peningkatan

TIK. Bagaimanapun juga, hal ini hanya nampak relevan secara klinis jika

pasien mempunyai compliance intratoraks yang baik dan compliance

intrakranial yang buruk. Keamanannya baru-baru ini didemonstrasikan

pada pasien stroke akut. Dalam praktek, ketika diindikasikan dengan tepat,

PEEP sampai dengan 10 mmHg jarang menyebabkan peningkatan TIK

yang signifikan. Bagaimanapun juga, tetaplah bijaksana untuk memonitor 31

Page 32: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

respons TIK terhadap PEEP pada pasien, khususnya ketika menggunakan

PEEP > 10 mmHg.2,4

C. RANGKUMAN

Pelayanan anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi bedah

saraf membutuhkan pemahaman dasar tentang anatomi dan fisiologi

sistem saraf pusat (SSP). Ruang di dalam kepala dibatasi oleh struktur

yang kaku, semua kompartemen intrakranial ini tidak dapat dimampatkan,

hal ini dikarenakan volume intra kranial yang konstan (Hukum Monro-

Kellie). Oleh karena itu bila terdapat kelainan pada salah satu isi yang

mempengaruhi peningkatan volume didalamnya akan terjadi peningkatan

tekanan intra cranial setelah batas kompensasi (compliance) terlewati.

Tekanan intra kranial normal berkisar pada 8-10 mmHg untuk bayi,

nilai kurang dari 15 mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih

dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit

dikatakan sebagai hipertensi intra cranial. Efek peningkatan tekanan intra

kranial sangatlah kompleks, oleh karena itu perlu penanganan segera agar

penderita tidak jatuh dalam keadaan yang lebih buruk. Tiga puluh enam

persen penderita dengan cedera otak yang disertai koma, datang dalam

keadaan hipoksia dan gagal nafas yang membutuhkan ventilator mekanik.

Penanganan penderita dengan peningkatan tekanan intra cranial di

mulai dengan memonitor tekanannya sendiri baik dengan cara invasive

maupun non invasive, kemudian dengan pengelolaan secara bedah dan non

bedah.

Pengelolaan dibidang anestesi sangat berperan untuk menurunkan

tekanan intra cranial yaitu dimulai dengan menjaga jalan nafas, menjaga

kestabilan emosi penderita dengan obat-obat sedasi dan anelgetik,

penggunaan obat-obatan dan agent inhalasi yang tidak mempengaruhi

tekanan intra cranial serta mengatasi efek yang timbul kemudian.

D. DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

1. Suarez J I, Eccer M, Cerebral Oedem and Intracranial Dynamics :

Monitoring and management of intracranial pressure, In : Critical

Care Neurology and Neurosurgery, ed. Suarez J I, New Jersey : 2004,

100-47

2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Neurophysiology &

Anesthesia, in Clinical Anesthesiologi. 4th ed. USA : 2006 ,

3. Anne J. Moore, David W. Newell. Neuroanesthesia and

Neurosurgical Intensive Care, In : Neurosurgery Principles and

Practise. London : Springer 2005. p 104 – 71.

4. Harahap S, Barbiturates and Neuromuscular Blocking Agent ; Still

Valueble to Treat Intracranial Hypertension, In : Proceeding Book 9 th

National Congress of Indonesian Society of Anesthesiology, ed.

Nasution A H, Solihat Y, USU Press Medan : 2010, 57-46

5. Seubert C N, Mahla M E, Neurologic Monitoring, In : Miller’s

Anesthesia Seventh Edition, ed. Ronald D M, Elsevier : 2010,

6. Drummond J C, Patel P M, Neurosurgical Anesthesia, In : Miller’s

Anesthesia Seventh Edition, ed. Ronald D M, Elsevier : 2010,

7. Drummond J C, Patel P M, Cerebral Physiology and the Effects of

Anesthetic Drugs, In : Miller’s Anesthesia, 7th Edition, ed. Ronald D

M, Elsevier : 2010,

8. Kincaid MS, Lam AM, General Considerations : Neurophysiologic

Monitoring, In : Handbook of Neuroanesthesia, 4th Edition, ed.

Newdield P, Cotrell J E, Lippincott Williams & Wilkins : 2007, P 57-

37

9. Attaallah AF, Kofke WA, SECTION C: Monitoring Considerations

for Trauma and Critical Care ; Neurological Monitoring, In : Trauma

Critical Care, Volume 2, ed. Wilsson CW, Grande MC, Hoyt DB,

Informa Healt care, New York : 2007, 204-125

10. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Anesthesia for Neurosurgery,

in Clinical Anesthesiologi. 4th ed. USA : 2006 ,

33

Page 34: Pengukuran Tekanan Intra Kranial

11. Kalmar AF, De Ley G, Broecker VD, Aken V, Struys MM, Influence

Of An Increased Intracranial Pressure On Cerebral And Systemic

Haemodynamics During Endoscopic Neurosurgery: an animal model,

British Journal of Anaesthesia 102 (3): 361–8 (2009)

12. Steiner LA, Andrews PJ. Monitoring the injured brain: ICP and

CBF. British Journal of Anaesthesia 97 (1): 26–38 (2006)

34